NASKAH PUBLIKASI
PENGARUH KERJASAMA PASIFIC SOLUTION SEBAGAI
UPAYA PEMERINTAH AUSTRALIA MEMBENDUNG
PENCARI SUAKA POLITIK (ASYLUM SEEKERS) MASUK
KE PERAIRAN AUSTRALIA
Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) Strata-1
Jurusan Hubungan Internasional
Oleh:
Silmy Elfira
07260106
JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMUS SOSIAL DAN ILMU POLITIK
85 DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku dan jurnal
Breuning, Marijke, 2007, Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction. New York: Palgrave MacMillan.
Couloumbis, T. A & Wolfe, J. H, 1990, Pengantar Hubungan Internasional:Keadilan dan Power, M. Marbun, Trans. Bandung: Abardin.
Ellis S. Krauss dan TJ. Pempel, 2004, Beyond Bilateralism: US-Japan Relations in the New Asia Pacific. United States of America: Stanford University Press. James E. Dougherty dan Robert L. Pfaltgraff, 1971, Contending Teories of
International Relations, Lippincot: Universitas Michigan
James E. Dougherty dan Robert L. Pfaltgraf, 1997, “Cotending Theories of
International Relations : A Comprehensive Survey”. New York: Longman.
Kadarudin, Vol. 20 Nomor 02, Hubungan Indonesia Dengan Prinsip Non
Refoulement Dalam Prespektif Hukum Internasional, Jurnal Ilmu Hukum “Amanna Gappa”.
M. Imam. Santoso, 2004, Perspektif Imigrasi: Dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Perwita, A. A & Yani, Y. M, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sri Badini Amidjoyo, Perlindungan Hukum Terhadap Pengungsi Berdasarkan Konvensi Jenewa 1951, Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, RI.
Uber Silalahi, 2009, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Aditama,
86 Sumber internet
Alexander J. Wood, 2001 J.D. graduate of the Washington College of Law The “Pacific
Solution”: Refugees Unwelcome in Australia. Dikutip dalam
http://www.wcl.american.edu/hrbrief/09/3wood.pdf. Australia Kini, Dikutip dalam
http://www.citizenship.gov.au/learn/cit_test/test_resource/_pdf/indonesian-non-test.pdf. Australia Kewalahan Hadapi Gelombang Pencari Suaka, Dikutip dalam
http://internasional.kompas.com/read/2013/07/18/0511234/Australia.Kewalahan.Hadapi.Gelo mbang.Pencari.Suaka.
Australia Kewalahan Mengahdapi Arus Pencari Suaka, Dikutip dalam
http://satuharapan.com/index.php?id=109&tx_ttnews[tt_news]=2834&cHash=1.
Australia Surga Pencari Suaka? Dikutip dalam http://baltyra.com/2009/10/28/australia-surga-untuk-pencari-suaka/
Australia dan Papua Nugini Perbaharui Hubungan. Dikutip dalam
http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2013-12-11/australia-dan-papua-nugini-perbaharui-hubungan/1233250
Bridie Jabour, Did John Howard's Pacific Solution stop the boats, as Tony Abbott asserts?.
Dikutip dalam http://www.theguardian.com/world/2013/jul/19/did-howard-solution-stop-boats
Definisi Suaka Menurut Badan PBB UNHCR, Dikutip dalam http://www.hreoc.gov.au
Denny Armandhanu, Santi Dewi, Dalam Survey : Warga Australia Ingin Pencari Suaka
Ditidak Lebih Tegas, Dikutip dalam
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/472088-survei--warga-australia-ingin-pencari-suaka-ditindak-lebih-tegas
Fergus Hanson, 2011, “Australia and the World: Public Opinion and Foreign Policy”, The
Lowy Institute Poll. Dikutip dalam
87
Fact Sheet 82, Understanding Immigration Detention, data ini diperoleh dari
https://www.immi.gov.au/media/fact-sheets/82detention.htm
Fathurrahman Al Azis.“Jalur Indonesia paling mudah dilalui imigran”.Dikutip
dalamhttp://log.viva.co.id/news/read/149226jalur_indonesia_paling_mudah_dilalui_imigrn H Spinks, Breaking the deadlock? The Report of the Expert Panel on Asylum Seekers,
FlagPost, Parliamentary Librar. Dikutip dalam,
http://parliamentflagpost.blogspot.com.au/2012/08/breaking-deadlock-report-of-expert.html Irman Abdurahman, sayembara Koboi Ausie, Dikutip dalam
http://m.sindoweekly-magz.com/artikel/28/ii/12-18-september2013/indonesia/222/sayembara-koboi-aussie, Julia Gillard’s speech to the lowy Intitute on Labor’s nem asy tum-seeker policy for Australia the Australian. Dikutip dalam
http://www.theaustralian.com.au/politics/julia-gillard’s -speech-to-the-lowy-institute-on-lobars-policy-for-australia/story-e6Fr9c2F-1225888445622.
Jumlah rudenim di Indonesia masih mencukupi”. Dikutip dalam
http://makassar.antaranews.com/berita/25380/jumlah-rudenim-di-indonesia-masih-mencukupi.
Konvensi Mengenai Status Pengungsi, Dikutip dalam
http://www.balitbangham.go.id/PERANGKAT%20INTERNASIONAL/Konvensi/8.%20Kon vensi%20mengenai%20Status%20Pengungsi.pdf
Lihat Pasal 1 Undang-Undang No.9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. Dikutip dalam
http://pendis.kemenag.go.id/beasiswaln/pdf/uu_09_92.pdf.
Perlindungan Pengungsi (Refugee) Menurut Hukum Internasional, Dikutip dalam
http://si.uns.ac.id/profil/uploadpublikasi/Jurnal/196004161986011002PERLINDUNGAN%2 0PENGUNGSI.doc
Papua Nugini Buat Visa Baru Untuk Pengungsi. Dikutip dalam
http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2013-08-07/papua-nugini-buat-jenis-visa-baru-untuk-pengungsi/1172396
Pencari Suaka, Dikutip dalam
88
Savitri Taylor, The impact of Australian–PNG border management co-operation on refugee
protection, Dikutip dalam http://mams.rmit.edu.au/2leqc9idkov1.pdf
Select Committee on a Certain Maritime Incident, Report, October 2002, pp. xliii and 295– 299, Dikutip dalam
2012, http://www.aph.gov.au/Parliamentary_Business/Committees/Senate/Former_Committe es/maritimeincident/index
Skripsi Christa Mc Aulifee Suryo Puteri, Kebijakan Luar Negeri Asutralia Terhadap Indonesia : Pemerintahan John Howard Dari Partai Koalisi Liberal (1996-2007), Dikutip dala
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/467/1/102972-CHRISTA%20ME%20AULIFFE%20SURYO%20PUTER.FISIP.PDF
Skripsi Muhammad Rifqi Herdianzah, “Kebijakan Pemerintah Australia Terkait
Permasalahan Irreguler Maritime Arrivals Periode Kepemimpinan Perdana Menteri Julia Gilliard Tahun 2010-2012”, Dikutip dalam
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal%20Skripsi%20M.%20Rifqi%20Herdianzah pdf
Skripsi M. Fathoni Hakim, Parjanjian Keamanan Indonesia – Australia; Upaya Indonesia Mencegah Gerakan Separatisme di Indonesia Timur”,Tesis, FISIP- Universitas Indonesia. Dikutip dalam
http://lontar.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-135537.pdf
The Analysis of Foreign Policy in Comparative Perspective, Chapter 1 [online] dalam
http://www.cqpress.com/docs/college/Beasley2e.pdf
The ‘Pacific Solution’ revisited: a statistical guide to the asylum seeker caseloads on Nauru and Manus Island. Dikutip dalam
http://www.aph.gov.au/About_Parliament/Parliamentary_Departments/Parliamentary_Librar y/pubs/BN/2012-2013/PacificSolution
Waspada Online, 2012, Australia Bahas UU Pancari Suaka. Dikutip dalam
ii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama : Silmy Elfira
NIM : 07260106
Jurusan : Hubungan Internasional
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Judul Skripsi : PENGARUH KERJASAMA PASIFIC SOLUTION SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH AUSTRALIA MEMBENDUNG
PENCARI SUAKA POLITIK (ASYLUM SEEKERS) MASUK KE PERAIRAN AUSTRALIA
Disetujui
DOSEN PEMBIMBING
Pembimbing 1 pembimbing 2
M. Syaprin Zahidi, MA Hevy Kurnia Hardini, MA.Gov
Mengetahui
Dekan FISIP UMM Ketua Jurusan
Hubungan Internasional
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Silmy Elfira
NIM : 07260106
Jurusan : Hubungan Internasional
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Judul Skripsi : Pengaruh Kerjasama Pasific Solution Sebagai Upaya Pemerintah Australia Membendung Pencari Suaka Politik (Asylum Seekers)
