PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA
PASCA TSUNAMI DI TAMAN HUTAN
RAYA POCUT MEURAH INTAN
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
M. DAUD
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul :
PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PASCA TSUNAMI DI TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas di tunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2006
ABSTRAK
M. DAUD. Prospek Pengembangan Ekowisata Pas ca Tsunami di Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam . Dibimbing oleh ANDRY INDRAWAN dan SOEHARTINI SEKARTJAKRARINI.
ABSTRACT
M. DAUD. The Prospect of Ecoturism Development Post-Tsunami at The Grand Forest Park Pocut Meurah Intan in Province of Nanggroe Aceh Darussalam Supervised by ANDRY INDRAWAN and SOEHARTINI SEKARTJAKRARINI.
PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA
PASCA TSUNAMI DI TAMAN HUTAN
RAYA POCUT MEURAH INTAN
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
M. DAUD
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
PRAKATAPuji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT atas segala
karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan tepat pada waktunya.
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juli hingga Oktober 2005 memilih tema
ekowisata, dengan judul Prospek Pengembangan Ekowisata Pasca Tsunami di
Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Andry Indrawan,
M.S. dan Ibu Dr. Ir. Soehartini Sekartjakrarini, M.Sc selaku pembimbing serta Dr.
Suyanto (ICRAF) atas bantuan selama penelitian. Penghargaan penulis
sampaikan kepada seluruh anggota Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tahura Pocut
Meurah Intan dan Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (STIK) Banda
Aceh yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
yang tulus penulis sampaikan kepada kedua orang tua, istri dan anak-anak
tercinta serta seluruh keluarga dan sahabat.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
B
ogor, Januari 2006iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis, M. Daud adalah anak ke-2 dari 5 (lima) bersaudara yang berasal dari keluarga pasangan Usman Basyah dan Kartinah. Penulis dilahirkan di Desa Cot Teungoh Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam pada tanggal 10 Oktober 1972.
Tahun 1985 penulis lulus dari SD Negeri Tgk. Dianjong Kecamatan Pidie.
Kemudian, penulis melanjutkan studi ke SLTP Negeri 2 Tijue Kabupaten Pidie
dan lulus pada tahun 1988.
Tahun 1988 penulis melanjutkan studi ke SPP Muhammadiyah Kota Sigli
Kabupaten Pidie, dan pada tahun 1991 penulis lulus dari SPP Muhammadiyah
Kota Sigli Kabupaten Pidie. Pada tahun 1991 penulis melanjutkan studi ke
Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (STIK) Banda Aceh yang lulus pada tahun 1997.
Pada tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan dan diterima di
ProgramStudi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Bidang Minat “Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekowisata”
B
ogor, Januari 2006© Hak cipta milik M. Daud, tahun 2006 Hak cipta dilindungi
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Ruang Lingkup Penelitian ... 5
1.4. Tujuan Penelitian ... 5
1.5. Kegunaan Penelitian ... 5
1.6. Kerangkan Pemikiran Penelitian... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Pengertian Ekowisata ... 9
2.2. Ekowisata Sebagai Konsep ... 11
2.3. Pegembangan Ekowisata ... 17
2.4. Taman Hutan Raya ... 20
2.5. Analisis Sediaan dan Permintaan Wisata... 20
2.6. Kesediaan Membayar (WTP) ... 23
III. METODELOGI PENELITIAN ... 25
3.1. Tempat dan Waktu... 25
3.2. Metode Pengumpulan Data... 25
3.2.1. Data Pokok ... 25
3.2.1.1. Potensi Penawaran (Supply) Wisata ... 27
3.2.1.2. Potensi Permintaan (Demand) Wisata... 27
3.2.2. Data Penunjang ... 27
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 29
3.3.1. Studi Pustaka/ Literatur ... 29
3.3.2. Pengamatan Lapangan ... 29
3.3.3. Wawancara dan Penyebaran Kuiesioner ... 29
3.4. Analisis Data... 30
3.4.1. Analisa Penawaran (supply) Wisata ... 30
3.4.2. Analisa Permintaan (Demand) Wisata ... 31
3.4.2.1. Analisis Kesediaan Membayar (WTP) ... 31
3.4.2.1.1. Menghitung Rataan WTP ... 31
3.4.2.1.2. Menentukan Model Pendugaan WTP 32 3.4.2.1.3. Model Regresi Logit ... 32
3.4.2.1.4. Pengujian Model Regresi Logit ... 33
3.4.3. Analisa Strategi Pengembangan ... 36
IV. KEADAAN UMUM LOKASI ... 40
4.1. Letak dan Luas ... 40
4.2. Topografi ... 40
4.3. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat... 41
4.3.1. Penduduk ... 41
4.3.2. Mata Pencaharian... 41
4.3.3. Tingkat Pendidikan ... 42
4.3.4. Sarana Kesehatan ... 42
vi
4.3.6. Bahasa ... 43
4.3.7. Perekonomian Daerah ... 43
4.4. Potensi dan Daya Tarik Obyek Wisata ... 44
4.5. Pengelolaan Kawasan ... 45
4.6. Pembagian Kawasan Menurut Zonasi ... 45
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47
5.1. Potensi Penawaran Wisata... 47
5.1.1. Sumberdaya Wisata Alam ... 47
5.1.1.1. Pemandangan Alam ... 47
5.1.1.2. Kondisi Flora dan Fauna di TPMI ... 48
5.1.1.3. Pusat Latihan Gajah ... 49
5.1.1.4. Realisasi Pembangunan TPMI ... 50
5.1.2. Akomodasi ... 50
5.1.3. Fasilitas dan Pelayanan ... 51
5.1.4. Insfrastruktur ... 54
5.1.5. Elemen Institusi ... 55
5.1.6. Masyarakat Sekitar Kawasan ... 55
5.1.6.1. Karakteristik Masyarakat ... 55
5.1.6.2. Persepsi Masyarakat ... 57
5.1.6.3. Partisipasi Masyarakat ... 60
5.1.6.4. Stakeholders ... 62
5.1.6.5. Saran dan Harapan Masyarakat ... 62
5.2. Aspek Permintaan Wisata ... 63
5.2.1. Karakteristik Wisatawan ... 63
5.2.2. Motivasi Wisatawan ... 66
5.2.3. Persepsi W isatawan... 69
5.2.4. Kesediaan Membayar (WTP) ... 70
5.2.5. Besar Nilai WTP ... 72
5.2.6. Analisa Regresi Logit Kesediaan Membayar WTP ... 72
5.2.7. Saran dan Harapan Wisatawan... 74
5.3. Strategi Pengembangan Wisata ... 74
5.3.1. Analisa SWOT ... 74
5.3.1.1. Kekuatan (Strengths) ... 76
5.3.1.2. Kelemahan (Weaknes ses) ... 76
5.3.1.3. Peluang (Opportunities) ... 76
5.3.1.4. Ancaman (Threats) ... 77
5.3.2. Rekomendasi Strategi Pengembangan Ekowisata... 77
5.3.2.1. Strategi SO ... 77
5.3.2.2. Strategi ST ... 78
5.3.2.3. Strategi WO... 78
5.3.2.4. Strategi WT ... 79
5.3.3. Strategi Pengembangan Wisata dengan Konsep Ekowisata ... 79
5.3.4. Matriks Internal-Eksternal ... 81
5.3.5. Perumusan Grand Strategy Pengembangan ekowisata di TPMI ... 86
5.3.6. Rekomendasi Grand Strategy Pengembangan ekowisata Di TPMI ... 87
5.3.6.1. Tujuan ... 88
5.3.6.2. Misi ... 88
5.3.6.3. Sasaran ... 88
PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA
PASCA TSUNAMI DI TAMAN HUTAN
RAYA POCUT MEURAH INTAN
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
M. DAUD
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul :
PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PASCA TSUNAMI DI TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas di tunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2006
ABSTRAK
M. DAUD. Prospek Pengembangan Ekowisata Pas ca Tsunami di Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam . Dibimbing oleh ANDRY INDRAWAN dan SOEHARTINI SEKARTJAKRARINI.
