• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH WANITA (Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH WANITA (Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Bandar Lampung)"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH WANITA

(STUDI PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS II A BANDAR LAMPUNG

Oleh: Dwi Agustina

Penyalahgunaan narkotika adalah penggunaan zat adiktif yang dilakukan bukan dengan tujuan pengobatan dan berlangsung lama yang mengakibatkan gangguan fisik, mental dan sosial. Penyalahgunaan narkotika tidak hanya didominasi oleh kaum pria saja tetapi juga kaum wanita. Hal ini dapat dilihat diberbagai media massa tentang berita-berita kriminalitas yang dilakukan oleh wanita. Hal ini menunjukkan betapa tertekannya kondisi sosial kaum wanita di satu sisi, yaitu mulai dari tekanan dalam keluarga sampai kepada masalah ekonomi yang semakin menghimpit, sehingga kontribusi ini menjadikan wanita terlibat dalam penyalahgunaan narkotika baik itu sebagai pengguna, pengedar, maupun kurir pengantar narkotika. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor penyebab penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh wanita, bagaimanakan upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh wanita dan apakah faktor penghambat upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika oleh wanita.

Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Adapun jenis dan sumber data yang terdiri dari data primer bersumber dari lapangan, berupa hasil wawancara dan kuesioner dengan narapidana, Kasubsi Registrasi, dan Dosen Fakultas Hukum Unila. Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif, kemudian diambil kesimpulan secara induktif.

▸ Baca selengkapnya: apa sajakah yang dilakukan oleh wanita-wanita perkasa dalam puisi tersebut

(2)

dilakukan untuk mengatasi tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh wanita dapat dilakukan melalui upaya penal dan non penal. Upaya penal dapat dilakukan dengan memberikan sanksi pidana sedangkan upaya non penal dapat dilakukan dengan menggunakan penanggulangan secara preventif meliputi upaya melalui pendekatan agama, upaya dari keluarga dan upaya dari lingkungan sosial. Faktor yang menjadi penghambat dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh wanita yaitu faktor penegak hukum, faktor sarana dan prasarana dan faktor lingkungan/ masyarakat.

Saran penulis dalam skripsi ini adalah perlunya keluarga lebih memberi perhatian kepada anggota keluarganya baik wanita sebagai istri maupun wanita sebagai anak, karena dari keluarga ditanamkan sifat-sifat moral serta nilai agama yang menjadi dasar dari keimanan wanita agar tidak mudah terjerumus pada penyalahgunaan narkotika. Hendaknya upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika non penal pada wanita dengan melalui kontrol sosial dan perhatian dari masyarakat lebih diutamakan serta perlunya penegak hukum lebih tegas dalam menangani penyalahgunaan narkotika pada wanita dan harus berani untuk menolak negosiasi dari tersangka pengedar narkotika untuk memanipulasi barang bukti agar dapat meringankan tuntutan terhadap tersangka pengedar narkotika.

(3)
(4)

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG

DILAKUKAN OLEH WANITA

(Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh DWI AGUSTINA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR ISI

B. Faktor-faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh Wanita (Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Bandar Lampung) 42

C. Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh Wanita (Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Bandar Lampung) 56

(6)

B. Saran 66

(7)

SANWACANA

Segala puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan

segala rahmat, hidayat, dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelasaikan

skripsi ini yang berjudul “Analisis terhadap Faktor-faktor Penyebab

Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh Wanita (Studi pada Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Klas II A Bandar Lampung). Skripsi ini disusun guna

memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas

Lampung.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi,S.H., M.S., Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung

2. Ibu Diah Gustiniati,S.H., M.H., Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum

Universitas Lampung

3. Ibu Firganefi, S.H., M.H., Sekretaris Jurusan Hukum Pidana sekaligus

Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan

dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., Pembimbing II yang senantiasa

memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., Pembahas I yang telah memberikan kritik,

(8)

masukan selama penulisan skripsi ini.

7. Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H.,M.H selaku Pembimbing Akademik atas

arahan dan dukungan selama penulisan skripsi ini.

8. Seluruh dosen, staf, dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung,

terimakasih atas ilmu yang diberikan serta atas bantuannya selama ini.

9. Mbak Sri, Mbak Yanti, Mbak Yani dan Pak Narto and all the security

terimakasih atas bantuannya.

10.Seluruh respoden yang telah bersedia memberikan data dan informasi

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11.Teman-temanku Sisca Apriana, Pratiwi Nasyanti, Yunisda Varentisa, Imam

Budianto, Sony, Haris, Ari, Indra terimakasih atas segala dukungan serta

pengalaman seru yang telah kalian berikan.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka terhadap penulis

dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, 23 Oktober 2014

Penulis,

(9)

MOTO

Senantiasa berbuat kebaikan kepada orang lain

karena sesungguhnya kebaikan itu akan kembali

kepada diri kita sendiri”

(10)
(11)

PERSEMBAHAN

Puji Syukurku sebagai hamba yang lemah kepada Allah SWT

atas semua nikmat dan karuniaNya. Sebagai wujud ungkapan rasa cinta dan kasih sayang kupersembahkan karya tulis ini

teruntuk:

Kedua orang tuaku yang telah membesarkan dan mendidikku hingga seperti sekarang ini dan juga senantiasa memberikan do’a restu yang sangat tulus

demi cita-cita dan masa depanku.

Suamiku Rahmat Waldiantoro, pria yang sangat aku sayangi, yang tidak hanya mencintaiku tapi juga menghormatiku,

yang tmenasehatiku ketika aku berbuat salah.

Anakku Muhammad Zhafran Al Athar

yang selalu memberikan keceriaan kepada kami semua

Kakak dan adik-adikku tersayang

yang selalu memberi motivasi dan semangat dalam hidupku

(12)
(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 19 Agustus

1986, yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari

pasangan Suwarno dan Wiji Astuti.

Penulis memulai pendidikan dari Taman Kanak-kanak Kartika

II-5 Persit Bandar Lampung tahun 1991, Pendidikan dasar pada SD Kartika II-II-5

Bandar Lampung pada tahun 1992, Pendidikan lanjutan di SLTPN 5 Bandar

Lampung pada tahun 1998, dan pada tahun 2001 melanjutkan ke Sekolah SMAN

1 Bandar Lampung.

Pada tahun 2005 penulis melanjutkan kejenjang Perguruan Tinggi di Fakultas

Hukum Universitas Lampung (UNILA) dan kemudian mengambil minat hukum

pidana.

Pada tahun 2006 penulis diterima bekerja di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan

Negara Klas I Bandar Lampung, Kementerian Hukum dan HAM Lampung

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu penyakit sosial masyarakat adalah penyalahgunaan narkotika. Saat ini

terdapat zat-zat adiktif yang negatif dan sangat berbahaya bagi tubuh. Pada

awalnya narkotika hanya dipakai secara terbatas oleh beberapa komunitas

manusia di berbagai negara, tapi kini, narkotika telah menyebar dalam spektrum

yang kian meluas. Narkotika telah menjadi problem bagi umat manusia diberbagai

belahan bumi dan bisa mengancam hari depan umat manusia.

Mengenai narkotika, terdapat beberapa akronim yang berkaitan dengan hal

tersebut, misalnya : NAZA ( Narkotika dan Zat Adiktif) atau NAPZA

(Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif) 1. Psikotropika dan narkotika

digolongkan dalam obat-obat atau yang berbahaya bagi kesehatan, maka

mengenai produksi pengadaan, peredaran, penyaluran, penyerahan ekspor dan

impor obat-obat tersebut diatur dalam undang-undang. Ketentuan yang mengatur

narkotika dan psikotropika terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997

tentang psikotropika dan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika. Sedangkan Zat adiktif, disinggung dalam Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1992 tentang Kesehatan.

