Skripsi
Ekspresi Identitas Etnis Melalui Asosiasi Etnis
(Studi kasus Organisasi “HIKMA”
di Kelurahan Bandar Selamat,
Kecamatan Medan Tembung)
Disusun Oleh:
Ernita Yanthi Siregar
110901024
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAKSI
Kota Medan Provinsi Sumatera Utara dikenal sebagai salah satu kota yang tatanan masyarakatnya majemuk karena kota ini didiami oleh berbagai kelompok baik suku, agama, dan ras. Kemajemukan tersebut dipahami sebagai bentuk perbedaan daya adaptasi antar kelompok-kelompok yang berbeda. Kompleksitas penduduk yang tinggal di suatu wilayah akan mengakibatkan terjadinya interaksi-interaksi sosial antar individu-individu dengan latar belakang berbeda yang memungkinkan terjadinya perubahan ataupun adanya pergeseran pada identitas etnis individu yang merantau. Sehingga yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini bagaimana ekspresi identitas etnis melalui asosiasi etnis dan strategi sosial budaya serta politik yang dilakukan Masyarakat Mandailing dalam mempertahankan idnetitas etnis di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis ekspresi identitas etnis melalui asosiasi etnis serta strategi sosial budaya dan strategi politik yang digunakan Masyarakat Mandailing dalam mempertahankan identitas etnisnya. Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh dari lapangan melalui observasi, wawancara mendalam dan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui jurnal ilmiah, skripsi dan artikel lainnya yang sesuai dengan penelitian.
Hasil penelitian dilapangan bahwa dalam mempertahankan identitas etnisnya maka dibutuhkan sebuah wadah yang menjadi tempat untuk melestarikan nilai sosial budaya sebagai wujud dari penguatan identitas etnis seperti mengekspresikan identitas etnis melalui asosiasi etnis yaitu HIKMA. HIKMA merupakan organisasi masyarakat yang berbasis etnis dengan tujuan menghimpun masyarakat Mandailing, meningkatkan kegotongroyongan dalam rangka menjaga dan melestarikan nilai sosial budaya Mandailing dan meningkatkan harkat dan martabat masyarakatnya yaitu Keluarga Besar Mandailing. Selain itu, strategi sosial budaya dalam mempertahankan identitas etnis melalui sosialisasi tetap menggunakan bahasa Mandailiing baik dalam lingkungan HIKMA dan di tempat tinggal, penggunaan adat istiadat dalam siklus kehidupan seseorang seperti acara kelahiran anak, prosesi pernikahan (Siriaon) dan acara duka cita (Siluluton), serta penggunaan marga di perantauan. Selain hal tersebut nilai-nilai sosial budaya yang masih dipakai dalam kehidupan sehari-hari seperti poda na lima. Strategi politik dalam mempertahankan identitas etnis yaitu terdapat 9 nilai utama masyarakat Mandailing yaitu Kekerabatan, Religi, Hagabeon, Hamajuon, Hasangapon, Hamoraon, Uhum, Pengayoman dan Kelola Konflik.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Ekspresi Identitas Etnis Melalui
Asosiasi Etnis” (Studi kasus organisasi “HIKMA” di Kelurahan Bandar Selamat ,
Kecamatan Medan Tembung), disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara. Secara ringkas skripsi ini menceritakan tentang bagaimana identitas etnis di ekspresikan melalui asosiasi etnis yaitu HIKMA (Himpunan
Keluarga Besar Mandailing).
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati, baik berupa ide, semangat, doa, bantuan moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penghargaan yang tinggi dan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya dan tiada henti-hentinya penulis ucapkan kepada kedua orangtua tercinta Ayahanda Amir Damsa Siregar dan Ibunda Siti
Bonur Hutasuhut yang telah merawat dan membesarkan serta mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Semangat, pengorbanan, tetesan keringat, ketulusan, keikhlasan serta cinta yang mengalir setiap detik kepada
anak-anaknya menjadi motivasi yang tak pernah putus. Akhirnya inilah persembahan yang dapat ananda berikan sebagai tanda ucapan terimakasih dan
Dalam penulisan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan
ucapan terimakasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
2. Rasa hormat dan terimakasih yang tidak akan dapat penulis ucapkan
dengan kata-kata kepada Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, Selaku ketua Departemen Sosiologi dan selaku dosen pembimbing yang telah banyak
mencurahkan waktu, tenaga, ide-ide dan pemikiran dalam membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.
3. Terimakasih buat Bapak Muba Simanihuruk selaku Sekretari Departemen dan juga penguji skripsi penulis, yang telah banyak memberikan saran, serta pemikiran dan masukan hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.
4. Ibu Rosmiani, MA selaku dosen wali/pembimbing akademik penulis yang telah banyak memberikan nasehat, motivasi serta arahan dari awal penulis masuk perkuliahan hingga menyelesaikan perkuliahan di Departemen
Sosiologi FISIP USU.
5. Segenap dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sumatera Utara. Kak Fenni Khairifa, Kak Nurbaiti dan Bapak Abel yang telah cukup banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dalam hal administrasi.
6. Paling teristimewa penulis ucapkan salam sayang terhangat dan terima kasih bahkan tak terucap rasa bangga penulis kepada kedua orang tua
dengan mencurahkan kasih sayangnya tiada terhingga dan tiada batasnya
kepada saya, selalu memberikan doa’ dan nasehat, dan mendidik saya serta
dukungan moril maupun materil kepada saya.
7. Secara khusus dan istimewa buat kedua kakak saya kak Yusni dan kak Melly, dan kedua adek laki-laki saya Harry Ananda dan Harry Fahlevi
yang selalu memberikan do’a, semangat, nasehat kepada saya dan
masukan yang tidak ternilai harganya dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Saudara-saudara dan sahabat-sahabat baik penulis yang bisa mengerti dan
menerima penulis baik dalam keadaan suka maupun duka yang sangat
penulis sayangi, terutama buat sahabat “7icon”, Noviani Dewita Siregar,
Nidia Damanik, Ismi Andari, Herliza Widya, Siti Aisyah dan Dwi Kuncorowati yang selalu bersama-sama selama perkuliahan dan sampai saat ini dan akan dating semoga menjadi sahabat abadi sepanjang masa.
Terima kasih juga kepada adek sepupu saya Lestari serta buat
saudari-saudari saya dirumah kost “Apartement 4”, Terimakasih atas doa,
dukungan, dan perhatiannya. Terima kasih atas segala support, semangat, bantuan baik moril maupun materil yang telah diberikan. Penulis bangga mempunyai sahabat seperti kalian.
9. Saudara-saudari di UKMI As-Siyasah khusunya teman-teman di kepengurusan tahun 2013 (adhe, ama, nasriati, novi, aisyah, saipul, jefri, murdani,asrul, halim, puspa dan semua kader UKMI As-Siyasah lainnya
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu) dan juga Pengurus UKMI Ad-Dakwah USU periode 2014 yang sangat penulis sayangi dan
dan yang lainnya. Terimakasih atas kebersamaan dan segala dukungan
sejak penulis bergabung di organisasi dan menjadi teman seperjuangan dalam menyiarkan ilmu serta banyak mendapat pengalaman di luar bangku
perkuliahan.
10.Kawan-kawan Sosiologi angkatan 2011 yang solid. Terima kasih atas kebersamaan dan segala dukungannya selama menuntut ilmu di
Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara dan menjadi teman seperjuangan dalam menuntut ilmu.
11.Sahabat sejak SMA Riyanti Saputri yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Dan ucapan terimakasih juga buat teman
alumni TKJ II (Rahmat, Heri, Riyan, Riski, Yuli dan teman yang lainnya) yang selalu memberikan semangat dan kebersamaannya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Mereka yang selalu menanyakan kapan
sidang, membuat penulis semakin termotivasi untuk cepat-cepat menyelesaikan skripsi ini. Semoga di tahun ini kita dapat wisuda tahun ini. 12.Para Informan yang telah banyak membantu memberikan informasi yang
sangat dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini. Terutama kepada Bapak Lutvi Faizalsyah Lubis sebagai Sekretaris umum PD (Pengurus Daerah)
HIKMA dan Bapak M. Taufik Lubis dan juga buat warga masyarakat yang tinggal di Kelurahan Bandar Selamat, Kecamatan Medan Tembung yang telah banyak membantu dan memberikan informasi dalam penelitian ini.
