ABSTRAK
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH WANITA
(STUDI PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS II A BANDAR LAMPUNG
Oleh: Dwi Agustina
Penyalahgunaan narkotika adalah penggunaan zat adiktif yang dilakukan bukan dengan tujuan pengobatan dan berlangsung lama yang mengakibatkan gangguan fisik, mental dan sosial. Penyalahgunaan narkotika tidak hanya didominasi oleh kaum pria saja tetapi juga kaum wanita. Hal ini dapat dilihat diberbagai media massa tentang berita-berita kriminalitas yang dilakukan oleh wanita. Hal ini menunjukkan betapa tertekannya kondisi sosial kaum wanita di satu sisi, yaitu mulai dari tekanan dalam keluarga sampai kepada masalah ekonomi yang semakin menghimpit, sehingga kontribusi ini menjadikan wanita terlibat dalam penyalahgunaan narkotika baik itu sebagai pengguna, pengedar, maupun kurir pengantar narkotika. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor penyebab penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh wanita, bagaimanakan upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh wanita dan apakah faktor penghambat upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika oleh wanita.
Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Adapun jenis dan sumber data yang terdiri dari data primer bersumber dari lapangan, berupa hasil wawancara dan kuesioner dengan narapidana, Kasubsi Registrasi, dan Dosen Fakultas Hukum Unila. Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif, kemudian diambil kesimpulan secara induktif.
▸ Baca selengkapnya: apa sajakah yang dilakukan oleh wanita-wanita perkasa dalam puisi tersebut
(2)dilakukan untuk mengatasi tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh wanita dapat dilakukan melalui upaya penal dan non penal. Upaya penal dapat dilakukan dengan memberikan sanksi pidana sedangkan upaya non penal dapat dilakukan dengan menggunakan penanggulangan secara preventif meliputi upaya melalui pendekatan agama, upaya dari keluarga dan upaya dari lingkungan sosial. Faktor yang menjadi penghambat dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh wanita yaitu faktor penegak hukum, faktor sarana dan prasarana dan faktor lingkungan/ masyarakat.
Saran penulis dalam skripsi ini adalah perlunya keluarga lebih memberi perhatian kepada anggota keluarganya baik wanita sebagai istri maupun wanita sebagai anak, karena dari keluarga ditanamkan sifat-sifat moral serta nilai agama yang menjadi dasar dari keimanan wanita agar tidak mudah terjerumus pada penyalahgunaan narkotika. Hendaknya upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika non penal pada wanita dengan melalui kontrol sosial dan perhatian dari masyarakat lebih diutamakan serta perlunya penegak hukum lebih tegas dalam menangani penyalahgunaan narkotika pada wanita dan harus berani untuk menolak negosiasi dari tersangka pengedar narkotika untuk memanipulasi barang bukti agar dapat meringankan tuntutan terhadap tersangka pengedar narkotika.
ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG
DILAKUKAN OLEH WANITA
(Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Bandar Lampung)
(Skripsi)
Oleh DWI AGUSTINA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
B. Faktor-faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh Wanita (Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Bandar Lampung) 42
C. Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh Wanita (Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Bandar Lampung) 56
B. Saran 66
SANWACANA
Segala puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
segala rahmat, hidayat, dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelasaikan
skripsi ini yang berjudul “Analisis terhadap Faktor-faktor Penyebab
Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh Wanita (Studi pada Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Klas II A Bandar Lampung). Skripsi ini disusun guna
memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas
Lampung.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Heryandi,S.H., M.S., Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung
2. Ibu Diah Gustiniati,S.H., M.H., Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung
3. Ibu Firganefi, S.H., M.H., Sekretaris Jurusan Hukum Pidana sekaligus
Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan
dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., Pembimbing II yang senantiasa
memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., Pembahas I yang telah memberikan kritik,
masukan selama penulisan skripsi ini.
7. Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H.,M.H selaku Pembimbing Akademik atas
arahan dan dukungan selama penulisan skripsi ini.
8. Seluruh dosen, staf, dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung,
terimakasih atas ilmu yang diberikan serta atas bantuannya selama ini.
9. Mbak Sri, Mbak Yanti, Mbak Yani dan Pak Narto and all the security
terimakasih atas bantuannya.
10.Seluruh respoden yang telah bersedia memberikan data dan informasi
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
11.Teman-temanku Sisca Apriana, Pratiwi Nasyanti, Yunisda Varentisa, Imam
Budianto, Sony, Haris, Ari, Indra terimakasih atas segala dukungan serta
pengalaman seru yang telah kalian berikan.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka terhadap penulis
dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, 23 Oktober 2014
Penulis,
MOTO
“
Senantiasa berbuat kebaikan kepada orang lain
karena sesungguhnya kebaikan itu akan kembali
kepada diri kita sendiri”
PERSEMBAHAN
Puji Syukurku sebagai hamba yang lemah kepada Allah SWT
atas semua nikmat dan karuniaNya. Sebagai wujud ungkapan rasa cinta dan kasih sayang kupersembahkan karya tulis ini
teruntuk:
Kedua orang tuaku yang telah membesarkan dan mendidikku hingga seperti sekarang ini dan juga senantiasa memberikan do’a restu yang sangat tulus
demi cita-cita dan masa depanku.
Suamiku Rahmat Waldiantoro, pria yang sangat aku sayangi, yang tidak hanya mencintaiku tapi juga menghormatiku,
yang tmenasehatiku ketika aku berbuat salah.
Anakku Muhammad Zhafran Al Athar
yang selalu memberikan keceriaan kepada kami semua
Kakak dan adik-adikku tersayang
yang selalu memberi motivasi dan semangat dalam hidupku
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 19 Agustus
1986, yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari
pasangan Suwarno dan Wiji Astuti.
Penulis memulai pendidikan dari Taman Kanak-kanak Kartika
II-5 Persit Bandar Lampung tahun 1991, Pendidikan dasar pada SD Kartika II-II-5
Bandar Lampung pada tahun 1992, Pendidikan lanjutan di SLTPN 5 Bandar
Lampung pada tahun 1998, dan pada tahun 2001 melanjutkan ke Sekolah SMAN
1 Bandar Lampung.
Pada tahun 2005 penulis melanjutkan kejenjang Perguruan Tinggi di Fakultas
Hukum Universitas Lampung (UNILA) dan kemudian mengambil minat hukum
pidana.
Pada tahun 2006 penulis diterima bekerja di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan
Negara Klas I Bandar Lampung, Kementerian Hukum dan HAM Lampung
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu penyakit sosial masyarakat adalah penyalahgunaan narkotika. Saat ini
terdapat zat-zat adiktif yang negatif dan sangat berbahaya bagi tubuh. Pada
awalnya narkotika hanya dipakai secara terbatas oleh beberapa komunitas
manusia di berbagai negara, tapi kini, narkotika telah menyebar dalam spektrum
yang kian meluas. Narkotika telah menjadi problem bagi umat manusia diberbagai
belahan bumi dan bisa mengancam hari depan umat manusia.
