• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Pengikatan Jaminan Kredit Modal Kerja Dan Pelaksanaannya (Studi Pada PT. Bank Mandiri, Tbk Cabang Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Pengikatan Jaminan Kredit Modal Kerja Dan Pelaksanaannya (Studi Pada PT. Bank Mandiri, Tbk Cabang Medan)"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGIKATAN JAMINAN KREDIT MODAL KERJA DAN PELAKSANAANNYA

(STUDI PADA PT. BANK MANDIRI, TBK CABANG MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

DEWI A. N. PURBA NIM : 100200184

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

(2)

ABSTRAK

*) Prof. Dr. Tan Kamello, SH. MS **) Puspa Melati Hsb, SH. M.Hum

***) Dewi A. N. Purba

Kegiatan yang menunjang perekonomian di Indonesia tidak terlepas dari adanya kegiatan usaha dari pelaku-pelaku bisnis yang membuka usaha sebagai sarana untuk memperoleh pendapatan guna memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya. Setiap kegiatan usaha tersebut sebagian besar memerlukan dana yang cukup besar sebagai modal awal dalam membuka suatu usaha. Oleh karena itu lembaga perbankan adalah salah satu sumber untuk mendapatkan modal dalam bentuk pinjaman dana.

Kredit modal kerja itu sendiri adalah fasilitas kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang bersifat khusus seperti untuk membiayai persediaan, piutang, proyek atau kebutuhan lainnya yang bertujuan untuk tambahan modal kerja usaha debitur dalam rangka pengembangan bisnis nasabah. Kredit modal kerja tersebut dapat diberikan dalam bentuk rupiah dan valuta asing (mata uang asing).

Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah bersifat deskripstif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.

Untuk mengetahui proses dan pelaksanaan pengikatan jaminan kredit, penulis telah melakukan penelitian pada PT Bank Mandiri Tbk Cabang Medan. penelitian yang penulis lakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanan pengikatan jaminan atas kredit yang diberikan oleh PT Bank Mandiri Tbk Cabang Medan kepada debiturnya, sekaligus penulis membandingkannya terhadap teori-teori yang penulis dapatkan di dalam perkuliahan.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, ternyata praktek yang dilakukan oleh PT Bank Mandiri Tbk Cabang Medan dalam pengikatan jaminan kredit yang diberikannya, khusus terhadap jaminan yang bersifat Non Fixed Asset (barang bergerak) pengikatannya hanya dilakukan secara Cessie dan Surat Kuasa Menjual. Kedua jenis pengikatan tersebut tidak dilakukan dihadapan Pejabat Negara yaitu Notaris, tetapi hanya dibawah tangan dan hanya dilegalisir oleh Notaris.

Kata kunci : Kredit Modal Kerja,Jaminan Kredit, Pengikatan Jaminan Kredit *) Dosen Pembimbing I

**) Dosen Pembimbing II

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Adapun skripsi ini berjudul:

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGIKATAN JAMINAN KREDIT MODAL KERJA DAN PELAKSANAANYA (STUDI PADA PT. BANK MANDIRI TBK CABANG MEDAN)

Selama proses pengerjaan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan, bantuan, dukungan serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan:

1. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

2. Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, M.H, DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.

(4)

5. Bapak Dr.Hasim Purba, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.

6. Ibu Rabiatul Syariah, SH, M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.

7. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH. MS selaku Dosen Pembimbing I. Terima kasih atas semua waktu dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

8. Ibu Puspa Melati Hsb, SH. M. Hum selaku Dosen Pembimbing II. Terima kasih atas semua waktu dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

9. Bapak Dr., Mirza Nasution, SH. M. Hum, selaku dosen wali penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh dosen, pegawai, beserta staf di Fakultas Hukum USU yang telah mendidik dan membantu selama proses perkuliahan yang dijalani penulis selama ini.

11. Yang terkasih Ayahanda Saut Parulian Purba, SE dan Ibunda AKP Trisera Sinaga, S. sos. Terima kasih atas doa, dukungan dan kasih tiada batas yang diberikan sepanjang hidup penulis. Juga untuk abangda tercinta (Alm) Prastian Purba meskipun telah mendahului menghadap Bapa di Sorga, namun kenangan akan abangda tercinta selalu menjadi motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Juga untuk adinda tercinta Mario Geraldi

jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj

(5)

Bipanta Purba yang selalu mendukung dan memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini. Semua ini kupersembahkan untuk kalian.

12. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Opung, Pak tua, Pak tongah, Nang tongah, Kian Fuzi, Kian Rini, Tulang Jonson, dan Atturang Mariam yang turut serta mendukung dan mendoakan penulis.

13. Kepada sepupuku tersayang : Sri Purnawati Purba AMKeb, Septian Roh Ganda Purba SE, Oktrina Purba, Fauziah Ningsih AMd, dan semua sepupu yang tidak dapat dituliskan satu persatu yang selalu membantu serta mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

14. Yang teristimewa sahabat-sahabatku Agnes Deslina Sinaga, Ayu Ulina Siahaan, Septha Lidya Purba, Berthauli Dwi Yanti Ketaren. Terima kasih buat kebersamaan, doa, dukungan, semangat yang kalian berikan selama masa perkuliahan terkhusus dalam penulisan skripsi ini.

15. Yang teristimewa juga penulis ucapkan terimakasih kepada Sartua Tjarda Situmorang yang senantiasa menemani, membantu, serta mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

(6)

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan ke depan. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada khususnya dan Masyarakat pada umumnya.

Medan, Maret 2014

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Metode Penelitian ... 9

F. Keaslian Penulisan ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT DAN JAMINAN BANK ... 15

A. Pengertian Kredit ... 15

B. Hubungan Hukum Antara Bank dan Nasabah ... 23

C. Perjanjian Kredit ... 27

D. Jaminan Kredit Bank ... 52

1. Pengertian dan Kegunaannya ... 54

2. Fungsi Jaminan Kredit Bank ... 57

(8)

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG

JAMINAN KREDIT MODAL KERJA ... 76

A. Pengertian dan Dasar Hukum Kredit Modal Kerja ... 76

B. Pengikatan Jaminan ... 78

1. Jaminan Fidusia ... 78

2. Hak Tanggungan ... 96

3. Gadai ... 112

BAB IV PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PENGIKATAN JAMINAN KREDIT MODAL KERJA PADA PT. BANK MANDIRI TBK CABANG MEDAN ... 120

A. Gambaran Umum PT. Bank Mandiri Tbk Cabang Medan ... 120

B. Pengaturan Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pengikatan Jaminan Kredit Modal Kerja ... 128

C. Pelaksanaan Pengikatan Jaminan Kredit Modal Kerja ... 135

(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 145 A. Kesimpulan ... 145 B. Saran ... 147

(10)

ABSTRAK

*) Prof. Dr. Tan Kamello, SH. MS **) Puspa Melati Hsb, SH. M.Hum

***) Dewi A. N. Purba

Kegiatan yang menunjang perekonomian di Indonesia tidak terlepas dari adanya kegiatan usaha dari pelaku-pelaku bisnis yang membuka usaha sebagai sarana untuk memperoleh pendapatan guna memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya. Setiap kegiatan usaha tersebut sebagian besar memerlukan dana yang cukup besar sebagai modal awal dalam membuka suatu usaha. Oleh karena itu lembaga perbankan adalah salah satu sumber untuk mendapatkan modal dalam bentuk pinjaman dana.

Kredit modal kerja itu sendiri adalah fasilitas kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang bersifat khusus seperti untuk membiayai persediaan, piutang, proyek atau kebutuhan lainnya yang bertujuan untuk tambahan modal kerja usaha debitur dalam rangka pengembangan bisnis nasabah. Kredit modal kerja tersebut dapat diberikan dalam bentuk rupiah dan valuta asing (mata uang asing).

Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah bersifat deskripstif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.