Terimakasih banyak atas waktu dan kesediaan para informan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi terdapat berbagai
saran-saran yang sifatnya membangun demi kebaikan tulisan ini. Demikianlah
yang dapat penulis sampaikan, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan akhir kata dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima
kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.
Medan, Agustus 2015 Penulis,
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Sarana Kesehatan yang ada di Kelurahan Bandar Selamat ...44
Tabel 2 : Sarana Pendidikan yang ada di Kelurahan Bandar Selamat ...45
Tabel 3 : Sarana Ibadah yang ada di Kelurahan Bandar Selamat ...46
Tabel 4 : Sarana Transportasi ...47
Tabel 5 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Lingkungan Tempat Tinggal ...50
Tabel 6 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis ...52
Tabel 7 : Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan ...53
Tabel 8 : Penduduk Berdasarkan Agama ...54
Tabel 9 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...56
Tabel 10: Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan ...57
DAFTAR ISI
Abstrak ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Tabel ... vii
Daftar Isi... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
1.5 Defenisi Konsep ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksionisme Seimbolik Dalam Perspektif Mead ... 14
2.2 Kelompok Sosial, Asosiasi, dan Institusi dalam Masyarakat ... 18
2.3 Identitas Etnis ... 22
2.4 Strategi Penguatan Identitas Etnis ... 26
BAB III Metode Penelitian 3.1 Jenis Penelitian ... 32
3.2 Lokasi Penelitian ... 32
3.3 Unit Analisis dan Informan ... 33
3.3.1 Unit Analisis ... 33
3.3..2 Informan ... 34
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 34
3.5 Interpretasi Data ... 36
3.6 Jadwal Kegiatan ... 38
BAB IV Temuan Data dan Interpretasi Data Penelitian 4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian ... 39
4.1.1 Sejarah Kelurahan ... 39
4.1.2 Keadaan Geografis Kelurahan ... 42
4.1.3 Saranan dan Prasaranan Kelurahan ... 43
4.1.4 Gambaran Penduduk Kelurahan Bandar Selamat ... 49
4.1.4.1 Penduduk Bersasarkan Jenis Kelamin dan Lingkungan Tempat Tinggal ... 49
4.1.4.2 Penduduk Berdasarkan Etnis ... 51
4.1.4.3 Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan ... 53
4.1.4.4 Penduduk Berdasarkan Agama ... 54
4.1.4.5 Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 55
4.1.5 Ekonomi Masyarakat ... 57
4.1.6 Kondisi Sosial Budaya ... 59
4.2 Profil Informan ... 61
4.3 Sejarah HIKMA (Himpunan Keluarga Besar Mandailing) ... 80
4.4 Ekspresi Identitas Etnis Melalui Asosiasi Etnis HIKMA (Himpunan Keluarga Besar Mandailing) ... 84
4.4.1 Sosialisasi dan Penggunaan Bahasa Mandailing ... 84
4.4.1.1 Penggunaan Bahasa Mandailing di Himpunan Keluarga Besar Mandailing ... 86
4.4.1.2 Penggunaan Bahasa Mandailing di Tempat Tingggal..88
4.4.1.3 Sosialisasi Bahasa Melalui Kursus Informal ... 90
4.4.3 Penggunaan Marga ... 96
4.5 Asosiasi HIKMA Sebagai Wadah Ekspresi Identitas Etnis Mandailing ... 98
4.6 Strategi Sosial Budaya Etnis Mandailing dalam Mempertahankan Identitas Etnis ... 104
4.7 Strategi Politik Etnis Mandailing dalam Mempertahankan Identitas Etnis ... 106
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 112
5.2 Saran ... 115
Dokumentasi Lapangan ... 116
ABSTRAKSI
Kota Medan Provinsi Sumatera Utara dikenal sebagai salah satu kota yang tatanan masyarakatnya majemuk karena kota ini didiami oleh berbagai kelompok baik suku, agama, dan ras. Kemajemukan tersebut dipahami sebagai bentuk perbedaan daya adaptasi antar kelompok-kelompok yang berbeda. Kompleksitas penduduk yang tinggal di suatu wilayah akan mengakibatkan terjadinya interaksi-interaksi sosial antar individu-individu dengan latar belakang berbeda yang memungkinkan terjadinya perubahan ataupun adanya pergeseran pada identitas etnis individu yang merantau. Sehingga yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini bagaimana ekspresi identitas etnis melalui asosiasi etnis dan strategi sosial budaya serta politik yang dilakukan Masyarakat Mandailing dalam mempertahankan idnetitas etnis di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis ekspresi identitas etnis melalui asosiasi etnis serta strategi sosial budaya dan strategi politik yang digunakan Masyarakat Mandailing dalam mempertahankan identitas etnisnya. Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh dari lapangan melalui observasi, wawancara mendalam dan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui jurnal ilmiah, skripsi dan artikel lainnya yang sesuai dengan penelitian.
Hasil penelitian dilapangan bahwa dalam mempertahankan identitas etnisnya maka dibutuhkan sebuah wadah yang menjadi tempat untuk melestarikan nilai sosial budaya sebagai wujud dari penguatan identitas etnis seperti mengekspresikan identitas etnis melalui asosiasi etnis yaitu HIKMA. HIKMA merupakan organisasi masyarakat yang berbasis etnis dengan tujuan menghimpun masyarakat Mandailing, meningkatkan kegotongroyongan dalam rangka menjaga dan melestarikan nilai sosial budaya Mandailing dan meningkatkan harkat dan martabat masyarakatnya yaitu Keluarga Besar Mandailing. Selain itu, strategi sosial budaya dalam mempertahankan identitas etnis melalui sosialisasi tetap menggunakan bahasa Mandailiing baik dalam lingkungan HIKMA dan di tempat tinggal, penggunaan adat istiadat dalam siklus kehidupan seseorang seperti acara kelahiran anak, prosesi pernikahan (Siriaon) dan acara duka cita (Siluluton), serta penggunaan marga di perantauan. Selain hal tersebut nilai-nilai sosial budaya yang masih dipakai dalam kehidupan sehari-hari seperti poda na lima. Strategi politik dalam mempertahankan identitas etnis yaitu terdapat 9 nilai utama masyarakat Mandailing yaitu Kekerabatan, Religi, Hagabeon, Hamajuon, Hasangapon, Hamoraon, Uhum, Pengayoman dan Kelola Konflik.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Medan Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu kota yang
didiami oleh berbagai kelompok baik suku, agama, dan ras. Sehingga kota ini dikenal sebagai kota yang tatanan masyarakatnya heterogen ataupun masyarakat
majemuk. Adapun yang dimaksud dengan masyarakat majemuk menurut Furnivall (Nasikun: 2000) adalah sebagi berikut:
“Masyarakat majemuk merupakan suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan politik” (Nasikun, 2000).
Elemen tersebut berupa kelompok-kelompok yang berbeda dengan menghargai pluralisme sebagai keragaman budaya untuk tetap dilestarikan yang
ditandai oleh adanya suku bangsa yang masing-masing mempunyai cara hidup atau kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat suku bangsa, sehingga
mencerminkan adanya perbedaan etnis lainnya, tetapi secara bersama-sama hidup dalam satu wadah masyarakat Indonesia. Kemajemukan dalam masyarakat ini dapat dipahami sebagai bentuk perbedaan daya adaptasi antar
kelompok-kelompok yang berbeda baik secara suku, agama, ras dan bahasa. Kemajemukan ini terjadi karena perkembangan migrasi penduduk yang cukup pesat masuk ke
kota Medan.
Sebagai ibukota Provinsi Kota Medan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi utama yang berfungsi sebagai tempat perdagangan, pusat administrasi
pariwisata dan memiliki pembangunan yang cukup pesat. Pesatnya pertumbuhan
industri mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan jumlah penduduk. Hal ini disebabkan adanya urbanisasi yaitu berpindahnya penduduk
dari desa ke kota dengan tujuan mencari pekerjaan ataupun untuk mencari penghidupan yang lebih baik dari daerah asalnya.