(15)

Narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) yang biasa disebut

narkoba merupakan jenis obat atau zat yang diperlukan di dalam dunia

pengobatan. Akan tetapi apabila dipergunakan tanpa pembatasan dan pengawasan

yang seksama dapat menimbulkan ketergantungan serta dapat membahayakan

kesehatan bahkan jiwa pemakainya.

Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang dapat mengakibatkan

sindrom ketergantungan apabila penggunaannya tidak berada dibawah

pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan dan mempunyai keahlian dan

kewenangan untuk itu. Hal ini tidak saja merugikan bagi pengguna, akan tetapi

juga berdampak sosial, ekonomi, dan keamanan nasional, sehingga hal ini

merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara.2

Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

memprihatinkan. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain karena Indonesia

yang terletak pada posisi di antara tiga benua dan mengingat perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, maka pengaruh globalisasi, arus transportasi yang

sangat maju dan pergeseran nilai matrialistis dengan dinamika sasaran opini

peredaran gelap. Masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia pada umumnya

saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat

maraknya pemakaian secara ilegal bermacam-macam jenis narkotika.

Kekhawatiran ini semakin dipertajam akibat maraknya peredaran gelap narkotika

yang telah merebak disegala lapisan masyarakat, termasuk di kalangan generasi

muda dan mengancam kehidupan bangsa dan negara pada masa mendatang.

2

(16)

Peningkatan pengendalian pengawasan sebagai upaya penanggulangan dan

pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sangat diperlukan,

karena kejahatan narkotika pada umumnya tidak dilakukan oleh perorangan secara

berdiri sendiri, melainkan dilakukan secara bersama-sama yaitu berupa jaringan

yang dilakukan oleh sindikat clandestine yang terorganisasi secara mantap, rapi

dan sangat rahasia.

Kejahatan narkotika yang bersifat transnasional dilakukan dengan menggunakan

modus operandi yang modern dan teknologi canggih, termasuk pengamanan

hasil-hasil kejahatan narkotika. Perkembangan kualitas kejahatan narkotika tersebut

sudah menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan umat manusia.

Peredaran obat terlarang narkotika masih tetap marak, bahkan akhir-akhir ini

kejahatan penyalahgunaan narkotika semakin meningkat yang tadinya hanya

sebagai daerah transit bagi barang-barang terlarang tersebut, belakangan ini telah

dijadikan daerah tujuan operasi peredaran narkotika oleh jaringan pengedar

narkotika internasional.3

Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang kian merebak tidak terlepas

dari salah satu ciri barang tersebut yaitu menimbulkan adiksi (ketagihan) yang

merusak dalam pengertian penggunaan tidak untuk pengobatan dan secara ilegal.

Sedangkan dari sisi masyarakat yang rentan dengan masalah narkotika tertuju

pada kelompok generasi muda suatu bangsa, mereka merupakan target narkotika

yang paling utama. Namun pengguna narkotika tidak hanya pada generasi muda

3C. Plint,

(17)

tetapi pengguna narkotika sudah menjalar ke setiap segi masyarakat, baik itu

orang dewasa, remaja, anak-anak, kaya, maupun miskin.

Penyalahgunaan narkotika tidak hanya didominasi oleh kaum pria saja tetapi juga

kaum wanita. Dengan semakin banyaknya wanita beraktifitas di luar rumah,

bekerja maupun dalam aktivitas lain sebagaimana halnya pria, tentu juga

berpengaruh dan terpengaruh oleh lingkungan sekelilingnya. Wanita yang sering

berada di luar rumah akan memiliki lingkungan pergaulan yang lebih luas dan

memiliki teman dari berbagai kalangan ataupun profesi. Keinginan untuk dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungan menyebabkan wanita lebih membutuhkan

banyak materi untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Tidak akan menjadi suatu

masalah apabila wanita dapat mencukupi kebutuhannya namun akan berbeda jika

materi tidak mencukupi, akibatnya wanita yang melakukan kejahatan pun semakin

meningkat pula. Hal ini dapat dilihat diberbagai media massa tentang berita-berita

kriminalitas yang dilakukan oleh wanita yang menunjukkan betapa tertekannya

kondisi sosial kaum wanita di satu sisi, yaitu mulai dari tekanan dalam keluarga

sampai kepada masalah ekonomi yang semakin menghimpit, sehingga konstribusi

ini menjadikan wanita terlibat dalam penyalahgunaan narkotika baik itu sebagai

pengguna, pengedar, maupun kurir pengantar narkotika. Hal ini tentunya sangat

merusak masa depan bangsa, karena wanita sebagai ibu maupun calon ibu tentu

harus mendidik anak-anaknya. Namun jika seorang ibu tersebut terlibat narkotika

akan berpengaruh pada perkembangan generasi penerus bangsa karena akan

mengikuti jejak ibunya untuk terlibat narkotika4

(18)

Berdasarkan hasil riset Badan Narkotika Nasional (BNN) dari tahun 2007 sd 2011

jumlah tersangka kasus narkoba pada wanita mengalami peningkatan yang dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Jumlah Data Tersangka Kasus Narkoba pada Wanita di Indonesia (2007- 2011)5

No Tahun Tersangka Kasus Narkoba Wanita

1 2007 2.862

Berdasarkan tabel di atas, tersangka pengguna narkoba pada wanita mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2007 tersangka pengguna narkoba

sebanyak 2.862 kasus meningkat menjadi 3.035 kasus pada tahun 2008 dan

mengalami peningkatan kembali pada tahun 2009 menjadi 3119 kasus. Pada tahun

2010 pun tersangka pengguna narkoba wanita mengalami peningkatan sampai

3.366 kasus dan pada tahun 2011 mencapai 3.702 kasus.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mencoba untuk menulis skripsi

tentang faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkotika pada wanita dengan

judul “ Analisis Faktor-faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkotika yang

dilakukan oleh Wanita (Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A

Bandar Lampung)”

5

(19)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang dan memperhatikan pokok-pokok pikiran di

atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Apakah faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkotika pada wanita?

b. Bagaimanakah upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang

dilakukan oleh wanita?

c. Apakah faktor penghambat penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang

dilakukan oleh wanita?

2. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup substansi penelitian ini hanya akan membahas tentang

kajian ilmu hukum pidana mengenai faktor-faktor penyebab penyalahgunaan

narkotika yang dilakukan oleh wanita. Objek penelitian skripsi ini adalah warga

binaan pemasyarakatan (WBP) yang terlibat kasus penyalahgunaan narkotika

pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Bandar Lampung. Tahun

penelitian, dimulai pada tahun 2013 sampai tahun 2014 dengan lokasi penelitian,

dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Bandar Lampung.

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan judul skripsi ini adalah untuk mengetahui:

a. Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh wanita.

(20)

c. Faktor penghambat penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan

oleh wanita.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penulisan proposal ini ialah sebagai berikut:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan

pemikiran bagi perkembangan hukum perundang-undangan di Indonesia pada

umumnya dan hukum pidana pada khususnya. Serta memberikan kontribusi

terhadap peneliti lain yang melakukan penelitian pidana

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai

bahan masukan bagi masyarakat pada umumnya dan bagi para penegak hukum

pada khususnya untuk dapat mengambil langkah-langkah dalam upaya

pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan

oleh wanita.

