• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMECAHAN MASALAH MELALUI DINAMIKA KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN DIRI DALAM MENGURANGI KETERGANTUNGAN MEROKOK PADA REMAJA DI KOMUNITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMECAHAN MASALAH MELALUI DINAMIKA KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN DIRI DALAM MENGURANGI KETERGANTUNGAN MEROKOK PADA REMAJA DI KOMUNITAS"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMECAHAN MASALAH MELALUI DINAMIKA KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN DIRI DALAM MENGURANGI

KETERGANTUNGAN MEROKOK PADA REMAJA DI KOMUNITAS Abi Muhlisin, Arum Pratiwi

Latar Belakang

Kebiasaan merokok dapat memberikan efek negatif terhadap status kesehatan, ekonomi dan kehidupan sosial. Banyak faktor diduga telah berperan dalam terwujudnya keinginan untuk merokok pada orang-orang muda khususnya remaja. Namun belum ada data atau penelitian yang menghasilkan cara untuk mempengaruhi timbulnya keinginan merokok pada agregat remaja . Terbukti dari hasil penelitian bahwa di Indonesia jumlah perokok menempati urutan ke 4 dunia, hal ini akan berdampak juga pada angka kesehatan dan kematian yang disebabkan merokok.

Angka kesehatan yang disebabkan merokok tinggi, oleh karena itu produktifitas jadi rendah, secara tidak langsung akan menjadikan kualitas hidup manusia indonesia menjadi tidak baik, remaja yang tidak produktif akan menciptakan Indonesia pada masa yang akan datang menjadi buruk.

Pencegahan penyakit akaibat merokok di Indonesia kurang diperhatikan, dana yang terbatas dan lebih disibukkan masalah serius lainnya seperti bencana alam, peyakit infeksi ataupun juga masalah politik. Hal-hal tersebut menimbulkan keragu-raguan di masyarakat, sebaiknya memberi kesempatan kepada para produsen dan konsumen rokok dengan pembelaannya yang klasik yakni besarnya pemasukan cukai rokok kesejahteraan petani dan membuka lapangan kerja. Padahal, menurut hasil penelitian di negara-negara maju, bila suatu industri/pertanian tembakau mengalami kebangkrutan, para pengusaha/petani selalu dapat mengalihkan industri/pertaniannya kepada komoditi lain yang jauh lebih sehat dan secara ekonomis menguntungkan.

Banyaknya perokok mulai merokok sejak usia remaja menjadi masalah penting yang harus ditangani untuk mencegah maslah yang serius seperti diatas. Oleh karena itu peran institusi pendidikan dalam pencegahan remaja merokok penting. Sampai saat ini belum ada metode yang dilaporkan berhasil meninternalisasi remaja untuk mencegah perilaku merokok tersebut. Oleh karena itu penting untuk diteliti metode dinamika kelompok sebagai sarana untuk menginternalisasi pengetahuan untuk merubah perilaku dan sikap pada perokok remaja.

Tujuan Penelitian

(2)

Desain Penelitian

Subjek yang akan diamati pada penelitian ini adalah remaja perokok di daerah desa binaan yaitu desa Kriwen di wilayah kecamatan Kartasura. Jumlah subjek yang dipakai sebagai sampel dalam penelitian ini 20 remaja dengan teknik sampling purposive sampling untuk analisis deskriptiv kuantitattif dan sampling jenuh untuk analisis kualitatif sampai diperoleh subjek penelitian 7 remaja perokok.

Jenis penelitian pada tahun pertama ini menggunakan deskriptif kuantitatif untuk menganalisis pengetahuan remaja tentang rokok yang meliputi konsep rokok da dampak merokok. Analisis deskriptif yang kedua dilakukan pada variabel perilaku merokok. Kedua variabel diaalisis menggunakan central tendency yang meliputi mean, median, modus, standar deviasi minimum dan maksimum.

Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menyajikan data pengalaman merokok pada remaja. Analisa data kualitatif yang dilakukan mencakup memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. (Moleong, 2005). Adapun tahap analisa data yang dilakukan adalah, mengumpulan data, membaca berulang-ulang dan mempelajari, mengadakan reduksi data, menyimpulkan data dan verifikasi kemudian menuliskan model yang ditemukan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Desa Kriwen merupakan sebuah desa dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai pembatik tradisional. Penduduk yang bekerja mulai dari orang tua sampai remaja 90% merokok dengan alasan menciptakan aspirasi seni batik dan refresing kelelahan kerja. Selain mereka kontak dengan zat kimia bahan pembatik, mereka juga kontak denga asap rokok setiap hari. Masyarakat ini bekerja tanpa menggunakan masker dan makan menu yang kurang mendukung untuk energi yang dipakai serta resiko penurunan daya tahan tubuh akibat kontak bahan kimia bahan pembatik, asap rokok dan kelelahan kerja.

Responden penelitian yang berusia 12 sampai 15 tahun ada 13 sebanyak 65%, 16 sampai 20 tahun ada 5 yaitu 25% dan sisanya 2 responden berusia 21 sampai 25 tahun sebanyak 10%. dari 20 remaja perokok, tingkat pengetahuan remaja tentang dampak merokok 62% baik dan sisanya 7% buruk. peserta Focus Group Discusion (FGD) dalam rangka pengkajian data pengalaman merokok pada remaja. Usia responden 15 sampai 23 tahun, rata-rata usia responden 20 tahun, semua responden sudah bekerja menjadi pekerja swasta.

(3)

kembang dari Sigmunt Frued bahwa remaja mempunyai kecenderungan untuk berbagi dengan kelompoknya, kompak dengan kelompoknya dan selalu care dengan kelompoknya. Selain itu, hasil penelitian ini senada dengan penelitian Muhlisin (2000) yang menyebutka bahwa alasa remaja merokok adalah coba-coba dan meniru lingkungan, terutama orang tuanya yang merokok.

Alasan lain mengapa remaja merokok juga didukung oleh berbagai penelitian diantaranya adalah hasil penelitian diatas bertentangan dengan hasil penelitian Bart Smet, dkk (2000) tentang faktor yang menentukan perilaku merokok pada anak remaja pria yang dilaksanakan di Semarang, yaitu tentang beberapa faktor yang mempengaruhi remaja pria menjadi perokok adalah ekspose dari anggota keluarga sebagai panutan dan pengaruh yang paling kuat adalah dari pengaruh teman yang lebih tua.

Lama merokok pada remaja (responden penelitian) bisa disimpulkan sejak mulai pra remaja sampai usia responden saat ini ketika diwawancarai, hal tersebut menunjukan bahwa perilaku merokok pada remaja merupakan suatu aktifitas yang terus menerus dilakukan. Menurut Purwanto (1999) perilaku atau perbuatan manusia tidak terjadi secara sporadik (timbul dan hilang saat-saat tertentu), tetapi selalu ada kelangsungan kontinuitas antara satu perbuatan dengan perbuatan berikutnya. Perilaku manusia tidak pernah berhenti pada suatu saat perbuatan yang dulu merupakan persiapan perbuatan yang kemudian merupakan kelanjutan perbuatan sebelumnya. Perilaku manusia merupakan pencerminan bebagai unsur kejiwaan yang mencakup hasrat, sikap, reaksi, rasa takut atau cemas dan sebagainya. Oleh karena itu perilaku manusia dipengaruhi atau terbentuk dari faktor-faktor yang ada dalam diri manusia atau unsur kejiwaan. Namun demikian faktor lingkungan merupakan faktor yang berperan serta mengembangkan perilaku manusia.

Hasil penelitian tersebut bertentangan dengan hasil dari beberapa penelitian sebelumnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Al Bachri (1991) bahwa berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya serta diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok.

(4)

Kesimpulan dan Saran

Dengan diketemukanya pengalaman merokok pada remaja di desa kriwen maka dapat dipakai sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk pemberdayaan masyarakat dan keluarga yang mempunyai anak remaja. Tetapi sebelum keluarga maupun masyarakat diberdayakan sebaiknya agregat remaja tersebut harus dilakukan pendekatan edukatif dan secara intensif terlebih dahulu. Hal ini agar tidak terjadi kecencrungan peningkatan jumlah remaja yang mengkonsumsi atau menghisap rokok.

