• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DI KELAS IX.3 SMP NEGERI 1 WAY BUNGUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DI KELAS IX.3 SMP NEGERI 1 WAY BUNGUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE JIGSAW DI KELAS IX.3 SMP NEGERI 1 WAY BUNGUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

( SKRIPSI)

Oleh:

HARUNO

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan

Pada

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE JIGSAW DI KELAS IX.3 SMP NEGERI 1 WAY BUNGUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh: HARUNO

Masalah yang diteliti dalam penelitian ini yaitu mengenai upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisis peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada mata pelajaran IPS dikelas IX.3 semester genap SMP Negeri 1 Way Bungur.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari tiga siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes dan observasi. Hasil penelitian yang diperoleh dapat menuai keberhasilan dalam upaya upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada mata pelajaran IPS dikelas IX.3 semester genap SMP Negeri 1 Way Bungur. Aktivitas dan hasil belajar siswa selalu mengalami peningkatan untuk setiap siklusnya.

Kata Kunci: Aktivitas, Hasil Belajar, dan model pembelajaran kooperatif tipe

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 11

1. Ilmu Pengetahuan Sosial ... 11

2. Kreativitas ... 16

3. Hasil Belajar ... 28

4. Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw ... 33

(7)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 53

1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 53

2. Hasil Penelitian ... 59

a. Siklus I ... 59

b. Siklus II ... 64

c. Siklus III ... 67

3. Deskripsi Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran ... 71

B. Pembahasan Penelitian ... 66

1. Aktivitas Belajar Siswa ... 73

2. Hasil Belajar ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan ... 77

b. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(9)

2

Berdasarkan pengalaman peneliti selama mengajar di SMP Negeri 1 Way Bungur Kelas IX.3 masih banyak siswa yang mempunyai aktivitas belajar off task (kegiatan yang menghambat pembelajaran) dan perhatian yang rendah selama pembelajaran berlangsung. Hal ini tampak dari sedikitnya jumlah siswa yang aktif bertanya mengenai materi yang relevan yang diajarkan oleh guru, ngobrol pada saat guru menjelaskan, mengganggu teman, keluar masuk kelas, melamun atau ngantuk pada saat guru menerangkan pelajaran, dan mainan handphone. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada saat pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial aktivitas belajar siswa di SMP Negeri 1 Way Bungur Kelas IX.3 masih rendah.

Hasil Ulangan Harian I (UH I) dan Ulangan Harian II (UH II) di kelas IX.3 SMP Negeri 1 Way Bungur semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Khususnya mata pelajaran IPS menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa masih tergolong rendah, seperti terlihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Nilai ulangan harian I dan II mata pelajaran IPS kelas IX.3 di SMP Negeri 1 Way Bungur Tahun Pelajaran 2012/2013.

No. Rentang nilai Frekuensi Persentase (%)

(10)

Berdasarkan Tabel 1. di atas, telihat nilai yang diperoleh siswa pada mata pelajaran IPS pada siswa kelas IX.3 di SMP Negeri 1 Way Bungur diatas 65 dan seluruh siswa hanyalah 25% pada ulangan harian ke-I dan 21,87% pada ulangan harian yang ke II. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil belajar IPS pada siswa kelas IX.3 di SMP Negeri 1 Way Bungur masih dibawah standar nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu sebesar 65. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Djamarah (1995:128) menyatakan bahwa “apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65%, dikuasai maka presentase keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut

tergolong rendah”.

Rendahnya hasil belajar siswa tersebut diduga disebabkan oleh beberapa faktor, hal tersebut sejalan dengan pendapat Slameto ( 2003 : 54 – 72 ) yang mengemukakan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi hasil belajar sebagai berikut :

1. Faktor intern, yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar.

Faktor intern sebagai berikut :

a. Faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh).

b. Fator psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan).

c. Faktor kelelahan.

2. Faktor ekstern, yaitu faktor yang ada dari luar individu. Faktor ekstern sebagai berikut:

(11)

4

b. Faktor sekolah (metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru dengan guru, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah),

c. Faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).

Tabel 3. Hasil Rekapitulasi Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa

Kriteria Jumlah Siswa Persentase (%)

Siswa yang aktif 10 31,35

Siswa yang belum aktif 22 68,75

Jumlah 32 100

Berdasarkan Tabel 3 di atas, dapat dilihat siswa yang aktif sebanyak 10 siswa dari 32 siswa (31,35%) dan siswa yang belum aktif sebanyak 22 siswa dari 32 siswa (68,75%). Hasil pengamatan tersebut, dapat dinyatakan bahwa tingkat aktivitas siswa masih rendah.

Berdasarkan Latar belakang diatas, maka peneliti mencoba untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul : “Upaya Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw di kelas IX.3 SMP Negeri 1 Way Bungur Tahun Pelajaran 2012/2013.”

B. Identifikasi Masalah

(12)

1) Masih rendahnya aktivitas belajar siswa kelas IX.3 semester genap di SMP Negeri 1 Way Bungur Tahun Pelajaran 2012/2013.

2) Masih rendahnya hasil belajar IPS siswa kelas IX.3 semester genap di SMP Negeri 1 Way Bungur Tahun Pelajaran 2012/2013.

3) Guru bidang studi belum pernah menerapkan pendekatan pembelajaran tipe Jigsaw pada siswa kelas IX.3 semester genap di SMP Negeri 1 Way Bungur Tahun Pelajaran 2012/2013.

4) Sebagian besar guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional (Theacher Center).

5) Tidak tersedianya media pembelajaran di sekolah.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan diatas maka penelitian dibatasi pada upaya peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di kelas IX.3 SMP Negeri 1 Way Bungur Tahun Pelajaran 2012/2013.

D.Rumusan Masalah

(13)

6

1) Apakah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran IPS di kelas IX.3 SMP Negeri 1 Way Bungur Tahun Pelajaran 2012/2013?

2) Apakah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di kelas IX.3 SMP Negeri 1 Way Bungur Tahun Pelajaran 2012/2013?

E.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang akan dicapai sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui peningkatan aktivitas siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di kelas IX.3 SMP Negeri 1 Way Bungur Tahun Pelajaran 2012/2013.

2) Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di kelas IX.3 SMP Negeri 1 Way Bungur Tahun Pelajaran 2012/2013.

F. Kegunaan Penelitian

1. Secara Teoritis

(14)

pembelajaran JIGSAW yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

b) Memperkaya khazanah keilmuan di bidang keilmuan di bidang pendidikan.

