• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagi Hasil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bagi Hasil"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam Islam secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Mudharabah, Musaqah, Musyarakah,,dan Muzara’ah. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai Mudharabah dan Musyarakah.

(2)

BAB II PEMBAHASAN A. Mudharabah

1. Pengertian Mudharabah

Menurut bahasa, kata mudharabah berasal dari adh-dharbu fil ardhi, yaitu melakukan perjalanan untuk berniaga. Allah swt berfirman: “Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah.” (QS Al-Muzzammil : 20)1. Mudharabah disebut juga qiradh, berasal dari kata qardh

yang berarti qath (sepotong), karena pemilik modal mengambil sebagian dari hartanya untuk diperdagangkan dan ia berhak mendapatkan sebagian dari keuntungannya. Menurut istilah fiqh, kata mudharabah adalah akad perjanjian antara kedua belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati.2

Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak, yaitu pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian mengelola keuangan dari pengelola.

Transaksi jenis mudharabah, tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan,

mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan modal untuk usaha halal. Sedangkan, shahibul maaldiharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba yang optimal.

2. Jenis- Jenis Mudharabah a. Mudharabah Mutlaqah

Mudharabah Mutlaqah, yaitu pemilik modal (shahibul maal) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk

1 Kata mudharabah pada ayat tersebut merupakan dalil yang bersifat dhanni ad-Dalalah karena mempunyai makna lebih dari satu, yaitu bisa berarti bertani, berdagang dan sebaginya. Lihat H. Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta, Amzah, 2010), hal 121

(3)

mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktik kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf). Misalnya Mudharib membuka warung Tegal dan bisa juga membuka warung padang atau usaha lainnya.

b. Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah Muqayyadah, yaitu pemilik modal (shahibul maal) menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya. Misalnya Mudharib membuka usaha warung Tegal berdasarkan kemauan pemilik modal (shahibul maal). Hal itu berarti tidak bisa membuka warung padang.

3. Karakteristik Mudharabah

Karakteristik Mudharabah berdasarkan prinsip berbagi hasil dan berbagi risiko dikemukakan sebagai berikut.

a. Keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya pada pelaksanaan akad

b. Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana; sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang telah dilakukan.

c. Pemilik dana tidak diperbolehkan mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari. Hal dimaksud, dikemukakan contoh Praktik Mudharabah dalam Perbankan Syariah

4. Dasar Hukum pembiayaan Mudharabah

Dasar hukum pembiayaan Mudharabah dalam hukum Islam dikemukakan sebagai berikut.

a. Al Qur’an

1) Surat Al-Baqarah ayat 273

(4)

(Al Baqorah : 273).3 Kalimah : Dharban fil ardhi Penafsiran Ibnu

Katsir : Maksudnya berjalan untuk berdagang dalam mencari penghidupan.4 Penafsiran Abu Bakr Jabir Al Jazaa’iri : Berjalan di bumi

untuk mencari rezki dengan berdagang dan lainnya, berjalan di bumi untuk mengepung (memblokade) musuh orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah.5

2) Surat Ali-Imran ayat 156

Ya ayyuhallazina amanu la takunu kalladzina kafaru wa qolu li’ikhwanihim idza dharabu fil ardhi “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir(orang-orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi...( Ali Imran : 156).6

Penafsiran Ibnu Katsir : Mereka berpergian untuk berdagang dan lainnya.7 Penafsiran Abu Bakr Jabir Al Jazaa’iri : Berjalan di bumi

dengan jalan kaki dan terkadang berjalan untuk kebaikan orang-orang muslim.8 Di antara ayat-ayat Al Qur’an dimaksud, terdapat kata yang di

jadikan oleh sebagian besar ulama fiqh adalah kata dharaba fil ardhi

menunjukkan arti perjalanan atau berjalan di bumi yang di maksud perjalanan untuk tujuan dagang.9