(5)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku merokok telah menimbulkan kematian pada 1 di antara 10 orang dewasa di seluruh dunia. Pada tahun 2030, proporsinya akan menjadi 1 di antara 6 orang dewasa. Ini berarti akan ada 10 juta kematian per tahun dan merupakan suatu jumlah yang lebih besar dari penyebab tunggal kematian lainnya. Walaupun sementara ini, wabah penyakit kronis dan kematian dini (karena merokok) terutama menghantui negara kaya, namun sekarang dengan sangat cepat wabah ini berpindah ke negara berkembang. Pada tahun 2020, 7 dari 10 orang yang mati karena merokok diperkirakan akan terjadi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah (The World Bank, 2000).

(6)

2

Banyak perokok mulai merokok sejak usia remaja. Di negara berpendapatan tinggi, sekitar delapan dari 10 perokok mulai merokok sejak mereka masih berusia belasan tahun. Sementara banyak perokok di negara berpendapatan rendah dan menengah mulai merokok pada awal umur duapuluhan, tetapi umur puncak awal merokok ini makin menurun (US Surgeon General, 2000).

WHO memperkirakan bahwa sekitar sepertiga dari penduduk dewasa sedunia sekitar 47% pria dan 12% wanita adalah perokok. Di negara-negara berkembang 48% dari pria dan 7% dari wanitanya adalah perokok, sementara di negara maju tercatat 42% dari pria dan 24% dari wanitanya adalah perokok (PERSI, 2004).Hari bebas tembakau sedunia yang diperingati setiap tanggal 31 Mei bertujuan untuk menggugah para perokok untuk membatasi rokoknya. Penting dilakukan upaya-upaya pencegahan dalam menghentikan perilaku merokok, demi tercapai kesehatan dalam diri manusia. Upaya tersebut adalah penetapan kawasan tanpa rokok yang berlandaskan hukum peraturan pemerintah nomor 81 tahun 1999 dan nomor 38 tahun 2000 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan dan perihal kawasan tanpa rokok pasal 23, 24, 25, serta pasal 26 (Gatra, 2001). Kawasan tanpa rokok adalah ruangan (area) yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan promosi dan penggunaan rokok.

(7)

3

WHO memperkirakan bahwa 59 % pria berusia di atas 10 tahun di Indonesia telah menjadi perokok harian, dan konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar batang rokok atau urutan ke-4 setelah RRC (1.679 miliar batang), AS (480 miliar), Jepang (230 miliar), dan Rusia (230 miliar) (Kristanti, Sapardyah & Suhardi, 1988; Rustamadji,1986, Masironi dan Rotwell, 1985, cit. Wawolumaya,1996; WHO,1985). Dengan jumlah perokok sebanyak 75% dari populasi, WHO melaporkan bahwa Indonesia adalah satu dari lima negara yang terbanyak perokoknya di dunia (Aditama,1992).

Remaja merupakan populasi terbesar dari penduduk dunia. Menurut WHO (1995) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja. Sekitar 900 juta berada di negara sedang berkembang. Remaja merupakan kelompok risiko yaitu suatu kondisi yang dihubungkan dengan peningkatan kemungkinan adanya kejadian penyakit (AIHW, 2000 dalam Mc Murray, 2003) Di Amerika Serikat tahun 1990 menunjukkan jumlah remaja sekitar 15% populasi. Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (1999), kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 22% yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan (Pardede, 2002).

(8)

4

1999 di University of Michigan Institute for Sosial Research, 23% Pelajar Sekolah Menengah Atas dan 10% Pelajar Sekolah Menengah Pertama dilaporkan merokok (IKIM, 2004).

Penanganan yang memadai sangat diperlukan karena diperkirakan pada tahun 2030 akan terdapat 1,6 milyar perokok (15% tinggal di negara maju), 10 juta kematian (70% terdapat dinegara berkembang) dan sekitar 770 anak menjadi perokok pasif pada setahunnya. Disamping itu 20% sampai 25% kematian dapat terjadi akibat rokok (Aditama, 1998). Di Indonesia terjadi peningkatan drastis konsumsi tembakau para remaja pada 2001 yang mencapai 24,2% dari semula 13,7% pada 1995. Prosentase peningkatan itu terjadi pada remaja laki-laki umur 15 sampai 19 tahun yang kemudian menjadi perokok tetap (Walubi, 2004).

Sebanyak 9% orang dewasa mulai merokok selama masa remajanya. Seiring perjalanan waktu, begitu anak lulus dari SMA, sekitar 20% diantaranya sudah menjadi perokok. Pakar kesehatan Jeffrey C. Brown. M. D, menjelaskan bahwa seorang remaja yang merokok lebih dari dua kali, punya peluang 50% menjadi seorang perokok (Lifestyle on Internet, 2005). Studi oleh Soesmalijah Soewondo dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia pada tahun 2000 melalui kuesioner diperoleh hasil bahwa sejumlah orang yang tidak berhenti merokok, disebabkan karena mereka takut akan susah berkonsentrasi, gelisah, bahkan bisa jadi gemuk, sebaliknya bila merokok mereka akan merasa lebih dewasa dan bisa timbul ide-ide atau inspirasi (Tandra, 2003).

(9)

5

tumor paru, rongga mulut, pankreas, kandung empedu dan ginjal. Nikotin yang ada dalam tembakau menimbulkan efek adiktif pada perokok (Walubi, 2004). Efek akhir dan merupakan kerugian utama dari menghisap rokok adalah kematian. Penyebab kematian adalah bronkitis kronis, empisema, infark miokardio, stroke dan penyakit kardiovaskuler (Kaplan & Sadock, 1999). Orang-orang yang tidak merokokpun bisa dirugikan bila menghisap asap rokok dan orang-orang ini disebut perokok pasif (Minnecotu & Rochester, 2002).

Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja antara lain faktor orang tua, selain masalah kesehatan, orang tua juga memberi contoh yang tidak baik bagi anak-anaknya. Faktor internal adalah faktor kepribadian merupakan faktor yang mendorong dari dalam untuk merokok biasanya rasa ingin tahu, untuk kesenangan, untuk menghilangkan kesepian, ketegangan dan membebaskan diri dari kebosanan (Sani, 2005). Pengaruh teman juga ikut andil yakni untuk memudahkan pergaulan, ikut dorongan teman, untuk gengsi agar diakui telah dewasa (Adit, 2002).

(10)

6

tersebut juga mengatur persyaratan iklan rokok di elektronik, yaitu boleh ditayangkan pada pukul 21.30 hingga 05.00 wib. (Lifestyle on internet, 2005).

Sehubungan dengan sulitnya membuat orang berhenti merokok maka strategi kampanye antirokok lebih difokuskan untuk mencegah remaja atau seseorang agar tidak menjadi perokok serta mengubah sikap dan perilaku perokok untuk lebih memerhatikan orang sekitarnya. Usaha untuk mengubah sikap dan perilaku perokok terhadap lingkungan perlu terus-menerus dilakukan. Hak menghisap udara bersih bebas asap rokok harus ditegakkan. Memang sudah ada beberapa daerah yang memberlakukan Perda untuk kawasan bebas asap rokok seperti halnya DKI Jakarta yang telah memberlakukan Perda Perda No 2/2005 tentang Pengedalian Pencemaran Udara, khususnya tentang penerapan Kawasan Dilarang Merokok dan Uji Emisi pada kendaraan, pada 6 April 2006., tetapi seperti kebanyakan pelaksanaan peraturan/undang-undang lainnya penegakan sanksi hukum masih belum tegas (Subroto, 2005).

Kampanye anti rokok tidak akan efektif jika hanya bersandar pada slogan, tetapi harus diikuti kesadaran kolektif semua pihak untuk mengurangi konsumsi rokok. Perlu adanya kesadaran dari masyarakat tentang bahaya rokok. “Harus ada

citra bahwa remaja yang cerdas, gagah dan sehat adalah remaja yang tidak merokok”. Upaya menurunkan jumlah perokok pada remaja dan pencegahan

(11)

7

Kampanye antirokok paling ideal: Pertama, membuat perokok agar berhenti merokok. Kedua, mencegah seseorang menjadi perokok. Untuk membuat perokok agar berhenti merokok sangat sulit karena membutuhkan dukungan internal dan eksternal. Faktor yang sangat berpengaruh adalah kurangnya motivasi untuk berhenti merokok. Itu sulit dijelaskan. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kegagalan berhenti merokok adalah timbulnya stres, konflik interpersonal dan rasa tidak nyaman. Keadaan ini diperberat dengan efek nikotin yang bersifat adiktif atau membuat orang menjadi ketergantungan terhadap rokok (Reviono, 2005).