Persentase perbandingan penduduk Kota Medan berdasarkan etnis pada
tahun 2000 (Sirait, 2012) terdiri atas:
Etnis Persentase
Jawa 33,03%
Batak 20,93%
Tionghoa 10,65%
Mandailing 9,36%
Minangkabau 8,6%
Melayu 6,59%
Karo 4,10%
Aceh 2,78%
Lain-lain 3,95%
Sumber: (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota Medan tahun 2012)
Komposisi masyarakat yang heterogen ini akan terbagi-bagi atas beberapa lokasi sehingga membentuk sebuah zona ataupun wilayah pemukiman penduduk
cenderung berkelompok menurut etnisnya masing-masing. Karena sebagian besar para perantau yang datang menggunakan jalur keluarga ataupun kenalan
Karo banyak bermukim di daerah Padang Bulan, Etnis Batak banyak memilih
bermukim di daerah Pasar Merah, Etnis Melayu di Istana Maimun, Tamil di Kampung Keling dan Etnis Mandailing banyak bermukim di Kecamatan Medan
Maimun, Medan Denai, Medan Barat dan Medan Tembung. Dari berbagai etnis yang terdapat di Kota Medan peneliti menjadikan Etnis Mandailing sebagai subjek penelitian. Karena keberadaan Etnis ini ada pada urutan ke empat dari
semua etnis yang ada di Kota Medan, hal ini menunjukkan bahwa etnis ini bukanlah etnis yang mayoritas. Akan tetapi etnis ini sudah dikenal identitasnya
dan etnis ini juga telah menonjol terutama di bagian Pemerintahan Kota Medan. Dengan demikian terlihat etnis ini telah mampu menguasai beberapa zona sebagai
wilayah permukiman yang tersebar di Kota Medan.
Kota Medan terdiri dari 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan.
Kecamatan Medan Tembung adalah salah satu kecamatan dari yang terdapat
di Kota Medan, Sumatera Utara. Kecamatan ini terdiri dari 7 kelurahan yaitu Kelurahan Indara Kasih, Kelurahan Sidorejo Hilir, Sidorejo, Bantan Timur,
Bandar Selamat, Bantan, dan Tembung. Dari beberapa kelurahan di Kecamatan Medan Tembung, peneliti memilih Kelurahan Bandar Selamat menjadi fokus dalam penelitian ini karena kelurahan ini mayoritas penduduknya adalah
masyarakat Mandailing (89,39%) dari semua jumlah penduduk yang tinggal di kelurahan tersebut dan tindakan mereka masih didasarkan pada aturan adat
Alasan peneliti memilih lokasi penelitian di Kelurahan Bandar Selamat
karena karakteristik masyarakat Mandailing perantauan yang tinggal di daerah ini masih memegang aturan, nilai-nilai dan kebiasaan, pola perilaku Mandailing yang
sama dengan asal daerah mereka. Hal ini disebabkan masyarakat Mandailing adalah masyarakat yang mendominasi daerah tersebut. Selain itu, wilayah ini merupakan daerah alternatif dan strategis untuk tempat tinggal karena kelurahan
Bandar Selamat sebagai pusat transportasi yang berasal dari daerah Mandailing ataupun sekitarnya, kondisi ini ditandai dengan dibukanya sarana transportasi
yang praktis karena berlokasi dekat dengan jalan tol. Sehingga masyarakat ataupun individu yang datang ke Kota Medan dengan tujuan untuk menetap,
mereka lebih memilih lokasi yang dekat dengan pusat transportasi ke kampung halaman mereka.
Masyarakat Mandailing mempunyai sifat diantaranya suka merantau,
religius, kritis, mudah menyesuaikan diri, dan mempunyai rasa malu yang besar. Adanya sifat orang Mandailing yang suka merantau, menyebabkan mereka tersebar di seluruh Indonesia dengan berbagai profesi. Daerah perantauan orang
Mandailing yang pertama adalah Sumatera Barat, kemudian Tanah Deli yaitu Kota Medan. Jadi Etnis Mandailing adalah salah satu etnis pendatang yang
tersebar di Kota Medan. Awalnya perantau Mandailing bekerja sebagai pegawai perkebunan dan pemerintahan kesultanan Deli, mereka tampil sebagai guru, guru agama dan pedagang (Nasution, 2005). Pekerjaan ini mempengaruhi pilihan
tempat pemukiman sehingga terdapat beberapa wilayah pemukiman Etnis Mandailing yaitu Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Barat, Medan
Kecamatan Medan Tembung adalah salah satu kecamatan yang termasuk
tatanan masyarakatnya heterogen khususnya di Kelurahan Bandar Selamat, karena selain Etnis Mandailing 19.353 orang (89,39%) terdapat juga etnis yang
lain tinggal di wilayah ini seperti Etnis Jawa 794 orang (3,66%), Melayu 521 orang (2,36%), Nias 254 orang ( 1,17%), Banjar 90 orang (0,41%), Aceh 77 orang (0,35%), Sunda 65 orang (0,30%), dan China 36 orang (0,16%) (sumber:
Data Kependudukan Kelurahan Bandar Selamat : 2014). Kompleksitas penduduk yang tinggal di suatu wilayah akan mengakibatkan terjadinya interaksi-interaksi
sosial antar individu-individu dengan latar belakang yang berbeda. Sehingga memungkinkan terjadinya perubahan ataupun adanya pergeseran pada identitas
etnis individu yang merantau. Baik dari segi adat istiadat ataupun tindakan dan kebiasaan dari kampung halaman. Suatu etnis pendatang biasanya berinteraksi dengan etnis lain asal di suatu tempat, secara alami akan menempatkan pendatang
dalam posisi yang relatif lemah dilihat dari sisi status yang dimiliki etnis yaitu sebagai pendatang dan kemungkinan identitas etnis akan mengalami perubahan karena telah tinggal pada lingkungan sosial yang mempunyai asal daerah yang
berbeda. Meski sesungguhnya etnis tersebut memiliki status yang relatif seimbang dengan etnis lain pada saat mereka bersama-sama berstatus sebagai pendatang
dalam lingkungan sosial baru. Sama halnya dengan masyarakat Mandailing yang tinggal di Kelurahan Bandar Selamat mereka sebagai pendatang akan terlihat lemah dibandingkan dengan penduduk asli yang tinggal di wilayah tersebut. Akan
Keberadaan suatu masyarakat di suatu daerah biasanya diakui dan semakin
dikenal karena adanya organisasi sosial masyarakat, terutama masyarakat yang sifatnya merantau. Karena setiap orang yang pergi ke suatu daerah tertentu
ataupun merantau secara sadar atau tidak sadar ia akan mencari teman sedaerah atau seetniknya. Kenyataan demikian karena hubungan dengan teman sedaerah atau seetnik akan memunculkan rasa aman pada dirinya (Subagijo, 2000).
Berdasarkan hal tersebut akan memungkinkan munculnya sebuah asosiasi atau organisasi berdasarkan kelompok etnis. Misalnya dibentuknya sebuah organisasi
di daerah perantauan seperti organisasi Aceh Sepakat dari Etnis Aceh dan Ikatan Keluarga Minang Saiyo dari etnis Minang. Begitu pula dengan masyarakat
mandailing yang ada di Kota Medan khususnya Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung, keberadaan Masyarakat Mandailing ini tidak terlepas karena adanya organisasi sosial yang dibentuk oleh masyarakat tersebut.
Hasil Penelitian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tentang Keberadaan Paguyuban-Paguyuban Etnis di Daerah Perantauan menunjukkan bahwa munculnya Ikatan Keluarga Minang Saiyo sebagai asosiasi perantau
Minangkabau yang berbasis kedaerahan untuk mempertahankan identitas etnis di wilayah perantauan. Seperti membuka rumah makan ataupun menjadi pedagang
merupakan salah satu identitas Minangkabau yang sangat terkenal (Subagijo, 2000). Selain organisasi dari Minangkabau terdapat juga organisasi Aceh Sepakat di Kota Medan, terbentuknya organisasi ini sebagai organisasi yang bersifat etnis
dikhususkan bagi masyarakat Aceh yang merantau ke Kota Medan. Organisasi ini bertujuan untuk mengekspresikan identitas kesukuannya di tengah-tengah
kelompok untuk mempertahankan identitas etnis baik kebudayaan dan adat
istiadat dari kampung halamannya (Armanda, 2007).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik ingin meneliti dan
menganalisis tentang strategi penguatan kelompok sebagai ekspresi identitas etnis melalui asosiasi etnis dalam mempertahankan identitas etnis khususnya masyarakat Mandailing perantauan yang tinggal di Kelurahan Bandar Selamat
Kecamatan Medan Tembung. Dalam hal ini peneliti memfokuskan penelitian pada masyarakat Mandailing perantauan yang tinggal di Kelurahan Bandar
Selamat dan organisasi HIKMA (Himpunan Keluarga Besar Mandailing) dalam aspek sosial budaya dan politik. Pengurus Daerah HIKMA (Himpunan Keluarga
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana ekspresi identitas etnis Mandailing melalui asosiasi etnis
HIKMA (Himpunan Keluarga Besar Mandailing) di Kelurahan Bandar Selamat?
