• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ANALISIS PROSES PEMILUKADA DI TINGKAT PROVINSI (Buku: Pemilukada Asimetris Dalam Perspektif NKRI, Editor: Kurniawati Hastuti Dewi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2016, hal. 61-112)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB III ANALISIS PROSES PEMILUKADA DI TINGKAT PROVINSI (Buku: Pemilukada Asimetris Dalam Perspektif NKRI, Editor: Kurniawati Hastuti Dewi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2016, hal. 61-112)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

ANALISIS PROSES PEMILUKADA DI TINGKAT PROVINSI

Oleh: Sri Nuryanti

Pengantar

Proses Pemilukada di tingkat provinsi baik pada masa pra tahapan, tahapan dan paska tahapan sebagaimana pembagian pentahapannya sudah disinggung pada Bab I, sangat diwarnai dengan keadaan sosial politik masing-masing provinsi. Kondisi sosial seperti misalnya posisi geografis, kondisi demografis, ketersediaan sumber daya dan akses ekonomi, sarana dan prasarana mobilitas sosial, ketergantungan pembangunan dengan daerah lain dan dinamika politik lokal, ternyata sangat mempengaruhi sukses tidaknya proses penyelenggaraan Pemilukada di tingkat provinsi. Oleh sebab itu analisis mengenai Proses Pemilukada akan dilihat pengaruh latar belakang sosial politik terhadap penyelenggaraan pemilukada di tingkat provinsi di 6 provinsi yang diteliti yaitu: Aceh, Bengkulu, Sulawesi Tenggara, Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Analisis Proses Pemilukada

Suatu pemilu, biasanya melalui berbagai tahapan yang dibagi menjadi tiga tahapan pokok yaitu sebelum tahapan/pra tahapan, tahapan dan paska tahapan. Hal ini sesuai dengan teorisasi tahapan pemilu yang ada dalam gambar berikut ini.1

1 Tahapan pemilu yang dikembangkan oleh ACE Project, suatu perkumpulan penggiat demokrasi dunia. Lihat

(2)

Apabila dilihat dari siklus pemilu di atas, yang termasuk dalam masa sebelum tahapan/pra tahapan adalah masa perencanaan (termasuk perencanaan dalam pembiayaan, perekrutan staf, logistik dan pembuatan jadwal kegiatan pemilu), pelatihan petugas penyelenggara pemilu dan pembuatan peraturan atau petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, sosialisasi dan diseminasi informasi, dan registrasi, baik registrasi partai politik peserta pemilu maupun registrasi pemilih. Sementara dalam tahapan meliputi pencalonan, kampanye, pemungutan suara dan penghitungan suara. Sementara paska tahapan meliputi evaluasi, perumusan perubahan-perubahan yang diperlukan dan perumusan strategi baru.

Namun demikian, sesuai ketentuan perundangan pemilu di Indonesia, tahapan pendaftaran peserta pemilu dan pendaftaran pemilih menjadi bagian dari tahapan pemilu. Ketentuan pada UU pemilu mengatakan bahwa tahapan pemilu dimulai dengan pembuatan daftar pemilih yang dikelola dari data potensial penduduk yang disediakan oleh pemerintah. Kemudian tahapan itu diikuti oleh pencalonan, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara sampai pelantikan pejabat terpilih. Lebih lanjut akan dijelaskan proses pemilu tersebut per bagian.

Pada masa pra tahapan Pemilukada, aspek hukum dan perencanaan menjadi bagian yang mengemuka. Pada aspek hukum, adanya UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan beberapa UU terkait, menjadi sumber hukum mengenai penyelenggaraan pemilukada di Indonesia. Ketentuan teknis penyelenggaraannya yang berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 tahun 2009, Permendagri 57/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah melengkapi pedoman hukum penyelenggaraan pemilukada. Ketentuan yang dimuat pada pasal-pasalnya diperuntukkan agar terjadi pengaturan prosesi politik dalam pemilukada sedemikian rupa sehingga pemilukada dapat diselenggarakan dengan baik dan menghasilkan kepala daerah yang memenuhi harapan masyarakat. Namun demikian, dalam pelaksanaannya ternyata tidak semudah bacaan dalam pasal-pasalnya. Hal itu disebabkan oleh munculnya intervensi kepentingan-kepentingan subyektif yang berusaha membelokkan kepentingan obyektif untuk sesuatu yang menguntungkan dirinya.

(3)

UU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, UU no. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua yang kemudian telah direvisi menjadi UU 35 tahun 2008, juga UU 29 tahun 2007 tentang UU Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dengan demikian, sejak awal, penyelenggaraan Pemilukada mempunyai rujukan UU yang bersifat general dan Undang-undang yang bersifat khusus, yang hanya berlaku di daerah tertentu sebagaimana disebutkan di atas.

Pada masa pra tahapan Pemilukada, dinamika politik di suatu daerah yang hendak menyelenggarakan Pemilukada biasanya semakin meningkat dan menjadi bahan perbincangan di warung kopi sampai dalam pertemuan-pertemuan formal dan pemberitaan media massa. Hal ini ditengarai dari munculnya lobby-lobby politik, kasak-kusuk soal harga se a perahu , biaya politik untuk merebut kemenangan dalam kontestasi Pemilukada yang dilakukan dengan e a gu strategi, e e tuk ti sukses, e a gu jari g la a-la a2, sampai

survey-survey elektabilitas dilakukan demi untuk memenangkan persaingan dalam Pemilukada.

Sementara itu, masyarakat di daerah yang mau menyelenggarakan Pemilukada juga sudah mulai membicarakan spekulasi-spekulasi politik yang kira-kira akan muncul ke permukaan khususnya ketika menjelang Pemilukada. Masyarakat mulai disuguhi iklan-iklan berupa poster, baliho atau umbul-umbul, bahkan pada masa pra tahapan. Nama-nama yang sering dibicarakan bakal dipinang partai politik untuk menjadi calon kepala daerah mulai beredar, dan bahkan mulai melakukan temu warga agar masyarakat bakal pemilih mengenal figur mereka. Sedangkan dari sisi penyelenggara (KPU Provinsi) biasanya sibuk mengajukan permohonan anggaran untuk penyelenggaraan Pemilukada. Perlu dicatat bahwa pembiayaan Pemilukada dalam penyelenggaraannya dibebankan pada APBD, oleh karena itu kemampuan daerah untuk menyediakan anggaran penyelenggaraan Pemilukada ini juga menjadi hal penting.3 Hiruk pikuk

Pemilukada itu sendiri baru akan dimulai setelah ada pemberitahuan dari DPRD ke KPU mengenai AMJ (Akhir Masa Jabatan) Kepala daerah.

Pada masa tahapan Pemilukada, KPU secara formal akan memulai tahapan dengan pembentukan organ pelaksana Pemilukada di tingkat kecamatan sampai petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP atau Pantarlih/Panitia Pendaftaran Pemilih). Pelaksanaan tahapan Pemilukada dalam hal pemutakhiran data pemilih dimana setiap penduduk yang berhak memilih harus terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap, sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis, demografis dan mobilitas penduduk. Kondisi geografis demogafis yang berupa daerah pemukiman yang sulit dijangkau, terpencar-pencar, daerah urban, daerah perbatasan/berbatasan dengan daerah lain, daerah industri, daerah bekas bencana, daerah pengungsian akibat bencana, daerah dengan mobilitas penduduk tinggi, masing-masing mempunyai tantangan tersendiri untuk petugas pemutakhiran data pemilih dalam memutakhirkan data penduduk potensial pemilih pemilu dengan melakukan coklit/pencocokan

2Istilah jari g la a-la a adalah u tuk e ye ut pola pe uata ko u ikasi a tar ti pe duku g/ti sukses pasangan calon kepala daerah untuk bisa menjangkau seluruh wilayah administrasi. Pola komunikasi itu yang ideal bila dibayangkan, akan berbentuk seperti jaring laba-laba (Spider web)

3 Banyak kalangan mengeluhkan besarnya biaya pemilukada ini dengan mengargumentasikan bahwa biaya

(4)

dan penelitian dari rumah ke rumah. Beberapa kasus dalam pemutakhiran data pemilih yang hasil akhirnya berupa Daftar Pemilih Tetap (DPT) muncul misalnya di Padang Bano, daerah perbatasan Bengkulu dengan daerah lain 4, hasil Focus Group Discussion (FGD) di Jawa Barat

yang mengatakan bahwa KPU Jawa Barat membuat template tersendiri untuk mengatasi permasalahan pemilih di Jawa Barat5, masalah DPT yang tidak akurat di Jawa Timur 6, ditengarai

munculnya ghost voter dalam Pemilukada DKI 7dan hilangnya nama pemilih yang sudah pernah

tercatat tetapi dalam DPT pemilukada Sulawesi Tenggara tidak tercatat.8 Dalam kaitannya

dengan hal tersebut, penelitian lapangan di Aceh mengatakan bahwa KIP tidak mempunyai masalah dengan Daftar Pemilih Tetap.9

Dalam hal pencalonan, khususnya pencalonan calon independent, juga akan sangat tergantung pada akses ke wilayah provinsi untuk mendapatkan sumber dukungan pencalonan mereka yang berupa foto copy KTP. Sebagaimana ketentuan pada UU 12/2008 pasal 59 ayat (2a), (2c) dan (2e) yang berbunyi:

(2a) Pasangan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon gubernur/wakil gubernur apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:

a. provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5% (enam koma lima persen);

b. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 5% (lima persen);

c. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam juta) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 4% (empat persen); dan

d. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen).