ABSTRACT
M. DAUD. The Prospect of Ecoturism Development Post-Tsunami at The Grand Forest Park Pocut Meurah Intan in Province of Nanggroe Aceh Darussalam Supervised by ANDRY INDRAWAN and SOEHARTINI SEKARTJAKRARINI.
PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA
PASCA TSUNAMI DI TAMAN HUTAN
RAYA POCUT MEURAH INTAN
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
M. DAUD
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
PRAKATAPuji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT atas segala
karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan tepat pada waktunya.
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juli hingga Oktober 2005 memilih tema
ekowisata, dengan judul Prospek Pengembangan Ekowisata Pasca Tsunami di
Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Andry Indrawan,
M.S. dan Ibu Dr. Ir. Soehartini Sekartjakrarini, M.Sc selaku pembimbing serta Dr.
Suyanto (ICRAF) atas bantuan selama penelitian. Penghargaan penulis
sampaikan kepada seluruh anggota Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tahura Pocut
Meurah Intan dan Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (STIK) Banda
Aceh yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
yang tulus penulis sampaikan kepada kedua orang tua, istri dan anak-anak
tercinta serta seluruh keluarga dan sahabat.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
B
ogor, Januari 2006iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis, M. Daud adalah anak ke-2 dari 5 (lima) bersaudara yang berasal dari keluarga pasangan Usman Basyah dan Kartinah. Penulis dilahirkan di Desa Cot Teungoh Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam pada tanggal 10 Oktober 1972.
Tahun 1985 penulis lulus dari SD Negeri Tgk. Dianjong Kecamatan Pidie.
Kemudian, penulis melanjutkan studi ke SLTP Negeri 2 Tijue Kabupaten Pidie
dan lulus pada tahun 1988.
Tahun 1988 penulis melanjutkan studi ke SPP Muhammadiyah Kota Sigli
Kabupaten Pidie, dan pada tahun 1991 penulis lulus dari SPP Muhammadiyah
Kota Sigli Kabupaten Pidie. Pada tahun 1991 penulis melanjutkan studi ke
Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (STIK) Banda Aceh yang lulus pada tahun 1997.
Pada tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan dan diterima di
ProgramStudi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Bidang Minat “Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekowisata”
B
ogor, Januari 2006© Hak cipta milik M. Daud, tahun 2006 Hak cipta dilindungi
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Ruang Lingkup Penelitian ... 5
1.4. Tujuan Penelitian ... 5
1.5. Kegunaan Penelitian ... 5
1.6. Kerangkan Pemikiran Penelitian... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Pengertian Ekowisata ... 9
2.2. Ekowisata Sebagai Konsep ... 11
2.3. Pegembangan Ekowisata ... 17
2.4. Taman Hutan Raya ... 20
2.5. Analisis Sediaan dan Permintaan Wisata... 20
2.6. Kesediaan Membayar (WTP) ... 23
III. METODELOGI PENELITIAN ... 25
3.1. Tempat dan Waktu... 25
3.2. Metode Pengumpulan Data... 25
3.2.1. Data Pokok ... 25
3.2.1.1. Potensi Penawaran (Supply) Wisata ... 27
3.2.1.2. Potensi Permintaan (Demand) Wisata... 27
3.2.2. Data Penunjang ... 27
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 29
3.3.1. Studi Pustaka/ Literatur ... 29
3.3.2. Pengamatan Lapangan ... 29
3.3.3. Wawancara dan Penyebaran Kuiesioner ... 29
3.4. Analisis Data... 30
3.4.1. Analisa Penawaran (supply) Wisata ... 30
3.4.2. Analisa Permintaan (Demand) Wisata ... 31
3.4.2.1. Analisis Kesediaan Membayar (WTP) ... 31
3.4.2.1.1. Menghitung Rataan WTP ... 31
3.4.2.1.2. Menentukan Model Pendugaan WTP 32 3.4.2.1.3. Model Regresi Logit ... 32
3.4.2.1.4. Pengujian Model Regresi Logit ... 33
3.4.3. Analisa Strategi Pengembangan ... 36
IV. KEADAAN UMUM LOKASI ... 40
4.1. Letak dan Luas ... 40
4.2. Topografi ... 40
4.3. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat... 41
4.3.1. Penduduk ... 41
4.3.2. Mata Pencaharian... 41
4.3.3. Tingkat Pendidikan ... 42
4.3.4. Sarana Kesehatan ... 42
vi
4.3.6. Bahasa ... 43
4.3.7. Perekonomian Daerah ... 43
4.4. Potensi dan Daya Tarik Obyek Wisata ... 44
4.5. Pengelolaan Kawasan ... 45
4.6. Pembagian Kawasan Menurut Zonasi ... 45
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47
5.1. Potensi Penawaran Wisata... 47
5.1.1. Sumberdaya Wisata Alam ... 47
5.1.1.1. Pemandangan Alam ... 47
5.1.1.2. Kondisi Flora dan Fauna di TPMI ... 48
5.1.1.3. Pusat Latihan Gajah ... 49
5.1.1.4. Realisasi Pembangunan TPMI ... 50
5.1.2. Akomodasi ... 50
5.1.3. Fasilitas dan Pelayanan ... 51
5.1.4. Insfrastruktur ... 54
5.1.5. Elemen Institusi ... 55
5.1.6. Masyarakat Sekitar Kawasan ... 55
5.1.6.1. Karakteristik Masyarakat ... 55
5.1.6.2. Persepsi Masyarakat ... 57
5.1.6.3. Partisipasi Masyarakat ... 60
5.1.6.4. Stakeholders ... 62
5.1.6.5. Saran dan Harapan Masyarakat ... 62
5.2. Aspek Permintaan Wisata ... 63
5.2.1. Karakteristik Wisatawan ... 63
5.2.2. Motivasi Wisatawan ... 66
5.2.3. Persepsi W isatawan... 69
5.2.4. Kesediaan Membayar (WTP) ... 70
5.2.5. Besar Nilai WTP ... 72
5.2.6. Analisa Regresi Logit Kesediaan Membayar WTP ... 72
5.2.7. Saran dan Harapan Wisatawan... 74
5.3. Strategi Pengembangan Wisata ... 74
5.3.1. Analisa SWOT ... 74
5.3.1.1. Kekuatan (Strengths) ... 76
5.3.1.2. Kelemahan (Weaknes ses) ... 76
5.3.1.3. Peluang (Opportunities) ... 76
5.3.1.4. Ancaman (Threats) ... 77
5.3.2. Rekomendasi Strategi Pengembangan Ekowisata... 77
5.3.2.1. Strategi SO ... 77
5.3.2.2. Strategi ST ... 78
5.3.2.3. Strategi WO... 78
5.3.2.4. Strategi WT ... 79
5.3.3. Strategi Pengembangan Wisata dengan Konsep Ekowisata ... 79
5.3.4. Matriks Internal-Eksternal ... 81