Mengenai narkotika, terdapat beberapa akronim yang berkaitan dengan hal
tersebut, misalnya : NAZA ( Narkotika dan Zat Adiktif) atau NAPZA
(Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif) 1. Psikotropika dan narkotika
digolongkan dalam obat-obat atau yang berbahaya bagi kesehatan, maka
mengenai produksi pengadaan, peredaran, penyaluran, penyerahan ekspor dan
impor obat-obat tersebut diatur dalam undang-undang. Ketentuan yang mengatur
narkotika dan psikotropika terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
tentang psikotropika dan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika. Sedangkan Zat adiktif, disinggung dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) yang biasa disebut
narkoba merupakan jenis obat atau zat yang diperlukan di dalam dunia
pengobatan. Akan tetapi apabila dipergunakan tanpa pembatasan dan pengawasan
yang seksama dapat menimbulkan ketergantungan serta dapat membahayakan
kesehatan bahkan jiwa pemakainya.
Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang dapat mengakibatkan
sindrom ketergantungan apabila penggunaannya tidak berada dibawah
pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan dan mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu. Hal ini tidak saja merugikan bagi pengguna, akan tetapi
juga berdampak sosial, ekonomi, dan keamanan nasional, sehingga hal ini
merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara.2
Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat
memprihatinkan. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain karena Indonesia
yang terletak pada posisi di antara tiga benua dan mengingat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka pengaruh globalisasi, arus transportasi yang
sangat maju dan pergeseran nilai matrialistis dengan dinamika sasaran opini
peredaran gelap. Masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia pada umumnya
saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat
maraknya pemakaian secara ilegal bermacam-macam jenis narkotika.
Kekhawatiran ini semakin dipertajam akibat maraknya peredaran gelap narkotika
yang telah merebak disegala lapisan masyarakat, termasuk di kalangan generasi
muda dan mengancam kehidupan bangsa dan negara pada masa mendatang.
2
Peningkatan pengendalian pengawasan sebagai upaya penanggulangan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sangat diperlukan,
karena kejahatan narkotika pada umumnya tidak dilakukan oleh perorangan secara
berdiri sendiri, melainkan dilakukan secara bersama-sama yaitu berupa jaringan
yang dilakukan oleh sindikat clandestine yang terorganisasi secara mantap, rapi
dan sangat rahasia.
Kejahatan narkotika yang bersifat transnasional dilakukan dengan menggunakan
modus operandi yang modern dan teknologi canggih, termasuk pengamanan
hasil-hasil kejahatan narkotika. Perkembangan kualitas kejahatan narkotika tersebut
sudah menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan umat manusia.
Peredaran obat terlarang narkotika masih tetap marak, bahkan akhir-akhir ini
kejahatan penyalahgunaan narkotika semakin meningkat yang tadinya hanya
sebagai daerah transit bagi barang-barang terlarang tersebut, belakangan ini telah
dijadikan daerah tujuan operasi peredaran narkotika oleh jaringan pengedar
narkotika internasional.3
Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang kian merebak tidak terlepas
dari salah satu ciri barang tersebut yaitu menimbulkan adiksi (ketagihan) yang
merusak dalam pengertian penggunaan tidak untuk pengobatan dan secara ilegal.
Sedangkan dari sisi masyarakat yang rentan dengan masalah narkotika tertuju
pada kelompok generasi muda suatu bangsa, mereka merupakan target narkotika
yang paling utama. Namun pengguna narkotika tidak hanya pada generasi muda
3C. Plint,
tetapi pengguna narkotika sudah menjalar ke setiap segi masyarakat, baik itu
orang dewasa, remaja, anak-anak, kaya, maupun miskin.
Penyalahgunaan narkotika tidak hanya didominasi oleh kaum pria saja tetapi juga
kaum wanita. Dengan semakin banyaknya wanita beraktifitas di luar rumah,
bekerja maupun dalam aktivitas lain sebagaimana halnya pria, tentu juga
berpengaruh dan terpengaruh oleh lingkungan sekelilingnya. Wanita yang sering
berada di luar rumah akan memiliki lingkungan pergaulan yang lebih luas dan
memiliki teman dari berbagai kalangan ataupun profesi. Keinginan untuk dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan menyebabkan wanita lebih membutuhkan
banyak materi untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Tidak akan menjadi suatu
masalah apabila wanita dapat mencukupi kebutuhannya namun akan berbeda jika
materi tidak mencukupi, akibatnya wanita yang melakukan kejahatan pun semakin
meningkat pula. Hal ini dapat dilihat diberbagai media massa tentang berita-berita
kriminalitas yang dilakukan oleh wanita yang menunjukkan betapa tertekannya
kondisi sosial kaum wanita di satu sisi, yaitu mulai dari tekanan dalam keluarga
sampai kepada masalah ekonomi yang semakin menghimpit, sehingga konstribusi
ini menjadikan wanita terlibat dalam penyalahgunaan narkotika baik itu sebagai
pengguna, pengedar, maupun kurir pengantar narkotika. Hal ini tentunya sangat
merusak masa depan bangsa, karena wanita sebagai ibu maupun calon ibu tentu
harus mendidik anak-anaknya. Namun jika seorang ibu tersebut terlibat narkotika
akan berpengaruh pada perkembangan generasi penerus bangsa karena akan
mengikuti jejak ibunya untuk terlibat narkotika4
Berdasarkan hasil riset Badan Narkotika Nasional (BNN) dari tahun 2007 sd 2011
jumlah tersangka kasus narkoba pada wanita mengalami peningkatan yang dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Jumlah Data Tersangka Kasus Narkoba pada Wanita di Indonesia (2007- 2011)5
No Tahun Tersangka Kasus Narkoba Wanita
1 2007 2.862
Berdasarkan tabel di atas, tersangka pengguna narkoba pada wanita mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2007 tersangka pengguna narkoba
sebanyak 2.862 kasus meningkat menjadi 3.035 kasus pada tahun 2008 dan
mengalami peningkatan kembali pada tahun 2009 menjadi 3119 kasus. Pada tahun
2010 pun tersangka pengguna narkoba wanita mengalami peningkatan sampai
3.366 kasus dan pada tahun 2011 mencapai 3.702 kasus.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mencoba untuk menulis skripsi
tentang faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkotika pada wanita dengan
judul “ Analisis Faktor-faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkotika yang
dilakukan oleh Wanita (Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A
Bandar Lampung)”
5
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang dan memperhatikan pokok-pokok pikiran di
atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :
a. Apakah faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkotika pada wanita?
b. Bagaimanakah upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang
dilakukan oleh wanita?
c. Apakah faktor penghambat penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang
dilakukan oleh wanita?
2. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup substansi penelitian ini hanya akan membahas tentang
kajian ilmu hukum pidana mengenai faktor-faktor penyebab penyalahgunaan
narkotika yang dilakukan oleh wanita. Objek penelitian skripsi ini adalah warga
binaan pemasyarakatan (WBP) yang terlibat kasus penyalahgunaan narkotika
pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Bandar Lampung. Tahun
penelitian, dimulai pada tahun 2013 sampai tahun 2014 dengan lokasi penelitian,
dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Bandar Lampung.
C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan judul skripsi ini adalah untuk mengetahui:
a. Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh wanita.
c. Faktor penghambat penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan
oleh wanita.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penulisan proposal ini ialah sebagai berikut:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan
pemikiran bagi perkembangan hukum perundang-undangan di Indonesia pada
umumnya dan hukum pidana pada khususnya. Serta memberikan kontribusi
terhadap peneliti lain yang melakukan penelitian pidana
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai
bahan masukan bagi masyarakat pada umumnya dan bagi para penegak hukum
pada khususnya untuk dapat mengambil langkah-langkah dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan
oleh wanita.