D.Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari

hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang ada pada dasarnya untuk

mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan

untuk penelitian6

6

(21)

Pada kriminologi dikenal adanya beberapa teori yang dapat dipergunakan untuk

menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan. Baik

faktor-faktor penyebab kejahatan maupun upaya penanggulangan kejahatan.

a. Teori Faktor-faktor Penyebab Kejahatan

Teori Biososiologi

Tokoh dari aliran ini adalah A. D. Prins, van Humel, D. Simons dan lain-lain.

Aliran biososilogi ini sebenarnya merupakan perpaduan dari aliran antropologi

dan aliran sosiologis, oleh karena ajarannya didasarkan bahwa tiap-tiap kejahatan

itu timbul karena faktor individu seperti keadaan psikis dan fisik dari si penjahat

dan juga karena faktor lingkungan.

Menurut Made Darma Weda7 bahwa faktor individu itu dapat meliputi sifat

individu yang diperoleh sebagai warisan dari orang tuanya, keadaan badaniah,

kelamin, umur, intelek, temperamen, kesehatan, dan minuman keras. Keadaan

lingkungan yang mendorong seseorang melakukan kejahatan itu meliputi keadaan

alam (geografis dan klimatologis), keadaan ekonomi, tingkat peradaban dan

keadaan politik suatu negara misalnya meningkatnya kejahatan menjelang

pemilihan umum dan menghadapi sidang MPR. Berdasarkan teori biososiologi

dapat dijelaskan bahwa faktor penyebab kejahatan terbagi menjadi faktor intrinsik

dan ekstrinsik.

7

(22)

1) Faktor intrinsik (intern)

a. Niat Pelaku

Niat merupakan awal dari suatu perbuatan, dalam melakukan tindak pidana

narkotika, niat dari pelaku juga penting dalam faktor terjadinya perbuatan

tersebut. Pelaku sebelum melakukan tindak pidana narkotika pada awalnya

memiliki niat untuk sekedar coba-coba, dan mencari jati diri. Namun pada

akhirnya niat awal yang hanya ingin coba-coba menjadi ketergantungan dan

berkembang menjadi pengedar bahkan menjadi bandar narkoba.

b. Moral dan Pendidikan

Moral disini berarti tingkat kesadaran akan norma-norma yang berlaku di

dalam masyarakat. Semakin tinggi rasa moral yang dimiliki oleh seseorang,

maka kemungkinan orang tersebut akan melanggar norma-norma yang berlaku

akan semakin rendah. Kesadaran hukum seseorang merupakan salah satu faktor

internal yang dapat menentukan apakah pelaku dapat melakukan perbuatan

yang melanggar norma-norma di masyarakat. Apabila seseorang sadar akan

perbuatan yang dapat melanggar norma maka ia tidak akan melakukan

perbuatan tersebut karena takut akan adanya sanksi yang dapat diterimanya,

baik sanksi dari pemerintah maupun sanksi dari masyarakat sekitar.

c. Faktor Keluarga

Perubahan kondisi rumah tangga seperti adanya kematian, perceraian, secara

umum dianggap menjadi faktor utama dari timbulnya depresi yang

menyebabkan wanita maupun anak melakukan kejahatan termasuk kejahatan

narkotika. Selain itu faktor keluarga yang berasal dari kalangan atas umumnya

(23)

keharmonisan keluarga menjadi berkurang dan menyebabkan anggota keluarga

berusaha mencari kesenangan lain diluar keluarga.

2) Faktor Ekstrinsik (ekstern)

a. Faktor Lingkungan / Pergaulan

Lingkungan tempat tinggal pelaku kejahatan biasanya merupakan lingkungan

atau daerah-daerah yang pergaulan sosialnya rendah, rendahnya moral

penduduk, dan sering kali di lingkungan tersebut norma-norma sosial sudah

sering dilanggar dan tidak ditaati lagi. Selain itu standar pendidikan dan

lingkungan tempat tinggal yang sering melakukan tindak pidana juga menjadi

salah satu faktor yang dapat membentuk sesorang atau individu untuk menjadi

seorang pelaku kejahatan.

b. Faktor ekonomi

Ekonomi merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia dan

keadaan ekonomi dari pelaku kejahatan kerap kali muncul yang

melatar-belakangi seseorang melakukan tindak pidana. Para pelaku sering kali tidak

mempunyai pekerjaan yang tetap bahkan tidak punya pekerjaan sama sekali

atau seorang penganguran. Desakan ekonomi yang menghimpit sesorang dapat

berbuat nekat dengan melakukan tindak kejahatan. Plato menyatakan bahwa :

“Kekayaan dan kemiskinan menjadi bahaya besar bagi jiwa orang, yang

miskin sukar memenuhi kebutuhan hidupnya dan merasa rendah diri dan

timbul hasrat untuk melakukan kejahatan, sebaliknya juga orang kaya

hidup mewah untuk segala hiburannya”.8

8

(24)

b. Teori Penanggulangan Kejahatan

Usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan

menggunakan dua upaya, yaitu:

1. Upaya penal

Upaya penal adalah penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum

pidana yang didalamnya terdapat dua masalah sentral yaitu:

a. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana

b. Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada pelanggar

Sarana penal biasa disebut upaya refresif adalah segala tindakan yang

dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya kejahatan atau

tindak pidana. Termasuk upaya refresif adalah penyelidikan, penuntutan

sampai penjatuhan hukuman9. Menurut G.P. Hoefnagel10 upaya

penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat

refresif (penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi.

2. Upaya non penal

Upaya non penal adalah kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana

non penal hanya meliputi pengguna sarana sosial untuk memperbaiki

kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya

pencegahan terjadinya kejahatan11. Sasaran utamanya adalah mengenai

faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif

9

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana (Bandung: Alumni, 1986) hlm. 188 10

Barda Nawawi Arief, Berbagai Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana (Bandung: PT Citra Aditia Bakti: Bandung. 1998) hlm.59

(25)

itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi secara

langsung atau tidak langsung menimbulkan kejahatan.12

Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan

kebijakan, dalam arti ada keterpaduan antara politik kriminal dan politik

sosial; ada keterpaduan (integral) antara upaya penanggulangan kejahatan

dengan penal dan non penal. Kebijakan sosial dapat diartikan sebagai segala

usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan sekaligus

mencakup perlindungan masyarakat.

Usaha-usaha non penal misalnya upaya penyantunan dan pendidikan sosial

dalam rangka pengembangan tanggung jawab sosial warga masyarakat;

penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral, agama,

peningkatan usaha-usaha kesejahteraan; kegiatan patroli dan pengawasan

lainnya secara kontinyu oleh polisi dan aparat lainnya. Usaha-usaha non penal

memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu13

c. Teori Faktor Penghambat Penanggulangan Kejahatan

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa ada beberapa faktor penghambat upaya

penanggulangan kejahatan, yaitu:14

a. Faktor hukumnya itu sendiri atau peraturan itu sendiri

b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

12

Barda Nawawi Arief Op.cit 13

ibid

(26)

d. Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut

diterapkan.

e. Faktor kebudayaaan yakni sebagai hasil karya, cipta, rasa yang didasarkan

pada karya manusia di dalam pergaulan hidup.

2. Konseptual

Konseptual menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang

merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin di

teliti atau ingin diketahui15

a. Pengertian Analisis

Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan

dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab,

duduk perkara dan sebagainya)16

b. Kriminologis menurut para ahli17

1) P. Topinard: Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan

menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologis teoritis atau

kriminologis murni). Kriminologis teoritis adalah ilmu pengetahuan yang

berdasarkan pengalaman, yang seperti ilmu pengetahuan lainnya yang

sejenis, memperhatikan gejala-gejala yang mencoba menyelidiki

sebab-sebab dari gejala tersebut dengan cara-cara yang ada padanya.