(2c) Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2a) tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi dimaksud.

(2e) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan ayat (2b) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat keterangan tanda penduduk sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

4 Lihat Laporan Lapangan Pemilukada Provinsi Bengkulu yang ditulis oleh Indria Samego dan Sri Nuryanti, 2013 5 Lihat hasil FGD Jawa Barat di Bandung, Juni 2013 dan Laporan Lapangan Pemilukada Jawa Barat yang ditulis oleh

Kurniawati Hastuti Dewi dan Dini Suryani, 2013

6 Lihat elaborasi masalah DPT Jawa Timur dalam Laporan Lapangan Pemilukada Jawa Timur yang ditulis oleh Kurniawati Hastuti Dewi dan Dini Suryani, 2013

7 Lihat Laporan Lapangan Pemilukada Jakarta yang ditulis oleh Pandu Yuhsina Adaba dan Afadlal, 2013 8 Lihat Laporan Lapangan Pemilukada Sultra oleh Pandu Yuhsina Adaba dan Afadlal, 2013

(5)

Dengan demikian, bagi para calon kepala daerah yang berasal dari calon perseorangan, harus mengumpulkan dukungan pencalonannya yang dibuktikan dengan mengumpulkan tanda bukti fotokopi KTP sebagaimana bunyi Pasal 59 ayat (2e) UU 12 tahun 2008 itu. Dalam upaya ini tentunya kondisi geografis, demografis dan persebaran penduduk, akan menjadi pertimbangan para calon independen untuk mengumpulkan dukungan terhadap pencalonannya.

Secara yuridis pengaturan mengenai pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diatur dalam pasal 59 sampai dengan pasal 64 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pasal 59 ayat (5) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan pasangan calon, wajib menyerahkan surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang bergabung. Dalam tahapan ini kadang terjadi permasalahan di internal partai politik atau antar partai politik yang terkadang membuat Pemilukada terhambat. Hal itu disebabkan oleh adanya kepengurusan ganda, proses seleksi tidak transparan, adanya intervensi pengurus pusat, adanya tarik ulur dukungan kepada calon dan lain-lain.

Perlu dimengerti bahwa konstelasi hasil pemilu legislatif di DPRD akan mempengaruhi dinamika pencalonan bakal pasangan calon pada Pemilukada dan akan sangat erat berhubungan dengan hasil Pemilukada yaitu terpilihnya gubernur dan wakil gubernur yang diharapkan dapat menciptakan pemerintahan yang baik dan efektif. Oleh sebab itu, pada bagian awal penjelasan kontestasi pemilukada di 6 provinsi, akan dipaparkan terlebih dahulu konstelasi politik lokal yang mendasari penyelenggaraan Pemilukada, sebagai berikut:.

1) Provinsi Aceh10

MoU Helsinki yang ditanda tangani pada tanggal 15 Agustus 2005 mengakhiri konflik di Aceh dan hal itu membuat pemilukada dapat digelar pada Senin, 11 Desember 2006. Khusus untuk penyelenggaraan pemilukada Aceh, KIP Aceh merujuk pada ketentuan dalam UUPA yang mengatur mengenai ketentuan pencalonan perseorangan yaitu pada pasal 67 UU Pemerintah Aceh yang menyebutkan bahwa :

Pasa ga alo Gu er ur/Wakil Gu er ur, upati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) diajukan oleh :

a. partai politik atau gabungan partai politik;

b. partai politik lokal atau gabungan partai politik lokal; c. gabungan partai politik dan partai politik lokal; dan/atau d. perseora ga

Berdasar pada ketentuan tersebut, Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar mengikuti Pemilukada langsung dengan jalur perseorangan dan berhasil meraih sekitar 38 persen suara. Hal ini mengalahkan tujuh pasangan lain yaitu: 11

(6)

a) Ir. H. Iskandar Hoesin, MH dan Drs. H. M. Saleh Manaf (Partai Bulan Bintang) b) Letjen TNI (Purn) Tamlicha Ali dan Drs. Tgk. Harmen Nuriqmar (Partai Bintang

Reformasi dan Partai Persatuan Nahdatul Ummah Indonesia, dan Partai Kebangkitan Bangsa)

c) Drs. H. Malik Raden, MM dan H. Sayed Fuad Zakaria, SE (Partai Golkar, Partai Demokrasi Perjuangan dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia)

d) DR. Ir. H. A. Humam Hamid, MA dan Drs H. Hasbi Abdullah, M. Si (Partai Persatuan Pembangunan)

e) H. Azwar Abubakar, MM dan M. Nazir Djamil, S.Ag (Partai Amanat Nasional dan Partai Keadilan Sejahtera).

f) Mayjen (Purn) H. M. Djali Yusuf dan Drs. H. R.A. Syauqas Rahmatillah, MA, g) Drs Ghazali Abbas Adan dan H. Salahuddin Alfata.

Masa kepemimpinan Irwandi sebagai gubernur Aceh sebenarnya merupakan perubahan cara juang para mantan kombatan GAM ke perjuangan melalui jalur politik pemerintahan. Kepemimpinan Irwandi ditengarai sukses dan mampu membawa kemajuan pesat bagi masyarakat Aceh, dan Aceh dapat keluar dari situasi konflik.

Masa jabatan Irwandi berakhir, Konstelasi politik Aceh berubah. Proses Pemilukada Aceh mengalami dinamika tinggi. Dilihat dari jadwal pemilihan kepala daerah di Provinsi Aceh seharusnya 2011, bergeser ke tahun 2012. Pencalonan pada Pemilukada Aceh, berbeda dengan pemilukada lain, karena di Aceh ada partai lokal yang juga berhak mencalonkan kandidatnya.

Dinamika Pemilukada Aceh tahun 2011 diawali dengan adanya yang mempersoalkan isi pasal 256 termaktub pada Undang-undang No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh yang berisi ketentuan tentang calon perorangan dalam pemilihan kepala daerah di Aceh yang hanya diperbolehkan sekali saja sejak diberlakukan UU Pemerintah Aceh (UUPA). Dengan mendasarkan diri pada Putusan MK tanggal 23 Juli 2007 yang membolehkan calon perseorangan berkompetisi dalam pemilukada, maka kemudian dilakukan peninjauan ulang (judicial review) terhadap pasal 256 UUPA ke Mahkamah Konstitusi. Sebagai akibatnya, jadwal tahapan Pemilukada Aceh bergeser dari tanggal 14 November 2012 ke tanggal 24 Desember . Hal i i juga se agai respo atas kesepakata cooling down” selama sebulan karena masih belum terselesaikannya keterlibatan kembali jalur perorangan pada pemilukada. Namun demikian, tahapan Pemilukada Aceh harus digeser lagi menjadi 16 Febuari 2012. Namun tidak berjalan dengan lancar, Menteri Dalam Negeri menggugat KIP ke MK sehingga memaksa KIP harus menggeser lagi hari pemungutan suara menjadi 9 April 2012 setelah calon Partai Aceh mendaftar diri.

Putusan MK menunjukan masih melekatnya peran kuat dari Pemerintah Pusat dalam mengontrol stabilitas politik lokal Aceh. Pemerintah Pusat memberikan perhatian lebih daripada provinsi lain. Hal itu terungkap dari pandangan seorang hakim MK dalam persidangan gugatan judicial review pasal 256 UUPA yang menyatakan bahwa keutuhan Negara Kesatuan

(7)

Republik Indonesia (NKRI) adalah di atas segala-galanya. Oleh karena itu, perdamaian Aceh perlu dijaga antara lain dengan melakukan upaya untuk mengakomodir pendaftaran Partai Aceh yang merupakan partai bentukan mantan kombatan. Situasi keamanan menjelang Pemilukada Aceh meningkat khususnya terkait dengan penembakan oleh orang tak dikenal terhadap belasan warga sipil yang berasal dari luar Aceh dan pembahasan mengenai perda Bendera.