Masuk Ke Perairan Australia
Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Ujian Skripsi
Jurusan Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
Dan dinyatakan LULUS
Pada Hari : Sabtu
Tanggal : 23 Agustus 2014
Tempat : Ruang 512 GKB I UMM
Mengesahkan,
Dekan FISIP UMM
Dr. Asep Nurjaman, M.Si
Dewan Penguji:
1. Dyah Estu Kurniawati, S.Sos, M.Si Penguji I ( )
2. Ruli Inayah Ramadhoan, S.Sos, M.Si Penguji II ( )
3. M. Syaprin Zahidi, MA Penguji III ( )
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS
Nama : Silmy Elfira
NIM : 07260106
Jurusan : Hubungan Internasional
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan Judul:
PENGARUH KERJASAMA PASIFIC SOLUTION SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH AUSTRALIA MEMBENDUNG PARA PENCARI SUAKA
POLITIK (ASYLUM SEEKERS) MASUK KE PERAIRAN AUSTRALIA Adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun keseluruhannya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya dengan benar.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Malang, 28 Agustus 2014
Yang Menyatakan,
v
BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI
1. Nama : Silmy Elfira
2. NIM : 07260106
3. Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
4. Jurusan : Hubungan Internasional
5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang
6. Jenjang Studi : Strata Satu (S-1)
7. Judul skripsi : Pengaruh Kerjasama Pasific Solution Sebagai Upaya Pemerintah Australia
Membendung Pencari Suaka Politik (Asylum Seekers) Masuk Ke Perairan Australia
8. Pembimbing : 1. M. Syaprin Zahidi, MA
2. Hevy Kurnia Hardini, MA.Gov
9. Kronologi Bimbingan
Tanggal Paraf Pemb I Tanggal Paraf Pemb II Keterangan
04-02-2014 04-02-2014 Pengajuan Judul
15-03-2014 15-03-2014 ACC Judul
20-03-2014 20-03-2014 Bimbingan Proposal
05-05-2014 05-05-2014 ACC Seminar
Proposal
31-05-2014 31-05-2014 Seminar Proposal
10-06-2014 10-06-2014 Revisi BAB I,
ACC BAB II
30-06-2014 30-06-2014 ACC BAB III
15-07-2014 15-07-2014 ACC BAB IV
vi ABSTRAK
Silmy Elfira, 2014.“Pengaruh Kerjasama Pasific Solution Sebagai Upaya Pemerintah Australia Membendung Pencari Suaka Politik (Asylum Seekers)
Masuk Ke Perairan Australia”
Isu para pencari suaka politik (asylum seekers) ke Australia menjadi permasalahan nasional yang dihadapi oleh Australia. Ratusan Asylum Seekers
terus berdatangan ke Australia melalui jalur laut. Kebanyakan para pencari suaka politik yang masuk ke perairan Australia menggunakan perahu, sering juga disebut sebagai manusia perahu (boat people). Arus pencari suaka politik yang menggunakan perahu semakin bertambah jumlah kedatangannya dan tidak terkendali. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut Pemerintah Australia melakukan kerjasama bilateral dengan Papua New Guini. Dipilihnya Papua New Guini sebagai mitra kerjasama bilateral dengan Australia dikarenakan letak geografis Papua New Guini yang berbatasan dengan Australia. Kerjasama ini kemudian dikenal dengan Pasific Solution.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan deskriptif dalam mengeksplorasi dan mengklasifikasi suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan mengenai Pemerintah Australia sebagai negara penandatangan konvensi PBB 1951 dan Protokol 1967 terkait masalah pengungsi melibatkan Papua New Guini sebagai partner aktif dalam membendung masuknya asylum seeker, yang dalam perkembangannya kerjasama Pasific Solution mengalami perubahan dikarenakan dinamika politik domestik dan perkembangan issue yang dialami oleh Australia. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah Australia guna memperoleh keuntungan dari luar negaranya dengan mempertahankan stabilitas keamanan, dan politik Australia. Dengan mengumpulkan berbagai macam fakta maka penulis bisa melakukan eksplorasi dan klarifikasi mengenai masalah yang diteliti.
Kata kunci: Pencari Suaka Politik, Australia, solusi pasifik
Mengetahui
Dosen pembimbing 1 Dosen pembimbing 2
vii ABSTRACT
Silmy Elfira , 2014. " The influence of Pacific Solution As the Partnership Australian Government Efforts to Stem Political Asylum Seekers Log Into Water
Australia "
The issue of asylum seekers becoming to Australia its a national problem faced by Australia. Hundreds of Asylum Seekers kept coming to Australia by sea. Most asylum seekers who entered Australian waters by boat, often also referred as boat people. The flow of asylum seekers who use boats increasing number of arrival and uncontrolled. Therefore, to overcome these problems the Australian Government's bilateral cooperation with Papua New Guini. Papua New Guini chosen as partners for bilateral cooperation with Australia due to the geographical location of Papua New Guini bordering Australia. This collaboration became known as the Pacific Solution.
This is a qualitative study with a descriptive approach in exploring and classifying a phenomenon or social reality, with a number of variables describing the way with regard to the problem and the unit under study. This study aimed to describe the state of the Australian Government as a signatory to the UN convention in 1951 and the 1967 Protocol related to the refugee problem involving Papua New Guini as an active partner in curbing the influx of asylum seekers, which in its development cooperation Pacific Solution undergo changes due to domestic political dynamics and development issues experienced by Australia. This policy is conducted by the Australian government in order to gain advantage from outside the country to maintain security and stability, political and Australia. By collecting various kinds of facts, the authors could carry out exploration and clarification of the issues.
Keywords : Asylum Seekers , Australia , Pacific Solution
Advisor I Advisor II
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. Rabb semesta alam yang telah memberikan
nikmat, rahmat dan hidayah serta memberikan kemudahan dalam penyusunan
karya ilmiah ini. Rasa syukur senantiasa tercurahkan atas tercapainya tugas akhir
yang menutup perkuliahan Strata-1 sehingga tercapai gelar sarjana. Shalawat dan
salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
para sahabat, yang membawa risalah kemurnian tauhid ditengah kejahiliyahan
umat.
Dalam penulisan karya ilmiah ini bukan berarti tanpa kendala. Banyak sekali
rintangan yang menghambat dan memperlambat penyelesaian skripsi ini.
Hambatan yang paling susah dihindarkan yaitu beban mental dimana saya sebagai
angkatan lama masih saja hadir mondar mandir ke kampus untuk kuliah dan
bimbingan, namun dengan tekad dan kesungguhan serta dukungan dari keluarga,
sahabat dan dosen sehingga bisa terselesaikan juga skripsi ini.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan serta
saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Muhadjir Effendy, MAP. Selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Malang.
2. Bapak Dr. Asep Nurjaman, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang
3. Bapak M. Syaprin Zahidi, M.A, sebagai dosen pembimbing I. Atas waktu,
dorongan, bimbingan serta nasehat yang sangat berarti dalam penulisan
ix
4. Ibu Hevy Kurnia Hardini, MA, Gov, selaku dosen pembimbing II. Saran
dan ide-ide yang ibu berikan sangat membangun dan membantu saya
dalam menyelesaikan tulisan ini. Informasi yang diberikan mepermudah
saya dalam pengerjaan tugas akhir saya.
5. Segenap Dosen Jurusan Hubungan Internasional dan Dosen dari parodi
lain yang senantiasa memberikan ilmu dan pengetahuan sehingga saya
memperoleh pengetahuan terhadap Ilmu Hubungan Internasional dan
ilmu-ilmu lainya yang saling berkaitan.