2) Edwin H. Sutherland: Kriminologi adalah kumpulan pengetahuan yang

membahas kenakalan remaja dan kejahatan sebagai gejala sosial

15

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia,1984) hlm.132 16

Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Semarang: CV Widya Karya, 2005)

17

(27)

c. Faktor Penyebab

Menurut kamus besar bahasa indonesia, faktor adalah hal (keadaan, peristiwa)

yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu. Penyebab adalah

hal atau kondisi yg dapat mendorong atau menumbuhkan suatu kegiatan atau

usaha. Jadi definisi faktor penyebab adalah hal-hal yang menyebabkan

seseorang melakukan sesuatu.18

d. Penyalahguna narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak

atau melawan hukum.

e. Wanita adalah sebutan yang digunakan untuk spesies manusia berjenis

kelamin betina. lawan jenis dari wanita adalah pria. Wanita adalah kata yang

umum digunakan untuk menggambarkan perempuan dewasa. Perempuan yang

sudah menikah juga biasa dipanggil dengan sebutan ibu. Untuk perempuan

yang belum menikah atau berada antara umur 16 hingga 21 tahun disebut juga

dengan anak gadis. Perempuan yang memiliki organ reproduksi yang baik

akan memiliki kemampuan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui.19

E. Sistematika Penelitian

Pada sub ini agar penulis dapat mencapai tujuan yang diharapkan dan mudah

dipahami maka sistematika penulisan yang memuat uraian secara garis besar

mengenai urutan kegiatan dalam melakukan penulisan bab demi bab maupun

subbab. Sistematika dalam penulisan ini yaitu:

18 http://kbbi.web.id/faktor 19

(28)

I. PENDAHULUAN

Merupakan bab pendahuluan yang membahas tentang latar belakang masalah,

permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka

teoritis dan konseptual serta penulisan yang memuat hal-hal yang akan dibahas

tiap-tiap bab.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan pengantar pemahaman kepada pengertian-pengertian umum

tentang pokok bahasan antara lain mengenai pengertian narkotika dan jenis_jenis

narkotika, pengertian penyalahgunaan narkoba, bagaimana penyalahgunaan

narkoba pada wanita, serta pengertian warga binaan pemasyarakatan pada

lembaga pemasyarakatan wanita.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penelitian

popolasi sampel, metode pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan hasil analisis dari hasil penelitian untuk menjawab

permasalahan dengan menggunakan data primer maupun data sekunder yang

menjelaskan tentang faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkoba pada wanita

serta bagaimanakah pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba

pada wanita.

V. PENUTUP

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kriminologi

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan dari

berbagai aspek. Kata kriminologis pertama kali dikemukakan oleh P. Topinard

(1830-1911), seorang ahli antropologi Perancis. Kriminologi terdiri dari dua suku

kata yakni kata “crime” yang berarti kejahatan dan “logos” yang berarti ilmu

pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan.

W.A Bonger memberikan batasan bahwa ”kriminologi adalah ilmu pengetahuan

yang bertujuan menyelidiki kejahatan seluas-luasnya” 20Bonger, dalam

memberikan batasan kriminologi, membagi kriminologi ke dalam dua aspek:

1) kriminologi praktis, yaitu kriminologi yang berdasarkan hasil penelitiannya

disimpulkan manfaat praktisnya.

2) kriminologi teoritis, yaitu ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalamannya

seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala

kejahatan dan mencoba menyelidiki sebab dari gejala tersebut (etiologi)

dengan metode yang berlaku pada kriminologi.

20

(30)

Sifat dan tingkat kejahatan sebab musabab kejahatan dan kriminalitas

1. perkembangan hukum pidana dan sistem peradilan pidana

2. ciri-ciri kejahatan

3. pembinaan pelaku kejahatan

4. pola-pola kriminalitas

5. dampak kejahatan terhadap perubahan sosial

Muhammad Mustofa, dalam bukunya Kriminologi, mengatakan bahwa definisi

kriminologi yang dikaitkan dengan pengembangan kriminologi di Indonesia

adalah yang berakar pada sosiologis.

“…kriminologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan ilmiah tentang: a) perumusan sosial pelanggaran hukum, penyimpangan sosial, kenakalan, dan kejahatan; b) pola-pola tingkah laku dan sebab musabab terjadinya pola tingkah laku yang termasuk dalam kategori penyimpangan sosial, pelanggar hukum, kenakalan, dan kejahatan yang ditelusuri pada munculnya suatu peristiwa kejahatan, seta kedudukan dan korban kejahatan dalam hukum dan masyarakat; d) pola reaksi sosial formak, informal, dan non-formal terhadap penjahat, kejahatan, dan korban kejahatan. Dalam pengertian tersebut termasuk melakukan penelitian ilmiah terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia, serta usaha Negara

dalam mewujudkan hak-hak asasi manusia dan kesejahteraan sosial” 21

B. Faktor Penyebab Kejahatan

Definisi kejahatan dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama dari sudut

pandang hukum yang memandang kejahatan sebagai tingkah laku yang melanggar

hukum pidana. Kedua dari sudut pandang sosiologis yang berpendapat bahwa

kejahatan adalah setiap perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih

hidup di dalam masyarakat.

21

(31)

Secara sosiologis kejahatan disebabkan karena adanya disorganisasi sosial.

Artinya, dengan adanya disorganisasi sosial ini dapat mengakibatkan runtuhnya

fungsi para pengontrol dari lembaga/institusi sosial dan memberikan

kemungkinan pada individu-individu untuk bertingkah laku sesuai dengan

keinginannya tanpa ada kendali, kontrol, dan tanpa penggunaan pola susila

tertentu. Dengan hilangnya fungsi kontrol tadi mengakibatkan disorganisasi dalam

masyarakat, dimana norma-norma institusional kehilangan efektifnya.

Ditinjau dari sudut pandang sosiologi, terdapat beberapa pendekatan yang

menjelaskan sebab-sebab terjadinya kejahatan. Pendekatan pertama menjelaskan

bahwa individu yang disosialisir secara kurang tepat tidak dapat menyerap

norma-norma kultural ke dalam kepribadiannya Karena tidak mampu membedakan

perilaku yang pantas dan kurang pantas menurut peradaban. Pendektan kedua

menjelaskan kejahatan adalah akibat dari ketegangan yang terjadi antara

kebudayaan dan struktur sosial suatu masyarakat. Sedangkan pendekatan ketiga

menjelaskan individu melakukan kegiatan kejahatan karena belajar dari perbuatan

kejahatan sebelumnya.

Pada umumnya faktor penyebab kejahatan terdapat tiga kelompok pendapat22

yaitu:

a) Pendapat bahwa kriminlitas itu disebabkan karena pengaruh yang terdapat di

luar diri pelaku.

b) Pendapat bahwa krimnalitas merupakan akibat dari bakat jahat yang terdapat

di dalam diri pelaku sendiri.

22

(32)

c) Pendapat yang menggabungkan, bahwa kriminalitas itu disebabkan baik

karena pengaruh di luar pelaku maupun karena sifat atau bakat si pelaku.

Klasifikasi kejahatan yang dilakukan oleh ahli-ahli sosiologi, terbagi atas:

a) Violent personel crime (kejahatan kekerasan terhadap orang). Contoh:

pembunuhan (murder), penganiayaan (assault), pemerkosaan (rape).

b) Occasional property crime (kejahatan harta benda karena kesempatan).

