1. JENIS- JENIS ANEMIA
A. Anemia Normokromik Normositer.
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak: MCV 73–101fl, MCH 23–31pg, MCHC 26–35%), bentuk dan ukuran eritrosit.
B. Anemia Makrositer.
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35%). Ditemukan pada anemia megaloblastik(defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati,dan myelodisplasia).
C. Anemia Hipokromik Mikrositer.
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 80fl, MCH <27 pg, MCHC 26-35%). Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
1) Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
2. EPIDEMIOLOGI ANEMIA
A. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI
1. Menurut Tempat
Anemia gizi besi merupakan jenis anemia yang sering dijumpai terutama di negara-negara tropis dan berkaitan dengan taraf sosial ekonomi masyarakat. Anemia mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia dan memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan.
Berdasarkan laporan WHO (2008), prevalensi anemia tahun 1993-2005 pada wanita hamil di Afrika 57,1%, di Amerika 24%, di Asia Tenggara 48,2%, di Eropa 25,1%, dan di Timur Tengah 44,2%.
Anemia umumnya terjadi di seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang. Anemia terjadi pada 45% wanita di negara berkembang, dan 13% di negara maju. Pada tahun 2005 prevalensi anemia pada ibu hamil di negara-negara berkembangseperti Indonesia 44,3%, India 49,7%, Irak 38,2%, dan Arab Saudi 32%. Di negara maju seperti Jepang 14,8%, Spanyol 17,6%, Portugal 17,3%, Italia 15,5%, Belanda 12,5%, Denmark 12,4%, Jerman 12,3%, dan Australia 12,4%.
2. Menurut Waktu
Prevalensi anemia gizi besi (AGB) pada ibu hamil di Indonesia mengalami penurunan. Pada tahun 1987 prevalensi anemia pada ibu hamil 70%. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1991 diperoleh prevalensi anemia 64% pada ibu hamil dan mengalami penurunan pada tahun 1995 menjadi 50%.
B. DETERMINAN
1. Umur
Umur ideal kehamilan yang resikonya rendah adalah pada kelompok umur 20-35 tahun. Berdasarkan laporan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010 perempuan yang mengalami kehamilan dan yang berusia < 20 tahun 51% memeriksakan kehamilan pada dukun.
Kehamilan pada remaja putri sangat beresiko terhadap dirinya karena pertumbuhan linier (tinggi badan) pada umumnya baru selesai pada umur 16-18 tahun dan dilanjutkan dengan pematangan rongga panggul beberapa tahun dan dilanjutkan dengan pematangan rongga panggul beberapa tahun setelah pertumbuhan linear selesai.
2. Pendidikan
Anemia lebih sering terjadi pada kelompok penduduk yang berpendidikan rendah. Kelompok ini umumnya tidak dapat memilih bahan makanan yang mengandung zat besi tinggi dan kurang mempunyai akses mengenai informasi anemia dan penanggulangannya.
Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi karena dengan meningkatnya pendidikan kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli makanan.
3. Riwayat Kehamilan
Untuk kesehatan ibu teelah dibuktikan bahwa makin kecil atau pendek jarak waktu antara kelahiran anak, makin banyak dan tinggi komplikasi kesakitan dan kelemahan yang timbul bagi ibu dan anak.
3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO ANEMIA
A. ETIOLOGI
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena:
1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang 2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologis dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi 3 golongan:
1. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg 2. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl
3. Anemia makrositer, bila MCV > 95 fl
B. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko dari anemia adalah:
1) Genetik dan sejarah keluarga: sejarah keluarga merupakan faktor resiko untuk anemia yang disebabkan oleh genetik, misalnya sickle-cell anemia, talasemia, atau fancony anemia.
2) Nutrisi: pola makan yang kurang zat penting bagi sel darah merah seperti zat besi, vitamin B12, dan asam folat dapat meningkatkan resiko anemia.
3) Kondisi saluran cerna: kondisi saluran cerna dapat mempengaruhi absorbsi nurtisi yang penting bagi pembentukan sel darah merah sehingga dapat meningkatkan resiko anemia. Selain itu, pendarahan akibat tukak lambung, tukak peptik, dan infeksi parasit pada saluran cerna juga dapat menyebabkan anemia.
4) Menstruasi: menstruasi dapat meningkatkan resiko anemia akibat kekurangan zat besi. Kehilangan darah akibat menstruasi memicu pembentukan darah berlebih. Apabila tidak diikuti dengan peningkatan asupan nutrisi terutama zat besi, dapat memicu terjadinya anemia defisiensi zat besi.
6) Penyakit kronis seperti kanker, gagal ginjal, dan tukak dapat meningkatkan resiko anemia.
7) Zat kimia dan obat: beberapa obat dan zat kimia seperti benzena, penisilin, primaquin, dan sulfasalazin dapat menyebabkan anemia.