• Tidak ada hasil yang ditemukan

TA : Identifikasi Jenis Penyakit Daun Tembakau Menggunakan Metode Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM) dan Support Vector Machine (SVM).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TA : Identifikasi Jenis Penyakit Daun Tembakau Menggunakan Metode Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM) dan Support Vector Machine (SVM)."

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI JENIS PENYAKIT DAUN TEMBAKAU

MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURRENCE MATRIX

(GLCM) DAN SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM)

TUGAS AKHIR

Program Studi

S1 Sistem Komputer

Oleh :

NAUVAL ZABIDI KURNIAWAN

11.41020.0069

FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA

(2)

x

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN SYARAT ... ii

MOTTO... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan ... 4

1.5Sistematika Penulisan ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

(3)

xi

2.1.2 Penyakit Bercak Karat ... 7

2.2 Gray Level Co-occurrence Matrix ... 8

2.2.1 Ekstraksi Fitur ... 11

2.2.2 Fitur-fitur GLCM ... 14

2.3 Support Vector Machine ... 16

2.3.1 Karakteristik SVM ... 19

2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan SVM ... 20

2.4 Formulasi Matematis ... 21

2.5 Metode Kernel ... 22

2.5.1 Kernel Gaussian (Radial Basis Function) ... 24

2.5.2 Kernel Polynomial ... 24

2.6 MATLAB ... 25

2.6.1 Command Window ... 26

2.6.2 Workspace ... 27

2.6.3 Current Directory ... 27

2.6.4 Command History ... 27

2.6.5 M-File... 27

2.7 Operator Dasar ... 28

2.8 Variabel ... 29

2.9 Variabel Terdefinisi MATLAB ... 29

2.10Fungsi Matematika ... 30

(4)

xii

2.12Citra Digital... 31

2.12.1 Membaca File Digital... 32

2.12.2 Grayscalling ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1.Rancangan Penelitian ... 34

3.2.Alat dan Bahan Penelitian ... 35

3.2.1 Alat Penelitian ... 35

3.2.2 Bahan Penelitian ... 36

3.3.Tahap Penelitian ... 37

3.3.1 Perancangan Sistem ... 38

3.3.2 Pengumpulan Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PENGUJIAN ... 53

4.1.Pengujian Sistem ... 53

4.1.1 Pengujian Grayscalling ... 54

4.1.2 Pengujian Ekstraksi Fitur GLCM ... 55

4.1.3 Pengujian Klasifikasi Support Vector Machine ... 58

4.1.4 Analisis Keberhasilan Klasifikasi SVM ... 62

BAB V PENUTUP ... 64

(5)

xiii

(6)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tembakau adalah hasil produk pertanian yang diproses dari daun tanaman tembakau yang termasuk dalam genus Nicotiana. Secara umum masyarakat hanya mengetahui tembakau sebagai bahan baku utama rokok, tetapi berdasarkan penelitian yang banyak dilakukan menunjukkan bahwa ada manfaat lain dari tembakau, diantaranya menghasilkan protein anti kanker, melepaskan gigitan lintah, obat diabetes & antibodi, anti radang, obat HIV/AIDS, pemelihara kesehatan ternak, obat luka dan sebagai biofuel (Zulfikar, 2014). Menurut Debora Nainggolan tahun 2011, berbagai jenis tembakau dengan berbagai kegunaannya diberdayakan di Indonesia, secara garis besar berdasarkan iklim tembakau yang diproduksi di Indonesia dapat dibagi antara lain:

1. Tembakau musim kemarau/Voor-Oogst (VO), yaitu bahan untuk membuat rokok putih dan rokok kretek.

2. Tembakau musim penghujan/Na-Oogst (NO), yaitu jenis tembakau yang dipakai untuk bahan dasar membuat cerutu maupun cigarillo, di samping itu juga ada jenis tembakau hisap dan kunyah.

(7)

Beberapa metode yang telah dibuat sebelumnya untuk mendeteksi penyakit daun tembakau yaitu “Implementasi Jaringan Saraf Tiruan Untuk Mendeteksi Penyakit Tembakau (Nicotiana Tabacum L) Dengan Metode Backpropagation” (Nainggolan, 2011).

Namun metode tersebut hanya menghasilkan keluaran berupa tembakau berpenyakit atau tidak dengan mengolah variabel dari bentuk daun, warna daun, ada tidaknya bau daun, kondisi daun, ada tidaknya bercak pada daun, ada tidaknya bintik pada daun, bentuk batang, kondisi batang, warna batang, warna akar dan kondisi akar. Sedangkan penyakit dari daun termbakau sendiri sangat kompleks. Daun tembakau rentan terkena penyakit baik yang disebabkan oleh hama, jamur bahkan virus.

Penelitian ini ditujukan untuk membuat sebuah sistem analisis yang mampu mengidentifikasi penyakit daun tembakau sebagai bentuk dari perkembangan teknologi digital (pengolahan citra) sehingga pendeteksian tidak lagi dilakukan secara manual. Dalam penelitian ini digunakan metode GLCM untuk ekstraksi fitur daun dan SVM untuk pengklasifikasian/identifikasi penyakit.

(8)

prinsip Structural Risk Minimization (SRM) dengan tujuan menemukan hyperplane terbaik yang memisahkan dua buah kelas pada input space (Nugroho, A., Witarto, A., dan Handoko, D., 2003). Menurut Budi Santosa, SVM yang termasuk dalam kelas supervised learning memberikan hasil yang lebih baik dari ANN dalam hal solusi yang dicapai, karena SVM menemukan solusi yang global optimal sedangkan ANN hanya menemukan solusi berupa lokal optimal. Hal ini dibuktikan ketika menjalankan proses SVM, selalu dicapai solusi yang sama setiap running karena SVM berusaha menemukan pemisah/clasifier yang optimal dari dua set data dari dua buah kelas berbeda. SVM sebagai pengklasifikasi memiliki banyak kelebihan, salah satunya mampu mengklasifikasikan suatu pattern yang tidak termasuk data yang dipakai dalam fase pembelajaran metode tersebut. (Nugroho, A., Witarto, A., dan Handoko, D., 2003)

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, dapat ditarik beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana cara untuk mendapatkan ekstraksi fitur dari citra data latih dan citra data uji dengan Gray Level Co-occurrence Matrix.

2. Bagaimana cara mengklasifikasi jenis penyakit dari citra data uji dengan menggunakan Support Vector Machine.

1.3 Batasan Masalah

(9)

1. Metode analisis ini hanya digunakan untuk mendeteksi penyakit yang menyerang daun tembakau.

2. Metode analisis ini digunakan untuk mendeteksi 2 jenis penyakit dari daun tembakau yakni penyakit lanas dan bercak karat.

3. Citra yang menjadi input dari sistem adalah citra dari penyakit daun tembakau yang telah di-crop menjadi ukuran 96 x 96 piksel.

4. Pengambilan gambar penyakit harus dilakukan di tempat yang berintensitas cahaya sedang (tempat teduh).

1.4 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan sistem analisis ini yaitu :

1. Menganalisis jenis penyakit daun tembakau khususnya penyakit lanas yang disebabkan oleh Phytophthora parasitica var. nicotinae dan penyakit bercak karat oleh jamur Alternaria longipes.

2. Mengidentifikasi jenis penyakit daun tembakau menggunakan metode SVM (Support Vector Machine) dengan ekstraksi fitur dari GLCM (Gray Level Co-occurrence Matrix).

1.5 Sistematika Penulisan

(10)

1 BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang latar b elakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan laporan Tugas Akhir, dan sistematika penulisan Tugas Akhir.

2 BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini membahas tentang berbagai teori yang mendukung Tugas Akhir ini. Hal tersebut meliputi jenis penyakit tembakau, ekstraksi fitur Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM), klasifikasi menggunakan Support Vector Machine (SVM) dan MATLAB.

3 BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bab ini dijelaskan tentang metode penelitian serta alasan penggunaan metode tersebut dalam penelitian. Pada bab ini dijelaskan pula tentang pembuatan metode analisis menggunakan MATLAB sebagai pengolah sistem, ekstraksi fitur GLCM dan klasifikasi berdasarkan SVM .

4 BAB IV : HASIL DAN PENGUJIAN

Bab ini berisi tentang pengujian simulasi secara keseluruhan. Pengujian yang dilakukan meliputi kemampuan sistem dalam mengekstraksi fitur citra sehingga didapat nilai ekstraksi fitur citra (contrast, correlation, energy homogeneity) dan persentase keberhasilan sistem dalam mengklasifikasi citra yang dilakukan.