Upaya-upaya diatas dapat berhasil dengan optimal apabila kita mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi generasi muda terutama pada agregat remaja yang melakukan perilaku merokok, khususnya pada agregat remaja Berdasarkan permasalahan tersebut perlu upaya agar berhasil dengan optimal untuk mempengaruhi generasi muda terutama pada agregat remaja yang melakukan perilaku merokok. Sampai saat ini, belum ada penelitian yang berfokus pada metode tentang cara yang dapat menginternalisasi pada remaja agar berhenti pada perilaku merokok.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan khusus tahun pertama

1). Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan tentang merokok pada remaja 2). Mengetahui gambaran perilaku merokok pada remaja

(12)

8

4). Menghasilkan model dinamika kelompok pada remaja sebagai alat pencegahan perilaku merokok.

Tujuan khusus tahun kedua

1). Mengaplikasikan dan mendesiminasikan model dinamika kelompok pada remaja perokok sebagai standar terapi di komunitas

2). Menganalisis pengetahuan merokok pada remaja setelah dilakuka dinamika kelompok melalui deskriptif kualitatif

2). Menganalisis perbedaan jumlah dan perilaku remaja perokok di komunitas

C. Urgensi Penelitian

Kebiasaan merokok dapat memberikan efek negatif terhadap status kesehatan, ekonomi dan kehidupan sosial. Banyak faktor diduga telah berperan dalam terwujudnya keinginan untuk merokok pada orang-orang muda khususnya remaja. Namun belum ada data atau penelitian yang menghasilkan cara untuk mempengaruhi timbulnya keinginan merokok pada agregat remaja . Terbukti dari hasil penelitian bahwa di Indonesia jumlah perokok menempati urutan ke 4 dunia, hal ini akan berdampak juga pada angka kesehatan dan kematian yang disebabkan merokok.

(13)

9

manusia indonesia menjadi tidak baik, remaja yang tidak produktif akan menciptakan Indonesia pada masa yang akan datang menjadi buruk.

Pencegahan penyakit akaibat merokok di Indonesia kurang diperhatikan, dana yang terbatas dan lebih disibukkan masalah serius lainnya seperti bencana alam, peyakit infeksi ataupun juga masalah politik. Hal-hal tersebut menimbulkan keragu-raguan di masyarakat, sebaiknya memberi kesempatan kepada para produsen dan konsumen rokok dengan pembelaannya yang klasik yakni besarnya pemasukan cukai rokok kesejahteraan petani dan membuka lapangan kerja. Padahal, menurut hasil penelitian di negara-negara maju, bila suatu industri/pertanian tembakau mengalami kebangkrutan, para pengusaha/petani selalu dapat mengalihkan industri/pertaniannya kepada komoditi lain yang jauh lebih sehat dan secara ekonomis menguntungkan.

Referensi

Dokumen terkait

Sahabat MQ/ saat ini persediaan katong darah yang ada di PMI Sleman Yogyakarta hanya sebanyak 120 Labu/ untuk golongan darah A sebanyak 16 labu/ B 72

SMA N 1 Depok sudah memiliki ruang khusus untuk bimbingan dan konseling yang tentunya sangat mendukung keterlaksanaan proses bimbingan konseling personal peserta

Anji whispered to Fitz, ‘I thought they said –’.. The Doctor whispered back, ‘The time inside

[r]

(4) Tebal core dan plesteran efektif didapatkan hasil berturut- turut sebesar 80mm dan 20mm. Dimensi tersebut dapat meningkatkan kapasitas beban sebesar 7,205 dan

RANO

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh antara penundaan waktu (inap) terhadap kandungan total karoten, dimana semakin lama penundaan waktu

Rumusan masalah yang dibahas dalam tulisan ini adalah (1) model pembelajaran Project Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik (2)