2. Bagaimana strategi sosial budaya Etnis Mandailing dalam mempertahankan identitas etnis?
3. Bagaimana strategi politik Etnis Mandailing dalam mempertahankan identitas etnis?
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk lebih mendalami segala aspek kehidupan, disamping itu juga merupakan
sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dari segi teoritis maupun praktis. Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan ekspresi identitas etnis Mandailing melalui asosiasi etnis HIKMA (Himpunan Keluarga Besar Mandailing) di Kelurahan Bandar Selamat. Dalam hal ini peneliti akan
2. Untuk mengetahui dan menganalisis atau menginterpretasi strategi sosial
budaya dan politik Etnis Mandailing sebagai strategi penguatan kelompok dalam mempertahankan identitas etnis. Dalam hal ini peneliti akan
mendapatkan informasi terkait dengan cara ataupun usaha yang dilakukan masyarakat Mandailing dalam mempertahankan identitas etnisnya khususnya strategi sosial budaya dan politik.
1.4 Manfaat Penelitian
Setelah mengadakan penelitian ini, maka manfaat yang diharapkan berupa : a. Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa Sosiologi khususnya pada mata kuliah hubungan antar kelompok. Selain itu,
memberikan kontribusi kepada pihak-pihak yang membutuhkan untuk dijadikan sebagai perbandingan peneliti selanjutnya.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan dan wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa Sosiologi khususnya pada mata kuliah Institusi Sosial. Sebagai contoh HIKMA
sebagai institusi berbasis etnis. Sehingga penelitian ini sesuai dengan mata kuliah tersebut.
3. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi tambahan guna
tinggal di wilayah perantauan, mereka masih mengekspresikan
identitas etnis di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang majemuk.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Para perantau Masyarakat Mandailing dapat mengetahui tentang strategi penguatan kelompok yang digunakan dalam mempertahankan
identitas etnis, meskipun mereka pergi ke suatu daerah atau kota perantauan namun mereka tetap bisa mempertahankan dan
mengekspresikan identitas etnis mereka dengan menerapkan strategi penguatan kelompok sosial budaya dan politik dalam menghadapi lingkungan sosialnya.
2. Bagi pemerintah Kota Medan, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan saran terhadap Pemko Medan dalam menciptakan harmonisasi sosial karena Kota Medan dikenal sebagai kota yang
majemuk. Dengan adanya penelitian ini memberikan pengetahuan serta informasi yang berkaitan dengan masyarakat Mandailing.
1.5 Defenisi Konsep 1. Ekspresi Identitas
Ekspresi identitas yaitu pengungkapan atau gambaran yang mengarahkan seseorang tersebut masuk dalam kelompok etnis tertentu. Dalam hal ini
(Himpunan Keluarga Besar Mandailing) diekspresikan dengan adanya
strategi sosial budaya dan politik.
2. Strategi penguatan kelompok
Strategi yaitu bagaimana usaha-usaha ataupun cara-cara yang dipakai
perantau untuk mengatasi rintangan-rintangan yang mereka hadapi, dalam hal ini adanya usaha penguatan kelompok untuk tetap mempertahankan
identitas etnisnya khususnya strategi sosial budaya dan politik. 3. Strategi Sosial Budaya
Strategi sosial budaya merupakan sebuah cara ataupun usaha dalam mempertahankan identitas etnis melalui aspek sosial dan budaya masyarakat Mandailing perantauan.
4. Strategi Politik
Strategi Politik merupakan cara atau usaha yang dilakukan kelompok etnis untuk mempertahankan identitas etnis melalui aspek politik. Dalam hal ini
bergabung dengan partai politik atau masuk sebagai anggota politik. Dengan strategi ini maka Etnis Mandailing akan lebih dikenal dan diakui
masyarakat lainnya. 5. Identitas etnis
Menurut Alba, identitas etnis dinilai sebagai orientasi subjektif seseorang
yang mengarahnya pada etnis asalnya. Identitas etnis adalah identitas sosial yang dapat mempengaruhi komunikasi kita dengan orang lain.
memiliki pada satu kelompok dan mengetahui sesuatu tentang pengalaman
yang dibagi pada anggota kelompok.
6. Etnis Perantau Mandailing
Etnis Perantau Mandailing adalah perantau yang berasal dari daerah
Mandailing dan bisa berasal dari daerah lain serta menarik garis keturunan ayah (patrilineal) yang terdiri dari marga-marga Nasution, Lubis,
Pulungan, Rangkuti, Batubara, Daulay, Matondang, Parinduri, Hasibuan, Siregar (Nasution, 2005).
7. Asosiasi Sosial
Asosiasi merupakan sebuah ikatan ataupun organisasi yang terbentuk atas persekutuan antara dua orang atau lebih yang menunjukkan adanya
interaksi ataupun hubungan orang perorangan secara formal dan informal. 8. Institusi Sosial
Institusi Sosial merupakan suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang
berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini institusi
sebagai sistem tata kelakuan atau norma-norma untuk memenuhi kebutuhan. Institusi dapat diartikan juga sebagai suatu jaringan proses-proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang
berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan
9. HIKMA
HIKMA (Himpunan Keluarga Besar Mandailing) yaitu sebuah asosiasi atau perkumpulan-perkumpulan yang bersifat kesukuan yang
bukan hanya beranggotakan Etnik Mandailing, melainkan etnik di luar Mandailing juga bisa masuk menjadi anggota HIKMA. Sehingga tidak menutup kemungkinan etnis lain untuk masuk sebagai anggota HIKMA.
Sesuai dengan yel-yel HIKMA yaitu markoum dalam artian bersaudara yang berdasarkan dalihan na tolu. Walaupun dia tidak memiliki darah Mandailing tapi pasti setiap mereka memiliki hubungan saudara dengan Etnis Mandailing. Hal ini lah yang menyebabkan kepanjangan HIKMA
bukan Himpunan Keluarga Mandailing, tapi Himpunan Keluarga Besar Mandailing.
10.Marga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Interaksionisme Simbolik Dalam Perspektif Mead
Para ilmuwan yang punya andil utama sebagai perintis interaksionisme
simbolik, diantaranya James Mark Baldwin, William James, Charles H. Cooley, John Dewey, William I.Thomas, dan George Herbert Mead. Tetapi George
Herbert Mead-lah yang paling populer sebagai perintis dasar teori ini. Mead mengembangkan teori interaksionisme simbolik pada tahun 1920-an dan ketika ia menjadi Professor filsafat di Universitas Chicago. Namun gagasannya
berkembang pesat setelah mahasiswanya menerbitkan catatan dan kuliah-kuliahnya, melalui buku yang menjadi rujukan utama teori interakasionisme simbolik. Penyebaran teori Mead juga melalui interpretasi dan tulisan esai yang
dilakukan para mahasiswanya terutama Herbert Blumer. Blumer-lah yang menciptakan istilah interaksionisme simbolik pada tahun 1937 (Goodman, 2003).
Pikiran atau kesadaran muncul dalam proses tindakan. Namun demikian, individu-individu tidak bertindak sebagai organisme yang terasing. Sebaliknya,
pandangan Mead, kelompok idealis dan behaviorisme mengabaikan dimensi sosial
ini. Tidak seperti kelompok behavioris, Mead berpendapat bahwa adaptasi individu terhadap dunia luar dihubungkan melalui proses komunikasi, yang
berlawanan dengan hanya sekedar respon yang bersifat refleksif dari organisme itu terhadap rangsangan dari lingkungan. Dengan alasan ini, Mead berpendapat bahwa posisinya adalah sebagai behaviorisme sosial (Johnson, 1986).