6. Mama tersayang dan terkasih ibu Hj. Eliza Boer, tiada kata yang bisa chy
ucapkan untuk semua suport dan perhatian yang mama berikan untuk
chyci di masa-masa sulit dimana chy menyerah dalam proses penyelesaian
skripsi ini dan tinggalkan sekian lama. Mama tiada pernah lelah untuk
selalu mendampingi, terkadang juga sambil menemani bergadang dan
membuatkan camilan sehat untuk tengah malam mengerjakan tugas akhir.
7. Kakak yang super bawel uni Sari Eka Fitria, S.ikom, selalu mengingatkan
kuliah jangan terlalu di nikmati hingga akhirnya nanti lupa akan waktu dan
target yang telah saya buat saat awal pertama kali saya memijakkan kaki di
Malang tuk kuliah di kampus putih ini.
8. Saudara seperjuangan HI UMM 2007 yang sudah lulus mendahuluiku
(Ahmad Muflichin, Ikhrotul Fitriyah, Dyan Artha, Umi Aliyah, Hafid
Adim Pradana, Dion Maulana, Ilham Virgo, A. Hunaipi, Devi Fitriyani,
Shofie Ananta Rastia, Lady Afisca, A. Aziz, Romandika dan teman-teman
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas dukungan
x
9. Teman-teman dan pelatih perguruan beladiri JU-JITSU Malang Raya,
selalu ada untuk menghibur dan memberikan pelatihan-pelatihan untuk
merenggangkan syaraf-syaraf tubuh akibat terlalu banyak bergadang
maupun stress dalam mencari data pendukung penyelesaian skripsi ini.
10. Meu namorado yang selalu kasih suport untuk tidak menyerah dan selalu
mengerjakan skripsi ini, walaupun sedikit atau pun minimal hanya satu
paragraf setiap harinya konsisten harus dikerjakan agar tidak ada lagi
beban akademis yang mengganjal saat sibuk menyelesaikan pekerjaan
kantor. Muinto obrigado querido
11. Teman sepecial w (nono kaliang cunggeh), gracias metan lo nemenin w
dan kadang bantuin w juga begadang cari data, meskipun ya molor banget
dikasihnya. Someday w juga pasti bantuin lo nyesein tugas negara kayak
gini ^_^
12. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
membantu dalam terselesaikannya Tugas Akhir ini.
Akhir kata, tiada satu karya manusia yang sempurna karena kesempurnaan
hanyalah milik Allah SWT semata dan teruslah berjuang sampai berada pada titik
nol kemampuan dirimu. Semoga karya ini menjadi bermanfaat bagi kita semua.
cheers
Malang, 25 Juli 2014
Penulis,
xi
Skripsi Ini Penulis Persembahkan
Tetes peluh yang membasahi asa, ketakutan yang memberatkan langkah, tangis keputusasaan yang sulit dibendung dan kekecewaan
yang pernah menghiasi hari-hari kini menjadi tangis penuh kesyukuran serta kebahagiaan yang tertumpah dalam sujud panjang. Alhamdulillah maha besar Allah, sembah sujud dalam qalbu
hamba hanturkan atas karunia dan rizki yang melimpah, kebutuhan yang tercukupi dan penghidupan yang layak.
Ya Allah...
Se izinmu kuberhasil melewati satu rintangan untuk sebuah keberhasilan
Namun kutahu keberhasilan bukanlah akhir dari perjuanganku
Tetapi awal dari sebuah harapan dan cita-cita
Jalan didepanku masihlah sangat panjang, masih jauh perjalananku
Untuk menggapai masa depan yang cerah
Tuk bisa membahagiakan orang-orang yang kucintai
Karya ini special ku persembahkan untuk:
Ayahanda Zulfahmi Nasar
Dan ibunda terkasih Eliza Boer
Chyci tidak akan pernah melupakan semua pengorbanan dan jerih payah
yang telah diberikan untuk chy agar dapat menggapai cita-cita, semangat
serta doa yang dilantunkan untukku sehingga kudapat raih kesuksesan ini.
Asa chy kelak dapat membahagiakan kedua orangtua ku sampai akhir
xii
Mama engakaulah sosok yang pertama dari tujuan hidupku
yang selalu membangkitkan dalam keterpurukan ku.
Terimakasih ya Allah yang memberikan malaikat-Mu kepada
Ku. Terimah kasih ya robb aku telah dilahirkan dari
rahim-Nya. Sungguh-sunguh terimakasih sujud atas semua yang
telah diberikan.
Kakak Sari serta kedua adik-adik Ku halim dan aldi yang telah
sama-sama kita berjuang atas kehidupan yang kita tempuh ini. Kita akan terus
berjuang untuk mencapai semuanya dan kita buktikan bahwa kita adalah
orang-orang yang layak dihadapan mereka.
MY MOTIVATION
Bila Anda berpikir Anda bisa,maka Anda benar. Bila Anda berpikir Anda tidak
bisa, Anda pun benar… karena itu ketika seseorang berpikir tidak bisa, maka
sesungguhnya dia telah membuang kesempatan untuk menjadi bisa.
Never you say give up, do what you can do. everything must have its course.
Opportunity only comes once. You must be able to achieve what you want.
Life is a process that must be passed, and how we are going to pass in this
process that will be called a success.
Salah satu penemuan terbesar umat manusia adalah bahwa mereka bisa
melakukan hal-hal yang sebelumnya mereka sangka tidak bisa dilakukan. Henry Ford
xiii DAFTAR ISI
Lembar Cover... i
Lembar Persetujuan Skripsi ... ii
Lembar Pengesahan ... iii
Pernyataan Orisinalitas ... iv
Berita Acara Bimbingan Skripsi ... v
Abstrak ... vi
Kata Pengantar ... viii
Persembahan Penulis ... xi
Daftar Isi ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1latar belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 6
1.3Tujuan Penelitian ... 6
1.4Kerangka pemikiran 1.4.1 Penelitian Terdahulu ... 7
1.4.2 Landasan Teori dan Konsep 1.4.2.1 Konsep Kebijakan Luar Negeri ... 18
1.4.2.2 Kerjasama Bilateral ... 21
1.5Metode Penelitian 1.5.1 Jenis Penelitian ... 23
1.5.2 Sumber Data ... 24
xiv
1.5.4 Teknik Analisa Data ... 25
1.5.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 25
1.5.6 Batasan Waktu Penelitian ... 25
1.5.7 Batasan Materi ... 25
1.6Argumen Dasar ... 26
1.7Sistematika Penulisan ... 27
BAB II KEBIJAKAN LUAR NEGERI AUSTRALIA DALAM PEMBERIAN SUAKA POLTIK KEPADA ASYLUM SEEKER 2.1Kebijakan Australia Meratifikasi Konvensi PBB 1951 Terkait Pengungsi (Refugee) dan Protokol 1967 ... 28
2.1.1 Istilah Pengungsi Menurut Konvensi PBB 1951 dan Protokol 1967 ... 32
2.2Perkembangan Isu Domestik Terkait Suaka Politik Bagi Rakyat dan Pemerintah Australia ... 35
2.2.1 Indonesia Sebagai Surga Tempat Transit Bagi Para Pencari Suaka Politik Ke Australia ... 43
2.3 Dampak Kebijakan Pemberian Suaka Politik Terhadap Masyarakat Multikultural Australia ... 48
2.4Kebijakan Perdana Menteri Julia Gillard dan Tony Abbot Terkait Dengan Pencari Suaka Politik ... 50
2.4.1 Pasific Solution ... 53
2.4.2 Medantory Detention ... 54
2.4.3 Brigiding Visa ... 56
a. Brigiding Visa A (BV A) ... 56
b. Brigiding Visa B (BV B) ... 56
xv
d. Brigiding Visa D (BV D) ... 58
e. Brigiding Visa E (BV E) ... 58
2.4.4 Malaysia Solution ... 59
BAB III PENGARUH KERJASAMA BILATERAL AUSTRALIA –
PAPUA NEW GUINI TERKAIT PENANGANAN PENCARI SUAKA
POLITIK (ASYLUM SEEKERS)
3.1 Perjanjian Kerjasama Bilateral Australia – Papua New Guini Dalam
Pasific Solution ... 63 3.1.1 Capacity Building (Pembangunan Kemampuan) ... 68 3.1.2 Pembendungan di Wilayah Papua New Guini ... 71
3.2 Pengaruh Kerjasama Pasifik Solution Terhadap Masuknya Asylum
Seekers Ke Perairan Australia ... 74
BAB IV PENUTUP
4.1Kesimpulan ... 80
4.2 Saran ... 82
xvi DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Posisi Peneliti ... 16
Tabel 2.1 Kedatangan Pengungsi ke Australia Menggunakan Boat ... 38
Tabel 2.2 Pandangan Masyarakat Australia Tentang Pencari Suaka ... 41
GAMBAR
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Isu para pencari suaka politik (asylum seeker1) ke Australia menjadi
permasalahan nasional yang dihadapi oleh Australia. Gelombang kedatangan
pencari suaka politik ke Australia telah membuat aparat keamanan negara Autralia
kewalahan menghentikannya. Ratusan pencari suaka (Asylum Seekers) terus berdatangan ke Australia melalui jalur laut. Hal ini dapat dilihat dari hilir
mudiknya Angkatan Laut Australia untuk menyelamatkan atau menjemput para
pencari suaka politik yang masuk kawasan perairan Australia. Dari hasil patroli
yang dilakukan oleh Angkatan Laut Australia total yang diselamatkan pada bulan
Juli 2013 mencapai 6 perahu dengan jumlah penumpang yang mencapai kurang
lebih 669 penumpang2. Dari jumlah tesebut, mereka merupakan pencari suaka
politik yang datang dari penjuru dunia yang ingin mendapatkan perlindungan dari
Australia.