Kekuatan politik di DPR Aceh hasil pemilu legislatif menjelang pemilukada yang akhirnya dapat digelar tahun 2011 tergambar dalam tabel 7. berikut:

Tabel 7. Susunan anggota DPRA 2009-2014

No Nama Partai Jumlah

Kursi

1 Partai Aceh 33

2 Partai Demokrat 10

3 Partai Golongan Karya 8

4 Partai Amanat Nasional 5

5 Partai Persatuan Pembangunan 4

6 Partai Keadilan Sejahtera 4

7 Partai Patriot 1

8 Partai Kebangkitan Bangsa 1

9 Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 1

10 Partai Daulat Atjeh 1

11 Partai Bulan Bintang 1

Sumber: Laporan Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Provinsi Aceh 2009

Dilihat dari konstelasi di DPRA, dominasi Partai Aceh sebagai partai lokal sangat luar bisaa. Hal i ilah ya g dite garai e ye a ka u ul ya perti a ga lai u tuk e u da tahapa Pemilukada, karena sampai hari terakhir tahapan Pemilukada yang dicanangkan oleh KIP Aceh, Partai Aceh belum mendaftar. Eskalasi keamanan meningkat, sehingga memerlukan antisipasi politis , ya g ke udia di ujudka de ga i ter e si pe eri tah ya g eruju g pada penundaan tahapan Pemilukada Aceh.

Pada Pemilukada Aceh tahun 2011, Keputusan KIP Aceh Nomor 27 Tahun 2011 tentang Penetapan Pasangan Calon yang memenuhi persyaratan sebagai peserta pemilu gubernur dan wagub Aceh tahun 2012 adalah 4 pasangan calon yang lulus, yaitu:

a) Dr. Irwandi Yusuf/Dr. Ir. Muhyan Yumnan MSc (HW Eng) b) Tgk. H Ahmad Tajuddin AB / Ir. H. Teuku Suriansyah MSi c) Muhammad Nazar/Ir. Nova Iriansyah

(8)

Na u , kare a ada i ter e si dari pe eri tah terse ut di atas, peserta pe ilukada A eh menjadi 5 pasangan dengan tambahan Dr. Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf yang didukung oleh Partai Aceh.

Pada Pemilukada ini, Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf memenangkan kompetisi. Keduanya di dukung melalui Partai Aceh sebagai partai mayoritas yang menguasai Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Berdasarkan hasil rekapitulasi akhir suara pemilukada 2012, pasangan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf memperoleh jumlah suara sebesar 1. 327. 695, Irwandi Yusuf dan Muhyan Yunan memperoleh sebesar 694. 515 suara12. Grafik berikut menunjukkan prosentase

itu.13

Grafik 3. Rekapitulasi Akhir Hasil Pemilukada Provinsi Aceh 2012

Sumber: Laporan Penyelenggaraan Pemilukada ACEH, KIP Aceh 2012

(9)

Grafik 4. Persebaran Jumlah Suara Sah dalam Pemilukada Provinsi Aceh 2012

Sumber: Laporan Penyelenggaraan Pemilukada ACEH, KIP Aceh 2012

Dari penjelasan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa dominasi Partai Aceh di DPRA sangat signifikan mempengaruhi dinamika politik lokal. Pemilukada dapat diselenggarakan meskipun banyak meninggalkan catatan dari soal situasi dan kondisi keamanan menjelang penyelenggaraan Pemilukada, sampai mundurnya tahapan pemilukada. Pemilukada di Aceh menghasilkan keterpilihan pasangan calon yang mantan kombatan, mendapat dukungan penuh dari partai lokal, populer sebagai tokoh GAM, namun berdasarkan ukuran managerial, pasangan yang terpilih belum mempunyai pengalaman dalam tata kelola pemerintahan dan tidak pernah menjabat dalam jabatan birokrasi.

2) Provinsi Jawa Timur14

Pemilukada di Jawa Timur menarik untuk diamati. Secara etnografis, Jawa Timur merupakan tempat berinteraksinya budaya Mataraman, Pandhalungan dan Arek. Interaksi tiga budaya dominan ini yang mempengaruhi dinamika politik pemilukada di Jawa Timur. Namun demikian, sebelum membahas mengenai Pemilukada Jawa Timur, terlebih dahulu akan disampaikan bahwa konstelasi politik di Jawa Timur hasil pemilu legislatif tahun 2004 menunjukkan bahwa di

(10)

Jawa Timur terdapat kontestasi antara Partai Kebangkitan Bangsa yang sebagian besar e dia i ilayah tapal kuda da Partai De okrasi I do esia Perjua ga . Ta el 8 berikut menunjukkan perolehan kursi hasil pemilu legislatif tahun 2004.

Tabel 8. Komposisi Keanggotaan DPRD Jawa Timur 2004-2009

No Fraksi Jumlah

1. Fraksi Kebangkitan Bangsa 31

2. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 25

3. Fraksi Partai Golkar 15

4. Fraksi Partai Demokrat Keadilan 14

5. Fraksi PPP 8

6. Fraksi PAN 7

Jumlah 100

Sumber: Wahyudi, 2010, hlm. 2

Pada Pemilukada Jatim Tahun 2008 diikuti oleh 5 pasangan yang bertarung pada putaran pertama yaitu:

1) Pasangan Achmady – Suhartono diusung oleh (PKB dan NU) 2) Pasangan Khofifah Indar P – Mudjiono (PPP, PNBK dan NU) 3) Pasangan Sutjipto – Ridwan Hisjam (PDI Nasionalis)

4) Pasangan Soenarjo – Ali M Moesa (GOLKAR dan NU)

5) Pasangan Soekarwo – Syaifullah Yusuf (PAN Demokrat dan NU).

Pemilukada Jawa Timur putaran kedua diikuti oleh pasangan Khofifah - Mudjiono dan Soekarwo - Saifullah Yusuf, telah dilaksanakan pada 4 november 2008 dan diikuti oleh 29.280.470 pemilih yang terdiri atas 14.369.596 pemilih laki-laki dan 14.910.874 pemilih perempuan.

Hasil perhitungan resmi pilgub Jatim putaran II adalah Pasangan Kaji (Khofifah I.P dan Mudjiono) : 7.669.721 suara; Pasangan Karsa (Soekarwo dan Syaifullah Yusuf ) 7.729.944 suara. Dengan hasil itu, pasangan Karsa unggul tipis 60.233 suara atau 0,40 persen dibanding pasangan Kaji. Dari hasil tersebut maka pasangan Soekarwo - Syaifullah Yusuf dinyatakan sebagai pemenang dalam Pemilukada Jatim untuk periode 2008-2013, yang dilaksanakan dalam dua putaran. Namun, kubu dari pasangan Kaji menolak untuk menandatangani hasil dari Pemilukada Jatim putaran kedua karena Kaji menilai terdapat banyak kecurangan yang terjadi didalamnya. Dengan alas an ini, Kaji mengajukan gugatan PHPU ke Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya memerintahkan pemungutan suara ulang di beberapa wilayah di Jawa Timur yaitu di Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampangan, dan Kabupaten Pamekasan

(11)

Pada Pemilukada Jawa Timur tahun 2013, kembali Pemilukada Jawa Timur menyita perhatian publik namun kali ini menyangkut proses pencalonan dukungan ganda dua partai politik yaitu Partai Kedaulatan dan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI) terhadap pencalonan Khofifah Indar Parawansa dan Sukarwo.

Pada Pemilukada tahun 2013 ini sesuai dengan keputusan KPU Jawa Timur dalam Berita Acara Nomor 56/BA/PKD.JTM/VII/2013 tentang Penetapan Pasangan Calon Gubernur, ditetapkan tiga pasangan calon gubenur tahun 2013 yaitu:

1) Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa), dicalonkan oleh PKS, Demokrat, PAN, PPP, Gerindra, Hanura, dan partai non parlemen

2) Eggi Sudjana-M. Sihat sebagai calon perseorangan

3) Bambang Dwi Hartono-Said Abdullah , dicalonkan oleh PDIP

Hal itu sebagai hasil keputusan pleno KPU Jawa Timur yang kemudian memutuskan menolak pencalonan Khofifah Indar Parawansa- Herman Suryadi. Keputusan KPU Jawa Timur itu digugat ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) oleh pihak Khofifah yang pencalonannya di dukung oleh PKB ,PKBP, PPNUI, Partai Kedaulatan, dan PMB Perdebatan seru terjadi di KPU Jawa Timur yang kesulitan mengambil keputusan mengenai dukungan Partai Kedaulatan dan PPNUI. Dalam putusannya DKPP memutuskan bahwa pencalonan Khofifah dapat diterima dan akhirnya pasangan Khofifah-Herman ditetapkan sebagai pasangan calon no. 4 Pemilukada Jawa Timur. Pemilukada Jawa Timur sudah digelar dan menghasilkan pemenang yaitu pasangan Karsa (Soekarwo – Saifullah Yusuf). Dinamika ini menjadi bukti bahwa permasalahan pe alo a sa gat di a is e ya gkut perahu ya g sa gat u gki kare a politik transaksional. Sementara itu, pada Pemilukada Provinsi Jawa Timur tahun 2013, diwarnai dengan dinamika yang tinggi menyangkut pencalonan pasangan calon dengan kasus dukungan ganda dari DPD Partai Kedaulatan dan DPW PPNUI yang masing-masing mendukung Khofifah Indar Parawansa, dan juga calon lain yaitu Karsa.15

3) Provinsi Jawa Barat16

Pemilukada Jawa Barat meramaikan pembicaraan politik nasional juga. Hal itu bisa jadi antara lain disebabkan oleh berkompetisinya artis dalam dua pemilukada. Sebelumnya, perludlihat konstelasi politik di DPRD yang diperoleh dari hasil dua kali pemilu legislatif tahun 2004 dan tahun 2009.