3Departeman Agama Republik Indonesia, Al Qur’anul Karim wa Tarjamah

Ma’aniyah ilal Lughoh Al Indonesiyyah,(Al madinah Al Munawwaroh: Mujamma’

al Malik Fahd, 1418 H), hal 68

4Syekh-al Imam al Jalil Imam al-din Abu al-Fida’ Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Beirut : Al-Resalah Publishers, 1421 H-2000 M) , hal 210

5Abu Bakr Jabir Al Jazaa’iri, Aisaru al- Tafasirli kalami al ‘ali al kabir, (Damanhur : Daru Lina, 1423 H-2002 M), hal 128

6Departemen Agama Republik Indonesia, Op cit, hal 103

7Syekh-al Imam al Jalil Imam al-din Abu al-Fida’ Ismail Ibnu Katsir, Op.Cit, hal 266 8Abu Bakr Jabir Al Jazaa’iri, Op.Cit, hal 191

(5)

b. Al Hadits

Sementara dalam hadits di katakan bahwa Nabi dan beberapa sahabat pun terlibat dalam perseroan mudharabah.10 Hal ini tampak dalam beberapa hadits yang artinya sebagai berikut :

1) Hadits yang pertama yang artinya: “Diriwayatkan dari ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdull Mutholib, jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasululloh SAW dan Rosululloh pun membolehkannya.” ( HR Thabrani).

2) Hadits yang kedua yang artinya: “Dari Shalih bin Shuhaib r.a

bahwa Rosulloh SAW bersabda,” Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqoradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk di jual.”(HR Ibnu Majah No 2280, Kitab At-Tijarah). c. Literatur Fiqih

Di dalam kitab-kitab fiqh Syafi’iyah (madzhab Syafi’i) tidak ditemukan istilah mudharabah. Istilah mudharabah ini dipakai oleh

madzhab Hanafi, Hambali, dan Zaydi (syi’ah), sedang dalam madzhab Maliki dan As-Syafi’i dipakai istilah Qiradh.11 Menurut para ulama fiqh

perbedaan itu terletak dalam hal kebiasaan penyebutan dari tiap-tiap daerah Islam.12 Jadi tidak di salahkan bahwa waktu pertama didirikan

Bank Islam di Indonesia banyak masyarakat dan ulama yang menentang dan ragu di karenakan pengetahuan mereka dalam bidang fiqh muamalah kurang menguasai dan di binggungkan dengan istilah dan dogma fanatik

10Ibn Qudamah, Al Mughni, V (Riyadh : Maktabat al Riyadh al Haditsah,1981), hal 26

11Makhalul Ilmi SM, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, ( Yogyakarta : UII Press, 2002) hal 44

(6)

madzhab, yaitu mayoritas Muslim Indonesia yang mereka ketahui hukum Islam adalah fiqh Syafi’iyyah.

Keraguan dan penentangan masyarakat dan ulama atau fuqaha ( ahli hukum) sebenarnya telah terjadi masa-masa eksperimen awal untuk perbankan Islam berlangsung di Melayu pada pertengahan tahun 1940 an, di Pakistan pada akhir 1950 an, melaui Jama’at Islami pada 1969, Egypt’s Mit Ghamr Saving Bank(1963-1967),dan Nasser social Bank (1997).13 Satu-satunya institusi Islam yang bertahan pada periode awal

ini adalah Nasser Social Bank(Mesir) dan Tabungan Haji (Malasyia).14

Hukum Mudharabah adalah boleh (ja’iz) menurut ijma(konsensus).’15 Ja’iz adalah ukuran penilaian bagi perbuatan dalam kehidupan kesusilaan (akhlak atau moral) pribadi. Kalau mengenai benda misalnya makanan di sebut halal (bukan ja’iz).16Mudharabah oleh ijma’ dihukumi boleh atau jaiz karena berdasar pada kaidah Fiqh Al Masyaqqoh tajlibu at taisir “ artinya Kesulitan akan mendorong kemudahan, Lafadz masyaqqah

secara bahasa berarti sulit, berat,dan yang searti dengannya. Dalam bahasa Arab,ketika dikatakan syaqqa alayhi al-syai’ berarti ada sesuatu yang telah memberatkan seseorang. Di dalam al Qur’an terdapat lafadz

