• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA METRO DALAM PROGRAM PEMBERIAN SUBSIDI BIAYA PENDIDIKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA METRO DALAM PROGRAM PEMBERIAN SUBSIDI BIAYA PENDIDIKAN"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA METRO DALAM PROGRAM PEMBERIAN SUBSIDI BIAYA PENDIDIKAN

Oleh Soraya Jihan

Kebijakan program pemberian subsidi biaya pendidikan di Pemerintah Kota Metro berpotensi memberi kesempatan kepada usia belajar untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Berdasarkan Perda Kota Metro Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemberian biaya subsidi pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan pendidikan menengah tujuan kebijakan tersebut untuk mewujudkan perluasan akses, pemerataan, peningkatan mutu pendidikan, dan manajemen berbasis sekolah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah kebijakan pemerintah Kota Metro dalam program pemberian subsidi biaya pendidikan dan (2) Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam kebijakan pemerintah Kota Metro dalam program pemberian subsidi biaya pendidikan.

Penelitian hukum ini termasuk jenis penelitian hukum normatif dan empiris. Data yang digunakan data primer dan data sekunder yang setelah dilakukan pengolahan data dilakukan analisis secara deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian bahwa (1) Kebijakan pemerintah Kota Metro dalam program pemberian subsidi biaya pendidikan merupakan program pemerintah daerah Kota Metro untuk mengurangi beban masyarakat dalam mendapatkan pendidikan yang layak dan bermutu yang diberikan untuk TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang telah memenuhi persyaratan sekolah penerima subsidi dalam bentuk Biaya Operasional Manajemen bersumber dari APBD yang dialokasikan pada 8 komponen tujuannya lebih mengutamakan pada perluasan akses dan pemerataan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, serta manajemen berbasis sekolah. (2) Faktor-faktor penghambat kebijakan pemerintah Kota Metro dalam program pemberian subsidi biaya pendidikan antara lain: mekanisme penyaluran dana dari pemerintah daerah ke pihak sekolah sering terlambat, pemerintah daerah Kota Metro masih kurang komunikatif dalam penyampaian informasi yang relevan dan sosilisasi kebijakan subsidi biaya pendidikan kepada masyarakat sehingga masyarakat umum masih banyak yang belum paham dengan program pemberian subsidi biaya pendidikan.

(2)

ABSTRACT

METRO CITY GOVERNMENT POLICIES IN GRANTING SUBSIDY PROGRAM COST OF EDUCATION

By Soraya Jihan

Program policies that subsidize the cost of education in the City Metro potentially provide an opportunity to learn the age to get a quality education. Based on Metro City Regulation No. 10 Year 2008 concerning the provision of pre-school education subsidy cost, basic education and secondary education to realize the policy objectives of the expansion of access, equity, quality improvement of education, and school-based management. The problem in this study were: (1) What is the government's policy of Metro City in a program of subsidizing the cost of education and (2) What factors are a barrier to Metro City in a government policy of subsidizing the cost of educational programs.

The legal research, including the type of normative and empirical legal research. The data used primary data and secondary data after processing the data were then analyzed using qualitative descriptive.

The results of the study that (1) Metro City Government policies in programs that subsidize the cost of education is a program of the local government of Metro City to reduce the burden on the community in getting the proper education and quality given to TK / RA , SD / MI , SMP / MTs , and high school / MA who has met the requirements of schools receiving subsidies in the form of management Operational Costs sourced from the budget allocated to the eight components of the goal more emphasis on expanding access and equity , improving the quality and relevance of education , and school-based management . (2) inhibiting factor in the Metro City government policies that subsidize the cost of education programs , among others : the mechanism for channeling funds from local governments to the school, often too late , the local government of Metro City is still less communicative in the delivery of relevant information and education cost subsidy policy sosilisasi to the community so that the general public are still many who do not understand the programs that subsidize the cost of education.

(3)

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA METRO DALAM PROGRAM PEMBERIAN SUBSIDI BIAYA PENDIDIKAN

Oleh Soraya Jihan

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Moch Rizky dilahirkan di Bandar Lampung 11 Maret 1991, yang merupakan anak ke-tiga dari lima bersaudara pasangan Bapak

Hartoni Effendi dan Ibu Soekowatie.

Peneliti menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Taruna Jaya Bandar Lampung pada Tahun 1997, peneliti menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Perum. Way Halim Bandar Lampung pada Tahun 2003, peneliti menyelesaikan studinya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 25 Bandar Lampung pada Tahun 2006 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bandar Lampung pada Tahun 2009. Dengan mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa akhirnya peneliti diterima di Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui Jalur Mandiri pada Tahun 2010.

Selama mengikuti perkuliahan peneliti aktif mengikuti beberapa kegiatan. Selain itu, pada Tahun 2012 peneliti mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada Tanggal 17 Januari sampai 2 Maret 2013 yang dilaksanakan di Desa Labuhan Ratu VI, Kabupaten Lampung Timur.

Soraya Jihan dilahirkan di Bandar Lampung 11 Juli 1991, yang merupakan anak ke-empat dari empat bersaudara pasangan Bapak Samsul Bahri, S.Sos., M.M. dan Ibu Rosmalia Dewi Sinta W.

Peneliti menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Taman Siswa Bandar Lampung pada Tahun 1998, peneliti menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Talang Bandar Lampung pada Tahun 2004, peneliti menyelesaikan studinya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Bandar Lampung pada Tahun 2006 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bandar Lampung pada Tahun 2009. Dengan mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa akhirnya peneliti diterima di Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui Jalur Mandiri pada Tahun 2009.

(8)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNYA, maka aku persembahkan sebuah karya ini kepada Papa dan Mama yang mendidikku

menjadi anak yang mandiri dan berjiwa besar serta membesarkanku dan mengajarkan arti sabar dan kasih sayang

Saudara-saudaraku Diky Rosul, Nina Larasati, dan Faikha Anisa yang senantiasa menemaniku dengan keceriaan dan kasih sayang

Guru-guruku

Semoga ilmu yang telah kalian berikan dapat berguna bagiku dan menjadi ladang amal bagimu

Sahabat-sahabatku yang selalu hadir menemaniku dalam suka maupun duka

(9)

MOTTO

“Tidak ada harga atas waktu, tapi waktu sangat berharga. Memiliki waktu tidak

menjadikan kita kaya, tetapi menggunakannya dengan baik adalah sumber dari semua kekayaan”

“Kunci sukses adalah kegigihan untuk memperbaiki diri, dan kesungguhan untuk

mempersembahkan yang terbaik dari hidup ini”

“Live your life with your own way”

(Soraya Jihan)

“Tugas kita bukanlah hanya untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena

di dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk keberhasilan dan kesuksesan”

(10)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamien. Segala puji syukur hanyalah milik Allah SWT,

Rabb seluruh Alam yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyeleasaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA METRO DALAM PROGRAM PEMBERIAN SUBSIDI BIAYA PENDIDIKAN.

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(11)

4. Bapak Syamsir Syamsu, S.H., M.H. selaku Pembahas Pertama dan Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H. sebagai Pembahas Kedua yang telah banyak memberikan kritikan, koreksi dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini dapat berjalan dengan baik.

