• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN BAWANG MERAH DI KABUPATEN TANGGAMUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN BAWANG MERAH DI KABUPATEN TANGGAMUS"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

ANALYSIS OF ONION FARMING AND MARKETING IN TANGGAMUS REGENCY

By

Reza Kesuma1, Wan Abbas Zakaria2, Suriaty Situmorang2

This study aims to analyze: (1) onion farm cost, acceptance, and income (2) efficiency of onion marketing system. Research was conducted in Tanggamus Regency which chosen purposively and total of samples was 35 farmers and 16 traders in marketing system. Sampling methods of farmers was used by census method, whereas the sampling method of marketing system was used by snowball method. Data collection was conducted in October 2014 until February 2015. Analysis methods used in this research are the analysis of quantitative (statistical) and qualitative (descriptive). The research results showed that (1) onion farm in Tanggamus Regency economically advantageous, base on the value of total cost R/C ratio > 1, on the first crop season of 1,73, and the second crop season of 1,64. (2) the marketing system of the onion in Tanggamus was not efficient due to the margin profit ratio in each marketing organization have not spread evenly. The value of the producer section was quite large, with appromiximately 61,5%-76,9%, but the value difference in each marketing organization was too large.

Key words: onion farming, marketing

1

Student of Department of Agribusiness, College of Agriculture, University of Lampung 2

(2)

ABSTRAK

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN BAWANG MERAH DI KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

Reza Kesuma1, Wan Abbas Zakaria2, Suriaty Situmorang2

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani bawang merah. (2) Menganalisis efisiensi sistem pemasaran bawang merah. Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Tanggamus yang ditentukan secara sengaja dan jumlah sampel sebanyak 35 orang petani dan 16 orang pedagang perantara dalam lembaga pemasaran. Metode pengambilan sampel petani dilakukan dengan menggunakan metode sensus, sedangkan metode pengambilan sampel lembaga pemasaran dilakukan menggunakan metode snowball. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 hingga Februari 2015. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis kuantitatif (statistik) dan kualitatif (deskriptif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Usahatani bawang merah di Kabupaten Tanggamus menguntungkan secara ekonomi, yang dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya total > 1, yaitu pada musim tanam pertama (MT I) sebesar 1,73, dan pada musim tanam kedua (MT II) sebesar 1,64. (2) Sistem pemasaran bawang merah di Kabupaten Tanggamus belum efisien, karena rasio profit marjin (RPM) di tiap lembaga pemasaran belum tersebar merata. Nilai pangsa produsen (PS) sudah cukup besar, yaitu sekitar 61,5%-76,9%, tetapi selisih harga di tiap lembaga pemasaran masih terlalu besar.

Kata kunci: usahatani bawang merah, pemasaran

1

Mahasiswa Jurusan Agribisni, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2

(3)

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN

BAWANG MERAH DI KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

REZA KESUMA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN BAWANG MERAH DI KABUPATEN TANGGAMUS

(Skripsi)

Oleh REZA KESUMA

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

Gambar Halaman 1. Harga bawang merah di tingkat petani, pedagang besar,

danpengecer di Kabupaten Tanggamus tahun 2013 …... 10 2. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian“Analisis Usahatani

dan Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Tanggamus, 2014”... 36 3. Pola tanam bawang merah di Kabupaten Tanggamus ………. 68 4. Saluran pemasaran bawang merah di Kabupaten Tanggamus…... 83

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR... xvi

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Kegunaan Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 13

A. Tinjauan Pustaka ... 13

1. Tinjauan Agronomis Bawang Merah ... 13

2. Budidaya Bawang Merah ... 15

3. Konsep Usahatani ... 25

4. Teori Pendapatan Usahatani ... 26

5. Konsep Pemasaran ... 27

B. Kajian Penelitian Terdahulu ... 32

C. Kerangka Pemikiran ... 33

III. METODE PENELITIAN ... 37

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 37

B Lokasi, Responden dan Waktu Penelitian ... 41

C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ... 42

D. Metode Analisis Data ... 42

1. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah ... 43

2. Analisis Efesiensi Sistem Pemasaran Bawang Merah ... 44

a. Struktur pasar ... 44

b. Perilaku pasar ... 44

(7)

(4) Marjin pemasaran dan rasio profit marjin ... 46

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 49

A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus ... 49

1. Keadaan Geografi ... 49

2. Keadaan Topografi ... 50

B. Keadaan Umum Kecamatan Gisting ... 51

C. Keadaan Umum Kecamatan Gunung Alip ... 53

D. Keadaan Umum Kecamatan Kota Agung Timur ... 56

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Keadaan Umum Petani Responden ... 59

1. Umur Petani Responden ... 59

2. Tingkat Pendidikan Petani ... 60

3. Jumlah Tanggungan Keluarga ... 61

4. Pekerjaan Sampingan Petani ... 62

5. Pengalaman Berusahatani ... 63

6. Luas Lahan Usahatani ... 64

7. Status Kepemilikan Lahan ... 65

B. Keragaan Usahatani Bawang Merah ... 67

1. Pola Tanam Bawang Merah di Kabupaten Tanggamus ... 67

2. Kegiatan Budidaya Bawang Merah di Kabupaten Tanggamus ... 68

3. Penggunaan Sarana Produksi ... 70

C. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah ... 77

D. Analisis Pemasaran Bawang Merah ... 80

1. Struktur Pasar ... 80

2. Perilaku Pasar ... 81

3. Keragaan pasar ... 82

a. Saluran pemasaran ... 82

b. Harga, biaya dan volume penjualan ... 85

c. Pangsa produsen ... 86

d. Marjin pemasaran dan rasio profit marjin ... 87

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93

(8)
(9)
(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Proyeksi Kebutuhan dan Konsumsi Bawang Merah Nasional

tahun 2012- 2015 ... 2 2. Produksi bawang merah menurut Provinsi tahun 2009-2013 ... 4 3. Produksi dan luas lahan bawang merah menurut Kabupaten/ Kota

di Provinsi Lampung (ton) tahun 2012 ... 5 4. Produksi, luas panen dan produktivitas bawang merah per

Kecamatan di Kabupaten Tanggamus tahun 2013 ... 7 5. Perkembangan harga bawang merah di tingkat petani, pedagang

besar, dan pengecer di Kabupaten Tanggamus, bulan juli-desember

tahun 2013 ... 8 6. Sebaran penduduk menurut pekon berdasarkan jenis kelamin di

Kecamatan Gisting tahun 2012 ... 52 7. Penggunaan lahan pertanian di Kecamatan Gisting tahun 2012 ... 53 8. Sebaran penduduk menurut pekon berdasarkan jenis kelamin di

Kecamatan Gunung Alip tahun 2012 ... 54 9. Penggunaan lahan pertanian di Kecamatan Gunung Alip

tahun 2012 ... 55 10. Sebaran penduduk menurut pekon berdasarkan jenis kelamin di

Kecamatan Kota Agung Timur tahun 2012 ... 57 11. Penggunaan lahan pertanian di Kecamatan Kota Agung Timur

tahun 2012 ... 58 12. Sebaran petani bawang merah berdasarkan kelompok umur

(11)

di Kabupaten Tanggamus tahun 2015 ... 62 15. Sebaran petani berdasarkan pekerjaan di luar usahatani bawang merah

di Kabupaten Tanggamus tahun 2015 ... 63 16. Sebaran petani berdasarkan pengalaman berusahatani bawang merah

di Kabupaten Tanggamus tahun 2015 ... 64 17. Sebaran petani berdasarkan luas lahan usahatani bawang merah

di Kabupaten Tanggamus tahun 2015 ... 65 18. Status kepemilikan lahan petani bawang merah di Kabupaten

Tanggamus ... 66 19. Rata-rata jenis bibit yang digunakan dan biaya penggunaan bibit

oleh petani bawang merah musim tanam pertama di Kabupaten

Tanggamus tahun 2015 ... 71 20. Rata-rata jenis bibit yang digunakan dan biaya penggunaan bibit

oleh petani bawang merah musim tanam kedua di Kabupaten

Tanggamus, 2015………. 71

21. Rata-rata jenis pupuk yang digunakan dan biaya penggunaan Pupuk oleh petani bawang merah musim tanam pertama di

Kabupaten Tanggamus, 2015 ... 72 22. Rata-rata jenis pupuk yang digunakan dan biaya penggunaan

pupuk oleh petani bawang merah musim tanam kedua di

Kabupaten Tanggamus, 2015……….. 73 23. Rata-rata jenis pestisida yang digunakan dan biaya penggunaan

pestisida oleh petani bawang merah musim tanam pertama di

Kabupaten Tanggamus, 2015……….. 74 24. Rata-rata jenis pestisida yang digunakan dan biaya penggunaan

pestisida oleh petani bawang merah musim tanam kedua di

Kabupaten Tanggamus, 2015………. 75

25. Rata-rata jenis penggunaan tenaga kerja yang digunakan dan Biaya oleh petani bawang merah musim tanam pertama di

Kabupaten Tanggamus, 2015………. 76

26. Rata-rata jenis penggunaan tenaga kerja yang digunakan dan biaya oleh petani bawang merah musim tanam kedua di

(12)

27. Rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan R/C usahatani bawang merah per luas lahan 0,58 ha di Kabupaten

Tanggamus musim tanam pertama bulan Maret –Juni

tahun 2015………... 78

28. Rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan R/C usahatani bawang merah per luas lahan 0,58 ha di Kabupaten

Tanggamus musim tanam kedua bulan Juli–Oktober

tahun 2015 ……… 79 29. Pangsa produsen di setiap saluran pemasaran bawang merah di

Kabupaten Tanggamus ... 86 30. Analisis marjin pemasaran bawang merah saluran I musim tanam

pertama (MT I) di Kabupaten Tanggamus ... 88 31. Analisis marjin pemasaran bawang merah saluran I musim tanam

kedua (MT II) di Kabupaten Tanggamus ... 89 32. Analisis marjin pemasaran bawang merah saluran II musim tanam

pertama (MT I) di Kabupaten Tanggamus ... 90 33. Analisis marjin pemasaran bawang merah saluran II musim tanam

kedua (MT II) di Kabupaten Tanggamus ... 90 34. Identitas petani bawang merah di Kabupaten Tanggamus ... 98 35. Biaya sewa lahan usahatani bawang merah di Kabupaten

Tanggamus ... 99 36. Penggunaan bibit petani bawang merah di Kabupaten

Tanggamus ... 100 37. Pengunaan pupuk petani bawang merah di Kabupaten

Tanggamus ... 101 38. Penggunaan pestisida petani bawang merah di Kabupaten

Tanggamus ... 102 39. Biaya pestisida petani bawang merah di Kabupaten Tanggamus ... 103 40. Pengunaan dan biaya tenaga kerja usahatani bawang merah di

Kabupaten Tanggamus ... 105 41. Biaya penyusutan alat usahatani bawang merah di Kabupaten

(13)

bawang merah per luas lahan 0,66 ha pada MT I di Kabupaten

Tanggamus ... 120 44. Rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan R/C usahatani

bawang merah per luas lahan 0,66 ha pada MT II di Kabupaten

Tanggamus ... 121 45. Identitas responden pedagang pengumpul/pengecer/besar bawang

merah di Kabupaten Tanggamus ... 122 46. Jumlah penjualan dan harga bawang merah dari petani ke pedagang

pengumpul ... 123 47. Jumlah penjualan dan harga bawang merah dari petani ke pedagang

pengecer ... 124 48. Jumlah penjualan dan harga bawang merah dari pedagang

pengumpul ke pedagang pengecer ... 125 49. Jumlah penjualan dan harga bawang merah dari pedagang

pengecer ke konsumen ... 126 50. Biaya pemasaran petani bawang merah di Kabupaten

Tanggamus ... 127 51. Biaya pemasaran pedagang pengumpul bawang merah di

Kabupaten Tanggamus ... 128 52. Biaya pemasaran pedagang pengecer bawang merah di

Kabupaten Tanggamus ... 129 53. Marjin pemasaran bawang merah dansharesaluran pertama musim

tanam pertama ... 130 54. Marjin pemasaran bawang merah dansharesaluran pertama musim

tanam kedua ... 131 55. Marjin pemasaran bawang merah dansharesaluran kedua musim

tanam pertama ... 132 56. Marjin pemasaran bawang merah dansharesaluran kedua musim

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 8 Juli tahun 1992 dari pasangan Bapak Kesuma Lardy A.K (alm) dan Ibu Liswirda Saleh, S.H., sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah Dasar di SDN 2 Perumnas Way Halim, Bandar Lampung 2004, kemudian menyelesaikan studi tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMPN 29 Bandar Lampung pada tahun 2007, melanjutkan studi tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Perguruan Tinggi Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis, melalui jalur Ujian Mandiri (UM).

(15)
(16)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah

memberikan nikmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi

Besar kita Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap

kehidupan, juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis Usahatani dan Pemasaran

Bawang Merah di Kabupaten Tanggamus”, banyak pihak yang telah

memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun.

Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak

terhingga nilainya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sebagai Pembimbing Pertama, atas

bimbingan, motivasi, masukan, arahan, saran, dan nasihat yang telah

diberikan selama penyelesaian skripsi ini.

2. Ir. Suriaty Situmorang, M.Si., sebagai Pembimbing Kedua, atas bimbingan,

motivasi, masukan, arahan, saran, dan nasihat yang telah diberikan selama

(17)

4. Keluargaku tercinta, ibuku tersayang Liswirda Saleh, S.H., dan kakakku

Randy Kesuma, S.P., dan seluruh keluarga yang selalu memberikan

dukungan, do’a dan semangat selama ini kepadaku terkait dengan

penyelesaian skripsi.

5. Dr. Ir. Dewangga Nikmatullah, M.S., selaku Pembimbing Akademik, atas

bimbingan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.

6. Dr. Ir. Fembriarti E. Prasmatiwi, M.S., selaku Ketua Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung, atas arahan, bantuan dan nasihat

yang telah diberikan.

7. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung, atas arahan, bantuan dan nasihat yang telah diberikan.

8. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis, atas semua ilmu yang telah

diberikan selama penulis menjadi mahasiswa di Universitas Lampung.

9. Karyawan-karyawan di Jurusan Agribisnis, Mba Iin, Mba Ayi, Mas Bukhari,

Mas Sukardi, dan Mas Boim, atas semua bantuan yang telah diberikan.

10. Patrisella Noviyana, S.H., yang telah memberi motivasi, do’a, masukan,

saran, dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi.

11. Teman-temanAgribisnis 2010, Yoandra, Deby, Danny I, Dani P (tebe),

Dimash, Ikbal Kasogi, Rizky Ramadhan, Seta, Andhika Praditya S, Riza

Arviansyah, Kholis, Wayan, Vega, Fitri, Hani, Ova, Dwi, Sinta, Aya, Hasni,

(18)

Eli, dan seluruh teman Agribisnis 2010 lainnya, terimakasih atas bantuan,

doa, semangat, dan kebersamaan selama ini.

12. Kakak-adik Agribisnis 2006 – 2014, terima kasih atas segala bantuannya.

13. Almamater tercinta dan seluruh pihak yang telah membantu dalam

menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah

diberikan dan memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua. Semoga

karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Allah SWT

penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, Februari 2016

Penulis,

(19)
(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share

sebesar 14,9 % pada tahun 2010-2013 terhadap PDB Nasional (BPS, 2013).

Sub- sektor pertanian terdiri dari perkebunan, peternakan, perikanan,

hortikultura, dan tanaman pangan (Deptan, 2012). Sebagian besar pendapatan

masyarakat Indonesia berasal dari sektor pertanian, sehingga sektor pertanian

di Indonesia harus terus dikembangkan demi keberlangsungan hidup

masyarakat. Pembangunan pertanian juga dihadapkan pada perubahan

lingkungan strategis baik domestik maupun internasional, yang dinamis

sehingga menuntut produk pertanian yang mampu berdaya saing di pasar

global. Dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian

Indonesia, dibutuhkan efisiensi dalam sistem produksi, pengolahan dan

pengendalian mutu serta kesinambungan produk yang didukung oleh upaya

promosi dan pemasaran untuk peningkatan daya saing tersebut.

Tanaman hortikultura memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan

(21)

makanan dan hiasan rumah tangga, seperti sayuran, buah-buahan, tanaman

hias, tanaman obat, dan lain-lain.

Salah satu contoh tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomis yang

cukup tinggi adalah bawang merah. Bawang merah merupakan komoditi yang

digunakan untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari, yaitu sebagai bahan

bumbu masakan. Hal tersebut menyebabkan permintaan akan bawang merah

terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk khususnya di

Indonesia (Suparman, 2007), seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Proyeksi kebutuhan dan konsumsi bawang merah nasional Indonesia 2012- 2015

No. Komponen Tahun

2012 2013 2014 2015

1. Total permintaan (1000 ton) 904,0 922,5 942,2 963,4

2. Total produksi (1000 ton) 960,1 997,5 1037,4 1080,1

3. Marketing surplus (1000 ton) 56,1 74,9 95,2 116,7

Sumber : Bappenas, 2014

Tabel 1 menunjukkan bahwa kebutuhan dan konsumsi bawang merah di

Indonesia tiap tahun selalu mengalami kenaikan. Pada tahun 2012 permintaan

bawang merah mencapai 904 ribu ton, dan produksi mencapai sebesar 960,1

ribu ton, sehingga surplus mencapai 56,1 ribu ton. Kemudian pada tahun 2013

permintaan bawang merah mencapai 922,5 ribu ton, dan produksinya mencapai

997,5 ribu ton, sehingga surplus mencapai 74,9 ribu ton. Tabel 1 menyatakan

bahwa masyarakat Indonesia tidak terlepas akan kebutuhan bawang merah

(22)

3

di Indonesia. Hal tersebut yang membuat komoditi bawang merah memiliki

peranan yang cukup penting bagi kebutuhan masyarakat.