15 Lihat penjelasan dalam Laporan Lapangan Pemilukada Jawa Timur yang ditulis oleh Kurniawati Hastuti Dewi dan

Dini Suryani, 2013

(12)

Tabel 9. Perubahan Komposisi Perolehan Partai Politik di DPRD Provinsi Jawa Barat Hasil Pemilu Legislatif Tahun (2004-2009) dan (2009-2014)

No Partai Politik Jumlah Kursi

Hasil Pemilu Legislatif 2004

Jumlah Kursi Hasil Pemilu Legislatif

2009

1 Partai Golkar 28 16

2 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

19 17

3 Partai Keadilan Sejahtera 14 13

4 Partai Demokrat 9 28

5 Partai Persatuan Pembangunan 13 8

6 Partai Bulan Bintang 1 -

7 Partai Amanat Nasional 7 5

8 Partai Karya Peduli Bangsa 1 -

9 Partai Kebangkita Bangsa 7 2

10 Partai Damai Sejahtera 1 -

11 HANURA - 3

12 Gerindra - 8

Total 100 100

Sumber: KPU Jawa Barat

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung di Jawa Barat dimulai pada tahun 2008. Jawa Barat yang saat itu (2008) memiliki jumlah penduduk 39.140.812 jiwa dengan jumlah warga yang akan berpartisipasi memberikan suaranya sebanyak 27.972.924 jiwa.17

Pada Pemilukada tahun 2008 pasangan Ahmad Heryawan-Yusuf Macan Effendi atau Dede Yusuf (HADE) meraih suara terbanyak yakni 7.287.647 suara. Pasangan HADE unggul atas dua pesaing lainnya yakni pasangan Agum Gumelar dan Nurman Abdul Hakim (AMAN) dengan mengumpulkan 6.217.557 suara. Pasangan Danny Setiawan-Iwan Sulanjana mengumpulkan 4.490.901 suara.18

Dalam beberapa analisis dikatakan bahwa ada beberapa faktor yang mendukung kemenangan pasangan Hade yaitu faktor calon seperti popularitas Dede yusuf sebagai aktor, metode kampanye yang simpatik dan dukungan partai politik (PKS) yang mendominasi politik di Jawa Barat.

17 Lihat data KPU Jawa Barat

(13)

Di lihat dari partisipasinya, pada Pemilukada tahun 2008 terdapat 18.882.605 orang yang tercatat menggunakan haknya. Jumlah suara sah sebanyak 17.996.105 suara dan jumlah suara tidak sah sebanyak 806.566 suara. Sementara itu jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya sebanyak 9.103.594 atau 32,7 persen dari jumlah DPT sebanyak 27.933.259. 19

Pada pelaksanaan Pemilukada tahun 2013 pasangan Aher-Deddy menang dengan perolehan suara sah 6.515.313 atau 32,39 persen, diikuti pasangan Rieke Diah Pitaloka - Teten Masduki dengan jumlah suara 5.714.997 atau 28,41 persen, pasangan Dede Yusuf Macan Effendi - Lex Laksamana Zainal Lan 5.077.522 atau 25,24 persen, Irianto MS. Syafiudin - Tatang Farhanul Hakim, 2.448.358 atau 12,17 persen, dan Dikdik Maulana Arif Mansur -Cecep Nana Suryana Toyib, 359.233 atau 1,79 persen. Partisipasi pemilih mencapai 63,85 persen, sedangkan suara sah keseluruhan se-Jabar mencapai 20.115.423 dan suara tidak sah mencapai 598.356. Daftar pemilih tetap (DPT) pada Pilgub Jabar 2013 jumlahnya mencapai 32,5 juta jiwa.20

Faktor kemenangan pasangan Aher-Deddy konon dilatar belakangi persepsi masyarakat yang masih tinggi bahwa incumbent lebih berpengalaman dan telah terbukti kinerjanya, didukung dengan popularitas Deddy Mizwar dalam sinetron dan iklan yang mendekatkan hubungan emosional pemilih dengan Deddy Mizwar sebagai tokoh sinetron Para Pencari Tuhan yang tayang setiap bulan puasa dan faktor dukungan basis pemilih PKS yang masih ditengarai memilih pasangan ini. Sedangkan bila dibandingkan dengan Dede Yusuf maupun Rieke Diah Pitaloka, keduanya memang sama-sama artis, tetapi Dede Yusuf, bintang sinetron Jendela Rumah Kita dan Iklan Bodrex, sudah lama tidak tayang di layar televise. Juga dengan Rieke Diah Pitaloka yang membintangi sinetron Bajaj Bajuri , tidak lagi tayang. Hal ini membuat pilihan lebih banyak ke tokoh yang yang sering muncul di media.21

Ongkos pesta demokrasi Pemilukada memang sangat mahal. Untuk menggelar Pemilukada Jawa Barat 2013, anggaran yang dialokasikan sejumlah 1.047 trliun rupiah, rincian dana tersebut diperuntukan bagi KPU Jawa Barat sebanyak 759.9 Milyar rupiah, 151 Milyar Rupiah untuk keperluan Panitia Pengawas serta 136.4 Milyar Rupiah diperuntukan bagi biaya keamanan.

Terkait dengan biaya itu, ada yang kemudian mengandaikan seandainya biaya itu untuk keperluan lain maka konon itu akan sebanding dengan biaya pembangunan sebanyak 15.314 ruang kelas baru atau dana sebesar itu bisa disetarakan dengan pembangunan jalan baru sepanjang 3.573 kilometer. Juga bisa digunakan untuk pembiayaan rakyat miskin yang butuh jaminan kesehatan, pendidikan dan sebagainya22.

19Ibid.

20 Data KPU Jabar, 2013

21 Sukamto Mamada, 7 Faktor Penentu Kemenangan Aher-Demiz, 24 February 2013,

http://politik.kompasiana.com

22 Agus Sutondo, Biaya Pemilukada Jawa Barat Satu Triliun Rupiah, http://politik.kompasiana.com, (diakse 2 Juni

(14)

Profil yang terpilih adalah seorang incumbent dan artis. Gubernur petahana dianggap berhasil membawa kemajuan Jawa Barat, sementara wakil gubernur populer dan namanya dikenal sebagai artis yang taat dan santun.

4) Provinsi DKI Jakarta23

Pemilukada di DKI dilaksanakan secara berbeda karena DKI Jakarta, merupakan satu dari 5 provinsi berstatus khusus di Indonesia, sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, juga diatur secara khusus dengan UU No. 29 Tahun 2007 tentang Ibukota Negara Republik Indonesia. Spesifikasi khusus DKI Jakarta, terletak pada sistem otonomi di tingkat provinsi, dan menyebabkan DKI Jakarta, satu satunya propinsi di Indonesia yang tidak memiliki Walikota/Bupati yang otonom.

Pemilukada DKI Jakarta tanggal 8 Agustus 2007 menghabiskan anggaran diputaran pertama Rp 124 miliar dan untuk putaran kedua mencapai Rp 70 miliar. Kandidat yang berkompetisi pada Pemilukada 2007 adalah: 1) pasangan Adang Daradjatun dan Dani Anwar (PKS), 2) Fauzi Bowo dan Prijanto (PPP, PD, Partai Golkar, PDIP, PBR, PBB, PDS, PDK, PPNUI, PKPB, PPDI, PPIB, PBSD, PKB, PPD, PAN, Partai Merdeka, PKPI, Partai Pelopor dan Partai Patriot Pancasila). Hasil akhir rekapitulasi perhitungan suara oleh KPU Provinsi DKI Jakarta adalah: Pasangan Fauzi Bowo dan Priyanto memperoleh 2.109.511 suara (57,87%) sedangkan pasangan Adang Daradjatun dan Dani Anwar memperoleh 1.535.555 suara (42,13%).

Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012 diselenggarakan pada 11 Juli 2012 dan putaran ke dua diselenggarakan pada 20 September 2013. Pada tanggal 11 Juli 2012 berlangsung pemungutan suara putaran pertama dan pada tanggal 19 Juli 2012 telah dilaksanakan penghitungan suara dengan hasil :

a) Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli didukung oleh PD, PAN, Hanura, PKB, PBB, PMB dan PKNU memperoleh suara 1.476.648 (34,05%)

b) Mayjen (Purn) H. Hendardji Soepandji - Ir. H. Ahmad Riza Patria, MBA (Independen) memperoleh suara 85.990 (1,98%).

c) Ir. H. Joko Widodo - Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM didukung oleh PDIP dan Gerindra memperoleh suara 1.847.157 (42,60%).

d) Hidayat Nurwahid - Didik J Rachbini didukung oleh PKS memperoleh suara 508.113 (11,72%).

e) Faisal Basri - Biem T. Benjamin (Independen) 215.935 (4,98%).

f) H. Alex Noerdin - Letjen TNI (Marinir) Purn. H. Nono Sampono didukung oleh Golkar, PPP, PDS, Patriot, PKPB, PKDI, PRN, PPIB, PPD, PIS, PNBKI, Buruh, PPI, PPNUI, PPDI, PNIM, PD dan PSI memperoleh suara 202.643 (4,67%).

(15)

Sesuai dengan ketentuan UU no.29/tahun 2007, pemenang pada pemilukada DKI harus mencapai 50% + 1. Oleh karena itu, perlu dilakukan putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh dua terbanyak. Pada putaran kedua, Partai Golkar dan PPP memberikan dukungan ke pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli, yang akan berhadapan dengan pasangan Jokowi-Ahok. Pada putaran kedua ini, diselenggarakan pada tanggal 20 September 2012 dan pada tanggal 29 September 2012 telah dilaksanakan penghitungan suara dengan hasil pasangan Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli didukung oleh PD, PAN, Hanura, PKB, PBB, PMB, PKNU, Golkar dan PPP memperoleh suara 2.120.815 (46,18%) sedangkan Ir. H. Joko Widodo - Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM didukung oleh PDIP dan Gerindra memperoleh suara 2.472.13 (53,82%).

Faktor kemenangan pasangan Jokowi konon dipicu dari figur Jokowi yang merepresentasikan pemimpin low-profile karena keberhasilannya sebagai walikota Surakarta, berbagai inovasinya ketika menjabat sebagai walikota Surakarta dengan Festival Batik, apresiasi terhadap mobil E“EMKA, da figure Joko i ya g dekat de ga rakyat ke il. Joko i e jadi edia darli g’

selama proses pemilukada DKI sehingga perolehan suaranya signifikan mengalahkan petahana.24 Sementara Basuki Tjahaya Purnama merespresentasikan mantan Bupati Belitung

Timur yang sukses, mantan anggota DPR RI dan mempunyai semangat kinerja yang baik.

5) Provinsi Bengkulu25

Sekilas tentang Pemilukada Provinsi Bengkulu di tahun 2005, dimana para kandidat atau elit lebih condong memilih pasangannya berdasarkan representasi etnis yang ada di Bengkulu, yakni berdasarkan kultur atau etnis, semisal Jawa atau Rejang-Jawa dan Serawai-Melayu. Pada pemilihan kepala daerah secara langsung telah menunjukkan bahwa peran etnisitas sangat mempengaruhi dan telahmenjadi bagian dari politik identitas. Etnisitas juga merupakan satu hal yang berpengaruh terhadap kandidat dalam menjaring masa untuk memperoleh kekuatan politik guna memperoleh dukungan dari masyarakat. Karena dalam konteks politik identitas, etnis merupakan satu kekuatan yang penting untuk meraih kekuasaan. Oleh karena itu, ini merupakan kekuatan yang tidak bisa dibendung dan juga tidak perlu dibendung namun penting untuk di tata, terutama dalam era kebangkitan etnis dan era demokrasi global.26

Konstelasi politik di DPRD hasil pemilu legislatif tahun 2009 menunjukkan tidak adanya partai politik yang dominan. Hal ini membuat Pemilukada tahun 2010 tidak ada kompetisi yang sengit. Penyelenggaraan pemilukada tahun 2010 sendiri, dilakukan serentak baik di tingkatan provinsi dan tujuh kabupaten/kota (Kabupaten Kaur, Lebong, Rejang Lebong, Muko Muko, Kepahiang,

24 Lihat pemberitaan di media masa seputar kinerja Jokowi dan sosok Jokowi, juga buku-buku yang banyak

e gulas Joko i. Joko i setelah terpilih juga dike al suka lusuka (istilah u tuk e ye ut ara Joko i

memahami permasalahan di masyarakat dengan turun langsung ke tengah masyarakat yang mengalami

per asalaha ).

25 Analisis pada bagian ini diambil dari Laporan Penelitian Lapangan Pemilukada Bengkulu yang ditulis oleh Indria

Samego dan Sri Nuryanti, 2013

26 Thesis Dedi Firmansyah berjudul Peran Politik Etnis Dalam Pemilukada: Studi Atas Pilgub Provinsi Bengkulu tahun

(16)

Seluma, dan Bengkulu Selatan). Pada pemilukada ini diikuti oleh pasangan Agusrin Maryono Najamuddin-Junaidi Hamzah (Partai Demokrat dan PAN), pasangan Imron Rosyadi-Rosihan Trivianto (Partai Golkar), pasangan Sudirman Ail-Dani Hamdani (PKS dan PKPI), pasangan Sudoto-Ibrahim Saragih dari jalur perseorangan, dan pasangan Rosihan Arsyad-Rudi Irawan (PDI Perjuangan, PKB, PPD, PPP, dan Hanura).

Pertarungan kandidat Pemilukada Provinsi Bengkulu dikelompokan pada dua kekuatan yang berbeda. Kekuatan pertama adalah kekuatan incumbent dan birokrasinya yang dimiliki oleh pasangan Agusrin-Junaidi dan pasangan Imron-Rosihan. Sedangkan Kekuatan kedua adalah kekuatan hati nurani yang dimiliki oleh pasangan Sudirman-Dani, Rosihan-Yudi dan Sudoto-Ibrahim. Hasil penghitungan suara pada pemilukada Bengkulu 2010 adalah sebagai berikut:

Tabel 10. Hasil Penghitungan Suara Pemilukada Bengkulu 2010

1. Agusrin Maryono Najamuddin-Junaidi Hamzah 31,38 %

2. Imron Rosyadi-Rosihan Trivianto 24,47 %

3. Sudirman Ail-Dani Hamdani 20,55 %

4. Sudoto-Ibrahim Saragih 9,17 %

5. Rosihan Arsyad-Rudi Irawan 14,43 %

Sumber: Laporan Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemilukada Provinsi Bengkulu 2010

Dengan demikian, pasangan Agusrin Maryono Najamuddin –Junaidi Hamzah memenangkan pemilukada Bengkulu 2010. Agusrin Najamuddin yang gubernur incumbent memperoleh basis dukungan suara dari penduduk di pedesaan. Konon ini dipengaruhi juga oleh solidaritas etnis. Namun demikian, ada juga yang mengatakan bahwa kemenangan Agusrin dipengaruhi oleh politik transaksional semasa menjabat sebagai gubernur. Hal ini yang dibuktikan dengan adanya kasus pembagian hand tractor sebagai salah satu program pemerintah daerah, tetapi pembagiannya dilakukan bersamaan pada masa kampanye. Hal ini menjadi salah satu materi gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Meskipun keputusannya memenangkan Agusrin Najamudin-Junaidi Hamzahm tetapi ternyata Agusrin Najamuddin terjerat kasus lain, yang membuat dia dimasukkan penjara begitu selesai pelantikan sebagai gubernur. Karena kasus tersebut, setelah cukup memenuhi masa tenggat, maka Junaidi Hamzah yang sebenarnya wakil gubernur, menggantikan Agusrin Najamuddin sebagai gubernur Bengkulu. Pada saat penelitian ini dilakukan, sedang dilakukan pembahasan mengenai pengisian kursi wakil gubernur yang ditinggalkan oleh Junaidi Hamzah. Tidak berapa lama, yang terpilih mengisi kursi wakil gubernur adalah Sultan, anggota DPD RI dari Bengkulu yang kebetulan adik kandung Agusrin Najamuddin.

(17)

6) Provinsi Sulawesi Tenggara27

Pemilukada Sultra mempunyai dinamika yang menarik. Pemilukada tahun 2008 diikuti oleh pasangan NUSA (Nur Alam- Saleh Lasata) yang didukung oleh PAN dan PBR, AZIMAD (Ali Mazi – Abd. Samad) yang didukung oleh Partai Golkar, Mahasila (Mahmud Mamundu-Yusran Silondae) dan MMA (Mashur Massie Abunawas- Azhari). Pemilukada ini dimenangkan oleh Nur Alam dan Saleh Lasata.