Dalam hal ini setiap identitas individu senantiasa mengalami perubahan karena mereka saling berinteraksi dan saling menyesuaikan diri dengan individu
lainnya, sehingga identitas yang telah ada dalam diri seseorang tidak menutup kemungkinan mengalami perubahan. Sesuai dengan pendapat Mead adaptasi
individu terhadap dunia luar sesuai interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Pada hakikatnya individu mengartikan lingkungan dan dirinya sendiri berkaitan dengan masyarakatnya. Setiap individu yang tinggal di suatu lingkungan masing-masing
mempunyai simbol ataupun latar belakang yang berbeda, sehingga menyebabkan adanya perbedaan identitas yang ada dalam diri individunya. Kemudian akhirnya membutuhkan adaptasi individu dengan lingkungan luar ataupun di luar dirinya
sendiri.
Setiap interaksi manusia selalu dipenuhi dengan simbol-simbol baik dalam
kehidupan sosial maupun kehidupan diri sendiri. Diri tidak terkungkung dengan diri sendiri melainkan bersifat sosial. Orang lain adalah refleksi untuk melihat diri sendiri. Dari penjelasan ini berarti bahwa teori interaksi simbolik merupakan
perspektif yang memperlakukan individu sebagai diri sendiri sekaligus diri sosial. Menurut Mead, individu merupakan makhluk yang sensitif, aktif,
sebagaimana lingkungan itu mengkondisikan kesensitifan dan tindakannya. Mead
menekankan bahwa individu itu bukanlah merupakan budak masyarakat. “dia membentuk masyarakat sebagaimana masyarakat membentuk individu”
(Juhanda, 1995).
Dari perspektif interaksionisme simbolik individu bersifat aktif, reflektif, kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang sulit diramalkan. Paham ini
menolak gagasan bahwa individu adalah organisme yang pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau struktur yang ada di luar dirinya. Setiap
individu terus berubah maka masyarakat pun berubah melalui interaksi. Esensi teori ini adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni
komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Interaksi simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis.
Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari
sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspetasi orang lain yang menjadi
mitra interaksi mereka. Interaksionisme simbolik menitikberatkan pada peristiwa mikro dalam kejadian keseharian, yaitu mengadakan terhadap peristiwa interaksi
pemahaman yang melibatkan objek dan kejadian yang sedang berlangsung keseharian maupun berlangsung di dalam proses interaksi (Agus Salim : 268).
Dalam teori Interaksionisme simbolik mengandung inti dasar pemikiran
umum tentang komunikasi dan masyarakat. Jerome Manis dan Bernard Meltzer memisahkan tujuh hal mendasar yang bersifat teoritis dan metodologis dari
1. Orang-orang dapat mengerti berbagai hal dengan belajar dari pengalaman,
Persepsi seseorang selalu diterjemahkan dalam simbol-simbol.
2. Berbagai arti dipelajari melalui interaksi di antara orang-orang. Arti
muncul dari adanya pertukaran simbol-simbol dalam kelompok-kelompok sosial.
3. Seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan dari adanya interaksi di
antara orang-orang.
4. Tingkah laku seseorang tidaklah mutlak ditentukan oleh kejadian-kejadian
pada masa lampau saja, tetapi juga dilakukan secara sengaja.
5. Pikiran terdiri dari percakapan internal, yang merefleksikan interaksi yang
telah terjadi antara seseorang dengan orang lain.
6. Tingkah laku terbentuk atau tercipta di dalam kelompok sosial selama proses interaksi.
7. Kita tidak dapat memahami pengalaman seorang individu dengan mengamati tingkah lakunya belaka. Pengalaman dan pengertian seseorang akan berbagai hal harus diketahui pula secara pasti.
Interaksi simbolik didasarkan pada premis-premis berikut ini yaitu: 1. Individu merespon suatu situasi simbolik
Mereka merespon lingkungan, termasuk objek fisik dan sosial berdasarkan makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka.
2. Makna adalah produk interaksi sosial
Karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan
3. Makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu
sejalan dengan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial.
Dalam hal ini suatu lingkungan sosial yaitu tempat tinggal menunjukkan
adanya simbol-simbol tersendiri yang menyebabkan masyarakat yang tinggal diluar lingkungan bisa menginterpretasi melalui simbol-simbol yang ada. Misalnya Kelurahan Bandar Selamat dapat di interpretasi bahwa lingkungan
tersebut adalah lingkungan mandailing dengan berbagai simbol identitas masyarakatnya. Identitas yang telah tertanam bagi setiap individu yang tinggal di
daerah ini tercermin adanya identitas etnis yang menggambarkan mereka adalah berasal dari etnis Mandailing. Simbol-simbol ataupun identitas dapat berubah dari
waktu ke waktu karena hal tersebut merupakan produk proses sosial yang tanamkan melalui sosialisasi. Sehingga perlu adanya strategi untuk mempertahankan identitas etnis yang telah tertanam bagi masyarakat yang tinggal
di daerah perantauan. Salah satu usaha yang dilakukan yaitu membentuk sebuah asosiasi yang berbasis etnis untuk mengekspresikan identitas etnis lewat berbagai media dan simbol-simbol kehidupan budaya. Pengungkapan identitas ini sering
dilakukan secara aktif dan sadar seperti memakai pakaian adat, bahasa daerah, marga.
2.2 Kelompok Sosial, Asosiasi dan Institusi dalam Masyarakat
Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup bersama dalam
kurun waktu tertentu. Di dalam kehidupan masyarakat membutuhkan orang lain sehingga menimbulkan suatu hal yang disebut interaksi sosial. Kelompok sosial
Berdasarkan teori dalam masyarakat Gemeinschaft menurut Ferdinand Tonnies adalah sebagai berikut:
“Gemeinschaft merupakan bentuk kehidupan bersama, dimana antar anggotanya mempunyai hubungan batin murni yang sifatnya alamiah dan kekal. Dasar hubungannya, yaitu rasa cinta dan persatuan batin yang nyata dan organis” (Narwoko, 2010).
Pada penelitian ini terkait Gemeinschaft yaitu Gemeinschaft of place yaitu
paguyuban berdasarkan tempat tinggal dan Gemeinschaft by blood yaitu paguyuban berdasarkan ikatan darah atau keturunan contohnya keluarga,
kelompok kekerabatan, masyarakat perantauan. Masing-masing kelompok sosial terbentuk ketika masing-masing individu di dalamnya memiliki persamaan karena
berada di satu tempat tinggal yang sama ataupun satu keturunan (Syamsudi, 2012).
Setiap kelompok sosial telah mengembangkan pola-pola interaksi yang
baik, sehingga dapat menjamin ketertiban interaksi sesama warga. Permasalahan muncul ketika individu-individu tersebut bertemu dengan individu dari kelompok lain yang mempunyai identitas berbeda dengan dirinya.
Kelompok sosial terbentuk karena adanya ciri yang ditentukan oleh kelompok itu sendiri, yang kemudian membentuk pola tersendiri dalam hubungan
interaksi sesamanya. Dalam hal ini sebuah kelompok sosial yang dibentuk berdasarkan etnis sehingga membentuk sebuah kelompok etnis (Barth, 1969). Kelompok etnis ini dikenal sebagai suatu populasi yang :
1. Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan
2. Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa
3. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri
4. Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.
Ditinjau dari segi sosial, kelompok etnis dapat dipandang sebagai suatu tatanan sosial. Dari defenisi kelompok etnis di atas yaitu menentukan ciri khasnya sendiri yang dapat dilihat oleh kelompok lain.
“Ciri asal yang bersifat kategoris (Categorical ascription) adalah ciri khas yang mendasar dan secara umum menentukan seseorang termasuk kelompok etnik mana, dan ini dapat diperkirakan dari latar belakang asal-usulnya. Kelompok-kelompok etnis sebagai tatanan sosial terbentuk bila seseorang menggunakan menggunakan identitas etnis dalam mengkategorikan dirinya dan orang lain untuk tujuan interaksi” (Barth, 1969).