Asosiasi Perbenihan Bawang Merah Indonesia (APBMI) memprediksi

produksi bawang merah di Indonesia pada bulan Januari tahun 2014 akan

melimpah. Oleh karena itu pemerintah diminta tidak ceroboh dalam membuka

keran impor bawang merah. Wakil Ketua Asosiasi Perbenihan Bawang Merah

Indonesia (APBMI) menyatakan bahwa puncak panen bawang merah

berlangsung pada bulan Januari - Februari mendatang. Bahkan sebagian petani

di Nganjuk dan Probolinggo sudah mulai memanen komoditas pertanian

tersebut. Jika pemerintah terus mengandalkan kebijakan impor, dia khawatir

semangat petani menanam bawang terus surut.

APBMI mengusulkan tahun depan Indonesia tak perlu mengimpor bawang

merah dari Cina. Meski ongkos produksi bertambah dari Rp 70 juta menjadi

Rp 80 juta per hektar, luas lahan terus bertambah dan harga benih semakin

murah, namun harga bawang merah di tingkat petani menurun menjadi Rp

10.000 - Rp 14.000 per kilogram. Harga ini lebih rendah dari ongkos produksi

per kilogram yang mencapai Rp 15.000. Harga bawang menurun karena

sejumlah perusahaan makanan mengimpor bawang merah. Perkembangan

produksi bawang merah dalam negeri (Indonesia) selama periode 2009-2013

(23)

Tabel 2. Produksi bawang merah menurut Provinsi (ton), tahun 2009-2013

Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013

Aceh 2,868 3,615 2,600 4,385 3,710

Sumatera Utara 12,655 9,413 12,440 14,156 8,305 Sumatera Barat 21,985 25,085 32,442 35,838 42,791

Riau - - - - 12

Jambi 1,813 1,402 7,994 6,850 1,010

Sumatera Selatan 17 74 37 18 19

Bengkulu 938 602 506 606 345

Lampung 300 360 705 416 218

Bangka Belitung - - - 21

-Kepulauan Riau - - 1 -

-DKI Jakarta - - - -

-Jawa Barat 123,587 116,396 101,273 115,896 115,585 Jawa Tengah 406,725 506,357 372,256 381,813 419,472 DI. Yogyakarta 19,763 19,950 14,407 11,855 9,541 Jawa Timur 181,490 203,739 198,388 222,862 243,087

Banten 668 351 421 1,228 1,836

Bali 11,554 10,981 9,319 8,666 7,977

Nusa Tenggara Barat

133,945 104,324 78,300 100,989 101,682

Nusa Tenggara Timur

16,602 3,879 2,436 2,061 3,100

Kalimantan Barat - - - -

-Kalimantan Tengah - - - 1 56

Kalimantan Selatan 17 - 7 - 53

Kalimantan Timur 122 35 15 75 46

Sulawesi Utara 6,918 5,963 5,005 5,301 1,354 Sulawesi Tengah 6,490 10,301 10,824 7,272 4,400 Sulawesi Selatan 13,246 23,276 41,710 41,238 44,034

Sulawesi Tenggara 657 646 121 200 46

Gorontalo 405 240 172 200 229

Sulawesi Barat 881 348 280 406 134

Maluku 167 398 484 432 470

Maluku Utara 237 151 185 190 121

Papua Barat 327 477 107 109 16

Papua 787 199 680 943 620

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2014

Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi bawang merah di Provinsi Lampung

cukup fluktuatif. Pada tahun 2009 produksi bawang merah sebesar 300 ton,

(24)

5

tahun 2011, yaitu sebesar 705 ton. Kemudian pada tahun 2012 dan 2013

produksi bawang merah mengalami penurunan yaitu sebesar 416 ton dan 218

ton.

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa produksi bawang merah di Provinsi

Lampung menunjukkan kenaikan dan penurunan yang signifikan, karena

permintaan akan bawang merah cenderung lebih tinggi dibandingkan

produksinya. Hal ini menyebabkan Provinsi Lampung masih melakukan impor

bawang merah dari Pulau Jawa untuk memenuhi kebutuhannya (Lampost,

2013). Selanjutnya, sentra produksi bawang merah di Provinsi Lampung juga

masih terbatas, seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi, luas lahan bawang merah, dan produktivitas bawang merah menurut kabupaten/ kota di Provinsi Lampung (ton), 2012

No Kabupaten/ kota Produksi Luas panen Produktivitas

(ton) (Ha) (ton/ha)

1 Lampung Barat 169 12 14.1

2 Tanggamus 183 21 8.7

3 Lampung Selatan - -

-9 Pesawaran 62 5 12.4

10 Pringsewu 2 1 2

11 Mesuji - -

-12 Tulang Bawang Barat - -

-13 Bandar Lampung - -

-14 Metro - -

-Jumlah 416 39 10.6

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013

Tabel 3 menunjukkan bahwa produksi bawang merah tertinggi berada di

(25)

merupakan wilayah yang dapat dikembangkan lagi dalam memproduksi

bawang merah demi memenuhi kebutuhan akan bawang merah khususnya di

Provinsi Lampung. Berdasarkan Tabel 3 juga diketahui bahwa di Provinsi

Lampung memiliki wilayah yang memproduksi bawang merah hanya terdapat

di beberapa kabupaten saja, sedangkan di kabupaten lain tidak memproduksi

bawang merah sama sekali. Kebanyakan petani yang sebelumnya melakukan

usahatani bawang merah pindah untuk melakukan usahatani komoditi yang

lain, karena usahatani bawang merah memerlukan biaya produksi yang cukup

besar dan lebih beresiko gagal panen, sehingga petani tidak mau mengambil

resiko yang terlalu besar.

Akan tetapi, sampai saat ini masih ada beberapa petani yang masih melakukan

usahatani bawang merah, khususnya di Kabupaten Tanggamus. Oleh karena

itu perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah mengenai masih kurangnya

minat petani dalam melakukan kegiatan usahatani bawang merah, karena pada

kenyataannya Provinsi Lampung masih melakukan impor dari Pulau Jawa

untuk memenuhi kebutuhan bawang merah. Produksi, luas panen, dan

produktivitas bawang merah per kecamatan di Kabupaten Tanggamus tahun

(26)

7

Tabel 4. Produksi, luas panen dan produktivitas bawang merah per kecamatan di Kabupaten Tanggamus, 2013

No Kecamatan Luas panen Produksi Produktivitas

(Ha) (ton) (Ha)

Jumlah 25 120 13.6

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tanggamus, 2013

Tabel 4 menunjukkan bahwa produksi bawang merah tersebar di 3 kecamatan

di Kabupaten Tanggamus, yaitu Kecamatan Gisting, Kecamatan Kota Agung

Timur, dan Kecamatan Gunung Alip. Data pada Tabel 4 juga menjelaskan

bahwa ketiga kecamatan tersebut, (Kecamatan Gisting, Kecamatan Gunung

Alip, dan Kecamatan Kota Agung Timur) merupakan wilayah yang masih

memiliki potensi yang cukup baik dalam usahatani bawang merah. Dengan

adanya wilayah yang keadaan topografinya cukup mendukung tersebut, maka

(27)

memanfaatkan dan mengembangkan wilayahnya dalam melakukan usahatani

bawang merah, sehingga bisa menghasilkan produksi yang diinginkan,

sehingga dapat menjadi solusi atas masalah pemenuhan kebutuhan bawang

merah di Provinsi Lampung. Selanjutnya, minat petani untuk produksi bawang

merah di provinsi Lampung dipengaruhi juga oleh perkembangan harga

jualnya. Tabel 5 menunjukkan perkembangan harga bawang merah di Provinsi

Lampung pada tahun 2013.

Tabel 5. Perkembangan harga bawang merah di tingkat petani, pedagang besar, dan pengecer di Kabupaten Tanggamus, bulan Juli-Desember tahun 2013

pengecer M1 M2 M3

Juli 1 12,000 13,000 14,400 1,000 1,400 2,400

2 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000

3 10,500 11,500 12,400 1,000 900 1,900

4 8,000 8,500 9,600 500 1,100 1,600

Agustus 1 6,500 7,000 8,000 500 1,000 1,500

2 7,000 8,000 9,000 1,000 1,000 2,000

3 7,000 8,000 9,000 1,000 1,000 2,000

4 6,000 7,000 8,000 1,000 1,000 2,000

September 1 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000

2 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000

3 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000

4 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000

Oktober 1 6,000 7,000 8,000 1,000 1,000 2,000

2 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000

3 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000

4 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000

November 1 5,500 6,000 6,800 500 800 1,300

2 7,000 8,000 9,000 1,000 1,000 2,000

3 9,000 10,000 11,000 1,000 1,000 2,000 4 9,000 10,000 11,000 1,000 1,000 2,000 Desember 1 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000 2 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000 3 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000 4 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000 CV 0.1986 0.1866 0.1731 0.1801 0.0966 0.1071

(28)

9

Keterangan :

M1 = margin harga di tingkat petani dengan harga di tingkat pedagang besar M2 = margin harga di tingkat pedagang besar dengan harga di tingkat pengecer M3 = margin harga di tingkat petani dengan harga di tingkat pedagang

pengecer

CV = coefisien variasi

Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat 3 pelaku pasar bawang merah di Provinsi

Lampung, yaitu petani, pedagang besar, dan pengecer. Harga bawang merah di

Kabupaten Tanggamus yang diterima oleh 3 pelaku pasar pada bulan Juli

sampai bulan Desember tahun 2013 cukup variatif dan fluktuatif. Contohnya,

harga yang diterima petani pada bulan Juli tahun 2013 di minggu pertama

adalah sebesar Rp. 12.000, kemudian harga yang diterima oleh pedagang besar

sebesar Rp. 13.000, dan harga yang diterima oleh pedagang pengecer pada

waktu yang sama adalah Rp. 14.400.

