ANALISA DAN EKSPERIMENTAL TEKUK KOLOM GANDA KONSTRUKSI KAYU PANGGOH DENGAN KLOS DAN SAMBUNGAN BAUT
(EKSPERIMENTAL)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian
Sarjana Teknik Sipil
WILLIAM ARTHUR Y BANGUN 08 0404 162
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu LEMBAR PENGESAHAN
ANALISA DAN EKSPERIMENTAL TEKUK KOLOM GANDA KONSTRUKSI KAYU PANGGOH DENGAN KLOS DAN SAMBUNGAN BAUT
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menempuh Colloqium Doctum / Ujian Sarjana Teknik Sipil
Dikerjakan oleh:
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Bapa dan anaknya yang tunggal
Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kasih dan berkat-Nya hingga terselesainya tugas
akhir ini dengan judul “Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi
Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut”.
Penulisan tugas akhir disusun untuk diajukan sebagai syarat yang harus dipenuhi
untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik, Universitas Sumatera
Utara. Penulis berharap tugas akhir ini dapat membantu dan mendorong mahasiswa/i maupun
pembaca yang ingin melakukan penelitian mengenai tekuk kayu maupun teknik
pengembangannya.
Dengan rendah hati penulis mohon maaf jika dalam penulisan tugas akhir ini masih
terdapat kekurangan dalam penulisan maupun perhitungan. Penulis sangat mengharapkan
ketersedian para pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang membangun dalam
penyempurnaan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai
pihak, tugas akhir ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih, penulis
ucapan kepada:
1. Allah Bapa yang sangat baik, yang sudah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menikmati setiap perkuliahan hingga selesai.
2. Bapak Ir. Besman Surbakti, MT selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
memberikan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan memberikan saran
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu 3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik USU.
4. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
USU.
5. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan dan Bapak M. Agung Putra Handana, ST, MT,
selaku dosen pembanding yang telah memberikan kritikan, saran, dan nasehat yang
membangun.
6. Bapak/ Ibu Dosen Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil USU.
7. Kepada Pegawai administrasi dan pegawai-pegawai lainnya dalam Jurusan Teknik Sipil
USU.
8. Kepada pegawai dan asisten dari Laboratorium Departemen Teknik Mesin Politeknik
Medan.
9. Untuk keluargaku tercinta, terutama kepada kedua orangtua penulis Bapak Persediaan
Bangun dan Ibu Muly Kata Sebayang yang selalu memberikan dukungan, motivasi,
semangat, nasehat, doa, dan materi. Tanpa dukungan mereka saya tidak dapat
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
10. Kepada kakak Shelviana Oktoviani Bangun dan abang Bastrand Natanael Bangun
tersayang, yang mendukung dalam penyelesaian tugas akhir ini.
11. Kepada almarhum Nenek Biring yang tidak hentinya memberikan dukungan dalam doa
semasa hidupnya kepada penulis.
12. Kepada istri Lisbeth Berliana Sitanggang br. Sebayang dan anak saya Rafael Kiras
Bangun. yang telah mendukung, mendoakan, dan memberi semangat pada penulis dalam
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu 13. Sahabat-sahabat angkatan 2008 terkhusus Mutiara S. Sinulingga, Junmiflin Sihite, Arvan
P. Siagian, Asrilchan J. Sihotang, Samuel F. Pardede, Boy C. Ginting, Andreanus M.
Tambunan, Rivayando Sinaga, adik angkatan 2009, adik angkatan 2010,
adik-adik angkatan 2011 terkhusus Candra Hutagaol dan Ari Pinem.
Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
Medan, Januari 2014
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu ANALISA DAN EKSPERIMENTAL TEKUK KOLOM GANDA KONSTRUKSI
KAYU PANGGOH DENGAN KLOS DAN SAMBUNGAN BAUT (EKSPERIMENTAL)
ABSTRAK
Penelitian ini mengenai kolom ganda konstruksi kayu panggoh dengan klos dan sambungan baut. Kayu panggoh merupakan nama lain untuk teras kayu dari pohon aren (Arenga pinnata) di wilayah Sumatera Utara, khususnya pada Kabupaten Karo. Dalam pengujian ini kayu panggoh ganda dari aren dengan klos yang disambung dengan baut diberi perletakan sendi-sendi dan diberikan pembebanan secara aksial pada kedua ujungnya.
Perencanaan kolom ganda dengan klos yang disambung dengan baut direncanakan dengan metode kuat elastis, kuat kritis, dan kuat batas (ultimate strength design). Ukuran penampang kayu utama yang digunakan yaitu 2 x (3 cm x 6 cm), untuk penampang klos berukuran 3 cm x 6 cm, dan menggunakan baut ½ inci sebagai penyambungnya. Kolom ganda dibuat 1 sampel yang dirancang dengan metode ultimate dengan panjang bentang 2 m. Hasil pengujian pada laboratorium diperoleh beban runtuh 12.000 ton dengan = 333,333 kg/cm2 dan secara teoritis beban runtuh menurut SNI 2002 adalah 6.864,9202 ton dengan = 794,748 kg/cm2. Beban elastis yang diperoleh dalam pengujian adalah 8.000 ton dengan = 222,222 kg/cm2 dan secara teoritis beban elastis menurut PKKI 1961 adalah 4.893,199 ton dengan = 353,221 kg/cm2. Beban kritis yang diperoleh dalam pengujian adalah 10.000 ton dengan = 277,778 kg/cm2 dan secara teoritis beban elastis menurut PKKI 1961 adalah
5.533,6096 ton dengan = 153,7165 kg/cm2
. Nilai perbandingan hasil penelitian dan teoritisnya sebesar 1,7480. Dari hasil pengamatan tidak terjadi keretakan pada sambungannya, hal ini menunjukkan pada titik penyambung cukup kuat dalam menahan beban aksial yang diberikan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran perbandingan kuat tekuk kolom ganda kayu panggoh dengan klos dan sambungan baut. Dari hasil penelitian ini diharapkan kolom ganda kayu panggoh dengan klos dan sambungan baut dapat digunakan sebagai bahan alternatif konstruksi bangunan sederhana, terutama pada konstruksi rumah yang intensitas gempanya sedang maupun tinggi. Harga pembuatan yang relatif murah dan jumlah sumber dayanya yang cukup banyak merupakan faktor lain yang dapat diperhitungkan untuk konstruksi alternatif ini.