Contoh: pencurian kendaraan bermotor, pencurian di toko-toko besar.

c) Occupational crime (kejahatan karena kedudukan/jabatan). Contoh: white

collar crime, seperti korupsi.

C. Upaya Penanggulangan terhadap Kejahatan

Kejahatan merupakan gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap

masyarakat di dunia ini. Kejahatan dalam keberadaannya dirasakan sangat

meresahkan, disamping itu juga mengganggu ketertiban dan ketentraman dalam

masyarakat berupaya semaksimal mungkin untuk menanggulangi kejahatan

tersebut.

Upaya penanggulangan kejahatan telah dan terus dilakukan oleh pemerintah

maupun masyarakat. Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan sambil terus

menerus mecari cara paling tepat dan efektif untuk mengatasi masalah tersebut.

Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan

kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal ini pun tidak

(33)

kebijakan atau upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial dan

kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat23

Kebijakan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan menggunakan sarana

”penal” (hukum pidana), maka kebijakan hukum pidana khususnya pada tahap

kebijakan yudikatif harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan

dari kebijakan social itu berupa ”social welfare” dan “social defence”.24

Suatu kebijakan yang rasional untuk menanggulangi kejahatan disebut dengan

politik kriminal. Kebijakan kriminal bila dilihat lingkupnya, sangat luas dan tinggi

kompleksitasnya. Pada hakikatnya kejahatan merupakan masalah kemanusiaan

dan sekaligus masalah sosial yang memerlukan pemahaman tersendiri. Kejahatan

sebagai masalah sosial merupakan gejala yang dinamis, selalu tumbuh dan terkait

dengan gejala dan struktur kemasyarakatan lainnya yang sangat kompleks25

Lain halnya menurut Baharuddin Lopa26 bahwa “upaya dalam menanggulangi

kejahatan dapat diambil beberapa langkah-langkah terpadu, meliputi langkah

penindakan (represif) di samping langkah pencegahan (preventif).”

Langkah-langkah preventif menurut Baharuddin Lopa27 itu meliputi :

a) Peningkatan kesejahteraan rakyat untuk mengurangi pengangguran, yang

dengan sendirinya akan mengurangi kejahatan.

23

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT.Citra Adtya Bhakti, Bandung, 2001, hlm. 73.

24

Ibid hlm. 77 25

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm 66

26

Baharudin Lopa, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2001 hlm 16

27

(34)

b) Memperbaiki sistem administrasi dan pengawasan untuk mencegah terjadinya

penyimpangan-penyimpangan.

c) Peningkatan penyuluhan hukum untuk memeratakan kesadaran hukum rakyat.

d) Menambah personil kepolisian dan personil penegak hukum lainnya untuk

lebih meningkatkan tindakan represif maupun preventif.

e) Meningkatan ketangguhan moral serta profesionalisme bagi para pelaksana

penegak hukum.

Solusi preventif adalah berupa cara-cara yang cenderung mencegah kejahatan.

Solusi supresif adalah cara-cara yang cenderung menghentikan kejahatan sudah

mulai, kejahatan sedang berlangsung tetapi belum sepenuhnya sehingga kejahatan

dapat dicegah. Solusi yang memuaskan terdiri dari pemulihan atau pemberian

ganti kerugian bagi mereka yang menderita akibat kejahatan. Sedangkan solusi

pidana atau hukuman juga berguna, sebab setelah kejahatan dihentikan pihak yang

dirugikan sudah mendapat ganti rugi, kejahatan serupa masih perlu dicegah entah

dipihak pelaku yang sama atau pelaku lainnya. Menghilangkan kecendrungan

untuk mengulangi tindakan adalah suatu reformasi. Solusi yang berlangsung

kerena rasa takut disebut hukuman..

Kejahatan adalah suatu persoalan yang selalu melekat dimana masyarakat itu ada.

Kejahatan selalu akan ada seperti penyakit dan kematian yang selalu berulang

seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke tahun. Segala daya

upaya dalam menghadapi kejahatan hanya dapat menekan atau menguranagi

(35)

sebagai warga masyarakat yang baik. Masalah pencegahan dan penanggulangan

kejahatan, tidaklah sekedar mengatasi kejahatan yang sedang terjadi dalam

lingkungan masyarakat, tapi harus diperhatikan pula, atau harus dimulai dari

kondisi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia. Perlu digali,

dikembangkan dan dimanfaatkan seluruh potensi dukungan dan partisipasi

masyarakat dalam upaya untuk menanggulangi kejahatan. Hal itu menjadi tugas

dari setiap kita, karena kita adaIah bagian dari masyarakat.

Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional

yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan upaya

represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan

perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan

yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan

masyarakat , sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan

melakukannya mengingat sanksi yang akan ditanggungnya sangat berat.

Pada upaya represif, tentunya tidak terlepas dari sistem peradilan pidana kita,

dimana dalam sistem peradilan pidana paling sedikit terdapat 5 (lima) sub-sistem

yaitu sub-sistem kehakiman, kejaksaan, kepolisian, pemasyarakatan, dan

kepengacaraan, yang merupakan suatu keseluruhan yang terangkai dan

berhubungan secara fungsional.

Upaya represif dalam pelaksanaannya dilakukan pula dengan metode perlakuan

(36)

1) Perlakuan ( treatment )

Perlakuan berdasarkan penerapan hukum, menurut Abdul Syani28 yang

membedakan dari segi jenjang berat dan ringannya suatu perlakuan yaitu

perlakuan yang tidak menerapkan sanksi-sanksi pidana dan perlakuan dengan

sanksi-sanksi pidana secara tidak langsung.

Perlakuan yang tidak menerapkan sanksi-sanksi pidana artinya perlakuan yang

paling ringan diberikan kepada orang yang belum telanjur melakukan kejahatan.

Dalam perlakuan ini, suatu penyimpangan dianggap belum begitu berbahaya

sebagai usaha pencegahan. Perlakuan dengan sanksi-sanksi pidana secara tidak

langsung, artinya tidak berdasarkan putusan yang menyatakan suatu hukum

terhadap si pelaku kejahatan. Perlakuan ini dititikberatkan pada usaha pelaku

kejahatan agar dapat kembali sadar akan kekeliruannya dan kesalahannya, dan

dapat kembali bergaul di dalam masyarakat seperti sedia kala.

2) Penghukuman (punishment)

Jika ada pelanggar hukum yang tidak memungkinkan untuk diberikan perlakuan

(treatment), mungkin karena kronisnya atau terlalu beratnya kesalahan yang telah dilakukan, maka perlu diberikan penghukuman yang sesuai dengan

perundang-undangan dalam hukum pidana. Oleh karena Indonesia sudah menganut sistem

pemasyarakatan, bukan lagi sistem kepenjaraan yang penuh dengan penderitaan,

maka dengan sistem pemasyarakatan hukuman dijatuhkan kepada pelanggar

hukum adalah hukuman yang semaksimal mungkin (bukan pembalasan) dengan

berorientasi pada pembinaan dan perbaikan pelaku kejahatan.

28

(37)

D. Faktor Penghambat Upaya Penanggulangan Kejahatan

Penegakan hukum adalah bagian dari seluruh aktifitas kehidupan yang pada

hakikatnya merupakan interaksi antara berbagai perilaku manusia yang mewakili

kepentingan-kepentingan yang berbeda dalam bingkai aturan yang telah

disepakati bersama dalam suatu peraturan yang berlaku, baik secara tertulis

maupun tidak tertulis. Pengaturan bersama secara tertulis yang tertuang dalam

suatu produk perundang-undangan dimaksudkan dalam rangka mengatur tata

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara agar lebih tertib dan

berkepastian hukum.