2. Secara Praktis

Penelitian ini secara praktis dapat memperbaiki proses pembelajaran di kelas untuk mempermudah siswa memahami meteri pelajaran IPS yang disampaikan sehingga aktivitas dan hasil belajar siswa lebih baik

G. Ruang Lingkup Penelitian 1. Objek Penelitian

Penerapan model pembelajaran Jigsaw untuk mengetahui aktivitas dan hasil Belajar IPS.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas IX.3 yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Jigsaw.

3. Wilayah Penelitian

SMP Negeri 1 Way Bungur Tahun Pelajaran 2012/ 2013. 4. Waktu Penelitian

(15)

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka 1. Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, dalam belajar terjadi perubahan baik tingkah laku, sikap dan cara berpikir. Pendapat Hamalik

(2002:10) menyatakan bahwa, “Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan

atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku berkat pengetahuan dan latihan. Guru harus mengantarkan siswanya untuk memperoleh dan menghasilkan perubahan tingkah laku tersebut. Good dan Brophy dalam Darmadi (2008: 15) menyatakan

bahwa,”Belajar merupakan suatu proses atau interaksi yang dilakukan

seseorang dalam memperoleh sesuatu yang baru dalam bentuk perubahan perilaku sebagai hasil depelajari pengalaman itu sendiri.

(16)

yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri sebagai

hasil interaksi dengan lingkungannya”.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka belajar adalah suatu proses yang mengubah tingkah laku melalui pengalaman-pengalaman yang terjadi pada lingkungan sekitarnya sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih baik dan sebelumnya

b. Pembelajaran

Pembelajaran sebagai suatu sistem yang melibatkan komponen-komponen pembelajaran yang meliputi tujuan, subyek belajar, materi pelajaran, strategi pcmbelajaran, media pembelajaran, dan penunjang merupakan suatu kesatuan yang mempunyai huhungan fungsional dan berinteraksi secara dinamis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pembelajaran merupakan salah satu wujud kegiatan pendidikan di sekolah. Kegiatan pendidikan di sekolah berfungsi membantu pertumbuhan dan perkembangan siswa agar tumbuh ke arah positif. Maka cara belajar di sekolah harus terarah pada pencapaian ketuntasan. Melalui sistem pembelajaran di sekolah, siswa melakukan kegiatan belajar dengan tujuan akan terjadi perubahan kognitif, afèktif dan psikomotorik.

(17)

10

mewarnai tujuan dan mendukung tercapainya tingkah laku yang diharapkan untuk dimiliki oleh siswa. Metode dan alat berfungsi sebagai metode transformasi pelajaran terhadap tujuan yang ingin dicapai metode dan alat yang digunakan harus betul-betul efektif dan efisien agar diperoleh hasil belajar yang optimal.

Kegiatan pembelajaran, siswa adalah sebagai subyek sekaligus sebagai obyek dan kegiatan pembelajaran. Inti proses pembelajaran tidak lain adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapal suatu tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran akan tercapai jika siswa belajar secara aktif dalam proses pembelajaran.

Hasil pembelajaran yang optimal tergantung pada kemampuan siswa dan guru. Harapan siswa adalah memperoleh nilai yang baik sebagai acuan dalam proses kenaikan kelas, sedangkan harapan guru adalah tercapainya proses pembelajaran menuju perubahan tingkah laku yang meliputi kognitif, afektif dan poskomotorik siswa. Dengan diperolehnya hasil belajar shswa yang optimal maka tujuan pembangunan dibidang pendidikan akan lebih mudah tercapai.

(18)

semua unsur tersebut harus saling kait- mengkait untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Teori yang berkaitan erat dengan strategi pembelajaran yang akan dilakukan oleh peneliti adalah teori belajar konstruktivisme. Konstruktivisme adalah teori perkembangan mental piaget. Teori ini disebut juga teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif, karena teori ini berkaitan dengan kesiapan siswa untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa, setiap tahap perkembangan intelektual dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.

Menurut piaget (Baharuddin, 2008: 118) bahwa pada saat manusia belajar telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi. Keterlibatan teori perkembangan kognitif piaget dalam pembelajaran adalah: (1) bahasa dan cara pikir siswa berbeda dengan orang dewasa oleh karen itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir siswa, (2) siswa akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik, guru harus membantu siswa agar dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-baiknya, (3) bahan yang harus dipelajari siswa hendaknya terbaru tapi tidak asing, (4) siswa diberi peluang agar belajar sesuai dengan tahap perkembangannya, dan (5) didalam kelas siswa hendaknya diberi peluang untuk berinteraksi dengan bahan pelajaran, guru dan teman-temannya.

(19)

12

otak dalam mengelola informasi yang diperoleh merupakan proses secara fisik psikologi sebagai elemen dasar dalam belajar. Ide dasar lain dari teori Vygotsky adalah scaffolding yaitu memberikan dukungan dan bantuan kepada anak yang sedang pada awal belajar, kemudian sedikit demi sedikit mengurangi dukungan dan bantuan tersebut setelah anak mampu untuk melakukannya.

Pendekatan konstruktivisme memiliki beberapa strategi dalam proses belajar, Slavin (Burhanuddin, 2008: 117) adalah (1) top-down processing, siswa dimulai dari masalah yang kompleks untuk dipecahkan kemudian menemukan keterampilan yang dibutuhkan. (2) cooperative learning yaitu strategi yang digunakan untuk proses belajar konsep yang sulit, dalam strategi ini siswa belajar secara berpasangan atau kelompok untuk saling membantu dalam memecahkan masalah yang dihadapi, (3) generatif learning, strategi ini menekankan adanya integrasi yang aktif antara materi atau pengetahuan yang baru diperoleh.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang pembelajaran konstruktivisme yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konstruktivisme adalah proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Pembelajaran konstruktivisme membiasakan siswa untuk memecahkan masalah dan menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, mencari dan menemukan ide-ide dengan mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri.

Piaget (dalam Baharuddin, 2008: 128), mengemukakan tiga prinsip utama dalam pembelajaran antara lain:

1. Belajar aktif

(20)

menjawab sendiri, membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.

2. Belajar lewat interaksi sosial

Belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadi interaksi di antara subjek belajar. Piaget percaya bahwa belajar bersama akan membantu perkembangan kognitif anak. Dengan interaksi sosial, perkembangan kognitif anak akan mengarah ke banyak pandangan, artinya khasanah kognitif anak akan diperkaya dengan macam-macam sudut pandangan dan alternatif tindakan.