Dalam sebulan terakhir tepatnya pada bulan Juli 2013, rata-rata pencari
suaka yang merapat ke perairan Australia mencapai 700 sampai 800 orang per
pekan, sehingga terkumpul sampai 4.000 orang di Christmas Island. Tidak hanya
1Istilah “pencari suaka” (asylum seekers) diberikan bagi orang-orang yang tiba di Australia (atau
perairan Australia) dengan tanpa memiliki dokumen perjalanan resmi dan meminta status sebagai pengungsi. Jika pihak otoritas Australia memutuskan bahwa mereka memiliki klaim yang bisa
dipertanggung jawabkan, maka status yang diberikan adalah “pengungsi” (refugees). Data ini dikutip dari Fatso, Pencari Suaka. Diakses dalam
http://kolomkita.detik.com/baca/artikel/2/297/pencari_suaka,tanggal 30 Januari 2014
2 Harry Bhaskara,2013,Australia Kewalahan Hadapi Gelombang Pencari Suaka. Diakses dalam
2 itu, sumber lain dari sebuah kapal patroli mengatakan, jumlah kru kapal
penyelamat yang menderita stres (post-traumatic syndrome disorder) meningkat pesat. Penyebabnya diduga karena mereka tidak henti–hentinya mengangkat
orang dan mayat dari laut. Setidaknya terdapat empat pencari suaka tewas dari
144 orang yang lain diselamatkan ketika perahu mereka tenggelam. Lebih dari
1.000 orang hilang di laut sejak Partai Buruh yang berkuasa melunakkan
kebijakan mereka terhadap pencari suaka pada 2008. Partai Buruh berkuasa di
Australia sejak 2007. Sejak tahun tersebut, sekurangnya 46.391 pencari suaka tiba
di pantai Australia. Sepertiga dari jumlah itu, 15.182 orang tiba pada tahun 20133.
Gelombang pencari suaka ke Australia sebagian besar datang dari Asia
dan Timur Tengah. Mereka antara lain memanfaatkan Indonesia dan Timor Leste
untuk sebagai batu loncatan mencapai negeri Kangguru itu. Fasilitas rudenim di
Pulau Christmast hanya mampu menampung sekitar 2.700 orang. Namun
sekarang terdapat hampir 4.000 orang4. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan
sudah tidak layak untuk dihuni serta diisi oleh para pengungsi kembali.
Kedatangan para pencari suaka bukanlah tanpa alasan, hal ini didasarkan
atas sebuah sejarah kejayaan para pengungsi dan imigran dimasa lampau yang
kemudian menyebar di seantero dunia. Dimana dalam sejarah perkembangan
pencari suaka di Australia dibagi beberapa kurun waktu. Pertama, sejak awal abad ke-19 Australia memang favorit menjadi tempat migrasi berbagai bangsa.
3 Ibid.,
4 Sabar Subekti, 20 Juli 2013, Australia Kewalahan Mengahdapi Arus Pencari Suaka. Diakses
3 Gelombang migrasi ini terus berubah dari waktu ke waktu. Pada awal tahun
1900an imigran China menjadi imigran besar setelah migrasi Eropa tahun 1800an.
Tentu saja gelombang migrasi itu berbeda-beda tujuan dan motivasinya. Kalau
para imigran kulit putih yang awalnya mendatangkan para mantan kriminal
berobsesi ingin membangun negeri di selatan yang mereka anggap sebagai tanah
air kedua, lain lagi ceritanya dengan gelombang imigran China. Imigran China
yang cepat melebur ke pedalaman Australia, ketika emas ditemukan di Hinterland
Australia seperti di Ballarat, Victoria. Selain karena ingin menikmati gold rush
(motif ekonomi) juga ada bermotif kultural. Banyak peninggalan budaya China
yang tersebar di sekitar Australia5.
Ketika demam emas berangsur-angsur mereda. Perang dunia pertama dan
kedua mendorong banyak warga sipil yang menderita akibat perang
berbondong-bondong ke selatan mencari penghidupan baru dan masa depan yang lebih baik.
Maka muncullah kelompok bangsa berbahasa Eropa di sepanjang state di
Australia. Ini semakin memberi warna multikultural untuk Australia.
Selesai perang dunia kedua, Vietnam dilanda perang saudara (komunis dan non
komunis). Lagi-lagi jutaan manusia mencoba mencari kebebasan yang diimpikan
di Australia. Maka jutaan orang yang sering disebut sebagai manusia perahu ini
pun menggantungkan nasibnya di atas perahu-perahu sederhana menuju ke negeri
berbentuk Kangguru itu. Banyak cerita sukses dan banyak pula cerita
menyedihkan. Bagi yang sukses kini menjelma menjadi berbagai pengusaha yang
5 Nuni, 28 Oktober 2009, Australia Surga Pencari Suaka?. Diakses dalam
4 tersebar di Australia. Sementara yang tidak sukses selain tewas di perjalanan atau
terpaksa berpisah dari keluarganya karena sakit, badai topan di lautan dan tak
sanggup melewati penderitaan di negara persinggahan6.
Kedua, lepas dari imigran Asia, memasuki tahun 1980-an konflik di Timur Tengah, menjadi cerita baru pula untuk Australia. Banyak warga sipil yang tidak
ingin menderita akibat konflik berkepanjangan itu mencari negeri baru yang
penuh harapan. Maka mulailah gelombang imigran Timur Tengah menyusuri
Australia. Kelompok imigran yang mayoritas berbahasa Arab, Turki dan Asiria
(Iran/Irak) ini kembali menandai gelombang migrasi ke Australia. Begitu juga
dengan perang antar genk narkoba di Amerika Latin pun sedikit banyak
menyumbang gelombang imigran di Australia walau tak sebanyak pengungsi dari
Negara lain7.
Ketiga, pada abad milenium terjadi gelombang imigrasi kembali mewarnai sejarah modern negeri Kangguru. Konflik yang terjadi di Irak, Iran, Afganistan
dan negeri-negeri di sekitarnya mendorong banyak orang untuk mencari
perlindungan di Australia8. Cerita mengenai kesedihan dan kegagalan dari para
pengungsi sebelumnya dalam mencari suaka politik tidak mendapat perhatian
sebagian dari pencari suaka, kebanyakan dari mereka tetap mencoba peruntungan
nasib mereka dengan datang ke Negara Kangguru dengan status sebagai
5 pengungsi9. Dan akhir–akhir ini gelombang pengungsi kembali marak terjadi,
setelah adanya perang Syiria dan pecahnya konflik ras yang terjadi di Myanmar.
Para korban tersebut kemudian berbondong–bondong mendatangi Australia untuk
mendapatkan visa sementara atau suaka politik.