D.Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari
hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang ada pada dasarnya untuk
mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan
untuk penelitian6
6
Pada kriminologi dikenal adanya beberapa teori yang dapat dipergunakan untuk
menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan. Baik
faktor-faktor penyebab kejahatan maupun upaya penanggulangan kejahatan.
a. Teori Faktor-faktor Penyebab Kejahatan
Teori Biososiologi
Tokoh dari aliran ini adalah A. D. Prins, van Humel, D. Simons dan lain-lain.
Aliran biososilogi ini sebenarnya merupakan perpaduan dari aliran antropologi
dan aliran sosiologis, oleh karena ajarannya didasarkan bahwa tiap-tiap kejahatan
itu timbul karena faktor individu seperti keadaan psikis dan fisik dari si penjahat
dan juga karena faktor lingkungan.
Menurut Made Darma Weda7 bahwa faktor individu itu dapat meliputi sifat
individu yang diperoleh sebagai warisan dari orang tuanya, keadaan badaniah,
kelamin, umur, intelek, temperamen, kesehatan, dan minuman keras. Keadaan
lingkungan yang mendorong seseorang melakukan kejahatan itu meliputi keadaan
alam (geografis dan klimatologis), keadaan ekonomi, tingkat peradaban dan
keadaan politik suatu negara misalnya meningkatnya kejahatan menjelang
pemilihan umum dan menghadapi sidang MPR. Berdasarkan teori biososiologi
dapat dijelaskan bahwa faktor penyebab kejahatan terbagi menjadi faktor intrinsik
dan ekstrinsik.
7
1) Faktor intrinsik (intern)
a. Niat Pelaku
Niat merupakan awal dari suatu perbuatan, dalam melakukan tindak pidana
narkotika, niat dari pelaku juga penting dalam faktor terjadinya perbuatan
tersebut. Pelaku sebelum melakukan tindak pidana narkotika pada awalnya
memiliki niat untuk sekedar coba-coba, dan mencari jati diri. Namun pada
akhirnya niat awal yang hanya ingin coba-coba menjadi ketergantungan dan
berkembang menjadi pengedar bahkan menjadi bandar narkoba.
b. Moral dan Pendidikan
Moral disini berarti tingkat kesadaran akan norma-norma yang berlaku di
dalam masyarakat. Semakin tinggi rasa moral yang dimiliki oleh seseorang,
maka kemungkinan orang tersebut akan melanggar norma-norma yang berlaku
akan semakin rendah. Kesadaran hukum seseorang merupakan salah satu faktor
internal yang dapat menentukan apakah pelaku dapat melakukan perbuatan
yang melanggar norma-norma di masyarakat. Apabila seseorang sadar akan
perbuatan yang dapat melanggar norma maka ia tidak akan melakukan
perbuatan tersebut karena takut akan adanya sanksi yang dapat diterimanya,
baik sanksi dari pemerintah maupun sanksi dari masyarakat sekitar.
c. Faktor Keluarga
Perubahan kondisi rumah tangga seperti adanya kematian, perceraian, secara
umum dianggap menjadi faktor utama dari timbulnya depresi yang
menyebabkan wanita maupun anak melakukan kejahatan termasuk kejahatan
narkotika. Selain itu faktor keluarga yang berasal dari kalangan atas umumnya
keharmonisan keluarga menjadi berkurang dan menyebabkan anggota keluarga
berusaha mencari kesenangan lain diluar keluarga.
2) Faktor Ekstrinsik (ekstern)
a. Faktor Lingkungan / Pergaulan
Lingkungan tempat tinggal pelaku kejahatan biasanya merupakan lingkungan
atau daerah-daerah yang pergaulan sosialnya rendah, rendahnya moral
penduduk, dan sering kali di lingkungan tersebut norma-norma sosial sudah
sering dilanggar dan tidak ditaati lagi. Selain itu standar pendidikan dan
lingkungan tempat tinggal yang sering melakukan tindak pidana juga menjadi
salah satu faktor yang dapat membentuk sesorang atau individu untuk menjadi
seorang pelaku kejahatan.
b. Faktor ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia dan
keadaan ekonomi dari pelaku kejahatan kerap kali muncul yang
melatar-belakangi seseorang melakukan tindak pidana. Para pelaku sering kali tidak
mempunyai pekerjaan yang tetap bahkan tidak punya pekerjaan sama sekali
atau seorang penganguran. Desakan ekonomi yang menghimpit sesorang dapat
berbuat nekat dengan melakukan tindak kejahatan. Plato menyatakan bahwa :
“Kekayaan dan kemiskinan menjadi bahaya besar bagi jiwa orang, yang
miskin sukar memenuhi kebutuhan hidupnya dan merasa rendah diri dan
timbul hasrat untuk melakukan kejahatan, sebaliknya juga orang kaya
hidup mewah untuk segala hiburannya”.8
8
b. Teori Penanggulangan Kejahatan
Usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan
menggunakan dua upaya, yaitu:
1. Upaya penal
Upaya penal adalah penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum
pidana yang didalamnya terdapat dua masalah sentral yaitu:
a. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana
b. Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada pelanggar
Sarana penal biasa disebut upaya refresif adalah segala tindakan yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya kejahatan atau
tindak pidana. Termasuk upaya refresif adalah penyelidikan, penuntutan
sampai penjatuhan hukuman9. Menurut G.P. Hoefnagel10 upaya
penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat
refresif (penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi.
2. Upaya non penal
Upaya non penal adalah kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana
non penal hanya meliputi pengguna sarana sosial untuk memperbaiki
kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya
pencegahan terjadinya kejahatan11. Sasaran utamanya adalah mengenai
faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif
9
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana (Bandung: Alumni, 1986) hlm. 188 10
Barda Nawawi Arief, Berbagai Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana (Bandung: PT Citra Aditia Bakti: Bandung. 1998) hlm.59
itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi secara
langsung atau tidak langsung menimbulkan kejahatan.12
Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan
kebijakan, dalam arti ada keterpaduan antara politik kriminal dan politik
sosial; ada keterpaduan (integral) antara upaya penanggulangan kejahatan
dengan penal dan non penal. Kebijakan sosial dapat diartikan sebagai segala
usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan sekaligus
mencakup perlindungan masyarakat.
Usaha-usaha non penal misalnya upaya penyantunan dan pendidikan sosial
dalam rangka pengembangan tanggung jawab sosial warga masyarakat;
penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral, agama,
peningkatan usaha-usaha kesejahteraan; kegiatan patroli dan pengawasan
lainnya secara kontinyu oleh polisi dan aparat lainnya. Usaha-usaha non penal
memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu13
c. Teori Faktor Penghambat Penanggulangan Kejahatan
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa ada beberapa faktor penghambat upaya
penanggulangan kejahatan, yaitu:14
a. Faktor hukumnya itu sendiri atau peraturan itu sendiri
b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
12
Barda Nawawi Arief Op.cit 13
ibid
d. Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut
diterapkan.
e. Faktor kebudayaaan yakni sebagai hasil karya, cipta, rasa yang didasarkan
pada karya manusia di dalam pergaulan hidup.