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi

upaya penanggulangan kejahatan, yaitu29:

1. Faktor hukum, contohnya asas-asas berlakunya undang-undang tidak diikuti

dengan baik, belum adanya peraturan pelaksana yang sangat dibutuhkan

untuk menerapkan undang-undang serta ketidakjelasan arti kata-kata di dalam

undang-undang yang mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran

serta penerapannya.

2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum. Contohnya keterbatasan kemampuan untuk

menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi,

tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi, kegairahan yang sangat teratas

untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk melakukan suatu

proyeksi.

29

(38)

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Contohnya

adalah kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas dan keterbatasannya

menguasai ilmu hukum. Fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan

perangkat keras. Salah satunya adalah pendidikan yang minim.

4. Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut

diterapkan. Contohnya, masyarakat tidak mengetahui akan adanya

upaya-upaya hukum untuk melindungi kepentingan-kepentingannya; tidak berdaya

untuk memanfaatkan upaya-upaya hukum karena faktor-faktor keuangan,

psikis, sosial atau politik, dan lain sebagainya.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, rasa yang didasarkan

pada karya manusia di dalam pergaulan hidup. Contohnya, nilai ketertiban

dan nilai ketentraman, nilai jasmaniah/ kebendaan dan nilai rohaniah/

keakhlakan, nilai kelanggengan/ konservatisme dan nilai kebaruan/

inovatisme.

Berdasarkan uraian tersebut maka kelima faktor yang telah disebutkan

mempunyai pengaruh terhadap upaya penanggulangan kejahatan. Mungkin

pengaruhnya adalah positif dan juga negatif. Di antara semua faktor tersebut,

faktor penegak hukum menempati titik sentral. Hal ini disebabkan oleh karena

undang-undang disusun oleh penegak hukum, penerapannya dilaksanakan oleh

penegak hukum dan penegak hukum dianggap sebagai golongan panutan hukum

(39)

E. Pengertian dan Penyalahgunaan Narkotika

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain

narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika,

Psikotropika dan Zat Adiktif.

NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya ) adalah bahan/ zat

yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan/ psikologi seseorang (pikiran,

perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan

psikologis30. Menurut Joewana31 NAPZA adalah penggunaan obat yang

penggunaannya tidak mengikuti aturan pakai atau ketentuan dokter. Sedangkan

menurut Martono NAPZA adalah obat/bahan/zat, yang bukan tergolong makanan,

jika diminum, diisap, dihirup, ditelan atau disuntikkan, berpengaruh terutama

pada kerja otak (susunan saraf pusat) dan sering menyebabkan ketergantungan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009, zat atau obat

yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis,

yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan

ketergantungan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia narkotika adalah heroin;

sejenis obat bius. Sedangkan menurut Joewana32 narkotika adalah zat yang dapat

menghilangkan rasa nyeri dan membius.

30

Dadang Hawari, Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991)

31

Satya Joewana, Narkoba: Petunjuk Praktis bagi Keluarga untuk Mencegah Penyalahgunaan

Narkoba (Yogyakarta: Media Persada, 2007)

32

(40)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas narkotika adalah zat atau obat yang

berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang

dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan

ketergantungan serta berdampak bagi kesehatan tubuh dan mental manusia.

Psikotropika menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 5/ 1997 adalah zat

atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat

psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan

perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Sedangkan menurut Hikmat

psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun hasil campuran yang

diolah oleh manusia dan tidak termasuk dalam narkotika. Dari dua pengertian

tersebut disimpulkan psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah atau sintetis

yang menyebabkan perubahan mental dan perilaku.

Menurut Joewana33 zat adiktif lainnya adalah zat yang tidak termasuk dalam

undang-undang narkotika maupun psikotropika, tetapi sering menimbulkan

masalah kesehatan atau disalahgunakan. Sedangkan menurut Hikmat zat adiktif

adalah zat atau bahan yang menyebabkan manusia kecanduan atau ketergantungan

terhadap zat tersebut.

Zat adiktif adalah selain narkotika dan psikotropika atau zat-zat baru hasil olahan

manusia yang menyebabkan kecanduan. Joewana34 menuliskan sejarah tentang

NAPZA. Berdasarkan pengalamannya, pada awalnya manusia menggunakan

33

ibid

34

(41)

bahan atau zat yang paling primitif dengan tujuan pengobatan (medical use)

dengan mengenal bagian-bagian tanaman atau hewan tertentu yang mempunyai

khasiat obat, misalnya ramuan untuk menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan

demam, dan mengobati luka. Pada masa kini, berdasarkan pengalamannya juga,

manusia mulai mengenal tanaman atau senyawa yang bila digunakan dapat

menimbulkan perubahan perilaku, kesadaran, pikiran dan perasaannya. Bahan

atau zat yang mempunyai khasiat tersebut pada masa kini disebut zat psikoaktif.

Manusia mulai menggunakan zat psikoaktif tersebut untuk tujuan dinikmati

karena dapat memberikan rasa nyaman, euforia dan mengakrabkan dalam

berkomunikasi dengan orang lain ( recreational or social use ). Sebagai contoh,

orang yang menikmati minuman keras (mengandung etanol) atau minum kopi

(mengandung kafein). Selain itu ada juga yang mempunyai keyakinan bahwa

NAPZA dapat digunakan untuk menghilangkan ketegangan, kecemasan (relieving

beliefs) dan sebagai obat tidur (golongan sedatif – hipnotik). Oleh karenanya dapat dipahami apabila persepsi atau keyakinan yang keliru ini membuat

penyalahgunaan NAPZA (abuse) menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan di

masyarakat sampai sekarang ini. Kebiasaan tersebut akan bertambah parah jika

berlanjut menjadi ketergantungan yang akan membahayakan kesehatan manusia.

NAPZA suntik adalah NAPZA yang disuntikkan ke dalam tubuh dengan tujuan

untuk mempercepat mendapatkan pengaruhnya atau reaksinya, dilakukan karena

(42)

inhalasi / dibakar dan alasan solidaritas kelompok dan gaya hidup35. Menurut

Wresniwiro zat yang biasa disuntikkan, satu atau lebih dari satu zat saja yang

dicampurkan. Zat -zat tersebut adalah morphine, codein, heroin, pethidine,

methadone, barbiturate, cocain, amphetamine, mescadine. Tindakan yang

dilakukan tersebut merupakan penyalahgunaan.

Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang dilakukan bukan

untuk tujuan pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya, dalam

jumlah berlebih, kurang teratur, dan berlangsung cukup lama, sehingga

menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental, dan kehidupan sosialnya.

Sedangkan menurut Joewana36 penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan

NAPZA yang bersifat patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan

lamanya sehingga menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial.

Menurut Hawari37 penyalahgunaan NAPZA adalah pemakaian NAPZA di luar

indikasi medik, tanpa petunjuk/resep dokter, pemakaian sendiri secara teratur atau

berkala sekurang-kurangnya selama satu bulan. Dari tiga pengertian tersebut dapat

disimpulkan penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan zat yang dilakukan

bukan dengan tujuan pengobatan dan berlangsung lama yang mengakibatkan

gangguan fisik, mental dan sosial.