Banyaknya pencari suaka politik yang datang ke perairan Australia
membuat Pemerintah Australia semakin geram dengan kedatangan pencari suaka
politik. Kebanyakan pencari suaka masuk ke perairan Australia menggunakan
perahu. Arus pencari suaka politik yang menggunakan perahu atau sering disebut
dengan manusia perahu (boat people) semakin hari semakin bertambah jumlah kedatangannya dan tidak terkendali. Kebanyakan manusia perahu yang berhasil
sampai ke Perairan Australia melakukan transit terlebih dahulu di Indonesia
sebelum menuju negeri Kangguru tersebut. Para manusia perahu kemudian
menyewa perahu nelayan Indonesia untuk dijadikan transportasi menuju perairan
Australia. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut Pemerintah
Australia melakukan kerjasama bilateral dengan Papua New Guini (PNG).
Kerjasama ini kemudian dikenal dengan Pasific Solution.
Dipilihnya Papua New Guini sebagai mitra kerjasama bilateral dengan
Australia dikarenakan letak geografis Papua New Guini yang berbatasan dengan
Australia. Pertama kali kerjasama Pasific Solution ini dikenalkan oleh Perdana Menteri Australia Jhon Howard pada tahun 2001. Dalam perkembangannya
9 Berdasarkan Konvensi tentang Status Pengungsi tahun 1951 dan Protokol tahun 1967, seseorang
disebut “pengungsi” ketika ia memiliki dasar dan ketakutan yang beralasan akan menjadi korban
6
Pasific Solution mengalami perubahan yang dikarenakan dinamika politik domestik dan perkembangan issue yang dialami oleh Australia.
Penelitian ini sangat menarik karena Pemerintah Australia sebagai negara
penandatangan konvensi PBB 1951 dan Protokol 1967 terkait dengan pengungsi
melibatkan Papua New Guini sebagai partner aktif dalam membendung masuknya
asylum seeker yang menggunakan boat. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik dengan pengaruh apa yang timbul dari kebijakan Pasific Solution yang dibuat oleh Pemerintah Australia dengan Papua New Guini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah di jelaskan di atas maka dapat
diambil rumusan masalah yang dapat diangkat dalam penelitian ini:
Bagaimanakah pengaruh kerjasama bilateral “Pasific Solution” dalam
membendung pencari suaka politik (Asylum Seekers) masuk ke perairan Australia?
1.3 Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang ingin diungkap oleh
peneliti, yaitu:
1.3.1 Untuk mengetahui perkembangan apa yang terjadi pada pencari
7 1.3.2 Untuk mengetahui prosedur apa saja yang terdapat dalam
penanganan para pencari suaka politik terkait dengan kebijakan
Pasific Solution.
1.3.3 Untuk mengetahui kerjasama bilateral antara Australia dengan Papua
New Guini terkait dengan permasalahan Asylum Seeker atau pencari
suaka politik
1.4 Kerangka Pemikiran 1.4.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian Pertama dilakukan oleh Muhammad Rifqi Herdianzah dengan
mengambil judul “Kebijakan Pemerintah Australia Terkait Permasalahan Irreguler Maritime Arrivals Periode Kepemimpinan Perdana Menteri Julia Gilliard Tahun 2010-2012”.10 Dalam penelitian ini menceritkan masalah pemerintah Australia merespon kasus Irregular Maritime Arrivals dengan mengeluarkan beberapa kebijakan. Kebijakan - kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah tersebut di antaranya adalah Pasific Solution, kebijakan penahanan, pemberian Bridging Visas, pengembalian para pencari suaka ke negara asal, serta
Malaysia Solution. Keseluruhan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Australia
pada masa kepemimpinan Julia Gillard tersebut cenderung bersifat punitive atau
menghukum pencari suaka yang datang dengan perahu dan tidak membawa
dokumen resmi ke Australia.
10 Muhammad Rifqi Herdianzah, “Kebijakan Pemerintah Australia Terkait Permasalahan Irreguler Maritime Arrivals Periode Kepemimpinan Perdana Menteri Julia Gilliard Tahun
2010-2012”,Jurnal Skripsi FISIP-Universitas Airlangga. Diakses dalam
8 Kebijakan-kebijakan tersebut dikeluarkan pemerintah Australia sebagai
respon atas derasnya arus Irregular Maritime Arrivals selama tahun 2010-2012. Dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan tersebut, pemerintah Australia
mendapatkan pengaruh dari beberapa faktor yang mempunyai fungsi sebagai
policy influencer. Dari empat faktor policy influencer yang disebutkan dalam hipotesis, tiga faktor diantaranya mempunyai pengaruh terhadap pengambilan
keputusan, sementara hanya satu faktor yang tidak memiliki pengaruh terhadap
pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.
Tiga faktor yang memiliki pengaruh terhadap pengambilan kebijakan
tersebut diantaranya adalah faktor birokrasi, faktor partai, serta faktor massa.
Sementara yang tidak mempunyai pengaruh adalah faktor kepentingan.Faktor
birokrasi atau bureaucratic influencer merupakan faktor yang mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan bentuk-bentuk kebijakan yang dapat
diambil oleh pemerintah Australia. Dalam kasus Irregular Maritime Arrivals, Perdana Menteri Julia Gillard sengaja membentuk Expert Panel yang ditugaskan untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada pemerintah terkait
bentuk-bentuk kebijakan yang efektif sebagai upaya dalam membendung arus kedatangan
pencari suaka dengan menggunakan perahu ke Australia. Policy influencer kedua yang memberikan pengaruh terhadap pengambilan kebijakan terkait Irregular Maritime Arrivals adalah partisan influencer atau faktor pengaruh partai.
Pada penelitian Rifqi menjelaskan bahwa permasalahan manusia perahu di
Australia merupakan permasalahan yang sangat sensitif bagi masyarakat Australia
9 pemerintah cenderung sarat dengan muatan politis. Hal tersebut dilakukan
semata-mata karena ingin menjaga dukungan dari konstituennya yang merupakan
instrumen yang sangat penting dalam menjaga keberlangsungan posisi partai di
pemerintahan, sehingga perdana menteri terpilih cenderung menjaga kebijakannya
sesuai dengan tuntutan masyarakat pada saat itu.
Faktor ketiga yang juga mempunyai pengaruh terhadap pengambilan
kebijakan pemerintah Australia terkait IMAs adalah peran media massa serta
opini publik yang terbentuk dalam masyarakat Australia. Publik Australia
menaruh perhatian yang sangat besar dalam melihat permasalahan manusia
perahu. Hal ini dibuktikan dengan masuknya isu manusia perahu yang diangkat
media ke dalam tiga isu teratas yang mendominasi pemilihan federal di tahun
2010. Dari pemberitaan-pemberitaan di beberapa media Australia, kemudian
muncul tuntutan dari publik Australia kepada pemerintah agar memberlakukan
kebijakan-kebijakan yang bersifat keras terhadap kedatangan para manusia
perahu. Faktor-faktor di atas dipengaruhi oleh prasangka atau prejudice terhadap
manusia perahu yang selama ini dianggap atau dinilai sebagai kelompok dari luar
komunitas Australia yang membawa dampak negatif terhadap komunitas
Australia pada umumnya.
Berdasarkan data di atas, maka dapat dikatakan bahwa Pemerintah
Australia dibawah kepemimpinan Julia Gillard mengeluarkan kebijakan imigrasi
10 berlandaskan pada pertimbangan prejudice yang melekat pada imigran yang
datang dengan perahu sebagai rasionalisasi pengambilan kebijakan.
Yang menjadikan pembeda dari penelitian Muhammad Rifqi Herdianzah
yang menjelaskan faktor–faktor yang menyebabkan pemerintah Gulia Gillard
merespon begitu tegas dengan kedatangan para Irregular Maritime Arrivals yang masuk perairan Autralia. Penelitian ini lebih menekankan pada pengaruh beberapa
faktor internal yang menjadikan Pemerintah Gulia Gillard tegas mengambil
kebijakan seperti: pengaruh birokrasi, pengaruh partai, serta pengaruh massa.