Pada Pemilukada tahun 2013 diikuti oleh 3 pasangan yaitu pasangan Buhari Matta-Amirul Tamim mendapatkan nomor urut satu. Pasangan Buhari Matta-Amirul Tamim diusung oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura, Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Nasional Banteng Kemerdekaan Indonesia (PNBKI) dan Partai Patriot. Kemudian pasangan incumbent Nur Alam-Saleh Lasata (Nusa), mendapatkan nomor urut dua, pasangan ini diusung beberapa partai besar yakni PAN, PKS, Demokrat, PDIP, Gerindra, PBB, PKB dan PKPI. Sementara Pasangan Ridwan Bae-Khaerul Saleh (Arbae) yang diusung oleh Partai Golongan Karya (Golkar) mendapatkan nomor urut tiga.

Proses pencalonan pada Pemilukada di Sulawesi Tenggara sangat menyita perhatian karena sebagaimana yang terjadi di KPU Jawa Timur, KPU provinsi Sultra susah mencari titik temu untuk menyelesaikan beda pendapat mereka dalam menentukan hasil verifikasi pemenuhan persyaratan sebagai calon. Yang kemudian terjadi adalah dari lima orang komisioner KPU Sultra, dua orang (Mashudi dan Bossman) bersikeras bahwa calon yang layak lolos hanya tiga pasang dengan tidak mengikut-sertakan pasangan AMAN. Sementara itu, tiga orang komisioner lain (Laode Ardin, Abdul Syahir, Eka Syuaib) bersikeras bahwa keempat calon layak untuk lolos.

Proses penetapan calon menjadi tegang karena masing-masing pihak dalam KPU Sultra mengeluarkan surat berita acara versinya masing-masing. Versi penetapan peserta Pilgub dengan diikuti 3 calon ditandatangani oleh Mashudi dan Bossman. Di sisi lain, muncul surat berita acara yang menyatakan bahwa peserta Pilgub adalah 4 pasangan calon dengan ditandatangani tiga komisioner KPU Sultra (Laode Ardin, Abdul Sahir, Eka Syuaib).

DKPP menggelar sidang untuk mengadili KPU Sultra. Sidang DKPP menganggap bahwa kelima anggota KPU Sultra tidak menjalankan tugas dengan baik, dan melakukan pelanggaran kode etik, san tidak menjaga soliditas. Oleh karena itu semua komisioner KPU Sultra disidang di DKPP dan putusan akhir DKPP adalah memecat kelima komisioner KPU Provinsi Sultra tersebut. Selanjutnya, pelaksanaan proses tahapan Pilgub Sultra kemudian dilanjutkan oleh KPU Pusat (KPU-RI) dengan Kordinasi salah satu Komisioner yaitu Arief Budiman. KPU Pusat melanjutkan proses tahapan Pilgub dengan mengacu kepada putusan KPU Sultra yang mengukutsertakan 3 calon pasangan (versi Mashudi dan Bossman) meskipun sebenarnya putusan ini tidak kuorum.

Setelah pemungutan suara dan penghitungan suara dapat digelar, Pemilukada tahun 2013 ini, Nur Alam-Saleh Lasata (NUSA) meraih 522.807 suara atau 49,30 persen, Buhari Matta-Amirul

(18)

Tamim (BM-Amirul) meraih 295.234 suara atau 27,84 persen, dan pasangan Ridwan Bae-Haerul Saleh (ARBAE) meraih 242.357 suara atau 22,86 persen. Total suara sah dalam hasil rekapitulasi hasil pemungutan suara Pilkada Sultra yang digelar 4 November lalu adalah 1.060.398 suara, suara tidak sah sebanyak 26.625. Berdasarkan pleno rekapitulasi perolehan suara yang dilakukan oleh KPU RI, dapat diketahui bahwa partisipasi pemilih mencapai 64 persen dari total daftar pemilih tetap sebanyak 1.701.698 jiwa.

Dari paparan mengenai proses pencalonan di atas, dapat diketahui bahwa permasalahan pencalonan sangat menyita perhatian. Sementara itu, bagi yang tidak puas dalam hal tahapan termasuk pencalonan, sekarang terbuka mekanisme untuk mengajukan gugatan kepada DKPP maupun ke jalur hukum lain, seperti PTUN, Pengadilan Negeri, pengadilan tinggi sampai membawanya ke Mahkamah Agung. Profil yang muncul adalah incumbent yang mendominasi percaturan politik di Sultra dan dianggap mampu membawa kemajuan Sultra.

Evaluasi Empiris Proses Pemilukada

Apabila dievaluasi proses Pemilukada berdasarkan pembagian pra tahapan, tahapan, dan paska tahapan, dapat ditemukan permasalahan-permasalahan lapangan yang dapat dipakai sebagai bahan evaluasi proses pemilu secara keseluruhan.

Pada masa pra tahapan, dinamika social politik di masing-masing daerah mewarnai proses pemilukadanya. Beberapa isu politik yang berkembang menjadikan masa-masa menjelang penyelenggaraan mengalami dinamika yang menarik diamati. Seperti misalnya isu akan munculnya kericuhan bila Partai Aceh tidak diakomodir misalnya, atau isu tentang kasus hukum yang melibatkan gubernur Agusrin di Bengkulu misalnya, adalah isu-isu yang merebak menjelang penyelenggaraan pemilukada di Aceh dan Bengkulu.

Masalah ketersediaan pembiayaan Pemilukada biasanya juga menjadi polemic. Sesuai ketentuan UU maka KPU Provinsi mengajukan anggaran pembiayaan pemilukada untuk dua tahapan, sehingga isu biaya mahal sebenarnya sudah muncul sejak disetujuinya anggaran pemilukada. Padahal, bila Pemilukada hanya cukup dilakukan satu tahapan, maka sisa anggaran dikembalikan ke Negara.

Pada masa tahapan, penyiapan data pemilih seringkali menemui hambatan karena kesulitan letak dan penyebaran geografis calon pemilih sehingga petugas pemutakhiran data pemilih kesulitan melakukan pencocokan dengan data yang mereka punya, juga kadangkala disebabkan oleh mobilitas social penduduk yang tidak bias diduga waktunya. Kesulitan geografis juga dialami oleh para calon perseorangan.

(19)

Dalam hal kampanye, para pasangan calon gubernur dan wakil gubernur seharusnya melakukan kampanye yang menjangkau seluruh wilayah provinsi. Oleh sebab itu kondisi geografis, sarana transportasi dan mobilitas penduduk tentu akan menjadi bahan pemikiran yang matang bagi pasangan calon kepala daerah untuk menyiasati sedemikian rupa sehingga penduduk di seluruh wilayah pada hari pemungutan suara akan memilih mereka. Bagi calon kepala daerah yang mempunyai akses transportasi dan mobilitas, mungkin kampanye bukan menjadi persoalan. Tetapi, bagi yang berpikiran pragmatis, kondisi wilayah ini akan disiasati sedemikian rupa dengan berbagai cara yang memungkinnya munculnya mobilisasi, intimidasi, penggunaan sentimen etnisitas sampai soal adanya money politics. Pemilukada Aceh misalnya, menurut berbagai kalangan ditengarai sangat banyak munculnya tindak kekerasan pada waktu kampanye yang memanfaatkan kondisi geografis, demografis dan memanfaatkan sentimen-sentimen tertentu.28

Pada masa tahapan Pemilukada ini, yang paling menonjol adalah dinamika persoalan pencalonan. Peter Harris dan Ben Reilly29 mengatakan pemilihan umum di tingkat eksekutif dan

legislatif memiliki dimensi proses dan dinamika yang menarik dan terdapat taruhan yang mahal terhadap kredibilitas pelaksana, stabilitas keamanan, dan sistem administrasi yang melibatkan berbagai tingkatan dan berbagai departemen. Dalam verifikasi administrasi pencalonan misalnya, dalam verifikasi atas keabsahan ijazah calon pasangan kepala daerah, KPU provinsi sebagai penyelenggara pemilukada provinsi, harus melakukan verifikasi ke sekolah tempat ijazah dikeluarkan dan mengkonfirmasinya sampai kepada instansi terkait.30

Dinamikanya yang tinggi juga ditunjukkan terjadi baik pada masa pencarian dukungan pencalonan, pemenuhan persyaratan calon sampai proses verifikasi persyaratan bakal pasangan calon hingga menjadi pasangan calon, sangat menarik dan dinamis. Dari sisi kandidat kepala daerah atau wakil kepala daerah, untuk mengikuti pemilukada, mereka harus bersiap mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Biaya yang dikeluarkan kandidat biasanya diperu tukka u tuk iaya ke daraa /perahu partai pe gusu g ila diusu g oleh partai politik, apabila berasal dari calon independen, maka alokasi biaya juga diperuntukkan untuk mengumpulkan dukungan dari penduduk. Foto copy tanda dukungan buat calon independen juga bukan barang yang gratis. Alokasi pembiayaan juga biasanya dipergunakan untuk membentuk tim sukses, membuat atribut pencalonan, kampanye sampai kadangkala alokasi untuk konsultan politik, survey elektabilitas dan lain-lain sebagaimana sudah disinggung pada bagian pra tahapan.31

28 Disarikan dari diskusi dengan jajaran kepolisian Polda Aceh tanggal 25 Mei 2013 dan pendapat beberapa

narasumber di Banda Aceh, Mei 2013.