5. Ibu Rehulina, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik selama peneliti menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Masnuni, M.Pd selaku Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Metro, Ibu Evi Roffiyanti, S.H., M.M. selaku Kepala Inspektorat Kota Metro, Bapak Suparni, S.Pd. selaku Kepala SMA Negeri 1 Metro, Bapak Sunanto, S.Pd. selaku Kepala SMP Negeri 1 Metro, Ibu Dra. Imriati selaku Kepala SD Negeri 5 Metro Pusat, dan Ibu Ramlawati selaku Tokoh Masyarakat Kota Metro yang telah meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara demi penelitian skripsi ini.

7. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa disebutkan satu persatu, atas bimbingan dan pengajarannya selama peneliti menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung serta seluruh staf dan karayawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam proses akademis dan kemahasiswaan atas bantuannya selama penyusunan skripsi

(12)

9. Saudara-saudaraku: Diky Rosul, Nina Larasati, dan Faikha Anisa, Kakek dan Nenekku, beserta seluruh keluarga besarku terimakasih atas dukungan

dan do’a yang selama ini telah diberikan.

10. Sahabat-sahabatku: Desva, Ayu, Anis, Ipan, Dede, Moch, Arivan, Aprian, Yosi, Dinda, Adit, Resti, Bela, Nita, Amelia, dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas kebersamaan dan motivasinya.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi peneliti. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata peneliti ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Mei 2014 Peneliti

(13)

DAFTAR ISI

Halaman BAB. I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 11

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 12

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Kebijakan ... 14

2.1.1. Pengertian Kebijakan ... 14

2.1.2. Macam-macam Kebijakan ... 16

2.2. Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah ... 17

2.2.1. Pengertian Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah... 17

2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah ... 19

2.3. Konsep Pelaksanaan Kebijakan Daerah dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah ... 22

2.4. Tinjauan Umum tentang Pengawasan Kebijakan Pemerintah Daerah... 34

2.4.1. Pengertian Pengawasan Kebijakan ... 34

2.4.2. Maksud dan Tujuan Pengawasan Kebijakan ... 35

2.4.3. Macam-macam Pengawasan Kebijakan... 36

2.5. Tinjauan tentang Subsidi Biaya Pendidikan ... 38

2.5.1. Pengertian Subsidi Biaya Pendidikan ... 38

2.5.2. Manfaat Subsidi Biaya Pendidikan ... 39

2.5.3. Tujuan Subsidi Biaya Pendidikan ... 40

BAB. III METODE PENELITAN 3.1. Pendekatan Masalah ... 41

(14)

3.3. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 44

3.3.1. Prosedur Pengumpulan Data ... 44

3.3.2. Prosedur Pengolahan Data ... 45

3.4. Analisis Data ... 45

BAB. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Kota Metro ... 46

4.1.1. Sejarah Singkat Kota Metro ... 46

4.1.2. Visi dan Misi Kota Metro ... 47

4.1.3. Administrasi Pemerintahan Kota Metro ... 48

4.1.4. Demografi Pemerintah Kota Metro... 50

4.1.5. Gambaran Umum Kedaaan Pendidikan di Kota Metro ... 52

4.2. Kebijakan Pemerintah Kota Metro dalam Program Pemberian Subsidi Biaya Pendidikan ... 58

4.2.1. Landasan Filosofis Kebijakan Subsidi Biaya Pendidikan ... 58

4.2.2. Landasan Sosiologis Kebijakan Subsidi Biaya Pendidikan ... 59

4.2.3. Landasan Yuridis Kebijakan Subsidi Biaya Pendidikan... 60

4.2.4. Bentuk Kebijakan Program Pemberian Subsidi Biaya Pendidikan Pemerintah Kota Metro ... 62

4.2.5. Penerima dan Persyaratan Memperoleh Subsidi ... 65

4.2.6. Penganggaran dan Tata Cara Pemberian Subsidi ... 66

4.2.7. Pengawasan, Pemantaun, Evaluasi Dan Laporan Subsidi Biaya Pendidikan ... 73

4.3. Faktor-Faktor Penghambat Kebijakan Pemerintah Kota Metro dalam Program Pemberian Subsidi Biaya Pendidikan ... 74

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 78

5.2. Saran ... 79

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Jumlah Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI, SMP/MTs, SM/MA Tahun 2010-2013 ... 3

Tabel 2. Status Pendidikan Penduduk Berdasarkan Usia dan Kemampuan Membaca dan Menulis Usia 10 Tahun ke Atas ... 4

Tabel 3. Luas Wilayah Administrasi Pemerintahan Kota Metro per kelurahan Tahun 2013 ... 49

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

(17)

DAFTAR GAMBAR

(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bangsa Indonesia dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya sangat ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, teknologi dan sikap profesionalisme tinggi yang dapat dicapai melalui pendidikan. Pendidikan yang baik dapat menghasilkan SDM yang berkemauan dan berkemampuan untuk senantiasa meningkatkan kualitasnya secara terus menerus dan berkesinambungan. Hal ini penting, terutama ketika dikaitkan dengan Sistem Pendidikan Nasional, yang menjelaskan bahwa pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa1.

Sistem pendidikan nasional Indonesia juga menegaskan bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya serta Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20%

1

(19)

2

(dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional2. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.

Suatu kebijakan pendidikan di daerah dalam konteks otonomi daerah dikaitkan dengan kebijakan publik desentralisasi yakni urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan, dan kebijakan pendidikan nasional. Dalam kebijakan pendidikan nasional ada dua hal khusus yang berkenaan dengan hal tersebut adalah pertama menetapkan alokasi dana pendidikan sekurang-kurangnya 20% baik pada APBN dan APBD, kedua

pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan baik setiap warga Negara. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya daya guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga Negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun yang dikenal sebagai wajib belajar sembilan tahun3.

Keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh kemampuan aparat pemerintahan dalam merumuskan program/kebijakan untuk dilaksanakan oleh

2

Ibid. hlm. 14

3

(20)

3

aparat pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat yang ikut serta bersama-sama melaksanakan program/kebijakan yang telah diputuskan, yang harusnya didukung oleh sarana dan prasarana yang ada.

Fenomena yang terjadi di Kota Metro hasil pra survey pendahuluan peneliti berdasarkan informasi dari Dikbudpora Kota Metro serta beberapa tokoh masyarakat dan kepala sekolah bahwa di Kota Metro angka partisipasi murni masih fluktuatif. Berikut ini adalah tabel angka partisipasi murni Kota Metro dari Tahun 2010 sampai 2013.

Tabel 1. Jumlah Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI, SMP/MTs, SM/MA Tahun 2010-2013

INDIKATOR TAHUN

2010 2011 2012 2013

Angka Partisipasi Murni

a. PAUD - - - -

b. TK/RA - - - -

c. SD/MI 99,53 101,62 102,39 102,39

d. SMP/MTs 83,69 86,30 82,29 82,29

e. SM/MA 59,50 62,23 63,64 63,64

Sumber: Dikbudpora Kota Metro 2010-2013

(21)

4

usia 7-12 Tahun (SD/MI), usia 13-15 (SMP/MTs) dan usia 16-18 (SMA/MA) serta kemampuan membaca dan menulis usia 10 Tahun ke atas di Kota Metro.