2. Konseptual
Konseptual menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang
merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin di
teliti atau ingin diketahui15
a. Pengertian Analisis
Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan
dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab,
duduk perkara dan sebagainya)16
b. Kriminologis menurut para ahli17
1) P. Topinard: Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan
menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologis teoritis atau
kriminologis murni). Kriminologis teoritis adalah ilmu pengetahuan yang
berdasarkan pengalaman, yang seperti ilmu pengetahuan lainnya yang
sejenis, memperhatikan gejala-gejala yang mencoba menyelidiki
sebab-sebab dari gejala tersebut dengan cara-cara yang ada padanya.
2) Edwin H. Sutherland: Kriminologi adalah kumpulan pengetahuan yang
membahas kenakalan remaja dan kejahatan sebagai gejala sosial
15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia,1984) hlm.132 16
Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Semarang: CV Widya Karya, 2005)
17
c. Faktor Penyebab
Menurut kamus besar bahasa indonesia, faktor adalah hal (keadaan, peristiwa)
yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu. Penyebab adalah
hal atau kondisi yg dapat mendorong atau menumbuhkan suatu kegiatan atau
usaha. Jadi definisi faktor penyebab adalah hal-hal yang menyebabkan
seseorang melakukan sesuatu.18
d. Penyalahguna narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak
atau melawan hukum.
e. Wanita adalah sebutan yang digunakan untuk spesies manusia berjenis
kelamin betina. lawan jenis dari wanita adalah pria. Wanita adalah kata yang
umum digunakan untuk menggambarkan perempuan dewasa. Perempuan yang
sudah menikah juga biasa dipanggil dengan sebutan ibu. Untuk perempuan
yang belum menikah atau berada antara umur 16 hingga 21 tahun disebut juga
dengan anak gadis. Perempuan yang memiliki organ reproduksi yang baik
akan memiliki kemampuan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui.19
E. Sistematika Penelitian
Pada sub ini agar penulis dapat mencapai tujuan yang diharapkan dan mudah
dipahami maka sistematika penulisan yang memuat uraian secara garis besar
mengenai urutan kegiatan dalam melakukan penulisan bab demi bab maupun
subbab. Sistematika dalam penulisan ini yaitu:
18 http://kbbi.web.id/faktor 19
I. PENDAHULUAN
Merupakan bab pendahuluan yang membahas tentang latar belakang masalah,
permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka
teoritis dan konseptual serta penulisan yang memuat hal-hal yang akan dibahas
tiap-tiap bab.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini merupakan pengantar pemahaman kepada pengertian-pengertian umum
tentang pokok bahasan antara lain mengenai pengertian narkotika dan jenis_jenis
narkotika, pengertian penyalahgunaan narkoba, bagaimana penyalahgunaan
narkoba pada wanita, serta pengertian warga binaan pemasyarakatan pada
lembaga pemasyarakatan wanita.
III. METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penelitian
popolasi sampel, metode pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan hasil analisis dari hasil penelitian untuk menjawab
permasalahan dengan menggunakan data primer maupun data sekunder yang
menjelaskan tentang faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkoba pada wanita
serta bagaimanakah pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba
pada wanita.
V. PENUTUP
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kriminologi
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan dari
berbagai aspek. Kata kriminologis pertama kali dikemukakan oleh P. Topinard
(1830-1911), seorang ahli antropologi Perancis. Kriminologi terdiri dari dua suku
kata yakni kata “crime” yang berarti kejahatan dan “logos” yang berarti ilmu
pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan.
W.A Bonger memberikan batasan bahwa ”kriminologi adalah ilmu pengetahuan
yang bertujuan menyelidiki kejahatan seluas-luasnya” 20Bonger, dalam
memberikan batasan kriminologi, membagi kriminologi ke dalam dua aspek:
1) kriminologi praktis, yaitu kriminologi yang berdasarkan hasil penelitiannya
disimpulkan manfaat praktisnya.
2) kriminologi teoritis, yaitu ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalamannya
seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala
kejahatan dan mencoba menyelidiki sebab dari gejala tersebut (etiologi)
dengan metode yang berlaku pada kriminologi.
20
Sifat dan tingkat kejahatan sebab musabab kejahatan dan kriminalitas
1. perkembangan hukum pidana dan sistem peradilan pidana
2. ciri-ciri kejahatan
3. pembinaan pelaku kejahatan
4. pola-pola kriminalitas
5. dampak kejahatan terhadap perubahan sosial
Muhammad Mustofa, dalam bukunya Kriminologi, mengatakan bahwa definisi
kriminologi yang dikaitkan dengan pengembangan kriminologi di Indonesia
adalah yang berakar pada sosiologis.
“…kriminologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan ilmiah tentang: a) perumusan sosial pelanggaran hukum, penyimpangan sosial, kenakalan, dan kejahatan; b) pola-pola tingkah laku dan sebab musabab terjadinya pola tingkah laku yang termasuk dalam kategori penyimpangan sosial, pelanggar hukum, kenakalan, dan kejahatan yang ditelusuri pada munculnya suatu peristiwa kejahatan, seta kedudukan dan korban kejahatan dalam hukum dan masyarakat; d) pola reaksi sosial formak, informal, dan non-formal terhadap penjahat, kejahatan, dan korban kejahatan. Dalam pengertian tersebut termasuk melakukan penelitian ilmiah terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia, serta usaha Negara
dalam mewujudkan hak-hak asasi manusia dan kesejahteraan sosial” 21
B. Faktor Penyebab Kejahatan
Definisi kejahatan dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama dari sudut
pandang hukum yang memandang kejahatan sebagai tingkah laku yang melanggar
hukum pidana. Kedua dari sudut pandang sosiologis yang berpendapat bahwa
kejahatan adalah setiap perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih
hidup di dalam masyarakat.
21
Secara sosiologis kejahatan disebabkan karena adanya disorganisasi sosial.
Artinya, dengan adanya disorganisasi sosial ini dapat mengakibatkan runtuhnya
fungsi para pengontrol dari lembaga/institusi sosial dan memberikan
kemungkinan pada individu-individu untuk bertingkah laku sesuai dengan
keinginannya tanpa ada kendali, kontrol, dan tanpa penggunaan pola susila
tertentu. Dengan hilangnya fungsi kontrol tadi mengakibatkan disorganisasi dalam
masyarakat, dimana norma-norma institusional kehilangan efektifnya.
Ditinjau dari sudut pandang sosiologi, terdapat beberapa pendekatan yang
menjelaskan sebab-sebab terjadinya kejahatan. Pendekatan pertama menjelaskan
bahwa individu yang disosialisir secara kurang tepat tidak dapat menyerap
norma-norma kultural ke dalam kepribadiannya Karena tidak mampu membedakan
perilaku yang pantas dan kurang pantas menurut peradaban. Pendektan kedua
menjelaskan kejahatan adalah akibat dari ketegangan yang terjadi antara
kebudayaan dan struktur sosial suatu masyarakat. Sedangkan pendekatan ketiga
menjelaskan individu melakukan kegiatan kejahatan karena belajar dari perbuatan
kejahatan sebelumnya.