Pada pernyataan tersebut menunjukkan bahwa margin harga yang diterima

petani dengan harga yang diterima pedagang pengecer adalah sebesar Rp.

2.400, dan marjin pemasaran tersebut fluktuatif seperti disajikan pada

(29)

Gambar 1. Harga bawang merah di tingkat petani, pedagang besar, dan pengecer di Kabupaten Tanggamus tahun 2013.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus, 2013 (data diolah)

Gambar 1 menunjukkan bahwa harga bawang merah di Kabupaten Tanggamus

tiap bulannya tidak stabil, karena harga tertinggi di tingkat petani terjadi pada

bulan Juli, dan harga terendah terjadi pada bulan November, kemudian harga

naik kembali pada minggu kedua bulan November. Hal tersebut yang tentunya

akan merugikan pelaku pasar, khususnya petani. Harga bawang merah yang

tidak stabil tersebut menyebabkan pemasaran menjadi tidak efisien.

B. Perumusan Masalah

Produksi bawang merah di Provinsi Lampung dalam 5 tahun terakhir terjadi

secara fluktuatif (lihat Tabel 2). Pada tahun 2009 produksi bawang merah

sebesar 300 ton, sedangkan pada pada tahun 2010 produksi bawang merah

sebesar 360 ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2010 produksi

bawang merah meningkat dari tahun sebelumnya produksi tertinggi terjadi

pada tahun 2011. Akan tetapi, pada tahun berikutnya, produksi bawang merah

(30)

11

mengalami penurunan kembali secara signifikan (Badan Pusat Statistik dan

Direktorat Jenderal Hortikultura, 2014).

Penurunan produksi bawang merah di Provinsi Lampung disebabkan oleh

beberapa faktor, antara lain : kebanyakan dari petani tidak lagi berusahatani

bawang merah dan pindah mengusahakan komoditi yang lain, dengan alasan

biaya produksi usahatani bawang merah cukup tinggi, dan harga jual yang

diterima petani yang tidak sesuai dengan biaya produksi sehingga petani

mengalami kerugian. Selain itu, terdapat perbedaan harga bawang merah yang

cukup besar antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat pengecer

(lihat Tabel 5), serta terjadi fluktuasi harga, baik di tingkat petani maupun di

tingkat pedagang pengecer. Dari masalah tersebut dapat dinyatakan bahwa

sistem pemasaran bawang merah di Kabupaten Tanggamus tidak efisien.

Petani melakukan kegiatan usahatani dengan tujuan untuk memperoleh

keuntungan. Besarnya keuntungan yang diterima petani ditentukan oleh harga

hasil produksi dan harga faktor produksinya. Apabila harga jual semakin

tinggi, maka diharapkan semakin tinggi pula keuntungannya. Selain itu, harga

output yang diterima oeh petani juga dipengaruhi tersebut sangat dipengaruhi

oleh efisiensi pemasaran. Bila pemasaran efisien, maka diharapkan petani juga

memperoleh harga yang menarik untuk tetap menjadi motivasinya untuk

berproduksi. Oleh karena itu, penelitian tentang analisis usahatani dan

pemasaran bawang merah sangat penting untuk dilakukan.

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah

(31)

1. Berapa besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani bawang

merah di Kabupaten Tanggamus?

2. Apakah sistem pemasaran bawang merah di Kabupaten Tanggamus sudah

efisien?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diajukan, maka tujuan penelitian ini

adalah :

1. Menganalisis besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani

bawang merah di Kabupaten Tanggamus.

2. Menganalisis efisiensi sistem pemasaran bawang merah di Kabupaten

Tanggamus.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Sebagai bahan pertimbangan untuk petani dalam mengelola usahatani dan

memasarkan bawang merah secara efesien.

2. Sebagai bahan informasi bagi Dinas dan Instansi untuk pengambilan

keputusan kebijakan pertanian yang berhubungan dengan masalah

produksi dan pemasaran bawang merah.

3. Sebagai bahan pembanding dan referensi bagi peneliti lain untuk

(32)

13

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Agronomis Bawang Merah

Menurut Rahayu dan Nur Berlian (1999), tanaman bawang merah diyakini

berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan

Pakistan. Bawang merah dapat dikatakan sudah dikenal oleh masyarakat

sejak ribuan tahun yang lalu, pada zaman Mesir Kuno sudah banyak orang

menggunakan bawang merah untuk pengobatan. Klasifikasikan tanaman

bawang merah adalah :

Divisi :Spermatophyta

Subdivisi :Angiospermae

Class :Monocotyledonae

Ordo :Liliales / Liliflorae

Famili :Liliaceae

Genus :Allium

Species :Allium ascalonicum atau Allium cepa var. ascalonicum

( Rahayu dan Nur Berlian, 1999 ).

Dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan untuk ekspor

(33)

Untuk memenuhi hal tersebut, maka proses produksi perlu dilakukan secara

baik sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) berbasis norma

budidaya yang baik dan benar (Good Agriculture Practices/GAP). Hal

tersebut berarti diharapkan tidak banyak lagi petani yang melakukan proses

produksi tanpa memperhatikan prosedur yang semestinya dilakukan, karena

efisiensi ekonomis tidak akan diperoleh jika tetap menggunakan pestisida

dan pemupukan anorganik secara berlebihan sehingga tidak efisien.

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan nasional

yang sejak lama diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas ini

merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan

kontribusi yang tinggi terhadap perkembangan ekonomi dengan potensi

pengembangan areal cukup luas yang mencapai 90.000 ha (Dirjen

Hortikultura, 2005).

Sampai saat ini belum tersedia varietas unggul bawang merah yang resisten

terhadap hama dan penyakit penting, kecuali varietas Sumenep. Sayangnya

varietas Sumenep belum disukai konsumen bawang merah karena

penampilan umbinya kurang menarik dengan warna umbi kekuningan dan

bentuk umbinya lonjong dan kecil. Namun variasi somaklonal (keragaman

genetik) dari varietas Sumenep dapat menghasilkan umbi dengan ukuran

yang lebih besar dari varietas aslinya dan warna umbi merah muda. Selain

itu varietas Sumenep sangat renyah dan enak untuk bawang goreng, dan

nampaknya hasil variasi somaklonal varietas Sumenep mempunyai daya

adaptasi yang luas pada beberapa agroekologi di dataran rendah hingga

(34)

15

Menurut Baswasiati dan Kasijadi (2000), varietas bawang merah yang

selama ini ditanam oleh petani umumnya varietas yang sesuai ditanam di

musim kemarau saja, namun rentan terhadap serangan hama ulat bawang

serta penyakit penting pada bawang merah. Delapan varietas unggul yang

telah dilepas pemerintah, antara lain: varietas Bima Brebes, Maja, Keling,

Medan , Super Philip, Kramat-1, Kramat-2 , Kuning dan Batu Ijo, hanya

sesuai untuk musim kemarau, sedangkan varietas unggul bawang merah

yang sesuai dengan musim hujan dan telah dilepas pemerintah hanyalah

varietas Bauji. Usahatani bawang merah pada musim kemarau

menghasilkan pasokan produksi yang tinggi, karena cukup banyak ragam

varietas yang dapat ditanam di musim kemarau. Di sentra produksi Brebes,

petani menanam beragam varietas bawang merah yang ada, termasuk

varietas Sumenep.

2. Budidaya Bawang Merah

Untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan untuk ekspor

diperlukan produk bawang merah yang mempunyai kualitas baik dan aman

dikonsumsi. Agar hal tersebut bisa terealisasi, maka proses produksi perlu

dilakukan secara baik sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) berbasis

norma budidaya yang baik dan benar (Good Agriculture Practices/GAP).