3. Belajar lewat pengalaman sendiri

Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata dari pada bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Jika hanya menggunakan bahasa tanpa pengalaman sendiri, perkembangan kognitif anak cenderung mengarah ke verbalisme (Sugandi, 2004:36). Piaget dengan teori konstruktivisnya berpendapat bahwa pengetahuan akan dibentuk oleh siswa apabila siswa dengan objek/orang dan siswa selalu mencoba membentuk pengertian dari interaksi tersebut.

Tujuan pengajaran ditetapkan oleh guru berdasarkan kurikulum, berupa tujuan pembelajaran khusus yang menjabarkan tujuan pengajaran beserta bahan pengajarannya. Siswa harus giat belajar untuk mencapai tujuan pengajaran melalui interaksi belajar mengajar bersama guru. Pemilihan metode mengajar yang tepat sangat mendukuang keberhasilan dan proses pembelajaran di sekolah.

(21)

14

Pembelajaran Sebagai Suatu Sistem Ditinjau dan pendekatan sistem, maka dalam proses pembelajaran akan melibatkan berbagai komponen yang saling berinteraksi satu sama lain membentuk satu sistem yang utuh untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Sugandi (2004: 28-30), komponen-komponen pembelajaran tersebut sebagai berikut

1. Tujuan, secara eksplisit diupayakan pencapaiannya melalui kegiatan pembelajaran, berupa pengetahuan, dan ketrampilan atau sikap yang dirumuskan secara eksplisit dalam PTK.

2. Subyek belajar, merupakan komponen utama karena berperan sebagal subyek sekaligus obyek. Sebagai subyek karena siswa adalah individu yang melakukan proses belajar-mengajar. Sebagai obyek karena kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai perubahan perilaka pada diri subyek belajar.

3. Materi pelajaran, merupakan komponen utama dalam proses pembelajaran, karena materi pembelajaran akan memberi warna dan bentuk dan kegiatan pembelajaran.

4. Strategi pembelajaran, merupakan pola umum mewujudkan proses pembalajaran yang diyakini efektivitatasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

5. Media pembelajaran, adalah alat atau wahana yang digunakan guru dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran.

6. Penunjang, berfungsi memperlancar, melengkapi dan mernpermudah terjadinya proses pembelajaran.

2. Aktivitas Belajar

(22)

Menurut Sriyono (2011:22), aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakai salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.

Aktivitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Aktivitas-aktivitas yang dimaksud dalam kegiatan pembelajaran adalah kcgiatan aktivitas siswa yang mengarah pada proses belajar. Aktivitas tersebut dibagi menjadi dua antara lain. Mengerjakan tugas ekonomi mengandung makna aktivitas guru mengatur kelas sebaik-baiknya dan mcnciptakan kondisi yang kondusif sehingga murid dapat belajar IPS.

Sriyono (2011) mengatakan, aktifnya siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:

1. Bertanya pada guru.

2. Menjawab pertanyaan guru. 3. Menjawah pertanyaan teman. 4. Memberi pendapat dalam diskusi. 5. Menyalesaikan tugas dan guru. 6. Ketepatan mengumpulkan tugas.

(23)

16

Trianadi (1994), menyatakan bahwa”hal yang paling mendasar yang dituntut

dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa”. Keaktifan siswa dalam

proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing - masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dan siswa akan mcngakibatkan pula tcrbentuknya pcngetahuan dan yang akan mengarah pada peningkalan presetasi.

Dalam proses pembelajaran dapat dilakukan simulasi terlebih dahulu yang mirip dengan pesawat dan memiliki karakteristik yang sama. Alat yang dapat membantu proses belajar ini adalah media atau alat peraga pembelajaran. Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa,

Salah satu faktor penting dalam proses pendidikan adalah belajar. Dengan belajar manusia akan dapat meningkatkan kemampuaannya baik dibidang pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat bermanfaat bagi dirinya dalam masyarakat. Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikhis dan fisik yang saling berkerjasama secara terpadu dan konprehensif integral. Sejalan dengan itu, belajar dapat dipahami sebagai berusaha atau berlatih supaya mendapat suatu kepandaian. Hal ini sesuai

dengan pendapat Roestiyah dalam Wiarsana (2003 : 5) ”Belajar adalah suatu

(24)

kebiasaan, dan tingkah laku; belajar adalah pengetahuan keterampilan yang

diperoleh dari intruksi”.

Proses dalam belajar dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hamalik (2004:171) yang menyatakan

“Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan

siswa belajar sendiri atau melakukan aktifitas”.

Menurut Winkel dalam Wiyarsana (2003 : 6) “Aktivitas belajar adalah suatu

kegiatan yang direncanakan dan disadari untuk mencapai suatu kegiatan tujuan belajar yaitu perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan pada

siswa yang melakukan kegiatan belajar”.Berdasarkan pendapat tersebut, jelas

bahwa manusia dengan belajar dapat merubah tingkah laku, pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap yang diperoleh dari aktivitas mental dan berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya.

Menurut Paul D. Dieriech dalam Hamalik (2001 : 172), aktivitas belajar dapat digolongkan menjadi delapan jenis :

1. Visual Activities, misalnya: membaca, memperhatikan gambar demontrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

2. Oral Activities, masalnya: mengemukakan suatu fakta, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, mamberi saran, mengemukan pendapat.

3. Listening Activities, misalnya: mendengarkan penyajian bahan, percakapan, diskusi, musik dan pidato.

4. Writing Activities, misalnya: menulis cerita, karangan, laporan dan angket.

(25)

18

6. Motor Activities, seperti: melakukan percoban, membuat kontruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, berternak.

7. Mental Activities, seperti: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan dan mengambil keputusan. 8. Emotional Activities, misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira,

bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil dan kegiatan belajar mengajar yang ingin dicapai oleh setiap peserta didik sebagai hasil dan proses pendidikannya. Pengertian

hasil belajar menurt Tu’u (2004: 75) adalah penguasaan pengetahuan atas

keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai test atau angka yang diberikan oleh guru.

Istilah basil belajar dalam kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penguasaan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, biasanya ditunjukan dengan tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Berdasarkan pendapat di atas, bahwa hasil belajar adalah hasil usaha yang diperoleh dan kegiatan belajar di sekolah yang berupa nilai dan angka.