Pada umumnya faktor penyebab kejahatan terdapat tiga kelompok pendapat22
yaitu:
a) Pendapat bahwa kriminlitas itu disebabkan karena pengaruh yang terdapat di
luar diri pelaku.
b) Pendapat bahwa krimnalitas merupakan akibat dari bakat jahat yang terdapat
di dalam diri pelaku sendiri.
22
c) Pendapat yang menggabungkan, bahwa kriminalitas itu disebabkan baik
karena pengaruh di luar pelaku maupun karena sifat atau bakat si pelaku.
Klasifikasi kejahatan yang dilakukan oleh ahli-ahli sosiologi, terbagi atas:
a) Violent personel crime (kejahatan kekerasan terhadap orang). Contoh:
pembunuhan (murder), penganiayaan (assault), pemerkosaan (rape).
b) Occasional property crime (kejahatan harta benda karena kesempatan).
Contoh: pencurian kendaraan bermotor, pencurian di toko-toko besar.
c) Occupational crime (kejahatan karena kedudukan/jabatan). Contoh: white
collar crime, seperti korupsi.
C. Upaya Penanggulangan terhadap Kejahatan
Kejahatan merupakan gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap
masyarakat di dunia ini. Kejahatan dalam keberadaannya dirasakan sangat
meresahkan, disamping itu juga mengganggu ketertiban dan ketentraman dalam
masyarakat berupaya semaksimal mungkin untuk menanggulangi kejahatan
tersebut.
Upaya penanggulangan kejahatan telah dan terus dilakukan oleh pemerintah
maupun masyarakat. Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan sambil terus
menerus mecari cara paling tepat dan efektif untuk mengatasi masalah tersebut.
Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan
kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal ini pun tidak
kebijakan atau upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial dan
kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat23
Kebijakan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan menggunakan sarana
”penal” (hukum pidana), maka kebijakan hukum pidana khususnya pada tahap
kebijakan yudikatif harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan
dari kebijakan social itu berupa ”social welfare” dan “social defence”.24
Suatu kebijakan yang rasional untuk menanggulangi kejahatan disebut dengan
politik kriminal. Kebijakan kriminal bila dilihat lingkupnya, sangat luas dan tinggi
kompleksitasnya. Pada hakikatnya kejahatan merupakan masalah kemanusiaan
dan sekaligus masalah sosial yang memerlukan pemahaman tersendiri. Kejahatan
sebagai masalah sosial merupakan gejala yang dinamis, selalu tumbuh dan terkait
dengan gejala dan struktur kemasyarakatan lainnya yang sangat kompleks25
Lain halnya menurut Baharuddin Lopa26 bahwa “upaya dalam menanggulangi
kejahatan dapat diambil beberapa langkah-langkah terpadu, meliputi langkah
penindakan (represif) di samping langkah pencegahan (preventif).”
Langkah-langkah preventif menurut Baharuddin Lopa27 itu meliputi :
a) Peningkatan kesejahteraan rakyat untuk mengurangi pengangguran, yang
dengan sendirinya akan mengurangi kejahatan.
23
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT.Citra Adtya Bhakti, Bandung, 2001, hlm. 73.
24
Ibid hlm. 77 25
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm 66
26
Baharudin Lopa, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2001 hlm 16
27
b) Memperbaiki sistem administrasi dan pengawasan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan-penyimpangan.
c) Peningkatan penyuluhan hukum untuk memeratakan kesadaran hukum rakyat.
d) Menambah personil kepolisian dan personil penegak hukum lainnya untuk
lebih meningkatkan tindakan represif maupun preventif.
e) Meningkatan ketangguhan moral serta profesionalisme bagi para pelaksana
penegak hukum.
Solusi preventif adalah berupa cara-cara yang cenderung mencegah kejahatan.
Solusi supresif adalah cara-cara yang cenderung menghentikan kejahatan sudah
mulai, kejahatan sedang berlangsung tetapi belum sepenuhnya sehingga kejahatan
dapat dicegah. Solusi yang memuaskan terdiri dari pemulihan atau pemberian
ganti kerugian bagi mereka yang menderita akibat kejahatan. Sedangkan solusi
pidana atau hukuman juga berguna, sebab setelah kejahatan dihentikan pihak yang
dirugikan sudah mendapat ganti rugi, kejahatan serupa masih perlu dicegah entah
dipihak pelaku yang sama atau pelaku lainnya. Menghilangkan kecendrungan
untuk mengulangi tindakan adalah suatu reformasi. Solusi yang berlangsung
kerena rasa takut disebut hukuman..
Kejahatan adalah suatu persoalan yang selalu melekat dimana masyarakat itu ada.
Kejahatan selalu akan ada seperti penyakit dan kematian yang selalu berulang
seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke tahun. Segala daya
upaya dalam menghadapi kejahatan hanya dapat menekan atau menguranagi
sebagai warga masyarakat yang baik. Masalah pencegahan dan penanggulangan
kejahatan, tidaklah sekedar mengatasi kejahatan yang sedang terjadi dalam
lingkungan masyarakat, tapi harus diperhatikan pula, atau harus dimulai dari
kondisi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia. Perlu digali,
dikembangkan dan dimanfaatkan seluruh potensi dukungan dan partisipasi
masyarakat dalam upaya untuk menanggulangi kejahatan. Hal itu menjadi tugas
dari setiap kita, karena kita adaIah bagian dari masyarakat.
Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional
yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan upaya
represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan
perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan
yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan
masyarakat , sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan
melakukannya mengingat sanksi yang akan ditanggungnya sangat berat.
Pada upaya represif, tentunya tidak terlepas dari sistem peradilan pidana kita,
dimana dalam sistem peradilan pidana paling sedikit terdapat 5 (lima) sub-sistem
yaitu sub-sistem kehakiman, kejaksaan, kepolisian, pemasyarakatan, dan
kepengacaraan, yang merupakan suatu keseluruhan yang terangkai dan
berhubungan secara fungsional.
Upaya represif dalam pelaksanaannya dilakukan pula dengan metode perlakuan
1) Perlakuan ( treatment )
Perlakuan berdasarkan penerapan hukum, menurut Abdul Syani28 yang
membedakan dari segi jenjang berat dan ringannya suatu perlakuan yaitu
perlakuan yang tidak menerapkan sanksi-sanksi pidana dan perlakuan dengan
sanksi-sanksi pidana secara tidak langsung.
Perlakuan yang tidak menerapkan sanksi-sanksi pidana artinya perlakuan yang
paling ringan diberikan kepada orang yang belum telanjur melakukan kejahatan.
Dalam perlakuan ini, suatu penyimpangan dianggap belum begitu berbahaya
sebagai usaha pencegahan. Perlakuan dengan sanksi-sanksi pidana secara tidak
langsung, artinya tidak berdasarkan putusan yang menyatakan suatu hukum
terhadap si pelaku kejahatan. Perlakuan ini dititikberatkan pada usaha pelaku
kejahatan agar dapat kembali sadar akan kekeliruannya dan kesalahannya, dan
dapat kembali bergaul di dalam masyarakat seperti sedia kala.