Tata cara atau langkah-langkah di dalam budidaya bawang merah

mengikuti anjuran yang telah disusun sesuai rekomendasi teknologi maupun

(35)

a. Pemilihan Lokasi

Persyaratan kesesuaian agroekologi untuk usahatani bawang merah

terutama ditentukan oleh kelembaban, tekstur, struktur dan kesuburan

tanah. Secara umum tanaman bawang merah memerlukan bulan kering

sebanyak 4-5 bulan dengan curah hujan 1000-1500 mm/th, drainase dan

kesuburan baik, tekstur lempung berpasir dan struktur tanah remah.

Dalam hal ini, setiap varietas bawang merah mempunyai daya adaptasi

yang lebih khusus pada agroekologi tertentu , seperti halnya varietas

Super Philip dan Bauji (Widjajanto dan Sumarsono, 1998).

Bawang merah varietas Super Philip dapat diusahakan mulai dari

dataran rendah hingga dataran tinggi, yaitu 20 m–1000 m dpl, sangat

sesuai ditanam di musim kemarau dengan sinar matahari yang

dibutuhkan sebanyak-banyaknya dan lahan tidak ternaungi. Tanah yang

diinginkan adalah berdrainase baik dan kesuburan tinggi, tekstur

lempung berpasir dan struktur remah dengan pH 6-6,5, dapat

dibudidayakan di lahan sawah, lahan kering atau lahan tegalan, dengan

jenis tanah bervariasi dari Aluvial, Latosol dan Andosol

(Baswarsiati dan Kasijadi, 1997 &1998).

Bawang merah varietas Bauji dapat diusahakan di dataran rendah yaitu

20 m–400 m dpl, dan sangat sesuai ditanam di musim hujan. Tanah

yang diinginkan berdrainase baik dengan kesuburan tinggi, tekstur

(36)

17

dibudidayakan di lahan sawah, dengan jenis tanah bervariasi dari

aluvial, latosol dan andosol (Baswarsiati dan Kasijadi, 1997 & 1998).

Varietas Batu Ijo sesuai ditanam di dataran tinggi, yaitu 1000-1500 m

dpl pada musim kemarau. Tanah yang diinginkannya adalah

berdrainase baik dengan kesuburan tinggi, tekstur lempung berpasir dan

struktur remah dengan pH 6-6,5, dapat dibudidayakan di lahan sawah,

dengan jenis tanah bervariasi dari Aluvial, Latosol dan Andosol

(Baswarsiati dan Kasijadi, 1998).

b. Persiapan Benih

Benih merupakan salah satu kunci utama dalam keberhasilan suatu

usahatani. Adapun persyaratan benih bawang merah yang baik antara

lain adalah :

(a) Umur simpan benih cukup, yaitu sekitar 3-4 bulan, umur simpan

yang lebih muda benih masih tetap tumbuh namun pada

pertumbuhan berikutnya akan lebih rendah hasilnya dibandingkan

benih yang telah siap tanam (telah cukup umur simpannya).

(b) Umur panen calon umbi benih di lapang tepat , untuk varietas bauji

maupun super philip, sebaiknya 75-80 hari

(c) Ukuran benih sedang , sekitar 5-6 gram, khusus untuk batu ijo

berkisar 12-18 gram. Penggunaan benih yang berukuran terlalu

besar akan meningkatkan biaya karena kebutuhan semakin banyak.

(d) Kebutuhan benih setiap hektar berkisar 800–1000 kg , tergantung

(37)

(e) Umbi benih berwarna cerah, dengan kulit mengkilat.

(f) Umbi benih bernas , sehat, padat , tidak keropos dan tidak lunak.

Bila ada umbi benih yang tidak mempunyai sifat demikian

sebaiknya tidak digunakan.

(g) Umbi benih tidak terserang hama dan penyakit.

(h) Sebelum ditanam, umbi benih dibersihkan dulu dari kulit-kulit yang

kering dan bila pertunasan belum kelihatan diujung umbi, maka

sebaiknya ujung umbi dipotong 1/3 untuk mempercepat munculnya

tunas.

c. Pengolahan Tanah

Bawang merah membutuhkan kondisi tanah yang lebih gembur

dibanding tanaman sayuran lainnya. Oleh karena itu, pengolahan tanah

pada bawang merah dilakukan sampai beberapa kali hingga tanah

benar-benar menjadi gembur. Bila tanah yang digunakan merupakan tanah

bekas ditanami tanaman jagung maupun tebunya, maka sisa tanaman

tersebut harus dibersihkan hingga akar-akarnya supaya tidak

mengganggu pertumbuhan bawang merah. Tanah diolah dengan cara

dibajak lebih dari 4 kali hingga tanah menjadi gembur dan tanah

dikeringkan lebih dari seminggu, Tanah dihaluskan kembali dan setelah

remah/gembur dapat dibuat bedengan (untuk tanah debu berpasir)

dengan ukuran : lebar bedengan 180–200 cm, dan panjang

(38)

19

kedalaman 30 cm, got keliling dengan lebar 60 cm dan kedalaman 50cm

(Widjajanto dan Sumarsono, 1998).

Pada budidaya bawang merah sangat diperlukan pembentukan

bedengan, karena bedengan berfungsi agar tanaman bawang merah tidak

selalu tergenang air, dan air yang disiramkan segera habis terserap.

Setelah bedengan terbentuk, maka ditaburi pupuk organik (pupuk

kotoran ternak/kompos). Dosis untuk kotoran ayam sebanyak 5 ton/ha,

sedangkan untuk kotoran sapi maupun kambing sekitar 10-15 ton/ha.

Dosis tersebut bisa menjadi lebih banyak maupun lebih sedikit

tergantung dari kesuburan tanah. Pupuk kandang sebanyak 10 ton/ha

atau kompos 5 ton/ha yang diberikan bersamaan dengan pembuatan

bedengan merupakan perlakuan pemberian pupuk dasar. Selain itu

diberikan juga pupuk SP 36 dengan dosis 200 kg/ha sebagai pupuk

dasar, yang ditaburkan merata pada seluruh permukaan bedengan.

Setelah tanah dipupuk, maka tanah diairi agar pupuk dapat meresap ke

dalam tanah. Petani di wilayah Nganjuk juga memberikan pupuk KCL

200 kg, dan Urea 50 kg per hektar sebagai pupuk dasar (Widjajanto dan

Sumarsono, 1998).

d. Penanaman

Saat tanam yang tepat untuk bawang merah adalah pada akhir musim

hujan bulan Maret–April dan musim kemarau MeiJuni, tetapi di

(39)

mengenal musim. Untuk penanaman di luar musim (off season) perlu

memperhatikan pengendalian hama dan penyakit dengan lebih cermat.

Penanaman dilakukan setelah tanah dan benih dipersiapkan, dimana

sebelum dilakukan penanaman, tanah harus diari agar saat penanaman

kondisi tanah gembur. Benih sebelum ditanam sebaiknya dibersihkan

dan diseleksi terlebih dulu agar pertumbuhan tanaman menjadi baik.

Bila tidak diseleksi, ditakutkan tercampur benih dengan yang jelek,

misalnya terserang penyakit Fusarium, sehingga mengakibatkan

pertanaman hancur karena Fusarium tersebut.

Untuk mempercepat proses penanaman, maka sebaiknya bedengan yang

akan ditanami sudah digariti sesuai dengan jarak tanam yang digunakan,

sehingga penanaman lebih mudah dilaksanakan. Jarak tanam yang

dianjurkan adalah 20 cm x 15 cm, namun bila umbi benih besar maka,

dapat menggunakan jarak tanam 20 x 20 cm. Penanaman dilakukan

dengan cara menanam 2/3 bagian umbi ke dalam tanah, sedangkan 1/3

bagiannya muncul di atas tanah (Widjajanto dan Sumarsono, 1998).

e. Pemupukan

Pemupukan pada bawang merah sangat dibutuhkan untuk mendukung

pertumbuhan tanaman dan produksi umbi yang lebih baik. Namun

pemupukan tidak perlu diberikan secara berlebihan karena pupuk

mungkin akan terbuang dengan percuma. Setelah tanaman membentuk

(40)

21

yang tetap memberikan pupuk walaupun tanaman telah berumur di atas

40 hari, dan ini hanya membuang pupuk dengan sia-sia.

 Dosis pupuk

Dosis pupuk sebenarnya bukan merupakan patokan yang harus

ditepati, karena memupuk suatu tanaman akan berbeda pada setiap

kondisi kesuburan tanah yang berbeda. Namun dosis pupuk yang

dapat dianjurkan pada jenis tanah aluvial adalah : pupuk dasar

menggunakan 10 ton/ha pupuk kandang yang diberikan 7 hari

sebelum tanam, dan SP 36 200 kg/ha. Pemupukan berikutnya

menggunakan pupuk Urea 200 kg/ha, ZA 450 kg/ha dan KCl 200

kg/ha yang diberikan setengah-setengah pada saat tanaman berumur

15 hari dan 30 hari setelah tanam. Cara pemupukan adalah dengan

memberikanpupuk pada larikan di sekitar tanaman, kemudian ditutup

dengan tanah (Widjajanto dan Sumarsono, 1998).

f. Pengairan

Pada musim kemarau, pengairan dapat diberikan setiap hari sejak

tanaman ditanam hingga tanaman berumur 7 hari setelah tumbuh dan

dikurangi setelah umbi terbentuk hingga menjelang panen dihentikan.