Ketergantungan adalah keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan

psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah

35

Dadang Hawari, Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991)

36

Satya Joewana, Narkoba: Petunjuk Praktis bagi Keluarga untuk Mencegah Penyalahgunaan

Narkoba (Yogyakarta: Media Persada, 2007) hlm 21

37 Dadang Hawari,

(43)

(toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala

putus obat (withdrawal symptom)38. Sedangkan Joewana39 membagi

ketergantungan menjadi ketergantungan fisik dan ketergantungan psikis dan

emosional. Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang mengurangi atau

menghentikan penggunaan zat psikoaktif tertentu yang biasa digunakan, akan

mengalami putus zat dan ditandai dengan adanya toleransi.

Sedangkan ketergantungan psikis dan emosional adalah suatu keadaan bila

berhenti menggunakan zat psikoaktif tertentu, seseorang akan mengalami

kerinduan yang sangat kuat untuk menggunakan zat tersebut walaupun ia tidak

mengalami gejala fisik. Yang dimaksud toleransi adalah suatu keadaan ketika

untuk memperoleh efek zat seperti semula, diperlukan jumlah (dosis) yang

semakin lama semakin banyak. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan

ketergantungan NAPZA adalah keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik,

psikis, dan emosional bila seseorang mengurangi atau menghentikan penggunaan

zat psikoaktif akan mengalami putus zat dan ditandai dengan adanya toleransi.

Menurut Hawari40 mekanisme terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan

NAPZA dibagi dalam tiga pendekatan yang berkaitan satu dengan lainnya. Ketiga

pendekatan tersebut adalah :

a. Organobiologik

Beberapa teori yang menjelaskan terjadinya adiksi (ketagihan) dan dependensi

(ketergantungan) pada penyalahgunaan NAPZA antara lain theory

(44)

conditioning yang dikemukakan oleh Wikler 41yaitu seseorang akan menjadi ketergantungan terhadap NAPZA apabila ia terus menerus diberi NAPZA

tersebut. Hal ini sesuai dengan teori adaptasi seluler (neuro-adaptation) yang

dikemukakan oleh Edwar et al 42bahwa tubuh akan beradaptasi dengan

menambah jumlah reseptor dan sel-sel saraf akan bekerja keras. Jika NAPZA

dihentikan, sel yang masih bekerja keras tersebut akan mengalami keausan,

yang dari luar tampak sebagai gejala putus NAPZA.

Gejala putus NAPZA ini memaksa seseorang untuk mengulangi pemakaian

NAPZA tersebut. Apabila NAPZA dikonsumsi dengan cara ditelan, diminum,

dihisap, dihirup dan melalui suntikan, maka NAPZA akan sampai susunan

saraf pusat (otak) melalui peredaran darah yang akan mengganggu sistem

transmiter sel-sel saraf otak. Akibat gangguan pada sistem

neuro-transmiter ini terjadilah gangguan mental dan perilaku akibat NAPZA.

b. Psikodinamik

Hasil penelitian Hawari menyebutkan bahwa seseorang akan terlibat

penyalahgunaan sampai ketergantungan NAPZA, apabila pada diri orang

tersebut sudah terdapat tiga faktor yaitu faktor predisposisi; faktor yang

membuat seseorang cenderung menyalahkan NAPZA, faktor kontribusi;

faktor yang membuat sesorang merasa tertekan akibat kondisi keluarga yang

tidak harmonis (disfungsi keluarga) dan faktor pencetus; faktor yang

membuat seseorang terlibat penyalahgunaan NAPZA akibat pengaruh

(45)

c. Psikososial

Menurut sudut pandang psikososial, perilaku penyalahgunaan dan

ketergantungan NAPZA terjadi akibat negatif dari interaksi tiga kutub sosial

yang tidak kondusif (tidak mendukung ke arah positif); yaitu kutub keluarga,

kutub sekolah/kampus dan kutub masyarakat

Bahaya penyalahgunaan NAPZA terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan

dibuktikan oleh banyak peneliti. Bahaya penyalahgunaan NAPZA tergantung

dari jenis dan cara penggunaannya. Sejak tahun 2000 jenis NAPZA yang

banyak disalahgunakan adalah ganja, amphetamine dan turunannya seperti

heroin, kokain. Menurut Wresniwiro,et al zat yang biasa disuntikkan adalah

morphine, codein, heroin, pethidine, methadone, barbiturate, cocain,

amphetamine, mescadine43

Pada kehamilan penggunaan kokain akan beresiko terjadinya bayi lahir

prematur, berat badan lahir kurang, kehamilan ektopik, mati dalam

kandungan, ukuran janin yang kecil. Bagi ibu hamil, kokain memperbesar

risiko perdarahan, abortus spontaneus dan kurang gizi44. Dampak

penyalahgunaan NAPZA yang paling membahayakan adalah terinfeksi

HIV/AIDS akibat penggunaan jarum suntik tidak steril dan bergantian dan

dalam jangka panjang mengakibatkan pembuluh darah mengempis, abses,

tetanus, hepatitis B dan C, jantung, paru, sembelit dan epidemi HIV.

43 ibid

44

Satya Joewana, Narkoba: Petunjuk Praktis bagi Keluarga untuk Mencegah Penyalahgunaan

(46)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian kriminologis ini

menggunakan dua pendekatan, yaitu:

a. Pendekatan Yuridis Normatif.

Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan jalan mempelajari,

menelaah norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang berlaku dan berkaitan

dengan masalah yang diteliti. Pendekatan yuridis normative dilakukan dengan

cara melihat, menelaah hukum serta hal yang bersifat teoritis yang menyangkut

asas-asas hukum, sejarah hukum, perbandingan hukum, taraf sinkronisasi yang

berkenaan dengan masalah yang dibahas. Secara operasional pendekatan ini

dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi literatur dan mengkaji beberapa

pendapat dari orang yang dianggap kompeten terhadap masalah

penyalahgunaan narkoba44

b. Pendekatan Yuridis Empiris

Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan jalan melihat kenyataan langsung

dilapangan, baik berupa data, informasi, yang didapat secara obyektif

dilapangan baik berupa data, informasi yang didapat melalui wawancara

dengan warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita

(47)

Klas IIA Bandar Lampung dan Dosen Fakultas Hukum Unila yang terkait

dengan permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini.

B. Sumber dan Jenis Data

atau kuesioner dengan masyarakat dan instansi terkait. Adapun sumber data

yang penulis peroleh adalah penulis akan mengkaji dan meneliti sumber data

yang diperoleh dari hasil wawancara responden yang dilakukan pada warga

binaan pemasyarakatan pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA

Bandar Lampung selaku pelaku dari tindak pidana penyalahgunaan narkotika

dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan studi pustaka yang terdiri

dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan Hukum Primer

(48)

2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang bersifat memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer adalah berupa peraturan pelaksana dan

peraturan teknis, keputusan-keputusan Menteri, atau peraturan-peraturan

pemerintah. Dalam skripsi ini data hukum skunder yang digunakan adalah

PP Nomr 32 Tahun 1999 tentang syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan

hak warga binaan pemasyarakatan

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang berguna untuk memberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder berupa pendapat para sarjana, literatur hukum dan hasil seminar,

dokumentasi, kamus hukum, jurnal ilmiah dan artikel-artikel yang

berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dan diteliti dalam

skripsi ini.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan

diduga46. Menurut Soerjono Soekanto bahwa populasi adalah sejumlah manusia

atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama. Dalam penulisan

ini yang dijadikan populasi adalah warga binaan pemasyarakatan yang terlibat

kasus narkoba pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandar Lampung.