Sedangkan dalam penelitian saya tentang pengaruh kebijakan pasific solution
dalam membendung manusia perahu sebutan lain dari asylum seeker dan
Irregular Maritime Arrivals yang masuk periaran Australia. Perlu untuk diketehui bahwa kebijakan pasific solution diperkenalkan di depan publik
Australia pada tahun 2001 oleh PM. John Howard setelah terpilih menjadi PM
pada waktu itu. Langkah ini diambil atas tuntutan dosmetik untuk dapat
membendung manusia perahu atau pencari suaka politik ke Australia.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Christa Mc Aulifee Suryo Puteri
yang meneliti mengenai “Kebijakan Luar Negeri Asutralia Terhadap Indonesia : Pemerintahan John Howard Dari Partai Koalisi Liberal (1996-2007) dan Pemerintahan Kevin Rudd Dari Partai Buruh (2007-2010)”11. Dalam penelitian
11
Christa Mc Aulifee Suryo Puteri (106083003625),2011, Kebijakan Luar Negeri Asutralia Terhadap Indonesia : Pemerintahan John Howard Dari Partai Koalisi Liberal (1996-2007), Skripsi Jurusan Hubungan Internasional, FISIP-Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah. Diakses dalam
11 yang dilakukan Christa ini menjelaskan mengenai pergantian pemerintahan di
negara manapun termasuk Australia akan berdampak terhadap perubahan
kebijakan. Namun demikian, perubahan tersebut tetap berupaya untuk menjaga
kebijakan pemerintahan sebelumnya baik domestic maupun kebijakan terkait
lingkungan eksternalnya. Hal ini juga terlihat dalam kebijakan luar negeri
Australia ketika John Howard dari Partai Koalisi Liberal digantikan oleh Kevin
Rudd dari Partai Buruh. Pada dasarnya, kebijakan luar negeri kedua Perdana
Menteri dari dua Partai yang berbeda ini memiliki pedoman yang sama dalam
melaksanakan kebijakan luar negerinya, yakni bertujuan melindungi dan
meningkatkan kepentingan nasional Australia. Namun, meski substansi dari
politik luar negerinya sama ada perbedaan yang signifikan dalam nuansa
penekanan pada politik luar negeri serta gaya kepemimpinan yang diambil kedua
Perdana Menteri tersebut.
Perbedaan tersebut pada kenyataannya sangat mempengaruhi tujuan dari
politik luar negeri pemerintahan Howard dan pemerintahan Rudd. Sikap Howard
yang kaku dan arogan terbawa dalam gayanya memimpin dan melaksankan
kebijakan luar negeri Australia. Howard merupakan seorang yang lebih memilih
kedekatan dengan AS karena ia memiliki empati yang sedikit terhadap Asia. Hal
ini berdampak pula terhadap kebijakan luar negeri Howard terhadap Indonesia
dalam berbagai masalah yang dihadapi kedua negara. Kurangnya pemahaman
akan konsepsi kebijakan luar negeri membuatnya bertindak beradasarkan
keyakinnanya yang memang sangat dipengaruhi oleh pandangan Partai Koalisi
12 yang merupakan seorang Perdana Menteri dari Partai Buruh dan juga seorang
diplomat karir sudah sangat mengerti tentang cara bernegosiasi, melakukan
diplomasi yang baik dalam kebijakan luar negerinya terhadap Indonesia yang
bertujuan untuk mencapai dan meningkatkan kepentingan nasionalnya. Selain
pada masa pemerintahan Rudd perkembangan lingkungan regional dan
internasional lebih stabil dibanding pada masa pemerintahan Howard, gaya
kepemimpinan Rudd yang low profile memang merupakan ciri dari gaya pemerintahan Buruh yang tidak membedakannya dengan Whitlam dan Paul
Keating, yakni lebih mengutamakan kerjasama dan diplomasi dalam pencapaian
tujuan dan kepentingan nasional Australia serta lebih dekat ke Asia termasuk
Indonesia yang merupakan negara tetangga terdekat dan terbesar Australia.
Yang menjadi pembeda antara penelitian yang dilakukan oleh Christa
yang lebih menekankan perbandingan PM. John Howard dengan Kevin Rudd
dalam menjalankan kebijakan luar negeri Australia ke Asia pada khususnya
Indonesia. Christa menjelaskan bahwa PM Howard dalam menjalankan kebijakan
luar negerinya lebih dekat dengan AS dibandingkan dengan negara–negara di
Asia termasuk Indonesia, sehingga kerjasama dengan negara Asia dinilai tidak
ada kemajuan. Sedangkan pada masa PM. Rudd, lebih dekat dengan negara–
negara di Asia khusunya pada Indonesia sehingga Rudd mampu mencapai
kepentingan nasionalnya di kawasan Asia. Berbeda dengan penelitian Christa,
dalam penelitian ini saya lebih mengfokuskan pada kerjasama bilateral yang
dilakukan oleh Pemerintah Australia terhadap negara Pasific khususnya Papua
13 permaslahan asylum seeker yang memakai perahu atau sering disebut dengan manusia perahu. Dalam kerja sama ini dinamakan pasific solution yang mana
dalam perjanjiannya menjelaskan pemindahan pencari suaka politik yang
tertangkap memasuki perairan Australia ditangkap dan dibawa ke Pulau Manus
dan Nauru yang termasuk wilayah PNG.
Penelitian terakhir dilakukan oleh M. Fathoni Hakim pada tahun 2010
yang mengangkat judul “Parjanjian Keamanan Indonesia – Australia; Upaya Indonesia Mencegah Gerakan Separatisme di Indonesia Timur”12. Penelitian ini
menjelaskan mengenai perjanjian keamanan Indonesia – Australia sebagai upaya
Indonesia dalam mencegah gerakan separatisme di Indonesia timur. Cakupan
pembahasan dalam penelitian ini meliputi faktor apa saja yang melatarbelakangi
Indonesia dalam melakukan perjanjian keamanan dengan Australia, terkait dengan
upaya Indonesia dalam mencegah gerakan separatisme di Indonesia timur dan
keuntungan apa yang diperoleh dari perjanjian keamanan itu. Tujuan yang ingin
dicapai adalah untuk mengetahui dan memahami latar belakang Indonesia
melakukan perjanjian keamanan dengan Australia dalam upayanya mencegah
gerakan separatisme di Indonesia timur, serta untuk mengetahui dan memahami
keuntungan apa saja yang diperoleh Indonesia dalam melakukan perjanjian
keamanan denganAustralia.
Hasil dari penelitian Fathoni menunjukkan bahwa faktor geografi
merupakan poin penting dalam politik negara. Konfigurasi geografi Indonesia
12M. Fathoni Hakim, 2010,“Parjanjian Keamanan Indonesia – Australia; Upaya Indonesia
14 yang terdiri atas 17.480 pulau dan luas wilayah yang mencapai 7,9 juta km2,
memiliki garis pantai yang panjangnya mencapai sekitar 81.000 km,
mengakibatkan wilayah Indonesia menjadi sangat terbuka dan dapat dimasuki dari
segala penjuru. Ketahanan wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi
semakin kompleks karena luasnya perairan dan menyebarnya wilayah daratan.
Karakteristik geografi yang sedemikian rupa sangat rawan akan berbagai ancaman
keamanan serta berpotensi terhadap infiltrasi asing.
Pertimbangan kedua dari latar belakang perjanjian keamanan adalah
sebagai respon atas perubahan lingkungan strategis di level global, regional dan
nasional. Ancaman kejahatan yang muncul dari perubahan lingkungan strategis
tersebut adalah penyelundupan senjata, perompakan, terorisme maritim, people smuggling, penyelundupan obat terlarang, yang mana erat kaitannya dengan eskalasi gerakan separatisme dan konflik komunal di Indonesia timur. Dengan
adanya perjanjian keamanan ini, kedua negara mempunyai kepentingan nasional
yang hendak dicapai. Bagi Indonesia, kepentingan itu adalah kedaulatan dan
keamanan, sedangkan bagi Australia kepentingan itu adalah keamanan
nontradisional, seperti teroris dan kejahatan transnasional.