Tabel 2. Status Pendidikan Penduduk Berdasarkan Usia dan Kemampuan Membaca dan Menulis Usia 10 Tahun ke Atas

T

Berdasarkan data tabel 2 dapat diketahui bahwa dalam bidang pendidikan status pendidikan penduduk usia 7-12 Tahun (TK), usia 7-12 Tahun (SD), usia 13-15 (SMP) dan usia 16-18 (SMA) serta dalam hal status pendidikan masih sekolah serta kemampuan membaca dan menulis usia 10 Tahun ke atas di Kota Metro meningkat dalam beberapa tahun terakhir walaupun angka status siswa tidak bersekolah lagi dan tingkat buta huruf masih cukup tinggi. Hal ini menunjukkan kebijakan program pemberian subsidi biaya pendidikan di Pemerintah Kota Metro dalam mewujudkan perluasan akses dan pemerataan, serta peningkatan mutu dan relevansi pendidikan perlu dilakukan sebuah evaluasi menganai pelaksanaan tujuan pokok kebijakan program pemberian subsidi biaya pendidikan tersebut.

(22)

5

program pemberian subsidi biaya pendidikan. Sebagaian masyarakat masih menilai bahwa untuk memperoleh pendidikan pada jenjang TK, SD, SMP dan SMA masih dipungut biaya operasional pendidikan yang dibebankan kepada peserta didik melalui komite sekolah. Perspektif masyarakat ini beranjak dari adanya beberapa sekolah yang tidak mendapatkan subsidi biaya pendidikan dari pemerintah daerah Kota Metro sehingga biaya operasional sebagian masih dibebankan kepada peserta didik.

Ketentuan dalam Pasal 9 Perda Nomor 10 Tahun 2008 disebutkan bahwa “sekolah yang diberi subsidi biaya Pendidikan adalah sekolah yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana tertuang dalam Perda tersebut”, sedangkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) Perda Nomor 10 Tahun 2008 disebutkan bahwa “sekolah swasta yang tidak mengikuti program subsidi pendidikan tidak diberikan bantuan subsidi biaya pendidikan”. Selain sosialisasi yang belum optimal kepada pihak sekolah serta warga masyarakat tentang kebijakan subsidi biaya pendidikan tersebut, masyarakat Kota Metro juga masih kurangnya dorongan kesadaran dalam memperhatikan anaknya untuk memperoleh pendidikan sampai jenjang yang lebih tinggi sehingga masih terdapat jumlah anak usia sekolah yang tidak bersekolah.

(23)

6

Kebijakan pemerintah daerah Kota Metro dalam pelaksanaan program pemberian subsidi biaya pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah di Kota Metro ini berorientasi dalam hal peningkatan pendidikan anak-anak usia sekolah, sehingga tingkat buta huruf atau tidak bersekolah dapat berkurang. Program pemberian subsidi biaya pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah di Kota Metro pada awal pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemberian subsidi biaya pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah di Kota Metro. Hal ini sesuai dengan visi dan misi pemerintah Kota Metro.

Visi Kota Metro yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yaitu “Metro Menuju Kota Pendidikan yang Unggul dan Masyarakat Sejahtera”.

Sesuai dengan Visi Kementrian Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Kemendiknas Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Pendidikan Nasional 2009-2014 yaitu “Insan Indonesia Cerdas Komprehensif, Kompetitif, dan Bermartabat (Insan Kamil/Insan Paripurna)4”.Sejalan dengan Visi Kementerian Pendidikan Nasional dan Visi Kota Metro tersebut Dinas Pendidikan kota Metro pada tahun 2015 ingin mewujudkan “Pendidikan Unggul, Berwawasan Global, Berbudaya dan Berakhlak Mulia”. Atas dasar Visi Kota Metro dan Visi Pendidikan Kebudayaan, Pemuda dan Olah raga Kota Metro tersebut maka Misi Pendidikan Kota Metro sebagai berikut :

a. Mewujudkan pendidikan berkualitas yang berakar pada budaya dan akhlak mulia.

4

(24)

7

b. Mewujudkan pendidikan berwawasan global berbasis teknologi informasi. c. Mengembangkan potensi kebudayaan, pemuda dan olahraga.

d. Mengembangkan dan menggali potensi seni dan budaya daerah. e. Mewujudkan layanan prima pendidikan5.

Kebijakan pemerintah Kota Metro dalam pelaksanaan program pemberian subsidi biaya pendidikan yang membuat dan melaksanakan program tersebut yang bukan hanya untuk siswa wajib belajar 9 tahun sebagaimana program nasional tetapi juga pada SMA. Selain itu pemberian subsidi ini bukan hanya sekolah negeri tetapi juga sekolah swasta dan madrasah. Program subsidi biaya pendidikan merupakan salah satu program perwujudan visi dan misi Pemerintah Kota Metro sebagai kota pendidikan. Dalam program tersebut disalurkan bantuan dana pendidikan secara langsung kepada satuan pendidikan untuk membiayai kegiatan operasional satuan pendidikan mulai dari tingkat SD sampai tingkat SMA. Alokasi penggunaan dan mekanisme pengelolaan dana tersebut harus sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan dan standar pengelolaan. Khusus di Kota Metro, bantuan subsidi biaya pendidikan telah sampai pada tingkat SMA/MA dalam bentuk Bantuan Operasional Daerah (BOSDA) dan dana rutin yang dianggarkan melalui APBD Kota Metro.

Pemberian subsidi biaya pendidikan dimaksudkan untuk mengurangi beban masyarakat/orang tua siswa dalam mendapatkan pendidikan yang layak dan bermutu. Subsidi biaya pendidikan juga bertujuan untuk membantu biaya penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didik/orang tua peserta didik yang

5

(25)

8

berkaitan dengan proses belajar mengajar dan kegiatan pembangunan sekolah. Subsidi biaya pendidikan tersebut merupakan bantuan dalam bentuk dana yang diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk keperluan pembebasan dan atau pembayaran Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP), buku dan biaya proses belajar mengajar bagi setiap peserta didik sekolah yang secara nyata terdaftar selaku peserta didik pada lembaga/sekolah penerima subsidi.

Tujuan kebijakan program pemberian subsidi biaya pendidikan di Pemerintah Kota Metro sebagaimana termaksud dalam Perda Nomor 10 Tahun 2008 adalah untuk mewujudkan perluasan akses, pemerataan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, melalui proses penyelenggaraan pembelajaran yang bermutu pada tingkat pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah, mendorong sekolah penerima subsidi, melaksanakan manajemen berbasis sekolah dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pendidikan pra sekolah pendidikan dasar dan menengah, memotivasi dan melanjutkan upaya reformasi pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah.

(26)

9

warga masyarakat usia sekolah dan mengantisipasi kesenjangan masyarakat khususnya hak untuk memperoleh pendidikan dan sebagai warga masyarakat dalam mengisi kemerdekaan bahagian dari upaya pencerdasan Bangsa.

Kebijakan program pemberian subsidi biaya pendidikan di Pemerintah Kota Metro berpotensi untuk mengurangi beban masyarakat sebagai peserta didik atau orang tua peserta didik dan memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada usia belajar guna mendapatkan layanan pendidikan yang layak dan bermutu, namun penggunaan subsidi biaya pendidikan belum membiayai beberapa hal yang dibutuhkan sesuai petunjuk teknis dan masih ada beberapa kegiatan yang tidak masuk dalam pendanaan sesuai juknis, selain itu pencairan dana sering terlambat dan nilai dana yang cair tidak sesuai dengan yang dianggarkan.