5 BAB V : PENUTUP

(11)

6

LANDASAN TEORI

2.1 Tembakau

Sebagai produk yang memiliki nilai jual pada daunnya, maka perlu diperhatikan pada kesehatan daun tembakau tersebut. Penurunan kualitas daun tembakau akan mempengaruhi nilai jual daun itu sendiri. Perlu dilakukan perawatan terhadap daun tembakau agar tidak terjangkit penyakit baik yang disebabkan oleh jamur, hama ataupun virus. Penelitian ini memberikan kemudahan bagi petani tembakau ataupun masyarakat yang ingin mengetahui jenis penyakit yang menjangkit daun tembakau yang hampir memiliki gejala serupa. Metode analisis ini mengidentifikasi jenis penyakit dari daun tembakau yang memiliki gejala yang hampir serupa pada daun yang dijangkit. Penyakit tersebut ialah :

2.1.1 Penyakit Lanas

Lanas adalah penyakit tanaman tembakau yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora parasitica var. nicotonae. Menurut Haryono Semangun, penyakit ini dapat timbul pada tanaman tembakau berbagai umur, baik pada pembibitan maupun yang telah ditanam di perkebunan. Gejala penyakit ini berupa antara lain :

(12)

3. Pada tanaman yang lebih tua, biasanya gejala pembusukan hanya sebatas pada leher akar. Bagian yang busuk berwarna coklat kehitaman dan agak berlekuk.

4. Semua daun kemudian layu mendadak.

5. Jika bagian pangkal batang dibelah maka empulur tampak mengering dan mengamar.

6. Jika tidak segera dipetik, maka lanas akan menjalar ke bagian batang 7. Kelayuan pada tanaman akan terjadi.

Gambar 2.1. Daun yang terjangkit penyakit lanas (www.forestryimages.org)

2.1.2 Bercak Karat

(13)

Gambar 2.2. Daun yang terjangkit bercak karat (www.padil.gov.au)

2.2 Gray Level Co-occurrence Matrix

Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM) merupakan metode yang paling sering digunakan untuk analisis tekstur yang diperkenalkan oleh Haralick tahun 1973 (Mulkan, 2012). GLCM adalah matriks yang menggambarkan frekuensi munculnya pasangan dua piksel dengan intensitas tertentu dalam jarak d

dan orientasi arah dengan sudut θ tertentu dalam citra (Hartadi, 2011). Biasanya,

ada empat arah yang digunakan, yaitu 0o, 45o, 90o dan 135o yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Hubungan ketetanggaan antar piksel sebagai fungsi orientasi dan jarak spasial (Ganis, 2011)

(14)

orientasi sudut (θ) tertentu . Jarak dinyatakan dalam piksel dan orientasi dinyatakan dalam derajat (Budiarso, 2010). Orientasi dibentuk dalam empat arah sudut dengan interval sudut 45°, yaitu 0°, 45°, 90°, dan 135°. Sedangkan jarak antar piksel biasanya ditetapkan sebesar 1 piksel, 2 piksel, 3 piksel dan seterusnya. Matriks kookurensi merupakan matriks bujur sangkar dengan jumlah elemen sebanyak kuadrat jumlah level intensitas piksel pada citra. Setiap titik (i,j) pada matriks kookurensi berorientasi berisi peluang kejadian piksel bernilai i bertetangga dengan piksel bernilai j pada jarak d serta orientasi (180 −θ) (Pradnyana, 2015). Sebagai contoh matriks 4×4 memiliki memiliki tingkat keabuan dari 0 sampai 6. Matriks kookurensi akan dihitung dengan nilai d=1 dan

θ=0o

. Jumlah frekuensi munculnya pasangan (i,j) dihitung untuk keseluruhan matriks. Jumlah kookurensi diisikan pada matriks GLCM pada posisi sel yang bersesuaian. Gambar 2.4, gambar 2.5, dan gambar 2.6 secara berurutan menunjukkan contoh proses perhitungan matriks kookurensi.

Gambar 2.4. Matriks bebas, matriks I

(15)

Gambar 2.5. Area kerja matriks

Hubungan spasial untuk d = 1 dan θ = 0o pada matriks diatas dapat dituliskan dalam matriks berikut.

Gambar 2.6. Pembentukan matriks kookurensi dari matrik I

Sudut orientasi menentukan arah hubungan tetangga dari piksel-piksel

referensi, orientasi θ = 0o berarti acuan dalam arah horizontal atau sumbu x positif

dari piksel-piksel referensi. Acuan sudut berlawanan arah jarum jam. Angka 2 pada (1,1) berarti jumlah hubungan pasangan (1,1) pada matriks asal berjumlah 2. Matriks kookurensi yang didapat kemudian ditambahkan dengan matriks transposenya untuk menjadikannya simetris terhadap sumbu diagonal. Berikut ini adalah (i, j) dari matriks asal ditambahkan dengan transposenya, dan hasilnya simetris, seperti pada gambar 2.7.

(16)

Matriks yang telah simetris selanjutnya harus dinormalisasi, elemen-elemennya dinyatakan dengan probabilitas. Nilai elemen untuk masing-masing sel dibagi dengan jumlah seluruh elemen spasial. Matriks yang telah dinormalisasi diperlihatkan pada gambar 2.8. Nilai 0,1667 pada (1,1) diperoleh dari 4 dibagi jumlah seluruh nilai piksel yaitu 24.

Gambar 2.8. GLCM simetris ternormalisasi dari matriks I

2.2.1. Ekstraksi Fitur

Ekstraksi fitur merupakan langkah awal dalam melakukan klasifikasi dan interpretasi citra. Proses ini berkaitan dengan kuantisasi karakteristik citra ke dalam sekelompok nilai ciri yang sesuai. Analisis tekstur lazim dimanfaatkan sebagai proses antara untuk melakukan klasifikasi dan interpretasi citra (Wijanarko, 2013). Suatu proses klasifikasi citra berbasis analisis tekstur pada umumnya membutuhkan tahapan ekstraksi ciri, yang dapat terbagi dalam tiga macam metode berikut:

1. Metode statistik

(17)

2. Metode spektral

Metode spektral berdasarkan pada fungsi autokorelasi suatu daerah atau power distribution pada domain transformasi Fourier dalam mendeteksi periodisitas tekstur.

3. Metode struktural

Analisis dengan metode ini menggunakan deskripsi primitif tekstur dan aturan intaktik. Metode struktural banyak digunakan untuk pola-pola makrostruktur.

Berdasarkan orde statistiknya, analisis tekstur dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu analisis tekstur orde satu, orde dua, dan orde tiga.

1. Statistik orde-kesatu merupakan metode pengambilan ciri yang didasarkan pada karakteristik histogram citra. Histogram menunjukkan probabilitas kemunculan nilai derajat keabuan piksel pada suatu citra, dengan mengabaikan hubungan antar piksel tetangga. Analisa tekstur orde satu lebih baik dalam merepresentasikan tekstur citra dalam parameter-parameter terukur, seperti mean, skewness, variance, kurtosis dan Entropy (Kusuma, 2011).

(18)

3. Statistik orde-ketiga dan yang lebih tinggi, mempertimbangkan hubungan antara tiga atau lebih piksel, hal ini secara teoritis memungkinkan tetapi belum biasa diterapkan (Febrianto, 2012).

Ekstraksi ciri statistik orde kedua dilakukan dengan matriks kookurensi, yaitu suatu matriks antara yang merepresentasikan hubungan ketetanggaan antar piksel dalam citra pada berbagai arah orientasi dan jarak spasial (Albregtsen, 2008). Matriks kookurensi merupakan matriks berukuran L x L (L menyatakan banyaknya tingkat keabuan) dengan elemen P(x1,x2) yang merupakan distribusi probabilitas bersama (join probability distribution) dari pasangan titik-titik dengan tingkat keabuan x1 yang berlokasi pada koordinat (j,k) dengan x2 yang berlokasi pada koordinat (m,n). Koordinat pasangan titik-titik tersebut berjarak r dengan sudut θ. Histogram tingkat kedua P(x1,x2) dihitung dengan pendekatan sebagai berikut :

P(x1,x2) = banyaknya pasangan titik-titik dengan tingkat keabuan x1 dan x2 …(2.1) banyaknya titik pada daerah suatu citra

Berikut ini ketentuan untuk hubungan pasangan titik-titik dengan sudut 0o, 45o, 90o, dan 135o pada jarak r (Putra, 2009).

……….…..(2.2)

(19)

………..……….……(2.4)

………..……….(2.5)

dimana : r : jarak piksel

P(x1,x2) : merupakan elemen matriks.

x1: pasangan titik-titik dengan tingkat keabuan pada koordinat (j, k). x2: pasangan titik-titik dengan tingkat keabuan pada koordinat (m, n).