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ... ii
Kata Pengantar ... iii
Abstrak ... vi
Daftar Isi... vii
Daftar Tabel ... x
Daftar Gambar ... xii
Daftar Notasi ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Tujuan Penelitian ... 4
1.3.Perumusan Masalah ... 5
1.4.Metode Penelitian ... 5
1.5.Batasan Masalah ... 5
1.6.Mekanisme Pengujian ... 6
BAB II STUDI PUSTAKA... 8
2.1.Kayu ... 8
2.1.1.Kayu Panggoh ... 9
2.1.1.1. Sifat Fisis ... 10
2.1.1.2. Sifat Mekanis ... 12
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu
2.1.3.Pemilahan (Grading) ... 17
2.2.Kolom ... 21
2.3.Stabilitas Struktur Kolom ... 26
2.4.Teori Euler ... 27
3.1.Persiapan dan Pelaksanaan Pengujian ... 48
3.1.1.Persiapan Pengujian ... 48
3.1.2.Pelaksanaan Pengujian ... 48
3.1.2.1. Pemeriksaan Kadar Air ... 49
3.1.2.2. Pemeriksaan Berat Jenis ... 50
3.1.2.3. Pengujian Kuat Lentur dan Elastisitas ... 50
3.1.2.4. Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat ... 52
3.1.2.5. Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat ... 53
3.1.2.6. Pengujian Kuat Geser Sejajar Serat ... 54
3.2.Rangka Dudukan Benda Uji ... 55
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu
3.4.Alat Pengukur ... 59
3.5.Proses Pengujian Benda Uji ... 60
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 63
4.1.Hasil Pengujian Mechanical Properties ... 63
4.1.1.Hasil Pengujian Kadar Air... 63
4.1.2.Hasil Pengujian Berat Jenis ... 64
4.1.3.Hasil Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat ... 66
4.1.4.Hasil Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat ... 67
4.1.5.Hasil Pengujian Kuat Geser Sejajar Serat ... 68
4.1.6.Hasil Pengujian Elastisitas dan Kuat Lentur Kayu ... 69
4.2.Perencanaan Batang Ganda Dengan Klos dan Baut Berdasarkan Kuat Lentur.. 76
4.3.Pengujian Tekuk Batang Ganda... 81
4.4.Perbandingan Hasil Pengujian Laboratorium Dengan Analisis Teori Euler ... 83
4.5.Pembahasan Hasil Pengujian ... 88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
5.1.Kesimpulan ... 90
5.2.Saran ... 92
Daftar Pustaka ... xvi
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu
DAFTAR TABEL
BAB I
Tidak terdapat tabel
BAB II
Tabel 2.1. Nilai kuart acuan (MPa) berdasarkan pemilahan secara mekanis pada kadar air
15% (Anonim, 2002) ... 18
Tabel 2.2. Nilai rasio tahanan (Anonim, 2002) ... 20
Tabel 2.3. Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu (Anonim, 2002) ... 21
Tabel 2.4. Konstanta klos tumpuan (Anonim,2002) ... 36
Tabel 2.5. Tahanan lateral acuan baut atau pasak (Z) untuk satu alat pengencang dengan satu irisan yang menyambung dua komponen (Ali Awaludin, 2005) ... 39
Tabel 2.6. Tahanan lateral acuan baut atau pasak (Z) untuk satu alat pengencang dengan dua irisan yang menyambung tiga komponen (Ali Awaludin, 2005) ... 40
Tabel 2.7.(a) Kuat tumpuan kayu (Fe) dalam N/mm2untuk baut ½” (Ali Awaludin, 2005) ... 42
Tabel 2.7.(b) Kuat tumpuan kayu (Fe) dalam N/mm2untuk baut 5/8” (Ali Awaludin, 2005) ... 42
Tabel 2.7.(c) Kuat tumpuan kayu (Fe) dalam N/mm2untuk baut ¾” (Ali Awaludin, 2005) ... 43
Tabel 2.8. Jarak tepi, jarak ujung, dan persyaratan spasi untuk sambungan dengan baut (Ali Awaludin, 2005) ... 43
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu BAB III
Tidak terdapat tabel
BAB IV
Tabel 4.1. Hasil pengujian kadar air kayu... 63
Tabel 4.2. Hasil pengujian berat jenis kayu ... 64
Tabel 4.3. Hasil pengujian kuat tekan sejajar serat ... 66
Tabel 4.4. Hasil pengujian kuat tarik sejajar serat ... 67
Tabel 4.5. Hasil pengujian kuat geser sejajar serat ... 68
Tabel 4.6. Hasil pengujian elastisitas kayu ... 69
Tabel 4.6.a. Perhitungan tegangan – regangan untuk kayu sampel 1 ... 70
Tabel 4.6.b. Perhitungan tegangan – regangan untuk kayu sampel 2 ... 72
Tabel 4.6.c. Hasil regresi ketiga sampel ... 74
Tabel 4.7. Rangkuman penelitian mechanical properties (SNI 5 - 2002) ... 75
Tabel 4.8. Rangkuman penelitian mechanical properties (PKKI 1961) ... 76
BAB V
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Gambar 2.1. Batang kayu yang menerima beban lentur ... 13
Gambar 2.2. Batang kayu yang menerima gaya tarik ... 14
Gambar 2.3. Batang kayu yang menerima gaya geser ... 14
Gambar 2.4. Batang kayu yang menerima gaya tekan sejajar serat ... 15
Gambar 2.5. Batang kayu yang menerima gaya tekan tegak lurus serat ... 15
Gambar 2.6. Regangan memanjang kayu... 17
Gambar 2.7. Jenis kolom berdasarkan bentuk dan susunan tulangan ... 22
Gambar 2.8. Jenis kolom berdasarkan posisi beban pada penampang ... 23
Gambar 2.9. Kondisi perletakkan kolom ... 25
Gambar 2.10.a. Kesetimbangan stabil ... 26
Gambar 2.10.b. Kesetimbangan netral ... 26
Gambar 2.10.c. Kesetimbangan tidak stabil ... 27
Gambar 2.11. Kolom Euler ... 28
Gambar 2.12. Geometrik kolom berspasi ... 34
Gambar 2.13. Sumbu bahan dan sumbu bebas bahan batang ganda berspasi ... 34
Gambar 2.14. Bentuk – bentuk baut (ASCE, 1997) ... 38
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu
Gambar 2.16. Geometrik sambungan baut vertikal ... 45
BAB III Gambar 3.1 Sampel pemeriksaan kadar air ... 49
Gambar 3.2. Sampel pemeriksaan berat jenis ... 50
Gambar 3.3. Sampel pengujian kuat lentur dan elastisitas ... 51
Gambar 3.4. Sampel pengujian kuat tekan sejajar serat ... 52
Gambar 3.5. Sampel kuat tarik sejajar serat ... 53
Gambar 3.6. Kuat geser sejajar serat ... 54
Gambar 3.7. Penampang kolom persegi berganda dengan arah sumbu lemah ... 60
Gambar 3.8. Tampak atas benda uji... 62
BAB IV Gambar 4.1. Grafik tegangan – regangan hasil pengujian elastisitas kayu sampel 1 .. 71
Gambar 4.2. Grafik regresi linear tegangan – regangan kayu sampel 1 ... 72
Gambar 4.3. Grafik tegangan – regangan hasil pengujian elastisitas kayu sampel 2 .. 73
Gambar 4.4. Grafik regresi linear tegangan – regangan kayu sampel 2 ... 74
Gambar 4.5. Grafik hubungan pembebanan dengan penurunan ... 82
BAB V
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu
DAFTAR NOTASI
A Luas penampang kayu (m2)
b lebar penampang bahan
h Tinggi penampang bahan
BJ Berat jenis kayu (gr/cm3)
D Diameter baut
E Modulus elastisitas bahan (kg/cm2)
Ew Modulus elastisitas lentur
Fc Tegangan tekan izin
Fyb Kuat lentur baut (N/mm2)
G Berat jenis kayu pada kadar air 15%
I Momen inersia (cm4)
I Momen inersia yang diperhitungkan
Ig Momen inersia geser
KS Konstanta klos tumpuan (MPa)
L Panjang bentang
m Kadar air kayu (%)
P Gaya luar
Pcr Beban tekuk
Vg Volume basah kayu (m3)
Vx Volume sampel
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Wg Berat kering kayu basah (gr)
X Sumbu bahan
Y Sumbu bebas bahan
Z Tahanan lateral acuan baut atau pasak
fs // Kuat geser (kg/cm2)
λ Angka kelangsingan
ω Faktor tekuk
Regangan
Tegangan
tk // Tegangan tekan sejajar serat (kg/cm2)
tr // Tegangan tarik sejajar serat (kg/cm2)
ρ Kerapatan kayu (kg/m3)
π Phi radian
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu ANALISA DAN EKSPERIMENTAL TEKUK KOLOM GANDA KONSTRUKSI
KAYU PANGGOH DENGAN KLOS DAN SAMBUNGAN BAUT (EKSPERIMENTAL)
ABSTRAK
Penelitian ini mengenai kolom ganda konstruksi kayu panggoh dengan klos dan sambungan baut. Kayu panggoh merupakan nama lain untuk teras kayu dari pohon aren (Arenga pinnata) di wilayah Sumatera Utara, khususnya pada Kabupaten Karo. Dalam pengujian ini kayu panggoh ganda dari aren dengan klos yang disambung dengan baut diberi perletakan sendi-sendi dan diberikan pembebanan secara aksial pada kedua ujungnya.
Perencanaan kolom ganda dengan klos yang disambung dengan baut direncanakan dengan metode kuat elastis, kuat kritis, dan kuat batas (ultimate strength design). Ukuran penampang kayu utama yang digunakan yaitu 2 x (3 cm x 6 cm), untuk penampang klos berukuran 3 cm x 6 cm, dan menggunakan baut ½ inci sebagai penyambungnya. Kolom ganda dibuat 1 sampel yang dirancang dengan metode ultimate dengan panjang bentang 2 m. Hasil pengujian pada laboratorium diperoleh beban runtuh 12.000 ton dengan = 333,333 kg/cm2 dan secara teoritis beban runtuh menurut SNI 2002 adalah 6.864,9202 ton dengan = 794,748 kg/cm2. Beban elastis yang diperoleh dalam pengujian adalah 8.000 ton dengan = 222,222 kg/cm2 dan secara teoritis beban elastis menurut PKKI 1961 adalah 4.893,199 ton dengan = 353,221 kg/cm2. Beban kritis yang diperoleh dalam pengujian adalah 10.000 ton dengan = 277,778 kg/cm2 dan secara teoritis beban elastis menurut PKKI 1961 adalah
5.533,6096 ton dengan = 153,7165 kg/cm2
. Nilai perbandingan hasil penelitian dan teoritisnya sebesar 1,7480. Dari hasil pengamatan tidak terjadi keretakan pada sambungannya, hal ini menunjukkan pada titik penyambung cukup kuat dalam menahan beban aksial yang diberikan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran perbandingan kuat tekuk kolom ganda kayu panggoh dengan klos dan sambungan baut. Dari hasil penelitian ini diharapkan kolom ganda kayu panggoh dengan klos dan sambungan baut dapat digunakan sebagai bahan alternatif konstruksi bangunan sederhana, terutama pada konstruksi rumah yang intensitas gempanya sedang maupun tinggi. Harga pembuatan yang relatif murah dan jumlah sumber dayanya yang cukup banyak merupakan faktor lain yang dapat diperhitungkan untuk konstruksi alternatif ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebelum adanya bahan konstruksi dari beton, baja, dan kaca, bahan konstruksi yang
umum digunakan dalam kehidupan manusia adalah kayu. Selain untuk bahan konstruksi,
material ini dipakai sebagai peralatan maupun perabotan karena memiliki nilai estetika yang
tinggi.