Menurut Arikunto (2002: 21), secara garis besar faktor-faktor yang dapat mem pengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua jenis sebagai berikut:

a. Faktor-faktor yang bersumber dari diri manusia, dapat dibedakan menjadi dua yakni faktor biologis dan faktor psikologis, yang dapat dikategorikan sebagai faktor yang antara lain usia kematangan, dan kesehatan. Sedangkan yang dapat dikategorikan adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat, dan kebiasaan belajar.

(26)

Pendapat di atas, menyatakan bahwa yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa bennacam-macam dimulai dan fàktor yang berasal dari dalam diri (interr) sampai faktor yang berasal dari luar dirinya. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dalam proses pembelajaran akan terlihat dalam bentuk nilai yang diperoleh melalui tes (ulangan ujian) yang berhubungan materi pelajaran yang telah diperoleh atau yang dipelajarinya.

Menurut Djamarah, (2000: 97) Keberhasilan proses pembelajaran dibagi atas beberapa tingkatan atau taraf sebagai berikut:

a. Istimewa/maksimal, apabila seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai oleh anak didik.

b. Baik sekali/optimal, apabila sebagian besar (76% sampai 99%) bahan pelajaran dapat dikuasai oleh anak didik.

c. Berkeinginan, apabila bahan pelajaran dikuasai oleh anak didik hanya 66% sampal dengan 75% saja.

d. Kurang, apabila hal pelajaran dikuasai oleh anak didik kurang dan 65%. Hasil belajar yang dicapai siswa merupakan penilaian penguasaan baik yang bersifat kognitif, afektif psikomotor sehingga merupakan hasil dan adanya perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil belajar yang telah diikutinya melalui program pembelajaran sekolah.

Menurut Slavin (1995), pembelajaran kooperatif akan memberi manfaat bagi peserta didik dengan adanya peningkatan hasil belajar dan kemampuan kognitif peserta didik. Jika dilakukan dengan sempurna setiap peserta didik akan mempunyai tanggungjawab untuk tugasnya masing-masing serta berpeluang mempunyai pengetahuan yang lain melalui kelompok yang berbeda. Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.

(27)

20

b. Peserta didik harus memiliki tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.

c. Peserta didik harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.

d. Peserta didik membagi tugas dan berbagi tanggungjawab diantara para anggota kelompok.

e. Peserta didik diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

f. Peserta didik berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama dalam belajar.

g. Setiap peserta didik akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. (Lundgren dalam Yusuf 2003: 8)

Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah:

a. setiap anggota memiliki peran;

b. terjadi hubungan interaksi langsung diantara peserta didik;

c. setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya juga teman-teman kelompoknya;

d. guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok;

e. guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.(Carin dalam Yusuf 2003:10).

Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Slavin (1995), yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi keberhasilan individu yang ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.

4. Pembelajaran Kooperatif

(28)

bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kopentensi belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Keberhasilan dan pembclajaran sangat ditentukan oleh pemilihan metode belajar yang ditentukan oleh guru. Sebab dengan penyajian pembelajaran secara menarik akan dapat membangkitkan motivasi belajar siswa, sebaliknya jika pembelajaran itu disajikan dengan cara yang kurang menarik, membuat motivasi siswa rendah. Untuk menciptakan pembelajaran yang menarik, upaya yang harus dilakukan guru adalah memilih model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi pembelajaran. Dengan model pembelajaran yang tepat diharapkan akan meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar sehingga hasil belajar pun dapat ditingkatkan.

(29)

22

dalam mencapai tujuan tergantung pada kerja sama yang kompak dan serasi dalam kelompok itu.

Memperhatikan pengertian dan pembelajaran kooperatif di atas, peneliti berpendapat bahwa model pembelajaran ini sangat baik untuk mcningkatkan aktivitas belajar siswa, sebab semua siswa dituntut untuk bekerja dan bertanggung jawab sehingga di dalam kerja kelompok tidak ada anggota kelompok yang asal namanya saja tercantum sebagai anggota kelompok, tetapi semua harus aktif

a. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok kecil. Menurut Lungdren (Frianlo, 2007: 47) unsur-unsur pembelajaran Kooperatif sebagai berikut:

1) Siswa dalam kelempoknya harus beranggapan bahwa mereka “sehidup

spenanggungan bersama”.

2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.

3) Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4) Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

5) Siswa akan dikasih evaluasi atau hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua kelompok.

6) Siswa berbagi kepeminpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama sama proses belajarnya.

(30)

b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Sebagai seorang guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa tentu Ia akan memilih manakah model pembelajaran yang tepat diberikan untuk materi pelajaran tertentu, Apabila seorang guru ingin menggunakan pembelajaran kooperatif, maka haruslah terlebih dahulu mengerti tentang pembelajaran kooperatif tersebut. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajamya

2) Kelompok dibentuk dan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

3) Bila mungkin anggota kelompok berasal dan ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.

4) Penghargaan lebih berorientasi pada individu (Frianlo, 2007: 48).

c. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif di mana pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa yang bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapal tujuan pembelajaran dan mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal, Baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Pada pembelajaran tipe Jigsaw ini setiap siswa menjadi anggota dan 2 kelompok, yaitu anggota kelompok asal dan anggota kelompok ahli. Anggota kelompok asal terdiri dan 3-5 siswa yang setiap anggotanya diberi nomor kepala 1-5. Nomor kepada yang sama pada kelompok asal berkumpul pada suatu kelompok yang disebut kelompok ahli (Frianlo, 2007: 65).

Jigsaw merupakan salah satu pembelajaran kelompok yang terdiri dari

kelompok asal dan kelompok ahli. Ibrahim (2001:21) jigsaw telah

(31)

24

diadaptasi oleh slavin. Dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi berkelompok

dengan lima atau enam anggota kelompok belajar heterogen. Setiap

anggota bertanggung jawab untuk mempelajari, menguasai bagian tertentu

bahan yang diberikan kemudian menjelaskan pada anggota kelompoknya.

Dengan demikian terdapat rasa saling membutuhkan dan harus

bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.

Para anggota dari kelompok lain yang bertugas mendapat topik yang sama

berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut

kelompok ahli. Kemudian anggota tim ahli kembali ke kelompok asal dan

mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan didiskusikan didalam

kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya sendiri.