yang berasal dari akar yang sama dengan masyaqqah, yakni syiqq al-anfus, sebagaimana terdapat dalam surat al-Nahl ayat 7.17 Seperti halnya musaqah, qiradl (mudharabah) juga tetap di perbolehkan,walaupun mengandung gharar, karena adanya hajat atau kebutuhan umum masyarakat yang sudah mendekati kadar dlarurat.18 Gharar adalah 13Mervyn Lewis dan Latifa Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip, Praktik,Prospek, (Jakarta : PT serambi Ilmu Semesta Cetakan kedua, 2004), hal 15

14Mervyn Lewis dan Latifa Algaoud, Ibid, hal 17

15Sayyid Sabiq, Fiqhussunah, III (Bairut : Darul Fikri Athob’ah Arrabi’ah,1983), hal 212

16Muhammad Daud Ali, Hukum Islam pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,Edisi Keenam,(Jakarta:PT raja Grafindo Persada, 2001), hal 132

17Ibrahim bin Musa al-Gharnathial-Syathibi,al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam, Juz II, (Beirut: Dar al Ma’rifah,tanpa tahun), hal 119

(7)

sesuatu yang masih kabur atau tidak jelas akibatnya namun biasanya menimbulkan kerugian.19

d. Dewan Syari’ah Nasional dan Dewan Pengawas Syari’ah

Fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh). Dewan syari’ah Nasional secara resmi didirikan sebagai lembaga syari’ah yang bertugas mengayomi dan mengawasi operasional aktivitas perekonomian Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS). Selain itu juga untukmenampung berbagai masalah/ kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penangganannya oleh masing-masing LKS.20 DSN sebagai sebuah lembaga yang di bentuk oleh

MUI secara struktural berada di bawah MUI. Sementara kelembagaan DSN sendiri belum secara tegas diatur dalam peraturan perundang-undangan.

B. Musyarakah

1. Pengertian Musyarakah

Untuk memberikan pengertian yang berkenaan Pembiayaan Musyarakah, penulis mengutip beberapa pendapat yang berkenaan dengan musyarakah. Hal itu, dikemukakan sebagai berikut.

a. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

Akad musyarakah adalah Akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan; sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing.21

b. Muhammad Syafi’i Antonio

Pembiayaan musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana

19Op.Cit Kelas III Aliyah 1997 Madrasah Hidayatul , hal 58

20Himpunan Fatwa Dewan syari’ah,edisi kedua,(Jakarta:2003), hal 14

(8)

(amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keutungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.22

c. Jefril Khalil

Pembiayaan musyarakah adalah akad antara dua orang atau lebih dengan menyetorkan modal dan dengan keuntungan dibagi sesama mereka menurut porsi yang disepakati.23

Berdasarkan beberapa pengertian pembiayaan musyarakah di atas, penulis berpendapat bahwa pembiayaan musyarakah adalah penggabungan modal dari dua orang atau lebih untuk membiayai suatu proyek/usaha, keuntungan akan di bagi berdasarkan proporsi modal; sedangkan bila terjadi kerugian maka akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan yang tertuang dalam akad/kontrak perjanjian.

Bila mengamati pembiayaan mudharabah dan musyarakah dalam masyarakat berdasarkan prinsip syariah, maka ditemukan beberapa contoh instrumen pembiayaan syariah yang sangat applicable dengan semangat modal ventura yang sesungguhnya dengan masih mengkaitkan ketiga instrumen pembiayaan modal ventura Indonesia yang ada sekarang. Instrumen pembiayaan syariah tersebut antara lain: Al Musyarakah untuk pendirian usaha atau proyek (dapat disejajarkan dengan instrumen pembiayaan saham), yaitu mencampurkan dana untuk mendirikan usaha atau kontrak proyek dengan tujuan memperoleh keuntungan. Pemilik modal dalam musyarakah ini adalah dua pihak atau lebih (misalnya venture capital company, pengusaha dan silent partner). Keuntungan atau kerugian usaha atau kontrak proyek dinikmati atau ditanggung bersama-sama sesuai dengan porsi modal atau profit/loss sharing yang ditetapkan dalam kesepakatan/perjanjian awal.