Untuk mengetahui proses dan pelaksanaan pengikatan jaminan kredit, penulis telah melakukan penelitian pada PT Bank Mandiri Tbk Cabang Medan. penelitian yang penulis lakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanan pengikatan jaminan atas kredit yang diberikan oleh PT Bank Mandiri Tbk Cabang Medan kepada debiturnya, sekaligus penulis membandingkannya terhadap teori-teori yang penulis dapatkan di dalam perkuliahan.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, ternyata praktek yang dilakukan oleh PT Bank Mandiri Tbk Cabang Medan dalam pengikatan jaminan kredit yang diberikannya, khusus terhadap jaminan yang bersifat Non Fixed Asset (barang bergerak) pengikatannya hanya dilakukan secara Cessie dan Surat Kuasa Menjual. Kedua jenis pengikatan tersebut tidak dilakukan dihadapan Pejabat Negara yaitu Notaris, tetapi hanya dibawah tangan dan hanya dilegalisir oleh Notaris.

Kata kunci : Kredit Modal Kerja,Jaminan Kredit, Pengikatan Jaminan Kredit *) Dosen Pembimbing I

**) Dosen Pembimbing II

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan perekonomian nasional dewasa ini tidak terlepas hubungannya dengan perkembangan perekonomian regional dan internasional dimana situasi perekonomian saling mempengaruhi satu sama lain. Perkembangan perekonomian nasional senantiasa dipengaruhi oleh keadaan perekonomian kawasan dan memiliki dinamika yang sangat kompleks sebagai akibat dari keadaan sosial dan politik. Oleh karena itu, diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi termasuk sektor Perbankan, sehingga dengan adanya regulasi yang diberlakukan oleh pemerintah terhadap sektor perbankan diharapkan dapat menunjang pertumbuhan dan mempertahankan stabilititas moneter nasional dalam rangka menghadapi globalisasi perekonomian dunia.

(12)

serta masyarakat pengguna jasa perbankan. Adanya tanggung jawab dari masing-masing pihak tersebut, diharapkan akan dapat menciptakan dunia usaha perbankan yang sehat sehingga dapat berperan secara maksimal dalam menunjang pertumbuhan perekonomian nasional.

Di dunia modern, peran usaha perbankan sangat besar dalam mendorong dan menopang pertumbuhan perekonomian suatu Negara. Hampir semua sektor usaha, yang meliputi sektor industri, perdagangan, pertanian, perkebunan, jasa, dan perumahan sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi keuangan.1

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Semua sektor usaha maupun individu saat ini dan masa yang akan datang tidak akan lepas dari sektor perbankan bahkan menjadi kebutuhan dalam menjalankan aktivitas keuangan serta untuk mendukung kelancaran usaha. Peran bank bagi masyarakat individu, maupun masyarakat bisnis sangat penting bahkan bagi suatu Negara, karena bank sebagai suatu lembaga yang sangat berperan dan berpengaruh dalam perekonomian suatu negara.

2

Dengan menyalurkan dana kepada masyarakat melalui penyediaan kredit, misalnya kepada masyarakat bisnis (dunia usaha), maka secara tidak langsung

1 Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 2.

(13)

akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat banyak, melalui sektor usaha yang dikembangkan dengan menggunakan fasilitas kredit perbankan yang dimaksudkan.

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu Negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana

(surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana

(lack of finds). Dengan keadaan seperti itu, maka usaha perbankan erat

kaitannya dengan penghimpunan dana masyarakat dan menyalurkan dana yang dihimpun tersebut dalam bentuk penyediaan fasilitas kredit bagi sektor usaha yang dinilai layak untuk diberi pinjaman kredit.

Pemberian pembiayaan kredit bank atau disebut sebagai penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan suatu unsur terbesar dalam aktivitas dunia perbankan yang bertujuan untuk mengembangkan perekonomian, proses ini juga dapat dijadikan sebagai asset utama untuk menentukan maju mundurnya perbankan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yaitu menghimpun serta menyalurkan dana masyarakat.

(14)

dananya pada bank tersebut dengan berbagai rangsangan seperti undian hadiah dan iming-iming lainnya. Dana masyarakat yang disimpan pada bank pada umumnya dalam bentuk tabungan, deposito, giro, sertifikat deposito dan lain-lain. Dana masyarakat yang terkumpul dalam jumlah yang sangat besar dengan jangka waktu yang cukup lama merupakan sumber utama bagi bank dalam menyalurkan kembali kepada masyarakat yang memerlukan dalam bentuk pinjaman/kredit. Inilah yang dinamakan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi.

Dalam prakteknya, kredit yang diberikan oleh pihak perbankan, sebagian besar tidak dikembalikan secara utuh oleh nasabah debiturnya, hal tersebut dapat menimbulkan resiko bagi usaha pihak perbankan yang bersangkutan dan akhirnya akan menimbulkan kredit macet. Oleh karena itu, bank dalam memberikan kredit harus melakukannya berdasarkan analisis pemberian kredit yang memadai, tujuannya agar kredit yang diberikan oleh bank tersebut merupakan kredit yang tidak mudah menjadi kredit macet. Apabila kredit yang diberikan oleh suatu bank banyak mengalami kemacetan, sudah pasti akan melumpuhkan kemampuan bank dalam melaksanakan kewajibannya kepada masyarakat penyimpan dana.

(15)

peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.3

Kredit adalah sebuah kepercayaan (trust), oleh karena itu pemberian fasilitas kredit haruslah berdasarkan suatu kepercayaan, yaitu fasilitas yang diberikan tersebut digunakan untuk tujuan yang sesuai dengan permohonan calon debitur. Bagi bank (kreditur), pemberian fasilitas kredit tersebut diharapkan dapat kembali dengan aman dan menguntungkan. Dasar dari hubungan kepercayaan antara kreditur dan debitur adalah adanya keyakinan dan oleh karena itu, dalam pemberian kredit haruslah didasarkan pada suatu keyakinan bahwa fasilitas kredit yang diberikan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diyakini dapat dibayarkan kembali sesuai rencana sebagaimana diatur dalam dokumen perkreditan.

Salah satu kredit yang dilaksanakan oleh bank yang berkaitan langsung dengan kegiatan perekonomian masyarakat yaitu pemberian kredit modal kerja kepada nasabah debitur yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang biasanya habis dalam satu siklus usaha. Pemberian kredit modal kerja oleh PT.Bank Mandiri Tbk tentunya didasari oleh suatu perjanjian kredit, dalam memberikan kredit juga harus memperhatikan jaminan kredit berdasarkan prinsip syariah, dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Dengan adanya keyakinan tersebut, bank berharap banyak agar kredit yang diberikannya kepada nasabah debitur tidak menjadi kredit

(16)

yang macet (bermasalah) di kemudian hari. Oleh karena itu, sebelum memberikan kredit, bank harus mempunyai keyakinan berdasarkan prinsip kehati-hatian melalui analisa yang akurat dan mendalam, penyaluran yang tepat, pengawasan dan pemantauan yang baik, perjanjian yang sah dan memenuhi syarat hukum, pengikatan jaminan yang kuat dan dokumentasi perkreditan yang teratur dan lengkap, semuanya itu bertujuan agar kredit yang disalurkan tersebut dapat kembali tepat pada waktunya sesuai perjanjian kredit yang meliputi pinjaman pokok dan bunga.4 Selain itu bank juga diwajibkan untuk memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, yaitu dalam pembiayaan tersebut bank syariah dan/atau UUS harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon nasabah penerima fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum bank syariah dan/atau UUS meyalurkan dana kepada nasabah penerima fasilitas. Dalam rangka memperoleh keyakinan tersebut, bank syariah dan/atau UUS wajib melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari calon nasabah penerima fasilitas.5

PT. Bank Mandiri Tbk dalam pemberian kredit tentunya memiliki kepentingan pengamanan dana kreditnya tersebut dengan meminta suatu jaminan khusus yang lahir dari perjanjian antara kreditur dengan debitur. Jaminan kredit haruslah secured, artinya jaminan kredit tersebut dapat

4 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung: Alfabeta, CV, 2003), hlm. 2.

(17)

diadakan pengikatan secara yuridis formal, sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Apabila di kemudian hari terjadi wanprestasi dari nasabah debiturnya dan mengingat bahwa penguasaan alat bukti jaminan telah dikuasai oleh bank secara sempurna dan lengkap berdasarkan yuridis formal, maka untuk menjalankan suatu tindakan hukum, bank tidak lagi mengalami permasalahan. Oleh karena itu pemberian kredit harus dituangkan ke dalam bentuk perjanjian.

Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.6

Kredit modal kerja merupakan jenis kredit yang produktif. Walaupun begitu, di dalam setiap pelaksanaan kredit modal kerja ini tetap terdapat tata cara pelaksanaan dan hambatan-hambatan yang dialami oleh para pihak yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan kredit, para pihak harus melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan isi yang diperjanjikan di dalam sebuah perjanjian kredit. Hal ini untuk menghindari kemungkinan terjadinya masalah-masalah di kemudian hari, seperti cidera janji (wanprestasi) dari salah satu pihak.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat dan membahas permasalahan tersebut ke dalam suatu bentuk skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pengikatan Jaminan Kredit Modal Kerja Dan

(18)

Pelaksanaannya (Studi Pada PT. Bank Mandiri, Tbk Cabang Medan)”. Untuk melengkapi bahan dari penulisan skripi ini, maka akan dilakukan riset pada Kantor Cabang Umum PT. Bank Mandiri, Tbk yang terdapat di Kota Medan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan oleh penulis maka penulis merumuskan suatu permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut dalam skripsi ini. Adapun permasalahan yang akan dibahas yaitu :

1. Bagaimana pengaturan hak dan kewajiban para pihak dalam pengikatan jaminan kredit modal kerja pada PT. Bank Mandiri Tbk Cabang Medan ?

2. Bagaimana pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak dalam pengikatan jaminan kredit modal kerja pada PT. Bank Mandiri Tbk Cabang Medan ?

3. Apa saja hambatan dalam pengikatan jaminan kredit modal kerja pada PT. Bank Mandiri Tbk Cabang Medan dan cara mengatasinya?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah yang ditentukan di atas, maka tujuan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam pengikatan jaminan kredit modal kerja pada PT. Bank Mandiri Tbk Cabang Medan. 2. Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan dalam pengikatan jaminan

(19)

3. Untuk mengetahui dan mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pengikatan jaminan kredit modal kerja pada PT. Bank Mandiri Tbk Cabang Medan.

D. Manfaat Penulisan

Dalam penelitian ini akan memberikan manfaat yang berguna yaitu sebagai berikut :

1. Manfaat Teoretis,

Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah ini dapat memberikan pemahaman mengenai pengikatan jaminan kredit modal kerja dan pelaksanaannya serta memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi para pembaca mengenai pengembangan dan pengkajian dalam hal pemberian kredit modal kerja pada PT. Bank Mandiri, Tbk Cabang Medan.

2. Manfaat Praktis,

Secara praktis, pembahasan permasalahan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan masyarakat serta memberikan sumbangan yuridis yang berkaitan dengan pengikatan jaminan kredit modal kerja dalam praktek perkreditan perbankan.

E. Metode Penelitian

(20)

itu, dalam melakukan penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Sifat Penelitian.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah bersifat deskripstif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian.7

2. Sumber Data.

Data dapat dibagi ke dalam dua jenis berdasarkan sumber data yang diperoleh, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, bukuk-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan.8

a. Bahan hukum primer, adalah bahan-bahan hukum yang mengikat. Yaitu dokumen peraturan mengikat yang telah ditetapkan oleh pemerintah antara lain Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Di dalam penulisan skripsi ini, data sekunder yang digunakan berupa:

(21)

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang “Perbankan”. Kemudian digunakan juga bahan hukum yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda yang sampai saat ini masih berlaku yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b. Bahan hukum sekunder, adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer. Yaitu buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah hukum yang terkait dengan objek penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier, adalah bahan yang member petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder. Yaitu yang berasal dari kamus, majalah, surat kabar, internet dan bahan lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data.

(22)

dengan pegawai bagian perkreditan pada Kantor Cabang Umum PT. Bank Mandiri, Tbk yang terdapat di Kota Medan.

4. Analisis Data.

Penelitian pada penulisan skripsi ini menggunakan teknik analisis data kualitatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dengan melihat sinkronisasi suatu aturan dengan aturan lainnya secara bertingkat (hierarki). Teknik analisis data kualitatif ini tidak membutuhkan populasi dan sampel melainkan dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data sekunder yang dibutuhkan baik itu berupa baham hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier yang berhubungan dengan penulisan skripsi.

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi terkait tinjauan yuridis terhadap pengikatan jaminan kredit modal kerja telah dituliskan sebelumnya oleh beberapa penulis. Diantaranya adalah:

1. Eli Winoto Buano, dengan Nim 900200078.

(23)

2. Fatiya Rochimah, dengan Nim 080200141.

Menuliskan skripsi yang berjudul “Novasi Terhadap Debitur Pada Perjanjian Kredit Modal Kerja (Studi Pada BNI SKC Medan)”.

Penulisan skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pengikatan Jaminan Kredit Modal Kerja Dan Pelaksanaannya (Studi Pada PT. Bank Mandiri, Tbk)” belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan demikian, berdasarkan perumusan masalah serta tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi orang lain. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran sendiri, refrensi dari buku-buku, undang-undang, makalah-makalah, serta media elektronik yaitu internet dan juga mendapat bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan asas-asas keilmuan yang rasional, jujur, dan terbuka, maka penelitian dan penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

G. Sistematika Penulisan

Di dalam penulisan skripsi, diperlukan susunan dari sistematika penulisan yang tujuannya untuk memudahkan dalam melakukan penulisan skripsi, dan juga untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi dari skripsi ini.

(24)

Bab I merupakan pendahuluan, yang diuraikan dengan latar belakang masalah yang merupakan dasar dari penulisan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dibuatlah suatu perumusan masalah dan tujuan serta manfaat dari penulisan skripsi ini. Pada bab ini juga menjelaskan tentang metode penelitian yang digunakan, keaslian dari penulisan skripsi ini serta sistematika dari penulisan skripsi.

Bab II yaitu pembahasan mengenai tinjauan umum tentang kredit dan jaminan bank. Di dalam bab ini akan dibahas mengenai pengertian kredit, perjanjian kredit, dan jaminan kredit bank.

Bab III akan membahas mengenai tinjauan umum tentang jaminan kredit modal kerja. Bab ini terdiri dari beberapa sub bab yang terbagi atas pengertian tentang kredit modal kerja, dan pengikatan jaminan yang terdiri atas jaminan fidusia dan hak tanggungan.

Bab IV merupakan studi terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak dalam pengikatan jaminan kredit modal kerja pada Kantor Cabang Umum PT. Bank Mandiri, Tbk di Medan.

(25)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT DAN JAMINAN BANK A. Pengertian Kredit

Kata kredit berasal dari kata Romawi, Credere, artinya percaya. Dalam bahasa Belanda istilahnya Vertrouwen, dalam bahasa Inggris istilahnya Believe

atau trust or confidence artinya sama yaitu percaya. Kepercayaan adalah unsur yang sangat penting dan utama dalam pergaulan hidup manusia. Orang tidak dapat hidup dalam pergaulan bila tidak dipercaya lagi oleh orang lain. Percaya adalah apa yang dikatakan benar, apa yang dijanjikan ditepati, tidak pernah ingkar dan tidak berkhianat atas kewajiban atau tugas yang dipikulkan kepadanya.9

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satau pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman hingga batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.10

Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dirumuskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak

9 Sutarno, op.cit, hal. 92.

(26)

mata utangnya tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Berkaitan dengan pengertian kredit di atas, menurut Ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yang dimaksud dengan Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk: (a) cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari; (b) pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; dan (c) pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.11

Dengan memperhatikan seluruh pengertian kredit yang telah diuraikan di atas, maka dapat dipahami pengertian peminjam dalam kerangka perkreditan. Peminjam adalah nasabah perorangan atau perusahaan/badan yang memperoleh penyediaan dana dari bank, termasuk:12

a. Debitur, untuk penyediaan dana berupa kredit.

b. Penerbit surat berharga, pihak yang menjual surat berharga, manajer investasi kontrak investasi kolektif, dan atau reference entity, untuk penyediaan dana berupa surat berharga.

c. Pihak yang mengalihkan risiko kredit (protection buyer) dan atau

reference entity, untuk penyediaan dana berupa derivatif kredit (credit derivatives).

d. Pemohon (applicant), untuk penyediaan dana berupa jaminan (guarantee),

letter of credit (L/C), standby letter of credit (SBLC), atau instrument

serupa lainnya.

e. Pihak tempat bank melakukan penyertaan modal (investee), untuk penyediaan dana berupa penyertaan modal.

f. Bank atau debitur, untuk penyediaan dana berupa tagihan akseptasi.

g. Pihak lawan transaski (counterparty), untuk penyediaan dana berupa penempatan dan transaksi derivatif.

h. Pihak lain yang wajib melunasi tagihan kepada bank.

Dalam lingkup kredit yang berhubungan dengan jual beli surat berharga dan kegiatan pendukungnya seperti tergambarkan di atas, nyata bahwa pihak yang terkait di dalamnya tidak terbatas hanya pada pihak debitur atau kreditur. Banyak pihak dan lembaga tertentu yang juga sangat terkait di dalam kegiatan tersebut,

11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang “Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum”, Pasal 1 angka 5.

(27)

seperti lembaga penjamin, lembaga penilai, lembaga asuransi, dan bahkan lembaga yang sama sekali tidak secara langsung berhubungan dengan keuangan, seperti notaris/pejabat pembuat akta tanah, kantor pertanahan, kantor pendaftaran fidusia, dan lembaga lainnya.

Sekarang ini begitu kompleksnya kegiatan yang menyangkut kredit tersebut, berbeda sekali dengan saat awal berkembangnya kredit. Kredit pada masa awal perkembangannya adalah suatu kegiatan pinjam-meminjam yang bermula karena adanya kedekatan hubungan pribadi sehingga menumbuhkan kepercayaan di antara mereka, yaitu si pemberi pinjaman percaya kepada si peminjam akan mengembalikan pinjamannya (baik dengan disertai bunga ataupun tidak disertai bunga) pada saat yang telah dijanjikan. Dengan dasar adanya kepercayaan tersebut maka kegiatan pinjam-meminjam berlangsung. Adapun istilah yang dipakai untuk penamaan kegiatan tersebut secara umum, yaitu kredit.

Berdasarkan pengertian kredit seperti yang tersebut di atas maka Thomas Suyatno dalam buku Hermansyah, mengemukakan bahwa unsur-unsur kredit terdiri atas:13

1. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

2. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada

(28)

masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima di masa mendatang.

3. Degree of risk, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat

dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobosa masa depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah, maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

4. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang, atau jasa. Namun, karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang setiap kali kita jumpai dalam praktik perkreditan.

(29)

mendapatkan rentabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit dan secara spiritual mendapatkan kepuasan dengan dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan.

Suatu kredit mencapai fungsinya apabila secara sosial ekonomis, baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh pada tahapan yang lebih baik. Maksudnya, baik pihak debitur maupun kreditur mendapatkan kemajuan. Kemajuan tersebut dapat tergambarkan apabila mereka memperoleh keuntungan juga mengalami peningkatan kesejahteraan dan masyarakat pun atau Negara mengalami suatu pertambahan dari penerimaan pajak, juga kemajuan ekonomi, baik yang bersifat mikro maupun makro. Dari manfaat nyata dan manfaat yang diharapkan maka sekarang ini kredit dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan mempunyai fungsi:14

a. Meningkatkan daya guna uang;

b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang; c. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang; d. Salah satu alat stabilitas ekonomi;

e. Meningkatkan kegairahan berusaha;

f. Meningkatkan pemerataan pendapatan; dan g. Meningkatkan hubungan internasional.

Kredit yang diberikan oleh pihak bank kepada masyarakat sangat beragam jenisnya, jenis perbankan dapat dibedakan dengan mengacu pada kriteria tertentu. Pengklasifikasian jenis-jenis kredit tersebut bermula dari klasifikasi yang

(30)

dijalankan oleh perbankan dalam rangka mengontrol portofolio kredit secara efektif. Dari kegiatan pengklasifikasian tersebut maka saat ini dikenal jenis-jenis kredit yang didasarkan pada:15

1. Jenis Kredit Menurut Penggunaannya

a. Kredit investasi, yaitu kredit yang ditujukan untuk penggunaan sebagai pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin, juga untuk membiayai rehabilitasi, ekspansi, relokasi proyek, atau pendirian proyek baru. Adapun jangka waktunya dapat berjangka waktu menengah atau panjang. Di Indonesia jenis kredit investasi ini mulai diperkenalkan pada pertengahan tahun 1969, bersamaan dengan dimulainya Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) I sebagai penunjang program industrialisasi yang mulai dilancarkan pemerintah.

b. Kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai modal kerja, dan modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi perusahaan sehari-hari. c. Kredit konsumsi, yaitu kredit perorangan untuk tujuan non bisnis,

termasuk kredit pemilikan rumah. Kredit konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian mobil atau barang konsumsi untuk kebutuhan sehari-hari.

2. Jenis Kredit Menurut Kelembagaan

(31)

a. Kredit perbankan, yaitu kredit yang diberikan oleh bank milik Negara dan bank swasta kepada masyarakat untuk kegiatan usaha dan atau konsumsi. Kredit ini diberikan kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan dan atau kepada indvidu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup, baik yang berupa barang maupun jasa.

b. Kredit likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh bank sentral kepada bank-bank yang ada dan beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya.

c. Kredit langsung, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga pemerintah atau semi pemerintah (kredit program), misalnya, Bank Indonesia memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam rangka pelaksanaan program pengadaan pangan, atau pemberian kredit langsung kepada Pertamina, atau kepada pihak ketiga lainnya.

d. Kredit (pinjaman antarbank), yaitu kredit yang diberikan oleh bank yang kelebihan dana kepada bank yang kekurangan dana. Peminjaman model ini merupakan sarana yang paling gampang dilakukan oleh bank yang memerlukan tambahan dana, baik dalam keadaan darurat maupun dalam keadaan biasa dalam arti sekedar memerlukan tambahan dana untuk dapat diputar kembali.

(32)

a. Kredit jangka pendek (short term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum 1 tahun. Bentuknya dapat berupa kredit rekening Koran, kredit penjualan, kredit pembelian, dan kredit wesel. Juga, dapat berbentuk kredit modal kerja.

b. Kredit jangka menengah (medium term loan), yaitu kredit berjangka waktu antara 1 tahun sampai 3 tahun. Bentuknya dapat berupa kredit investasi jangka menengah.

c. Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun. Kredit jangka panjang ini pada umumnya, yaitu kredit investasi yang bertujuan menambah modal perusahaan dalam rangka untuk melakukan rehabilitasi, ekspansi (perluasan), dan pendirian proyek baru.

4. Jenis Kredit Menurut Aktivitas Perputaran Usaha

a. Kredit kecil, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai pengusaha kecil.

b. Kredit menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya lebih besar dari pada pengusaha kecil.

(33)

sehingga pemberian kredit yang besar dilakukan dengan cara pembiayaan bersama (co financing/joint financing).

5. Jenis Kredit Menurut Jaminannya

a. Kredit tanpa jaminan atau kredit blanko (unsecured loan), yaitu pemberian kredit tanpa jaminan materiil (agunan fisik), pemberiannya sangatlah selektif dan ditujukan kepada nasabah besar yang telah teruji bonafiditas, kejujuran, dan ketaatannya, baik dalam transasksi perbankan maupun kegiatan usaha yang dijalaninya.

b. Kredit dengan jaminan (secured loan), yaitu kredit yang diberikan kepada debitur selain didasarkan adanya keyakinan atas kemampuan debitur, juga disandarkan pada adanya agunan atau jaminan yang berupa fisik (collateral) sebagai jaminan tambahan, misalnya, berupa tanah, bangunan, alat-alat produksi, dan sebagainya. Agunan sebagai jaminan tambahan ini dimaksudkan untuk memudahkan kreditur. Apabila debitur wanprestasi, bank segera dapat menerima pelunasan utangnya melalui cara pelelangan atas agunan tersebut.

B. Hubungan Hukum Antara Bank dan Nasabah

Dalam literatur hukum perbankan (Banking Law) dikemukakan, bahwa

The relationship between a banker and his customer is also one of contract. It

consists of a general contract and special contracts (such as giving advice on

(34)

pendapat di atas dapat dilihat, bahwa hubungan antara bank dengan nasabah adalah suatu perjanjian (kontrak) yang berarti para pihak dalam hal ini bank dan nasabah debitur mempunyai hak dan kewajiban.16

Hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur memberikan pemahaman bahwa bank merupakan lembaga penyedia dana bagi para debiturnya. Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, hubungan tersebut dimaknai sebagai hubungan nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dan nasabah yang bersangkutan. Bentuknya dapat berupa kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi, atau kredit usaha kecil. Juga dapat berupa pembiayaan kredit kepemilikan rumah, dan lain-lain.

Pada aspek ini, momentum yuridis yang melatarbelakangi hubungan hukum antara bank dan nasabah adalah asas konsensualisme, yang tercermin dalam Pasal 1320 angka 1 KUHPerdata, bahwa kata sepakat merupakan salah satu syarat subjektif untuk melahirkan perjanjian, sedangkan uang atau yang dipersamakan dengan itu merupakan objek perjanjian yang tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum dan sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1320 angka 4 jo Pasal 1337 KUHPerdata.17

Dalam kaitannya dengan kegiatan yang dilakukan oleh bank, maka akan terlihat adanya dua sisi tanggung jawab, yakni kewajiban yang terletak pada bank itu sendiri dan kewajiban yang menjadi beban nasabah sebagai akibat hubungan

(35)

hukum dengan bank. Hak dan kewajiban nasabah diwujudkan dalam bentuk prestasi. Prestasi yang harus dipenuhi oleh bank dan nasabah adalah prestasi yang telah ditentukan dalam perjanjian antara bank dan nasabah terhadap produk perbankan, seperti tabungan dan deposito.

Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa hubungan antara bank dan nasabah diatur dalam hukum perjanjian. Ini berarti, para pihak dalam hal ini bank sebagai suatu badan usaha dan nasabah baik perorangan maupun badan usaha mempunyai hak dan kewajiban yang timbul dari perikatan, baik yang berasal dari Undang-undang maupun perjanjian. Hak dan kewajiban para pihak ini erat kaitannya dengan masalah tanggung jawab. Mereka bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkan dari perjanjian yang telah dibuat.

Dalam pengertian hukum, umumnya yang dimaksud dengan hak adalah kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Sedangkan kepentingan adalah tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya.

Pada dasarnya hak bersumber dari tiga hal yaitu:18

1. Dari kodrat manusia sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia memiliki sejumlah hak sebagai manusia dan untuk mempertahankan kemanusiaannya, misalnya hak untuk hidup, kebebasan, dan sebagainya. Hak inilah yang disebut hak asasi.

(36)

2. Hak yang lahir dari hukum, yaitu hak-hak yang diberikan oleh hukum negara kepada manusia dalam kedudukannya sebagai warga negara. Hak inilah yang disebut dengan hak hukum atau yuridis. Misalnya, hak untuk memberikan suara dalam pemilu, hak warga negara, dan sebagainya.

3. Hak yang lahir dari hubungan hukum antara seseorang dan orang lain atau badan hukum melalui perjanjian (kontrak). Misalnya, sewa-menyewa, atau pinjam-meminjam, dan sebagainya.

Sedangkan kewajiban adalah tanggung jawab untuk menebus (mengganti) terhadap apa yang telah dilakukan yang menimbulkan kerugian berdasarkan apa yang telah diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan.

Kelanggengan dari usaha perbankan sangat bergantung kepada kepercayaan yang diberikan oleh nasabah kepada bank. Oleh karena itu, bank harus menaruh kepedulian dengan kepercayaan yang diberikan oleh nasabah, dan melaksanakan berbagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan tersebut. Peningkatan kepercayaan nasabah terhadap bank, erat pula kaitannya dengan perlindungan hukum yang dapat diberikan bank kepada nasabahnya.

Undang-undang Perbankan tidak memberikan perlindungan dalam bentuk kerahasiaan bank bagi nasabah. Yang dicakup dalam ketentuan rahasia bank hanya yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.19

(37)

C. Perjanjian Kredit

Peraturan yang berlaku bagi perjanjian diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berjudul “Tentang Perikatan”. Dalam Buku Ketiga tersebut, ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian terdapat dalam Bab Kedua. Perjanjian diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan. Selain perjanjian, sumber perikatan yang lain adalah karena undang-undang.

Dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikemukakan, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.20 Selanjutnya dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat 4 (empat) syarat untuk menentukan sahnya perjanjian, yaitu:21

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

Kata sepakat dalam suatu perjanjian merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kehendak kedua belah pihak saling diterima satu sama lain. Kedua belah pihak sama-sama tidak menolak apa yang diinginkan pihak lawannya. Dengan adanya kata sepakat, maka perjanjian itu telah ada dan sejak saat itu pula perjanjian mengikat kedua belah pihak dan dapat dilaksanakan.

(38)

Untuk mengetahui kapan terjadinya kata sepakat, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri tidak mengaturnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan terdapat beberapa teori sebagai berikut:22

a. Teori Kehendak (wilstheorie)

Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi ketika para pihak menyatakan kehendaknya untuk mengadakan suatu perjanjian.

b. Teori kepercayaan (vetrouwemstheorie)

Berdasarkan teori kepercayaan, kata sepakat dalam suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat pernyataan salah satu pihak dapat dipercaya secara obyektif oleh pihak lainnya.

c. Teori ucapan (uitingstheorie)

Dalam teori ini yang dilihat adalah ucapan (jawaban) debitur. Kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur mengucapkan persetujuannya terhadap penawaran yang dilakukan kreditur. Jika dilakukan dengan surat, maka kata sepakat terjadi pada saat menulis surat jawabannya.

d. Teori pengiriman (verzendingstheorie)

Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur mengirimkan surat jawaban kepada kreditur. Jika dilakukan pengirimannya melalui pos, maka kata sepakat dianggap telah

(39)

terjadi pada saat surat jawaban tersebut distempel (cap) oleh kantor pos.

e. Teori penerimaan (ontvangstheorie)

Menurut teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kreditur menerima surat jawaban dari debitur. Tepatnya pada saat kreditur membaca surat jawaban tersebut, karena saat itu ia mengetahui kehendak debitur.

f. Teori pengetahuan (vernemingstheorie)

Menurut teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kreditur mengetahui bahwa debitur telah menyatakan menerima penawarannya. Tampak teori pengetahuan lebih luas dari teori penerimaan, karena dalam teori ini memandang kreditur mengetahui kehendak debitur baik melalui surat maupun secara lisan.

(40)

kehendak yang sesungguhnya. Keadaan yang dimaksud adalah karena adanya kekhilafan, paksaan atau penipuan.

Pengaruh keadaan yang demikian, membuat pelaku perjanjian tidak dapat berbuat sewenang-wenang. Tidak dapat memberikan kehendak yang sesungguhnya, maka apabila para pihak mengetahuinya, pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut pembatalan perjanjian tanpa meminta pembatalan kepada pengadilan, perjanjian itu dipandang tetap sah dan mengikat kedua belah pihak.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

Kecakapan adalah kemampuan untuk membuat suatu perjanjian. Pada prinsipnya semua orang mampu membuat perjanjian, namun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah menetapkan mengenai siapa-siapa saja yang tidak cakap membuat hal tersebut.

Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan, bahwa orang-orang yang tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:23

- orang-orang yang belum dewasa;

- mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

- orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Siapa saja yang termasuk orang-orang yang belum dewasa, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri tidak memberikan perincian. Karena itu, untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu

(41)

melihat beberapa ketentuan undang-undang yang dapat dijadikan pedoman, yaitu:

- Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan, bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. - Pasal 6 ayat (2) Undang_undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan menyebutkan, bahwa untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tuanya.

Dari kedua ketentuan di atas dapat disimpulkan, bahwa orang yang berumur 21 tahun ke atas disebut dewasa, kecuali di bawah umur tersebut yang bersangkutan pernah kawin.

Kemudian mengenai orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dalam Pasal 433 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan,24

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur orang perempuan tidak cakap melakukan perjanjian, hal ini merupakan suatu peraturan yang ketinggalan zaman. Dalam perkembangan setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan, pun jika ia kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya.

(42)

hukum, wanita telah sama kedudukannya dengan kaum pria. Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan menetapkan, bahwa suami maupun isteri berhak melakukan perbuatan hukum. Negara kita juga telah meratifikasi konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Againts Women). Jadi sekarang wanita dewasa cakap untuk membuat suatu perjanjian. 3. Suatu hal tertentu;

Syarat yang ketiga sahnya perjanjian adalah hal tertentu, di sini yang dibicarakan obyek perjanjian harus tertentu. Pasal 1333 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata member petunjuk, bahwa dalam perjanjian yang menyangkut tentang barang paling sedikit ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya dapat ditentukan kemudian.

Ketentuan tersebut menunjukkan, dalam perjanjian dapat dilaksanakan dengan baik jika A meminjamkan uang kepada B, harus jelas berapa jumlah uang yang dipinjamkan dan harus jelas kapan dikembalikan uang tersebut. Perjanjian yang demikan tidak sulit untuk dilaksanakan.

Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat yang ketiga ini, akan berakibat batal demi hukum. Perjanjiannya dianggap tidak pernah ada (terjadi).

(43)

Dalam membicarakan sebab yang halal, di sini melihat tujuannnya, untuk apa suatu perjanjian itu diadakan. Tujuan merupakan sebab adanya perjanjian, dan sebab yang disyaratkan undang-undang harus yang halal.

Melihat ketentuan Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, di dalamnya terdapat adanya perjanjian tanpa sebab, perjanjian yang dibuat karena sebab yang palsu, atau perjanjian yang dibuat karena sebab yang terlarang. Pasal tersebut menggambarkan apa yang disebut sebab yang tidak halal.

Perjanjian tanpa sebab, apabila perjanjian itu dibuat dengan tujuan yang tidak pasti atau kabur. Misalnya A mengadakan perjanjian dengan B untuk melukis wajah A, padahal B bukan pelukis dan menggambarpun tidak bisa.

Perjanjian yang dibuat karena sebab yang palsu, tujuannya untuk menutupi apa yang sebenarnya hendak dicapai dalam perjanjian itu. Suatu sebab disebut terlarang, apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum (Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

(44)

Setelah memahami perjanjian pada umumnya yang diuraikan secara global seperti diatas, maka dapat diperoleh materi tentang perjanjian yang pada umumnya dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami dan menyusun mengenai perjanjian kredit.

Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditur dan debitur, maka wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis. Dalam praktik perbankan, bentuk dan format dari perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan. Akan tetapi, ada hal-hal yang tetap harus dipedomani, yaitu bahwa perjanjian tersebut rumusannya tidak boleh kabur atau tidak jelas, juga perjanjian tersebut sekurang-kurangnya harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum, sekaligus pula harus memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit, serta persyaratan lainnya yang lazim dalam perjanjian kredit. Hal-hal yang menjadi perhatian tersebut perlu, guna mencegah adanya kebatalan dari perjanjian yang dibuat (invalidity) sehingga pada saat dilakukannya perbuatan hukum, (perjanjian) tersebut jangan sampai melanggar suatu ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, pejabat bank harus dapat memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan perjanjian kredit telah diselesaikan dan telah memberikan perlindungan yang memadai bagi bank.

(45)

dapat disimpulkan, dasar hukum pemberian kredit adalah perjanjian.25 Dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan, bahwa pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.26

Selanjutnya dalam Pasal 1765 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikemukakan, diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian.27

a. Adanya persetujuan antara peminjam dengan yang memberi pinjaman; Dari pengertian di atas, terlihat bahwa unsur-unsur pinjam-meminjam adalah:

b. Adanya suatu jumlah barang tertentu habis karena memberi pinjaman; c. Pihak yang menerima pinjaman akan mengganti barang yang sama;

dan

d. Peminjam wajib membayar bunga bila diperjanjikan.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa perjanjian kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank dengan pihak lain (nasabah). Dengan demikian perjanjian kredit merupakan perjanjian khusus, karena di dalamnya terdapat kekhususan di mana pihak kreditur selaku bank dan obyek perjanjian berupa uang. Menurut pandangan Prof. DR. Mariam Darus Badrulzaman, SH, perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan

25 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan Edisi Revisi, Cet III, (Bandung: Cv. Mandar Maju, 2012), hlm. 191.

(46)

(voorovereenkomst) dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil pemufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian ini bersifat konsensual (pacta de contrahendo) obligatoir.28

Seperti yang dikemukakan di atas, setiap kredit yang telah disepakati harus dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis. Bentuk dan formatnya diserahkan oleh Bank Indonesia kepada masing-masing bank untuk menetapkannya, namun sekurang-kurangnya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Karena itu peraturan-peraturan yang berlaku bagi perjanjian kredit adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai peraturan umumnya, dan Undang-Undang Perbankan beserta peraturan pelaksanaannya sebagai peraturan khususnya.

a. Memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi kepentingan bank;

b. Memuat jumlah, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan-persyaratan kredit lainnya sebagaimana ditetapkan dalam keputusan persetujuan kredit dimaksud.

Susunan sebuah perjanjian kredit bank pada umumnya meliputi: a. Judul

Dalam dunia perbankan masih belum terdapat kesepakatan tentang judul atau penamaan perjanjian kredit bank ini. Ada yang menamakan dengan perjanjian kredit, surat pengakuan utang, persetujuan pinjam

(47)

uang, dan lain-lain. Judul di sini berfungsi sebagai nama dari perjanjian yang dibuat tersebut, setidaknya kita akan mengetahui bahwa akta atau surat itu merupakan perjanjian kredit bank.

b. Komparisi

Sebelum memasuki substantive perjanjian kredit bank, terlebih dahulu diawali dengan kalimat komparisi yang berisikan identitas, dasar hukum, dan kedudukan para pihak yang akan mengadakan perjanjian kredit bank. Di sini menjelaskan sejelasnya tentang identitas, dasar hukum, dan kedudukan subjek hukum perjanjian kredit bank. Sebuah perjanjian kredit bank akan dianggap sah apabila ditandatangani oleh subjek hukum yang berwenang untuk melakukan perbuatan hukum yang demikian itu.

c. Substantif

Sebuah perjanjian kredit bank berisikan klausula-klausula yang merupakan ketentuan dan syarat-syarat pemberian kredit, minimal harus memuat maksimum kredit, bunga dan denda, jang waktu kredit, cara pembayaran kembali kredit, agunan kredit, opeinsbaar clause, dan pilihan hukum.

Perjanjian kredit yang baik, seyogianya sekurang-kurangnya harus memuat klausula-klausula sebagai berikut:

(48)

b. Klausula-klausula tentang bunga, commitment fee, dan denda kelebihan tarik;

c. Klausula tentang kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas rekening giro dan rekening pinjaman nasabah debitur;

d. Klausula tentang representations and warranties, yaitu klausula yang berisi pernyataan-pernyataan nasabah debitur mengenai fakta-fakta yang menyangkut status hukum, keadaan keuangan, dan harta kekayaan nasabah debitur pada waktu kredit diberikan, yaitu yang menjadi asumsi-asumsi bagi bank dalam mengambil keputusan untuk memberikan kredit tersebut;

e. Klausula tentang conditions precedent, yaitu klausula tentang syarat-syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh nasabah debitur sebelum bank berkewajiban untuk menyediakan dana bagi kredit tersebut dan nasabah debitur berhak untuk pertama kalinya menggunakan kredit tersebut;

f. Klausula tentang agunan kredit dan asuransi barang-barang agunan; g. Klausula tentang berlakunya syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan

hubungan rekening koran bagi perjanjian kredit yang bersangkutan; h. Klausula tentang affirmative covenants, yaitu klausula yang berisi

(49)

i. Klausula tentang negative convenants, yaitu klausula yang berisi jani-janji nasabah debitur untuk tidak melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian kredit berlaku;

j. Klausula tentang financial convenants, yaitu klausula yang berisi nasabah debitur untuk menyampaikan laporan keuangannya kepada bank dan memelihara posisi keuangannya pada minimal taraf tertentu; k. Klausula tentang tindakan yang dapat diambil oleh bank dalam rangka

pengawasan, pengamanan, penyelamatan, dan penyelesaian kredit; l. Klausula tentang events of default, yaitu klausula yang menentukan

suatu peristiwa atau peristiwa-peristiwa yang apabila terjadi memberikan hak kepada bank untuk secara sepihak mengakhiri perjanjian kredit dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh

outstanding kredit;

m. Klausula tentang arbitrase, yaitu klausula yang mengatur mengenai penyelesaian perbedaan pendapat atau perselisihan di antara para pihak melalui suatu badan arbitrase, baik badan arbitrase ad hoc atau badan arbitrase institusional;

n. Klausula-klausula bunga rampai atau miscellaneous provisions atau

(50)

yang belum diatur di dalam pasal-pasal lain atau berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan khsusus yang dimaksudkan sebagai syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang menyimpang, syarat-syarat-syarat-syarat dan ketentuam-ketentuan lain yang telah tercetak di dalam perjanjian kredit yang merupakan perjanjian baku.

Menurut Ch. Gatot Wardoyo ada beberapa klausula yang selalu dan perlu dicantumkan dalam setiap perjanjian kredit, yaitu:29

1. Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali (predisbursement clause) Klausula ini menyangkut:

a. Pembayaran provisi, premi asuransi kredit dan asuransi barang jaminan serta biaya pengikatan jaminan secara tunai;

b. Penyerahan barang jaminan dan dokumennya serta pelaksanaan pengikatan barang jaminan tersebut;

c. Pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan dan asuransi kredit dengan tujuan untuk memperkecil resiko yang terjadi di luar kesalahan debitur maupun kreditur.

2. Klausula mengenai maksimum kredit (annount clause)

Klausula ini mempunyai arti penting dalam beberapa hal, yaitu:

a. Merupakan objek dari perjanjian kredit sehingga perubahan kesepakatan mengenai materi ini menimbulkan konsekuensi diperlukannya pembuatan perjanjian kredit baru;

(51)

b. Merupakan batas kewajiban pihak kreditur yang berupa penyediaan dana selama tenggang waktu perjanjian kredit, yang berarti pula batas hak debitur untuk melakukan penarikan pinjaman;

c. Merupakan penetapan berapa besarnya nilai agunan yang harus diserahkan, dasar perhitungan penetapan besarnya provisi atau

commitment fee;

d. Merupakan batas dikenakannya denda kelebihan tarik (overdraft). 3. Klausula mengenai jangka waktu kredit

Klausula ini penting dalam beberapa hal, yaitu:

a. Merupakan batas waktu bagi bank kapan keharusan menyediakan dana sebesar maksimum kredit berakhir dan sesudah dilewatinya jangka waktu ini sehingga menimbulkan hak tagih/pengembalian kredit dari nasabah;

b. Merupakan batas waktu kapan bank boleh melakukan teguran-teguran kepada debitur bila tidak memenuhi kewajiban tepat pada waktunya;

c. Merupakan suatu masa yang tepat bagi bank untuk melakukan tinjauan atau analisis kembali apakah fasilitas kredit tersebut perlu diperpanjang atau perlu segera ditagih kembali.

4. Klausula mengenai bunga pinjaman (interest clause)

(52)

a. Memberikan kepastian mengenai hak bank untuk memungut bunga pinjaman dengan jumlah yang sudah disepakati bersama, karena bunga merupakan penghasilan bank baik secara langsung maupun tidak langsung akan diperhitungkan dengan biaya dana untuk penyediaan fasilitas kredit tersebut;

b. Pengesahan pemungutan bunga di atas 6% per tahun asalkan diperjanjikan secara tertulis.

5. Klausula mengenai barang agunan kredit

Klausula ini bertujuan agar pihak debitur tidak melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara sepihak, tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak lain.

6. Klausula asuransi (insurance clause)

Klausula ini bertujuan untuk pengalihan resiko yang mungkin terjadi, baik atas barang agunan maupun atas kreditnya sendiri. Adapun materinya perlu memuat mengenai maskapai asuransi yang ditunjuk, premi asuransinya, keharusan polis asuransi untuk disimpan di bank, dan sebagainya.

7. Klausula mengenai tindakan yang dilarang oleh bank (negative clause) Klausula ini terdiri atas berbagai macam hal yang mempunyai akibat yuridis dan ekonomi bagi pengamanan kepentingan bank sebagai tujuan utama.

(53)

Klausula ini mengatur hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum berakhir.

9. Klausula mengenai denda (penalty clausul)

Klausula ini dimaksudkan untuk mempertegas hak-hak bank untuk melakukan pungutan baik mengenai besarnya maupun kondisinya.

10.Expence Clause

Klausula ini mengatur mengenai beban biaya dan ongkos yang timbul sebagai akibat pemberian kredit, yang biasanya dibebankan kepada nasabah dan meliputi antara lain biaya pengikatan jaminan, pembuatan akta-akta perjanjian kredit, pengakuan utang, dan penagihan kredit.

11.Debet Auto Rization Clause

Pendebetan rekening pinjaman debitur haruslah dengan izin debitur.

12.Representation and Warranties/Material Adverse Change Clause

Klausula ini dimaksudkan bahwa pihak debitur menjanjikan dan menjamin semua data dan informasi yang diberikan kepada bank adalah benar dan tidak diputarbalikkan.

13.Klausula ketaatan pada ketentuan bank

Klausula ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan bila terdapat hal-hal yang tidak diperjanjikan secara khusus tetapi dipandang perlu, maka sudah dianggap telah diperjanjikan secara umum.

14.Miscellaneous/Boiler Plate Provision

(54)

15.Dispure Settlement (Alternatif Dispute Resolution)

Klausula mengenai metode penyelesaian perselisihan antara kreditur dan debitur bila terjadi.

16.Pasal-pasal penutup

Pasal penutup merupakan eksemplar perjanjian kredit yang maksudnya mengadakan pengaturan mengenai jumlah alat bukti dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kredit serta tanggal penandatanganan perjanjian kredit.

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa dalam sebuah perjanjian kredit bank minimal seyogianya memuat klausula-klausula yang berhubungan dengan:30

1. Ketentuan mengenai fasilitas kredit yang diberikan, di antaranya tentang jumlah maksimum kredit, jangka waktu kredit, tujuan kredit, bentuk kredit dan batas izin tarik;

2. Suku bunga dan biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian kredit, di antaranya bea materai, provisi/commitment fee

dan denda kelebihan tarik;

3. Kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas rekening giro dan/atau rekening kredit penerima kredit untuk bunga denda kelebihan tarik dan bunga tunggakan serta segala macam biaya yang timbul karena dan untuk pelaksanaan hal-hal yang ditentukan yang menjadi beban penerima kredit;

(55)

4. Representation dan warranties, yaitu pernyataan dari penerima kredit atas pembebanan segala harta kekayaan penerima kredit menjadi jaminan guna pelunasan kredit;

5. Conditions precedent, yaitu tentang syarat-syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh penerima kredit agar dapat menarik kredit untuk pertama kalinya;

6. Agunan kredit dan asuransi barang-barang agunan;

7. Affirmative dan negative covenants, yaitu kewajiban-kewajiban dan pembatasan tindakan penerima kredit selama masih berlakunya perjanjian kredit;

8. Tindakan-tindakan bank dalam rangka pengawasan dan penyelamatan kredit;

9. Events of default wanprestasi/cidera janji/trigger clausel opeisbaar clause, yaitu tindakan-tindakan bank sewaktu-waktu dapat mengakhiri perjanjian kredit dan untuk seketika akan menagih semua utang beserta bunga dan biaya lainnya yang timbul;

10.Pilihan domisili/forum/hukum apabila terjadi pertikaian di dalam penyelesaian kredit antara bank dan nasabah penerima kredit;

11.Ketentuan mulai berlakunya perjanjian kredit sejak penandatanganan perjanjian kredit.

(56)

menyertai, mengikuti atau mendahului perjanjian kredit tersebut. Dokumen-dokumen tersebut antara lain:31

1. Dokumen Pendahuluan

Ada beberapa dokumen yang dibuat sebelum ditandatanganinya suatu perjanjian kredit. Dokumen-dokumen tersebut dapat disebut dengan “Dokumen Pendahuluan” dan biasanya berisikan data finansial atau garis besar data tentang terms dan conditions dari perjanjian kredit yang akan ditandatangani kelak. Dokumen pendahuluan ini sangat bersifat administratif dan biasanya hanya merupakan gentlemen deal

saja.

Perlu diperhatikan bahwa agar tidak menimbulkan dualisme penafsiran dari perjanjian kredit nantinya, terutama jika ada kontradiksi antara dokumentasi pendahuluan dengan perjanjian kredit, maka diperlukan adanya suatu pernyataan dalam perjanjian kredit bahwa dengan ditandatangani perjanjian kredit tersebut, maka perjanjian kredit yang bersangkutan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan menggantikan kedudukan seluruh dokumen pendahuluan tersebut.

2. Dokumen Jaminan

Ada juga beberapa dokumentasi yang menyertai perjanjian kredit yang dapat disebut sebagai “Dokumen Jaminan”. Seluruh dokumen ini secara yuridis by the operation of law (demi hukum) dianggap sebagai dokumen yang “assessoir”. Artinya, perjanjian jaminan tersebut

(57)

merupakan “buntut” dari perjanjian pokok. Sehingga apabila perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit tersebut karena alasan apa pun batal atau tidak berlaku secara hukum, maka perjanjian jaminan pun tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.

Beberapa dokumen jaminan yang selalu dipraktekkan sehari-hari adalah:

a. Hipotek (Akta Hipotek, Sertifikat Hipotek atau Kuasa Memasang Hipotek), atau Akta Pembebanan Hak Tanggungan.

b. Akta Fidusia c. Kuasa Menjual

d. Cessie Tagihan (Assignment of Receivable)

e. Cessie Bayaran Asuransi (Assignment of Insurance Proceeds) f. Kuasa Memblokir Deposito

g. Kuasa Mencairkan Deposito h. Akta Gadai/Fidusia Saham

i. Perjanjian Menanggung Biaya (Cost Overrun) j. Akta Jaminan Pribadi

k. Akta Jaminan Perusahaan l. Akta Pinjaman Subordinasi

m. Akta Bagi Hasil Jaminan (Security Sharing)

(58)

Dokumen legalitas yaitu merupakan dokumen-dokumen pengaman yang biasanya non-notarial, dibuat dengan tujuan agar terjaminnya keabsahan dari perjanjian kredit dan pelaksanaannya nanti. Jadi, sejauh mungkin dipastikan bahwa tidak ada hukum atau ketentuan dalam Anggaran Dasar (debitur dan kreditur) yang dilanggar.

Termasuk ke dalam dokumen legalitas ini antara lain tetapi tidak terbatas pada:

a. Pendapat dari Konsultan Hukum (untuk kreditur dan debitur). b. Persetujuan Komisaris, terhadap tindakan perseroan yang menurut

anggaran dasarnya memerlukan persetujuan notaris.

c. Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), terhadap tindakan-tindakan perseroan yang oleh anggaran dasarnya disyaratkan RUPS.

d. Persetujuan suami/istri, terhadap tindakan-tindakan yang melibatkan harta suami/istrinya.

e. Surat-surat Kuasa untuk mengesahkan otoritas seseorang/badan hukum. Kecuali Kuasa yang dimaksudkan sebagai jaminan hutang, seperti kuasa menjual. Untuk jenis kuasa yang terakhir ini digolongkan ke dalam bagian dari dokumentasi jaminan.

4. Dokumen Instrumentalia

(59)

dengan pencairan pinjaman oleh kreditur atau penagihan/pembayaran kembali pinjaman oleh debitur. Yang termasuk ke dalam dokumen-dokumen instrumentalia ini antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:

a. Pengakuan Utang Murni,

b. Pemberitahuan Penarikan (Notice of Drawdown), c. Promes (Promissory Note),

d. Surat Aksep.

Demikianlah dokumen-dokumen yang selalu ditemukan dalam suatu pemberian kredit bank. Namun demikian, tidak semua dokumen seperti di atas digunakan sekaligus dalam suatu transaksi kredit. Setiap dokumen yang diperlukan sangat bergantung kepada kebutuhan masing-masing pihak dalam praktek, yang memang ternyata banyak variasinya.

Dalam Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menetapkan semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama-nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat di dalam bab ini dan bab yang la

Referensi

Dokumen terkait

[r]

This book is written to popularise the idea that an understanding of microbial ecology is an essential prerequisite in designing good aquacultural systems. The author argues,

Penelitian ini juga menganalisis pengaruh leverage dalam memoderasi hubungan antara intellectual capital , capital adequacy ratio dan ukuran perusahaan dengan kinerja

Realisasi indikator kinerja pada tahun 2016 telah sesuai dengan target. jangka menengah yang ditetapkan dalam Rencana Strategis

Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru |alur selelsi Mandiri (SM). Program D3 Universitas Negeri Yogyakarta memberikan penghargaan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Operasional

Dokumen ini mengandung informasi keuangan dan hasil kegiatan, dan dapat mengandung sejumlah perkiraan, rencana, strategi, dan tujuan-tujuan dari Indosat, yang bukan merupakan

Rangkaian Lampu Penujuk Arah ini Adalah Sebuah Rangkaian Lampu Kedap-kedip Sederhana yang Menggunakan 2 (dua) buah IC, Dimana Outputnya diperlihathan Pada Lampu Pijar yang