1. Teori Pendukung

 Jigsaw II

Metode pengajaran dengan jigsaw dikembangkan oleh Elliot aronson dan

rekan-rekannya (1978). Metode orisinalnya, membutuhkan pengembangan

yang intensif dari materi-materi khusus. Bentuk adaptasi jigsaw yang lebih

praktis dan mudah, yaitu jigsaw II (Slavin,1986).Jigsaw II dapat digunakan

apabila materi yang akan dipelajari adalah yang berbentuk narasi tertulis.

Metode ini paling sesuai untuk subjek-subjek seperti pelajaran ilmu sosial,

Literature, sebagian pelajaran ilmu pengetahuan ilmiah dan bidang-bidang

lainnya yang tujuan pembelajarannya lebih kepada penguasaan konsep

(32)

 Jigsaw Orisinil

Metode jigsaw aronson yang orisinil, mirip dengan jigsaw II dalam segala

aspeknya, tetapi juga mempunyai perbedaan penting. Dalam jigsaw orisinil

para siswa membaca bagian-bagian yang berbeda dengan yang dibaca oleh

teman satu timnya.Bagian yang paling sulit dari jigsaw orisinil ini

adalahbahwa tiap bagian harus ditulis supaya dengan sendirinya dapat

dipahami. Materi-materi yang ada tidak dapat digunakan, yang merupakan

kebalikan dari jigsaw II. Kelebihan dari jigsaw II adalah bahwa semua

siswa membaca semua materi, yang akan membuat konsep-konsep yang

telah disatukan menjadi lebih mudah untuk dipahami.

2. Langkah-langkah

 Siswa dikelompokkan kedalam 4-5 orang.

 Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda.

 Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.

 Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab

yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk

mendiskusikan sub bab mereka.

 Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke

kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang

sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan

dengan sungguh-sungguh.

 Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.

(33)

26

 Penutup.

3. Implementasi Kegiatan (Ibrahim, 2001: 35-37), sebagai berikut.

Tahap I

Pembentukan Kelompok Asal:

 Siswa dibagi atas beberapa kelompok kecil, setiap kelompok terdiri dari 5 orang secara heterogen

 Masing-masing kelompok diberi nomor dada 1 sampai 5

 Menggali pengetahuan dasar siswa dan menghubungkan dengan konsep yang akan dipelajari

 Menyebutkan dan menuliskan konsep yang akan diberikan  Mernyampaikan tujuan pelajaran

 Menginformasikan tugas-tugas yang akan dikerjakan sejelas-jelasnya dalam bentuk Lembaran Kerja Siswa

 Menginformasikan langkah-langkah pembelajaran Jigsaw  Melaksanakan tugas-tugas yang telah diberikan

Gambaran pembentukan kelompok Asal:

Induk I Induk 2 Induk 3 Induk 4 Induk 5

Tahap II

Diskusi Kelompok Ahli:

 Siswa telah mendapatkan konsep-konsep yang ditugaskan kepada masing-masing nomor dada

 Siswa melaksanakan tugas yang diberikan sesuai dengan LKS sesama nomor dada yang sama

 Siswa telah menemukan konsep-konsep penting dan menarik kesimpulan dari topik yang dipelajarinya dan dibahas.

 Siswa telah siap untuk menginformasikan konsep yang ditemukan ke nomor dada yang berbeda tetapi masih dalam kelompok kecilnya yaitu kelompok semula beranggotakan 5 orang siswa

 Guru membimbing hasil kerja kelompok

1 2 3 4 5

1 2 3

(34)

Gambaran Kelompok Ahli:

Kel 1 Kel 2 Kel 3 Kel 4 Kel 5

Keterangan

Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama

dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan

pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk

mempelajari topik mereka tersebut.

Tahap III

Diskusi dan Presentasi Kelompok Asal:

 Siswa yang bernomor dada 1 menularkan informasi yang

didapatnya ke nomor dada 2,3,4, dan 5

 Siswa yang bernomor dada 2 menularkan informasi yang

didapat kepada nomor dada 1, 3, 4, dan 5

 Siswa yang bernomor dada 3 menularkan informasi yang

didapatnya ke nomor dada 1, 2, 4, dan 5

 Siswa yang bernomor dada 4 menularkan informasi yang

didapatnya ke nomor dada 1, 2, 3, dan 5

 Siswa yang bernomor dada 5 menularkan iuforasi yang

didapatnya ke nomor dada 1, 2, 3, dan 4

Pada tahap 5 serangkai ini diharapkan interaksi antar siswa dan kelompok lebih

meningkat untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap. Akhirnya model

Jigsaw ditutup dengan diskusi kelas. Untuk mengambil suatu rangkuman

diharapkan materi yang belum terjangkau oleh kegiatan siswa dengan LKS dapat

(35)

28

Gambaran kelompok Asal setelah kelompok Ahli:

Induk 1 Induk 2 Induk 3 Induk 4 Induk 5

Keterangan :

Setelah pembahasan selesai , para anggota kelompok kemudian kembali pada

kelompok semula (asal) dan berusaha mengajarkan pada teman sekelompoknya

apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan dikelompok ahli.

Selanjutnya diakhir pembelajaran, siswa diberi kuis secara indIViidu yang

mencakup topik materi yang telah dibahas.

Menurut Ibrahim (2001: 71)Kelebihan metode pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw sebagai berikut.

1. Dapat mengembangkan hubungan antar pribadi Positif diantara siswa yang memiliki kemampuan Belajar berbeda.

2. Menerapka bimbingan sesama teman.

3. Rasa harga diri siswa yang lebih tinggi . 4. Memperbaiki kehadiran.

5. Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar. 6. Sikap apatis berkurang.

7. Pemahaman materi lebih mendalam.

8. Meningkatkan motivasi belajar.

Kelemahan metode kooperatif jigsaw sebagai berikut.

1. Jika guru tidak meningkatkan agar siswa selalu menggunakan ketrampilan-ketrampilan kooperatif dalam kelompok masing-masing maka dikhawatirkan kelompok akan macet.

2. Jika jumlah anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah.

3. Membutuhkan waktu yang lebih lama .

(36)

B. Kerangka Pikir

1. Penerapan pembe1ajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki dampak yang positif terhadap kegiatan pembelajaran. yakni dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran. dan meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran berikutnya. Selain itu. pembelajaran tipe jigsaw merupakan lingkungan belajar di mana siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang heterogen, untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran. Siswa melakukan interaksi sosial untuk mempelajari materi yang diberikan kepadanya, dan bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada anggota kelompoknya. Jadi, siswa dilatih untuk berani berinteraksi dengan teman-temanya.