(49)

Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah dengan metode random sampling

yaitu suatu metode pengambilan sampel diambil secara acak terhadap terpidana

narkoba. Berdasarkan metode sampling di atas, maka yang menjadi responden

dalam penelitian ini adalah:

1) Terpidana narkoba asal Lampung = 10 orang

2) Terpidana narkoba pelimpahan dari Rutan Pondok Bambu = 10 orang

3) Petugas Binadik LP Wanita Klas II A Bandar Lampung = 1 orang

4) Akademisi = 2 orang +

Jumlah sampel = 23 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data

Adapun alat pengumpulan data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini

adalah studi pustaka dan studi lapangan. Studi pustaka dilakukan untuk

mendapatkan data sekunder, yang dilakukan dengan jalan mempelajari, menelaah

dan mengutip data dari berbagai buku literature dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan mempunyai hubungan dengan masalah yang dibahas

dalam penelitian ini.

Sedangkan studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer, dengan cara

melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak terkait dalam

penelitian ini. Dalam wawancara tersebut terlebih dahulu dipersiapkan daftar

pertanyaan yang bersifat garis besar saja sebagai pedoman dalam melakukan

wawancara, kemudian pertanyaan-pertanyaan selanjutnya dikembangkan saat

(50)

2. Prosedur Pengolahan Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data adalah:

a. Editing, yaitu memeriksa data yang diperoleh untuk segera mengetahui

apakah data yang diperoleh itu relevan dan sesuai dengan bahasan.

Selanjutnya apabila ada data yang salah akan dilakukan perbaikan dan

terhadap data yang kurang lengkap akan dilakukan penambahan.

b. Klasifikasi data adalah mengelompokkan data menurut kerangka yang telah

ditetapkan

c. Tabelating data adalah penyusunan data dengan cara memasukkan

angka-angka ke dalam tabel

d. Sistematisasi data adalah penyusunan data secara sistematis yaitu sesuai

dengan pokok bahasan sehingga memudahkan analisis data

E. Analisis Data

Dari keseluruhan data yang telah diolah, maka kegiatan terakhir yang dilakukan

adalah menganalisa data secara deskriptif kualitatif dak kuantitatif. Deskriptif

kualitatif yaitu menguraikan data kedalam bentuk kalimat secara sistematis

berdasarkan kenyataan yang diperoleh dari hasil penelitian dilapangan47, sehingga

memudahkan untuk menarik kesimpulan dalam menjawab permasalahan dalam

penulisan ini. Deskriptif kuantitatif yaitu penelitian dengan memperoleh data yang

berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan

47

(51)

Selain itu dalam menarik kesimpulan dalam penulisan skripsi ini menggunakan

cara berfikir induksi. Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik dari suatu

kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individu.

Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan

yang bersifat khas dan dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri

dengan pernyataan yang bersifat umum.

Metode berpikir induktif yang digunakan menggunakan penalaran generalisasi

yaitu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena atau peristiwa

khusus untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup

semua fenomena tersebut. Generalisasi dapat diartikan juga sebagai pernyataan

yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar peristiwa. Generalisasi

dibuktikan dengan fakta, contoh data statistik dan lain-lain.

(52)

V. PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian kriminologis dan pembahasan yang telah dilakukan

penulis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyalahgunaan narkotika yang

dilakukan oleh wanita pada Lapas Wanita Bandar Lampung dapat dianalisa

dengan menggunakan dua pendekatan. Faktor intrinsik meliputi faktor agama

yaitu kurangnya keimanan wanita menyebabkan wanita terjerumus pada

penyalahgunaan narkotika. Faktor keluarga yaitu wanita yang diperintah

suaminya untuk menjadi kurir maupun adanya wanita yang mengalami

masalah rumah tangga sehingga menjadi depresi dan menggunakan narkotika

untuk menghilangkan stres. Faktor intelegensia yaitu kurangnya kecerdasan

pada wanita sehingga mudah dirayu untuk menggunakan narkotika.

Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi faktor pergaulan/ pengaruh lingkungan

yaitu apabila lingkungan wanita adalah lingkungan pemakai maupun

pengedar menyebabkan wanita mudah terlibat dalam penyalahgunaan

narkotika. Faktor pendidikan yaitu pendidikan yang rendah menyebabkan

daya tangkap dan keilmuan menjadi terbatas. Faktor ekonomi yaitu wanita

(53)

kalangan berpunya yang senang menghambur-hamburkan uang untuk

membeli narkotika. Faktor penyebab paling dominan adalah faktor keluarga.

2. Upaya penanggulangan untuk mengatasi penyalahgunaan narkotika yang

dilakukan oleh wanita pada Lapas Wanita Klas II A Bandar Lampung dapat

dilakukan melalui upaya penal dan non penal. Upaya penal dapat dilakukan

dengan memberikan sanksi pidana yaitu 2 tahun sampai dengan 13 tahun

penjara. Ssedangkan upaya non penal dapat dilakukan dengan

penanggulangan secara preventif meliputi upaya melalui pendekatan agama

yaitu orangtua harus menanamkan dasar-dasar agama yang kuat pada anak.

Upaya dari keluarga yaitu keluarga harus selalu harmonis dan upaya dari

lingkungan sosial yaitu masyarakat harus lebih perhatian pada lingkungan

jangan sampai terjadi pesta narkotika

3. Faktor yang menjadi penghambat dalam penanggulangan penyalahgunaan

narkotika yang dilakukan oleh wanita pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita

Bandar Lampung, yaitu faktor hukum itu sendiri yaitu narkotika yang selalu

berkembang dan memunculkan jenis baru menyebabkan terkadang jenis baru

tersebut tidak ada dalam undang-undang sehingga menyulitkan penegak

hukum untuk menhajukan tuntutan. Faktor penegak hukum yaitu kurangnya

kualitas dan kuantitas petugas lapas serta oknum yang memanipulasi barang

bukti. Faktor sarana dan prasarana yang masih kurang memadai seperti sarana

pembinaan pada lapas yang masih kurang serta pusat rehabilitasi yang belum

tersebar di Indonesia. Faktor lingkungan/ masyarakat yaitu kurangnay

Gambar

Tabel 1.  Jumlah Data Tersangka Kasus Narkoba pada Wanita di  Indonesia  (2007- 2011)5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pembelajaran sejarah, peran penting pembelajaran terlihat jelas bukan hanya sebagai proses transfer ide, akan tetapi juga proses pendewasaan perserta didik

Alasan orang tua dan siswa memilih homeschooling sebagai pendidikannya antara lain kesibukan siswa di bidang non akademis, kendala fisik, penyakit tertentu, pembelajaran

Dari Tabel 4.7 Data Master Sheet Hasil Observasi Siklus I Pertemuan II pembelajaran menggunakan metode pemberian tugas kuis (pretest) sudah diterapkan/ dilakukan oleh guru

TUJUAN PERANCANGAN DAN STRUKTUR

Periode Setelah Perang Kemerdekaan Sampai dengan Tahun 1958 Pada periode ini jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai bertambah jumlah yang relatif lebih

“I recollect a night like this, a long time ago,” his father said, leaning back against the boulder that marked the boundary of their land.. “We went too far from the boats and they

maka apa yang dinyatakan tersebut dianggap tidak berlaku, akan tetapi teori tersebut tidak dapat digunakan untuk menentukan kapan terjadi suatu kesepakatan dalam peijanjian

Art inya warga negara dan aparat ur negara harus berpikir, bert indak, bersikap unt uk kepent ingan bangsa, t erm asuk produk hukum yang dihasilkan oleh lem baga negara dan lem baga