Sampai saat ini keperluan akan kayu masih dibutuhkan oleh masyarakat luas karena
salah satu sifat kayu merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable
resource) berbeda dengan bahan konstruksi lainnya seperti beton, baja, dan kaca yang
asalnya dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resource). Selain
dari sifat asal dan estetikanya, kayu memiliki sifat keistimewaan tersendiri seperti dapat
menyerap CO2 dan melepaskan O2, mempunyai ketahanan terhadap pembebanan yang tegak
lurus maupun sejajar dengan seratnya, awet apabila dirawat, dan elastis sehingga mudah
dibentuk. Sifat seperti ini yang membuat keistimewaan dari material kayu dan tidak dimiliki
oleh bahan konstruksi lain.
Dengan perkembangan zaman sekarang ini, material kayu sudah sedikit digunakan
sebagai bahan konstruksi karena sudah digantikan dengan material lain. Oleh sebab itu,
dewasa ini diperlukan sistem pengelolaan yang baik sehingga material kayu tetap dapat
digunakan sebagai bahan konstruksi berupa (kolom), kuda-kuda atap, balok, jembatan, plat
lantai, dsb.
Tanaman aren (Arenga pinnata) atau disebut juga enau merupakan pohon yang
rumah, tulang daun untuk lidi (sapu), akar untuk obat tradisional, buah untuk bahan makanan
dan minuman apabila difermentasikan, dan batang untuk berbagai macam peralatan dan
bahan bangunan. Tanaman ini banyak terdapat hampir di seluruh wilayah Nusantara
khususnya pada daerah perbukitan dan lembah dengan ketinggian 1.400 meter diatas
permukaan laut. Namun yang paling baik berada pada ketinggian 500 – 800 meter diatas
permukaan laut dengan curah hujan lebih dari 1.200 mm setahun, sehingga tanaman ini
sangat berpotensi tumbuh pada daerah iklim sedang dan iklim basah seperti pada daerah
Sumatera Utara. Tanaman aren sesungguhnya tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus
sehingga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat, berlumpur dan berpasir, tetapi aren tidak tahan
pada tanah yang kadar asamnya tinggi (pH tanah terlalu asam) (Hatta-Sunanto, 1982).
Gambar 1.1. Kayu Aren (Arenga pinnata)
Sebelum adanya besi/baja sebagai material bangunan, di Sumatera Utara batang aren
merupakan salah satu hasil hutan yang sudah lama digunakan sebagai bahan konstruksi untuk
tiang (kolom) pada rumah adat dan beberapa masih bertahan sampai sekarang. Oleh karena
itu material ini perlu diteliti kembali dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan
Panggoh (teras kayu) dari pohon aren merupakan nama lain yang digunakan untuk
wilayah Sumatera Utara, khususnya pada Kabupaten Karo. Masyarakat Karo menggunakan
kayu panggoh untuk membuat rumah dan kebutuhan peralatan lainnya. Material ini
digunakan karena dapat menahan beban besar mengingat untuk rumah zaman dahulu
masyarakat Karo dalam satu rumah ditinggali oleh delapan kepala keluarga atau disebut
dengan rumah Siwaluh Jabu.
Tiang (kolom) kayu merupakan komponen struktur yang bertugas menahan beban
akibat tekanan aksial dan mempunyai peran penting dalam struktur bangunan. Kegagalan
kolom akan mengakibatkan runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengannya,
sama halnya dengan kerangka manusia. Hal ini disebabkan oleh panjang, lebar, bentuk, dan
tinggi suatu komponen struktur yang mempengaruhi tekukan yang akan terjadi, dan tekuk
yang terjadi dapat diatasi dengan beberapa cara seperti menggabungkan kayu dengan klos
dan dihubungkan dengan baut.
Dalam analisa perencanaan konstruksi, suatu batang dapat memikul tarik, tekan,
momen ataupun kombinasinya. Pada suatu konstruksi akibat penekanan pada suatu batang
yang mengalami gaya tekan aksial. Tekuk kolom umumnya hanya mengalami kombinasi
momen dengan tekan. Tekuk (buckling) dapat terjadi sebelum atau sesudah tegangan idiil
tercapai, maka dalam percobaan ini penulis ingin melihat sejauh mana perhitungan kekutan
kayu panggoh ganda dari aren dengan klos yang disambung dengan baut dan menguji
Garis terputus menunjukkan diagram kolom tertekuk
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
Nilai Kc teoritis 0,5 0,7 1,0 1,0 2,0 2,0
Nilai Kc yang dianjurkan untuk
kolom yang mendekati kondisi idiil
0,65 0,80 1,2 1,0 2,10 2,0
Kode ujung Jepit Sendi Hall tanpa putaran sudut/Jepit bergoyang
Ujung bebas/Jepit bebas
Gambar 1.2. Jenis Tekuk Kolom Euler
Mengacu pada uraian diatas, penulis akan mencoba menganalisa teori maupun
perumusan tekuk kolom dengan melakukan penelitian di laboratorium sesuai dengan judul
“Analisa Dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos
dan Sambungan Baut”
1.2. Tujuan Penelitian
a. Mendapatkan gambaran tentang uji tekuk kolom ganda konstruksi kayu
panggoh dengan klos dan sambungan baut.
b. Mendapatkan hasil pengujian mechanical properties dan physical properties
c. Mendapatkan hubungan antara deformasi dan gaya dari hasil pengujian.
d. Membandingkan hasil analitis tekuk euler dengan hasil eksperimental.
1.3. Perumusan Masalah
Dari latar belakang dapat dirumuskan suatu permasalahan, sebagai berikut:
a. Bagaimana keadaan beban elastis, beban kritis, beban ultimate, panjang tekuk,
dan jari-jari kelembaman benda uji jika dibandingkan dengan analisa teori
Euler?
b. Bagaimana perilaku benda uji kayu panggoh ganda dengan klos yang
disambung dengan baut apabila dibebani secara normal sentris yang tergantung
pada perletakkan dan panjang benda uji?
c. Bagaimana hubungan grafik pembebanan dan deformasi dari benda uji?
1.4. Metode Penelitian
Metodologi dan tahapan pelaksanaan yang dibuat penulis dalam pengerjaan tugas
akhir ini menggunakan beberapa pendekatan antara lain:
a. Analisa physical dan mechanical properties kayu;
b. Analisa perhitungan berdasarkan teori Euler;
c. Analisa hasil pengujian laboratorium;
d. Membandingkan hasil analisa perhitungan berdasarkan teori Euler dengan
pengujian laboratorium.
1.5. Batasan Masalah
Mengingat dalam penelitian yang akan dilakukan terdapat keterbatasan alat uji
a. Pembebanan kolom kayu tersebut adalah pembebanan normal sentris;
b. Perletakkan yang ditinjau adalah sendi-sendi;
c. Mechanical Properties yang konstan dari setiap jenis kayu;
d. Penampang batang kayu yang diuji adalah batang ganda dengan klos yang
disambung dengan baut dan dimensi kayunya 2 x 3 x 6;
e. Bentang benda uji kayu yang akan diuji ± 2 meter;
f. Analisa perhitungan berdasarkan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 1961
dan SNI 2002.