2) Penghukuman (punishment)
Jika ada pelanggar hukum yang tidak memungkinkan untuk diberikan perlakuan
(treatment), mungkin karena kronisnya atau terlalu beratnya kesalahan yang telah dilakukan, maka perlu diberikan penghukuman yang sesuai dengan
perundang-undangan dalam hukum pidana. Oleh karena Indonesia sudah menganut sistem
pemasyarakatan, bukan lagi sistem kepenjaraan yang penuh dengan penderitaan,
maka dengan sistem pemasyarakatan hukuman dijatuhkan kepada pelanggar
hukum adalah hukuman yang semaksimal mungkin (bukan pembalasan) dengan
berorientasi pada pembinaan dan perbaikan pelaku kejahatan.
28
D. Faktor Penghambat Upaya Penanggulangan Kejahatan
Penegakan hukum adalah bagian dari seluruh aktifitas kehidupan yang pada
hakikatnya merupakan interaksi antara berbagai perilaku manusia yang mewakili
kepentingan-kepentingan yang berbeda dalam bingkai aturan yang telah
disepakati bersama dalam suatu peraturan yang berlaku, baik secara tertulis
maupun tidak tertulis. Pengaturan bersama secara tertulis yang tertuang dalam
suatu produk perundang-undangan dimaksudkan dalam rangka mengatur tata
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara agar lebih tertib dan
berkepastian hukum.
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
upaya penanggulangan kejahatan, yaitu29:
1. Faktor hukum, contohnya asas-asas berlakunya undang-undang tidak diikuti
dengan baik, belum adanya peraturan pelaksana yang sangat dibutuhkan
untuk menerapkan undang-undang serta ketidakjelasan arti kata-kata di dalam
undang-undang yang mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran
serta penerapannya.
2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum. Contohnya keterbatasan kemampuan untuk
menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi,
tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi, kegairahan yang sangat teratas
untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk melakukan suatu
proyeksi.
29
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Contohnya
adalah kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas dan keterbatasannya
menguasai ilmu hukum. Fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan
perangkat keras. Salah satunya adalah pendidikan yang minim.
4. Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut
diterapkan. Contohnya, masyarakat tidak mengetahui akan adanya
upaya-upaya hukum untuk melindungi kepentingan-kepentingannya; tidak berdaya
untuk memanfaatkan upaya-upaya hukum karena faktor-faktor keuangan,
psikis, sosial atau politik, dan lain sebagainya.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, rasa yang didasarkan
pada karya manusia di dalam pergaulan hidup. Contohnya, nilai ketertiban
dan nilai ketentraman, nilai jasmaniah/ kebendaan dan nilai rohaniah/
keakhlakan, nilai kelanggengan/ konservatisme dan nilai kebaruan/
inovatisme.
Berdasarkan uraian tersebut maka kelima faktor yang telah disebutkan
mempunyai pengaruh terhadap upaya penanggulangan kejahatan. Mungkin
pengaruhnya adalah positif dan juga negatif. Di antara semua faktor tersebut,
faktor penegak hukum menempati titik sentral. Hal ini disebabkan oleh karena
undang-undang disusun oleh penegak hukum, penerapannya dilaksanakan oleh
penegak hukum dan penegak hukum dianggap sebagai golongan panutan hukum
E. Pengertian dan Penyalahgunaan Narkotika
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain
narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif.
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya ) adalah bahan/ zat
yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan/ psikologi seseorang (pikiran,
perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan
psikologis30. Menurut Joewana31 NAPZA adalah penggunaan obat yang
penggunaannya tidak mengikuti aturan pakai atau ketentuan dokter. Sedangkan
menurut Martono NAPZA adalah obat/bahan/zat, yang bukan tergolong makanan,
jika diminum, diisap, dihirup, ditelan atau disuntikkan, berpengaruh terutama
pada kerja otak (susunan saraf pusat) dan sering menyebabkan ketergantungan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009, zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis,
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia narkotika adalah heroin;
sejenis obat bius. Sedangkan menurut Joewana32 narkotika adalah zat yang dapat
menghilangkan rasa nyeri dan membius.
30
Dadang Hawari, Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991)
31
Satya Joewana, Narkoba: Petunjuk Praktis bagi Keluarga untuk Mencegah Penyalahgunaan
Narkoba (Yogyakarta: Media Persada, 2007)
32
Berdasarkan beberapa pengertian di atas narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan serta berdampak bagi kesehatan tubuh dan mental manusia.
Psikotropika menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 5/ 1997 adalah zat
atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Sedangkan menurut Hikmat
psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun hasil campuran yang
diolah oleh manusia dan tidak termasuk dalam narkotika. Dari dua pengertian
tersebut disimpulkan psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah atau sintetis
yang menyebabkan perubahan mental dan perilaku.
Menurut Joewana33 zat adiktif lainnya adalah zat yang tidak termasuk dalam
undang-undang narkotika maupun psikotropika, tetapi sering menimbulkan
masalah kesehatan atau disalahgunakan. Sedangkan menurut Hikmat zat adiktif
adalah zat atau bahan yang menyebabkan manusia kecanduan atau ketergantungan
terhadap zat tersebut.
Zat adiktif adalah selain narkotika dan psikotropika atau zat-zat baru hasil olahan
manusia yang menyebabkan kecanduan. Joewana34 menuliskan sejarah tentang
NAPZA. Berdasarkan pengalamannya, pada awalnya manusia menggunakan
33
ibid
34
bahan atau zat yang paling primitif dengan tujuan pengobatan (medical use)
dengan mengenal bagian-bagian tanaman atau hewan tertentu yang mempunyai
khasiat obat, misalnya ramuan untuk menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan
demam, dan mengobati luka. Pada masa kini, berdasarkan pengalamannya juga,
manusia mulai mengenal tanaman atau senyawa yang bila digunakan dapat
menimbulkan perubahan perilaku, kesadaran, pikiran dan perasaannya. Bahan
atau zat yang mempunyai khasiat tersebut pada masa kini disebut zat psikoaktif.
Manusia mulai menggunakan zat psikoaktif tersebut untuk tujuan dinikmati
karena dapat memberikan rasa nyaman, euforia dan mengakrabkan dalam
berkomunikasi dengan orang lain ( recreational or social use ). Sebagai contoh,
orang yang menikmati minuman keras (mengandung etanol) atau minum kopi
(mengandung kafein). Selain itu ada juga yang mempunyai keyakinan bahwa
NAPZA dapat digunakan untuk menghilangkan ketegangan, kecemasan (relieving
beliefs) dan sebagai obat tidur (golongan sedatif – hipnotik). Oleh karenanya dapat dipahami apabila persepsi atau keyakinan yang keliru ini membuat
penyalahgunaan NAPZA (abuse) menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan di
masyarakat sampai sekarang ini. Kebiasaan tersebut akan bertambah parah jika
berlanjut menjadi ketergantungan yang akan membahayakan kesehatan manusia.
NAPZA suntik adalah NAPZA yang disuntikkan ke dalam tubuh dengan tujuan
untuk mempercepat mendapatkan pengaruhnya atau reaksinya, dilakukan karena
inhalasi / dibakar dan alasan solidaritas kelompok dan gaya hidup35. Menurut
Wresniwiro zat yang biasa disuntikkan, satu atau lebih dari satu zat saja yang
dicampurkan. Zat -zat tersebut adalah morphine, codein, heroin, pethidine,
methadone, barbiturate, cocain, amphetamine, mescadine. Tindakan yang
dilakukan tersebut merupakan penyalahgunaan.