(27)

10

a. Pemerintah daerah administrasi diharapkan dapat berfungsi dengan baik dan tidak memboroskan uang rakyat.

b Pemerintah daerah dapat menjalankan fungsinya berdasarkan norma dan etika moralitas pemerintahan yang berkeadilan.

c. Aparatur pemerintah daerah mampu menghormati legitimasi konvensi konstitusional yang mencerminkan kedaulatan rakyat.

d. Pemerintah daerah memiliki daya tanggap terhadap berbagai variasi yang berkembang dalam masyarakat6.

Kebijakan program pemberian subsidi biaya pendidikan di Pemerintah Kota Metro menitik beratkan pada pencapaian tujuan sesuai dengan maksud dan tujuan kebijakan program pemberian subsidi biaya pendidikan sebagaimana tertuang dalam maksud dan tujuan Perda Nomor 10 Tahun 2008 itu sendiri yakni perluasan akses dan pemerataan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, serta manajemen berbasis sekolah tingkat pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Kebijakan Pemerintah Kota Metro dalam Program Pemberian Subsidi Biaya Pendidikan”.

6

(28)

11

1.2. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1.2.1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah kebijakan pemerintah Kota Metro dalam program pemberian subsidi biaya pendidikan?

b. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam kebijakan pemerintah Kota Metro dalam program pemberian subsidi biaya pendidikan?

1.2.2. Ruang Lingkup

(29)

12

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah Kota Metro dalam program pemberian subsidi biaya pendidikan.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam kebijakan pemerintah Kota Metro dalam program pemberian subsidi biaya pendidikan.

1.3.2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis:

a. Kegunaan Teoritis

1). Diharapkan hasil penelitian ini berguna bagi perkembangan ilmu hukum khususnya hukum administrasi negara.

2). Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk dijadikan arah penelitian lebih lanjut pada masa yang akan datang.

b. Kegunaan Praktis

1). Bagi Pemerintah, dapat memberikan masukan bagi pemerintahan Kota Metro agar daerah tersebut kedepanya lebih baik dan pemerintah setempat lebih memperhatikan dan meningkatkan pendidikan masyarakat.

(30)

13

(31)

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum tentang Kebijakan

2.1.1. Pengertian Kebijakan

Perumusan sebuah kebijakan hendaknya didasarkan pada analisis kebijakan yang baik sehingga dapat menghasilkan kebijakan yang baik. Analisis dilakukan tampa mempunyai pretense untuk menyetujui atau menolak suatu kebijakan. Menurut Winarno ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam konsep kebijakan antara lain :

a) fokus utamanya adalah mengenai penjelasan kebijakan bukan mengenai anjuran kebijakan yang pantas.

b) sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan-kebijakan diselidiki dengan teliti dan dengan menggunakan metodelogi ilmiah.

c) Konsep kebijakan dilakukan dalam rangka mengembangkan teori-teori umum yang dapat diandalkan tentang kebijakan-kebijakan dan pembentukannya, sehingga dapat diterapkanya terhadap lembaga-lembaga dan bidang-bidang kebijakan yang berbeda. Dengan demikian kebijakan dapat bersifat ilmiah dan relevan bagi masalah-masalah administratif dan sosial1.

1

(32)

15

Merujuk pada teori William Dunnmendefinisikan kebijakan sebagai berikut: “the process of producing knowledge of and in policy process” (aktifitas

menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan)2.

“Menurut Tilaar dan Nugroho menjelaskan bahwa kebijakan pendidikan merupakan salah satu input yang penting dalam perumusan visi dan misi pendidikan. Bahkan seterusnya program-program pendidikan yang telah diuji cobakan atau dilaksanakan merupakan masukan bagi administratif kebijakan yang pada gilirannya akan lebih memperhalus atau mempertajam visi dan misi pendidikan3”.

Berdasarkan uraian mengenai pengertian definisi kebijakan yang telah dikemukakan perlu diberikan batasan tentang konsep kebijakan yang kaitanya dengan pendidikan. Kebijakan pendidikan sebagai suatu prosedur yang rasional untuk menelaah secara kritis isu-isu pendidikan sehingga menghasilkan pemikiran terbaik yang merupakan informasi bagi elevator dalam merumuskan kebijakan.

“Menurut Nugroho R. Memberikan pengertian bahwa kebijakan dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi. Sedangkan menurut Thomas R. Dy menjelaskan bahwa kebijakan adalah apa saja yang dilakukan maupun tidak dilakukan oleh pemerintah. (public policy is whatever government choose to do or not to do)”.

Menurut Carl J. Frederick menerangkan kebijakan adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan, dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

2

Ibid. hlm. 27

3

(33)

16

Dalam teori Anderson, kebijakan adalah kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga atau badan pemerintah. Berbagai implikasi dari pengertian di atas adalah, bahwa kebijakan memiliki karakteristik sebagai berikut :

a) Selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan suatu tindakan yang berorientasi tujuan.

b) Berisi tindakan-tindakan atau pola tindakan pejabat pemerintah. c) Merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah.

d) Bersifat posistif dalam arti suatu tindakan hanya dilakukan dan negatif dalam arti keputusan itu bermaksud untuk tidak melakukan sesuatu.

e) Kebijakan itu didasarkan pada peraturan atau perundang-undangan yang bersifat memaksa4.

2.1.2. Macam-macam Kebijakan

Macam-macam kebijakan dapat ditinjau dari pembuatnya yakni pusat dan daerah. a) Kebijakan Pusat yakni dibuat oleh pemerintah atau lembaga negara di pusat

untuk mengatur seluruh waega negara dan selueuh wilayah Indonesia.

b) Kebijakan Daerah yakni dibuat oleh pemerintah atau lembaga Daerah untuk mengatur daerahnya msing-masing.

Kebijakan menurut sifatnya dibagi atas kebijakan bersifat distributif, ekstraktif dan regulatif.

a) Kebijakan bersifat distributif yakni membagi dan mengalokasikan sumber-sumber material yang telah didapatkan tersebut kepada masyarakat luas. Contoh: Kebijakan pemerintahah memberi kartu sehat kepada pendudduk kurang mampu.

b) Kebijakan bersifat ekstraktif yakni berupa penyerapan sumber-simber material dari mesyarakat luas.

4

(34)

17

Contoh: Kebijakan bea cukai tembakau.

c) Kebijakan bersifat regulative yakni kebijakan yang isisnya sejumlah peraturan dan kewajiban yang haeus dipatuho oleh waega negara maupun penyelenggara untuk menciptakan ketertiban, kelancaran.

Contoh: Kebijakan UMR.

Jenis Kebijakan antara lain: 1) Peraturan

2) Undang-undang

3) Tindakan-tindakan pemerintah 4) Program pemerintah

2.2. Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah

2.2.1. Pengertian Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah

Implementasi menurut teori Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier mengatakan bahwa:

“Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atas kejadian-kejadian”5.

Implementasi secara sederhana diartikan pelaksanaan atau penerapan. Browne dan Wildavsky mengemukakan bahwa:

“implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”. Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi

5

(35)

18

apa yang oleh Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk

memberikan pelayanan atau mengatur prilaku kelompok sasaran (target group)6.