1.6. Mekanisme Pengujian
Pengujian dilakukan dengan meletakkan balok kayu panggoh secara horizontal pada
benda pengujian yang dimodifikasi dari profil baja dengan bentang yang disesuaikan setelah
ukuran penampang kayu didapat dan salah satu ujung baja dilas sehingga menjadi
perletakkan sendi, sedangkan ujung yang satu lagi di buat statis sehingga dapat di geser untuk
menyesuaikan ukuran balok. Beban P diberikan secara bertahap pada salah satu ujung balok
secara horizontal dengan alat jack, searah dengan normal sentrisnya. Dial gauge diletakkan
pada titik-titik daerah lemah kayu sehingga dapat dilihat apabila terjadi retak dan hasil
pembacaan dial dicatat maupun retak yang terjadi diberi tanda. Lebih jelasnya dapat dilihat
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1. Kayu
Kayu merupakan material yang diperoleh secara alami dari pohon dan sifatnya
renewable yaitu ketersediaannya tidak terbatas selama dikelola secara baik. Kayu juga dapat
dibentuk menjadi suatu bentuk yang diinginkan karena sifatnya yang elastis, dapat didaur
ulang, dan terurai secara baik di alam (bio-degradable). Karena sifatnya ini, kayu digunakan
menjadi bahan pilihan yang baik untuk material konstruksi. Kayu kuat saat menerima gaya
yang diberikan sejajar dengan arah seratnya dan lemah saat menerima beban yang tegak lurus
dengan arah seratnya.
Kayu memiliki sifat yang berbeda dari setiap jenisnya. Bahkan dalam satu pohon,
kayu memiliki sifat yang berbeda-beda atau disebut juga bahan alam yang tidak homogen.
Hal ini disebabkan oleh pola pertumbuhan batang dan kondisi lingkungan yang tidak sama.
Beberapa sifat umum terdapat pada semua jenis kayu, yaitu:
1. Kayu tersusun dari sel yang memiliki tipe yang beragam dan penyusun dinding
selnya terdiri dari senyawa kimia berupa selulosa 50%, hemiselulosa 25%, dan
lignin 25 % (Desch dkk, 1981).
2. Kayu memiliki komponen diluar dinding sel berupa rongga sel yang terdiri dari zat
ekstraktif dan mineral.
3. Kayu tidak mempunyai batas kenyal yang nyata tetapi mempunyai batas
proporsional.
5. Bersifat anisotropik, artinya kekuatan untuk ke semua arah batang tidak sama jika
diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, radial, dan tangensial).
6. Bersifat higroskopis, artinya dapat menyerap atau melepaskan kadar air
(kelembaban) sebagai akibat perubahan suhu udara sekitarnya.
2.1.1. Kayu Panggoh
Kayu panggoh merupakan nama lain untuk kulit luar pohon aren (Arenga pinnata) di
wilayah Sumatera Utara, khususnya pada Kabupaten Karo. Kayu ini umumnya dipakai pada
masyarakat disana untuk membuat rumah dan kebutuhan peralatan lainnya.
Aren merupakan salah satu tumbuhan monokotil yang banyak terdapat hampir di
seluruh wilayah Indonesia. Namun tanaman ini kurang mendapat perhatian untuk
dibudidayakan atau dikembangkan lebih lanjut oleh berbagai pihak. Selain digunakan sebagai
bahan konstruksi, semua bagian pada pohon ini dimanfaatkan. Bagian-bagian pohon yang
dimanfaatkan antara lain daun muda atau janur (untuk pembungkus atau pengganti kertas
rokok yang disebut dengan kawung), buah aren muda untuk pembuatan kolang-kaling
sebagai bahan pelengkap bahan minuman dan makanan, air nira untuk bahan pembuatan gula
merah atau cuka, pati atau tepung dalam batang untuk bahan pembuatan berbagai macam
makanan dan minuman (Sunanto, 1993), batang (untuk keperluan peralatan dan material
bangunan), akar (untuk obat tradisonal).
Kayu panggoh aren sebagai salah satu hasil hutan yang pemanfaatan batangnya
sebagai bahan konstruksi, merupakan salah satu alternatif yang dapat menggantikan peranan
kayu solid sebagai bahan baku untuk keperluan bahan bangunan. Kayu aren diharapkan
mampu menjadi solusi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga diperlukan
penelitian lebih lanjut dalam pengembangannya. Berdasarkan hal tersebut perlu diadakan
dari kayu panggoh untuk menilai kemampuan penggunaan kayu sebagai kolom ganda suatu
bangunan.
2.1.1.1. Sifat Fisis
Sifat fisis atau physical properties adalah sifat yang berhubungan dengan
faktor-faktor dalam benda itu sendiri.
a. Kadar Air Kayu
Kayu merupakan material higroskopis, artinya kayu memiliki kaitan yang sangat
erat dengan air baik berupa cairan maupun uap. Kadar air merupakan banyaknya air yang
terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya.
Kemampuan kayu menyerap dan melepaskan air sangat tergantung pada kondisi lingkungan
seperti temperatur dan kelembaban udara.
Kadar air pada sebuah pohon kayu sangat bervariasi tergantung pada jenisnya,
dimana dalam satu jenis yang sama terjadi pula perbedaan kadar air yang disebabkan oleh
umur, lokasi penanaman, ukuran pohon, dan umur pohon itu sendiri. Pada bagian batang
sebuah kayu, terdapat perbedaan kadar air, kadar air pada kayu gubal lebih banyak dari pada
kayu teras.
Kadar air pada kayu sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara lingkungannya,
apabila kelembaban udaranya meningkat maka kandungan air pada kayu meningkat pula dan
sebaliknya.
Air yang terdapat pada batang kayu tersimpan dalam dua bentuk yaitu air bebas (Free water)
yang terletak diantara sel-sel kayu dan air ikat (Bound water) yang terletak pada dinding sel.
Dinding-dinding sel kayu akan tetap jenuh selama air bebas masih berada pada kayu itu
sendiri. Air bebas merupakan air pertama yang akan berkurang seiring dengan proses
Pada kondisi lingkungan yang memiliki udara stabil dan kandungan air cenderung
tetap maka kondisi ini disebut kadar air seimbang (Equilibrium moisture content). Ketika
batang kayu mulai diolah, kandungan air pada batang berkisar 40% - 300%, kandungan ini
dinamakan kandungan air segar. Kondisi dimana air bebas terletak diantara sel-sel sudah
habis sedangkan air ikat pada dinding sel masih jenuh dinamakan titik jenuh serat (Fibre
saturation point). Kandungan air pada saat kondisi ini berkisar antara 25% - 30%. Apabila
kondisi ini berada di bawah titik jenuh serat, dinding sel menjadi semakin padat ,
menyebabkan terjadinya perubahan dimensi tampang melintang batang kayu, perubahan sifat
mekanis, dan ketahanan lapuk sehingga serat-seratnya menjadi lebih kokoh dan kuat.
Sehingga, dapat diambil kesimpulan apabila kadar air turun akan menambah kekuatan kayu
tersebut.
Kepadatan dan volume sangat bergantung pada kandungan air dengan menghitung dan
membandingkan berat kering kayu dengan volume basah. Berat kering kayu diperoleh
dengan menimbang contoh kayu yang telah disimpan dalam oven pada suhu 105 oC selama
24 jam hingga 48 jam atau hingga berat spesimen kayu tetap.
c. Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada
volume yang sama. Kerapatan benda yang homogen adalah massa atau berat persatuan
volume dengan kadar airnya sedikit lebih kecil dari 30%, dinyatakan dalam gram/cm3 atau
kg/m3.
Berat jenis didefinisikan sebagai volume bagian padat dan volume udara pada suatu material.
Berat jenis diperoleh dengan membagikan berat benda dengan volumenya. Untuk
menentukan berat, benda tersebut ditimbang dengan tingkat keakuratan yang diperlukan,
sedangkan untuk volume dilakukan dengan mengukur dan mengalikan panjang, lebar, dan
tebal benda. Sampel benda yang diuji tidak kurang dari ukuran 2,5 cm x 5 cm x 7,5 cm.
Umumnya berat jenis kayu berbanding lurus dengan kekuatan kayu. Semakin tinggi berat
jenis kayunya maka semakin tinggi pula kekuatannya.
2.1.1.2. Sifat Mekanis a. Kuat Lentur
Kuat lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban yang bekerja
tegak lurus di tengah kayu dimana pada kedua ujungnya tertumpu. Kuat lentur dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu kuat lentur statik dan kuat lentur pukul. Kuat lentur statik adalah
kekuatan bahan dalam menahan gaya yang diberikan secara perlahan-lahan, sedangkan kuat
Untuk mengetahui kuat lentur kayu, maka dalam pengujiannya kayu akan
mengalami tegangan dan perubahan bentuk (melentur/melendut) apabila menerima beban
yang besar. Tegangan yang terjadi antara lain tegangan tarik, tekan, dan geser sehingga dalam
ketiga parameter ini akan didapat nilai kuat lenturnya. Kuat lentur kayu biasa dinyatakan
dalam modulus retak (Modulus of Repture : MOR).