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang dilakukan bukan
untuk tujuan pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya, dalam
jumlah berlebih, kurang teratur, dan berlangsung cukup lama, sehingga
menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental, dan kehidupan sosialnya.
Sedangkan menurut Joewana36 penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan
NAPZA yang bersifat patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan
lamanya sehingga menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial.
Menurut Hawari37 penyalahgunaan NAPZA adalah pemakaian NAPZA di luar
indikasi medik, tanpa petunjuk/resep dokter, pemakaian sendiri secara teratur atau
berkala sekurang-kurangnya selama satu bulan. Dari tiga pengertian tersebut dapat
disimpulkan penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan zat yang dilakukan
bukan dengan tujuan pengobatan dan berlangsung lama yang mengakibatkan
gangguan fisik, mental dan sosial.
Ketergantungan adalah keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan
psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah
35
Dadang Hawari, Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991)
36
Satya Joewana, Narkoba: Petunjuk Praktis bagi Keluarga untuk Mencegah Penyalahgunaan
Narkoba (Yogyakarta: Media Persada, 2007) hlm 21
37 Dadang Hawari,
(toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala
putus obat (withdrawal symptom)38. Sedangkan Joewana39 membagi
ketergantungan menjadi ketergantungan fisik dan ketergantungan psikis dan
emosional. Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang mengurangi atau
menghentikan penggunaan zat psikoaktif tertentu yang biasa digunakan, akan
mengalami putus zat dan ditandai dengan adanya toleransi.
Sedangkan ketergantungan psikis dan emosional adalah suatu keadaan bila
berhenti menggunakan zat psikoaktif tertentu, seseorang akan mengalami
kerinduan yang sangat kuat untuk menggunakan zat tersebut walaupun ia tidak
mengalami gejala fisik. Yang dimaksud toleransi adalah suatu keadaan ketika
untuk memperoleh efek zat seperti semula, diperlukan jumlah (dosis) yang
semakin lama semakin banyak. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan
ketergantungan NAPZA adalah keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik,
psikis, dan emosional bila seseorang mengurangi atau menghentikan penggunaan
zat psikoaktif akan mengalami putus zat dan ditandai dengan adanya toleransi.
Menurut Hawari40 mekanisme terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan
NAPZA dibagi dalam tiga pendekatan yang berkaitan satu dengan lainnya. Ketiga
pendekatan tersebut adalah :
a. Organobiologik
Beberapa teori yang menjelaskan terjadinya adiksi (ketagihan) dan dependensi
(ketergantungan) pada penyalahgunaan NAPZA antara lain theory
conditioning yang dikemukakan oleh Wikler 41yaitu seseorang akan menjadi ketergantungan terhadap NAPZA apabila ia terus menerus diberi NAPZA
tersebut. Hal ini sesuai dengan teori adaptasi seluler (neuro-adaptation) yang
dikemukakan oleh Edwar et al 42bahwa tubuh akan beradaptasi dengan
menambah jumlah reseptor dan sel-sel saraf akan bekerja keras. Jika NAPZA
dihentikan, sel yang masih bekerja keras tersebut akan mengalami keausan,
yang dari luar tampak sebagai gejala putus NAPZA.
Gejala putus NAPZA ini memaksa seseorang untuk mengulangi pemakaian
NAPZA tersebut. Apabila NAPZA dikonsumsi dengan cara ditelan, diminum,
dihisap, dihirup dan melalui suntikan, maka NAPZA akan sampai susunan
saraf pusat (otak) melalui peredaran darah yang akan mengganggu sistem
transmiter sel-sel saraf otak. Akibat gangguan pada sistem
neuro-transmiter ini terjadilah gangguan mental dan perilaku akibat NAPZA.
b. Psikodinamik
Hasil penelitian Hawari menyebutkan bahwa seseorang akan terlibat
penyalahgunaan sampai ketergantungan NAPZA, apabila pada diri orang
tersebut sudah terdapat tiga faktor yaitu faktor predisposisi; faktor yang
membuat seseorang cenderung menyalahkan NAPZA, faktor kontribusi;
faktor yang membuat sesorang merasa tertekan akibat kondisi keluarga yang
tidak harmonis (disfungsi keluarga) dan faktor pencetus; faktor yang
membuat seseorang terlibat penyalahgunaan NAPZA akibat pengaruh
c. Psikososial
Menurut sudut pandang psikososial, perilaku penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA terjadi akibat negatif dari interaksi tiga kutub sosial
yang tidak kondusif (tidak mendukung ke arah positif); yaitu kutub keluarga,
kutub sekolah/kampus dan kutub masyarakat
Bahaya penyalahgunaan NAPZA terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan
dibuktikan oleh banyak peneliti. Bahaya penyalahgunaan NAPZA tergantung
dari jenis dan cara penggunaannya. Sejak tahun 2000 jenis NAPZA yang
banyak disalahgunakan adalah ganja, amphetamine dan turunannya seperti
heroin, kokain. Menurut Wresniwiro,et al zat yang biasa disuntikkan adalah
morphine, codein, heroin, pethidine, methadone, barbiturate, cocain,
amphetamine, mescadine43
Pada kehamilan penggunaan kokain akan beresiko terjadinya bayi lahir
prematur, berat badan lahir kurang, kehamilan ektopik, mati dalam
kandungan, ukuran janin yang kecil. Bagi ibu hamil, kokain memperbesar
risiko perdarahan, abortus spontaneus dan kurang gizi44. Dampak
penyalahgunaan NAPZA yang paling membahayakan adalah terinfeksi
HIV/AIDS akibat penggunaan jarum suntik tidak steril dan bergantian dan
dalam jangka panjang mengakibatkan pembuluh darah mengempis, abses,
tetanus, hepatitis B dan C, jantung, paru, sembelit dan epidemi HIV.
43 ibid
44
Satya Joewana, Narkoba: Petunjuk Praktis bagi Keluarga untuk Mencegah Penyalahgunaan
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian kriminologis ini
menggunakan dua pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan Yuridis Normatif.
Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan jalan mempelajari,
menelaah norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang berlaku dan berkaitan
dengan masalah yang diteliti. Pendekatan yuridis normative dilakukan dengan
cara melihat, menelaah hukum serta hal yang bersifat teoritis yang menyangkut
asas-asas hukum, sejarah hukum, perbandingan hukum, taraf sinkronisasi yang
berkenaan dengan masalah yang dibahas. Secara operasional pendekatan ini
dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi literatur dan mengkaji beberapa
pendapat dari orang yang dianggap kompeten terhadap masalah
penyalahgunaan narkoba44
b. Pendekatan Yuridis Empiris
Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan jalan melihat kenyataan langsung
dilapangan, baik berupa data, informasi, yang didapat secara obyektif
dilapangan baik berupa data, informasi yang didapat melalui wawancara
dengan warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita
Klas IIA Bandar Lampung dan Dosen Fakultas Hukum Unila yang terkait
dengan permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini.