Dalam pengkategorian seseorang menggunakan identitas etnis perlu dipertimbangkan perbedaan ciri ataupun tanda dan nilai- nilai dasar yang dimilikinya. Tanda atau gejala yang tampak yaitu bentuk budaya yang bersifat
membedakan yang biasanya digunakan untuk menentukan identitas seseorang misalnya pakaian, bahasa, dan gaya hidup secara umum. Nilai-nilai dasar misalnya standar moral yang digunakan untuk menilai perilaku seseorang. Dengan
masuknya seseorang ke dalam suatu kelompok etnik, ia akan menjadi seseorang dengan identitas dasar tertentu dan ini berarti ia akan dinilai dan menilai dirinya
sendiri berdasarkan standar yang relevan dengan identitas dasar tersebut.
Pada dasarnya, kelompok etnik mengacu pada kelompok dengan kesamaan keturunan, sejarah dan identitas budaya seperti kesamaan tradisi, nilai, bahasa,
pola perilaku masyarakatnya (Wirutomo, 2012). Kelompok etnik bukan semata-mata ditentukan oleh wilayah yang didudukinya, berbagai cara digunakan untuk
terus menerus. Kelompok etnik sebagai suatu populasi yang mempunyai
nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaannya dalam suatu bentuk budaya.
Kelompok sosial dalam masyarakat adalah kelompok terkecil yang ada dalam kehidupan masyarakat, sehingga diatas kelompok sosial ataupun tingkat selanjutnya yaitu Asosiasi. Asosiasi merupakan sebuah ikatan ataupun organisasi
yang terbentuk atas persekutuan antara dua orang atau lebih yang menunjukkan adanya interaksi ataupun hubungan orang perorangan secara formal dan informal.
Dalam hal ini asosiasi yaang terbentuk seperti organisasi sosial yang dibentuk berdasarkan kesamaan tujuan yaitu mempererat silaturahmi dan
mempertahankan identitas etnis baik tradisi dan adat istiadat yang sudah ada agar tetap lestari. Sehingga untuk mempertahankan identitas etnisnya mereka membentuk suatu organisasi sosial yang berupa ikatan berdasarkan etnis yang
dimiliki, seperti ikatan yang dibentuk oleh masyarakat Mandailing di daerah perantauan yaitu berdasarkan nama marga dan nama kampung halaman ataupun daerah asal. Contoh parsadaan magadolok, persatuan keluarga batubara, Ikatan
Kelurga Batahan Sekitar (IKKBS), Ikatan Marga Nasution (IKANAS). Dalam hal ini pembentukan asosiasi atau organisasi yang berbasis etnis sebagai salah satu
strategi untuk mempertahankan identitas etnis yang dijadikan sebagai wadah untuk mengekspresikan identitas etnis.
Asosiasi-asosiasi yang telah terbentuk dalam masyarakat baik berdasarkan
marga, asal daerah, dan nama kampung halaman terhimpun dalam sebuah institusi. Institusi sebuah lembaga sosial yang terbesar dalam kehidupan
dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara
hubungan-hubugan tersebut serta pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya.
Dalam penelitian ini institusi yang akan difokuskan yaitu HIKMA (Himpunan Keluarga Besar Mandailing) yang dibentuk masyarakat Mandailing khususnya masyarakat yang tinggal di perantauan. HIKMA sebagai lembaga
sosial masyarakat yang tebesar diantara perkumpulan-perkumpulan masyarakat Mandailing. Sehingga memiliki misi untuk menhimpun semua
perkumpulan-perkumpulan Mandailing yang telah terbentuk dalam masyrakat baik berdasarkan marga, asal daerah dan nama kampung halaman menyatu menjadi satu yaitu
Himpunan Keluarga Besar Mandailing. Sehingga masyarakat Mandailing tidak terpecah-pecah, namun bersatu dalam sebuah wadah institusi berbasi etnis yaitu HIKMA (Himpunan Keluarga Besar Mandailing).
Sesuai dengan salah satu tugas HIKMA (Himpunan Keluarga Besar Mandailing) yaitu menghimpun keluarga besar Mandailing untuk bersatu dalam rangka melestarikan adat budaya serta mengangkat harkat martabat keluarganya
yaitu keluarga besar Mandailing.
2.3 Identitas Etnis
Identitas atau konsep diri didefenisikan sebagai keseluruhan pemikiran dan perasaan tentang dirinya sendiri sebagai objek. Identitas menyangkut seluruh
aspek sosial dan budaya, jadi identitas sepenuhnya merupakan konstruksi sosial yang dibentuk berdasarkan proses sosialisasi. Singkatnya identitas adalah tentang
bukanlah suatu hal yang paten yang kita miliki, melainkan suatu proses yang
merupakan hasil dari proses sosial. Dan identitas sebagai produk sosial. Diri (self) akan mempengaruhi masyarakat melalui perilaku secara individual yang dengan
demikian membentuk berbagai kelompok, organisasi, jaringan dan institusi. Menggunakan ide-ide dari interaksionis simbolik dari Geroge Herbert Mead, Jenkins (dalam Anggraheni, 2009) berargumen bahwa identitas terbentuk melalui
proses sosialisasi. Melalui proses ini orang belajar untuk membedakan persamaan dan perbedaan signifikan secara sosial antara mereka dengan orang lain. Identitas
seseorang selalu dibentuk dalam hubungan dengan orang lain (Anggraheni, 2009).
Dengan menggunakan pendekatan interaksionisme simbolik, suatu fenomena dalam lingkungan sosial akan lebih mudah dipahami melalui defenisi individu atau interpretsi diri sendiri, orang lain dan bahkan situasi melalui
identifikasi makna-makna yang diberikan aktor pada lingkungannya, untuk memahami mengapa melakukan sesuatu dengan cara mereka sendiri.
Istilah etnis berasal dari bahasa yunani kuno, ethos yang berarti sejumlah orang berbeda yang tinggal dan bertindak bersama-sama. Identitas etnis merupakan bentuk spesifik dari identitas budaya. Identitas etnis bisa dilihat
sebagai sebuah kumpulan ide tentang satu kepemilikan keanggotaan kelompok etnis (Lubis, 2012). Hal ini menyangkut beberapa dimensi yaitu:
1. Identifikasi diri sendiri
Memiliki sebuah identitas etnis berarti mengalami sebuah perasaan
memiliki pada suatu kelompok dan mengetahui sesuatu tentang pengalaman yang dibagi pada anggota kelompok. Setiap suku masing-masing memiliki identitas
yang berbeda dan kategori kesukuan (etnisitas) sebagai klasifikasi orang-orang dalam konteks identitas umum yang paling dasar (basic most general identity), yang ditentukan oleh asal dan latar belakang orang itu. Simbol ataupun atribut
penting yang pada dasarnya mengidentifikasi etnisitas adalah faktor-faktor primordial seperti bahasa daerah, adat istiadat, nilai-nilai simbolik, agama dan
teritorial. Setiap etnis memiliki identitas umum yang paling dasar yang membentuk kesamaan antara orang-orang dalam satu etnis tersebut.
Identitas umum tersebut juga membentuk perbedaan dengan orang-orang di luar etnisnya dan identitas tersebut terlihat sehingga menciptakan sesuatu yang khas dan unik. Identitas merupakan hal yang dinamis dan beragam, artinya
identitas bukanlah suatu hal yang statis, namun pada suatu saat bisa berubah. Sama halnya dengan identitas etnis yang bisa saja mengalami perubahan. Sehingga perlu adanya penguatan kelompok dalam mempertahankan identitas
etnis, khususnya masyarakat Mandailing perantauan yang tinggal di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung.
Setiap etnis memberi identitas kepada sekelompok orang tertentu sehingga mudah memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam masing-masing etnis tersebut paling tidak mampu untuk mengidentifikasi identitas dari masing-masing
yaitu adanya penggunaan bahasa yang mempunyai aksara tersendiri dari
masing-masing etnis.
2. Pakaian dan penampilan
Pakaian dan penampilan ini meliputi pakaian dan dandanan luar juga dekorasi tubuh yang cenderung berbeda-beda.
3. Makanan
Dalam hal ini termasuk kebiasaan makan, cara memilih, menyiapkan,
menyajikan dan memakan makanan sering berbeda antara etnis yang satu dengan etnis yang lainnya.
4. Waktu dan kesadaran akan waktu
Kesadaran akan waktu berbeda antara etnis yang satu dengan yang lainnya. Sebagian orang tepat waktu dan sebagian lainnya merelatifkan
waktu.