Berdasarkan uraian mengenai kedua pendapat tentang pengertian implementasi, perlu diberikan batasan. Implementasi adalah pelaksanaan dari apa yang telah ditetapkan dan menerima segala akibat/dampak setelah dilaksanakan tersebut. Proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan mutlak, antara lain:

a. Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan;

b. Target groups, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran, dan diharapkan dapat menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan;

c. Unsur pelaksana (implementor), baik organisasi atau perorangan, yang bertanggungjawab dalam pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan dari proses implementasi tersebut7.

Merujuk pada teori Budi Winarno menyatakan bahwa:

“implementasi kebijakan pemerintah daerah dibatasi sebagai menjangkau tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu pemerintah dan individu-individu swasta (kelompok-kelompok) yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijaksanaan sebelumnya8”.

Tahapan implementasi kebijakan pemerintah daerah yang menempatkan kebijakan dalam pengaruh berbagai faktor dalam rangka pelaksanaan kebijakan itu sendiri. Disini akan dapat dipahami, bagaimana kinerja dari suatu kebijakan, bagaimana

(36)

19

isi yang berinteraksi dengan kelompok sasaran dan bagaimana sejumlah faktor yang berasal dari lingkungan (politik, sosial dan lain-lainnya) berpengaruh pada pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah.

2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah

Beberapa faktor dalam implementasi kebijakan pemerintah daerah, Haw Widjaja memberikan gambaran dalam bentuk bagan atas determinan kinerja implementasi kebijakan pemerintah daerah. Dijelaskan bahwa ada 4 faktor yang saling berinteraksi yang berfokus pada kinerja kebijakan, faktor tersebut secara berturut-turut adalah: 1) isi kebijakan, 2) political will, 3) karakteristik kelompok sasaran, dan 4) dukungan lingkungan9.

Keberhasilan implementasi kebijakan pemerintah daerah akan ditentukan oleh banyak faktor, dan masing-masing faktor tersebut saling berhubungan satu sama lain. untuk memperkaya pemahaman kita tentang berbagai faktor yang terlibat didalam implementasi, maka dari itu ada pembatasan dalam penelitian. Secara garis besar faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam pelaksanaan subsidi biaya pendidikan menjadi dua faktor yaitu:

a. Faktor Pendukung

Faktor pendukung adalah segala sesuatu yang menyebabkan implementasi itu dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

9

(37)

20

b. Faktor Penghambat

Faktor penghambat adalah segala sesuatu yang menyebabkan implementasi itu tidak dapat berjalan dengan baik atau terhambat dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai.

Faktor ini menurut Edwards menjelaskan bahwa implementasi kebijakan pemerintah daerah dipengaruhi oleh empat faktor penting. Berdasarkan teori Edwards dapat menjadi faktor pendukung apabila semua berjalan dengan lancar tetapi apabila tidak maka akan menjadi faktor penghambat. Faktor-faktor tersebut tersebut yakni: (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain10.

Implementasi kebijakan pemerintah daerah yang berspektif top down

dikembangkan oleh George C. Edward menanamkan implementasi kebijakan dengan direct dan indirectimpact on implementation. Terdapat empat faktor yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan yaitu:

a. komunikasi b. sumberdaya c. disposisi

d. struktur birokrasi11

Menurut Mazmanian dan Sabatier ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan daerah, yakni:

1) Karakteristik dari masalah sosial

10

Ibid. 36

11

(38)

21

a) Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan. Di satu pihak ada beberapa masalah sosial secara teknis mudah dipecahkan, dipihak lain terdapat masalah-masalah sosial yang relatif sulit dipecahkan, seperti kemiskinan, pengangguran, korupsi, dan sebagainya. Oleh karena itu, sifat masalah itu sendiri akan memengaruhi mudah tidaknya suatu program diimplementasikan.

b) Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran. Ini berarti bahwa suatu program akan relatif mudah diimplementasikan apabila kelompok sasarannya heterogen, maka implementasi program akan relatif lebih sulit, karena tingkat pemahaman setiap anggota kelompok sasaran terhadap program relatif berbeda.

c) Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi.sebuah program akan relatif sulit implementasikan apabila sasaranya mencakup semua populasi. Sebaliknya sebuah program relatif mudah diimplementasikan apabila jumlah kelompok sasarannya tidak terlalu besar.

d) Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program yang bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif mudah diimplementasikan daripada program yang bertujuan untuk mengubah sikap dan prilaku masyarakat.

2) Karakteristik kebijakan/Undang-undang/Peraturan Daerah

a) Kejelasan isi kebijakan. Ini berarti semakin jelas dan rinci isi sebuah kebijakan akan mudah diimplementasikan karena implementor mudah memahami dan menterjemahkan dalam tindakan nyata.

b) Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis.kebijakan yang memiliki dasar teoritis memiliki sifat lebih mantap karena sudah teruji, walaupun untuk beberapa lingkungan sosial tertentu perlu ada modifikasi.

c) Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut.

d) Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana.kegagalan program sering disebabkan kurangnya koordinasi vertikal dan horizontal antarinstansi yang terlibat dalam implementasi program.

e) Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana. f) Tingkat komitmmen aparat terhadap tujuan kebijakan

g) seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan. Suatu program yang memberikan peluang luas bagi masyarakat untuk terlibat akan relatif mendapat dukungan daripada program yang tidak melibatkan masyarakat.

3) Variabel lingkungan

(39)

22

menerima program-program pembaruan dibanding dengan masyarakat yang masih tertutup dan tradisional.demikian juga, kemajuan teknologi akan membantu dalam proses keberhasialan implementasi program, karena program-program tersebut dapat disosialisasikan dan diimplementasikan dengan bantuan teknologi modern.

b) Dukungan terhadap sebuah kebijakan. Kebijakan yang memberikan insentif biasanya mudah mendapatkan dukungan publik. Sebaliknya kebijakan yang bersifat dis-intsentif, seperti kenaikan BBM, atau kenaikan pajak akan kurang mendapatkan dukungan publik.

c) Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups) kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat memengaruhi implementasi kebijakan.

2.3. Konsep Pelaksanaan Kebijakan Daerah dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah

2.3.1. Pengertian dan Tujuan Otonomi Daerah

Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 ayat (5) menjelaskan bahwa pengertian otonomi derah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani “autos” yang berarti sendiri dan

(40)

23

sendiri. Beberapa pendapat ahli mengemukakan bahwa otonomi daerah sebagai berikut12:

a). F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.

b). Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.

c). Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.

Pendapat lain dikemukakan oleh Philip Mahwood bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat, otonomi daerah merupakan suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda13.

Merujuk pada pengertian otonomi daerah tersebut, dengan kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harus dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas.

12

Syaukani, dkk. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Cetakan ke-6. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2005. hlm. 22

13

(41)

24

Ketentuan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan dari rumusan di atas, dapat dianlaisis bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :

1). Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

2). Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.

3). Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.

(42)

25

Penyelenggaraan otonomi daerah di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ada beberapa asas yang digunakan. Adapun asas-asas untuk menyelenggarakan otonomi daerah (pemerintahan daerah), pada dasarnya ada 4 (empat), yaitu : 1). Sentralisasi yaitu sistem pemerintahan di mana segala kekuasaan dipusatkan

di pemerintah pusat.

2). Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3). Dekonsentrasi yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

4). Tugas Pembantuan yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah propinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

a. Sentralisasi

Sentralisasi adalah sistem pemerintahan di mana segala kekuasaan dipusatkan di pemerintah pusat, dan memiliki beberapa karakteristik sistem pemerintahan yakni menjadi landasan kesatuan kebijakan lembaga atau masyarakat, persamaan dalam perundang-undangan, pemerintahan dan pengadilan sepanjang meliputi kepentingan seluruh wilayah dan bersifat serupa, mengutamakan umum daripada kepentingan daerah, golongan atau perorangan, masalah keperluan umum menjadi beban merata dari seluruh pihak, daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan meskipun hal tersebut belum merupakan suatu kepastian14.

b. Desentralisasi

Keberadaan dan pelaksanaan desentralisasi di Indonesia menjadi penting ketika kekuasaan pusat menyadari semakin sulit untuk mengendalikan sebuah negara

14

(43)

26

secara penuh dan efektif. Desentralisasi sendiri berasal dari bahasa latin yaitu de

yang berarti lepas dan centrum yang berarti pusat. Dengan demikian maka desentralisasi berarti melepas atau menjauh dari pusat. Hoogerwerf sebagaimana dikutip oleh Sarundajang mengemukakan bahwa:

“Desentralisasi adalah sebagai pengakuan atau penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah yang secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sendiri mengambil keputusan pengaturan dan pemerintahan, serta struktur kewenangan yang terjadi dari hal itu15”.

Pasal 1 butir 7 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintatran Daerah menjelaskan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam Sistem Negara Kesatuan Republik lndonesia.

c. Dekosentrasi

Dekosentralisasi adalah pelimpahan wewenang administratif dari pemerintah pusat kepada pejabatnya yang berada pada wilayah negara di luar kantor pusatnya. Dalam konteks ini yang dilimpahkan adalah wewenang administrasi belaka bukan wewenang politik. Wewenang politik tetap dipegang oleh pemerintah pusat.

“Rondinelli menjelaskan bahwa dekosentrasi adalah penyerahan sejumlah kewenangan atau tanggungjawab administratif kepada cabang departemen atau badan pemerintahan yang lebih rendah. Menurut Walfer menjelaskan bahwa dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang pada pejabat atau kelompok pejabat yang diangkat oleh pemerintah pusat dalam wilayah administrasi, sedangkan Henry Maddick menjelaskan dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang untuk melepaskan fungsi-fungsi tertentu kepada pejabat pusat yang berada di luar kantor pusat. Oleh karena itu dekosentrasi hanya menciptakan local state government atau field administration/ wilayah administrasi16”.

15

lrwan Soejito. Hubangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Rineka Cipta. Jakarta. 1990. hlm. 25

16

(44)

27

Dalam dekosentrasi yang dilimpahkan hanya kebijakan administrasi saja, sedangkan kebijakan politiknya tetap berada pemerintah pusat, oleh karena itu pejabat yang diserahi pelimpahan wewenang tersebut adalah pejabat yang mewakili pemerintah pusat di wilayah kerja masing-masing atau pejabat pusat yang ditempatkan di luar kantor pusatnya. Pejabat tersebut adalah pejabat pusat yang bekerja di daerah, yang bersangkutan diangkat oleh pemerintah pusat bukan dipilih oleh rakyat yang dilayani. Pejabat tersebut bertanggungjawab kepada pejabat yang mengangkatnya. Konsekuensinya, pejabat daerah yang dilimpahi wewenang bertindak atas nama pemerintah pusat. Dalam Pasal 1 butir 8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

d. Tugas Pembantuan

Selain asas desentralisasi dan dekosentrasi, dalam penyelenggaraan pemerintah daerah di lndonesia dikenal juga apa yang disebut dengan asas pembantuan (medebewind). Di Negara Belanda medebewind diartikan sebagai pembantu penyelenggaraan kepentingan-kepentingan dari pusat atau daerah-daerah yang tingkatanya lebih atas oleh perangkat daerah yang lebih bawah. Tugas pembantuan diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintahan yang lebih atas kepada pernerintah daerah di bawahnya berdasarkan undang-undang. Oleh karena itu medebewind sering disebut juga dengan sertatantra/tugas pembantuan.

(45)

28

kepada daerah yang tingkatanya lebih rendah agar menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga daerah yang tingkatanya lebih atas17.

Prinsip pemberian otonomi seluas-luasnya kepada masyarakat, diberlakukan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Yang dimaksud dengan pemberian prinsip otonomi yang nyata adalah bahwa kewenangan, tugas dan tanggung jawab pemerintahan daerah dilaksanakan berdasarkan kondisi obyektif suatu daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah bahwa penyelenggaraan otonomi daerah oleh pemerintah daerah di masing-masing daerah pada dasarnya adalah untuk mewujudkan tujuan otonomi daerah sebagai bagian dari tujuan nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penyelenggaraan otonomi daerah tidak boleh dilepaskan dari tujuan otonomi daerah yakni mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan oleh karena itu, senantiasa harus memperhatikan apa yang menjadi kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat di daerah masing-masing.

2.3.2 Peran Hukum Administrasi Negara dalam Pelaksanaan Kebijakan Daerah

Secara umum kebijakan administrasi daerah merupakan bagian dari lingkup administrasi Negara yakni suatu proses yang bersangkutan dengan pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah, pengarahan kecakapan dan teknik-teknik kebijakan, memberikan arah dan maksud terhadap masyarakat.

17

(46)

29

Menurut L.J. Van Apeldoorn menjelaskan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan yang hendaknya diperhatikan oleh para pendukung kekuasaan penguasa yang diserahi tugas pemerintahan itu18.

“Peran Hukum Administrasi negara dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, yakni fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Ketiga fungsi ini saling berkaitan satu sama lain. Fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah jelas berkaitan erat dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan pada akhirnya norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat19”.

Pemberian kewenangan yang luas bagi pemerintah merupakan konsekuensi logis, termasuk memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menciptakan berbagai instrumen yuridis sebagai sarana untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan.

Adapun fungsi hukum administrasi negara dalam pelaksanaan kebijakan subsidi biaya pendidikan di Pemerintah Daerah yakni sebagai hukum dasar yang mengatur segala tindakan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat maupun tindakan-tindakan yang dilakukan pejabat daerah atau institusi satu ke institusi lainnya untuk menjalankan kepemerintahan daerah dalam rangka evaluasi dan pengawasan pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah, hukum administrasi disebut juga hukum bergerak yang artinya segala sesuatu kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan daerah secara sempit maupun secara luas tunduk terhadap hukum administrasi, dan dalam hal ini bebrapa pengertian menurut

18

Syaukani, dkk. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Cetakan ke-6. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2005. hlm. 19

19

(47)

30

ephistimologi dan pengerti yang diberikan oleh para ahli mengenai hukum administrasi negara secara sempit maupun secara luas. Dalam menjalankan tugas tersebut, pejabat administrasi negara dibatasi oleh azas-azas umum pemerintahan yang baik (Good Governance).

2.3.3. Konsep Good Governance dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah terhadap Pelaksanaan Kebijakan Daerah

Konsep dari good governance adalah interaksi dan kerjasama yang baik dan berkesinambungan dalam berbagai bidang antara pihak pemerintah dan masyarakaat serta elemen lain yang terkait guna terciptanya suatu segara pemerintahan yang terbuka dan transparan untuk mewujudkan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang baik. Untuk itu dalam membangun tata pemerintahan yang baik (good governance), keterbukaan pihak pemerintah merupakan salah satu fondasinya.