5.3.5. Perumusan Grand Strategy Pengembangan ekowisata di TPMI ... 86
5.3.6. Rekomendasi Grand Strategy Pengembangan ekowisata Di TPMI ... 87
5.3.6.1. Tujuan ... 88
5.3.6.2. Misi ... 88
5.3.6.3. Sasaran ... 88
vii
5.3.6.5. Kegiatan yang Dapat dilakukan ... 89
5.3.7. Rehabilitasi Aceh Pasca Tsunami ... 90
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 92
6.1. Simpulan ... 92
6.2. Saran ... 92
DAFTAR PUSTAKA ... 93
viii
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Jenis data yang diperlukan dalam melakukan penelitian di TPMI ... 28
2 Variabel yang di gunakan dalam analisis regresi logit ... 35
3 Matriks SWOT ... 37
4 Rangkuman matriks internal penawaran dan permintaan wisata ……… 38
5 Rangkuman matriks eksternal penawaran dan permintaan wisata ……….. 38
6 Jumlah penduduk di Kecamatan Lembah Seulawah pada tahun 2003……. 41
7 Karakteristik masyarakat desa di sekitar kawasan TPMI ... 56
8 Persepsi masyarakat terhadap prospek pengembangan ekowisata di TPMI ... 58
9 Partisipasi masyarakat terhadap prospek pengembangan ekowisata di TPMI. ... 61
10 Karakteristik wisatawan di TPM ... 65
11 Motivasi wisatawan terhadap pengembangan ekowisata di TPMI ... 67
12 Sebaran responden berdasarkan tujuan berkunjung ke TPMI... 68
13 Sebaran wisatawan berdasarkan obyek wisata yang paling banyak dikunjungi sebelum dan sesudah tsunami ... 68
14 Persepsi wisatawan terhadap pengembangan ekowisata di TPMI ... 70
15 Kesediaan membayar biaya restribusi ... 71
16 Alasan responden tidak mau membayar restribusi masuk... 71
17 Besar nilai kesediaan membayar (WTP) ... 72
18 Analisis regresi logit kesediaan membayar (WTP) ... 73
19 Formulasi strategi pengembangan ekowisata di kawasan TPMI ... 75
20 Faktor kekuatan (internal) strategi pengembangan ekowisata di TPMI ... 82
21 Faktor kelemahan (internal) strategi pengembangan
ekowisata pada kawasan TPMI ... 83
22 Faktor peluang (eksternal) strategi pengembangan ekowisata di TPMI .... 84
23 Faktor ancaman (eksternal) strategi pengembangan
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian ... 7
2 Definisi ekowisata menurut Ziffer 1989 ... 9
3 Peta lokasi penelitian ... 26
4 Diagram matriks grand strategy ... 39
5 Panorama alam di TPMI ... 48
6 Pusat Latihan Gajah (PLG) ... 49
7 Realisasi pembangunan TPMI tahun 2003 ... 50
8 Pondok di kawasan TPMI ... 51
9 Rumah makan di sepanjang jalan Medan-Banda Aceh menuju TPMI ... 53
10 Kondisi jalan menuju TPMI ... 54
11 Kondisi jalan sebelum dan sesudah pengerasan di dalam
kawasan TPMI ... 55
12 Posisi strategi untuk pengembangan ekowisata di kawasan TPMI ... 87
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Faktor-faktor internal yang merupakan kekuatan ... 98
2 Faktor-faktor internal yang merupakan kelemahan ... 101
3 Faktor-faktor eksternal yang merupakan peluang ... 103
4 Faktor-faktor eksternal yang merupakan ancaman ... 105
5 Jenis tanaman asli di TPMI ... 107
6 Jenis tanaman introduksi di TPMI... 108
7 Perhitungan rata-rata biaya restribusi ...109
8 Hasil analisis regresi logit WTP ... 110
iv
DAFTAR SINGKATAN
BRR : Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi
BKSDH : Balai Konservasi Sumberdaya Hutan
BKPH : Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan
BPS : Badan Pusat Statistik
CVM : Contingent Valuation Method
DITJEN : Direktorat Jenderal
EWTP : Expected Willingness to pay
KMLH : Kementerian Lingkungan Hidup
NGO : Non Goverment Organization
OKP : Organisasi Kepemudaan
PA : Pencinta Alam
POLHUT : Polisi Hutan
PAD : Pendapatan Asli Daerah
PHKA : Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
PLG : Pusat Latihan Gajah
RPH : Resort Polisi Hutan
SWOT : Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats
TPMI : Tahura Pocut Meurah Intan
UPT : Unit Pelaksana Teknis
UNEP : United Nation Environmental Programme
WTO : World Tourism Organization
WTP : Willingness to Pay
WTA : Willingness to Accept
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan
oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga
kawasan konservasi. Peranan dari kawasan konservasi masih belum banyak
diketahui, sehingga produk dari kawasan konservasi belum mendapat penilaian
yang sesuai, dimana sebagian besar produk dari kawasan konservasi ini tidak
memiliki nilai pasar.
Dalam UU Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa, tahura adalah
kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami
atau bukan, jenis asli maupun bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya dan
pariwisata. Kawasan hutan yang dapat berfungsi sebagai kawasan wisata adalah
kawasan pelestarian alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata
Alam), suaka margasatwa, dan hutan lindung melalui kegiatan wisata alam terbatas
serta hutan produksi yang berfungsi sebagai wana wisata. (Departemen Kehutanan
dan Perkebunan 1999).
Keberadaan Tahura Pocut Meurah Intan (TPMI) didasarkan atas Surat
Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor.1/Kpts-II/1998, 5 Januari
1998 tentang perubahan fungsi sebagian kawasan hutan lindung dan hutan
produksi yang terletak di kelompok hutan Seulawah Agam seluas ± 6.300 Ha dan
menetapkannya sebagai TPMI. Kawasan TPMI terdapat berbagai flora dan fauna
antara lain berbagai jenis tumbuhan seperti dari famili Dipterocarpaceae, Pinaceae,
Euphorbiaceae dan Moraceae. Jenis fauna seperti gajah, monyet serta berbagai
jenis burung. Gejala alam yang juga merupakan daya tarik terhadap obyek wisata
berupa gua, air terjun, sumber air panas, pemandangan alam dan lintasan gajah
serta peninggalan sejarah pada zaman Belanda dan legenda masyarakat (Dinas
Kehutanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 1995).
Sejalan dengan perkembangan pada satu dasawarsa terakhir ini, kita dituntut
2
keberadaan Indonesia akan ditentukan oleh kemampuan kita dalam memberikan
pelayanan atas komponen-komponen pariwisata, yaitu atraksi, transportasi,
akomodasi, informasi dan promosi, secara kompetitif. Ramalan bahwa pariwisata
akan menjadi industri jasa terbesar bersama-sama dengan transportasi dan
telekomunikasi, harus di pahami sebagai peluang bila disertai dengan pengetahuan
(knowledge) dan keterampilan (skill) yang cukup serta sikap (attitude) yang baik.
(Sekartjakrarini 1999).
Salah satu pandangan dan sikap yang tepat untuk dijadikan acuan dalam
pengembangan hutan untuk wisata adalah ekowisata. Ekowisata, seperti halnya
pariwisata mempunyai dua arti yaitu sebagai perilaku (behavior) dan sebagai
industri. Sebagai perilaku, selayaknya seluruh pelaku pariwisata harus bersikap apa
yang seharusnya dilakukan dalam pengembangan pariwisata dalam kawasan hutan.
Sebagai industri, para pelaku pariwisata, baik pemerintah, swasta maupun
masyarakat, harus bersama-sama mengembangkan suatu mekanisme dimana
pengembangan tersebut selayaknya dapat memberikan manfaat tidak hanya
ekonomi, namun juga fisik, sosial dan budaya terhadap kawasan yang bersangkutan
beserta masyarakatnya (Sekartjakrarini 1999).
Salah satu bentuk kegiatan wisata yang dapat dikembangkan di kawasan
TPMI adalah kegiatan wisata alam dengan konsep ekowisata, karena kegiatan
tersebut dilakukan dengan mengikuti prinsip-prinsip konservasi serta tidak
mengubah bentang alam, yaitu memanfaatkan potensi yang ada guna kepentingan
pariwisata alam berupa konsep ekowisata. Selain itu, kegiatan wisata di kawasan
konservasi juga dapat memberikan manfaat yaitu mendorong pengembangan
ekonomi daerah melalui penyediaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha,
menyediakan sarana untuk memenuhi kebutuhan rekreasi serta sebagai sarana
pendidikan bagi masyarakat.
Dalam rangka pengembangan kawasan TPMI secara menyeluruh dan
optimal dengan meliputi berbagai aspek sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
sekitarnya maka diperlukan langkah-langkah strategis pengembangan yang
berkelanjutan pada konsep ekowisata. Strategi ini diharapkan mampu menjembatani
kepentingan konservasi, perekonomian masyarakat serta pembangunan di wilayah
3
Kawasan TPMI yang menyimpan bany ak potensi alam belum di kelola
secara optimal baik untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian dan
kegiatan wisata. Pengelolaan yang belum optimal ini di sebabkan oleh berbagai
faktor diantaranya adalah masih minimnya alokasi anggaran untuk pengembangan
tahura dan faktor keamanan. Sehingga di khawatirkan kondisi TPMI akan
terdegradasi pada masa yang akan datang.
Pengelolaan tahura yang belum optimal ini ditambah lagi dengan terjadinya
gempa bumi disertai dengan gelombang tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam
pada tanggal 26 Desember 2004 yang telah menimbulkan dampak yang sungguh
luar biasa besarnya, baik terhadap manusia dan sumberdaya alam yang ada di
wilayah tersebut. Peristiwa tersebut sangat berpengaruh terhadap pengembangan
tahura di masa yang akan datang di mana kebijakan pemerintah terhadap
pembangunan tahura berubah, tekanan masyarakat terhadap lingkungan khususnya
kebutuhan kayu untuk perumahan tinggi dan pola hidup masyarakat sekitar juga
berubah.
Atas dasar pemikiran tersebut, maka diperlukan adanya suatu penelitian
guna mengetahui prospek pengembangan ekowisata pasca tsunami di TPMI dalam
kaitannya terhadap komponen fisik, biologi, sosial, ekonomi dan budaya di dalam
dan luar sekitar kawasan, sehingga rencana pengembangan wisata dapat di susun
sesuai dengan potensi ketersediaan (supply) dan permintaan (demand) wisata dan
tujuan pengelolaannya serta rencana pengembangan daerah sekitarnya, sehingga
masyarakat dapat merasakan manfaat yang nyata dan legal dari keberadaan TPMI
dalam konteks untuk keperluan pengembangan ekowisata.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam perkembangan pariwisata di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
tidak dapat dipungkiri akan dapat memberikan resiko degradasi kualitas lingkungan,
yang pada akhirnya menyebabkan ekosistem alam, sosial dan budaya masyarakat
sekitarnya menjadi terganggu. Demikian pula halnya dengan masyarakat yang
terdapat di sekitar kawasan TPMI yang terus bertambah dari tahun ke tahun
walaupun jumlahnya tidak seberapa besar, namun cukup mempengaruhi kondisi
wilayah sekitarnya. Ditambah lagi dengan kondisi ekonomi masyarakat di sekitar
4
hidupnya mereka melakukan berbagai kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam
secara ilegal (perambahan hutan, penebangan dan perburuan liar). Hal tersebut
menyebabkan adanya tekanan terhadap sumberdaya alam yang terdapat di dalam
maupun di sekitar kawasan TPMI. Selain itu, dalam perkembangan pariwisata di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, tidak dapat di pungkiri bahwa perencanaan
dan pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik, ditambah lagi dengan kondisi
Aceh sebagai daerah darurat militer sehingga dapat memberikan resiko terjadinya
degradasi kualitas lingkungan, yang pada akhirnya menyebabkan ekosistem alam ,
sosial dan budaya masyarakat sekitar terganggu.
Mengingat pentingnya keberadaan dan kelestarian kawasan hutan yang
menyimpan beranekaragam sumberdaya alam (flora dan fauna) dan adanya
tekanan dari masyarakat di sekitar kawasan hutan, maka perlu adanya suatu
kegiatan di dalam kawasan yang dapat menjaga kelestarian kawasan sekaligus
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Kegiatan yang dapat
dikembangkan adalah kegiatan-kegiatan pariwisata yang dilandasi dengan konsep
ekowisata. Kawasan TPMI memiliki berbagai keunikan dan keindahan alamnya yang
masih asli, sehingga sangat potensial untuk diselenggarakan kegiatan pariwisata
yang berbasis pada kelestarian alam. Namun perencanaan dan pengembangan
kawasan wisata tersebut harus tetap memperhatikan semua sumberdaya alam dan
budaya serta lingkungan agar tidak terjadi degradasi.