5. Penghargaan dan pengakuan
Ini merupakan salah satu cara untuk mengamati suatu etnis dengan
memperhatikan cara dan metode memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan baik dan keberanian.
6. Hubungan-hubungan manusia dan organisasi
Hubungan-hubungan ini mengatur hubungan manusia dan hubungan-hubungan organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan,
Berdasarkan suatu sistem nilai yang dianutnya, suatu kelompok etnis
menentukan norma-norma perilaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Aturan ini berkenaan dengan berbagai hal, mulai dari etika kerja atau
kepatuhan, atau kebolehan bagi anak-anak.
8. Rasa diri dan ruang kenyamanan yang dimiliki seseorang
Identitas yang dimiliki seseorang atas dirinya bisa diekspresikan secara
berbeda oleh kelompok etnis masing-masing. Beberapa kelompok etnis sangat terstruktur dan formal, sementara kelompok etnis lainnya lebih
informal, dan beberapa kelompok etnis sangat tertutup tetapi ada juga budaya yang lebih terbuka dan berubah
9. Proses mental dan belajar
Beberapa etnis menekankan aspek perkembangan otak ketimbang aspek lainnya sehingga orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan yang
mencolok dalam cara orang-orang berfikir dan belajar.
2.4 Strategi Penguatan Identitas Etnis
Setiap etnis yang merantau ke Kota Medan mempunyai kecenderungan untuk mempertahanakan identitasnya seperti dalam penggunaan bahasa daerah
apabila berjumpa dengan kelompok etnisnya (Lubis 2012 : 16). Jadi Setiap kelompok etnis membutuhkan usaha untuk mempertahankan identitas etnisnya lewat berbagai media dan simbol-simbol budaya. Identitas etnik tetap dilestarikan
adat istiadatnya di perantauan. Salah satu organisasi etnis yang ada di Kota Medan
adalah organisasi Aceh Sepakat dari etnis Aceh.
Dalam penguatan identitas etnis terdapat beberapa strategi yang bisa
digunakan untuk dapat mempertahankan identitas etnis di perantauan yaitu :
1. Strategi sosial budaya
Strategi sosial budaya merupakan sebuah cara ataupun usaha dalam mempertahankan identitas etnis melaui aspek sosial dan budaya
masyarakat Mandailing perantauan. Koentjaraningrat menjelaskan bahwa gerak migrasi yang telah mempertemukan berbagai kelompok manusia
dengan kebudayaan yang berbeda-beda, sehingga terjadi pengenalan mereka dengan unsur-unsur kebudayaan asing. Sehingga perlu adanya strategi sosial budaya dalam mempertahankan identitas etnis di
perantauan. Budaya asal yang tebawa ke Kota Medan menyebabkan dibentuknya kelompok-kelompok sosial atau asosiasi baik itu berdasarkan marga, asal daerah untuk melestarikan budaya asalnya. Hal ini dapat
dilihat pada acara-acara adat seperti siluluton ( upacara duka cita) dan siriaon (upacara suka cita), prosesi pernikahan adat. Selain budaya terlihat juga dalam hal sosial yaitu upaya memberi pekerjaan bagi migran asal yang masih menganggur di perantauan (Dlt, 2007).
Usman Pelly dalam bukunya yang berjudul Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minagkabau dan Mandailing (1994) berpendapat bahwa masyarakat yang tinggal di perantauan sangat
etnik dan mengadaptasikan masing-masing budaya tersebut kepada
tuntutan-tuntutan lingkungan perkotaan (Armanda, 2007). Penelitian Pelly (1980) dalam Jessica (2012) menunjukkan bahwa “misi budaya”
mempengaruhi pekerjaan dan letak permukiman perantau Etnis Mandailing. Misi budaya yang dimaksud adalah adanya seperangkat tujuan yang diharapkan dapat dicapai oleh para perantau. Sebagai contoh
etnis Mandailing memiliki misi “membangun kerajaan”, yakni menguasai daerah yang didatanginya sehingga lebih memilih pekerjaan di bidang
pemerintahan dan kepegawaian. Maka dengan strategi ini bisa dijadikan sebagai salah satu cara untuk dapat mempertahankan identitas etnis
misalnya dalam hal pekerjaan, pendidikan, tetap menggunakan marga di perantauan, penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan di perantauan dan pelestarian adat budaya Mandailing.
Selain hal tersebut strategi sosial budaya menyangkut nilai-nilai sosial budaya. Karena setiap kelompok masyarakat mempunyai ketentuan-ketentuan yang harus diikuti dan dipatuhi oleh warganya untuk mencapai
kesejahteraan. ketentutan-ketentuan tersebut didasari oleh falsafah hidup yang merupakan nilai luhur dari masyarakat itu sendiri. Nilai-nilai sosial
budaya sudah menjadi jiwa dari masyarakat tersebut.
Demikian juga halnya dengan Masyarakat Mandailing mempunyai nilai-nilai yang sudah melekat dalam dirinya. Nilai-nilai sosial sebagai
yang tidak pernah hapus yaitu tidak dapat dilihat mata tapi telah tertanam
dalam hati artinya tidak tertulis tetapi sudah tertanam dalam jiwa dan kita tetap bisa membacanya. Dalam buku ini termasuk di dalamnya adat
istiadat, budaya Etnis Mandailing, nilai sosial seperti poda na lima, Huruf Tulak-tulak atau aksara Mandailing, dan Dalihan na tolu.
2. Strategi politik
Di masa modern ini hampir dapat dipastikan bahwa tak seorang pun dapat melepaskan diri dari pengaruh politik. Sehingga pertama kali
mereka yang kurang berkemampuan mengikatkan diri di dalam kelompok ataupun organisasi (Sanit, 1985). Dalam hal ini ada organisasi masyarakat
yang bergerak di bidang sosial-ekonomi dan ada pula yang mengkhususkan diri dalam kegiatan politik, dan ada pula kedua kegiatan tersebut dilakukan oleh sebuah organisasi. Dalam mengeekspresikan
identitas etnis memerlukan sebuah wadah sebagai tempat yang bisa mengatur dan menghimpun masyarakat untuk bisa bersatu.
Dalam penelitian ini peneliti akan melihat organisasi etnis yang ada
di Kelurahan Bandar Selamat yaitu Himpunan Keluarga Besar Mandailing (HIKMA). HIKMA (Himpunan Keluarga Besar Mandailing) merupakan
lembaga yang menghimpun keluarga besar Mandailing, sehingga HIKMA bukan organisasi parsadaan (persatuan) baik marga, asal daerah dan lainnya. Tetapi HIKMA adalah organisasi sosial kemasyarakatan yang
berbasis etnis.
Pada penelitian ini Strategi Politik merupakan cara atau usaha yang
aspek politik. Dalam hal ini bergabung dengan partai politik atau masuk
sebagai anggota politik. Di Kota Medan Etnis Mandailing umumnya mendominasi instansi-instansi pemerintahan. Dengan adanya dominasi ini
menyebabkan adanya pengakuan dalam seluruh lingkungan pluralis. Sehingga strategi ini menjadi salah satu cara untuk dapat mempertahankan identitasnya. Identitas etnis memainkan peranan penting dalam
perpolitikan. Institusi, aktor, dan budaya lokal juga memainkan peran di dalam politik (Klinken, 2007). Sebagai contoh strategi politik ini bisa
digunakan yaitu membawa identitas sebagai pendekatan saat kampanye di tengah-tengah pluralitas seperti Kota Medan. Mereka lebih menekankan
pada pendekatan kekerabatan, kemargaan dan sejarah keluarga.
Berdasarkan hasil penelitian Ahmad Hidayah Dlt 2007 yang
berjudul “Faktor Ekonomi dan Keinginan Berprestasi Masyarakat Padang
Lawas Berimigrasi ke Kota Medan” menunjukkan bahwa Meskipun masyarakat Tapanuli Selatan berada di Kota Medan mereka tetap mempertahankan identitas etnis dan budaya asal masih tetap dilestarikan
pada masyarakatnya di perantauan. Meskipun mereka telah lama menetap, akan tetapi hubungan kekerabatan mereka masih dijaga dengan baik.
mereka senantiasa mendahulukan kelompok kekerabatan mereka, inilah yang menyebabkan mengapa mereka (para migran) selalu berjuang untuk menduduki posisi penting di pemerintahan, BUMN, maupun perusahaan
Swasta lainnya. Karena dengan upaya-upaya itu mereka yang telah menetap (migran permanent) dapat membantu dengan memberikan
mendapatkan pekerjaan. Ini meruapakan salah satu strategi politik yang
digunakan Etnis Mandailing sehingga walaupun status mereka hanya pendatang tapi mereka bisa menonjol di instansi-instansi pemerintahan
Kota Medan.