B. Sumber dan Jenis Data
atau kuesioner dengan masyarakat dan instansi terkait. Adapun sumber data
yang penulis peroleh adalah penulis akan mengkaji dan meneliti sumber data
yang diperoleh dari hasil wawancara responden yang dilakukan pada warga
binaan pemasyarakatan pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA
Bandar Lampung selaku pelaku dari tindak pidana penyalahgunaan narkotika
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan studi pustaka yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
a. Bahan Hukum Primer
2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang bersifat memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer adalah berupa peraturan pelaksana dan
peraturan teknis, keputusan-keputusan Menteri, atau peraturan-peraturan
pemerintah. Dalam skripsi ini data hukum skunder yang digunakan adalah
PP Nomr 32 Tahun 1999 tentang syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan
hak warga binaan pemasyarakatan
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang berguna untuk memberikan
petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder berupa pendapat para sarjana, literatur hukum dan hasil seminar,
dokumentasi, kamus hukum, jurnal ilmiah dan artikel-artikel yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dan diteliti dalam
skripsi ini.
C. Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan
diduga46. Menurut Soerjono Soekanto bahwa populasi adalah sejumlah manusia
atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama. Dalam penulisan
ini yang dijadikan populasi adalah warga binaan pemasyarakatan yang terlibat
kasus narkoba pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandar Lampung.
Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah dengan metode random sampling
yaitu suatu metode pengambilan sampel diambil secara acak terhadap terpidana
narkoba. Berdasarkan metode sampling di atas, maka yang menjadi responden
dalam penelitian ini adalah:
1) Terpidana narkoba asal Lampung = 10 orang
2) Terpidana narkoba pelimpahan dari Rutan Pondok Bambu = 10 orang
3) Petugas Binadik LP Wanita Klas II A Bandar Lampung = 1 orang
4) Akademisi = 2 orang +
Jumlah sampel = 23 orang
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data
Adapun alat pengumpulan data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini
adalah studi pustaka dan studi lapangan. Studi pustaka dilakukan untuk
mendapatkan data sekunder, yang dilakukan dengan jalan mempelajari, menelaah
dan mengutip data dari berbagai buku literature dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan mempunyai hubungan dengan masalah yang dibahas
dalam penelitian ini.
Sedangkan studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer, dengan cara
melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak terkait dalam
penelitian ini. Dalam wawancara tersebut terlebih dahulu dipersiapkan daftar
pertanyaan yang bersifat garis besar saja sebagai pedoman dalam melakukan
wawancara, kemudian pertanyaan-pertanyaan selanjutnya dikembangkan saat
2. Prosedur Pengolahan Data
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data adalah:
a. Editing, yaitu memeriksa data yang diperoleh untuk segera mengetahui
apakah data yang diperoleh itu relevan dan sesuai dengan bahasan.
Selanjutnya apabila ada data yang salah akan dilakukan perbaikan dan
terhadap data yang kurang lengkap akan dilakukan penambahan.
b. Klasifikasi data adalah mengelompokkan data menurut kerangka yang telah
ditetapkan
c. Tabelating data adalah penyusunan data dengan cara memasukkan
angka-angka ke dalam tabel
d. Sistematisasi data adalah penyusunan data secara sistematis yaitu sesuai
dengan pokok bahasan sehingga memudahkan analisis data
E. Analisis Data
Dari keseluruhan data yang telah diolah, maka kegiatan terakhir yang dilakukan
adalah menganalisa data secara deskriptif kualitatif dak kuantitatif. Deskriptif
kualitatif yaitu menguraikan data kedalam bentuk kalimat secara sistematis
berdasarkan kenyataan yang diperoleh dari hasil penelitian dilapangan47, sehingga
memudahkan untuk menarik kesimpulan dalam menjawab permasalahan dalam
penulisan ini. Deskriptif kuantitatif yaitu penelitian dengan memperoleh data yang
berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan
47
Selain itu dalam menarik kesimpulan dalam penulisan skripsi ini menggunakan
cara berfikir induksi. Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik dari suatu
kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individu.
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan
yang bersifat khas dan dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri
dengan pernyataan yang bersifat umum.
Metode berpikir induktif yang digunakan menggunakan penalaran generalisasi
yaitu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena atau peristiwa
khusus untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup
semua fenomena tersebut. Generalisasi dapat diartikan juga sebagai pernyataan
yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar peristiwa. Generalisasi
dibuktikan dengan fakta, contoh data statistik dan lain-lain.
V. PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian kriminologis dan pembahasan yang telah dilakukan
penulis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyalahgunaan narkotika yang
dilakukan oleh wanita pada Lapas Wanita Bandar Lampung dapat dianalisa
dengan menggunakan dua pendekatan. Faktor intrinsik meliputi faktor agama
yaitu kurangnya keimanan wanita menyebabkan wanita terjerumus pada
penyalahgunaan narkotika. Faktor keluarga yaitu wanita yang diperintah
suaminya untuk menjadi kurir maupun adanya wanita yang mengalami
masalah rumah tangga sehingga menjadi depresi dan menggunakan narkotika
untuk menghilangkan stres. Faktor intelegensia yaitu kurangnya kecerdasan
pada wanita sehingga mudah dirayu untuk menggunakan narkotika.
Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi faktor pergaulan/ pengaruh lingkungan
yaitu apabila lingkungan wanita adalah lingkungan pemakai maupun
pengedar menyebabkan wanita mudah terlibat dalam penyalahgunaan
narkotika. Faktor pendidikan yaitu pendidikan yang rendah menyebabkan
daya tangkap dan keilmuan menjadi terbatas. Faktor ekonomi yaitu wanita
kalangan berpunya yang senang menghambur-hamburkan uang untuk
membeli narkotika. Faktor penyebab paling dominan adalah faktor keluarga.
2. Upaya penanggulangan untuk mengatasi penyalahgunaan narkotika yang
dilakukan oleh wanita pada Lapas Wanita Klas II A Bandar Lampung dapat
dilakukan melalui upaya penal dan non penal. Upaya penal dapat dilakukan
dengan memberikan sanksi pidana yaitu 2 tahun sampai dengan 13 tahun
penjara. Ssedangkan upaya non penal dapat dilakukan dengan
penanggulangan secara preventif meliputi upaya melalui pendekatan agama
yaitu orangtua harus menanamkan dasar-dasar agama yang kuat pada anak.
Upaya dari keluarga yaitu keluarga harus selalu harmonis dan upaya dari
lingkungan sosial yaitu masyarakat harus lebih perhatian pada lingkungan
jangan sampai terjadi pesta narkotika
3. Faktor yang menjadi penghambat dalam penanggulangan penyalahgunaan
narkotika yang dilakukan oleh wanita pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita
Bandar Lampung, yaitu faktor hukum itu sendiri yaitu narkotika yang selalu
berkembang dan memunculkan jenis baru menyebabkan terkadang jenis baru
tersebut tidak ada dalam undang-undang sehingga menyulitkan penegak
hukum untuk menhajukan tuntutan. Faktor penegak hukum yaitu kurangnya
kualitas dan kuantitas petugas lapas serta oknum yang memanipulasi barang
bukti. Faktor sarana dan prasarana yang masih kurang memadai seperti sarana
pembinaan pada lapas yang masih kurang serta pusat rehabilitasi yang belum
tersebar di Indonesia. Faktor lingkungan/ masyarakat yaitu kurangnay