GLCM adalah suatu matriks yang elemen-elemennya merupakan jumlah pasangan piksel yang memiliki tingkat kecerahan tertentu, di mana pasangan piksel itu terpisah dengan jarak d, dan dengan suatu sudut inklinasi θ. Dengan kata lain, matriks kookurensi adalah probabilitas munculnya gray level i dan j dari dua piksel yang terpisah pada jarak d dan sudut θ.

2.2.2. Fitur-fitur GLCM

(20)

1. Contrast

Contrast menunjukkan ukuran penyebaran (momen inersia) elemen-elemen matriks citra. Jika letaknya jauh dari diagonal utama, maka nilai kekontrasannya besar. Secara visual, nilai kekontrasan adalah ukuran variasi antar derajat keabuan suatu daerah citra dan didefinisikan dengan :

………...………(2.6)

Dimana :

P(i,j) = nilai elemen matriks kookurensi

2. Correlation

Correlation Menunjukkan ukuran ketergantungan linear derajat keabuan citra sehingga dapat memberikan petunjuk adanya struktur linear dalam citra.

……….(2.7)

Dimana :

µx adalah nilai rata-rata elemen kolom pada matriks Pθ(i , j). µy adalah nilai rata-rata elemen baris pada matriks Pθ(i , j).

σx adalah nilai standar deviasi elemen kolom pada matriks Pθ(i , j).

σy adalah nilai standar deviasi elemen baris pada matriks Pθ(i , j).

3. Energy

Energy menunjukkan ukuran konsentrasi pasangan intensitas pada matriks kookurensi, dan didefinisikan dengan :

(21)

Nilai energy makin membesar bila pasangan piksel yang memenuhi syarat matriks intensitas kookurensi terkonsentrasi pada beberapa koordinat dan mengecil bila letaknya menyebar.

4. Homogeneity

Homogeneity menunjukkan kehomogenan variasi intensitas dalam citra. Citra homogen akan memiliki nilai homogeneity yang besar. Nilai homogeneity membesar bila variasi intensitas dalam citra mengecil dan sebaliknya

………(2.9)

2.3 Support Vector Machine

Support Vector Machine (SVM) adalah suatu teknik yang relatif baru

(1995) untuk melakukan prediksi, baik dalam kasus klasifikasi maupun regresi,

(22)

Teknik ini berusaha untuk menemukan fungsi pemisah (klasifier) yang optimal yang bisa memisahkan dua set data dari dua kelas yang berbeda. Teknik ini menarik dalam bidang data mining maupun machine learning karena performansinya yang meyakinkan dalam memprediksi kelas suatu data baru. Dalam hal ini fungsi pemisah yang dicari adalah fungsi linier (Santosa, 2005).

Fungsi ini bisa didefinisikan sebagai

g(x) := sgn(f(x)) ………...(2.10) dengan f(x)=wTx + b, dimana x, w Rn and b R

Masalah klasifikasi ini bisa dirumuskan sebagai berikut: ingin

menemukan set parameter (w, b) sehingga f(xi) = <w, x > +b = yi untuk semua i. Dalam teknik ini dicoba menemukan fungsi pemisah (klasifier/hyperplane) terbaik diantara fungsi yang tidak terbatas jumlahnya untuk memisahkan dua macam obyek. Hyperplane terbaik adalah hyperplane yang terletak di tengah-tengah antara dua set obyek dari dua kelas (Budi Santosa, 2005).

Gambar 2.9. SVM mencari hyperplane terbaik untuk memisahkan kedua class -1 dan +1 (Nugroho, 2003)

(23)

(wx1 + b = +1) dan wx2 + b = -1 hyperplane-pendukung dari kelas -1(wx2 + b = -1), margin antara dua kelas dapat dihitung dengan mencari jarak antara kedua hyperplane-pendukung dari kedua kelas. Secara spesifik, margin dihitung dengan

cara berikut (wx1 + b = +1) - (wx2 + b = -1) ⇒ w(x1- x2) = 2 ⇒ (x1– x2)) =

(Santosa, 2005).

Gambar 2.10. SVM mencari fungsi pemisah yang optimal untuk obyek yang bisa dipisahkan secara linier (Santosa, 2005)

(24)

menempatkan di kelas +1 yang berarti salah. Dari contoh sederhana ini dapat dilihat bahwa memperbesar margin bisa meningkatkan probabilitas pengelompokkan suatu data secara benar. (Santosa, 2005)

Gambar 2.11. Memperbesar margin bisa meningkatkan probabilitas pengelompokkan (Santosa, 2005)

2.3.1. Karakteristik SVM

Menurut Nugroho, A., Witarto, A., dan Handoko, D., (2003), karakteristik dari SVM antara lain :

1. Secara prinsip SVM adalah linear classifier.

2. Pattern recognition (pengenalan pola) dilakukan dengan mentransformasikan data pada input space ke ruang yang berdimensi lebih tinggi, dan optimisasi dilakukan pada ruang vector yang baru tersebut. Hal ini membedakan SVM dari solusi pattern recognition pada umumnya, yang melakukan optimisasi parameter pada ruang/hasil transformasi yang berdimensi lebih rendah dari dimensi input space.

3. Menerapkan strategi Structural Risk Minimization (SRM).

(25)

2.3.2. Kelebihan dan Kekurangan SVM

Kelebihan-kelebihan SVM adalah (Santika, 2012) : 1. Generalisasi

Generalisasi didefinisikan sebagai kemampuan suatu metode untuk mengklasifikasikan suatu pattern, yang tidak termasuk data yang dipakai dalam fase pembelajaran metode tersebut.

2. Curse of Dimensionality

Curse of Dimensionality didefinisikan sebagai masalah yang dihadapi suatu metode pattern recognition dalam mengestimasikan parameter ( misal jumlah hidden neuron pada neural network, stopping criteria dalam proses pembelajaran, dsb) dikarenakan jumlah sampel data yang relatif sedikit dibandingkan dimensional ruang vektor data tersebut. Semakin tinggi dimensi dari ruang vector informasi yang diolah, membawa konsekuensi dibutuhkannya jumlah data dalam proses pembelajaran.

3. Feasibility

SVM dapat diimplementasikan realtif mudah, karena proses penentuan support vector dapat dirumuskan dalam QP problem (Quadratic Progamming). Dengan demikian, jika kita memiliki library untuk menyelesaikan QP problem, dengan sendirinya SVM dapat diimplementasikan dengan mudah.

Sedangkan kekurangan SVM adalah (Santika, 2012) :

(26)

2. SVM secara teorik dikembangkan untuk problem klasifikasi dengan dua class atau lebih. Namun demikian, masing-masing strategi ini memiliki kelemahan, sehingga dapat dikatakan penelitian dan pengembangan SVM pada multiclass problem masih merupakan tema penelitian ang masih terbuka.

2.4 Formulasi Matematis

Secara matematika, formulasi problem optimisasi SVM untuk kasus

klasifikasi linier di dalam primal space adalah

………..………...(2.11)

Subject to

Yi (wxi + b) > 1, i = 1,……..,l.

Dimana xi adalah data input, y1 adalah keluaran dari data xi, w dan b adalah parameter-parameter yang dicari nilainya. Dalam formulasi di atas, diinginkan peminimalan fungsi tujuan (obyektif function) atau memaksimalkan kuantitas ||w||2 atau wTw dengan memperhatikan pembatas yi(wxi + b) > 1. Bila output data yi = + 1, maka pembatas menjadi (wxi + b ) > 1. Sebaliknya bila yi = -1, pembatas menjadi (wxi + b) < -1. Di dalam kasus yang tidak feasible (infeasible) dimana beberapa data mungkin tidak bisa dikelompokkan secara benar, formulasi matematikanya menjadi berikut :

……….(2.12) Subject to

(27)

Dengan formulasi ini diinginkan pemaksimalan margin antara dua kelas dengan meminimalkan ||w||2. Formulasi ini berusaha meminimalkan kesalahan

klasifikasi (misclassification error) yang dinyatakan dengan adanya variabel slack

ti, sementara dalam waktu yang sama memaksimalkan margin, . Penggunaan variabel slack ti adalah untuk mengatasi kasus ketidaklayakan (infeasibility) dari pembatas (constraints) yi (wxi + b) > 1 dengan cara memberi pinalti untuk data yang tidak memenuhi pembatas tersebut. Untuk meminimalkan nilai ti ini, diberikan pinalti dengan menerapkan konstanta C. Vektor w tegak lurus terhadap fungsi pemisah: wx + b = 0. Konstanta b menentukan lokasi fungsi pemisah relatif terhadap titik asal (origin). (Santosa, 2005)

2.5 Metode Kernel

Banyak teknik data mining atau machine learning yang dikembangkan dengan asumsi kelinieran. Sehingga algoritma yang dihasilkan terbatas untuk kasus-kasus yang linier. Karena itu, bila suatu kasus klasifikasi memperlihatkan ketidaklinieran, algoritma seperti perceptron tidak bisa mengatasinya. Secara umum, kasus-kasus di dunia nyata adalah kasus yang tidak linier (Santosa, 2005). Sebagai contoh gambar 2.12, data ini sulit dipisahkan secara linier. Metoda kernel adalah salah satu untuk mengatasinya. Dengan metoda kernel suatu data x di input space di-mapping ke feature space F dengan dimensi yang lebih tinggi melalui

map φ sebagai berikut φ : x → φ(x). Karena itu data x di input space menjadi φ(x)

(28)

Gambar 2.12. Data spiral yang menggambarkan ketidaklinieran (Santosa, 2005)

Sering kali fungsi φ(x) tidak tersedia atau tidak bisa dihitung, tetapi dot

product dari dua vektor dapat dihitung baik di dalam input space maupun di

feature space. Dengan kata lain, sementara φ(x) mungkin tidak diketahui, dot

product < φ(x1), φ(x2) > masih bisa dihitung di feature space. Untuk bisa

memakai metoda kernel, pembatas (constraint) perlu diekspresikan dalam bentuk

dot product dari vektor data xi. Sebagai konsekuensi, pembatas yang menjelaskan

permasalahan dalam klasifikasi harus diformulasikan kembali sehingga menjadi

bentuk dot product.

Dalam feature space ini dot product < . > menjadi < φ(x), φ(x)′ >. Suatu

fungsi kernel, k(x, x′), bisa untuk menggantikan dot product < φ(x), φ(x)′ >.

Kemudian di feature space, bisa dibuat suatu fungsi pemisah yang linier yang

mewakili fungsi nonlinear di input space (Santosa, 2005). Gambar 2.13 mendeskripsikan suatu contoh feature mapping dari ruang dua dimensi ke feature

space dua dimensi. Dalam input space, data tidak bisa dipisahkan secara linier,

tetapi bisa dipisahkan di feature space. Karena itu dengan memetakan data ke

(29)

Gambar 2.13. Suatu kernel map mengubah problem yang tidak linier menjadi linier dalam space baru untuk mencari hyperplane (Nugroho, 2003)

Dalam penelitian ini digunakan dua kernel untuk mencari hyperplane terbaik dari dua kelas penyakit yang berbeda, kelas penyakit lanas dan kelas penyakit bercak karat. Fungsi kernel tersbut adalah :

2.5.1. Kernel Gaussian (Radial Basis Function)

Fungsi radial basis yang sering digunakan adalah fungsi gaussian karena mempunyai sifat lokal, yaitu bila input dekat dengan rata-rata (pusat), maka fungsi akan menghasilkan nilai satu, sedangkan bila input jauh dari rata-rata, maka fungsi memberikan nilai nol (Santika, 2012). Fungsi kernel ini bisa dirumuskan dengan :

k (x,x’) = exp (

|||x - xi|| 2

) ………..(2.13)

2.5.2. Kernel Polynomial

(30)

yang besar dari outputnya juga ternyata pada besarnya vektor (Santika, 2012). Fungsi kernel polynomial dapat dirumuskan :

k (x,x’) = (xT

xi + 1)p……….…..(2.14)

2.6 MATLAB

Matrix Laboratory atau yang lebih dikenal dengan istilah MATLAB merupakan suatu bahasa pemrograman lanjutan yang dibentuk dengan dasar pemikiran menggunakan sifat dan bentuk dari matriks. Menurut Andik Mabrur

dalam artikelnya yang berjudul “Pengolahan Citra Digital Menggunakan

MATLAB” (2011), dalam lingkungan perguruan tinggi teknik, MATLAB

merupakan perangkat standar untuk memperkenalkan dan mengembangkan penyajian materi matematika, rekayasa dan kelimuan. Di industri, MATLAB merupakan perangkat pilihan untuk penelitian dengan produktifitas yang tinggi, pengembangan dan analisanya. Penggunaan MATLAB meliputi bidang - bidang :

• Matematika dan Komputasi

• Pembentukan Algorithm

• Akusisi Data

• Pemodelan, simulasi, dan pembuatan prototipe

• Analisa data, explorasi, dan visualisasi

• Grafik Keilmuan dan bidang Rekayasa

[image:30.595.94.510.297.640.2]
(31)

(M-files) yang memperluas lingkungan MATLAB untuk memecahkan masalah-masalah tertentu. Toolbox-toolbox yang tersedia pada MATLAB antara lain:

Signal Processing Toolbox Control Systems Toolbox Neural Networks Toolbox Fuzzy Logic Toolbox Wavelets Toolbox Simulation Toolbox

Image Processing Toolbox

[image:31.595.89.510.144.595.2]

MATLAB juga memiliki sifat extensible, dalam arti bahwa pengguna dari MATLAB dapat membuat suatu fungsi baru untuk ditambahkan kedalam library jika fungsi-fungsi built-in yang tersedia tidak dapat melakukan tugas tertentu.

Gambar 2.14. Tampilan awal MATLAB

2.6.1. Command Window

(32)

2.6.2. Workspace

Workspace berfungsi untuk menampilkan seluruh variabel-variabel yang sedang aktif pada saat pemakaian MATLAB. Apabila variabel berupa data matriks berukuran besar maka user dapat melihat isi dari seluruh data dengan melakukan double klik pada variabel tersebut. Matlab secara otomatis akan menampilkan window array editor” yang berisikan data pada setiap variabel yang dipilih user.

2.6.3. Current Directory

Window ini menampilkan isi dari direktori kerja saat menggunakan MATLAB. Direktori dapat diganti sesuai dengan tempat direktori kerja yang diinginkan. Default dari alamat direktori berada dalam folder works tempat program files MATLAB berada.

2.6.4. Command History

Window ini berfungsi untuk menyimpan perintah-perintah apa saja yang sebelumnya dilakukan oleh pengguna terhadap MATLAB.

2.6.5. M-File

(33)
[image:33.595.198.452.84.265.2]

Gambar 2.15. Tampilan M-File.

Di dalam M-File, semua perintah dapat disimpan dan dijalankan dengan menekan tombol atau mengetikan nama M-File yang dibuat pada Command Window.

Di dalam M File, juga dapat dinuliskan fungsi-fungsi yang berisikan berbagai operasi sehingga menghasilkan data yang diinginkan. Format dasar penulisan fungsi sebagai berikut :

Function [Nilai keluaran ] = namaFungsi (nilai masukan) % operasi dari fungsi

% …

% …

2.7 Operator Dasar

(34)

1. Operator dalam kurung diselesaikan terlebih dulu.

2. Operasi pangkat, perkalian, pembagian, penjumlahan dan pengurangan.

2.8 Variabel

Variabel berfungsi untuk menyimpan sementara nilai baik angka maupun teks untuk digunakan kembali. MATLAB hanya memiliki dua jenis tipe data, yaitu numeric dan string (Firmansyah, 2007). Menurut Teguh Widiarsono, (2005:25) penamaan variabel mengikuti rambu-rambu berikut :

1. Menggunakan karakter alfabet (A – Z, a - z), angka (0 - 9), dan garis bawah ( _ ), sebagai nama variabel. Besar kcilnya huruf berpengaruh pada penamaan variabel pada MATLAB, contoh :

 Jumlah, x1, x2, S_21, H_2_in; merupakan nama variable yang valid.

 Sinyal1, Sinyal1, SINYAL1; dianggap sebagai 3 variabel yang berbeda.

2. Jangan menggunakan spasi, titik, koma atau operator aritmatik sebagai bagian dari nama.

2.9 Variabel Terdefinisi MATLAB

[image:34.595.97.512.298.534.2]

Menurut Teguh Widiarsono (2005:26), di dalam MATLAB telah terdapat beberapa variabel yang telah terdefinisi, sehingga bisa langsung pergunakan tanpa perlu mendeklarasikannya lagi. Variabel tersebut ialah:

Table 2.1. Variabel yang Telah Terdefinisi Oleh MATLAB

Variabel Keterangan

Ans “answer”, digunakan untuk menyimpan hasi perhitungan terakhir

(35)

Variabel Keterangan

Pi Konstanta π, 3.1415926…

Inf “infinity”, bilangan positif tak terhingga, misalkan 1 / 0,2 ^ 5000, dsb.

NaN “not a number”, untuk menyatakan hasil perhitungan yang tak

terdefinisi, misalkan 0 / 0 dan inf / inf.

i,j Unit imajiner, √-1, untuk menyatakan bilangan kompleks

2.10 Fungsi Matematika

Berbagai fungsi matematika yang umum dipergunakan telah terdefinisi di MATLAB, meliputi fungsi eksponensial, logaritma, trigonometri, pembulatan dan fungsi yang berkaitan dengan bilangan kompleks. Contoh abs(x) untuk menghitung nilai absolute dari x, |x| dan sin (x), cos (x), tan (x) dsb sebagai fungsi trigonometri sinus, cosinus dan tangent.

2.11 Matriks

Terdapat tiga jenis format data di MATLAB, yaitu skalar, vektor dan matriks.

1) Skalar, ialah suatu bilangan tunggal.

2) Vektor, ialah sekelompok bilangan yang tersusun 1-dimensi. Dalam MATLAB biasanya disajikan sebagai vektor-baris atau vektor-kolom. 3) Matriks, ialah sekelompok bilangan yang tersusun dalam segi-empat

2-dimensi atau lebih. Di dalam MATLAB, matriks didefinisikan dengan jumlah baris dan kolom.

(36)

kolom dan menekan enter ke baris baru untuk memisahkan baris. MATLAB menyediakan berbagai command untuk membuat dan memanipulasi matriks secara efisien. Di antaranya ialah command untuk membuat matriks-matriks khusus, manipulasi indeks matriks, serta pembuatan deret.

2.11.1. Matriks Khusus

[image:36.595.94.518.320.625.2]

Berbagai matriks khusus yang kerap dipergunakan dalam perhitungan bisa dibuat secara efisien dengan command yang telah ada di MATLAB.

Tabel 2.2. Matriks Khusus

Nama matriks Keterangan

Ones(n) Membuat matriks satuan (semua elemen berisi 1) berukuran n x n

Ones(m,n) Membuat matriks satuan berukuran m x n

Zeros(n) Membuat matriks nol (semua elemen berisi 0) berukuran n x n Zeros(m,n) Membuat matriks no berukuran m x n

Eye(n) Membuat matriks identitas berukuran n×n (semua elemen diagonal bernilai 1, sementara lainnya bernilai 0).

Rand(n), Rand(m,n)

Membuat matriks n×n, atau m×n, berisi bilangan random terdistribusi uniform pada selang 0 s.d. 1.

Randn(n), Rand(m,n)

Membuat matriks n×n, atau m×n, berisi bilangan random terdistribusi normal dengan mean = 0 dan varians = 1. Command ini kerap digunakan untuk membangkitkan derau putih gaussian.

[ ] Matriks kosong, atau dengan kata lain matriks 0×0; biasa digunakan untuk mendefinisikan variabel yang belum diketahui ukurannya.

2.12 Citra Digital

(37)

dari sebuah piksel yang dinyatakan dalam bilangan bulat dan nilai-nilai tersebut mendefinisikan suatu ukuran intensitas cahaya pada titik tersebut. Satuan atau bagian terkecil dari suatu citra disebut piksel (picture element).

Umumnya citra dibentuk dari persegi empat yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antara piksel satu dengan yang lain adalah sama pada seluruh bagian citra. Piksel (0,0) terletak pada sudut kiri atas pada citra, dimana indeks x bergerak ke kanan dan indeks y bergerak ke bawah. Untuk menunjukkan koordinat (m-1,n-1) digunakan posisi kanan bawah dalam citra berukuran m x n pixel. Hal ini berlawanan untuk arah vertical dan horizontal yang berlaku pada sistem grafik dalam matematika.

2.12.1. Membaca File Digital

Dalam MATLAB, citra digital direpresentasikan dalam matriks berukuran m x n sesuai dengan ukuran m x n ukuran citra digital dalam piksel. Jadi setiap piksel dari citra digital diwaklili oleh sebuah matriks berukuran 1x1 apabila citra tersebut berupa citra Grayscale atau citra Biner, dan 3 matriks apabila citra digital berupa citra RGB. (Andik Mabrur, 2011)

Untuk membaca file citra di MATLAB yang berada satu folder dengan file M-file nya, digunakan perintah imread() dan disimpan pada variabel “A”. Contoh :

A = imread(‘nama_file’)

Sedangkan untuk file citra yang berbeda lokasi direktorinya dengan M-file nya maka harus disertakan direktori M-filenya. Contoh :

(38)

Dan untuk menampilkan file citra yang telah dipilih menggunakan perintah :

imshow(A)

2.12.2. Grayscalling

Grayscalling adalah teknik yang digunakan untuk mengubah citra berwana (RGB) menjadi bentuk grayscale atau tingkat keabuan (dari hitam ke putih). Dengan pengubahan ini, matriks penyusun citra yang sebelumnya 3 matriks akan berubah menjadi 1 matriks saja. Pengubahan dari citra berwarna ke bentuk grayscale biasanya mengikuti aturan sebagai berikut :

I(i, j) = R(i, j) + G(i, j) + B(i, j) ……….…….…..(2.15) 3

dimana :

I(i, j) = Nilai intensitas citra grayscale

R(i, j) = Nilai intensitas warna merah dari citra asal G(i, j) = Nilai intensitas warna hijau dari citra asal B(i, j) = Nilai intensitas warna biru dari citra asal

(39)

34

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

[image:39.595.95.511.324.608.2]

Metode penelitian yang digunakan meliputi studi kepustakaan dan penelitian laboratorium. Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari teori atau informasi dari buku, jurnal, dan artikel-artikel yang berkaitan dengan permasalahan, terutama metode penelitian yang akan digunakan. Dari informasi studi kepustakaan yang diperoleh, maka dilakukan penelitian laboratorium, yaitu perancangan metode analisis seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Blok diagram sistem identifikasi dengan GLCM dan SVM

(40)

latih dan citra data uji diubah sifatnya dari RGB menjadi grayscale dengan menggunakan fungsi rgb2gray pada MATLAB. Setelah itu dicari ekstraksi fitur GLCM yang terdiri dari fitur contrast, correlation, energy dan homogeneity dengan menggunakan sudut 0˚, 45˚, 90˚ dan 135˚ dengan jarak piksel dari 1 sampai 10 piksel (2).

Untuk data latih dilakukan pembelajaran SVM untuk didapat fungsi dari pemisah (hyperplane) dari 2 kelas penyakit tersebut dengan tambahan bantuan fungsi kernel gaussian (rbf) dan kernel polynomial. Tahap terakhir adalah melakukan pengujian sistem terhadap citra data uji dan menganalisis hasil kalsifikasi dari jarak piksel terhadap 2 fungsi kernel (3). Dan kemudian dicari jarak piksel dan fungsi kernel yang memberikan tingkat keberhasilan terbaik.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa alat pendukung untuk pembuatan dan pengujian program. Alat dan bahan yang akan digunakan sebagai berikut.

3.2.1. Alat Penelitian

(41)

3.2.2. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang akan diteliti oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sistem analasis menggunakan MATLAB R2009a untuk membuat program identifikasi penyakit daun tembakau.

2. Data sampel citra daun tembakau yang terjangkit penyakit, yaitu penyakit bercak karat dan lanas dengan total citra sebanyak 88 sampel.

3. Pembagian data sampel menjadi data latih dan data uji.

4. Data latih terdiri dari 58 citra dimana 29 citra adalah citra penyakit bercak karat dan 29 citra adalah citra penyakit lanas, sedangkan data uji terdiri dari 30 citra dimana 15 citra adalah citra penyakit lanas dan 15 citra adalah citra penyakit bercak karat.

5. Photoshop CS 4 digunakan untuk cropping citra menjadi ukuran 96 x 96 piksel.

6. Ekstraksi ciri tekstur citra menggunakan Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) untuk mendapatkan nilai fitur energy, contrast, correlation dan homogeneity dari citra.

7. Klasifikasi kelas dari jenis penyakit menggunakan Support Vector Machine (SVM) dengan tambahan fungsi kernel gaussian (rbf) dan kernel polynomial.

(42)

3.3. Tahap Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan penelitian ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:

a. Studi literatur

Merupakan langkah yang bertujuan untuk mencari materi/teori dari buku penunjang, jurnal, artikel, maupun informasi dari internet yang berkaitan dengan permasalahan maupun metode penelitian yang digunakan, sehingga membantu dalam pembuatan sistem.

b. Pengambilan sampel data

Mengambil sampel data citra daun tembakau sebagai citra untuk data latih dan data uji. Data latih terdiri dari masing 29 citra dari masing-masing jenis penyakit. Dan data uji terdiri dari masing-masing-masing-masing 15 citra dari masing-masing jenis penyakit.

c. Perancangan sistem analisis

Perancangan sistem analisis ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu : 1. Merancang sistem yang mampu mengakses seluruh citra sampel data

latih dan data uji yang telah di-cropping sebelumnya di Photoshop CS 4. 2. Merancang proses pengabuan citra (grayscalling) dari citra data latih dan

data uji.

3. Merancang sistem yang mampu mengekstraksi fitur citra dengan GLCM sehingga didapat ekstraksi fitur berupa contrast, correlation, energy dan homogeneity.

(43)

d. Ekstraksi fitur citra dan klasifikasi citra

Mengekstraksi fitur citra menggunakan GLCM menjadi fitur-fitur yang nantinya mampu diklasifikasikan oleh SVM.

e. Pencatatan tingkat akurasi dari sistem

Mencatat tingkat akurasi dari sistem dengan melihat persentase keberhasilan sistem dalam mengekstrak dan mengklasifikasikan citra dari jenis penyakit.

f. Analisa sistem

Menganalisa hasil dari sistem dengan menarik kesimpulan dari hasil pengujian yang didapat dan membandingkan dengan pembelajaran dari data mentah.

3.3.1. Perancangan Sistem

Perancangan sistem analisis dibagi menjadi beberapa bagian pengerjaan yaitu sebagai berikut :

1. Akses Citra Data Latih

(44)

Folder_gambar = '…(Nama Folder)…';

Nama_file = dir(fullfile(folder_gambar, '*.(format gambar)')); Total_gambar = numel(nama_file);

[image:44.595.95.508.222.531.2]

Setelah itu klik ikon Run, kemudian pada layar Workspace akan keluar nilai pada variabel nama_file, folder_gambar, dan total_gambar.

Gambar 3.2. Hasil run program akses citra data latih

Setelah seluruh citra data latih telah terakses, kemudian dicari nilai fiturnya menggunakan metode Gray Level Co-occurrence Matrix.

2. Ekstraksi Fitur

Dalam proses ekstraksi, sebelumnya citra data latih diubah dari RGB menjadi grayscale agar nantinya bisa dilakukan ekstraksi fitur oleh GLCM untuk didapatkan nilai fiturnya. Dalam MATLAB telah tersedia function untuk merubah citra dari RGB menjadi grayscale. Berikut adalah program function untuk merubah citra dari RGB menjadi grayscale :

keabuan = rgb2gray(imread(nama));

(45)

R2009a. GLCM disini menggunakan hubungan ketetanggaan piksel dengan jarak piksel sebesar 1 piksel dengan sudut 0˚, 45˚, 90˚ dan 135˚. Berikut program untuk mencari nilai ekstraksi fitur GLCM :

GLCM = graycomatrix(keabuan,'Offset',[0 1; -1 1; -1 0; -1 -1]);

stats = graycoprops(GLCM,{'Contrast','Correlation', 'Energy', 'Homogeneity'});

contrast = stats.Contrast; correlation = stats.Correlation; energy = stats.Energy;

homogeneity = stats.Homogeneity;

Graycomatrix adalah function dari MATLAB yang berfungsi untuk mencari nilai GLCM dari sebuah citra yang dimasukkan. Nilai ‘offset’ [0 1; 1 1; -1 0; --1 --1] adalah keterangan sudut yang digunakan untuk ekstraksi fitur dimana angka 1 merupakan jarak piksel ketetanggaan (D).

Sudut Offset

0˚ [0 D]

45˚ [-D D]

90˚ [-D 0]

135˚ [-D -D]

Gambar 3.3. Ilustrasi dari nilai ‘offset

[image:45.595.93.511.303.576.2]
(46)
[image:46.595.105.497.117.533.2]

a. Contrast

(47)
[image:47.595.97.499.117.535.2]

b. Correlation

(48)
[image:48.595.98.499.115.534.2]

c. Energy

(49)
[image:49.595.105.498.119.538.2]

d. Homogeneity

Tabel 3.4. Nilai Ekstraksi Fitur Homogeneity Citra Data Latih

3. Kelinearan Data Latih

(50)
[image:50.595.115.514.84.250.2] [image:50.595.95.516.305.695.2]

Gambar 3.4. Kelinearan fitur Contrast citra data latih

Gambar 3.5. Kelinearan fitur Correlation citra data latih

(51)
[image:51.595.114.514.85.251.2]

Gambar 3.7. Kelinearan fitur Homogeneity citra data latih

4. Pembagian Kelas

(52)
[image:52.595.93.519.103.700.2]

Tabel 3.5. Pembagian Kelas Bercak Karat Untuk Sudut 0˚ dan 45˚

(53)
[image:53.595.95.515.94.713.2]

Tabel 3.7. Pembagian Kelas Lanas Untuk Sudut 0˚ dan 45˚

(54)

5. Penggunaan Kernel SVM

Setelah didapat nilai ekstraksi fitur GLCM dan terlihat ketidaklinearan dari nilai fitur tersebut, maka dapat ditentukan bahwa klasifikasi tersebut memerlukan bantuan fungsi kernel. Pada sistem analisis ini digunakan dua fungsi kernel untuk menyelesaikan permasalahan non-linear tersebut, yakni kernel gaussian (rbf) dan kernel polynomial.

6. Pelatihan SVM Data Latih

Pelatihan SVM data latih ini bertujuan sebagai pembelajaran dari SVM dalam mengklasifikasikan data latih sesuai dengan jenis penyakit. Pengklasifikasian data latih ini menyesuaikan antara nilai ekstraksi fitur GLCM dari data latih dengan pembagian kelas jenis penyakit, sehingga didapat fungsi pemisah (classifier/hyperplane) optimal yang bisa memisahkan data latih dari 2 kelas jenis penyakit. Dan pelatihan SVM ini disimpan dengan nama file ‘SVMStruct.mat’ agar bisa digunakan untuk klasifikasi dari data uji. Berikut

program klasifikasi data latih :

%=================================Pembelajran SVM==% options = optimset('maxiter',100000);

SVMStruct =

svmtrain(Fitur,kelas,'Kernel_Function','(…kernel…)','quadprog_opts',options); %=======================Menyimpan hasil pembelajran SVM==% save SVMStruct.mat SVMStruct

Definisi :

SVMStruct : variabel untuk menyimpan hasil dari kalsifikasi svmtrain. Svmtrain : pembelajaran SVM classifier.

(55)

(perulangan) dari looping utama. Jika batas maxiter ini terlampaui sebelum algoritma tersebut konvergen, maka algoritma berhenti dan kembali error.

quadprog_opts : penyelesaian masalah pemrograman kuadratik dengan nilai dari didapat dari optimset.

3.3.2. Pengumpulan Data

1. Pengambilan Data Sampel

[image:55.595.92.511.299.617.2]

Data sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah sampel citra daun tembakau yang terjangkit penyakit. Proses pengambilan data sampel ini dilakukan menggunakan kamera handphone Sony Xperia Z2 dengan merubah pengaturan resolusi kamera dari 20,7 MP menjadi 2MP dengan ukuran 1920 x 1080 (16:9) piksel dan mode focus multifocus. Pengambilan gambar dilakukan di ruangan teduh dengan instensitas cahaya sedang. Dalam proses pengambilan gambar, dari 1 lembar daun tembakau bisa diambil 2 – 4 gambar disesuaikan dengan banyaknya bagian daun yang terjangkit penyakit.

Gambar 3.8. Gambar daun tembakau

2. Pembagian Data Uji Dan Data Latih

(56)
[image:56.595.93.515.221.541.2]

ukuran 96 x 96 piksel. Dalam proses cropping ini, kemungkinan 1 bagian daun yang terjangkit bisa menjadi beberapa sampel data untuk dijadikan data uji / data latih. Setelah didapat 88 buah sampel data cropping, kemudian dibagi menjadi data latih masing 29 buah untuk setiap jenis penyakit dan data uji masing-masing 15 buah untuk setiap jenis penyakit.

Gambar 3.9. Cropping citra daun penyakit menjadi 96 x 96 piksel

(57)
[image:57.595.91.503.81.665.2]
(58)

53

HASIL DAN PENGUJIAN

Penelitian sistem analisis terdiri dari dua bagian utama, yaitu ekstraksi fitur citra menggunakan Gray Level Co-occurrence Matrix dan klasifikasi jenis penyakit menggunakan Support Vector Machine. Langkah pertama sebelum menuju ke bagian utama program adalah mengolah gambar penyakit berupa cropping bagian penyakit dengan ukuran 96 x 96 piksel kemudian merubah citra dari RGB menjadi grayscale.

Dengan menggunakan media input tersebut, dilakukan ekstraksi fitur GLCM berupa nilai fitur contrast, correlation, energy dan homogeneity untuk sudut 0°, 45°, 90° dan 135°, sedangkan untuk jarak piksel yang digunakan jarak 1 piksel sampai 10 piksel dan dicari yang terbaik. Selanjutnya nilai ekstraksi akan diklasifikasikan oleh SVM dan dicari pemisah (hyperplane) optimal dari data hasil ekstraksi tersebut dengan kernel function gaussian (rbf) dan polynomial. Pada tahap pengujian, digunakan data uji sebanyak 15 citra untuk masing-masing penyakit yang telah diolah terlebih dahulu sesuai langkah pertama.

4.1 Pengujian Sistem

Dalam mengetahui sistem yang dibuat sesuai dengan metode yang dipakai maka dilakukan pengujian terhadap masing-masing komponen perangkat. Alat dan bahan yang digunakan sebelum pengujian:

(59)

3. Software Microsoft Excel 2007. 4. Software MATLAB R2009a.

4.1.1 Pengujian Grayscalling

A. Tujuan

Pengujian grayscalling bertujuan untuk mengetahui apakah citra data uji yang telah di-cropping mampu diubah dari RGB menjadi grayscale atau tidak. B. Prosedur Pengujian

1. Run program uji.

2. Karena citra asli dan citra keabuan disimpan dalam variabel ‘nama_file

dan ‘citrauji’, maka variable yang akan ditampilkan (imshow) adalah

variabel ‘nama_file’dan ‘citrauji’.

3. Ketikkan program di bawah ini pada Command Window pada MATLAB. subplot (2,1,1);imshow (nama_file)

subplot (2,1,2);imshow (citrauji)

4. Maka akan muncul jendela figure1 yang berisi citra asli dan citra keabuan dari salah satu citra data uji.

[image:59.595.225.399.580.730.2]

C. Hasil Pengujian

(60)

Hasil pengujian sampel citra data uji menunjukkan bahwa program grayscalling sudah sesuai dengan yang diharapkan. Hasil pengujian yang dilakukan mendapatkan hasil seperti gambar 4.1, dimana citra yang tampil pada figure1 adalah salah satu citra pada folder citra data uji. Pada gambar 4.1 menunjukan bahwa gambar yang atas adalah citra asli dari sampel data uji dan gambar bawah adalah hasil grayscalling. Dan selanjutnya proses ekstraksi fitur dengan GLCM bisa diterapkan.

4.1.2 Pengujian Ekstraksi Fitur GLCM

A. Tujuan

Pengujian dimaksudkan untuk mengetahui apakah citra yang telah diubah menjadi grayscale sebelumnya mampu diekstraksi dan didapat nilai fitur contrast, correlation, energy dan homogeneity dari citra tersebut.

B. Prosedur Pengujian 1. Run program uji.

2. Double click variabel contrast / correlation / energy / homogeneity untuk melihat nilai masing-masing fitur atau double click variabel ‘FiturUji’ untuk melihat nilai fitur dari keseluruhan citra pada layer Workspace pada MATLAB.

[image:60.595.92.510.296.666.2]

C. Hasil Pengujian

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Ekstraksi Fitur Contrast dan Correlation GLCM Citra

Ke

CONTRAST CORRELATION

0 45 90 135 0 45 90 135

1 0.3445 0.4321 0.2785 0.4598 0.7183 0.6462 0.7725 0.6237

2 0.1648 0.2465 0.1829 0.2171 0.8776 0.8171 0.8636 0.8390

3 0.2098 0.2844 0.2224 0.3069 0.8924 0.8540 0.8866 0.8426

4 0.3152 0.3560 0.1875 0.3623 0.8767 0.8614 0.9271 0.8589

(61)

Citra Ke

CONTRAST CORRELATION

0 45 90 135 0 45 90 135

6 0.1648 0.2076 0.1402 0.1992 0.8829 0.8528 0.9004 0.8588

7 0.2985 0.4207 0.2715 0.4065 0.9102 0.8730 0.9184 0.8773

8 0.4658 0.5497 0.3568 0.6745 0.7544 0.7103 0.8121 0.6446

9 0.4573 0.5691 0.2973 0.5745 0.8379 0.7966 0.8945 0.7949

10 0.2938 0.3789 0.2305 0.3465 0.8075 0.7510 0.8488 0.7724

11 0.4079 0.4813 0.2281 0.4435 0.6797 0.6215 0.8209 0.6512

12 0.3169 0.4706 0.3439 0.4860 0.7818 0.6753 0.7621 0.6647

13 0.1328 0.1777 0.1484 0.1900 0.9410 0.9213 0.9341 0.9156

14 0.1550 0.1948 0.1708 0.2421 0.9489 0.9361 0.9439 0.9205

15 0.1980 0.3310 0.2827 0.3365 0.9008 0.8342 0.8580 0.8312

16 0.1491 0.1940 0.1623 0.2095 0.8799 0.8439 0.8694 0.8316

17 0.4446 0.5423 0.3060 0.5755 0.7935 0.7486 0.8589 0.7332

18 0.1487 0.1981 0.1712 0.2235 0.8268 0.7686 0.8022 0.7390

19 0.2101 0.3204 0.2614 0.3204 0.8114 0.7106 0.7644 0.7106

20 0.3250 0.4762 0.2978 0.4055 0.8062 0.7159 0.8221 0.7582

21 0.2854 0.4461 0.2999 0.3813 0.8391 0.7475 0.8314 0.7845

22 0.1251 0.1670 0.1269 0.1528 0.8657 0.8190 0.8636 0.8346

23 0.5352 0.5670 0.2982 0.6032 0.6815 0.6614 0.8220 0.6400

24 0.2864 0.3878 0.2587 0.3748 0.6959 0.5872 0.7250 0.6011

25 0.1976 0.2550 0.1810 0.2507 0.6967 0.6090 0.7227 0.6155

26 0.1802 0.1998 0.1297 0.2060 0.7170 0.6855 0.7966 0.6757

27 0.2071 0.2529 0.1708 0.2613 0.7511 0.6944 0.7935 0.6843

28 0.1895 0.2288 0.1617 0.2370 0.6625 0.5923 0.7116 0.5775

29 0.3270 0.5077 0.3262 0.4185 0.7556 0.6174 0.7578 0.6842

[image:61.595.95.503.81.714.2]

30 0.1276 0.1647 0.1394 0.1829 0.8128 0.7585 0.7962 0.7319

Tabel 4.2. Hasil Pengujian Ekstraksi Fitur Energy dan Homogeneity GLCM Citra

Ke

ENERGY HOMOGENEITY

0 45 90 135 0 45 90 135

1 0.1944 0.1761 0.2156 0.1730 0.8380 0.8077 0.8663 0.8022

2 0.2521 0.2184 0.2442 0.2283 0.9179 0.8792 0.9088 0.8931

3 0.1875 0.1649 0.1818 0.1580 0.8957 0.8631 0.8903 0.8516

4 0.1392 0.1320 0.1713 0.1308 0.8558 0.8419 0.9071 0.8390

5 0.1863 0.1563 0.1735 0.1510 0.8776 0.8298 0.8584 0.8207

6 0.2423 0.2238 0.2521 0.2273 0.9177 0.8978 0.9300 0.9016

7 0.1264 0.1099 0.1316 0.1115 0.8623 0.8230 0.8724 0.8254

8 0.1408 0.1296 0.1567 0.1192 0.8031 0.7787 0.8353 0.7521

9 0.1148 0.1028 0.1386 0.1018 0.8064 0.7731 0.8577 0.7721

10 0.1801 0.1591 0.2002 0.1662 0.8594 0.8247 0.8862 0.8372

(62)