Dalam masyarakat Toba terdapat konsep politik yang dijadikan sebagai pedoman ataupun cita-cita hidup dalam masyarakat yaitu
hamoraon (kekayaan), hasangapon (kehormatan), hagabeon (anak atau keturunan). Konsep ini digunakan sebagai inspirasi untuk keberhasilan
masing-masing masyarakatnya.
Pada penelitian ini, peneliti akan menganalisis konsep-konsep yang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif diartikan sebagai pendekatan penelitian yang menghasilkan berupa data, tulisan, dan tingkah laku
yang didapat dan apa yang diamati serta untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian.
Bogdan mendefenisikan studi kasus adalah sebuah kajian yang rinci atas
suatu latar atau peristiwa tertentu. Jadi penelitian ini mempelajari secara intensif latar belakang keadaan dan interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu
kelompok, lembaga atau masyarakat (Idrus, 2009). Jenis penelitian menggunakan pendekatan kualitatif karena analisis data yang dilakukan tidak untuk menerima atau menolak hipotesis melainkan berupa deskripsi atas gejala-gejala yang
diamati, yang tidak selalu harus berbentuk angka-angka atau koefisien antarvariabel (Wirartha). Pelaksanaannya tidak terbatas kepada pengumpulan
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan
Tembung Kota Medan. Wilayah Kecamatan Medan Tembung terdapat beberapa Kelurahan diantaranya Kelurahan Tembung, Kelurahan Bandar Selamat, Kelurahan Indra Kasih, Kelurahan Siderejo, Kelurahan Siderejo Hilir, Kelurahan
Bantan, Kelurahan Bantan Timur. Alasan peneliti memilih lokasi ini dikerenakan dari tujuh kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Tembung tidak semua
kelurahan mayoritas penduduknya etnis Mandailing, hanya ada beberapa kelurahan saja yang menjadi lokasi tempat tinggalnya mayoritas masyarakat
Mandailing salah satunya adalah Kelurahan Bandar Selamat. Sesuai dengan judul penelitian maka lokasi ini sangat cocok untuk dijadikan sebagai lokasi penelitian karena rata-rata masyarakat Mandailing yang tinggal di Kelurahan ini adalah
masyarakat pendatang yang merantau dari luar Kota Medan. Sehingga penelitian ini melihat bagaimana strategi penguatan kelompok dalam mempertahankan identitas etnis khususnya masyarakat Mandailing di perantauan sehingga mereka
bisa mengekspresikan identitas etnis mereka di tengah-tengah masyarakat majemuk.
3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis
Unit analisis adalah satuan yang diperhitungkan sebagai subyek penelitian. Salah satu ciri dan karakteristik dari penelitan sosial adalah
yang lazim digunakan pada penelitian sosial yaitu individu, kelompok dan sosial.
Adapun yang menjadi unit analisis dan objek kajian dalam penelitian ini adalah masyarakat mandailing yang tinggal di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan
Medan Tembung.
3.3.2 Informan
Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam
penelitian yang merupakan sumber informasi yang aktual dalam menjelaskan tentang masalah penelitian. Pemilihan informan peneliti menggunakan teknik
purposive Sampling untuk menentukan subjek penelitian. Teknik purposive Sampling digunakan jika dalam pemilihan informan peneliti menggunakan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sehingga peneliti menentukan beberapa kriteria informan (Idrus, 2009). Adapun yang menjadi informan sebagai sumber informasi untuk memperoleh data dari penelitian ini adalah:
1. Perantau yang berasal dari wilayah Mandailing 2. Perantau yang telah merantau lebih dari 5 tahun
3. Mengetahui identitas etnis Mandailing misalnya masih menggunakan marga,
pandai bahasa Mandailing
4. Menguasai adat budaya mandailing
5. Masih memiliki hubungan dengan kampung halaman atau daerah asal 6. Aktif atau ikut terlibat di organisasi /asosiasi masyarakat Mandailing
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data atau informasi dalam penelitian di lapangan,
dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat menjelaskan dan
menjawab permasalahan-permasalahan yang bersangkutan. Dalam proses pengumpuan data peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data agar
mendapat kesesuaian dengan kebutuhan si peneliti dalam mengolah data dan informasi yang telah diperoleh dilapangan. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, yang
dapat digolongkan sebagai berikut:
3.4.2 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari obyek
penelitian melalui observasi dan wawancara. Oleh karena itu untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara penelitian lapangan yaitu :
1.Observasi
Observasi merupakan kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indera mata sebagai alat bantu utamanya, selain itu panca indera yang dapat
digunakan juga adalah telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Oleh karena itu observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatan melalui
hasil kerja panca indera serta dibantu dengan panca indera lainnya. Adapun yang menjadi bahan observasi dalam penelitian ini adalah pengamatan langsung kepada masyarakat mandailing yang tinggal di Kelurahan Bandar Selamat mengenai
strategi penguatan kelompok dalam mempertahankan identitas etnis. Dalam hal ini peneliti akan menggali informasi terkait ekspresi identitas etnis melalui
2.Wawancara Mendalam
Wawancara yaitu proses tanya jawab secara langsung ditujukan kepada informan dilokasi penelitian dengan menggunakan alat bantu rekam/ tape
recorder. Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai. Wawancara
mendalam dilakukan berkali-kali dengan membutuhkan waktu yang lama bersama informan di lokasi penelitian, dalam artian pewawancara terlibat dalam kehidupan
sosial di lokasi penelitian (Bungin, 2006). Wawancara terhadap informan ditujukan untuk memperoleh data dan informasi secara lengkap tentang ekspresi
identitas etnis melalui asosiasi etnis sebagai salah satu strategi penguatan kelompok dalam mempertahankan identitas etnis khususnya pada masyarakat mandailing perantauan yang tinggal di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan
Medan Tembung.
3.4.3 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Data ini sebagai salah satu aspek pendukung keabsahan
penelitian. Data ini berupa sumber-sumber atau referensi tertulis yang berhubungan dengan permasalahn penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan
dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku referensi, skripsi, dokumen majalah, jurnal dan bahan dari situs-situs internet dan
3.5 Interpretasi Data
Interpretasi data atau penafsiran data merupakan suatu kegiatan
menggabungkan antara hasil analisis dengan permasalahan penelitian untuk menemukan makna yang ada dalam permasalahan. Bogdan dan Biklen (Moleong, 2006 : 248) dikutip dalam skripsi Novi Khairani tahun 2010 menjelaskan
interpretasi data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain.
Interpretasi data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia yang didapat melalui observasi, wawancara, dan juga dokumentasi. Setelah itu
kemudian data akan dipelajari dan ditelaah kembali menggunakan teori yang digunakan dan di interpretasikan secara kualitatif untuk menganalisis permasalahan tersebut.
Interpretasi data dimulai dengan seluruh data-data yang telah diperoleh dalam penelitian ini baik melaui observasi, wawancara, dokumentasi dan cataan
dilapangan akan diinterprestasikan berdasarkan dukungan teori dalam kajian pustaka, kemudian data tersebut akan diatur, diurutkan, dikelompokkan ke dalam kategori, pola atau uraian tertentu. Disini peneliti akan megelompokkan data-data
yang diperoleh dari hasil wawancara dan sebagainya, selanjutnya akan dipelajari dan ditelaah secara saksama agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik dan
3.6 Jadwal Kegiatan
No. Kegiatan
Bulan Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Pra Proposal √
2. ACC Judul √
3. Penyusunan
Proposal Penelitian
√ √ √
4. Seminar Proposal Penelitian
√
5. Penelitian Lapangan
√
6. Pengumpulan dan Analisis Data
√ √ √
7. Bimbingan Skripsi √ √ √
8. Penulisan Laporan Akhir
√ √ √