Pada saat pembebanan, tegangan tarik akan terjadi pada bagian sisi bawah kayu dan
tegangan tekan terjadi pada bagian sisi atas kayu, sedangkan tegangan geser bekerja pada
sejajar penampang. Tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan kayu akan mengalami
regangan yang cukup berbahaya.
Gambar 2.1. Batang kayu yang menerima beban lentur b. Kuat Tarik
Kuat tarik adalah kekuatan kayu dalam menahan beban aksial (sejajar serat) atau
transversal (tegak lurus serat). Dalam dua kekuatan tarik tersebut, kuat tarik aksial kayu
(sejajar serat) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tarik transversal (tegak lurus serat).
Kuat tarik terjadi karena adanya gaya perlawanan serat kayu dengan beban (P) yang
diberikan pada arah sejajar serat. Apabila gaya tarik yang diberikan beban lebih besar dari
gaya tarik serat kayu, maka serat-serat kayu akan terlepas dan menimbulkan patahan. Kondisi
Tegangan tarik (Ft) diperbolehkan apabila tidak timbul suatu perubahan yang dapat
membahayakan suatu struktur tersebut. Nilai tegangan tarik kayu dapat ditentukan dalam
tabel nilai kuat acuan pada kadar air 15% dengan kode mutu tertentu.
Gambar 2.2. Batang kayu yang menerima gaya tarik c. Kuat geser
Kuat geser atau tegangan geser ( ) adalah tegangan yang bekerja sejajar pada suatu
bidang penampang dan tegak lurus terhadap tegangan normal ( ). Kuat geser pada kayu dapat
terjadi pada 2 (dua) arah bidang, yaitu bidang longitudinal dan transversal. Tegangan geser
longitudinal terjadi apabila kayu dibebani gaya lentur.
Kuat geser transversal memiliki nilai kekuatan geser 3 – 4 kali lebih besar
dibandingkan kuat geser aksial. Sifat ini tidak begitu penting disebabkan sebelum mengalami
geser transversal, kayu sudah terlebih dahulu rusak. Kuat geser diperoleh dengan
membagikan beban yang diberikan dengan luas penampang kayu, sehingga perumusannya
sebagai berikut:
Dimana:
= tegangan geser (kg/m2)
P = beban (kg)
Gambar 2.3. Batang kayu yang menerima gaya geser d. Kuat Tekan
Kuat tekan terdiri dari kuat tekan sejajar serat dan kuat tekan tegak lurus serat. Kuat
tekan adalah kekuatan kayu dalam menahan beban yang diberikan baik sejajar serat maupun
tegak lurus serat, sehingga kayu akan mengalami pemendekan maupun perubahan bentuk
penampang melintangnya. Gaya yang diberikan sejajar serat akan menimbulkan bahaya tekuk
sedangkan gaya yang diberikan tegak lurus serat akan menimbulkan keretakan bahkan patah.
Kedua hal diatas sangat tidak diinginkan pada suatu struktur karena akan menimbulkan suatu
kegagalan pada struktur itu sendiri.
Gambar 2.4. Batang kayu yang menerima gaya tekan sejajar serat
Tekanan tegak lurus serat umumnya terjadi pada bantalan rel kereta api, sedangkan
tekanan sejajar serat umumnya terjadi pada tiang pendek (kolom). Kayu yang diberikan
pembebanan sejajar serat memiliki kekuatan kuat tekan yang lebih besar dibandingkan
Gambar 2.5. Batang kayu yang menerima gaya tekan tegak lurus serat
2.1.2. Tegangan Bahan Kayu
Tegangan bahan kayu adalah kemampuan kayu untuk mendukung gaya luar atau
beban yang berusaha merubah ukuran dan bentuknya. Gaya luar ini menimbulkan gaya-gaya
dalam pada benda yang berusaha merubah ukuran dan bentuk bahan. Gaya-gaya dalam ini
disebut dengan tegangan dan dinyatakan dalam gaya per satuan luas (N/m2).
Apabila gaya luar yang diberikan pada bahan lebih besar dari kemampuan bahan
untuk menahannya, maka akan menimbulkan perubahan ukuran atau bentuk bahan yang
dikenal sebagai deformasi atau regangan. Deformasi atau regangan ini sebanding dengan
besar beban yang bekerja sampai pada satu titik yang disebut Limit Proporsional. Jika
tegangan yang bekerja besar maka deformasi yang terjadi juga besar sehingga menimbulkan
perubahan bentuk bahan, dan apabila tegangan tersebut dihilangkan maka bentuknya akan
kembali seperti semula sesuai dengan sifat elastisitas bahan tersebut. Regangan atau
deformasi dinyatakan dalam pertambahan panjang per panjang awal bahan.
Ukuran antara tegangan dan regangan dalam limit proporsional yang memberikan
angka umum untuk menyatakan kekakuan atau elastis suatu bahan disebut dengan modulus
elastisitas. Semakin besar modulus elastisitas suatu kayu, maka kayu tersebut semakin kaku.
Kemampuan kayu dalam menahan perubahan bentuk pada saat diberi pembebanan disebut
dengan kekakuan.
Suatu bahan yang mengalami patahan dengan seketika tanpa ditandai dengan
perubahan bentuk terlebih dahulu disebut dengan patah getas. Patah getas dapat didefinisikan
sebagai jenis keruntuhan berbahaya yang terjadi tanpa deformasi plastis lebih dahulu dan
dalam waktu yang sangat singkat. Sebagai contoh bahannya adalah kapur tulis dan gypsum.
Gambar 2.6. Regangan Memanjang Kayu
2.1.3. Pemilahan (Grading)
a. Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Makanis
Pemilahan dengan grading machine sudah banyak digunakan beberapa negara
termasuk negara kita. Prinsip pengujian yang digunakan dengan lentur statik dimana kayu
dibentuk dengan ukuran tertentu ataupun yang masih utuh (kayu log) dan diberi beban
terpusat, kemudian besarnya lendutan dicatat. Pengujian ini dilakukan pada setiap jarak
Dari data kemiringan kurva beban dan lendutan maka nilai modulus elastisitas lentur
(MOE) diperoleh. Mengacu pada nilai MOE, tegangan lain dapat diperoleh berdasarkan
rumus empiris. Kuat acuan lainnya dapat mengikuti tabel 2.1. Kuat acuan yang berbeda
dengan tabel 2.1 dapat digunakan apabila terdapat pembuktian secara eksperimental yang
mengikuti standar-standar eksperimen yang baku.
b. Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Visual
Pemilahan kelas kuat kayu dilakukan dengan visual dan grading machine.
Pemilahan secara visual dilakukan dengan mengamati beberapa parameter visual kayu yang
berhubungan pada kayu itu sendiri, seperti lebar cincin tahunan, kemiringan serat, mata kayu,
keberadaan jamur atau serangga perusak kayu, dan retak. Cara seperti hal tersebut sudah lama
digunakan dan hasilnya tidak pasti karena faktor kesalahan manusianya lebih besar. Apabila
pengukuran secara visual berdasarkan berat jenis, maka kuat acuan kayu berserat lurus atau
tanpa cacat dapat dihitung dengan langkah sebagai berikut (Sri Sumarni, 2007):
1. Kerapatan ρ (dengan satuan kg/m3) pada kondisi basah (berat dan volume
diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya sedikit lebih kecil dari 30%)
dihitung dengan mengikuti prosedur baku
Dimana:
ρ = kerapatan kayu (kg/m3)
Wg = berat kayu basah (kg)
Vg = volume basah kayu (m3)
2. Kadar air, m % (m < 30) diukur dengan prosedur baku.
Dimana:
m = kadar air kayu (%)
Wg = berat kayu basah (gr)
3. Hitung berat jenis pada m % (Gm) dengan rumus:
4. Hitung berat jenis dasar (Gb) dengan rumus:
5. Hitung berat jenis pada kadar air 15 % (G15) dengan rumus:
6. Hitung estimasi kuat acuan Modulus Elastisitas Lentur dengan rumus:
Dimana:
G = berat jenis kayu pada kadar air 15 % (G = G15)
Untuk kayu yang mempunyai cacat kayu dan atau serat yang tidak lurus, estimasi
nilai modulus elastisitas lentur acuan dari tabel 2.2 harus direduksi dengan mengikuti
ketentuan SNI 03-3527-1994 UDC (Unit Decimal Classification) 691.11 tentang “εutu
Kayu Bangunan” dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari
rumus point 6 (enam) dimana nilai rasio tahanan pada tabel 2.2 bergantung pada Kelas Mutu
Kayu. Kelas mutu kayu ditetapkan dengan mengacu pada tabel 2.3.