Penerapan model pembelajaran kooperatif Learning tipe jigsaw menjadikan guru tidak lagi dominan dalam pembelajaran dan sebaliknya siswa yang banyak melakukan aktifitas belajar. Ini berarti bahwa penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa.

2. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPS

(37)

30

peserta didik. Hal ini untuk mcnghapus kesan komunikasi yang berjalan satu arah, dari guru ke peserta didik. Diharapkan peserta didik dapat mcnggali dan menemukan sendiri informasi tentang materi pelajaran. Sehingga peserta didik dapat merasakan belajar ekonomi sebagai tantangan bukan sebagai beban. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dimungkinkan pembelajaran bagi siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan, konsep-konsep tersebut dengan temannya.

(38)

Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan bagan tersebut di atas, dapat digambarkan bahwa pembelajaran dengan tipe jigsaw akan memberikan peningkatan kepada aktivitas belajar siswa. Dengan meningkatnya aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran, maka akan memberikan nilai tambah pada penguasaan materi sehingga hasil belajar akan menjadi optimal.

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ada peningkatan aktivitas belajar setelah menggunakan model pembelajaran tipe jigsaw pada kelas IX.3 SMP Negeri 1 Way Bungur semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Ada peningkatan hasil belajar setelah menggunakan model pembelajaran tipe jigsaw pada kelas IX.3 SMP Negeri 1 Way Bungur semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013.

Metode kooperatif tipe Jigsaw

Aktivitas Belajar Meningkat

Hasil Belajar

(39)

III. METODE PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 pada mata pelajaran IPS Terpadu kelas IX.3 di SMP Negeri 1 Way Bungur mulai bulan Januari sampai dengan Februari 2013.

B.Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IX.3 di SMP Negeri 1 Way Bungur Tahun Pelajaran 2012/2013, yang berjumlah 32 siswa terdiri dari 15 orang siswa laki-laki dan 17 orang perempuan. Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok, setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok.

C.Faktor Yang Diteliti

Untk memecahkan masalah yang telah dirumuskan diatas, ada beberapa factor yang akan diteliti pada penelitian ini yaitu:

(40)

D.Rencana Tindakan

Model penelitin tindak kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dibebankan oleh Ellot Aronson dan Robert E. Salvin model penelitian ini terbagi menjadi beberapa siklus atau putaran dimana setiap siklus terdiri dari 4 komponen yang meliputi:

1. Perencanaan (Planing)

Perencanaan adalah langkah yang akan dilakukan oleh guru ketika akan memulai tindakannya. Guru menyusun sebuah rencana kegiatan misalnya: a) apa yang harus dilakukan oleh siswa, b) kapan dan berapa lama dilakukan, c) dimana dilakukan, d) jika diperlukan peralatan atau sarana, wujudnya apa, e) jika sudah selesai, apa tindakan selanjutnya.

2. Tindakan (acting)

Tindakan atau pelaksanaan adalah implementasi dari perencanaan yang sudah dibuat. Guru harus memperhatikan hal-hal yang sebagai berikut: a) apakah ada kesesuaian antara pelaksanaan dengan perencanaan, b) apakah proses tindakan yang dilakukan siswa cukup lancar, c) bagaimanakah situasi proses tindakan, d) apakah siswa melaksanakan dengan bersemangat, e) bagaimanakah hasil keseluruhan dan tindakan.

3. Observasi (observating)

(41)

34

4. Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.

Pergantian siklus dilakukan pada setiap berakhirnya satu sub pokok bahasan

Rangkaian rencana penelitian tindakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Perencanaan

Pelaksanaan Siklus I

Refleksi

Pengamatan

Perencanaan

Siklus II Pelaksanaan

Refleksi

Pengamatan

Siklus III

Pengamatan

Refleksi Pelaksanaan

Hasil Akhir Perencanaan

(42)

Berdasarkan gambar 2. di atas maka dapat dijabarkan penjelasan untuk setiap siklusnya, sebagai berikut:

a. Siklus I

1) Perencanaan (Planning)

Persiapan yang dilakukan pada siklus I meliputi:

a. Peneliti menentukan materi yang akan diajarkakn pada siklus I b. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran sesuai kompetensi

dasar yang ingin dicapai.

c. Menyusun skenario pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif Tipe jigsaw yang meliputi rencana pembelajaran, contoh soal, latihan soal, dan evaluasi.

d. Menyiapkan model pembelajaran kooperatif Tipe jigsaw berupa lembar soal yang digunakan untuk mengerjakan prosedur siklus. e. Menyiapkan sumber belajar berupa buku paket IPS kelas IX.3.

f. Mempersiapkan lembar pengamatan (observasi) untuk melihat bagaimana keaktifanan Siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif Tipe jigsaw.

g. Mempersiapkan perangkat.

2) Pelaksanaan (Acting)

(43)

36

3. Observasi (observating)

Observasi adalah proses mencermati jalanya pelaksanaan tindakan.

4. Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.

b. Siklus II

1. Perencanaan (Planning)

Persiapan yang dilakukan pada siklus I meliputi:

a. Peneliti menentukan materi yang akan diajarkakn pada siklus I b. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran sesuai kompetensi

dasar yang ingin dicapai.

c. Menyusun skenario pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif Tipe jigsaw yang meliputi rencana pembelajaran, contoh soal, latihan soal, dan evaluasi.

d. Menyiapkan model pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw berupa lembar soal yang digunakan untuk mengerjakan prosedur siklus. e. Menyiapkan sumber belajar berupa buku paket IPS kelas IX.3.

f. Mempersiapkan lembar pengamatan (observasi) untuk melihat bagaimana keaktifanan Siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw.

(44)

2. Pelaksanaan (Acting)

Pembelajaran IPS siklus I dikelas IX.3 dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan, dua kali pembelajaran dan satu pertemuan untuk uji tes hasil siklus pertama.

3. Observasi (observating)

Observasi adalah proses mencermati jalanya pelaksanaan tindakan.

4. Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.

c. Siklus III

1. Perencanaan (Planning)

Persiapan yang dilakukan pada siklus I meliputi:

a. Peneliti menentukan materi yang akan diajarkakn pada siklus I b. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran sesuai kompetensi

dasar yang ingin dicapai.

c. Menyusun skenario pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw yang meliputi rencana pembelajaran, contoh soal, latihan soal, dan evaluasi.