Namun walaupun musim kemarau , bila kondisi tanah setelah diairi dan

selang dua hari tanah masih basah, maka tanaman tidak perlu diairi.

Oleh karena itu, dituntut kepekaan petani dalam mengamati kebutuhan

(41)

Menurut Widjajanto dan Sumarsono (1998), untuk musim hujan,

pengairan yang dibutuhkan lebih sedikit yaitu selang dua hari sekali,

yang penting harus melihat kondisi kelembaban tanah. Bila tanah masih

lembab sebaiknya tidak perlu diairi. Yang penting diamati adalah

setelah turun hujan, sebaiknya tanaman bawang merah disirami dengan

air bersih yang tujuannya untuk menghilangkan inokulum dari penyakit

yang kemungkinan menempel di daun.

Cara pengairan dapat dilakukan dengan penggenangan/leb maupun

dengan cara disiram/disirat. Kedua cara tersebut sebenarnya

mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk cara leb, sebaiknya

dilakukan pada kondisi tanah yang porous, sehingga air yang tergenang

cepat habis (tuntas), walaupun cara ini membutuhkan waktu yang lebih

pendek dibandingkan dengan cara disiram. Cara siram membutuhkan

tenaga lebih banyak dan waktu lebih lama. Namun di daerah tertentu

kedua cara tersebut juga dilakukan bersamaan.

g. Pemeliharaan Tanaman

Menurut Widjajanto (1998), pemeliharaan tanaman pada bawang merah

meliputi pendangiran (pembumbunan) maupun penyiangan gulma.

Pendangiran (pembumbunan) bertujuan agar struktur tanah tetap terjaga

sehingga pertumbuhan tanaman optimal. Pendangiran tanah di sekitar

tanaman bertujuan untuk memperbaiki (meninggikan) guludan dan

sekaligus membersihkan lahan dari akar gulma yang masih tertinggal

(42)

23

Pembersihan gulma dilakukan dengan cara menyiang dengan intensif

sesuai dengan kondisi gulma yang ada dengan cara mencabut gulma

sampai terangkat akar-akarnya, serta menggunakan herbisida pra

tumbuh dengan dosis sesuai anjuran. Cara membersihkan dan mencabut

gulma harus hati-hati supaya tidak mengganggu tanaman bawang merah,

apalagi bila sudah berumbi. Pembersihan biasanya menggunakan alat,

seperti sosrok bambu kecil, sehingga gulma dapat terangkat sampai ke

akarnya. Bila tanaman sudah membentuk umbi yang agak besar maka

sebaiknya pengendalian gulma dihentikan (Widjajanto dan Sumarsono,

1998).

h. Pengendalian OPT

Hama penting yang menyerang tanaman bawang merah antara lain

adalah ulat bawang (Spodoptera exigua), lalat pengorok daun

(Liriomyza chinensis), Thrips (Thrips tabaci), ulat grayak (Spodoptera

litura). Penyakit penting pada bawang merah adalah layu Fusarium

(Fusarium oxysporum), bercak ungu (Alternaria porri), bercak daun

(Cercospora duddiae), dan Antraknose (Colletotrichum gloesporiodes).

Potensi kehilangan hasil oleh OPT utama bawang merah dapat

mencapai 138,4 milyar pada tahun 2004 dan menduduki peringkat

pertama dibandingkan komoditas sayur lainnya seperti cabai , kubis,

kentang dan tomat. Kehilangan hasil karena OPT tersebut dapat

(43)

i. Panen

Penentuan saat panen bawang merah terdiri dari :

(a) Umur panen tergantung varietas, namun dapat menggunakan dasar:

*Untuk konsumsi :

- 65-70 hari setelah tanam (di dataran rendah)

- 75-80 hari setelah tanam (di dataran tinggi )

- Daun rebah dan menguning 80 %

-Umbi tersembul ke permukaan tanah dan berwarna cerah

*Untuk umbi benih :

-75-80 hari setelah tanam (di dataran rendah)

- 85-90 hari setelah tanam (di dataran tinggi)

- Daun rebah dan menguning 90 %

- Umbi tersembul ke permukaan tanah dan berwarna cerah

(b) Waktu panen udara cerah dan tidak basah

(c) Cara panen dengan mencabut keseluruhan tanaman secara hati-hati

j. Pengemasan dan Distribusi

Bawang merah yang telah dikeringkan dan siap untuk dipasarkan dapat

dikemas menggunakan karung jala dengan berat 80-100 kg (jika dikirim

antar kota) dan berat 25-50 kg (jika dikirim antar pulau). Beberapa

sentra produksi juga mengemas dengan cara memasukkan karung jala ke

dalam keranjang bambu, sehingga bawang merah lebih aman sampai di

(44)

25

kapasitas alat angkut dan tujuan pasar. Kemasan bawang merah

diletakkan secara perlahan dalam kendaraan dan ditumpuk sesuai

kapasitas alat angkut (Widjajanto dan Sumarsono, 1998).

4. Konsep Usahatani

Menurut Soekartawi (1995), usahatani didefinisikan sebagai ilmu yang

mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada

secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen

dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai)

sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya

tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).

Menurut Hernanto (1994), menyatakan bahwa besarnya pendapatan yang

diperoleh dari suatu kegiatan usahatani tergantung dari beberapa faktor

yang mempengaruhinya seperti luas lahan, tingkat produksi, pertanaman,

dan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Dalam kegiatan usahatani, petani

berharap dapat meningkatan pendapatannya sehingga kebutuhan hidup

sehari-hari dapat terpenuhi. Unsur-unsur pokok yang ada dalam usahatani

yang penting untuk diperhatikan adalah lahan, tenaga kerja, modal,dan

pengelolaan (manajemen). Unsur tersebut juga dikenal dengan istilah

faktor-faktor produksi. Unsur-unsur usahatani tersebut mempunyai

(45)

5. Teori Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya.

Pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani tersebut akan mendorong

untuk dapat mengalokasikan pendapatan tersebut kedalam berbagai

kegunaan seperti biaya produksi periode berikutnya, tabungan dan

pengeluaran lain-lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Analisis

pendapatan dan keuntungan dari setiap cabang usaha memberikan

bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahatani ini berhasil atau tidak.

Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila memenuhi syarat sebagai

berikut, yaitu : (1) cukup untuk membayar pembelian sarana produksi

termasuk biaya angkutan dan administrasi, (2) cukup untuk membayar

bunga modal yang ditanamkan, dan (3) cukup untuk membayar tenaga

kerja yang dibayar atau bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak

dibayar (Soekartawi, 1995).

Analisis usahatani dilakukan karena setiap kegiatan usaha tani

membutuhkan input. Input antara lain sumberdaya alam, sumber modal,

keahlian, tanah, dan input lain yang ketersediaannya terbatas. Untuk

mendapatkan output yang optimal dari input yang dimiliki, diperlukan

perhitungan yang matang agar kegiatan tersebut menghasilkan manfaat

(Saparinto, 2008). Menurut Soekartawi (1995) penerimaan usahatani

adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Secara

matematis dirumuskan sebagai :

(46)

27

Keterangan :

TR = Total Penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dari suatu usahatani Py = Harga produksi

Pendapatan dan keuntungan usahatani adalah selisih penerimaan dengan

semu biaya produksi, dirumuskan sebagai :

π = Y. Py– ΣXi.Pxi–BT………(2)

Keterangan :

π = keuntungan/ pendapatan (Rp) Y = jumlah produksi (satuan) Py = harga satuan produksi (Rp) Xi = faktor produksi variabel

Pxi = harga faktor produksi variabel (Rp/satuan) n = banyaknya input yang dipakai

BTT = biaya tetap total (Rp) i = 1,2,3,4,5, …….. n

6. Konsep Pemasaran

Hasyim (2012), menyatakan bahwa pemasaran atau tataniaga adalah semua

kegiatan yang bertujuan untuk mempelancar arus barang atau jasa dari

produsen ke konsumen secara paling efisien dengan maksud menciptakan

permintaan efektif. Tataniaga atau pemasaran adalah proses pertukaran

yang mencangkup serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk

memindahkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen dengan

melibatkan pihak produsen, konsumen, dan lembaga perantara pemasaran

dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan di satu pihak dan kepuasan di

(47)