Tabel 2.2. Nilai Rasio Tahanan (Anonim. 2002) Kelas Mutu Nilai Rasio Tahanan
A 0,80
B 0,63
Tabel 2.3. Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu (Anonim. 2002)
Pingul 1/10 tebal atau lebar kayu
Gubal Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan
Lubang Serangga
Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan
2.2. Kolom
Elemen struktur dengan fungsi utama mendukung beban tekan sering dijumpai pada
struktur truss atau frame, yang dikenal dengan nama kolom. Dalam SK SNI T-15-1991-03,
kolom didefinisikan sebagai komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga
beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali
dimensi lateral terkecil.
Kegagalan suatu kolom mengakibatkan runtuhnya komponen struktur lain yang
berhubungan dengannya. Hal ini disebabkan oleh panjang, lebar, bentuk, dan tinggi suatu
komponen struktur yang mempengaruhi tekukan yang akan terjadi. Perilaku tekuk ini
dengan jari-jari girasi penampang kolom. Kolom yang ideal memiliki sifat elastis, lurus, dan
sempurna jika diberi pembebanan secara konsentris. Kolom memiliki klasifikasi berdasarkan
bentuk dan susunan tulangannya, posisi beban pada penampangnya, dan panjang kolom.
a. Kolom dibagi berdasarkan bentuk dan susunan tulangannya, antara lain:
Kolom segiempat/bujursangkar dengan tulangan memanjang dan sengkang
berbentuk segiempat.
Kolom bundar dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa
sengkang dengan bentuk spiral.
Kolom komposit yaitu kolom yang bahan – bahannya terdiri dari dua jenis material yang berbeda sifat dan bersatu sehingga memiliki kekuatan yang lebih
baik.
Gambar 2.7. Jenis Kolom Berdasarkan Bentuk dan Susunan Tulangan b. Kolom dibagi berdasarkan posisi beban pada penampangnya, antara lain:
Kolom yang mengalami beban sentris (tidak mengalami lentur, Gambar
2.8.a.).
Kolom dengan beban eksentrisitas (Gambar 2.8.b.) mengalami momen lentur
selain gaya aksial dan dapat dikonversikan menjadi suatu beban P dengan
Gambar 2.8. Jenis Kolom Berdasarkan Posisi Beban Pada Penampang
c. Kolom diklasifikasikan berdasarkan panjang kolom dalam hubungannya dengan dimensi
lateralnya, antara lain:
Balok tekan pendek atau pedestal adalah jika ketinggian dari kolom tekan
tegak kurang dari tiga kali dimensi lateral terkecil (panjang atau lebar).
Kolom pendek adalah kolom yang nilai perbandingan antara panjangnya
dengan dimensi penampang melintang relatif kecil. Jenis kolom ini tidak
tergantung pada panjangnya dan apabila mengalami beban berlebihan akan
mengalami kegagalan karena hancurnya material.
Kolom panjang adalah kegagalan tekuk yang terjadi pada kolom dimana
kondisi serat-serat kayu belum mencapai kuat tekannya atau masih dalam
kondisi elastis dan sudah mengalami perubahan bentuk akibat nilai
kelangsingannya sangat besar. Perilaku kolom panjang terhadap beban tekan
dapat dilihat pada gambar 2.10.a.b.c. kolom masih dapat mempertahankan
bentuk linearnya apabila pembebanan yang diberikan kecil, dan apabila
perubahan bentuk yang disebut dengan tekuk (buckling). Kolom yang telah
mengalami tekuk tidak dapat menahan pertambahan beban yang diberikan
karena kolom tersebut akan mengalami keruntuhan/hancur. Dengan demikian,
kapasitas pikul beban suatu kolom adalah besar beban yang menyebabkan
kolom tersebut mengalami tekuk awal.
Keruntuhan kolom terjadi disebabkan adanya kelelehan suatu material struktur
kolom sehingga tidak dapat mempertahankan kembali bentuk awalnya. Ketidakstabilan suatu
elemen struktur kolom dipengaruhi oleh aksi beban yaitu beban tekuk. Beban tekuk adalah
beban yang dapat menyebabakan suatu kolom menekuk yang disebut juga dengan beban
kritis (Pcr).
Banyak faktor yang mempengaruhi beban tekuk (beban kritis) suatu kolom panjang
dimana panjang kolom merupakan salah satu faktor penting. Pada umumnya kapasitas
pikul-beban kolom berbanding terbalik dengan kuadrat panjang elemen. Faktor lain yang juga
mempengaruhi besar beban tekuk adalah karakteristik kekakuan elemen struktur (jenis
material dan bentuk serta ukuran penampang). Suatu elemen yang mempunyai kekakuan
kecil lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan dengan elemen berkekakuan besar.
Semakin panjang suatu elemen struktur maka kekakuannya semakin kecil.
Kekakuan elemen struktur juga berkaitan dengan banyaknya dan distribusi material
yang ada dan sifat material. Ukuran distribusi ini pada umumnya dapat dinyatakan dengan
momen inersia I yang menggabungkan banyak material yang ada dengan distribusinya.
Sedangkan ukuran untuk sifat material adalah modulus elastisitas E. Semakin tinggi nilai E,
semakin tinggi pula kekakuannya. Hal ini berarti semakin besar pula tahanan kolom yang
terbuat dari material itu untuk mencegah tekuk.
Faktor lain yang turut mempengaruhi besarnya beban tekuk adalah kondisi ujung
pikul-beban lebih kecil dibandingkan dengan kolom sama yang ujung-ujungnya dijepit.
Adanya tahanan ujung menambah kekakuan sehingga juga meningkatkan kestabilannya
dalam mencegah tekuk. Berikut ini adalah keterkaitan besarnya beban tekuk dengan berbagai
kondisi ujung elemen struktur.
Garis terputus menunjukkan diagram kolom tertekuk
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
Nilai Kc teoritis 0,5 0,7 1,0 1,0 2,0 2,0
Nilai Kc yang dianjurkan untuk
kolom yang mendekati kondisi idiil
0,65 0,80 1,2 1,0 2,10 2,0
Kode ujung Jepit Sendi Hall tanpa putaran sudut/Jepit bergoyang
Ujung bebas/Jepit bebas
Gambar 2.9. Kondisi Perletakkan Kolom
2.3. Stabilitas Struktur Kolom
Masalah kesetimbangan kolom erat kaitannya dengan stabilitas suatu struktur
batang. Konsep dari stabilitas sering diterangkan dengan menggangap kesetimbangan dari
bola pejal pada beberapa posisi yaitu:
Gambar 2.10.a. Kesetimbangan Stabil
Pada kolom panjang yang diberi beban (P) lebih kecil daripada beban kritis (Pcr) maka
kolom akan mengalami deformasi kecil. Apaila beban (P) dihilangkan deformasi juga hilang
dan kolom kembali lurus (keadaan semula). Maka keadaan kesetimbangan ini disebut
kesetimbangan stabil (stable equilibrium).
b. Kesetimbangan netral
Gambar 2.10.b. Kesetimbangan Netral
Pada kolom panjang yang diberi beban (P) lebih besar daripada P pada kesetimbangan
stabil sampai kolom mencapai beban tekuk kritis (Pcr) dengan kata lain P = Pcr sehingga
kolom mengalami deformasi yang cukup besar. Dimana beban tekuk adalah beban
kembali pada konfigurasi linear (lurus) maka akan ada konfigurasi baru meskipun beban (P)
yang diberikan telah dihilangkan. Keadaan kesetimbangan ini disebut keadaan kesetimbangan
netral (precarious equilibrium).
c. Kesetimbangan tidak stabil
Gambar 2.10.c. Kesetimbangan Tidak Stabil
Kolom diberi beban (P) yang lebih besar daripada beban tekuk kritis (Pcr) sehingga
kolom akan mengalami lendutan yang sangat besar. Apabila beban terus bertambah secara
konstan maka kolom akan terus berdeformasi sampai akhirnya runtuh/patah. Keadaan
kesetimbangan ini disebut dengan kesetimbangan tidak stabil (unstable equilibrium).