29Demokrasi dan Konflik Yang Mengakar: Sejumlah Pilihan untuk Negosiator, Institute for Democracy and Electoral

Assistance, hlm. 310-311.

30 Lihat ketentuan pada Pasal 9 ayat (2), Peraturan KPU no.13 tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Tatacara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

31 Berdasarkan beberapa FGD di daerah penelitian (Bengkulu, Aceh, Jabar, Jatim, DKI, Sultra) dapat diperoleh

(20)

Sementara itu, pada masa kampanye, dinamika prosesnya sangat penuh dengan kejadian money politics, mobilisasi, intimidasi sampai keramaian-keramaian masa pendukung kampanye para pasangan calon. Praktek money politics sebenarnya terjadi tidak hanya ketika masa kampanye. Pada saat dulu pemilukada dilangsungkan di DPRD, money politics tidak mengenal masa. Michael Buehler (2010) mengatakan bahwa dalam sistem pemilihan kepala daerah oleh DPRD, banyak anggota DPRD yang meminta uang yang dipakai untuk membeli dukungan kepada para calon kepala daerah.32 Harold Crouch (2010) juga mengatakan hal senada bahwa

pemberian uang oleh kepala daerah terpilih kepada anggota DPRD seringkali dilakukan ketika seorang calon kepala daerah menang dalam sistem pemilihan oleh DPRD. Ketika pemilukada diselenggarakan secara langsung, keluhan mengenai praktek money politics masih juga mewarnai khususnya pada saat kampanye. Apabila dulu money politik terlokalisir hanya terjadi di DPRD, ketika format pemilihan diubah diselenggarakan secara langsung, kasus money politics ini menjadi marak terjadi dan semakin massif aik pada saat ka pa ye aupu sera ga fajar pada hari pemungutan suara.33 Praktek berpolitik banyak yang melegalkan tata cara yang tidak

beretika sehingga justru merusak sendi-sendi berdemokrasi. Di beberapa kasus yang menimpa kepala daerah yang dipilih oleh rakyat secara langsung, akhirnya terjerat pada permasalahan hukum, karena penyalah gunaan kekuasaan, administrasi maupun tindak pidana korupsi.

Dalam sejarah politik lokal di Indonesia, pada masa sebelum 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah pernah dilakukan penunjukan dari pemerintah pusat, kemudian dilakukan pemilihan di DPRD. Sejak bergulirnya reformasi, telah terjadi perubahan signifikan dalam hal tatacara pemilihan yaitu dilakukan secara langsung oleh rakyat. Perubahan dari tatacara pemilihan melalui perwakilan kemudian menjadi pemilihan langsung oleh rakyat ini ternyata mempunyai dampak positif dan dampak negatif. Dari segi positif, Pemilukada secara langsung selain sejalan dengan pemilihan eksekutif di tingkatan nasional, hal ini juga memperkuat fondasi demokrasi di tingkat lokal, dimana pemimpin daerah yang dipilih langsung dianggap lebih legitimate ketimbang yang ditunjuk atau dipilih oleh perwakilan. Namun demikian, ada juga yang melihat bahwa pemilihan langsung ini potensial memunculkan masalah lain yaitu adanya dorongan yang lebih kuat untuk mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan yang tentunya tidak sedikit.

Dalam pandangan James Manor dan Richard Crook yang pernah melakukan analisis bahwa di Amerika Selatan dan Afrika Barat terdapat kaitan antara pemilihan langsung kepala daerah dan bad governance (dalam Eko Prasojo: 2009). Lebih lanjut, Prasojo menyatakan bahwa ada dampak negatif dari Pemilukada langsung terhadap pelayanan publik dan penyelenggaran

ah a iaya perahu i i bahkan dipungut kepada kadernya. Wawancara dengan mantan calon walikota Bengkulu, di Bengkulu, 25 April 2013.

32 Michael Buehler (2009) Decentralization and Local Democracy in Indonesia: The Marginalization of the Public

Sphere dalam Maribeth Erb and Priyambudi Sulistyanto, Deepening Democracy in Indonesia? Direct Elections for Local Leaders (Pilkada) (Singapore: ISEAS, 2009).

(21)

pemerintahan yaitu tingginya kemungkinan kepala daerah untuk mengembalikan ongkos politik pemilukada langsung melalui APBD. Upaya untuk menarik simpati, biaya iklan, biaya mendaftar pada partai politik pengusung, dan pembiayaan politik lain menyebabkan tingginya ongkos Pemilukada langsung bagi calon34.

Keluhan lain yang muncul juga adalah berkenaan dengan kohesi sosial masyarakat di beberapa daerah tercederai karena dinamika Pemilukada yang luar biasa sarat dengan unsur-unsur yang menggerogoti demokrasi ketimbang unsur yang memperkaya demokrasi. Dari ratusan Pemilukada yang sudah terselenggara baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, ditengarai memunculkan indikasi ini. Memang kedekatan antara pendukung dengan non pendukung lebih kental terasa segregasinya pada pemilukada tingkat kabupaten/kota, karena banyak diantara penduduk yang saling kenal, sehingga gampa g tersulut su u pe dek . Oleh karena itu, beberapa Pemilukada di kabupaten atau kota yang berakhir ricuh. Untuk tingkat provinsi, Pemilukada yang menyita perhatian tinggi dari sisi keamanan khususnya di wilayah-wilayah yang pada awalnya merupakan daerah rawan konflik (Aceh, Papua, Papua Barat, Maluku Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah) atau daerah yang dalam penyelenggaraannya sudah bermasalah (Sulawesi Tenggara, Jawa Timur). Dengan demikian, faktor keamanan dan antisipasi atas eskalasi konflik dari embrio konflik yang sudah ada, juga memerlukan penanganan serius menjelang atau sesudah Pemilukada.

Menyandingkan Pemetaan Kesiapan Provinsi dengan Evaluasi Empiris Proses Pemilukada

Proses Pemilukada di Indonesia dapat dipahami sebagai proses panjang, rumit, memerlukan pembiayaan yang banyak karena harus disiapkan untuk membiayai sampai dua putaran , dan proses yang kadang dipolitisasi sehingga memunculkan konflik. Namun demikian, dari sudut pandang yang lebih positif, proses Pemilukada ini dipahami sebagai alat untuk mengasah kedewasaan berpolitik masyarakat Indonesia sekaligus memberikan bobot yang sangat legitimate untuk terpilihnya pemimpin daerah yang merupakan pilihan mayoritas masyarakat.

Mengingat kemampuan daerah dan kondisi daerah yang masing-masing mempunyai perkembangan yang berbeda-beda juga telah menyebabkan munculnya ide mengenai pemilukada asimetris. Pemilukada asimetris ini ide dasarnya adalah menghargai perbedaan perkembangan daerah, termasuk mempertimbangkan kearifan lokal.

Laporan dari Partnerhsip for Governance Reform in Indonesia mengenai Indonesian Government Index (IGI) menunjukkan bahwa beberapa daerah mempunyai tingkat kesiapan tinggi, sementara beberapa daerah lain, profil kesiapan daerahnya rendah. Belum lagi soal SDM dan SDA yang juga menjadi unsur inheren dalam menyumbang dinamika politik di masing-masing daerah. Faktor isu politik lokal yang berkembang juga sangat mempengaruhi kesiapan masyarakat daerah berdemokrasi. Meskipun secara IPM terhitung tinggi, namun bila secara kultur dan dinamika sosial kemasyarakatan terdapat kesenjangan dan segregasi tinggi, maka esensi Pemilukada demokratis kemudian dipertanyakan.

(22)

Merujuk pada Bab II, dapat diketahui bahwa dari sudut pandang IPM, maka posisi 6 provinsi yang diteliti akan tampak sebagaimana dalam tabel 11. berikut:

Table 11. Pemetaan Kesiapan 6 Provinsi dalam Melaksanakan Pemilukada Provinsi Jumlah IPM Klasifikasi

IPM

Peringkat IPM

Level IPM dan Kemampuan Daerah

DKI Jakarta 77,97 Tinggi I I (bisa dilaksanakan

pemilukada Langsung)

Bengkulu 73,40 Sedang 11 IV (bisa dilaksanakan

pemilukada langsung, tapi disinyalir akan banyak masalah)

Jawa Barat 72,73 Sedang 16 III (bisa dilaksanakan

pemilukada Langsung)

Jawa Timur 72,18 Sedang 17 III (bisa dilaksanakan

pemilukada Langsung)

Aceh 72,16 Sedang 18 IV (bisa dilaksanakan

pemilukada langsung, tapi disinyalir akan banyak masalah)

Sulawesi Tenggara

70,55 Sedang 25 IV (bisa dilaksanakan

pemilukada langsung, tapi disinyalir akan banyak masalah)

Sumber: dibuat oleh penulis.