Menurut Hasyim (2012), untuk melakukan analisis terhadap sistem atau

organisasi pasar dapat dilakukan dengan model S-C-P (structure, conduct

dan performance). Pada dasarnya, sistem atau organisasi pasar dapat

dikelompokkan ke dalam tiga komponen, yaitu :

a. Struktur pasar (market structure) merupakan gambaran hubungan

antara penjual dan pembeli, yang dilihat dari jumlah lembaga

pemasaran, diferensiasi produk, dan kondisi keluar masuk pasar (entry

condition). Struktur pasar dikatakan bersaing bila jumlah pembeli dan

penjual banyak, pembeli dan penjual hanya menguasai sebagian kecil

dari barang yang dipasarkan sehingga masing-masing tidak dapat

mempengaruhi harga pasar (price taker), tidak ada gejala konsentrasi,

produk homogen, dan bebas untuk keluar masuk pasar. Struktur pasar

yang tidak bersaing sempurna terjadi pada pasar monopoli (hanya ada

penjual tunggal), pasar monopsoni (hanya ada pembeli tunggal), pasar

oligopoli (ada beberapa penjual), dan pasar oligopsoni (ada beberapa

pembeli).

b. Perilaku pasar (market conduct) merupakan gambaran tingkah laku

lembaga pemasaran dalam menghadapi struktur pasar, untuk tujuan

mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, yang meliputi kegiatan

pembelian, penjualan, penentuan harga, serta siasat pasar, seperti :

potongan harga, penimbangan yang curang, dan lain-lain.

c. Keragaan pasar (market performance) merupakan gambaran gejala

(48)

29

structure) dan perilaku pasar (market conduct). Interaksi antara

struktur dan perilaku pasar cenderung bersifat kompleks dan saling

mempengaruhi secara dinamis. Untuk menganalisis keragaan pasar

digunakan beberapa indikator, yaitu:

(1). Saluran pemasaran

Saluran pemasaran merupakan suatu jalur yang dilalui oleh arus

barang-barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai ke

konsumen. Pada pemasaran komoditas pertanian sering dijumpai

adanya rantai pemasaran yang panjang yang melibatkan banyak

pelaku pemasaran. Dalam Hanafiah dan Saefuddin (1983),

panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui tergantung dari

beberapa faktor, yaitu jarak antara produsen dan konsumen, cepat

tidaknya produk rusak, skala produksi, dan posisi keuangan

pengusaha.

(2). Harga, biaya, dan volume penjualan

Keragaan pasar juga berkenaan dengan harga, biaya, dan volume

penjualan masing-masing tingkat pasar, dimulai dari tingkat petani,

pedagang sampai ke konsumen.

(3). Pangsa produsen

Pangsa produsen atauproduser’s share(PS) bertujuan untuk

mengetahui bagian harga yang diterima petani (produsen). Apabila

produser’s share(PS) semakin tinggi, maka kinerja pasar semakin

(49)

...(18)

di mana : Ps = Bagian harga bawang merah yang diterima petani (produsen)

Pf = Harga bawang merah di tingkat petani (produsen) Pr = Harga bawang merah di tingkat konsumen

(4). Marjin Pemasaran dan Rasio Profit Marjin

Secara umum, marjin pemasaran adalah perbedaan harga suatu

barang yang diterima produsen dengan harga yang dibayar oleh

konsumen. Untuk melihat efisiensi pemasaran melalui analisis

marjin dapat digunakan sebaran rasio marjin keuntungan atau rasio

profit marjin (RPM) pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat

dalam proses pemasaran. Rasio margin keuntungan adalah

perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan

biaya yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pemasaran yang

bersangkutan.

Menurut Saefuddin (1983) dalam Susanto (2007), semua kegiatan

ekonomi, termasuk pemasaran, menghendaki adanya efisiensi.

Kriteria yang dapat digunakan sebagai indikator efisiensi pemasaran

ada empat macam, yaitu (1) marjin pemasaran, (2) harga pada

tingkat konsumen, (3) tersedianya fasilitas fisik dan pemasaran,

dan (4) tingkat persaingan pasar. Namun, indikator marjin

pemasaran lebih sering digunakan karena melalui analisis marjin

pemasaran dapat diketahui tingkat efisiensi operasional (teknologi)

(50)

31

Secara matematis perhitungan marjin pemasaran dirumuskan sebagai :

mji= Psi Pbi... (19)

atau

mji= bti+ i ... (20)

Total marjin pemasaran yang diperoleh saluran lembaga pemasaran

yang terlibat dalam pemasaran dirumuskan sebagai :

Mji = mji... (21)

Penyebaran marjin pemasaran dapat dilihat berdasarkan persentase

keuntungan terhadap biaya pemasaran yang dikenal dengan Ratio

Profit Margin/RPM pada masing-masing lembaga pemasaran. RPM

dirumuskan sebagai :

………...(22)

di mana : mji = Marjin pada lembaga pemasaran tingkat ke-i Mji = Total marjin pada satu saluran pemasaran ke-i Psi = Harga jual pada lembaga pemasaran tingkat ke-i Pbi = Harga beli pada lembaga pemasaran tingkat ke-i bti = Biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke-i πi = Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i Pr = Harga pada tingkat konsumen

(51)

B. Kajian Penelitian Terdahulu

1. Analisis Pendapatan

Hasil penelitian Fatimah (2010), yang berjudul “Analisisproduksi dan

pendapatan Usahatani Padi Unggul di Kecamatan Terbanggi Besar

Kabupaten Lampung Tengah” , menyatakan bahwausahatani petani padi

unggul di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah

menguntungkan, dengan nilai R/C atas biaya tunai sebesar 4,55, dan nilai

R/C atas biaya total sebesar 3,26.

2. Analisis Efisiensi Pemasaran

Penelitian Rosalia (2010) yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani

dan Pemasaran Jagung Varietas Hibrida Pada Lahan Sawah Irigasi di

Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan” , menyatakan bahwa

usahatani jagung hibrida pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Palas

Kabupaten Lampung Selatan menguntungkan bagi petani, dengan rasio

antara penerimaan dengan total biaya sebesar 1,55. Sistem pemasaran

jagung varietas hibrida di Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan

berlangsung secara tidak efisien. Hal ini ditunjukkan oleh rantai

pemasaran yang masih panjang, Ratio Profit Margin (RPM) tidak merata,

dan nilai elastisitas transmisi harga lebih dari satu, yaitu sebesar 1,483

yang menunjukkan bahwa pasar yang terjadi adalah pasar tidak bersaing

(52)

33

Menurut penelitian Passiamanto (2006), yang berjudul tentang “Analisis

Efisiensi Pemasaran Karang Hias di Pulau Panggang Kabupaten

Administrasi Kepulauan Seribu”,diketahui menyatakan bahwa dilihat dari

struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar yang terbentuk maka

pemasaran karang hias di Pulau Panggang Kabupaten Administrasi

Kepulauan Seribu tidak efisien. Struktur pasar yang terbentuk mengarah

pada pasar persaingan tidak sempurna. Dari perilaku pasar diketahui

bahwa praktek-praktek dalam menjalankan fungsi-sungsi pemasaran lebih

banyak merugikan nelayan dan sangat menguntungkan bagi lembaga

pemasaran yang ada diatasnya. Dari keragaan pasar diketahui bahwa

bagian harga yang diterima nelayan relatif rendah, keuntungan antar

lembaga pemasaran tidak menyebar merata, biaya pemasaran relatif tinggi,

dan margin pemasaran cukup tinggi.

C. Kerangka Pemikiran

Kegiatan usahatani merupakan suatu proses kegiatan produksi di sektor

pertanian, yaitu dengan memasukkan faktor alam dengan faktor-faktor

produksi lain untuk menghasilkan output pertanian (barang atau jasa).

Produksi adalah suatu metode atau teknik dalam menghasilkan produk

dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi yang tersedia. Penggunaan

faktor-faktor produksi yang efesien merupakan hal yang mutlak ada dalam

proses produksi untuk keberhasilan produksi, karena keuntungan maksimum

hanya akan tercapai dengan mengkombinasikan faktor-faktor produksi secara

(53)

Faktor-faktor produksi dalam usahatani bawang merah adalah luas lahan,

bibit, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk SP36, pestisida, dan tenaga kerja.

Lahan merupakan faktor produksi utama yang menentukan tingkat

keberhasilan pada usahatani bawang merah dengan asumsi tingkat kesuburan

lahan tersebut cukup bagus. Bibit juga merupakan salah satu faktor yang

berperan dalam peningkatan produksi. Tanaman bawang merah dapat

tumbuh subur dengan adanya ketersediaan unsur hara yang cukup, sehingga

pemupukan harus dilakukan secara tepat dan berimbang.

Penggunaan pestisida juga merupakan salah satu faktor yang cukup penting

dalam usahatani bawang merah, karena sangat berpengaruh terhadap jumlah

produksi yang dihasilkan. Penggunaan pestisida bertujuan untuk

memberantas serangan hama dan penyakit yang dapat menurunkan produksi

bawang merah, yang tentunya mempengaruhi besarnya pendapatan. Faktor

tenaga kerja juga berperan penting dalam usahatani bawang merah yang

berkaitan dengan pengolahan lahan sampai pada pengelolaan hasil panen.

Jumlah tenaga kerja yang digunakan harus sesuai dengan lahan yang tersedia.

Apabila lahan yang tersedia luas, maka jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan

cukup banyak, dan sebaliknya.