Pertimbangan ketiga latar belakang perjanjian keamanan adalah faktor
politik, dimana Australia harus menghormati kedaulatan dan integritas wilayah
kesatuan NKRI. Secara umum, perjanjian keamanan Indonesia-Australia ini berisi
tentang kerangka kerjasama yang mencakup 21 kerjasama dalam 10 bidang
kerjasama, yakni meliputi kerjasama di bidang: pertahanan, penegakan hukum,
15 keamanan penerbangan, pencegahan perluasan senjata pemusnah massal, tanggap
darurat bencana, kerjasama organisasi multilateral dan membangun kontak dan
saling pengertian masyarakat mengenai persoalan-persoalan di bidang keamanan.
Sedang implementasi dari kerjasama keamanan tersebut diantaranya adalah
pembangunan kapasitas (capacity building), operasi bersama, sharing intelijen dan informasi, joint exercises, yang kesemuanya itu dapat meningkatkan kapabilitas pertahanan dan keamanan Indonesia dalam merespon berbagai ancaman yang
muncul, termasuk gerakan separatisme dan konflik komunal (intra-state conflict).
Penelitian Fathoni menunjukkan bahwa fungsi perjanjian keamanan bagi
Indonesia adalah pertama, sebagai peningkatan kontrol wilayah dan geografi Indonesia yang terbuka, kedua, perjanjian keamanan sebagai respon atas ancaman non-tradisional dan ketiga perjanjian keamanan sebagai upaya integrasi wilayah dan integrasi politik. Dari ketiga fungsi tersebut, maka perjanjian keamanan
Indonesia – Australia merupakan upaya Indonesia dalam mencegah proliferasi
gerakan separatisme di Indonesia timur.
Yang menjadikan pembeda antara penelitian Fathoni yang lebih
menekankan pada faktor Pemerintah Indonesia bekerjasasama dengan Australia.
Diketahui bahwa Indonesia melakukan kerjasama pertahanan dengan Australia
karena faktor politik dan geografi. Faktor geografi yang menyebutkan jika
Indonesia merupakan negara kepulauan yang mana rentan terhadap ancaman dari
eksternal mangakibatkan Indonesia melakukan kerjasama dengan pihak Australia
sebagai negara tetangga. Sedangkan faktor politik, dimana pemerintah Indonesia
16 karena itu dalam perjanjian pertahanan yang dilakukan oleh kedua negara terdapat
poin penjelasan dimana Australia mengakui kedulatan NKRI. Berbeda dengan
penelitian saya, kerjasama yang dilakukan PNG dengan Ausralia merupakan
bagian dari kerjasama keamanan perairan yang dilakukan oleh kedua negara.
Kerjasama ini dijalankan karena PNG merupakan negara tetangga Australia,
dimana PNG merupakan wilayah strategis untuk membendung pencari suaka
politik yang masuk ke periaran Australia.
Tabel 1.1 Posisi Peneliti
JUDUL METODOLOGI HASIL
kasus Irregular Maritime Arrivals
dengan mengeluarkan beberapa
kebijakan, di antaranya Pasific Solution, kebijakan penahanan, pemberian Bridging Visas,
pengembalian negara asal, serta
Malaysia Solution. Kebijakan yang
dikeluarkan pada kepemimpinan
Julia Gillard cenderung bersifat
punitive atau menghukum pencari
suaka yang datang dengan perahu
dan tidak membawa dokumen
resmi ke Australia.
Dalam mengeluarkan kebijakan,
pemerintah Australia mendapatkan
pengaruh dari beberapa faktor yang
17
Australia ketika John Howard
digantikan oleh Kevin Rudd. Pada
perbedaan yang signifikan dalam
nuansa penekanan pada politik luar
negeri serta gaya kepemimpinan
yang diambil kedua Perdana
Penelitian ini meneliti faktor yang
melatarbelakangi Indonesia dalam
melakukan perjanjian keamanan
dengan Australia, terkait dengan
upaya Indonesia dalam mencegah
gerakan separatisme di Indonesia
timur dan untuk mengetahui dan
memahami keuntungan apa saja
yang diperoleh Indonesia dalam
melakukan perjanjian keamanan
18
1.4.2 Landasan Teori atau Konsep 1.4.2.1Kebijakan Luar Negeri
Kebijakan suatu negara seringkali mencerminkan perilaku negara tersebut.
Begitu pula kebijakan luar negeri yang akan mencerminkan perilaku negara ketika
berinteraksi dengan negara lain. Oleh sebab itu, muncul studi mengenai kebijakan
luar negeri untuk dianalisa dan dibandingkan. Studi analisa mengenai kebijakan
luar negeri sebagai area yang berbeda, menghubungkan studi hubungan
internasional sebagai ilmu yang melihat bagaimana negara berhubungan satu
sama lain dalam politik internasional, dengan studi politik domestik yang
mempelajari peran pemerintah dan hubungan antara individu, kelompok dan
pemerintah13. Studi kebijakan luar negeri menjadi penting mengingat Bernard C.
Cohen pernah menyebutkan bahwa ‘is that foreign policy is “more important”
than other policy areas because it concerns national interests, rather than special interests, and more fundamental values’. Studi kebijakan luar negeri kemudian dilakukan dengan fokus utama untuk mempertahankan dan meningkatkan
kekuatan dan keamanan negara14.
Kebijakan luar negeri merupakan suatu strategi dalam menghadapi unit
politik Internasional lainnya yang dibuat oleh pembuat keputusan negara (decision maker) dalam rangka mencapai tujuan spesifik nasional dalam terminologi
13 Kaarbo, Juliet et al, 2012, The Analysis of Foreign Policy in Comparative Perspective, Chapter
1 [online] Diakses dalam http://www.cqpress.com/docs/college/Beasley2e.pdf ,tanggal 20 Januari 2014
14 Breuning, Marijke,2007, “Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction. New York:
19
national interest. Rosenau menyebutkan pengertian kebijakan luar negeri sebagai upaya suatu negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi
dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya. Holsti
menjelaskannya sebagai semua aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya
dalam upaya memperoleh keuntungan, serta hirau akan berbagai kondisi internal
yang menopang formulasi aktivitas tersebut15. Kebijakan luar negeri memiliki tiga
konsep untuk menjelaskan hubungan negara dengan kondisi eksternalnya, yaitu:
1. Sebagai sekumpulan orientasi (as a cluster of orientation), merupakan pedoman untuk mengahadapi kondisi eksternal yang menuntut pembuat
keputusan dan tindakan berdasar orientasi prinsip dan tendensi umum yang
terdiri dari sikap, persepsi, dan nilai yang dijabarkan dari pengalaman
sejarah dan kondisi strategis penentu posisi negara dalam politik
Internasional.
2. Sebagai seperangkat komitmen dan rencana untuk bertindak (as a set of commitments to and plans for action), berupa rencana dan komitmen konkret termasuk tujuan dan alat yang spesifik untuk mempertahankan
situasi lingkungan eksternal yang konsisten dengan orientasi kebijakan
luar negeri.
3. Sebagai bentuk perilaku atau aksi (as a form of behaviour), berupa langkah nyata berdasar orientasi umum, dengan komitmen dan sasaran
15 Perwita, A. A., & Yani, Y. M. (2005). Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT
20 yang lebih spesifik, yang berhubungan dengan kejadian dan situasi di
lingkungan eksternal.16
Sedangkan Couloumbis dan Wolfe mengklasifikasikan kebijakan politik
luar negeri menjadi tiga kategori utama berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Bersifat pragmatis (terencana), yaitu keputusan besar yang mempunyai
konsekuensi jangka panjang; membuat studi lanjutan, pertimbangan dan
evaluasi yang mendalam mengenai seluruh opsi alternatif
2. Bersifat krisis, merupakan keputusan yang dibuat selama masa krisis,
waktu untuk menanggapinya terbatas, dan ada elemen yang mengejutkan
yang membutuhkan respon yang telah direncanakan sebelumnya
3. Bersifat taktis, yaitu keputusan penting yang biasanya bersifat pragmatis,
memerlukan evaluasi, revisi, dan pembalikan17.