2.4. Teori Euler
Teori tekuk kolom pertama kali dikemukakan oleh Leonhardt Euler (1759) dengan
percobaan sebuah kolom memiliki beban konsentris yang semula lurus dan seratnya tetap
Gambar 2.11. Kolom Euler
Euler menyelidiki batang yang dijepit pada salah satu ujungnya dan bertumpu
sederhana (simply supported) pada ujung lainnya. Logika yang sama dapat diterapkan pada
kolom berujung sendi, yang tidak memiliki pengekang rotasi dan merupakan batang dengan
kekuatan tekuk terkecil.
Pada titik sejaiuh x, momen lentur Mx (terhadap sumbu x) pada kolom yang
mengalami sedikit lendutan adalah:
Mx = P x y ... (2.1)
Karena
... (2.2)
Persamaan diatas menjadi
... (2.3)
Bila k2 = P / EI maka persamaan (2.3) menjadi
... (2.4)
... (2.5)
Dengan syarat batas
a. y = 0 pada x = 0; diperoleh 0 = A sin 0 + B cos 0, didapat harga B = 0
b. y = 0 pada x = L; karena harga A tidak mungkin nol, maka diperoleh harga sebagai
berikut:
... (2.6)
Harga kL yang memenuhi adalah kL= 0, π, 2π, 3π, .... nπ atau persamaan (2.6) dapat dipenuhi
oleh tiga keadaan:
a. konstanta A = 0, tidak ada lendutan
b. kL = 0, tidak ada lendutan
c. kL = π, syarat terjadinya tekuk.
Karena k2 = P / EI, maka
Kedua ruas dikuadratkan
, maka diperoleh ... (2.7)
Ragam tekuk dasar pertama, adalah lendutan dengan lengkung tunggal (y = A sin x
dari persamaan 2.5), akan terjadi bila kL = π ; dengan demikian beban kritis Euler untuk
kolom bersendi di kedua ujungnya dengan L adalah panjang tekuk yang dinotasikan dengan Lk
adalah:
Untuk mengetahui batas berlakunya persamaan Euler, dapat dilihat hubungan antara
tegangan kritis dengan kelangsingan kolom yang dinotasikan dengan (λ). Dari persamaan
(2.7) apabila kedua ruas dibagi dengan luas penampang, maka akan diperoleh:
... (2.9)
Karena i2 = I / A, maka diperoleh
... (2.10)
Dimana adalah kelangsingan (λ), maka diperoleh
... (2.11)
Pada keadaan yang umum, kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang
melintang meleleh. Keadaan seperti ini disebut tekuk in-elastic (tidak elastis)
Tekuk murni akibat beban aksial terjadi bila anggapan-anggapan ini berlaku, yakni:
1. Sifat tegangan-tegangan tekan sama di seluruh titik pada penampang.
2. Kolom lurus sempurna dan prismatis.
3. Resultan beban bekerja melalui sumbu pusat batang sampai batang mulai melentur.
4. Kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara sendi-sendi ekivalen dapat
ditentukan.
5. Teori lendutan yang kecil seperti pada lenturan yang umum berlaku dan gaya geser
dapat diabaikan.
Kolom merupakan satu kesatuan dengan struktur dan tidak dapat berlaku secara
bebas (independent). Dalam percobaan, tekuk diartikan sebagai perbatasan antara lendutan
stabil dengan lendutan tidak stabil pada batang tekan. Hasil percobaan mencakup pengaruh
bengkokan awal pada batang eksentrisitas beban yang tidak terduga, tekuk setempat atau
lateral, dan tegangan sisa.
2.5. Tekuk Kolom
Kemampuan batas pikul beban suatu struktur tekan sangat tergantung pada panjang
relatif, karakteristik dimensi penampang melintang, dan sifat material yang digunakan. Suatu
struktur tekan yang diberikan beban yang besar melebihi kemampuan pikulnya, maka struktur
tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang disebut dengan fenomena tekuk (buckling).
Tekuk merupakan suatu ragam kegagalan yang disebabkan oleh ketidakstabilan suatu struktur
yang dipengaruhi oleh aksi beban.
Fenomena tekuk memiliki hubungan dengan kekakuan elemen struktur. Elemen
yang mempunyai kekakuan yang kecil akan lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan
dengan kekakuan yang besar. Semakin langsing suatu elemen struktur, semakin kecil pula
kekakuannya. Angka kelangsingan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut. (Ir.K.H. Felix
Fbr = luas tampang bruto (cm2)
Dalam suatu konstruksi tiap batang tekan mempunyai λ ≤ 150 (Ir.K.H. Felix Yap). Untuk
menghindari bahaya tekuk pada batang tekan, gaya yang ditahan oleh batang harus
digandakan dengan faktor ω sehingga.
Dimana:
= tegangan yang timbul
S = gaya yang timbul pada batang
ω = faktor tekuk
Faktor yang mempengaruhi beban tekuk (Pcr) suatu struktur antara lain panjang
kolom, perletakan kedua ujung kolom, ukuran dan bentuk penampang kolom. Selain faktor
tersebut, faktor lain yang menentukan besarnya Pcr adalah karakteristik kekakuan elemen
struktur (jenis material serta bentuk dan ukuran penampang). Kolom akan cenderung
menekuk pada arah sumbu terlemahnya, akan tetapi mempunyai kekakuan yang cukup pada
sumbu lainnya. Dengan demikian, kapasitas batas pikul beban suatu struktur tekan
bergantung juga pada bentuk dan ukuran penampang (dinyatakan dengan momen inersia, I).
Faktor lain yang mempengaruhi besarnya beban tekuk Pcr adalah kondisi ujung
elemen struktur. Apabila ujung suatu kolom bebas berotasi, kolom tersebut mempunyai
kemampuan pikul beban yang lebih kecil dibandingkan dengan kolom yang sama dimana
kondisi kedua ujungnya dijepit.
Leonhardt Euler (1759) mengemukakan sebuah teori tekuk kolom dengan beban
konsentris yang semula lurus dan semua seratnya tetap elastis sehingga tekuk akan
sederhana (simply supported) pada ujung lainnya. Adapun perumusan tekuk Euler sebagai
berikut.
Dimana:
Pcr = beban tekuk (kg)
E = modulus elastisitas bahan (kg/cm2)
I = momen inersia (cm4)
Lk = panjang tekuk (cm)
2.6. Kolom Berspasi
Kolom berspasi merupakan komponen struktur tekan dari suatu rangka batang, titik
kumpul yang dikekang secara lateral pada ujung dari kolom berspasi, dan elemen pengisi
pada titik kumpul tersebut dinamakan sebagai klos tumpuan (Anonim, 2000).
Pada kolom berspasi terdapat dua sumbu utama yang melalui titik berat
penampangnya, yaitu sumbu bebas bahan dan sumbu bahan. Sumbu bebas bahan adalah
sumbu yang arahnya sejajar muka yang berspasi pada kolom (sumbu Y), sedangkan sumbu
bahan adalah sumbu yang arahnya tegak lurus arah sumbu bebas bahan dan memotong kedua
komponen kolom (sumbu X).
Klos tumpuan pada kolom berspasi harus memiliki lebar dan panjang yang memadai
serta ketebalan minimum yang sama dengan ketebalan kolom tunggal dan posisinya berada
dekat ujung kolom. Klos tumpuan yang memiliki ukuran yang sama sedikitnya harus
mempunyai satu klos lapangan yang letaknya di daerah tengah kolom, sehingga l3 = 0,50 l1.
Adapun perbandingan panjang terhadap lebar maksimum ditentukan sebagai berikut:
2. Pada bidang sumbu bahan, l3/d1 tidak boleh melampaui 40.
3. Pada bidang sumbu bebas bahan, l2/d2 tidak boleh melampaui 50.
Gambar 2.12. Geometrik Kolom Berspasi
Dalam PKKI 1961 untuk batang ganda berspasi perhitungan momen lembam
terhadap sumbu-sumbu bahan (sumbu X dalam gambar 2.13. a dan b) dapat dianggap sebagai
batang tunggal dengan lebar yang sama dengan jumlah lebar masing-masing bagiannya.
ix = 0,289 h
Untuk menghitung momen lembam terhadap sumbu bebas bahan (sumbu X pada
gambar 2.13. c dan sumbu Y pada gambar 2.13. a, b) menggunakan perumusan sebagai
berikut (Ir.K.H. Felix Yap, 1964):
Dimana:
I = momen inersia yang diperhitungkan
It = momen inersia teoritis
Ig = momen inersia geser, dengan anggapan masing-masing bagian digeser
hingga berimpitan satu sama lain
Bahaya tekuk yang besar pada kolom dapat mengakibatkan terjadinya kehancuran pada
struktur tersebut, oleh sebab itu dalam menghindarkan terjadinya tekuk pada kolom, gaya
yang ditahan oleh batang harus digandakan dengan faktor tekuk ω sehingga perumusannya
sebagai berikut:
Dimana:
S = gaya tekan yang timbul pada batang (ton)
= tegangan (kg/cm2)
ω = faktor tekuk
Dalam menghitung It harus diambil a = 2b, apabila jarak antara masing-masing bagian a > 2b.