Kegiatan usahatani memiliki tujuan yaitu ingin memperoleh keuntungan

maksimum. Pengertian keuntungan adalah selisih antara biaya yang

dikeluarkan dengan penerimaan. Besarnya keuntungan yang diterima petani

ditentukan oleh harga hasil produksi dan harga input. Oleh sebab itu,

(54)

35

keuntungan petani. Keuntungan maksimum akan diperoleh petani jika petani

mampu mengalokasikan dan memanfaatkan faktor-faktor produksi secara

optimal, sehingga mampu mencapai kondisi efisiensi produksi. Selain itu,

keuntungan yang diperoleh petani juga bergantung kepada jumlah komoditi

yang dijual, tingkat harga yang diterima, dan sistem pemasaran komoditi

tersebut. Oleh karena itu, sistem pemasaran sangat penting untuk diketahui,

karena sistem pemasaran juga sangat berpengaruh terhadap pendapatan

(55)

Gambar 2. Diagram alir kerangka pemikiran Analisis Usahatani dan Pemasara Bawang Merah di Kabupaten Tanggamus, 2014 - Harga, biaya, dan

(56)

3

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana

seseorang petani mengalokasikan sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga

kerja, dan modal secara efektif dan efisien yang bertujuan untuk menghasilkan

produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

Usahatani bawang merah adalah suatu kegiatan petani yang mengalokasikan

sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga kerja, dan modal secara efektif dan

efisien untuk memproduksi komoditi bawang merah dan memperoleh

penerimaan yang diinginkan dalam usahatani.

Petani bawang merah adalah orang-orang yang bercocok tanam atau

berusahatani bawang merah dan memperoleh pendapatan dari usahatani

bawang merah tersebut.

Produksi bawang merah adalah suatu hasil panen yang diperoleh dari lahan

yang dimiliki petani per musim yang diukur dalam satuan ton.

Produktivitas bawang merah adalah hasil produksi komoditi bawang merah

yang dibandingkan dengan luas lahan tanam, yang diukur dalam satuan ton per

(57)

Luas lahan adalah suatu tempat dimana petani melakukan kegiatan usahatani

bawang merah secara tumpangsari setiap musim tanam yang diukur dalam

saktuan hektar (Ha). Biaya korbanan marjinal lahan ditentukan dengan nilai

sewa selama musim tanam, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Bibit bawang merah adalah bibit yang ditanam oleh petani selama satu kali

periode produksi yang bertujuan untuk menghasilkan produksi bawang merah

yang diinginkan, dan diukur dalam satuan kilogram (kg). Jumlah bibit adalah

banyaknya bibit yang digunakan petani pada proses produksi dalam satu

musim tanam, diukur dalam satuan kilogram (kg).

Jumlah pupuk adalah banyaknya pupuk urea, Phonska, dan SP-36 yang

digunakan oleh petani pada proses produksi dalam satu kali musim tanam.

Jumlah pupuk diukur dalam satuan kilogram (kg).

Jumlah obat-obatan adalah banyaknya bahan kimia (pestisida) yang digunakan

untuk memberantas gulma serta hama dan penyakit tanaman dalam satu kali

musim tanam, diukur dalam satuan gram bahan aktif (gr/b.a).

Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan dalam proses

produksi selama musim tanam, terdiri dari tenaga kerja pria, wanita, diukur

dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK).

Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan

usahatani dalam satu kali musim tanam yang meliputi biaya bibit, pupuk,

obat-obatan, tenaga kerja, dan biaya-biaya lainnya. Biaya produksi diukur dalam

(58)

39

Biaya produksi marjinal adalah biaya total yang dikeluarkan akibat

penambahan atau pengurangan penggunaan faktor-faktor produksi baik tunai

maupun diperhitungkan dalam proses produksi usahatani bawang merah

selama satu musi tanam yang diukur dalam rupiah (Rp).

Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada volume

produksi. Petani harus membayar berapapun jumlah produksi yang dihasilkan

meliputi bunga modal atas pinjaman, penyusutan alat, nilai sewa lahan, dan

pajak lahan usaha yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah

produksi dan merupakan biaya yang digunakan untuk membeli faktor

produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja yang diukur

dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya total adalah total dari biaya tetap dan variabel diukur dalam satuan

rupiah (Rp). Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai oleh

petani untuk membeli faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah.

Biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam

kegiatan usahatani bawang merah, tetapi tidak dikeluarkan secara tunai.

Penerimaan petani adalah perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual

bawang merah yang diterima petani. Penerimaan ini diukur dalam satuan

(59)

Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses pemasaran

meliputi biaya angkut, penyusutan, dan lainya, yang diukur dalam satuan

rupiah per kilogram (Rp/kg).

Marjin pemasaran total adalah selisih harga di tingkat konsumen akhir dengan

harga di tingkat produsen atau jumlah marjin di tiap lembaga pemasaran,

diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Keuntungan usahatani adalah penerimaan usahatani dikurangi dengan

biaya-biaya yang dikeluarkan diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Profit marjin adalah marjin keuntungan lembaga pemasaran, dihitung dengan

cara mengurangi nilai marjin pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan,

diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Rasio marjin keuntungan (RPM) adalah perbandingan antara tingkat

keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran dan biaya yang dikeluarkan

pada kegiatan pemasaran.

Pedagang pengumpul adalah pedagang-pedagang yang membeli bawang

merah dari petani atau pedagang pengumpul tingkat bawah untuk dijual

kembali. Pedagang besar adalah pedagang yang membeli bawang merah dari

pedagang pengumpul.

Harga di tingkat produsen adalah harga bawang merah yang diterima petani

pada waktu transaksi jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram

(60)

41

Harga di tingkat konsumen adalah harga bawang merah yang dibayarkan

konsumen akhir pada waktu transaksi jual beli, diukur dalam satuan rupiah per

kilogram (Rp/kg).

Volume jual adalah jumlah bawang merah yang dijual pada waktu transaksi

jual beli, diukur dalam satuan kilogram (kg). Volume beli adalah jumlah

bawang merah yang dibeli oleh lembaga pemasaran, diukur dalam satuan

kilogram (kg).

B. Lokasi, Responden, Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di 3 kecamatan di Kabupaten Tanggamus, yaitu

Kecamatan Gunung Alip, Kecamatan Kota Agung Timur, dan Kecamatan

Gisting. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)

dengan pertimbangan bahwa tiga kecamatan tersebut merupakan wilayah yang

masih memproduksi bawang merah di Kabupaten Tanggamus. Responden

penelitian adalah petani bawang merah, dan berdasarkan informasi dari BP3K

(Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan) di tiga kecamatan

tersebut diketahui bahwa populasi petani bawang merah adalah sebanyak 35

orang. Dengan demikian seluruh populasi dijadikan sampel penelitian. Untuk

analisis pemasaran respondennya terdiri dari lembaga pemasaran, produsen,

perantara (pedagang), dan konsumen. Lembaga pemasaran ditentukan dengan

mengikuti alur pemasaran. Waktu pengambilan data penelitian dilaksanakan

Gambar

Tabel 1. Proyeksi kebutuhan dan  konsumsi bawang merah nasional Indonesia2012- 2015
Tabel 2. Produksi bawang merah menurut Provinsi (ton), tahun 2009-2013
Tabel 3. Produksi, luas lahan bawang merah, dan produktivitas bawang merahmenurut kabupaten/ kota di Provinsi Lampung (ton), 2012
Tabel 4. Produksi, luas panen dan produktivitas bawang merah per kecamatandi Kabupaten Tanggamus, 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Biaya yang dikeluarkan untuk usahatani bawang merah sebesar Rp 33.181.751,75 per hektar; Penerimaan yang diterima oleh petani dari

di Kabupaten Tanggamus, tahun 2012 ……….. Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan usahatani manggis di Kabupaten Tanggamus, tahun 2012... Perhitungan biaya

Dilihat dari perbandingan antara penerimaan dan biaya (R/C Rasio) atas biaya tunai dan biaya total dapat disimpulkan bahwa usahatani varietas padi Bondoyudo menguntungkan

R Perhitungan Biaya, Pendapatan dan Keuntungan Usahatani Bawang Merah secara Ekonomik di Desa Clarak Kabupaten Probolinggo Musim Tanam Tahun.

Penelitian yang berjudul “ Analisis Usahatani Bawang Merah Di Desa Sumberkledung Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo ”, bertujuan untuk mengetahui produksi dan

Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Bawang Merah per Petani dan per Hektar Selama 1 Musim Tanam... Pendapatan Tenaga Kerja per Petani dan per Hektar Selama 1 Musim Tanam

Dilihat dari perbandingan antara penerimaan dan biaya R/C Rasio atas biaya tunai dan biaya total dapat disimpulkan bahwa usahatani varietas padi Bondoyudo menguntungkan untuk

5.3 Margin Pemasaran Bawang merah Margin Pemasaran merupakan selisih antara harga di tingkat produsen atau merupakan jumlah biaya pemasaran dengan keuntungan yang diharapkan oleh