Tujuan politik luar negeri, dapat bersifat konkret dan abstrak (melekat
pada national interest), merupakan citra kondisi masa depan suatu negara di mana
decision maker mampu meluaskan pengaruhnya kepada negara-negara lain dengan mengubah atau mempertahankan tindakan negara lain. K. J. Holsti
mengklasifikasikan tujuan politik luar negeri berdasarkan kriteria (1) nilai tujuan
decision maker; (2) jangka waktu baik pendek, menengah, maupun panjang untuk
16 Ibid., Perwita, A. A., & Yani, Y.
21 mencapai tujuan yang ditetapkan dan (3) tipe tuntutan yang diajukan suatu negara
kepada negara lain18.
Dalam penelitian ini Pemerintah Australia sudah mempertimbangkan
berbagai hal terkait dengan konsekuensi dalam pengambilan kebijakan luar
negeri. Australia mengeluarkan kebijakan luar negeri menggandeng Papua New
Guini sebagai partner dalam menyelesaiakan permasalahan para pencari suaka
politik yang masuk ke perairan Australia. Kebijakan ini dilakukan oleh
pemerintah Australia guna memperoleh keuntungan dari luar negaranya dengan
mempertahankan stabilitas keamanan dan politik Australia. Australia selama ini
frustasi dengan terus melonjaknya permintaan suaka politik yang diajukan oleh
para pencari suaka yang berasal dari penjuru dunia, terutama negara-negara yang
sedang mengalami konflik.
1.4.2.2 Kerjasama Bilateral
Pada hubungan Internasional, kerjasama banyak dilakukan secara bilateral.
Konsep kerjasama bilateral mengacu pada adanya suatu hubungan kerjasama
politik, budaya dan ekonomi antara 2 (dua) negara. Kerjasama bilateral yang
dimaksud seperti kerjasama diplomatik, strategic partnership program, dan lain
sebagainya. Kerjasama bilateral melibatkan kepercayaan normatif antara pembuat
kebijakan dari kedua negara terutama harus ditangani oleh pemerintah. Pada
umumnya kerjasama bilateral tidak melibatkan sector swasta, karena dalam hal
sebagian urusan luar negeri. Secara khusus, dimensi ekonomi kerjasama bilateral
22 sama-sama menyimpan hal yang bersifat rahasia. Meskipun keduanya bekerja
menuju tujuan bersama, kedua belah pihak tidak berarti sama dalam sumber daya
yang dapat dikerahkan untuk mencapai masing-masing kepentingannya19.
Pada dasarnya, bilateralisme merupakan kerjasama yang dilakukan oleh
dua negara (pemerintahan) yang memiliki kepentingan dalam peningkatan atas
beberapa aspek mayor seperti ekonomi, politik, dan pertahanan. Kelebihan dari
kerjasama bilateral adalah: (1) kerjasama ini cenderung mudah dilakukan karena
negara yang terlibat hanya 2 dan aturan tidak begitu kompleks. (2) Bagi negara
besar, dengan ada konsep kerjasama bilateral ini dapat menekan negara dari lawan
kerjasamanya untuk mematuhi dan mengikuti aturan yang telah tersepakati. (3)
Kemudian kalkulasi dan pencapaian pertimbangan tidak begitu rumit.
Kerjasama bilateral dan multilateral disebabkan oleh banyak faktor,
misalnya faktor geografis, faktor kesamaan kepentingan dan kesamaan
permasalahan. Kedua negara menganggap bahwa melalui kerjasama dapat
meningkatkan kerjasama yang saling menguntungkan (win-win solution), baik di sisi ekonomi, ekonomi pembangunan, dan lain sebagainya. Namun kerjasama
bilateral memiliki kelemahan, yaitu ketika ada sekian banyak negara yang
memiliki kepentingan yang sama maka kerjasama bilateralisme tidak akan efektif
lagi karena tiap-tiap dari negara harus deal satu per satu.
23 Dalam penelitian saya ini kerjasama yang dilakukan antara Australia
dengan Papua New Guini merupakan kerjasama Bilateral, karena dilakukan oleh
kedua belah pihak tanpa melibatkan pihak ketiga. Kerjasama yang terjalin antara
Australia dan PNG merupakan kerjasama Pasific Solution yang membahas mengenai permasalahan dan isu terkait dengan penanganan manusia perahu yang
masuk perairan Australia. Australia melibatkan Papua New Guini sebagai rekan
bagi Australia dalam penanganan pencari suaka politik. Dalam kebijakan ini
Papua New Guini dilibatkan secara aktif untuk menyelesaikan permasalahan
manusia perahu (boat people).
1.5 Metedologi Penelitian 1.5.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif.
Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara cermat karakteristik dari
suatu gejala atau masalah yang diteliti, penelitian deskriptif fokus pada pertanyaan
dasar bagaimana dengan berusaha memdapatkan dan menyampaikan fakta-fakta
dengan jelas, teliti dan lengkap tanpa banyak detail yang tidak penting. Penelitian
deskriptif berhubungan dengan frekuensi, jumlah, dan karakteristik dari gejala
yang diteliti. Oleh sebab itu, penelitian deskriptif memiliki berbagai tujuan antara
24 populasi tertentu, estimasi atau perkiraan mengenai proporsi populasi yang
memiliki ciri-ciri tersebut20.
1.5.2 Sumber Data
Peneliti menggunakan data sekunder yang mana diperoleh dari berbagai
sumber yang masih berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Data –
data tersebut diperoleh dari dokumentasi, telaah dari literatur-literatur, bahan –
bahan pustaka dan internet yang dapat dijadikan acuan dalam menjawab rumusan
masalah yang berkaitan dengan kerjasama antara Australia dengan PNG dalam
membendung Asyslum Seekers yang terus masuk ke perairan Australia sebagai
negara yang meratifikasi prokotol PBB mengenai pengungsi.
1.5.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti memilih menggunakan data sekunder yang
mana teknik data tersebut dilakukan melalui kegiatan studi kepustakaan yakni
pencairan data mengenai hal – hal atau variabel berupa catatan, buku, surat kabar,
jurnal dan website yang diterbitkan oleh berbagai lembaga atau instasi yang masih
berkaitan dengan judul penelitian ini. Setelah data terkumpul, data diseleksi dan
dikelompokan kedalam beberapa bab pembahasan yang sesuai dengan sistematika
penulisan.
25
1.5.4 Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisa data kualitatif.21 Teknik analisa
data dilakukan melalui analisa non statistik dimana data tabel, grafik angka yang
tersedia diuraikan dan ditafsirkan ke dalam bentuk kalimat atau paragraf. Teknik
analisis data tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan yakni klasifikasi data,
mereduksi dan memberi intepretasi pada data yang telah diseleksi dengan
menggunakan teori dan konsep tersebut22.
1.5.5 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya batasan waktu dan materi
untuk membatasi waktu yang diteliti dan pembahasan agar tidak melebar
sehingga didapatkan hasil penelitian yang tepat dan akurat.
1.5.6 Batasan Waktu Penelitian
Peneliti memberi batasan waktu pada tahun 2009-2012, karena pada tahun
ini kenaikan tingkat pencari suaka politik yang masuk ke wilayah negeri
Kangguru meningkat secara signifikan.
1.5.7 Batasan Materi Penelitian
Agar materi tetap fokus dan konsisten dalam pembahasan, maka peneliti
memberi batasan materi sesuai dengan peniliti kehendaki. Peneliti ingin melihat
26 seluk beluk dalam kerjasama Pasific Solution yang dilakukan antara Australia dan PNG pada kurun waktu 2009 sampai 2012.
1.6 Argumen Dasar
Kerjasama Pasific Solution merupakan salah satu kerjasama yang
dilakukan oleh Pemerintah Australia dan Papua New Guini untuk membendung
pencari suaka politik yang masuk wilayah Australia. Pasific Solution merupakan
kebijakan berupa pemindahan para pencari suaka politik yang datang ke Australia
ke pusat detensi yang tersebar di negara-negara kepulauan di Samudra Pasifik,
dengan dalih mengizinkan mereka masuk ke daratan Australia. Kerjasama Pasific Solution ini sangat efektif dan berpengaruh bagi Australia dalam membendung para manusia perahu yang masuk ke wilayah Australia. Hal ini diperoleh dari
data yang menunjukkan banyaknya pencari suaka politik yang ditangkap angkatan
laut Australia di perairan Australia kemudian dibawa ke Pulau Manus dan Nauru
yang termasuk wilayah PNG sebelum mendapatkan status Pengungsi dan