(48)

31

“Menurut Sadu Wasistiono mengemukakan bahwa tuntutan adanya good

governance ini timbul karena adanya penyimpangan dalam

penyelenggaraan demokratisasi sehingga mendorong kesadaran warga negara untuk menciptakan negara atau negara baru untuk mengawasi jalannya pemerintahan agar tidak menyimpang dari tujuan semula. Tuntutan untuk mewujudkan administrasi Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan dapat diwujudkan dengan mempraktekan good governance20”.

Implementasi good governance sebagai usaha mewujudkan pemerintahan yang baik dan partisipatoris dalam pelaksanaan kebijakan subsidi biaya pendidikan di Pemerintah Daerah adalah dengan mengembalikan fungsi negara atas penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat. Masyarakat harus diberi akses dan ruang untuk berperan dalam pembuatan produk kebijakan dan kinerja badan-badan pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan subsidi biaya pendidikan di Pemerintah Daerah. Hal ini yang mendasari lahirnya dasar hukum yang kuat bagi masyarakat tentang hak atas informasi-inforrnasi pelaksanaan kebijakan di Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Pemerintah yang terbuka secara otomatis akan terbentuk tata pemerintahan yang transparan, terbuka dan peran serta masyarakat secara aktif dalam seluruh proses pengelola kenegaraan termasuk seluruh proses pengelolaan sumber daya kepegawaian sejak dari proses pengambilan keputusan, pelaksanaan serta evaluasinya. Agar peran yang dijalankan masyarakat dapat berjalan dengan baik maka masyarakat harus dapat memberdayakan diri dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menciptakan kerjasama yang baik sehingga dapat tercipta suatu kerjasama yang aktif dan berkesinambungan. Dalam hal ini pemerintah

20

(49)

32

harus dapat melahirkan kebijakan-kebijakan yang dapat mendorong terciptanya hal lersebut bagi masyarakat dalam menjalankan peranannya.

Beberapa definisi baik mengenai good governance telah dikemukakan oleh para ahli ataupun instittsi, yaitu: governance sebagai pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan, penyelenggaraan dan pemerintahan. Good governance

yaitu tata pemerintahan yang baik merupakan tradisi dan institusi dimana otoritas di dalam suatu negara dilaksanakan untuk kepentingan bersama. Hal ini meliputi (i) proses dimana otoritas dimana tersebut dipilih, dimonitor dan diganti, (ii) kapasitas dari pemerintah untuk mengelola sumber dayanya secara efektif dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan, (iii) penghargaan masyarakat dan negara kepada lembaga lernbaga yang mengelola interaksi ekonomi dan negara.

2.3.4. Perwujudan Good Governance dalam Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Daerah

Pemerintahan yang baik (good governance) adalah pemerintahan yang mampu mempertanggungjawabkan segala sikap, perilaku dan kebijakan yang dibuat secara politik, hukum, maupun ekonomi dan membuka kesempatan masyarakat untuk melakukan pengawasan (segara). Sebagai perwujudan konkrit dari implementasi good governance di daerah adalah:

a. Pemerintah daerah administrasi diharapkan dapat berfungsi dengan baik dan tidak memboroskan uang rakyat.

(50)

33

c. Aparatur pemerintah daerah mampu menghormati legitimasi konvensi konstitusional yang mencerminkan kedaulatan rakyat.

d. Pemerintah daerah memiliki daya tanggap terhadap berbagai variasi yang berkembang dalam masyarakat.

Good Governance berkaitan dengan tata penyelenggaran pemerintahan yang baik. Pemerintahan sendiri dapat diartikan secara sempit dan luas. Dalam arti sempit penyelenggaraan pemerintahan yang baik bertalian dengan pelaksanaan fungsi administrasi negara. Otonomi juga hendak mengubah atau mereform warna government yang bertitik tekan pada otoritas kepada governance yang betitik tekan pada interaksi di antara pemerintah dan masyarakat. Di dalam kerangka pelaksaan otonomi daerah, maka haruslah disadari makna filsofi atau prinsip yang harus diterapkan ialah sharing of power, distribution of income dan empowering of regional administration, dan ini semua adalah di dalam kerangka mencapai the ultimate goal of autonomy ialah kemandirian daerah terutama kemandirian masyarakat. Ini berarti bagaimana daerah memiliki kewenangan bukan sekedar penyerahan urusan untuk menyelenggarakan pemerintah daerah21”.

Penyelenggaraan good governance terdapat tiga domain yang terlibat di dalamnya yaitu pemerintahan, swasta dan masyarakat. Untuk menyelenggarakan good governance diperlukan adanya pembagian peran yang jelas dari masing-masing domain tersebut, apabila sebelumnya sumber-sumber kewenangan berpusat pada pemerintah sebagai institusi tertinggi yang mewakili segara, maka secara bertahap telah dilakukan transfer kewenangan dan tanggungawab kepada institusi di luar pemerintah pusat. Transfer kewenangan dan tanggungjawab ini dilakukan dalam rangka desentralisasi.

Era otonomi daerah ini, dengan bergesernya pusat-pusat kekuasaan dan meningkatnya operasionalisasi dan berbagai kegiatan lainya di daerah maka

21

(51)

34

konsekuensi logis pergeseran tersebut harus diiringi dengan meningkatnya good governance di daerah. Sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah secara lebih lengkap dan jelas memuat prinsip tentang good governance.

2.4. Tinjauan Umum tentang Pengawasan Kebijakan Pemerintah Daerah

2.4.1. Pengertian Pengawasan Kebijakan

Pengawasan kebijakan secara umum merupakan suatu bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak yang dibawahnya terhadap suatu kebijakan pemerintah. Istilah pengawasan dalam bahasa Indonesia asal katanya adalah “awas” sehingga pengawasan merupakan kegiatan mengawasi, dalam arti melihat sesuatu dengan seksama.

“Pengertian pengawasan kebijakan sebagaimana diungkapkan oleh Sarwoto antara lain pengawasan kebijakan merupakan kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki. Sedangkan menurut George R. Terry mengungkapkan pengertian pengawasan kebijakan adalah pengawasan untuk menetukan kebijakan yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atas kebijakan, dan untuk menjamin agar hasil kebijakan sesuai dengan rencana22”.

Pengawasan kebijakan pemerintah daerah merupakan suatu upaya agar apa yang telah direncanakan oleh pemerintah daerah sebelumnya diwujudkan dalam waktu yang telah ditentukan sesuai dengan program daerah serta untuk mengetahui kelemahan-kelemahan dan kesulitan dalam pelaksanaannya, sehingga berdasarkan pengamatan-pengamatan tersebut dapat diambil suatu tindakan tertentu guna memperbaikinya, demi tercapainya tujuan utama kebijakan pemerintah daerah.

22

(52)

35

2.4.2. Maksud dan Tujuan Pengawasan Kebijakan a. Maksud Pengawasan Kebijakan

Pada pelaksanaan kebijakan dan untuk mencapai tujuan kebijakan pemerintah yang telah direncanakan maka perlu ada pengawasan kebijakan, karena dengan pengawasan tersebut serta tujuan yang akan dicapai yang dapat dilihat dengan tujuan kebijakan yang akan dicapai yang dapat dilihat dengan berpedoman rencana yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pemerintah sendiri.