(45)

38

f. Mempersiapkan lembar pengamatan (observasi) untuk melihat bagaimana keaktifanan Siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw.

g. Mempersiapkan perangkat.

2. Pelaksanaan (Acting)

Pembelajaran IPS siklus I dikelas IX.3 dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan, dua kali pembelajaran dan satu pertemuan untuk uji tes hasil siklus pertama.

3. Observasi (observating)

Observasi adalah proses mencermati jalanya pelaksanaan tindakan. 4. Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.

E.Data Penelitian

Data penelitian ini terdiri dari:

a. Data siswa, yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, terjadi di dalam kelas pada setiap siklus.

(46)

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui catatan lapangan dan tes, a. Observasi

Observasi digunakan untuk mengamati aktivitas belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran selama penelitian sebagai upaya untuk mengetahui kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan tindakan.

b. Tes

Tes dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa setelah diberikan metode pembelajaran diskusi. Nilai diambil dari tes yang dilakukan pada setiap akhir siklus pembelajaran.

G.Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, catatan lapangandan perangkat tes. Lembar observasi yang digunakan untuk mengamati aktivitas yaitu perilaku yang relevan dengan kegiatan pembelajaran antara lain:

Tabel 2. Data untuk melihat aktivitas dalam pembelajaran

No.

(47)

40

2. Membaca buku atau menulis materi yang diajarkan 3. Bekerja sama dalam kelompok

4. Mempresentasikan hasil kelompok

5. Berdiskusi atau bertanya dengan guru atau antar siswa 6. Tidak bermain-main dan mengobrol

Kegiatan yang tidak relevan antara lain:

1. Tidak memperhatikan penjelasan guru 2. Tidak menulis atau tidak mencatat 3. Mengantuk

4. Tidak bertanya dengan guru atau antar siswa 5. Mengobrol

6. Bermain-main

Instrument penelitian yang berupa perangkat tes, yang diberikan kepada siswa pada akhir setiap siklus untuk mengukur dan mengetahui hasil belajar siswa pada pelajaran IPS Terpadu.

H.Uji Persyaratan Instrumen

a. Uji Validitas

(48)

mempunyai korelasi positif dengan korelasi yang tinggi menunjukan bahwa item tersebut tidak tinggi pula. Uji validitas menurut Arikunto ( 2006 : 79 ) menggunakan rumus korelasi biserial :

γ pbi = Mp –Mt / Si √p / q

keterangan :

γ pbi = Koefisien korelasi biserial

Mp = Rerata skor dari subjek yang menjawab benar bagi item yang dicari validitasnya. Mt = Rerator skor total

Si = Standar deviasi dari skor total P = Proporsi siswa menjawab benar Q = Proporsi siswa menjawab salah

(49)

42

Sesuai dengan soal yang diberikan kepada siswa berjumlah 20 item soal dan terdapat 2 buah soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor 4 dan 19 dengan nilai r hitung < r tabel. r tabel (n=20, α=5%) atau sama dengan 0,334. Untuk soal yang tidak valid, maka peneliti memperbaiki soal tersebut.

Tabel 5. Uji Validitas Butir Soal Siklus II No.

Soal yang dianalisis pada siklus II masih berjumlah 20 item soal dan tidak terdapat butir soal yang tidak valid, nilai r hitung < r tabel. r tabel (n=20,

α=5%) atau sama dengan 0,334. Untuk soal yang tidak valid, maka peneliti

(50)

Tabel 6. Uji Validitas Butir Soal Siklus III

Siklus III berjumlah 20 item soal dan terdapat 1 butir soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor 14 dengan nilai r hitung < r tabel. r tabel (n=20, α=5%) atau sama dengan 0,334. Untuk soal yang tidak valid, maka peneliti

memperbaiki soal tersebut.

b. Uji Realibilitas

(51)

44

diulang pada waktu berbeda pada kelompok individu yang sama menurut Hadari dalam Merlinda ( 1992 : 190 ).

Pengukuran reabilitas instrumen menurut Arikunto ( 2006 : 101 ) dilakukan dengan menggunakan rumus :

K – R.20. Perhitungan dilkukan secara manual. Berikut ini adalah rumus K – R.20.

R11 = ( k/k – 1 ) ( S² - ∑pq / S² ) Keterangan :

R11 = Reabilitas secara keseluruhan

P = Proporsi subjek yang menjawab item soal dengan benar

Q = Proporsi subjek yang menjawab item soal dengan salah ( q = 1 –p )

∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q n = Banyaknya item

S = Standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians)

Berdasarkan analisis butir soal dari siklus I sampai dengan siklus III dengan jumlah 20 butir soal, didapat untuk uji reabilitas siklus Idi peroleh 0,984 atau nilai reliable yang tinggi, dan pada siklus II diperoleh 0,966 serta pada siklus III diperoleh 0,965. Dari ketiga siklus tersebut dinyatakan soal yang diberikan kepada siswa untuk uji siklus mempunyai nilai reliabel yang tinggi.

c. Tingkat Kesukaran

(52)

Besarnya indeks kesukaran antara 0,0 sampai 1,0 indeks kesukaran ini menunjukan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukan bahwa soal tersebut terlalu sukar, sebaiknya jika indeks menunjukan 1,0 maka soal tersebut terlalu mudah, sehingga semakin mudah soal tersebut semakin besar bilangan indeksnya. Dalam istilah evaluasi, indeks

kesukaran ini diberi simbol P, singkatan dari proporsi”.

Tingkat kesukaran dapat dicari dengan rumus :

P= B / JS

Keterangan :

P = Indeks Kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Menurut Arikunto ( 2006 : 208 ) ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklafikasikan sebagai berikut :

- Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar - Soal dengan P 0,31 sampai 0,70 adalah soal sedang - Soal dengan P 0,71 sampai 1,00 adalah soal mudah Tabel 7. Tingkat kesukaran soal siklus I dan Siklus II

SIKLUS I

No. Soal Kesukaran soal Kategori

(53)

46

d. Daya Beda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan yang tinggi) dengan siswa yang bodoh (kemampuan rendah) angka yang menunjukan besarnya daya pembeda tersebut disebut indeks diskriminasa disingkat D. Daya pembeda berkisar antara 0,00 sampai 1,00 sama halnya dengan indeks kesukaran namun bedanya pada indeks diskriminasi ini ada tanda negatif. Tanpa negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika suatu soal terbalik menunjukan kualitas tes yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai. Suatu soal yang dapat dijawab oleh siswa yang pandai maupun siswa yang bodoh maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda, demikian juga apa bila soal tersebut tidak dapat dijawab benar oleh seluruh siswa pandai maupun siswa baik, maka soal tersebut tidak mempunyai daya beda sehingga soal tersebut tidak baik digunakan untuk tes. Suatu soal yang baik adalah yang dapat dijawab benar oleh siswa yang pandai saja.