(23)

Tabel 12. Ringkasan Permasalahan Yang Muncul dalam Proses Pemilukada di Bengkulu, Aceh, dan Sulawesi Tenggara

Provinsi Permasalahan Pemilukada

Bengkulu - Permasalahan yang membelit ketua KPU Provinsi Bengkulu (Dunan Herawan) yang divonis bersalah dalam pengadministrasian keuangan pemilu

- Gubernur terpilih yang juga incumbent tersandung kasus pengelolaan PBB, sehingga setelah dilantik, gubernur Agusrin dimasukkan penjara karena kasus tersebut

- Wakil gubernur yang menggantikan gubernur yang dipenjara, tidak mempunyai profil yang kuat sehingga visi pembangunan daerah hanya bersifat meneruskan program yang sudah dibuat oleh gubernur.

Aceh - Pengaruh Partai Aceh begitu kuat dalam kehidupan politik

masyarakat Aceh

- Budaya demokrasi masih transisi, dari pola-pola militeristik yang melihatkan kekerasan, ke arah tindakan tanpa kekerasan

- Masyarakat siap berdemokrasi, meskipun masih diwarnai dengan politik transaksional dan pemanfaatan sentimen kelompok yang tinggi

Sulawesi Tenggara - Terdapat perbedaan persepsi di kalangan komisioner untuk memutuskan hasil verifikasi administratif calon pasangan kepala daerah di Sultra. Konon permasalahannya bukan sekedar tidak bisa melaksanakan tugas, tetapi konon ada politik transaksional dibelakangnya. Sebagai hasilnya, semua komisioner di pecat, sidang pleno diambil alih oleh KPU RI.

- Calon incumbent disinyalir terlalu dominan dalam mempengaruhi kebijakan KPU Provinsi

Sumber: dibuat oleh penulis.

Penutup

Dalam melihat persoalan mengenai Pemilukada perlu dilihat catatan-catatan kritis dari 6 daerah penelitian menyangkut:

(24)

terakhir. Secara normatif, sebagaimana organisasi paguyuban lainnya di Sultra, KKSS bukanlah sebuah lembaga politik atau sebuah organisasi dengan misi politik tertentu. Identik dengan a a ya, KK““ le ih se agai se uah perhi pu a atau perku pula sosial ya g erupaya eruku ka ru pu -rumpun keluarga besar masyarakat Bugis-Makassar asal Sulawesi Selatan yang tersebar di berbagai daerah di tanah air, termasuk di Sulawesi Tenggara.35

Kedua, masalah kependudukan. Seringkali masalah kependudukan menjadi masalah khususnya menjelang perhelatan pada pemilukada. Sebagaimana dicontohkan dengan kasus di Jawa Timur pada pemilu tahun 2008 dimana kemudian menjadi masalah yang menjadi perbincangan nasional karena data pemilih banyak yang ganda, tidak tercatat dengan baik, dan tidak akurat.

36 Pemilukada di Bengkulu juga mengalami permasalahan dengan penentuan mata pilih bagi

penduduk yang tinggal di Padang Bano. Daerah Padang Bano adalah daerah yang berbatasan dengan provinsi lain. DKI Jakarta juga mencatat adanya permasalahan DPT ini. DKI Jakarta sebagai ibukota mempunyai ciri-ciri penduduk dengan mobilitas tinggi dan sangat urban sehingga pendataan dan pemutakhiran pemilih mengalami kendala.37

Ketiga, biaya Pemilukada. Perlu disampaikan bahwa berdasarkan penelitian lapangan di 6 Provinsi di Indonesia yaitu Bengkulu, Aceh, Sulawesi Tenggara, Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta, dapat diketahui bahwa di masing-masing pemilukada provinsi telah menghabiskan banyak sekali anggaran yaitu Bengkulu untuk pemilukada tahun 2010, menghabiskan anggaran 45,4 milyar, Aceh untuk pemilukada 2011/2012 menghabiskan 68 milyar, Sulawesi Tenggara untuk pemilukada 2013 menghabiskan 80 an milyar, Jawa Timur untuk pemilu 2013 menghabiskan anggaran sekitar 943 Milyar dengan perbandingan pemilukada Jatim tahun 2008 menghabiskan sekitar 820 milyar, Pemilukada Jawa Barat tahun 2013 menghabiskan dana sekitar 1,047 Triliun, dan DKI untuk Pemilukada 2013 menghabiskan biaya 250 milyar putaran pertama dan 58 milyar putaran ke dua. Ada yang kemudian melihat bahwa untuk mengembalikan investasi politik tersebut APBD merupakan sasaran yang paling mudah untuk mengembalikan biaya politik tersebut, melalui pembagian sumberdaya seperti melalui pengadaan barang dan jasa. Kedua, dengan adanya pengembalian ongkos politik melalui APBD tersebut, dapat dibayangkan bahwa kemungkinan korupsi terhadap APBD menjadi sangat terbuka. Ketiga, kebijakan anggaran didesain melalui proses perumusan kebijakan yang cenderung elitis dan ditujukan untuk memenuhi target-target politik tertentu membuat orientasi pada kualitas pelayanan publik menjadi sangat kurang. Oleh karena itu, sebagian orang mengandaikan soal pembiayaan pemilukada yang besar ini untuk pembiayaan lain yang lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Keempat, penyelenggara. Dalam Pemilukada, penyelenggara (KPU Provinsi) seringkali dipertanyakan independensinya. Hal ini menimpa misalnya KPU di Sulawesi Tenggara yang

35 Munawar, Potret Sulawesi Tenggara dalam Dinamika, http://regional.kompasiana.com, 11 Desember 2011 (di akses 6 Mei 2013)

36 Lihat permasalahan pemilukada Jawa Timur terkait soal DPT/Daftar Pemilih Tetap yang mengambil pelajaran dari

penyelenggaraan pemilukada tahun 2008 dan diwaspadai untuk tidak terjadi pada pemilukada tahun 2013 di Jawa Timur.

(25)

diberhentikan oleh DKPP, juga Ketua KPU Bengkulu yang terjerat kasus hukum ketika menyelenggarakan pemilukada tahun 2010, juga sanksi ke KPU Jatim terkait penyelenggaraan Pemilukada Jaqwa Timur tahun 2013. Oleh karena itu, permasalahan yang kadang terjadi, juga menyangkut independensi penyelenggara. Kalaupun ada yang melanggar, sudah ada mekanisme untuk memberikan sanksi berupa teguran sampai memberhentikan penyelenggara dan menggantinya dengan komposisi baru.

Gambar

Tabel 7. Susunan anggota DPRA 2009-2014
Grafik 3. Rekapitulasi Akhir Hasil Pemilukada Provinsi Aceh 2012
Tabel 8. Komposisi Keanggotaan DPRD Jawa Timur 2004-2009
Tabel 9. Perubahan Komposisi Perolehan Partai Politik di DPRD Provinsi Jawa Barat Hasil
+4

Referensi

Dokumen terkait

Model pelayanan konseling pastoral persahabatan bagi anak-anak ini dapat dideskripsikan dalam tiga poin uraian yaitu: Pertama, konselor menjadi sahabat anak-anak yang merupakan

Islam yang datang ke Indonesia adalah warisan kultur budaya Aryanisme yang membentuk pola bertingkat yang tidak egaliter sepenuhnya, seperti pada masyarakat Islam klasik,

Nilai peluang transisi terbesar untuk data pertambahan jumlah pasien COVID-19 di Indonesia pada 11 Maret 2020 s.d 24 April 2020, terjadi pada 2 kondisi;

Adaptasi ini akan meminimumkan kehilangan air yang terjadi lebih cepat melalui stomata pada bagian atas suatu daun yang terkena matahari, ini sejalan dengan penelitian sebelumnya

Dari pernyataan di atas di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan TPA Benowo telah menguntungkan bagi warga sekitar desa benowo yang berprofesi sebagai pengepul sampah

(5) Analisis terhadap kemungkinan terjadinya risiko dan dampak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, dilakukan dengan menggunakan metode skala yang telah

Satu hal yang perlu juga disadari adalah bahwa sumber daya mineral termasuk sumber daya tak terbarukan, berimplikasi terhadap keterbatasan waktu pemanfaatannya, oleh karena

Oleh karena itu, terhadap kondisi yang saat ini kita hadapi, ujian dan kesulitan yang datang bertubi-tubi dan dari berbagai hal di kehidupan kita seyogianya kita