Sampai dengan saat ini pengembangan tahura yang masih belum optimal, di
tambah lagi dengan terjadinya gempa bumi dan gelombang tsunami pada tanggal 26
Desember 2004, sehingga menambah permasalahan dalam pengembangan TPMI
baik secara langsung maupun tidak langsung. Permasalahan yang muncul adalah
penebangan hutan untuk keperluan relokasi perumahan pengungsi, perubahan mata
pencaharian, hilangnya sumberdaya manusia pengelola tahura dan hilangnya
semua obyek wisata pantai.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang muncul
adalah bagaimana menyusun strategi pengembangan wisata di kawasan TPMI
pasca tsunami dalam konteks untuk keperluan pengembangan ekowisata. Dengan
harapan pengembangan wisata ini dapat meminimalkan tekanan terhadap
lingkungan, menjaga dan meningkatkan kualitas sumberdaya alam serta membantu
5
manfaat yang menguntungkan dari segi ekonomi maupun keberlanjutan dari segi
ekologi. Oleh karena itu peneliti akan menyusun suatu strategi pengembangan
ekowisata pada TPMI.
1.3. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam rencana penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu analisis
sediaan (supply) dan analisis permintaan (demand) dengan ruang lingkup sebagai
berikut
1 Inventarisasi potensi pariwisata yang terdapat di kawasan TPMI.
2 Mengetahui daya tarik obyek wisata terhadap wisatawan dan kesediaan
membayar atau Willingness to pay (WTP) dari pengunjung terhadap obyek
wisata.
3 Mengetahui keinginan dan persepsi masyarakat lokal terhadap pengembangan
pariwisata di kawasan TPMI.
4 Mengetahui kegiatan pengelolaan TPMI, yang meliputi aspek pengelolaan dan
ketersediaan fasilitas pendukungnya.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1 Mengetahui potensi sediaan (supply) sumberdaya wisata yang terdapat di TPMI.
2 Mengetahui potensi permintaan (demand) terhadap sumberdaya wisata dan
menganalisa kesediaan membayar (WTP) pengunjung terhadap obyek wisata
TPMI.
3 Merumuskan strategi pengembangan wisata dengan konsep ekowisata pada
kawasan TPMI.
1.5. Kegunaan Penelitian
1 Rujukan bagi pengelola dalam menentukan program pengembangan ekowisata
di TPMI.
2 Sebagai informasi kepada semua pihak yang akan melibatkan diri dalam
pengelolaan TPMI.
3 Sebagai informasi bagi Badan Rehabilitasi Rekontruksi Aceh (BRR) dalam
6
4 Untuk kepentingan pengembangan pariwisata alam di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam khususnya dan pariwisata alam Nasional pada umumnya.
1.6. Kerangka Pemikiran Penelitian
Kawasan TPMI merupakan kawasan yang sangat potensial untuk
dikembangkan sebagai destinasi pariwisata yang dilandasi dengan konsep
ekowisata, mengingat keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna yang
beragam, udaranya yang sejuk, aksesibilitas yang mendukung, sarana dan
prasarana yang memadai serta suasana budaya asli masyarakat setempat.
Pengelolaan kawasan TPMI tergolong dalam terminologi pelestarian alam, seperti
tercantum dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya.
Tujuan pengelolaan TPMI adalah untuk pendayagunaan potensi tahura
untuk kegiatan koleksi tumbuhan/satwa, wisata, penelitian, ilmu pengetahuan
pendidikan dan penyediaan plasma nutfah untuk budidaya, diupayakan tidak
mengurangi luas dan tidak merubah fungsi kawasan serta sebagai taman
kebanggaan Provinsi, dengan pemanfaatan utama berupa koleksi jenis tumbuhan
dan satwa dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Pemanfaatan hasil hutan yang tidak terkendali oleh masyarakat di sekitar
TPMI harus segera di cari alternatif pemanfaatan hutan yang berazazkan
kelestarian. Permasalahan tahura yang selama ini masih belum terselesaikan di
tambah lagi dengan terjadinya tsunami pada tanggal 26 Desember 2004, sehingga
menambah permasalahan dalam pengembangan tahura di masa yang akan datang.
Oleh karena itu peneliti mencoba untuk mengembangkan konsep ekowisata
yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat disekitar kawasan TPMI,
sehingga diharapkan masyarakat tidak lagi menebang dan membuka lahan
pertanian di dalam kawasan TPMI.
Untuk mewujudkan hal tersebut diatas, maka sebelum melaksanakan suatu
kegiatan yang menyangkut pengembangan ekowisata di TPMI, harus
menginventarisasi potensi sumberdaya wisata yang ada dan juga menginventarisasi
potensi permintaan wisata. Untuk mengetahui aspirasi masyarakat terhadap
pengembangan tahura, maka harus dilakukan survei terhadap masyarakat di sekitar
7
Analisis terhadap pengembangan kawasan TPMI adalah dengan
menguraikan secara diskriptif faktor-faktor pendukung dan penghambat kegiatan
pengembangan tahura, sehingga di peroleh metode pengembangan yang tepat dan
sesuai untuk masa mendatang. Analisis pendekatan SWOT merupakan analisa
lanjutan setelah data dianalisis secara diskriptif. Analisis pendekatan SWOT ini
dilakukan untuk mengindentifikasi dan menyesuaikan faktor-faktor internal (kekuatan
dan kelemahan) dengan faktro-faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang dimiliki
oleh TPMI, sehingga dapat di susun suatu bentuk alternatif pengembangan
pariwisata yang sesuai dengan kawasan tersebut. Dengan tersusunnya strategi ini,
diharapkan kegiatan pengelolaan dapat berfungsi secara optimal dan memberikan
manfaat bagi pihak pengelola sendiri maupun masyarakat sekitarnya, baik yang
menguntungkan dari segi ekonomi maupun keberlanjutan ekologis. Berikut ini
[image:32.596.135.500.363.641.2]adalah bagan kerangka pemikiran penelitian.
Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian
TAMAN HUTAN RAYA
Pocut Meurah Intan
Koleksi flora dan fauna Pemanfaatan yang tidak terkendali Penelitian dan ilmu pengetahuan
Pengembangan ekowisata
Potensi penawaran ekowista Potensi p ermintaan wisata
Pengelola tahura dan
Stakeholders
Wisatawan Masyarakat
Analisis Supply-Demand analisis Pengelolaan Tsunami
Strategi Pengembangan Ekowisata
Peluang pengembangan Kebutuhan tempat wisata
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Ekowisata
Penelitian-penelitian tentang pariwisata sejak tahun 1980 telah mengarah
kepada pariwisata yang bertanggung jawab, ramah lingkungan serta
mempertimbangkan kepentingan masyarakat lokal, hal ini biasa disebut sebaga i
pariwisata alternatif (Krippendorf 1982 diacu dalam Fennell 1999). Sebagai bagian
dari kegiatan pariwisata, akar ekowisata terletak pada wisata alam (Priskin 2001).
Istilah Ekowisata mulai diperkenalkan pada tahun 1987 oleh Hector Ceballos
Lascurain setelah itu beberapa pakar mendefinisikan ekowisata yang
masing-masing meninjau dari sudut pandang berbeda (Fennell 1999).
Ziffer (1989) memberikan pengertian ekowisata yaitu manusia yang
melakukan perjalanan ke daerah yang masih alami atau masih utuh (belum ada
pengaruh luar atau belum tercemar), dengan tujuan spesifik untuk mempelajari,
mengagumi dan menikmati pemandangan serta kehidupan hewan liar dan tumbuhan
di habitatnya, termasuk segala macam kebudayaan masyarakat setempat.
Banyaknya definisi ekowisata yang ada menunjukkan bahwa ekowisata
sebenarnya masih merupakan suatu konsep yang akan terus berkembang. Menurut
Ziffer (1989) kurang lebih ada 10 istilah dengan banyak variasi yang sering di pakai
dalam ekowisata, substansi istilah tersebut berbeda dan terpisah. Kategori istilah
ada yang bersifat deskripsi seperti ekspresi dari perjalanan alam dan perjalanan
petualangan, segmen wisata ini berbasis pada aktivitas dimana wisatawan
berpartisipasi selama kunjungan mereka. Kategori istilah yang lain berbasis nilai,
seperti wisata yang bertanggung jawab, perjalanan yang beretika, yang menekankan
kebutuhan untuk mempertimbangkan pendekatan dan dampak perjalanan tanpa
mempengaruhi aktivitas wisata. Definisi secara penuh dari konsep ekowisata harus
meliputi motivasi, tingkah laku, dampak dan keuntungan yang diperoleh (Ziffer
9
Gambar 2 Definisi ekowisata menurut Ziffer (1989)
Definisi ekowisata yang dirumuskan dalam Simposium dan Semiloka
INDECON (1996) yaitu ekowisata merupakan suatu kegiatan perjalanan wisata
yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau di daerah-daerah
yang di kelola dengan kaidah alam dimana tujuannya selain untuk menikmati
keindahannya juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman dan dukungan
terhadap usaha-usaha konservasi alam serta peningkatan pendapatan
masyarakat setempat sekitar daerah tujuan wisata.
Menurut Lindberg (1991) ekowisata merupakan perjalanan yang bertanggung
jawab kewilayah-wilayah alami, yang bertujuan untuk melindungi dan melestarikan
lingkungan sedemikian rupa sehingga menekan sekecil mungkin dampak terhadap
lingkungan dan sosial budaya, membangkitkan pendanaan bagi kawasan-kawasan
yang di lindungi serta meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat, kegiatan
wisata ini merupakan gabungan dari rasa cinta terhadap alam dan memiliki rasa
tanggung jawab sosial terhadap masyarakat. DESKRIPSI/AKSI
Wisata berbasis alam Wisata sejarah alam Perjalanan budaya Perjalanan petualangan Perjalanan pengalaman
Perjalanan menambah nilai/pendidikan
NILAI
Wisata alternatif
Wisata yang bertanggung jawab Perjalanan etika
EKOWISATA
PENDEKATAN BERENCANA
10
Ekowisata menurut KMNLH (1996) disebut dengan istilah Wisata Ekologia
yang berarti wisata dalam bentuk perjalanan ke tempat-tempat di alam terbuka
yang relatif belum terjamah atau tercemar dengan tujuan khusus untuk
mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan dengan
tumbuh-tumbuhan serta satwa liarnya (termasuk kawasan berupa ekosistem, keadaan
iklim, fenomena alam, kekhasan jenis tumbuhan dan satwa liar) juga semua
manifestasi kebudayaan yang ada (termasuk tatanan lingkungan sosial budaya),
baik dari masa lampau maupun masa kini di tempat-tempat tersebut dengan
tujuan untuk melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat.
Menurut Alikodra (1997) ekowisata merupakan salah satu kegiatan
strategis bagi implementasi konservasi sumberdaya alam dan lingkungan di
Indonesia. Program ini selain dapat meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat setempat, meningkatkan devisa negara, juga dapat melindungi dan
melestarikan sumberdaya alam khususnya bagi sumberdaya alam hayati dan
Iingkungannya.
Ekowisata dapat dikembangkan di kawasan hutan produksi, lindung dan
konservasi, juga di desa-desa yang mempunyai kekhasan/keunikan. Ada
empat prinsip yang harus menjadi pegangan dalam pengembangan hutan
untuk ekowisata yaitu konservasi, edukasi, partisipasi masyarakat dan
ekonomi (Ridwan 2000)
Ekowisata adalah suatu konsep pengembangan dan penyelenggaraan
kegiatan pariwisata berbasis pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan, berintikan
partisipasi aktif masyarakat dan dengan penyajian produk bermuatan pendidikan,
pembelajaran, minimal berdampak negatif, memberikan kontribusi positif terhadap
pembangunan ekonomi daerah dan diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan
terbuka, kawasan alam binaan, serta kawasan budaya (Sekartjakrarini & Legoh
2004).
Dari beberapa pengertian tentang ekowisata maka dapat di simpulkan
ekowisata bukan pariwisata massal, bukan pariwisata untuk bermain-main, atau
hanya sekedar berkunjung. Ekowisata adalah mengunjungi daerah-daerah yang
masih alami, tidak menimbulkan atau sedikit efek samping terhadap daerah
11
wisatawan dan masyarakat setempat, pemberdayaan masyarakat setempat serta
adanya saling menghormati terhadap budaya yang berbeda antara wisatawan
dengan masyarakat setempat.
2.2. Ekowisata Sebagai Konsep
Batasan Ekowisata secara nasional dirumuskan oleh Kantor Menteri Negara
Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia dalam rencana strategis ekowisata Nasional
adalah suatu “konsep pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan berbasis
pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan, serta berintikan partisipasi aktif
masyarakat, dan dengan penyajian produk bermuatan pendidikan dan
pembelajaran, berdampak negatif minimal, memberikan kontribusi positif terhadap
pembangunan ekonomi daerah, dan diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan
terbuka, kawasan alam binaan, serta kawasan budaya” (Sekartjakrarini & Legoh
2004).
Wight (1993) menyusun prinsip-prinsip dasar ekowisata lestari (ekowisata
berkelanjutan), yaitu
1 Ekowisata tidak merusak sumberdaya dan harus dikembangkan dalam pola yang
selalu didasarkan pada prinsip- prinsip ramah lingkungan.
2 Kegiatan ekowisata harus ditangani langsung oleh pihak pertama, berpartisipasi
penuh dan mengutamakan pada pengalaman.
3 Ekowisata harus melibatkan pendidikan semua pihak yang meliputi masyarakat
lokal, pemerintah, organisasi non pemerintah, industri dan wisatawan sebelum,
selama dan sesudah perjalanan.
4 Ekowisata melibatkan penerimaan dan sumberdaya dengan keterbatasannya.
5 Kegiatan ekowisata mampu mendorong pemahaman dan melibatkan kemitraan
antara berbagai pelaku yang mencakup pemerintah, organisasi non pemerintah,
industri, ilmuwan dan masyarakat lokal (sebelum/selama operasi).