Citra Ke

ENERGY HOMOGENEITY

0 45 90 135 0 45 90 135

12 0.2090 0.1787 0.2032 0.1758 0.8512 0.8009 0.8403 0.7956

13 0.2002 0.1839 0.1945 0.1799 0.9338 0.9116 0.9263 0.9065

14 0.1781 0.1651 0.1719 0.1524 0.9225 0.9035 0.9150 0.8812

15 0.1908 0.1543 0.1660 0.1529 0.9029 0.8469 0.8654 0.8448

16 0.2884 0.2661 0.2808 0.2590 0.9254 0.9033 0.9189 0.8958

17 0.1269 0.1152 0.1503 0.1112 0.8075 0.7804 0.8541 0.7677

18 0.3204 0.2939 0.3070 0.2814 0.9257 0.9011 0.9146 0.8894

19 0.2547 0.2158 0.2356 0.2145 0.8955 0.8457 0.8716 0.8460

20 0.1712 0.1419 0.1794 0.1534 0.8431 0.7863 0.8548 0.8116

21 0.1690 0.1371 0.1640 0.1452 0.8617 0.8032 0.8546 0.8204

22 0.3467 0.3254 0.3458 0.3332 0.9374 0.9167 0.9366 0.9239

23 0.1512 0.1454 0.1820 0.1433 0.8109 0.7993 0.8655 0.7940

24 0.2481 0.2190 0.2579 0.2232 0.8616 0.8228 0.8730 0.8284

25 0.3320 0.3023 0.3403 0.3046 0.9015 0.8744 0.9095 0.8764

26 0.3794 0.3680 0.4072 0.3642 0.9109 0.9014 0.9351 0.8982

27 0.3032 0.2830 0.3228 0.2812 0.8978 0.8773 0.9153 0.8750

28 0.4234 0.4019 0.4415 0.3958 0.9057 0.8872 0.9193 0.8821

29 0.2007 0.1668 0.2009 0.1821 0.8438 0.7860 0.8455 0.8138

30 0.4315 0.4084 0.4218 0.3972 0.9362 0.9177 0.9303 0.9088

Dari tabel 4.1. dan tabel 4.2. dapat dilihat bahwa hasil pengujian untuk ekstraksi fitur GLCM telah didapat. Tabel 4.1. adalah tabel untuk fitur contrast dan correlation sedangkan tabel 4.2. adalah tabel untuk fitur energy dan homogeneity. Angka 0, 45, 90 dan 135 pada tabel menunjukkan sudut yang digunakan pada ekstraksi GLCM. Sedangkan untuk jarak piksel pada tabel diatas menggunakan jarak piksel 1. Sedangkan untuk pengujian sebenarnya, digunakan jarak piksel mulai dari 1 hingga 10 untuk mencari hasil yang terbaik dengan

(63)

4.1.3 Pengujian Klasifikasi Support Vector Machine

A. Tujuan

Pengujian klasifikasi Support Vector Machine (SVM) adalah untuk mengetahui hasil dari sistem analisis apakah sesuai dengan data uji yang ada atau terjadi kesalahan hasil klasifikasi.

B. Prosedur Pengujian 1. Run program data uji.

2. Buka Microsoft Office Excel.

3. Salin nilai dari variabel ‘Jenis_Penyakit’ dari layer Workspace ke dalam Microsoft Office Excel.

4. Ubah nilai jarak piksel GLCM (variabel ‘z’) mulai dari 1 sampai 10 pada program latih dan uji dengan masing-masing fungsi kernel SVM gaussian (rbf) dan polynomial pada program latih.

5. Ulangi langkah di atas untuk mencari hasil terbaik dari klasifikasi SVM dengan melakukan pengubahan pada nilai jarak piksel dari GLCM, dan fungsi kernel yang digunakan pada SVM.

6. Berikut adalah hasil dari pengujian klasifikasi SVM untuk data uji. C. Hasil Pengujian

Tabel 4.3. Hasil Klasifikasi SVM Dengan Kernel Gaussian (rbf) Dengan Nilai Jarak Piksel GLCM Dari 1 Sampai 5.

Citra Ke

Kernel gaussian basis function (rbf)

1 2 3 4 5

1 ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’

2 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

3 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

4 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

5 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

6 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

7 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

8 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

9 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

[image:63.595.119.509.611.756.2]
(64)

Citra Ke

Kernel gaussian basis function (rbf)

1 2 3 4 5

11 ‘Lanas’ ‘‘Lanas’ 'Tidak

Terdeteksi' ‘Lanas’ ‘Lanas’

12 'Tidak

Terdeteksi' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

13 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

14 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

15 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

16 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

17 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

18 ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’

19 'Tidak

Terdeteksi' ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’

20 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

21 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

22 ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ 'Bercak Karat'

23 'Tidak

Terdeteksi' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

24 ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’

25 ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’

26 ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’

27 ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’

28 ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’

29 'Tidak

Terdeteksi' ‘Lanas’ 'Bercak Karat'

'Tidak

Terdeteksi' ‘Lanas’

30 'Tidak

Terdeteksi' ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’ ‘Lanas’

Tabel 4.4. Hasil Klasifikasi SVM Dengan Kernel Gaussian (rbf) Dengan Nilai Jarak Piksel GLCM Dari 6 Sampai 10.

Citra Ke

Kernel gaussian basis function (rbf)

6 7 8 9 10

1 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Tidak

Terdeteksi' 'Bercak Karat'

2 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

3 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

4 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

5 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

6 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

7 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

8 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

9 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

10 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

11 'Lanas' 'Lanas' 'Tidak

Terdeteksi' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

12 'Bercak Karat' 'Tidak

Terdeteksi' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

13 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

14 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

15 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

16 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

17 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

[image:64.595.94.513.82.761.2]
(65)

Citra Ke

Kernel gaussian basis function (rbf)

6 7 8 9 10

19 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

20 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

21 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

22 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

23 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

24 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

25 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

26 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

27 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

28 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

29 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Tidak

Terdeteksi'

'Tidak Terdeteksi'

[image:65.595.117.509.85.266.2]

30 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

Tabel 4.5. Hasil Klasifikasi SVM Dengan Kernel Polynomial Dengan Nilai Jarak Piksel GLCM Dari 1 Sampai 5.

Citra Ke

Kernel polynomial

1 2 3 4 5

1 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

2 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

3 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

4 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

5 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

6 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

7 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

8 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

9 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Tidak

Terdeteksi' 'Bercak Karat'

10 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

11 'Tidak

Terdeteksi' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

12 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

13 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

14 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

15 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

16 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Tidak

Terdeteksi' 'Bercak Karat'

17 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

18 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

19 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

20 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

21 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

22 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

23 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

24 'Lanas' 'Tidak

Terdeteksi'

'Tidak

Terdeteksi' 'Lanas' 'Lanas'

25 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

26 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

27 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

28 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

29 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

(66)
[image:66.595.107.509.113.550.2]

Tabel 4.6. Hasil Klasifikasi SVM Dengan Kernel Polynomial Dengan Nilai Jarak Piksel GLCM Dari 6 Sampai 10.

Citra Ke

Kernel polynomial

6 7 8 9 10

1 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

2 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

3 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

4 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

5 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

6 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

7 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Tidak

Terdeteksi'

'Tidak Terdeteksi'

8 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

9 'Bercak Karat' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Tidak

Terdeteksi'

10 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

11 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

12 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

13 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

14 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Tidak

Terdeteksi'

'Tidak Terdeteksi'

'Tidak Terdeteksi'

15 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

16 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

17 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

18 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

19 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

20 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

21 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

22 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

23 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Bercak Karat'

24 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

25 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

26 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

27 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

28 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

29 'Bercak Karat' 'Bercak Karat' 'Tidak

Terdeteksi'

'Tidak

Terdeteksi' 'Bercak Karat'

30 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas' 'Lanas'

[image:66.595.95.509.113.550.2]
(67)
[image:67.595.94.521.255.703.2]

adalah polynomial. Tabel 4.6 adalah tabel hasil klasifikasi

Gambar

Grafik Keilmuan dan bidang Rekayasa
Gambar 2.14. Tampilan awal MATLAB
Gambar 2.15. Tampilan M-File.
Table 2.1. Variabel yang Telah Terdefinisi Oleh MATLAB
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENGENALAN CIRI GARIS TELAPAK TANGAN MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR GRAY LEVEL CO- OCCURENCE MATRIX (GLCM) DAN METODE K-NEAREST.. NEIGHBORS

MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR GRAY LEVEL CO- OCCURENCE MATRIX (GLCM) DAN METODE K-NEAREST NEIGHBORS (K- NN)”. 1.2

3.2.1 Ekstraksi fitur citra tenun menggunakan GLCM dan contoh perhitungan

- Hapus citra : digunakan untuk melakukan penghapusan citra /pembatalan proses pengolahan citra yang telah diambil, baik hasil preprocessing ataupun ekstraksi

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, identifikasi penyakit Alzheimer menggunakan Fuzzy C-Means untuk segmentasi fitur, Gray Level Co-Occurrence Matrix untuk

Hasil ekstraksi fitur dari citra tanda tangan dengan GLCM pada penelitian ini digunakan untuk melakukan pengenalan tanda tangan dengan menggunakan PNN sebagai

1161 processing used is the application program creation in matlab using the Gray level Co-occurrence Matrix GLCM and Extreme Learning Machine ELM method in quantifying the degree of

Kesimpulan Berdasarkan hasil eksperimen yang telah dilakukan didapatkan bahwa metode usulan yakni metode GLCM Gray Level Co-occurrence matrics dengan fitur kontras, dissimilarity,