Masing-masing bagian yang membentuk batang ganda berspasi, harus memiliki momen
lembam:
S = gaya tekan yang timbul pada batang berganda (ton)
ly = panjang tekuk terhadap sumbu bebas bahan (m)
n = jumlah batang bagian
Masing-masing bagian pada ujung-ujung batang ganda berspasi dan sepertiga panjang batang
dari setiap ujung batang tertekan harus diberikan perangkai yang disebut dengan klos.
Perangkai tersebut disambungkan pada kayu ganda dan dihubungkan dengan menggunakan
baut maupun dengan paku. Jika disambungkan dengan baut, maka lebar bagian b ≤ 18 cm
dipakai 2 (dua) baut dan jika b > 18 cm dipakai 4 (empat) baut sedangkan untuk paku dapat
disesuaikan jumlahnya sesuai dengan keperluan dan pemasangannya harus disesuaikan
dengan peraturan.
KS = konstanta klos tumpuan (MPa)
Tabel 2.4. Konstanta klos tumpuan (Anonim, 2002)
2.7. Alat Sambung Kayu
Pada konstruksi kayu pada umumnya membutuhkan alat sambung yang berfungsi
untuk memperpanjang batang kayu (overlapping connection) atau menggabungkan beberapa
batang kayu pada satu buhul. Kegagalan suatu sambungan dapat berupa: pecah kayu diantara
dua alat sambung, pembengkokan alat sambung, atau lendutan yang melampaui nilai
toleransinya. Sambungan merupakan titik terlemah pada konstruksi kayu sehingga perlu
mendapatkan perhatian. Hal ini disebabkan karena adanya deformasi atau penggeseran
(penyesaran) pada titik-titik sambungannya. Dengan demikian konstruksi kayu yang perlu
mendapatkan perhatian bukan adanya beban patah saja, tetapi adanya penyesaran juga perlu
mendapatkan perhatian. Menurut Ali Awaludin (2002), ada beberapa hal yang menyebabkan
rendahnya kekuatan sambungan pada konstruksi kayu, antara lain:
1. Terjadinya pengurangan luas tampang.
2. Terjadinya penyimpangan arah serat.
3. Terbatasnya luas sambungan.
Efektifitas suatu alat sambung dapat diukur berdasarkan kuat dukung yang diberikan
oleh sambungan itu sendiri dibandingkan dengan kuat ultimit kayu yang di sambungnya.
Adapun ciri-ciri alat sambung yang baik antara lain:
1. Pengurangan luas kayu yang digunakan untuk menempatkan alat sambung
relatif kecil atau bahkan nol.
2. Nilai banding antara kuat dukung sambungan dengan kuat ultimit batang yang
disambung tinggi.
3. Menunjukkan perilaku pelelehan sebelum mencapai keruntuhan (daktail).
4. Mempunyai angka penyebaran panas (thermal conductivity) rendah.
Struktur kolom ganda kayu memerlukan suatu penghubung untuk menghubungkan
dua kayu menjadi satu kesatuan struktur yang kuat. Penggabungan ini bertujuan agar kolom
ganda dapat memikul beban yang bekerja pada struktur. Kekuatan sambungan tidak
dibedakan pada sambungan desak atau sambungan tarik, melainkan kuat desak pada lubang
serta kekuatan alat penghubung geser tersebut. Untuk itu pada struktur kolom ganda
dibutuhkan alat penghubung dengan jumlah dan penempatan penghubung geser yang
disesuaikan dengan besar gaya geser yang timbul pada kedua kayu tersebut.
2.8. Baut
Alat sambung baut pada umumnya terbuat dari baja lunak (mild steel) dengan bentuk
kepala heksagonal, kotak, kubah, atau datar (gambar 2.14.) yang berfungsi untuk mendukung
beban tegak lurus sumbu panjangnya. Kekuatan sambungan kayu ditentukan oleh kuat tumpu
kayu, tegangan lentur baut, dan angka kelangsingan (perbandingan nilai panjang baut pada
kayu utama dengan diameter baut). Dalam pemasangan baut, lubang baut diberi kelonggoran
1 mm.
Gambar 2.14. Bentuk-bentuk Baut (ASCE, 1997)
Ketika angka kelangsingan baut rendah, baut menjadi sangat kaku dan distribusi
akan mengalami tekuk dan distribusi tegangan tumpu kayu tidak merata. Tegangan tumpu
kayu maksimum terjadi pada bagian samping kayu utama.
2.8.1. Tahanan Lateral Acuan
Tahanan lateral acuan digunakan untuk sambungan dengan komponen utama yang
terbuat dari kayu, baja, beton, atau pasangan batu, dan komponen sekunder yang terdiri dari
satu atau dua komponen kayu atau komponen dengan pelat baja sisi. Tahanan lateral acuan
sambungan yang menggunakan baut satu irisan dengan beban tegak lurus terhadap sumbu
alat pengencang dan dipasang tegak lurus sumbu komponen struktur ditentukan dengan
mengambil nilai minimum dari persamaan pada tabel 2.5. (untuk satu baut dengan satu irisan
yang menyambung dua komponen) atau tabel 2.6. (untuk satu baut dengan dua irisan yang
menyambung tiga komponen). Tahanan lateral acuan diambil dengan nilai tahanan lateral
acuan terkecil.
IIIm
IV
Catatan:
2.8.2. Kuat Tumpu Kayu
Kuat tumpu kayu merupakan kekuatan yang dimiliki kayu untuk menahan beban
yang diberikan pada daerah titik tumpuannya (dengan satuan N/mm2). Femdan Fesadalah kuat
tumpu kayu utama dan kuat tumpu kayu samping. Selain itu kuat tumpu kayu memiliki nilai
kuat tumpu pada arah sejajar serat, tegak lurus serat, dan dengan sudut terhadap seratnya
yang masing-masing memiliki perumusan sebagai berikut:
Fe // = 77,25 G
Fe ┴ = 212 G1,45D-0,5
Dimana:
Fe // = kuat tumpuan kayu sejajar serat (N/mm2)
Fe ┴ = kuat tumpu kayu tegak lurus serat (N/mm2)
Fe θ = kuat tumpu kayu dengan sudut terhadap serat (N/mm2)
G = berat jenis kayu
D = diameter baut
Menurut National Design and Spesification (NDS) U.S untuk konstruksi kayu
(2001) mendefinisikan kuat lentur baut (Fyb) merupakan nilai rerata antara tegangan leleh dan
N/mm2. Kuat tumpu kayu untuk beberapa macam diameter baut dengan berat jenis kayu
dapat dilihat pada tabel 2.7. (a), (b), (c).
Tabel 2.7.(a) Kuat tumpu kayu (Fe) dalam N/mm 2
untuk baut ½“ (Ali Awaludin, 2005) Berat jenis
(G)
Sudut gaya terhadap serat kayu θ (derajat)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Sudut gaya terhadap serat kayu θ (derajat)
Tabel 2.7.(c) Kuat tumpu kayu (Fe) dalam N/mm 2
untuk baut ¾“ (Ali Awaludin, 2005) Berat jenis
(G)
Sudut gaya terhadap serat kayu θ (derajat)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Geometri sambungan baut diperlukan untuk mengetahui tahanan acuan jarak tepi
baut, jarak ujung, dan spasi alat pengencang yang sesuai dengan nilai minimum pada tabel
2.8. Jarak baut terluar dalam suatu sambungan yang tegak lurus arah serat tidak boleh lebih
besar dari 127 mm terkecuali ada ketentuan mengenai perubahan dimensi kayu.
Tabel 2.8. Jarak tepi, jarak ujung, dan persyaratan spasi untuk sambungan dengan baut (Ali Awaludin, 2005)
Beban Sejajar Arah Serat Ketentuan Dimensi Minimum
1. Jarak Tepi (bopt)
Im/ D ≤ 6 (catatan 1) 1,5 D
Im / D > 6
yang terbesar dari 1,5 D atau ½ jarak antar baris alat pengencang tegak lurus serat
2. Jarak Ujung (aopt)
Komponen Tarik 7 D
Komponen Tekan 4 D
3. Spasi (sopt)
Spasi dalam baris alat pengencang 4 D