Pada prinsipnya pengawasan kebijakan sangat penting dalam melaksanakan pekerjaan dan tugas pemerintahan, sehingga pengawasan kebijakan diadakan dengan maksud untuk:

1). Mengetahui jalannya kebijakan, apakah lancar atau tidak.

2). Memperbaiki kesalahan-kesalahan kebijakan yang dibuat dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru.

3). Mengetahui apakah penggunaan budget kebijakan yang telah ditetapkan dalam rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah direncanakan.

4). Mengetahui pelaksanaan kebijakan sesuai dengan program (fase tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam rencana atau tidak.

5). Mengetahui hasil kebijakan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam rencana.

b. Tujuan Pengawasan Kebijakan

(53)

36

diambil tindakan korektif yang perlu. Tujuan utama pengawasan kebijakan adalah untuk mengetahui kesalah-kesalahan yang terjadi demi perbaikan dimasa yang akan datang sehingga dapat dijadikan pedoman untuk pelaksanaan kegiatan selanjutnya.

2.4.3. Macam-macam Pengawasan Kebijakan

Pengawasan kebijakan daerah yang dilaksanakan oleh badan-badan pemerintah daerah yang bertingkat lebih tinggi terhadap badan-badan yang lebih rendah. Untuk pengawasan kebijakan dapat dikemukakan alasan-alasan sebagai berikut: a. Koordinasi: mencegah atau mencari penyelesaian konflik/perselisihan

kepentingan.

b. Pengawasan kebijakan: disesuaikannya kebijakan dari aparat pemerintah yang lebih rendah terhadap yang lebih tinggi.

c. Pengawasan kualitas: kontrol atas kebolehan dan kualitas teknis pengambilan keputusan dan tindakan-tindakan aparat pemerintah yang lebih rendah.

d. Perlindungan hak dan kepentingan warga: dalam situasi tertentu mungkin diperlukan suatu perlindungan khusus untuk kepentingan dari seorang warga.

Ada beberapa bentuk pengawasan kebijakan, antara lain:

1). Pengawasan Langsung dan Tidak Langsung

a). Pengawasan Langsung

(54)

37

b). Pengawasan Tidak Langsung

Pengawasan tidak langsung diadakan dengan mempelajari laporan yang diterima dari pelaksana baik lisan maupun tertulis, mempelajari pendapat masyarakat dan sebagainya tanpa pengawasan on the spot.

2). Pengawasan Represif dan Preventif

a). Pengawasan Represif

Pengawasan represif, yaitu pengawasan yang dilakukan kemudian, keputusan-keputusan badan-badan yang bertingkat lebih rendah akan dicabut kemudian apabila bertentengan dengan undang-undang atau kepentingan umum.

b). Pengawasan Preventif

Pengawasan preventif, yaitu pengawasan yang dilakukan sebelumnya atau pengawasan terhadap keputusan-keputusan dari aparat pemerintah yang lebih rendah yang dilakukan sebelumnya. Pengawasan preventif merupakan suatu proses untuk menentukan apa yang harus dikerjakan, apa yang sedang dikerjakan, nilai proses dan hasil pelaksanaan pekerjaan atau tugas, melakukan koreksi-koreksi atas kesalahan-kesalahan atau sesuai rencana sebagainya.

(55)

38

pengevaluasian untuk menjaga agar seluruh kegiatan tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai.

Pengawasan preventif sangat penting untuk memastikan bahwa apa telah dilaksanakan sesuai dengan rencana (memberikan petunjuk pada para pelaksana agar selalu bertindak sesuai dengan perencanaan), penempatan orang-orangnya sudah tepat (the right men in the right place) dan waktunya sudah sesuai. Jika belum maka akan diadakan perbaikan agar tujuan dapat tercapai.

2.5. Tinjauan tentang Subsidi Biaya Pendidikan

2.5.1. Pengertian Subsidi Biaya Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara23.

Definisi pendidikan secara teoritis menurut M. Munadi dan Barnawi menyatakan bahwa “Pendidikan adalah hidup, pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu”24

.

23

Muhammad Munadi dan Barnawi. Kebijakan Publik Di Bidang Pendidikan. Jogjakarta: Ar-ruz. 2011. hlm. 18

24

(56)

39

Subsidi biaya pendidikan secara harfiah subsidi biaya pendidikan adalah bantuan dalam bentuk dana yang diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk keperluan pembebasan dan atau pembayaran Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP), buku dan biaya proses belajar mengajar bagi setiap murid sekolah yang secara nyata terdaftar selaku peserta didik pada lembaga/sekolah penerima subsidi25. Pemberian subsidi biaya pendidikan dimaksudkan untuk mengurangi beban masyarakat / orang tua siswa dalam mendapatkan pendidikan yang layak dan bermutu. Subsidi biaya pendidikan juga bertujuan untuk membantu biaya penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didik/orang tua peserta didik yang berkaitan dengan proses belajar mengajar dan kegiatan pembangunan sekolah.

2.5.2. Manfaat Subsidi Biaya Pendidikan

a) Menjamin tersedianya lahan, sarana dan prasarana pendidikan.

b) Pendidikan, tenaga kependidikan, dan biaya operasional penyelenggaraan dengan pembagian beban tugas dan tanggung jawab sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan yang mengantur pendidikan.

c) Menopang terselenggaranya dan suksesnya wajib belajar sembilan tahun. d) Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh warga

masyarakat usia sekolah dan mengantisipasi kesenjangan masyarakat khususnya hak untuk memperoleh pendidikan dan sebagai warga masyarakat dalam mengisi kemerdekaan bahagian dari upaya pencerdasan Bangsa26.

25

Muhammad Munadi dan Barnawi. Op. Cit. hlm. 24

26

Gambar

Tabel 1. Jumlah Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI, SMP/MTs, SM/MA Tahun 2010-2013
Tabel 2. Status Pendidikan Penduduk Berdasarkan Usia dan Kemampuan Membaca dan Menulis Usia 10 Tahun ke Atas

Referensi

Dokumen terkait

Hasil evaluasi akhir menunjukkan bahwa 80% peserta pelatihan mampu menguasai teknik yang dilatihkan, sehingga dapat dikatakan bahwa program pelatihan pembuatan nata de

Kegiatan pemutahiran data pemilih banyak berkaitan dengan PPK, PPS dan Pantarlih maka aktivitas penggerakan dalam penelitian ini lebih diarahkan pada tindakan –

 Konsep diri sosial yaitu suatu identitas kolektif yang menyangkut hubungan interpersonal dan aspek identitas yang berasal dari keanggotaan dalam kelompok yang lebih besar dan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diharapkan dapat menjadi implikasi bagi konselor sekolah dalam membuat program bidang pribadi sosial dengan

Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam mengenai permasalahan tersebut dengan judul “Hukum Menuduh Kafir

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pada tugas akhir ini akan dirancang dan direalisasikan Prototipe Penggerak Atap Kanopi Otomatis Menggunakan Sensor Cahaya,

Aplikasi mobile-smarthome ini merupakan aplikasi yang digunakan untuk memudahkan pemilik rumah untuk dapat memantau, mengendalikan pintu,alarm, kunci, kendali kamera dengan

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak - kanak , Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama,