• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktek Kerja Lapngan Di Bank Indonesia Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laporan Praktek Kerja Lapngan Di Bank Indonesia Bandung"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

BANDUNG

i u i u i P

Oleh :

Taufan Adhinugroho NIM. 41808161

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA B A N D U N G

(2)

ii Assalamua’laikum Wr. Wb.

i i i

i i i i i

i i i i

i i i

i i

i i

i i i i i i

i i

i i i i i i i i

i i i i i

i i i

i i i i i i i

i i i i

i i i

i i i

i i i

i

i i i i i

(3)

iii

✟ ✠ Y . Ba a P . D . Sa I R D . M.A

i i i iv i i

i

i i i

. Y . Ba a D . Ma a S i a M.Si i

i i i i i

i i i

i i i

i

. Y . I M Ma i P S.S . M.Si. i

i i i i i i

i

i i i

i i

. Y . I D a E a S a S.S . M.Si. i

i i

. K a K a a Y . I Ri a a S.S . M.Si. Ba a

Sa a J ia P. S.I.K . Ba a I a P a a S.I.K .

Ba a A i a a S a . S.IP. M.Si. I Ii Ra i Ha a a i

(4)

iv

i i

i i

. Y . I A i I a a i A.M a M a R . S i I a Fa a i i

S.I.K . i i i i

i i i

i

. Y . Ba a L Fa A i Ha i a a. i i

i i i i i

i i

. Y . Ba a Ya a I i a i ivi i i i

i i i

i i

. Y . Ba a Sa i a a R a . i

i i

i i i

. Y . Ba a Sa i i

i i

(5)

v

. T a T a IK HUMAS i

i i i i

. T a T a S a a A a a IK H a IK

H a IK J a i i

i i i i i

. Da a i a i i i

i i

i i i i

i i i

i i i i

i i i i

i i i

Amin

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Ba D

P i

(6)

✡☛☛

✖✗ ✘ ✙✌✏✚✗ ✛ ✜✗ ✒✌✓✌✛ ✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢✣

✤✌✎ ✌ ✚✗✛✜✌✛✎ ✌✏✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢✣✣

☞✌✍✎ ✌✏✑ ✒✑✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢✥✣✣

☞✌✍✎ ✌✏✜✌✘ ✙✌✏✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢✦

☞✌✍✎ ✌✏✎ ✌ ✙✗✖✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢✦✣

☞✌✍✎ ✌✏✖✌✘✚✑ ✏✌✛✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢ ✢✢✢✢✦✣✣

✙✌ ✙✑ ✚✗ ✛☞✌✓✧✖ ✧✌✛

1.1 Sejarah dan Perkembangan Bank Indonesia Bandung... 1

1.2 Visi dan Misi Bank Indonesia Bandung ... 23

1.2.1 Visi Bank Indonesia Bandung ... 23

1.2.2 Misi Bank Indonesia Bandung ... 24

1.3 Logo dan Arti Logo Perusahaan ... 24

1.3.1 Logo Perusahaan ... 24

1.3.2 Arti Logo Perusahaan ... 25

1.4 Sejarah Divisi Logistik Bank Indonesia Bandung ... 26

1.5 Struktur Organisasi Perusahaan... 26

1.6 Job Description... 29

1.6.1 Kepala Bank Indonesia Bandung... 29

1.6.2 Deputi Pimpinan Bank Indonesia Bidang Ekonomi Moneter... 29

1.6.3 Deputi Pimpinan Bank Indonesia Bidang MI dan SI... 29

(7)

viii

1.8 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ... 33

1.8.1 Lokasi Pelaksanaan PKL ... 33

1.8.2 Waktu Pelaksanaan PKL ... 33

★✩ ★✪ ✪ ✫✬ ✭✩✮ ✯✩ ✰✩✩ ✰✫✱✩✮ ✲✬ ✮✮ ✬✱ ✳✩ ✭✩✫✩ ✰✴✩ ✰ 2.1 Aktivitas Praktek Kerja Lapangan ... 34

2.2 Deskripsi Kegiatan Rutin dan Contoh ... 39

2.2.1Classical... 40

2.2.2 Mengisi Absen Pada Saat masuk dan Pulang Kerja ... 40

2.3 Deskripsi Kegiatan Insidentil dan Contoh... 40

2.3.1 Pengarahan Tentang Kegiatan Kerja Di Masing-Masing Divisi.... 41

2.3.2 Rapat Pembangaunan Rumah Pegawai Bank Indonesia ... 41

2.3.3 Mereview Jalannya Rapat... 41

2.3.4 Rapat Kerja Sementara Pengadaan kendaraan Dinas ... 41

2.3.5 Meresume Buku MLBI ... 41

2.3.6 Membuat Frowchart ... 42

2.3.7 Mendata Ulang Barang-BarangInfentarisBank Indonesia ... 42

2.4 Deskripsi Public Relations... 42

2.4.1 SejarahPublic Relations... 42

2.4.2 DefinisiPublic Relations... 44

2.4.3 Ruang LingkupPublic Relations... 45

(8)

ix

2.4.5.2 PerananPublic Relations ...47

2.5 Analisis Kegiatan PKL... 48

2.6 Analisis Pelayanan Perusahaan Terhadap Mahasiswa PKL... 49

✹✺ ✹✻ ✻✻ ✼✽ ✾✿❀ ✿✼ 3.1 Kesimpulan ... 52

3.2 Saran ... 53

3.2.1 Saran Untuk Perusahaan / Instansi... 53

3.2.2 Saran Untuk Mahasiswa/i PKL... 54

❁✺ ❂❀✺ ❃✼ ✿❄ ❀✺ ❅✺... 55

❆✺❇✼✻ ❃✺ ✾... 56

(9)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Sejarah dan Perkembangan Bank Indonesia Bandung

Sebagai bank sentral, keberadaan Bank Indonesia memiliki

peranan yang sangat penting. Fungsi dan perannya tersebut terus

berkembang seiring dengan berjalannya waktu, baik sejak tahun

kelahirannya 1953 maupun sejak didirikannya sebagai bank umum dengan

nama De Javasche Bank di tahun 1828. Secara sederhana dapat

diungkapkan bahwa keberadaan kantor cabang Bank Indonesia merupakan

sebuah perpanjangan tangan dari kantor pusatnya yang berada di Jakarta.

Dengan demikian, fungsi dan peranannya pada dasarnya identik dengan

fungsi peran kantor pusatnya. Satu hal yang menarik sekaligus

membedakan keberadaan De Javasche Bank cabang Bandung adalah

pertimbangan pembukaannya di awal abad ke-20. Kekhawatiran pihak

militer Hindia Belanda akibat meletusnya perang Boer, menyebabkan

adanya pertimbangan untuk mendirikan tempat pelarian kekayaan ke

pedalaman pulau jawa. Kota Bandung yang berjarak ± 150 km dari kota

Batavia ( sekarang Jakarta ), dipandang sebagai tempat yang ideal untuk

mewujudkan gagasan tersebut di atas. Selanjutnya, pada pertengahan

tahun 1909, rencna pembukaan kantor cabanng De Javasche Bank di

Bandung baru dapat diwujudkan, dengan catatan adanya kemungkinan

(10)

non bisnis yang kuat melatar-belakangi pembukaan kantor cabang ini.

Seperti yang telah ditulis diatas, bahwa terjadinya perang Boer ( Boeren

Oorlog ) yang terjadi di Afrika Selatan telah menimbulkan gelombang

kekhawatiran di kalangan militer Hindia Belanda. Negara Inggris yang

kala itu merupakan negara super power, dengan seluruh kekuatan

militernya, terutama armada lautnya, dipandang merupakan sebuah

ancaman besar yang sewaktu-waktu dapat melakukan penyerangan ke

seluruh koloni Belanda. Dengan pemahaman ekonomi kala itu yang

umumnya menggunakan pandangan Markantilisme yaitu kemakmuran dan

kekayaan suatu negara atau bangsa diukur dari seberapa banyak negara

atau bangasa tersebut memiliki persediaan emas, maka menjadi tidak

mengherankan apabila peperangan, aneksasi, kolonisasi atau sejenisnya

pada masa itu sangat identik dengan upaya-upaya perebutan dan

penumpukan kekayaan (emas) demi sebuah kejayaan dan kemakmuran

suatu bangasa atau negara. Sejalan dengan pemahaman tersebut diatas,

maka menjadi dapat dimengerti apabila suatu negara melakukan

upaya-upaya perlindungan sedemikian rupa atas kekayaan (emas) nya, baik

dikala perang ataupun damai.

Di wilayah kolonialisasi Belanda di Asia tenggara atau dulu lebih

dikenal sebagai Hindia Belanda, upaya-upaya perlindungan atas kekayaan,

khususnya akibat dari adanya perang Boer, juga dilakukan. Salah satu

upaya tersebut adalah terjadinya sebuah kesepakatan antara presiden De

(11)

pada permulaan abad ke-20 untuk mencari jalan keluar yang terbaik dan

tercepat dalam rangka mengamankan kekayaan bank dari daerah pantai ke

daerah pedalaman. Kesimpulan yang kemudian diambil adalah adanya

keinginan untuk membangun kantor cabang De Javasche Bank di

Bandung. Hal ini kemudian dilaporkan kepada dewan militer dengan

suratnya No. 165 tanggal 7 Mei 1902 serta kepada pihak pemerintah

dengan suratnya No. 420 tanggal 16 Juni 1902 yang berisi permohonan

agar pemerintah menunjuk kota Bandung sebagai tempat didirikannya

kantor cabang De Javasche Bank.

Rencana pendirian kantor cabang ini selanjutnya lebih disiapkan

dengan adanya permintaan dari pihak De Javasche Bank kepada

pemerintah agar dapat menyiapkan sebidang tanah hak milik disamping

menanggung biaya-biaya pendirian lainnya seperti biaya transportasi biaya

tenaga kerja dari Batavia dan biaya pengangkutan material yang perlu

didatangkan dari luar Hindia Belanda. Permohonan ini disampaikan

dengan pertimbangan bahwa kantor cabang yang akan didirikan ini belum

pasti bisa mendatangkan keuntungan.

Menanggapi permohonan ini, melalui suratnya No 421 tanggal 4

Februari 1903, sekretaris pertama Gubernur Jendral mengharapkan adanya

penegasan Dereksi untuk tidak keberatan menanggung biaya-biaya yang

dimaksud setelah kantor cabang yang bersangkutan memperoleh

keuntungan. Walaupun direksi De Javasche Bank telah menyanggupi

(12)

tersebut ditunda sementara atas pernintaan mentri Jajahan. Penundaan ini

erat kaitannya dengan adanya peninjauan kembali Oktroi De Javache Bank

serta telah hampir berakhirnya tahun anggaran, disamping pertimbangan

telah didirikannya kantor cabang De Nederlandsche Handelsbank

(sekarang Bank Dagang Negara) pada tahun 1903.

Dalam rapat direksi De Javasche bank tanggal 29 Oktober 1906

atau tiga tahun kemudian, tercatat diterimanya sepucuk surat dari

Gubernur Jendral No. 52 tanggal 24 Oktober tahun 1906 mengenai

penyerahan sebidang tanah seluas 10460 m2 yang terletak di desa

kejaksangirang kepada De Javasche Bank. Tanah tersebut diserahkan

tanpa adanya penggantian biaya namun dengan satu syarat bahwa tanah

tersebut hanya diperuntukkan bagi pembangunan gedung kantor.

“Residentie Preanger-Regentschappen, Bestuursafdeeling en hoofdplaats

Bandoeng, distric Oedjoengbroengkoelon, dessa Kedjaksangirang”,

demikian informasi mengenai sebidang tanah yang disebutkan didalam

sertifikat hak milik No. 103 tanggal 8 Maret 1907 berikut surat No. 53

tanggal 13 Februari 1907, dengan nomor kadaster 1022.

Presiden De Javasche Bank ke-11, Mr. G. Vissering (1906-1912),

kemudian melanjutkan lebih jauh rencana pendirian kantor cabang

Bandung. Tidak lama setelah diterimanya surat keputusan Gubernur

Jendral mengenai persetujuan pendirian kantor cabang di Bandung dan

Palembang, melalui suratnya no. 44 tanggal 9 Desember 1908, maka

(13)

Javasche Bank kantor cabang Bandung, resmi dibuka walau masih

menggunakan gedung sementara. A.M. Meertens, yang sebelumnya

dikenal sebagai pemegang buku/pimpinan pengganti Kantor Cabang

Semarang merangkap Pimpinan Cabang Pengganti Kantor Cabang

Yogyakarta dan Solo, ditetapkan sebagai pimpinan cabang sementara

untuk kantor cabang di Bandung. Dengan didirikannya kantor cabang

Bandung ini, maka De Javasche Bank telah memiliki 15 kantor cabang,

belum termasuk kantor cabang Palembang di wilayah kolonialisasi Hindia

Belanda.

Pada masa presiden De Javasche Bank dipegang oleh E.A. Zeilinga

Azn. (1912-1921) yang tercatat sebagai presiden De Javasche Bank ke-12,

tepatnya pada tahun 1915, gedung kantor cabang Bandung mulai dibangun

secara permanen. Pembangunan gedung diawali dengan pembangunan

ruang khazanah. Kendala yang ada saat itu adalah sulitnya pengadaan

bahan-bahan meterial yang harus didatangkan dari Eropa. Dalam waktu

yang hampir bersamaan juga dilakukan pembangunan gedung dan/atau

renovasi gedung-gedung kantor di Batavia (1912), Makassar (1912),

Medan (1912), Solo (1915), Yogyakarta (1915), Malang (1915), Kotaraja

(1916), Manado (1916), dan Cerebon di tahun 1918, yang kemungkinan

menyebabkan gedung-gedung tersebut memiliki kemiripan dalam hal

arsitekturnya. Dengan memakan waktu lebih kurang selama tiga tahun,

pembangunan gedung permanen Kantor Cabang Bandung dinyatakan

(14)

Pada tahun-tahun menjelang pecahnya perang dunia I, Presiden De

Javasche Bank ke-14, Mr. G. G. Van Buttingha Wichers, telah

merencanakan adanya pembangunan khazanah besar/perang sekaligus

renovasi atas rumah dinas pimpinan cabang. Pembangunan yang secara

keseluruhan menelan biaya sebesar 311.805 Gulden tersebut,dilaksanakan

oleh biro arsitek dan insinyur Fermont-Cuypers berdasarkan kontrak pada

tanggal 26 Agustus 1937 dan direncanakan akan selesai pada tanggal 5

Mei 1938. Peresmian penggunaan khazanah perang ini dilakukan pada

tanggal 19 maret 1939 oleh putera buttingha yang berusia 7 tahun yaitu

Gerrard Gilles Van Buttingha wichers. Hingga kini prasasti peresmiannya

masih menempel kuat pada dinding khazanah setelah lebih dari 56 tahun

berlalu.

Perang dunia II pecah, Jepang mulai menyerbu kawasan Asia

Tenggara dan Selatan, yang diikuti oleh takluknya Hindia Belanda pada

awal tahun 1942. Menjelang ditaklukkannya Hindia Belanda, dengan

persetujuan pemerintah, sebagian persediaan emas De Javasche Bank telah

berhasil diselamatkan ke wilayah Afrika Selatan dan Australia. Pada

tanggal 28 Februari 1942, pemerintah Hindia Belanda-pun telah meminta

kepada para direksi bank-bank untuk memindahkan kantor pusat mereka

ke kota Bandung.

Pada tanggal 9 Maret 1942 dilakukan penyerahan kedaulatan

pemerintah Hindia Belanda kepada Jepang, yang diikuti penyerahan tanpa

(15)

maklumat mengenai penangguhan pembayaran utang-utang bank yang

berlangsung hingga 20 Oktober 1942, pada saat mana pimpinan Jepang

melikuidasi semua bank milik Belanda, Inggris dan beberapa bank milik

Cina. Ketentuan likuidasi ini juga ternyata diberlakukan di wilayah luar

Jawa, seperti Semenanjung Malaya, Kalimantan, Timur Besar, dan

sebagainya dengan wewenang penuh pada masing-masing komandan

militer yang membawahinya.

Bank-bank Jepang yang pernah ada sebelum pecah perang,

termasuk bank-bank Jepang yang pernah ditutup oleh pemerintah Belanda

pada saat dimulainya perang, seperti Yokohama Specie Bank dan Matsui

Bank, mulai mengambil alih fungsi dan tugas sektor perbankan. Sebagai

bank sirkulasi, ditunjuk Nanpo Kaihatsu Ginko, sebuah bank yang baru

didirikan pada masa pendudukan Jepang. Dalam prekteknya Nanpo

Kaihatsu Ginko sulit untuk dikatakan sebagai bank sirkulasi, karena fungsi

yang dijalankan hanya fungsi koordinasi. Untuk Pulau Jawa, fungsi

sirkulasi dilakukan sepenuhnya oleh Yokohama Specie Bank, sedangkan

Taiwan Bank memegang fungsi bank sirkulasi untuk luar Pulau Jawa.

Menyerahnya Jepang pada Sekutu pada tahun 1945, telah diikuti

oleh Belanda untuk menguasai kembali Hindia Belanda. Dalam bulan

Oktober 1945 tentara belanda, dengan membonceng tentara Sekutu, mulai

berupaya untuk memegang kembali kontrol kekuasaan di Indonesia.

Sebagai langkah pertama dilakukan pemberhentian likuidasi dan segera

(16)

diminta untuk mengawasi Nanpo Kaihatsu Ginko sekaligus melakukan

penutupan terhadap neraca bank Jepang ini. Dimulai dari wilayah-wilayah

yang telah dikuasai tentara Belanda, kantor-kantor De Javasche Bank

mulai dibuka dan beroprasi kembali.

Pembukaan kembali kantor cabang Bandung dapat dilihat dalam

risalah rapat Direksi tanggal 9 Mei 1946 yang menyatakan telah dibuka

kembalinya kantor De Javasche Bank Cabang Bandung. Dengan surat

edaran No. 119/1-Deversen tanggal 22 Mei 1946 diinformasikan telah

dibukanya kembali 10 kantor cabang De Javasche Bank yaitu Batavia,

Amsterdam, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Pontianak,

Banjarmasin, Makasar dan Manado, sedangkan delapan kantor cabang

lainnya yaitu Malang, Kediri, Solo, Yogyakarta, Cirebon, Palembang,

Padang dan Kotaraja, karena masih berada di wilayah yang dikuasai oleh

Republik Indonesia, untuk sementara belum dapat dioperasikan kembali.

Salah satu yang disepakati dari Konfrensi Meja Bundar (KMB)

adalah masih berperannya De Javasche Bank sebagai Bank Sentral. Hal ini

disebabkan pemerintah Belanda ingin menjaga kepentingan pembayaran

hutang pemerintah Indonesia yang pada saat itu mencapai 4.418,5 juta

Gulden. Dalam perkembangan selanjutnya kondisi ini nampaknya kurang

dikehendaki oleh banyak kalangan. Banyak tudingan yang kemudian

muncul yang menganggap kondisi demikian mencerminkan delum adanya

kedaulatan penuh terhadap perekonomian nasional. Sementara itu

(17)

menggantikan peran De Javasche Bank sebagai Bank Sentral, sulit untuk

diwujudkan. Di sisi lain, kemampuan De Javasche Bank untuk berperan

sebagai Bank Sentral masih dapat diandalkan dengan dukungan

pengalaman dan personol yang memadai.

Dalam konsisi seperti disebut diatas, maka muncullah gagasan

untuk menasionalisasikan De Javasche Bank, sebagai alternatif terbaik

untuk memenuhi harapan banyak pihak sekaligus untuk melindungi

kepentingan nasional. Pada bulan Mei 1951 kehendak untuk

menasionalisasikan De Javasche Bank disampaikan secara resmi oleh

pemerintah kepada parlemen, yang langsunng diikuti pengunduran diri

presiden De Javasche Bank ketika itu, Dr. Houwink. Dua bulan kemudian,

pemerintah mengirimkan dua utusannya ke negeri Belanda untuk

melaksanakan pembelian saham De Javasche Bank.

Sementara itu, di dalam negeri, rencana nasionalisasi De Javasche

Bank diikuti dengan pembentukan panitia nasionalisasi De Javasche Bank

serta diumumkannya Undang-undang No. 24 tahun 1951 mengenai

nasionalisasi De Javasche Bank. Sedangkan rancangan Undang-undang

secara organik bagi Bank Sentral disampaikan kepada Parlemen pada

September 1952 dan disetujui oleh Parlemen pada tahun 1953. Setelah

disahkan oleh presiden pada Mei 1953, Undang-undang pokok Bank

Indonesia mulai efektif sejak tanggal 3 Juli 1953.

Undang-undang organik bagi Bank Sentral di Indonesia

(18)

Undang-undang pokok Bank Indonesia merupakan pengganti dari De

Javasche Bankwet 1922 atau Undang-undang tanggal 31 Maret 1922 yang

merupakan dasar hukum keberadaan De Javasche Bank. Pasal 1

Undang-undang No. 11 tahun 1953 tersebut menyatakan bahwa Bank Sentral

Indonesia bernama Bank Indonesia, halaman sesuai dengan penjelasan

pasal 23 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945.

1 Juli 1953 adalah tanggal dimulainya era Bank Indonesia, setelah

melalui proses negosiasi yang begitu intens sejak tahun 1951. Masa lima

tahun setelah nasionalisasi ini merupakan masa dimana personil-personil

eks De Javasche Bank, khususnya orang-orang Belanda, masih

dipergunakan secara penuh untuk menjalankan fungsi Bank Indonesia.

Fungsi Bank Indonesia itu sendiri adalah meneruskan fungsi De Javasche

Bank yang selama ini berjalan, dimana fungsi terpenting yang disepakati

pada Konferensi Meja Bundar adalah sebagai Bank Sentral. Keputusan

menasionalisasikan De Javasche Bank ini, tidak saja memilliki

tujuan-tujuan yang bersifat politis-nasionalistis, namun juga dimaksudkan untuk

memenuhi kebutuhan sebuah Bank Sentral yang dapat memeutuskan

kebijakan-kebijakan moneter yang positif. Seperti diketahui bersama,

bahwa mengharapkan De Javasche Bank memberikan kebijakan moneter

yang tepat bagi negara Indonesia, adalah sesuatu yang begitu sulit, sebab

berbagai kebijakan yang diambil De Javasche Bank selain memiliki

(19)

sangat dipengaruhi oleh dinamika pasar uang Eropa, khususnya di negeri

Belanda.

Pada masa periode ini, persoalan yang mendapatkan perhatian

besar adalah personalia Bank Indonesia, dimana sebagian besar staf dan

pejabat masih dijabat oleh keturunan Belanda dan Cina. Untuk itu,

diadakan berbagai pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan kualitas

pegawai, khususnya keturunan bumiputra, tampaknya menjadi sesuatu hal

yang begitu dikedepankan.

Dari program ini J.A. Sereh yang merupakan salah satu peserta dari

gelombang pertama yang mendapatkan kesempatan untuk mengikuti

pendidikan dan kelak akan dipercaya untuk memegang kepemimpinan di

kantor cabang Bandung. Struktur organisasi Bnk Indonesia sendiri per 1

Juli 1953 memperlihatkan adanya 12 satuan kerja yaitu Pembukuan, Kas,

Administrasi, Urusan Efek, Pemberian Kredit Jakarta, Sekretariat &

Personlia, Urusan Wesel, Pemberian Kredit Pusat, Dana Devisien, Statistik

Ekonomi, Urusan Umum dan Bagian Luar Negeri.

Untuk kantor Bank Indonesia Cabang Bandung, pada masa tahun

1953 sampai tahun 1957, sejauh ini masih belum diperoleh informasi yang

cukup jelas mengenai sistem organisasinya. Namun demikian dengan

melihat dari struktur organisasi kantor pusat, maka di Kantor Cabang

Bandung dapat diduga memiliki format dan jumlah satuan kerja yang tidak

(20)

Sementara itu, seperti telah disinggung diatas, dalam periode

tersebut sebgian besar personalia Bank Indonesia, terutama pejabat dan

pimpinan, masih dipegang oleh keturunan Belanda dan Cina. Dalam

kondisi demikian, ditambah dengan tidak terdapatnya informasi dalam

laporan tahunan Bank Indonesia tahun 1953-1957, maka dapat diduga

bahwa Pimpinan Cabang Bank Indonesia Bandung pada awal-awal

lahirnya Bank Indonesia adalah mantan Pimpinan De Javasche Bank

Bandung yaitu H.C. Hordijk, yang tidak diketahui hingga tahun berapakah

masa kepemimpinannya. Sementara itu, berdasarkan dokumentasi surat

No. 5/83-Pegawai tnggal 16 Januari 1958, diketahui bahwa Pimpinan

Cabang Bank Indonesia Bandung hingga tahun 1957 adalah P. Bordes,

walaupun sangat disayangkan tidak dijelaskannya sejak tahun berapa

orang ini mulai memangku jabatannya. Selain itu, dari dokumen tersebut

dapat diketahui bahwa jumlah personil Bank Indonesia Bandung,

setidaknya pada awal januari tahun 1958 berjumlah 70 orang.

Pada kurun waktu 1958-1966 merupakan masa yang penting,

dimana fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral mulai semakin

ditingkatkan seiring mulai dilepaskan aktifitas komersialnya. Awal periode

ini juga ditandai dengan dimulainya tampuk kendali pimpinan Bank

Indonesia dipegang sepenuhnya oleh orang Indonesia asli. Walu kondisi

ini muncul lebih disebabkan karena adanya konfrointasi soal Irian Barat

atau sekarang yang lebih dikenal sebagai Papua, namun momen ini mau

(21)

khususnya personil Bank Indonesia, dipaksa untuk mampu menjalankan

roda organisasi dan fungsi bank sentral indonesia ini.

Periode ini merupakan awal dari berkembangnya organisasi dan

manajemen Bank Indonesia ke arah yang lebih kompleks. Pada masa itu

pula fungsi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, mulai dicoba untuk

dijalankan, setelah periode sebelumnya cenderung hanya menjalankan

fungsi sebagai bank sirkulasi dan fungsi bank komersial. Pada tahun 1960,

dilakukan pengorganisasian kembali dengan ditetapkannya urusan-urusan

dibawah Gubernur Bank Indonesia yang dipimpin oleh pejabat setingkat

Direktur. Pengorganisasian ini merupakan langkah yang dipandang tepat

karena tugas dan tanggung-jawab Bank Indonesia menjadi terlihat lebih

jelas sesuai dengan fungsi Bank Indonesia sebagai bank sentral.

Urusan-urusan tersebut adalah Moneter, Pembangunan Ekonomi, Research dan

Statistik, Luar Negeri dan Umum, dimana jumlah satuan kerja yang

semula hanya berjumlah 12 kemudian berubah menjadi 21 bagian.

Memasuki dasawarsa tahun 60-an, perubahan-perubahan terus

terjadi seiring dengan kondisi yang menyertainya. Iklim politik pada

waktu itu sangat berpengaruh besar terhadap berbagai roda kehidupan,

terlegih lagi kepada lembaga-lembaga pemerintah. Muatan politis tersebut

mulai dirasakan ketika konsepsi “Terpimpin” mulai dikibarkan dalam peta

politik nasional. Arah ini menjadi jelas tatkala kedudukan Gubernur Bank

Indonesia mulai diberi warna politis pada tahun 1963, yang dimana

(22)

Urusan Bank Sentral. Selanjutnya langkah ini diteruskan dengan

diperkenalkannya konsep bank berjuang sebagai salah satu alat revolusi,

yang kemudian diikuti gagasan adanya Bank Tunggal. Adanya rencana

bank tunggal membawa konsekwensi sendiri, khususnya penyesuaian

dalam organisasi Bank Indonesia, dimana terlihat dari adanya

perubahan-perubahan pada struktur organisasi Bank Indonesia secara bertahap hingga

akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1965 secara sah diresmikanlah konsep

Bank Tunggal ini, dan Bank Indonesia berubah menjadi Bank Negara

Indonesia Unit I.

Adanya kemelut politik yang berakhir dengan perubahan politik

secara mendasar dan kemudian memunculkan yang disebut sebagai Orde

Baru, telah memberikan peluang untuk mengkaji ulang berbagai gagasan

politis semasa Orde Lama, termasuk diantaranya adalah kebijakan

mengenai Bank Tunggal. Dengan berbagai pertimbangan serta kondisi pda

masa itu, nka pada bulan Desember 1968 disahkan 7 rencana

Undang-undang menjadi Undang-Undang-undang yang efektif sejak akhir tahun itu juga.

Dengan Undang-undang ini, yang disahkan melalui keputusan mentri

keuangan No. KEP. 600/M/IV/12/1968 tanggal 18 Desember 1968, maka

semua bank pemerintah yang sebelumnya terintegrasikan kedalam wadah

bank tunggal, kembali menjadi bank pemerintah yang berdiri

sendiri-sendiri berdasarkan undang-undangnya masing-masing.

Informasi mengenai Bank Indonesia Kantor Cabang Bandung

(23)

Walaupun terdapat data, baik mengenai pimpinan cabang maupun

beberapa foto dokumenter, khususnya sekitar tahun 1965-an, namun hal

itu tidak cukup membantu untuk mengungkapkan keberadaan kantor

cabang Bandung dalam periode tersebut. Dalam periode 9 tahun (awal

1958-1966) tersebut, tercatat terdapat 6 kali pergantian kepemimpinan bi

Bank Indonesia kantor cabang Bandung.

J.A. Sereh merupakan putera Indonesia pertama yang memangku

jabatan Pimpinan Cabang di kantor cabang Bandung ini. Tatkala De

Javasche Bank dinasionalisasi, J.A. Sereh, yang merupakan angkatan

pertama di lingkungan Bank Indonesia yang mendapatkan pendidikan

perbankan di luar negeri, telah menjabat sebagai kuasa kas di kantor

cabang Bandung. J.A. Sereh dipercaya untuk memimpin Bank Indonesia

Bandung sejak awal tahun 1958-1960, yang kemudian dilanjutkan oleh M.

Rifai (Maret 1960-November 1960). Selanjutnya berturut-turut Bank

Indonesia Bandung dipimpin oleh R. Sujanto (1960-1962), R.S.

Natalegawa (1962-1963), R. Dhomadi Singawigoena (1963-1964), H.P.

Toar (1964-1965), dan R. Soejoto (1965-1968). Dari foto dokumentasi

yang ada, jumlah karyawan Bank Indonesia Bandung dalam masa

kepemimpinan R. Soejoto lebih kurang 90 orang.

Tahun 1966 hingga sekarang adalah masa yang paling penting bagi

Bank Indonesia. Tidak saja karena fungsi dan peran Bank Indonesia

sebagai Bank Sentral yang terus semakkin menguat, terlebih lagi setelah

(24)

Indonesia, namun juga karena adanya peran lain Bank Indonesia Seperti

yang dinyatakan dalam pasal 7 ayat (2) Undang-undang No. 13 tahun

1968. Awal tahun 1966 sendiri bagi Bank Indonesia merupakan awal dari

suatu tugas berat, tidak saja karena kondisi perekonomian nasional ketika

itu tengah dilanda hyper inflasion, namun juga karena adanya kemelut

politik yang belum tuntas sepenuhnya. Pengganti Gubernur Bank Negara

Indonesia Unit 1 (Bank Indonesia) pada maret 1966 dari T. Jufuf Muda

dalam kepada Radius Prawiro merupakan langkah awal yang mengarah

kepada upaya pengendalian laju inflasi nasional. Lebih jauh pemerintah

orde baru juga mempertimbangkan adanya perubahan atas keberadaan

Bank Tunggal yang dinilai kurang sejalan dengan upaya-upaya

pengamanan keuangan negara dan upaya penyehatan tata perbankan

nasional. Untuk itulah, pada langkah selanjutnya pemerintah melanjutkan

8 buah rancangan undang-undang masing-masing mengenai pokok-pokok

perbankan, mengenai bank sentral dan 6 rancangan undang-undang

mengenai pendirian bank-bank pemerintah.

Peda akhir tahun 1968 disahkanlah Undang-undang No. 13

mengenai bank sentral dimana hal ini memiliki arti penting bagi Bank

Indonesia yang selama setahun terakhir telah ditunjuk kembali untuk

berfungsi sebagai Bank sentral. Dengan efektifnya Undang-undang No. 13

tahun1968 ini berarti berakhir pulalah aktifitas komersial Bank Indonesia

yang selama itu masih diizinkan dalam Undang-undang No. 11 tahun

(25)

berakhirnya fungsi komersial Bank Indonesia tersebut selanjutnya diganti

oleh fungsinya yang lain yaitu Bank Indonesia sebagai agen pembangun.

Dengan fungsi ini maka Bank Indonesia memiliki tugas untuk mendorong

kelancaran produksi, memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan

taraf hidup rakyat (pasal 7 ayat 2 Udang-undang no. 13 tahun 1968).

Dalam kaitannya dengan pengendalian tingkat inflasi, penetapan

tingkat suku bunga yang tinggi disamping itu menjadi pendorong gerakan

menabung dalam skala luas, merupakan langkah-langkah yang diambil

untuk mengurangi jumlah uang beredar dimasyarakat, yang pada

gilirannya memang terbukti mampu menekan inflasi nasional. Langkah

berikutnya yang dikedepankan pemerintah orde baru adalah memenuhi

kebutuhan dasar masyarakat yaitu pemenuhan kebutuhan pangan. Untuk

itu program swasembada, yang disebut oleh sebagian kalangan barat

sebagai revolusi hijau, dan kredit untuk membantu pengusaha kecil,

menjadi perhatian utama yang terus didorong oleh pemerintah. Tercatat

beberapa skim kredit dimunculkan pada awal dasawarsa tahun 70-an oleh

pemerintahan melalui KLBI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia).

Di Jawa Barat sendiri perkembangan pemberiaan KLBI, khususnya

Kredit Infesrtasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP),

dapat dilihat dari kurun waktu antara tahun 1979-1989. Posisi pemberian

KIK dalam rentang waktu sepuluh tahun tersebut rata-rata berkisar antara

Rp 50 M – 60 M, dengan posisi terendah pada tahun 1979 sebesar Rp. 22

(26)

posisi KMKP dalam sepuluh tahun tersebut rata-rata berada posisi Rp. 166

Milyar. Posisi terendah pada tahun 1979 yaitu sebesar Rp. 33 M dan pada

tahun 1989 telah mencapai Rp. 251 milyar.

Memasuki tahun 1980-an ditandai dengan jatuhnya harga minyak

dunia. Hal ini memaksa pemerintah untuk menyadari bahwa dana

pembangunan tak dapat lagi begitu bergantung kepada pemerintah.

Sumber dana masyarakat menjadi alternatif paling potensial dalam

menghimpun dana untuk pembangunan. Untuk itu pada Juni 1983

diluncurkanlah kebijakan keuangan, yang telah memudahkan pendirian

bank dan kantor cabangnya. Kebijakan ini selanjutnya lebih

disempurnakan lagi melalui berbagai paket kebijakan lanjutan yang

dimunculkan kemudian. Bagaikan jamur dimusim hujan, pendirian bank

umum, pembukaan kantor bank dan bank perkreditan rakyat, tercatat

meningkat dengan tajam. Persaingan menjadi tak terhindarkan, yang mana

disuatu sisi diharapkan situasi ini akan membawa pengaruh positif yaitu

adanya peningkatan kualitas pelayanan perbankan.

Seperti halnya di wilayah lain, perkembangan perbankan di Jawa

Barat juga menunjukkan peningkatan yang cukup tajam. Posisi

penghimpunan dana perbankan dalam kurun waktu 5 tahun sejak tahun

1983 sampai tahun 1988 yaitu meningkat lebih dari 400%, dari angka Rp.

544 milyar menjadi Rp. 2.274 milyar. Peningkatan ini juga diikuti oleh

(27)

dalam waktu 5 tahun yaitu dari Rp. 1.449 milyar menjadi Rp. 3.533

milyar.

Walaupun dampak kebijakan pakjun ‟83 tersebut telah dirasakan

cukup berhasil, namun nampaknya terdapat beberapa kendala yang masih

memerlukan penyempurnaan lebih lanjut untuk perkembangan dunia

perbankan. Untuk itu, pada Oktober 1988 dikeluarkan berbagai macam

kebijakan yang pada dasarnya merupakan upaya lebih jauh untuk

mendorong perkembangan sektor perbankan dalam rangka lebih

menggiatkan pengerahan dana masyarakat. Di Jawa Barat tercatat jumlah

bank umum telah meningkat sebesar 319% dalam waktu 7 tahun yaitu

sejak akhir 1988 hingga akhir 1995 yaitu dari 21 bank menjadi 88 bank,

sedangkan jumlah kantornya bertambah lebih dari 6 kali lipat yaitu dari

188 kantor menjadi 1.398 kantor, dalam periode yang sama.

Penghimpunan dana masyarakat juga mengalami peningkatan yaitu

sebesar lebih dari 550% yaitu dari Rp. 2,4 triliun menjadi Rp. 16,5 triliun,

sedangkan kredit meningkat sebesar 240% yaitu dari Rp. 5,2 triliun

menjadi Rp. 20,4 triliun dalam kurun waktu 7 tahun yaitu sejak akhir

tahun 1989 hingga Oktober 1995.

Memasuki tahun 1990-an perkembangan pesat dan berbagai

inovasi masih terus diperharikan dunia perbankan, yang mana telah

memacu bank Indonesia untuk terus menyempurnakan berbagai ketentuan

yang terkait. Dalam kaitan itu, untuk mengantisipasi perkembangan

(28)

untuk menyempurnakan berbagai macam ketentuan mengenai perbankan

nasional. Untuk itu pada tahu 1992 dikeluarkanlah Undang-undang no. 7

yang mengatur kegiatan perbankan nasional. Salah satu dari hal yang

diatur adalah adanya penyederhanaan jenis bank dari semula empat jenis

yaitu bank umum, bank tabungan, bank pembangunan dan bank sekunder,

menjadi hanya dua jenis bank yaitu bank umum dan bank perkreditan

rakyat.

Perkembangan perbankan yang demikian pesat, khususnya

pemberian kredit, telah menyebabkan banyak kalangan khawatir akan

berdampak terhadap perekonomian nasional. Hal ini dibuktikan dengan

adanya “Gebrakan Sumarlin” yang merupakan salah satu indikator betapa

expansi kredit perbankan saat itu telah mengkhawatirkan beberapa pihak

petinggi ekonomi nasional. Selanjutnya, dengan munculnya kasus-kasus

kredit macet yang cukup besar dan mendapat perhatian publik secara luas,

disamping adanya komitmen perdagangan bebas dunia pada awal abad

ke-21 mendatang, telah mendorong Bank Indonesia untuk menyempurnakan

berbagai ketentuannya. Disamping itu, Bank Indonesia telah meminta

dunia perbankan untuk terus meningkatkan pelaksanaan prinsip

kehati-hatian disamping meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam

rangka meningkatkan kualitas perbankan nasional.

Dalam periode yang cukup panjang tersebut, Bank Indonesia

Bandung telah mengalami pergantian pemimpin cabang sebanyak 11 kali.

(29)

menyatukan bangunan kantor utama dengan bangunan rumah dinas

pemimpin cabang. Penambahan bangunan ini meliputi kurang lebih 800

meter persegi dan dikerjakan dalam jangka waktu kurang lebih 9 bualan.

Sejalan dengan kehendak pemerintah yang terus memberikan

perhatiannya kepada pengusaha kecil, maka sejak sebelum tahun 1980,

Bank Indonesia telah merintis berbagai macam alternatif proyek didalam

membantu usaha kecil. Di Kantor Cabang Bandung, upaya mendorong

usaha kecil dimulai secara efektif pada awal tahun 80-an, dengan

dibukanya seksi PUK (Pembangunan Usaha Kecil). Pembentukan seksi

ini, disamping untuk memperlihatkan keperdulian Bank Indonesia

terhadap usaha kecil, juga dimaksudkan agar kepedulian tersebut dapat

diupayakan lebih efektif dan efisien.

Dengan terus berkembangnya sektor perbankan di Jawa Barat,

khususnya setelah diluncurkannya paket kebijakan pada tahun 1983, maka

menjadi dipandang perlu adanya koordinasi di Jawa Barat untuk

mengantisipasi perkembangan yang terus meningkat. Untuk itu, sejak

tanggal 19 Maret 1986, Bank Indonesia Kantor Cabang Bandung

ditetepkan sebagai koordinator kantor-kantor cabang Bank Indonesia di

wilayah Jawa Barat. Sejalan dengan fungsinya sebagai koordinator

wilayah, status Bank Indonesia Kantor Cabang Bandung ditingkatkan dari

kelas II menjadi kelas I.

Adanya peningkatan kelas tersebut telah mengakibatkan adanya

(30)

Edaran No. 18/65/INTERN tahun 1985 mengenai penyempurnaan Kantor

Cabang Bank Indonesia Bandung/Koordinator Wilayah Bank Indonesia

Jawa Barat, diketahui bahwa Pimpinan Cabang Bank Indonesia Bandung

dibantu oleh seorang wakil pimpinan cabang dan tiga wakil pimpinan

cabang bidang, yang masing-masing membawahi empat seksi. Bidang I

mmembawahi Seksi Pengawasan & Pembinaan Bank, Seksi Ekonomi &

Statistik, Seksi Kliring, Pasar Uang & Modal Luar Negeri, serta Seksi

Umum. Bidang II membawahi Seksi Pembangunan Biadang Usaha Kecil,

Seksi Kredit Investasi Kecil & Kredit Modal Kerja Permanen, Seksi Non

Kredit Investasi Kecil & Kredit Modal Kerja Permanen serta Seksi

Pembinaan Kredit, sedangkan Bidang III membawahi Seksi Kas &

Pengedaran, Seksi Pembukuan & Anggaran, Seksi Sekretariat dan Seksi

Materiil.

Pada bulan juni 1991, dilakukan reorganisasi kantor cabang,

dimana pimpinan cabang dibantu oleh seorang wakil pimpinan cabang dan

empat orang kepala bidang. Bidang I membawahi Seksi Pengawasan &

Pembinaan Bank I, Seksi Pengawasan & Pembinaan Bank II dan Tim

Pemeriksa. Bidang II mengawasi Seksi Pembangunan Usaha Kecil, Seksi

Kredit & Luar Negeri serta Seksi Ekonomi Statistik dan Komputer.

Bidang III mengawasi Seksi Kas, Seksi Pengedaran, Seksi Kliring & Pasar

Uang dan Modal serta Seksi Akunting & Anggaran, sedangkan Bidang IV

(31)

Sekretariat. Perubahan struktur organisasi ini juga diikuti oleh perubahan

penyebutan wakil pimpinan cabang bidang menjadi kepala bidang.

Sementara itu, dalam rangka mengantisipasi aktivitas sektor

perbankan dan jumlah pegawai yang kian meningkat, keadaan gedung

kantor lama dipandang sudah tidak dapat memenuhi kubutuhan lagi.

Untuk itu, maka pada tahun 1996, dilaksanakan pembangunan gedung

baru. Gedung baru tersebut terletak di atas tanah seluas kurang lebih

1.500M2, terdiri dari 6 lantai dengan luas mencapai kurang lebih

10.000M2. pembangunan gedung tersebut membutuhkan waktu

penyelesaian kurang lebih 2,5 tahun.

1.2 Visi dan Misi Bank Indonesia Bandung

Pada suatu instansi baik swasta maupun pemerintahan pastinya memiliki

suatu visi dan misi yang akan mengarahkan suatu instansi tersebut agar tidak

keluar dari jalur yang seharusnya. Berikut visi dan misi dari Bank Indonesia

Bandung

1.2.1 Visi Bank Indonesia Bandung

Menjadi kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah

bandung melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas yang

(32)

1.2.2 Misi Bank Indonesia Bandung

1. Mendukung pencapaian kebijakan Bank Indonesia di bidang

moneter.

2. Mendukung pencapaian kebijakan Bank Indonesia di bidang

perbankan.

3. Menciptakan sistem pembayaran secara efisien dan optimal.

4. Memberikan saran kepada pemda dan lembaga terkait lainnya di

daerah dalam rangka mendukung perkembangan ekonomi di

daerah bandung.

1.3 Logo dan Arti Logo Perusahaan

1.3.1 Logo Perusahaan

Bank Indonesia Bandung adalah sebuah bank pemerintah yang

independen dan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan melainkan

bertujuan untuk menjaga stabilitas moneter di Indonesia. Maka dari itu Bank

Indonesia memiliki lambang atau logo perusahaan yang menjadi identitas

jati diri perusahaannya.

(33)

Gambar 1.1

Logo Bank Indonesia

Sumber : Arsip Dokumen Bank Indonesia, 2011

1.3.2 Arti Logo Perusahaan

Seperti halnya sebuah nama, logo perusahaan pun memiliki arti atau

makna tersendiri. Adapun arti dari logo pada perusahaan Bank

Indonesia tersebut adalah :

1. Gambar lingkaran.

Lingkaran merupakan perwujudan dari negara indonesia.

2. Singkatan bertuliskan BI di tengah lingkaran.

Dalam hal ini gambar tersebut memiliki arti bahwa Bank

Indonesia merupakan bank central dari semua bank yang ada di

indonesia.

3. Warna dominan biru

Warna dominan biru ini merupakan cerminan dari langit yang

indah dan berwarna biru yang terang yang berarti Bank

(34)

1.4 Sejarah Divisi Logistik Bank Indonesia Bandung

Pada dasarnya tidak tertulis secara pasti kapan sebenarnya Divisi Logistik

ini dibentuk, tetapi jika dilihat dari sejarah Bank Indonesia Bandung maka,

penulis dapat menyimpulkan bahwa Divisi Logistik ini dibentuk kira-kira tahun

1953 pada masa H.C. Hordijk (Pimpinan Cabang Bank Indonesia Bandung Ke-1).

Dari pada awal berdirinya hingga sekarang terdapat 2 tugas pokok

dari divisi Logistik adalah meliputi :

 PERENCANAAN, PENGADAAN DAN PENGAWASAN.

 PEMELIHARAAN,PENATAUSAHAAN,PEMANFAATAN DAN

PENGHAPUSAN.

1.5 Struktur Organisasi Perusahaan

Bank Indonesia Bandung memiliki struktur organisasi perusahaan yang

terdiri dari beberapa bagian. Adapun struktur dari Bank Indonesia Bandung dapat

(35)

Gambar 1.2

Bagan Struktur Organisasi Bank Indonesia Bandung

(36)

Pada bagan 1.2 dapat dilihat struktur organisasi Bank Indonesia

Bandung dimana dipimpin oleh seorang Pimpinan Bank Indonesia, yang

dibantu oleh Deputi Pimpinan Bank Indonesia bidang Ekonomi Moneter,

Deputi Pimpinan Bank Indonesia bidang Manajemen Intern dan Sistem

Pembayaran, Deputi Pimpinan Bank Indonesia bidang Pengawasan Bank.

Pimpinan Bank Indonesia secara langsung membawahi Deputi Pimpinan

Bank Indonesia bidang Ekonomi Moneter, Deputi Pimpinan Bank Indonesia

bidang Manajemen Intern dan Sistem Pembayaran dan Deputi Pimpinan

Bank Indonesia bidang Pengawasan Bank.

Deputi Pimpinan Bank Indonesia bidang Ekonomi Moneter

membawahi beberapa divisi yaitu bidang ekonomi moneter, tim kajian

ekonomi, tim statistik dan survai dan tim pemberdayaan sektor riil dan

UMKM.

Deputi Pimpinan Bank Indonesia bidang Manajemen Intern dan Sistem

Pembayaran membawahi beberapa divisi yaitu bidang manajemen intern,

divisi sumber daya manusia, sekretariat pengamanan dan protokol, divisi

atau seksi logistik, bidang sistem pembayaran, bidang layanan nasabah,

kliring, pengelolaan uang dan yang terakhir seksi kas dan distribusi uang.

Sedangkan Deputi Pimpinan Bank Indonesia bidang Pengawasan Bank

membawahi beberapa divisi yaitu bidang pengawasan bank, tim pengawasan

bank 1, informasi dan administrasi bank dan yang terakhir adalah tim

(37)

1.6 Job Description

1.6.1 Kepala Bank Indonesia Bandung

Tugas Utama

1. Mengawasi dan mengatur seluruh pegawai Bank Indonesia.

2. Memantau dan mengefaluasi kinerja pegawai Bank Indonesia.

3. Memberikan perintah secara langsung kepada kepala-kepala

divisi.

4. Bertanggung jawab langsung kepada pimpinan Bank Indonesia

Pusat.

1.6.2 Deputi Pimpinan Bank Indonesia Bidang Ekonomi Moneter

Tugas Utama

1. Menjaga stabilitas ekonomi moneter.

2. Mengawasi divisi-divisi yang dibawahinya.

3. Mengefaluasi kinerja divisi-divisi yang dibawahinya.

4. Bertanggung jawab kepada pimpinan bank indonesia terhadap

kinerja bawahannya.

1.6.3 Deputi Pimpinan Bank Indonesia Bidang Manajemen Intern dan

Sistem Pembayaran

Tugas Utama

1. Mengawasi menajemen intern dan sistem pembayaran.

(38)

3. Mengawasi kinerja divisi-divisi yang dibawahinya.

4. Bertanggung jawab secara langsung kepada pimpinan bank

indonesia terhadap kinerja bawahannya.

1.6.4 Deputi Pimpinan Bank Indonesia Bidang Pengawasan Bank

Tugas Utama

1. Memberikan pengawasan kepada bank lain.

2. Menberikan izin kelayakan kepada sebuah bank untuk dapat

melanjutkan beroprasi atau tidak.

3. Memberi masukan kepada kepala bank indonesia tentang

masalah-masalah perbankan.

4. Mengawasi kinerja divisi-divisi yang dibawahinya.

5. Bertanggung jawab secara langsung kepada pimpinan bank

indonesia terhadap kinerja bawahannya.

1.6.5 Seksi logistik (Divisi dimana penulis menjalankan PKL)

Tugas Utama

1. Melakukan perencanaan, pengadaan dan pengawasan terhadap

aset bank indonesia.

2. Melakukan pemeliharaan, penata usahaan, pemanfaatan dan

(39)

3. Memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Deputi

Pimpinan Bank Indonesia bidang Manajemen Intern dan Sistem

Pembayaran.

1.7 Sarana dan Prasarana

Penulis didukung oleh sarana dan prasarana yang dimiliki oleh

perusahaan dan juga yang ada di bagian Logistik, dimana penulis

menggunakannya untuk menunjang pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan.

Tabel 1.1

Sarana di Bank Indonesia Bandung

No Sarana Jumlah Keterangan

(40)

Tabel 1.2

Prasarana di Seksi Logistik Bank Indonesia Bandung

No. Inventaris Jumlah Keterangan

1. Lemari besi 5 Baik

2. Komputer 12 Baik

3. Laptop 6 Baik

4. Meja kerja 12 Baik

5. Kursi kerja 12 Baik

6. Lemari kaca 4 Baik

7. Sofa 2 Baik

8. Meja sofa 1 Baik

9. AC 5 Baik

10. Dispenser 2 Baik

11. TV 2 Baik

12. Handycam 3 Baik

13. Kamera 3 Baik

14. Infokus 2 Baik

15. Printer 5 Baik

16. Scanner 2 Baik

17. White board 2 Baik

18. Telepon 12 Baik

19. Lemari es 1 Baik

20. Excel 1 Baik

(41)

1.8 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan

1.8.1 Lokasi Pelaksanaan PKL

Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan di bagian logistik Bank

Indonesia Bandung

Alamat : Jl. Braga no 108 Bandung 40111, Indonesia.

Telepon : 022 4230223

Website : www.bi.go.id

1.8.2 Waktu Pelaksanaan PKL

Waktu pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan terhitung dari tanggal

25 Juli 2011 sampai dengan 18 Agustus 2011. Dengan waktu kerja dari hari

(42)

2.1 Aktifitas Praktek Kerja Lapangan

Penulis melaksanakan aktifitas Praktek Kerja Lapangan (PKL) di bagian Logistik Bank

Indonesia Bandung selama kurang lebih 15 hari. Banyak penglaman dan pengetahuan baru

yang didapatkan dalam melaksanakan aktifitas Praktek Kerja Lapangan (PKL), baik itu

kegiatan rutin maupun kegiatan insidentil sehingga sangat bermanfaat untuk menambah

wawasan bagi penulis.

Adapun daftar aktifitas yang dilakukan selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan

di bagian Logistik Bank Indonesia Bandung adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1

Aktifitas Praktek Kerja Lapangan

No. Hari/Tanggal Aktifitas Kerja

Keterangan

Rutin Insidentil

1. Senin, 25 Juli 2011.

 Perkenalan antar pegawai PKL

No. Hari/Tanggal Aktifitas Kerja

Keterangan

(43)

bank indonesia bandung.

 Meresume jalannya rapat dan merangkum jalannya rapat. manajemen buku logistik bank indonesia.

 Mengikuti kediatan wajib Classical. manajemen buku logistik bank indonesia.

 Mengikuti kediatan wajib Classical.

 Membantu pegawai bank indonesia melebur file yang tidak lagi terpakai.

 Membuat flowchart calanya rapat rancangan kerja sementara.

No. Hari/Tanggal Aktifitas Kerja

Keterangan

(44)

 Mengikuti kediatan wajib

 Meresume jalannya rapat dan merangkum jalannya rapat.

No. Hari/Tanggal Aktifitas Kerja

Keterangan

(45)

terdaftar.

 Belajar mengenai seksi logistik yang dibimbing oleh bapak Romadhon.

 Mengikuti kegiatan classical.

9. Kamis, 4 Agustus 2011

 Membuat laporan jalannya kegiatan PKL untuk kemudian diserahkan kepada pembimbing PKL di bank indonesia bandung.

 Mengikuti rapat kerja seksi logistik beserta beberapa seksi lainnya.

 Meresume jalannya lapat kerja seksi logistik.

No. Hari/Tanggal Aktifitas Kerja

Keterangan

(46)

terdaftar.

 Belajar mengenai seksi logistik yang dibimbing oleh bapak Romadhon. kendaraan dinas pegawai bank indonesia bandung.

 Meresume jalannya rapat dan merangkum jalannya rapat.

No. Hari/Tanggal Aktifitas Kerja

Keterangan

Rutin Insidentil

14. Selasa, 16 Agustus 2011.

 Ramah-tamah bersama beberapa rekanan bank indonesia bandung.

(47)

bandung.

15. Kamis, 18

Agustus 2011  Menyerahkan dan mengumpulkan laporan pelaksannan PKL di bank indonesia bandung kepada pembimbing PKL.

 Pertemuan dengan pimpinan bank indonesia bandung untuk membahas jalannya PKL dengan tujuan sebagai bahan evaluasi bagi bank indonesia

 Pemberian cendramata sebagai bentuk apresiasi dari bank indonesia

2.2 Deskripsi Kegiatan Rutin Selama Praktek Kerja Lapangan dan Contoh

Selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL), penulis diberikan kepercayaan

untuk belajar dan mendapatkan pengalaman mengenai seksi logistik, seperti mempelajari

tentang Manajemen Logistik Bank Indonesia yang merupakan kunci penting dalam seksi

Logistik, mengikuti rapat-rapat penting dengan rekanan Bank Indonesia seperti rapat

pembangunan rumah dinas bagi pegawai bank indonesia dan rapat pembelian beberapa

kendaraan dinas bagi pegawai bank indonesia. Penulis melakukan beberapa kegiatan yang

bersifat rutin selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL), diantaranya :

2.2.1 Kegiatan Classical

Hampir setiap hari penulis melakukan kegiatan classical, kegiatan ini

(48)

tugas beserta tanggungjawab dari masing-masing divisi tersebut. Kegiatan ini wajib

hukumnya bagi para mahasiswa yang melakukan PKL di Bank Indonesia.

2.2.2 Mengisi Absen Pada Saat Masuk Dan Pulang Kerja

Kegiatan ini memang merupakan suatu hal yang dianggap sepele tetepi

sangatlah penting karena bila kita tidak mengisi absensi kerja maka kita akan dianggap

bolos dan akan dikenakan penggantian hari kerja sesuai jumlah absensi kita.

2.3 Deskripsi Kegiatan Insidentil Selama Praktek Kerja Lapangan dan Contoh

Kegiatan insidentil merupakan kegiatan yang sifatnya tidak dilakukan secara rutin atau

dengan kata lain kegiatan ini adalah kegiatan pelengkap yang dilakukan pada saat penulis

melaksanakan PKL.

2.3.1 Pengarahan Tentang Kegiatan Kerja Di Masing-Masing Divisi

Kegiatan ini hanya dilakukan pada hari pertama disaat mulai masuk kerja

PKL. Kegiatan ini dimaksudkan agar setiap peserta PKL mengerti akan tugas dan

tanggung jawab yang berlaku di divisi dimana mereka akan ditempatkan.

2.3.2 Rapat Pembangunan Rumah Pegawai Bank Indonesia

Kegiataiatan ini merupakan suatu kegiatan yang bersifat insidentil karena

waktu dilaksanakannya tidak pasti. Kegiatan ini berisi tentang pembahasan dan tata

cara pengerjaan pembagunan rumah dinas yang diperuntukkan bagi beberapa pegawai

bank indonesia.

(49)

tujuan apakah penulis menyimak secara benar jalannya rapat dari awal hingga akhir

rapat selesai.

2.3.4 Rapat Kerja Sementara Pengadaan Kendaraan Dinas

Dalam kegiatan ini membahas tentang tata cara dan aturan pengerjaan proses

pengadaan barang yang berupa 5 unit kendaraan dinas yang akan diperuntukkan bagi

pegawai bank indonesia bandung.

2.3.5 Meresume Buku MLBI

dalam kegiatan ini penulis diberi tugas oleh pimpinan seksi logistik untuk

meresume buku manajemen logistik bank indonesia dengan tujuan agar penulis

membaca dan memahami buku MLBI yang merupakan sumber aturan bagi seksi

logistik.

2.3.6 Membuat Flowchart

Membuat flowchart merupakan salah satu kegiatan yang bersifat insidentil

karena kegiatan ini hanya dilakukan atau dikerjakan apabila penulis diperintahkan

untuk mengerjakannya dan waktunya pun tidak dapat dipastikan dengan tetap.

2.3.7 Mendata Ulang Barang-Barang Infentaris Bank Indonesia

Penulis ditugaskan untuk mendata kembali barang-barang infentaris milik bank

indonesia. Dalam mendata barang-barang ini penulis dibantu oleh bapak Sarmud yang

memang bertugas untuk mendata kelengkapan barang.

2.4 Deskripsi Public Relations

Dalam suatu perusahaan atau lembaga yang besar biasanya memiliki bagian Humas.

(50)

2.4.1 Sejarah Public Relations

Perkembangan Hubungan Masyarakat atau lebih dikenal dengan Public

Relations sampai sekarang ini tidak terlepas dari dua orang bapak Public Relations,

yakni Ivy Letbetter Lee dan Edward L.Bernays. Kedua Ilmuwan ini peletak dasar

munculnya PR modern, yang semakin hari keberadaaan dan perkembangan sebagai

sebuah disiplin ilmu dan bidang profesi terlihat semakin mapan.

Ivy Letbetter Lee atau Ivy Lee dianggap sebagai the Father of Public Relations

yang telah memikirkan dan mempraktekan PR secara konsepsional. Mereka berhasil

mengembangkan PR, yang oleh para cendekiawan PR kemudian dijadikan landasan

untuk dijadikan obyek studi ilmiah. Ivy Lee adalah putra seorang negarawan di

Georgia Amerika Serikat. Kegiatannya dibidang PR dimulai pada tahun 1906, pada

waktu industry batubara dinegara “Paman Sam” itu mengalami kesulitan disebabkan

pemogokan buruh. Ketika itu, Lee sebagai seorang wartawan surat kabar. Timbulnya

pemogokan para pekerja yang mengancam kelumpuhan industri batubara itu

menyebabkan munculnya gagasan Lee untuk menengahi bagi keuntungan kedua belah

pihak yakni, para industriawan dan para pekerja.

Edward L.Bernays (1891-1995), sebagai Bapak PR, nampaknya tidak banyak

dikenal disbanding Ivy Lee, karena buku-buku PR klasik Cutlip-Center, Effective

Public Relations, yang diacu sebagai alkitabnya tidak begitu menonjolkan nama-nama

perintis PR, termasuk Edward L. Bernays. Bernays, keponakan cendekiawan terkenal

dalam bidang psikologis analisis, Sigmud Freud, pemikiran dan kegiatannya untuk

(51)

2.4.2 Definisi Public Relations

Definisi Public Relations menurut Institute of Public Relations (IPR) dalam

adalah:

“Keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam

rangka menciptakan dan memelihara niat baik (good will) dan saling pengertian antara

suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.”