6 Pengoperasian ekowisata harus menjamin bahwa pokok-pokok etika bagi
praktek yang bertanggung jawab terhadap lingkungan tidak hanya diterapkan
pada sumberdaya (alam dan budaya) yang menarik wisatawan, tetapi juga
12
7 Ekowisata harus mampu mendorong tanggung jawab moral dan etika serta
perilaku terhadap Iingkungan alam dan budaya yang dilaksanakan oleh semua
pihak yang berperan.
8 Ekowisata harus memberikan manfaat dalam jangka panjang bagi sumberdaya
masyarakat lokal dan bagi industri (manfaat tersebut dapat berupa konservasi,
ilmiah, sosial, budaya, atau pun ekonomi).
Tiga dimensi ekowisata menurut Hafild (1995) yaitu
1 Konservasi. Kegiatan wisata yang dilaksanakan membantu usaha pelestarian
alam setempat dengan dampak negatif seminimal mungkin.
2 Pendidikan. Para peserta yang mengikuti kegiatan wisata tersebut akan
memperoleh ilmu pengetahuan mengenai ekosistem, keunikan biologis dan
kehidupan spasial di wilayah yang dikunjungi.
3 Sosial. Masyarak at setempat akan mendapat kesempatan untuk
menyelenggarakan kegiatan wisata tersebut.
Ekowisata sebagai sarana penunjang dan penyediaan dana untuk
konservasi, perlu dievaluasi secara hati-hati sesuai dengan kondisi setempat dan
pembatas -pembatasnya. Para perencana, peserta terkait dan industri pariwisata
haruslah mempertimbangkan kemungkinan (Feasibility) dimensi sosial budaya,
dimesi ekologi dan lingkungan hidup serta ekonomi jangka panjang sebelum sampai
pada kesimpulan tentang kecocokan pembangunan atau pengembangan pada
suatu daerah (Agandi 1995).
Hadinoto (1996) mengemukakan bahwa berdasarkan pengalaman dari
wisata umum, ekowisata memiliki pola sebagai berikut
1 Ekowisata merupakan bagian dari wisata alam. Wisata ini mengutamakan
keadaan alam sebagai atraksinya. Aset budaya masyarakat yang ada dalam
kawasan ekowisata harus di jaga.
2 Ekowisata disebut juga wisata minat khusus. Kegiatan ini merupakan wisata
petualangan di kawasan terpencil, dimana keadaan alam relatif masih asli.
3 Ekowisata berskala kecil. Jumlah wisatawan merupakan kelompok yang kecil
dan menggunakan tempat-tempat kecil untuk akomodasi yang tidak
terkonsentrasi (satu tempat).
4 Daya dukung (carrying capacity) kawasan yang dilalui terus di pantau dan tidak
13
melewati jalan setapak dan tidak boleh keluar jalur. Daya dukung lingkungan
merupakan tingkat kehadiran wisatawan yang menciptakan dampak terhadap
masyarakat lingkungan dan ekonomi yang dapat di terima oleh wisatawan dan
masyarakat setempat sebagai tuan rumah dan lestari pada periode yang akan
datang.
5 Ekowisata berdampak kecil karena dilaksanakan di kawasan yang dilindungi,
maka tingkah laku wisatawan terkendali. sesuai dengan peraturan yang berlaku,
sehingga tidak merusak atau mengganggu flora dan fauna.
6 Sarana wisata di kawasan wisata harus menerapkan eco-engeneering dengan
arsitektur lokal, tukang dari masyarakat lokal dan dikelola oleh mereka.
7 Agar kegiatan ekowisata berjalan sukses, wisatawan harus didampingi oleh
pemandu yang ahli di bidangnya, dapat menjelaskan bagaimana pengunjung
berperan serta melestarikan kawasan. Interpretasi adalah proses untuk
mengembangkan daya tarik pengunjung dengan cara yang menarik dalam
menjelaskan suatu lokasi atau dengan mendeskripsikan dan menerangkan
karakteristik lokasi tersebut.
8 Kawasan ekowisata yang merupakan kawasan lindung, harus mampu
mendatangkan pendapatan, sehingga dapat digunakan untuk pemeliharaan,
rehabilitasi dan peningkatan konservasi kawasan lindung tersebut.
Supriatna (1997) menyatakan bahwa penyelenggaraan industri
pariwisata alam yang berwawasan lingkungan dilaksanakan dengan
memperhatikan faktor- faktor sebagai berikut
1 Konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya.
2 Kelestarian budaya dan mutu lingkungan.
3 Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan
ekonomi dan sosial budaya.
4 Nilai-nilai agama adat istiadat serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat.
Berdasarkan defenisi ekowisata, Masyarakat Ekowisata Indonesia (1997)
mengemukakan bahwa ada lima elemen penting yang menjadi prinsip kegiatan
14
1 Perjalanan wisata yang bertanggung jawab. Semua pihak pelaku ekowisata
harus bertanggung jawab untuk meniadakan/meminimalkan dampak negatif
kegiatan ini terhadap lingkungan alam dan budaya di daerah tujuan ekowisata.
2 Ke atau di daerah yang masih alami atau di kelola secara kaidah alam.
3 Tujuannya selain untuk menikmati pesona alam, juga untuk mendapatkan tambahan
pengetahuan dan pemahaman mengenai daerah tujuan ekowisata.
4 Dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam.
5 Meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
Indonesia mempunyai potensi sangat besar dalam pengembangan
ekowisata kawasan hutan tropika yang tersebar dikepulauan sangat menjanjikan
untuk ekowisata dan wisata minat khusus. Ekowisata di beri batasan sebagai
kegiatan yang bertumpu pada lingkungan dan bermanfaat secara ekologi, sosial
dan ekonomi masyarakat serta bagi kelestarian sumberdaya dan berkelanjutan.
Lima aspek utama berkembangnya ekowisata adalah (1) adanya keaslian
lingkungan alam dan budaya, (2) keberadaan dan dukungan masyarakat (3),
pendidikan dan pengalaman (4), keberlanjutan dan (5) kemampuan manajemen
pengelolaan ekowisata (Choy 1997).
Menurut Heriawan (1998) sektor pariwisata di percaya akan menjadi sektor
potensial dalam pembangunan ekonomi masa depan yang berkaitan dengan
persaingan global. Ada empat pusat perhatian dalam pengembangan sektor ini,
yaitu (1) Perluasan dan obyek dan tujuan wisata dengan mempertimbangkan
kekayaan alam dan beragam budaya bangsa, (2) pengembangan berbagai fasilitas
seperti hotel, restoran, transportasi termasuk program pengembangan sumberdaya
manusia, (3) Peningkatan promosi dan pemasaran terutama pada negara-negara
berpotensi serta pengembagan wisata potensial, (4) perbaikan kualitas jasa
pelayanan yang terkait dengan pariwisata dan (5) karena bersifat multi dimensional
maka diperlukan keterpaduan pembangunan lintas sektoral.