Produk perbankan syariah berkenaan pembiayaan musyarakah mempunyai implementasi spesifik dalam bentuk saham. Saham dalam pasar modal syariah adalah suatu bukti penyertaan modal dalam suatu perusahaan sampai perusahaan ditutup / dilikuidasi. Adapun prinsip dasar saham secara syariah adalah: (a)

22Antonio, Muhamad Syafi’I, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Cet, 1, ( Jakarta : Tazkia Institute, 2000), hal 9

(9)

bersifat musyarakah jika saham ditawarkan secara private; (b) bersifat mudharabah jika saham ditawarkan pada public; (c) tidak boleh ada pembedaan jenis saham karena risiko harus ditanggung oleh semua pihak; (d) seluruh keuntungan akan dibagi hasil, dan jika terjadi kerugian akan dibagi rugi setelah dilikuidasi; (e) investasi pada saham tidak dapat dicairkan dari usaha atau proyek yang bersangkutan kecuali dalam keadaan bangkrut atau dialihkan lewat jual beli investasi.

Ketentuan umum pembiayaan musyarakah dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek pembiyaan

musyarakah syirkatul milk dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah dan tidak boleh melakukan tindakan seperti:

1) Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.

2) Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya.

3) Memberi pinjaman kepada pihak lain.

4) Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.

5) Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerja sama apabila : a) Menarik diri dari perserikatan.

b) Meninggal dunia.

c) Menjadi tidak cakap hukum.

b. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan, sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.

c. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk Bank.24

(10)

Melalui kontrak musyarakah, dua pihak atau lebih (termasuk Bank dan lembaga keuangan bersama nasabahnya) dapat mengumpulkan modal mereka untuk membentuk sebuah perusahaan (syirkah al-inan)25sebagai sebuah badan hukum (legal entity). Setiap pihak memiliki bagian secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal mereka dan mempunyai hak mengawasi (voting right)

perusahaan sesuai dengan proporsinya.

Untuk pembagian keuntungan setiap pihak menerima bagian keuntungan secara proporsional dengan kontribusi modal masing-masing atau sesuai dengan kesepakatan yang te!ah ditentukan sebelumnya, sedangkan bila perusahaan merugi, maka kerugian tersebut juga dibebankan secara proporsional kepada masing-masing pemberi modal.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Apa yang harus dilakukan: pahami bahwa implementasi teknologi umumnya merupakan permasalahan perubahan manajemen. Tempatkan general manajer dan pemimpin yang

Analisa data: pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya, dan juga tidak bisa mengakses informasi karena tidak bisa melihat. Data obyektif: saat observasi pasien tampak

Perlu penelitian yang lebih lanjut karena belum menghasilkan suatu data yang baik sehingga belum dapat dihasilkan suatu kesimpulan mengenai dosis steril untuk

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa analisis sentimen pada Guru – guru SMK Eklesia dan SMK Bina Insani Jailolo

25% Tidak aktif dalam diskusi Kurang aktif dalam diskusi Sangat aktif dalam diskusi Perorangan - Sikap 25% Penyampaian tidak keras, tanpa menatap peserta, tanpa sikap

Suatu studi yang bertujuan untuk memperoleh dosis maksimum dari pemberian bokashi Titonia (Titonia diversifolia) terhadap konsentrasi merkuri (Hg) dalam tanah dan dalam

Puguh dengan pelan seraya menuju tempat tidurnyao Dengan bungkusan yang masih dalam genggam- annya, laki-laki itu duduk di tepi pembaringano Sesaat Puguh tampak melamuno

Teknik ini terfokus pada domain-domain tertentu, domain perempuan dijadikan sub domain lagi yang lebih memfokuskan pada perempuan kelas menengah dan bawah, terkait