Upaya yang terencana dan berkesinambungan ini berarti, PR (Public Relations)

adalah suatu rangkaian kegiatan yang diorganisasikan sebagai suatu rangkaian

kampanye atau program terpadu, dan semuanya ini berlangsung secara

berkesinambungan dan teratur. Jadi PR (Public Relations) bukanlah kegiatan yang

sifatnya sembarangan atau dadakan.

Tujuan utamanya adalah menciptakan dan memelihara saling pengertian,

maksudnya adalah untuk memastikan bahwa organisasi tersebut senantiasa dimengerti

oleh pihak-pihak lain yang turut berkepentingan. Dengan adanya kata „saling‟, maka

dari itu organisasi juga harus memahami setiap kelompok atau individu yang terlibat

dengannya (istilah yang umum dipakai adalah khalayak atau Publik)

Sedangkan menurut Frank Jefkins, Public Relations adalah:

“Semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun keluar, antara

suatu organisasi dengan khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik

yang berlandaskan pada saling pengertian.” (Jefkins, 2004: 10)

2.4.3 Ruang Lingkup Public Relations

Public Relations memiliki suatu lingkup yang luas dalam menghadapi

(52)

program yang terstruktur.

Public Realtions atau Humas memiliki bidang-bidang cakupan atau ruang

lingkup sebagai berikut :

1. Hubungan dengan pelanggan (Customer Relations).

2. Hubungan dengan masyarakat atau penduduk (Community Relations). 3. Hubungan dengan pers atau media massa (Press Relations).

4. Hubungan dengan instansi-instansi pemerintah (Government relations). 5. Hubungan karyawan atau pegawai (Employee Relations).

Hubungan dengan berbagai pihak terkait (stakeholder). (Rudy, 2005: 85-88)

Ruang lingkup Public Relations dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Hubungan dengan pelanggan (Customer Relations)

Hal ini mencakup kegiatan seperti member informasi kepada pelanggan atau nasabah, menjelaskan prosedur, tata cara, waktu, menyampaikan pesan-pesan, laporan berkala(melalui brosur, jurnal, surat dan sebagainya), menyelenggarakan acara bersama pelanggan dan menciptakan suasana kenyamanan atau kemudahan bagi urusan para pelanggan dan melayani pelanggan atau tamu.

2. Hubungan dengan masyarakat atau penduduk (Community Relations)

Hal ini mencakup kegiatan membina hubungan baik dengan penduduk atau masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi penduduk di sekitar lokasi pabrik atau perusahaan atau toko atau di sekitar kantor organisasi atau lembaga yang bersangkutan.

3. Hubungan dengan Pers atau media massa (Press Relations)

Hal ini mencakup kegiatanmembuat kliping (guntingan berita dari Koran, majalah, dan lain-lain) serta menganalisa pendapat umu (opni publik) atau aspirasi kelompok-kelompok tertentu (specific group opinion), menyampaikan informasidan pernyataan resmi melaui media massa, menyelenggarakan acara jumpa pers (press conference) atau menyusun dan mengedarkan keterangan pers (press release), membina hubungan komunikasi dua arah dengan wartawan dan redaksi media massa (surat kabar, TV, radio, majalah, tabloid dan lain-lain). 4. Hubungan dengan instansi-instansi pemerintah (Government Relations)

Hal ini mencakup kegiatan pembinaan dan penyelenggaraan hubungan komunikasi dua arah dengan instansi-instansi pemerintah (pemerintah daerah atau kabupaten atau kota, pihak kepolisian, dinas tenaga kerja dinas perindustrian, dinas pariwisata dan lembaga lainnya), upaya-upaya perolehan informasi actual dari berbagai instansi pemerintah dan sebaliknya menyampaikan informasi kepada instansi terkait.

5. Hubungan dengan karyawan atau pegawai (Employee Relations)

(53)

6. Hubungan dengan berbagai pihak terkait (Stakeholder Relations)

Hal ini mencakup kegiatan yang menunjang atau terus-menerus berhubungan dengan kegiatan organisasi atau perusahaan atau lembaga (seperti agen-agen, supplier, distributor) dan juga mencakup hubungan dengan para pemegang saham (Stakeholder Relations). (Rudy, 2005: 85-88)

2.4.4 Tujuan Public Relations

Tujuan Public Realtions secara universal adalah untuk menciptakan,

memelihara, dan meningkatkan citra yang baik dari organisasi kepada publik yang

disesuaikan dengan kondisi-kondisi daripada publik yang bersangkutan dan

memperbaikinya jika citra itu menurun atau rusak.

Dengan demikian terdapat empat hal yang merupakan prinsip dari tujuan

Public Relations, yaitu:

1. Menciptakan citra yang baik. 2. Memelihara citra yang baik. 3. Meningkatkan citra yang baik.

4. Memperbaiki citra jika citra organisasi kita menurun atau rusak.” (Yulianita, 2003: 42-43)

2.4.5 Fungsi dan Peranan Public Relations

2.4.5.1 Fungsi Public Relaions

Fungsi Public Relations menurut Onong Uchjana Effendy dalam

bukunya “Hubungan Masyarakat Suatu Komunikologis” yaitu:

1. Menunjang aktifitas utama manajemen dalam mencapai tujuan organisasi. 2. Membina hubungan yang harmonis antara organisasi denga publik internal

dan publik eksternal.

3. Menciptakan komunikasi dua arah dengan menyebarkan informasi dari organisasi kepada publiknya dan menyalurkan opini publik kepada organisasi.

4. Melayani publik dan menasehati pimpinan organisasi demi kepentingan umum.

(54)

utama Public Relations pada intinya yaitu :

1. Sebagai communicator atau penghubung antara organisasi atau lembaga yang diwakili dengan publiknya.

2. Membina relationship, yaitu berupaya membina hubungan yang positif dan saling menguntungkan dengan pihak publiknya.

3. Peranan back up management, yakni sebagai pendukung dalam fungsi manajemen organisasi atau perusahaan.

4. Membentuk corporate image, artinya peranan Public Relations berupaya menciptakan citra bagi organisasi atau lembaganya.

(Effendy, 2008 : 9-11)

2.5 Analisis Kegiatan PKL

Bank Indonesia merupakan satu-satunya bank central di indonesia dan merupakan

BUMN yang telah bersifat mandiri, tetapi seperti yang kita ketahui dalam Bank Indonesia

divisi Humasnya masih bergabung kedalam divisi Tim Kajian Ekonomi dengan kata lain

humas di Bank Indonesia belum melembaga dan independen. Maka dari itulah didalam

struktur organisasi Bank Indonesia tidak tercantum divisi humas. Oleh karenanya penulis

tidak ditempatkan di divisi humas yang sesuai dengan pengkhususan ilmu yang diambil

melainkan penulis malah ditempatkan pada divisi logistik yang sama sekali merupakan hal

yang baru diketahui oleh penulis sendiri. Selama melakukan kegiatan PKL di Bank Indonesia

Bandung, penulis dapat merasakan bagai mana keadaan yang sebenarnya terjadi di dalam

dunia kerja yang tentu saja pengalaman ini akan sangat bermanfaat pada saat penulis

menjalani proses kerja yang sesungguhnya nanti.

Kegiatan PKL di Bank Indonesia Bandung sendiri dapat dikatakan sangat

menyenangkan. Hal ini dikarenakan sikap dari pegawai Bank Indonesia Bandung yang sangat

ramah dan banyak membantu penulis dalam melaksanakan PKL sehingga penulispun tidak

segan untuk menayakan suatu hal yang penulis tidak mengerti dalam mengerjakan pekerjaan

Gambar

Gambar 1.1 Logo Bank Indonesia
Gambar 1.2
Tabel 1.1
Tabel 1.2
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

2.2.4 Kelebihan Dan Kekurangan Teknik Permainan Pantomim Dalam Pembelajaran Bahasa Jepang

[r]

Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang s atu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara

Ekspose Hasil-Hasil Penelitian 12 November 2007 : Aplikasi Pengawetan Mebel Bambu dengan Bahan Pengawet Borax dan Asam Borat.. Balai Penelitian Kehutanan

Jika hasil penelitian ini terbukti bahwa proporsi komisaris independen berdampak positif terhadap agresivitas pajak perusahaan maka penelitian ini akan membuktikan

pentingnya mematuhi aturan dalam kehidupan pada siswa yang belum mampu membaca indah puisi anak tentang lingkungan (dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat).. •

Analisis data berupa analisis univariat yang terdiri atas analisis deskripsi pasien dan analisis rasionalitas penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi dengan