Seluruh kelompok tes akan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

(54)

tersebut mempunyai nilai D = 0,00 karena tidak mempunyai daya beda sama sekali.

Untuk menentukan indeks diskriminasi digunakan rumus : D = BA / JA – BB / JB = PA – PB

Dimana :

D = Daya pembeda

JA = Banyaknya peserta kelompok atas JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab salah PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab salah Klasifikasi daya pembeda

D = 0,00 – 0,20 = Jelek D = 0,21 – 0,40 = Cukup D = 0,41 – 0,70 = Baik D = 0,71 – 1,00 = Baik Sekali

Negatif, Semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja. Arikunto ( 2006 : 213 ).

Tabel 8. Hasil Analisis Daya Beda

SIKLUS I

No. Soal Daya Pembeda Kategori

(55)

48

I. Analisis Data

1. Analisis data aktivitas siswa

Analisis data jumlah aktivitas siswa dilakukan dengan membagi dalam beberapa kelompok. Setiap siswa diamati aktivitasnya secara klasikal dalam setiap pertemuan dengan member tanda ceklis pada lembar observasi yang telah diadakan,

Setelah observasi lalu dihitung jumlah aktivitas yang telah dilakukan, kemudian dipresentasikan. Data pada setiap siklus diolah menjadi presentase aktivitas siswa. Seorang siswa dikategorikan aktif minimal 61% dari jenis kegiatan yang telah dilakukan, kemudian dipresentasekan. Hal ini sesuai dengan criteria Arikunto (1992:17) yaitu:

a. Antara 81%-100% adalah aktivitas siswa sangat baik b. Antara61%-80% adalah aktivitas siswa yang baik c. Antara 41%-60% adalah aktivitas siswa cukup d. Antara 21%-40% adalah aktivitas siswa kurang e. Antara 0%-20% adalah aktivitas siswa kurang sekali

Jika lebih dari 61%-80% aktivitas yang dilakukan, maka siswa tersebut sudah termasuk siswa yang aktif. Dapat dilakukan perhitungan persentase keaktifan siswa dengan rumus:

%� =��� � %

Keterangan:

%A = persentase jumlah siswa yang aktif Na = jumlah siswa yang aktif

(56)

2. Analisis data hasil belajar siswa

Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual diambil rata-rata tes formatif yang diberikan pada setiapa akhir siklus.

I. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan pada penelitian ini adalah:

 Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran meningkat dari siklus ke

siklus hingga mencapai ≥ 75%.

(57)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa kelas IX.3 SMP Negeri 1 Way Bungur dapat meningkatkan aktivitas belajar Siswa pada setiap siklusnya. pada siklus I sebesar 48.48%, siklus II sebesar 68,17% dan siklus III sebesar 86,36%.

(58)

B. Saran

Berdasarkan hasil analsis dan penelitian yang telah dilaksanakan terdapat beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dalam meningkatkan hasil belajar Siswa maka penulis menyarankan:

1. Upaya peningkatan aktivitas belajar Siswa, guru menerapkan metode belajar dan model pembelajaran yang cocok dengan pembelajaran IPS diantaranya motivasi belajar Siswa akan meningkat, dengan meningkatnya motivasi maka aktivitas belajar Siswa juga meningkat. 2. Upaya peningkatan hasil belajar Siswa guru harus menyiapkan

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Ani, Sardiman. 2009. Interaksi dan Motivasi belajar. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Arikunto, Suharsimi (2009), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi Revisi, Jakarta: Bumi Aksara.

(2010), Penelitian Tindakan Kelas, Yogyakarta: Aditya Media.

Arikunto, Suharsimi, dkk (2009), Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara.

Burhanudin. 2007. Upaya Peningkatan hasil Belajar melalui metode Think Pair Share dalam mata pelajaran ekonomi pada siswa kelas X SMA Negeri Pringsewu Tahun Pelajaran 2007/2008. Skripsi FKIP Universitas Lampung.

Dimyati, Mudjiono.2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta

Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan anak didik dalam interaksi edukatif.

Rineka cipta. Jakarta

Firdaus, Joni. 2008. Kajian Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Think Pair Share Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2007/2008. Skripsi Universitas Lampung.

Fitrianti, Merlinda. 2008. Pemanfaatan Media Praktik Akuntansi untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa SMA Negeri 5 Bandarlampung. Skripsi Universitas Lampung.

(60)

Nasution, Sarimuda. 2005. Berbagai pendekatan dalam proses belajar dan mengajar. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Sugiono (2009), Metode Penelitian Pendidikan, Bandung:Alfabeta.

Gambar

Tabel 3. Hasil Rekapitulasi Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2. proses penelitian tindakan
Tabel 2. Data untuk melihat aktivitas dalam pembelajaran
+6

Referensi

Dokumen terkait

1) Bagi Pemilih yang tidak dapat berjalan, pendamping yang ditunjuk membantu Pemilih menuju bilik suara, dan pencoblosan Surat Suara dilakukan oleh Pemilih

Hasil dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) COP dari masing-masing refrigerant, (2) pengaruh penggantian refrigerant R134a dengan refrigerant R600a pada

Pada tahap pembuatan tepung mocaf masyarakat Kaur menggunakan bakteri asam laktat yang harus dibeli diluar daerah, kemudian dilakukan perendaman ubi kayu yang mampu

Hasil penelitian Mc Clelland (dalam Uno 2012: 70) yang berkaitan dengan hal ini mengemukakan bahwa ada hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan pencapaian

2) Stres tingkat sedang, terjadi ketika seseorang merasa cukup mungkin akan kemampuannya untuk menghadapi suatu kejadian tetapi dia harus berusaha keras, maka seseorang

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan. © Bella Muhammad Anugrah 2014 Universitas

Maka bentuk yang digunakan yaitu One-Shot Case Study karena terdapat 2 kelompok yang akan diberikan perlakuan, dan selanjutnya dianalisis sesuai variabel

Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi cendawan Entomophthorales dan nematoda yang menginfeksi trips dan kutudaun pada tanaman mawar dan krisan di Balai