Ginzo Aoyama (2000) mengemukakan ekowisata dalam teori prakteknya
tumbuh dari kritik terhadap pariwisata massal, yang di pandang merusak terhadap
landasan sumberdayanya, yaitu lingkungan dan kebudayaan. Kritik ini melahirkan
berbagai istilah baru, antara lain adalah pariwisata alternatif, pariwisata yang
15
penggunaan konsep ini adalah karena dapat menggambarkan pariwisata yang
termasuk :
1 Bukan pariwisata berskala besar/massal
2 Menciptakan suatu alternatif untuk menghadapi eksploitasi sumberdaya alam
baik oleh industrinya maupun penduduk setempat
3 Mempererat hubungan antar bangsa
Di antara konsep-konsep ini, eco-tourism dianggap paling populer, sebagian
karena bisa mengkaitkan kebutuhan-kebutuhan dari gerakan lingkungan yang
mencari cara-cara dan alat untuk menterjemahkan prinsip-prinsip ekologi ke dalam
praktek pengelolaan berkelanjuta n, dengan tren pasar terbaru seperti perjalanan
petualangan dan gaya hidup kembali ke alam (back to nature). Karena itu gerakan
lingkungan menganggap konsep pariwisata ini sebagai suatu instrumen konservasi
yang bersifat mandiri karena :
1 Bisa memodali sendiri kegiatan usahanya
2 Menciptakan suatu alternatif untuk menghadapi sumber-sumberdaya alam baik
oleh industri maupun masyarakat setempat
3 Sarana pendidikan masyarakat dengan memperluas basis gerakannya
Sementara itu, umumnya industri pariwisata memahami ekowisata sebagai
satu tren menguntungkan serta satu cara menciptakan citra yang mendukung
kesadaran akan lingkungan. Tentu terdapat banyak “green entrepreneurs” yang
berada di garis depan usaha konservasi ini, tetapi mereka pada umumnya belum
memahami ekowisata sebagai sesuatu yang lebih dari pada suatu bentuk pariwisata
massal yang berdampak relatif kecil. Keadaan tersebut dapat dilihat dari
bentuk-bentuk promosi penjualan tiket perjalanan ke kawasan pelestarian alam yang
disebut ekowisata. Hal ini terjadi karena ekowisata adalah konsep sangat rentan
terhadap berbagai interpretasi, tergantung siapa yang menginterpretasikannya.
Agar suatu obyek pariwisata tetap berkelanjutan, menurut Supriatna at al.
(2000) menyatakan bahwa secara konseptual ekowisata dapat dikatakan sebagai
suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk
mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) serta
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan
16
pengelolaanya, ekowisata merupakan penyelenggaraan kegiatan wisata yang
bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang di buat
berdasarkan kaidah alam dan secara ekonomi berkelanjutan yang mendukung
upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) serta meningkatkan kesejahteraan
mas yarakat setempat.
Kaharuddin (2001) menempatkan ekowisata sebagai konsep ekowisata
baru yang didasarkan atas :
1 Daerah tujuannya ke kawasan alami dengan adanya pelibatan masyarakat
yang memiliki kebudayaan, sehingga juga melibatkan jenis wisata budaya.
2 Kelompok kecil wisatawan bukan jaminan terciptanya kelestarian kawasan
tanpa ada gangguan dari pengunjung. Jumlah pengunjung yang banyak,
tetapi mereka sadar lingkungan maka kerusakan yang ditimbulkan juga
kecil.
3 Akar dari ekowisata, menempatkan manusia sebagai salah satu komponen
penyusunnya, wajib menjaga keseimbangan ekosistem. Ini berarti ekowisata
mempunyai tujuan untuk menyadarkan wisatawan terhadap kelestarian
kawasan/Iingkungan, yang selama ini manusia cenderung menempatkan diri
sebagai penguasa atas alam dan bukan setara dengan alam.
4 Penyadaran Iingkungan dapat di tempuh melalui pemahaman terhadap
obyek melalui pengetahuan terhadap makna/filosofis di balik obyek atau
atraksi wisata. Penyadaran ini tidak hanya bisa dilakukan pada obyek wisata
alam, tetapi juga pada obyek wisata budaya. Pesan yang disampaikan
ekowisata lebih kepada makna persahabatan, perdamaian antara wisatawan
dengan penduduk lokal dan antara wisatawan dengan Iingkungan.
Dari beberapa pengertian tentang ekowisata, maka penulis dapat
memberikan gambaran mengenai ekowisata. Ekowisata merupakan suatu
konsep pengembangan pariwisata dimana konsep -konsep tersebut di terapkan
dalam penyelenggaraan kegiatan wisata yaitu perjalanan yang bertanggung
jawab dan berwawasan lingkungan, kegiatan wisata yang dilakukan tidak
merusak lingkungan, ada unsur pendidikan dan dapat memberikan manfaat
terhadap kawasan itu sendiri serta bermanfaat terhadap masyarakat di sekitar
17
tersebut harus memiliki keunikan yang khusus, memiliki atraksi budaya yang unik,
ada kesiapan masyarakat setempat, peruntukkan kawasan tidak meragukan dan
tersedia aksesibilitas yang memadai serta adanya akomodasi yang memadai.
2.3. Pengembangan Ekowisata
Sebagai alat pembangunan, ekowisata dapat mewujudkan tiga tujuan
dasar dari konservasi keanekaragaman hayati yaitu (1) melindungi
keanekaragaman hayati dan budaya dengan penguatan sistem manajemen
kawasan lindung, (2) meningkatkan nilai ekosistem mendukung penggunaan
keanekaragaman hayati secara berkelanjutan, dengan menaikkan pendapatan,
kesempatan berusaha dalam ekowisata dan jaringan usaha yang relevan, (3)
membagi keuntungan pengembangan ekowisata dengan masyarakat lokal,
melalui partisipasi aktif dalam perencanaan dan pengelolaan dari kegiatan
ekowisata (UNEP 2003).
Ketersediaan dan kualitas komponen produk wisata sangat ditentukan
oleh kesiapan para pelaku wisata yaitu pemerintah, dunia usaha, dan
masyarakat (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata 2002). Keberhasilan
dalam pengelolaan dan pengembangan ekowisata merupakan hasil kerja sama
antara Stakeholders yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat (Spoule 1996
diacu dalam Fennell 1999). Ada delapan prinsip untuk membangun kemitraan
antara Stakeholders yaitu (1) dibangun berdasarkan budaya masyarakat lokal,
(2) memberikan tanggung jawab kepada masyarakat lokal, (3)
mempertimbangkan untuk mengembalikan kepemilikan daerah yang dilindungi
kepada penduduk asli, (4) mengkaji masyarakat lokal, (5) ada keterkaitan
program pembangunan dari pemerintah dengan daerah yang dilindungi, (6)
memberikan prioritas kepada masyarakat dengan skala kecil, (7) melibatkan
masyarakat lokal dalam perencanaan, (8) mempunyai keberanian untuk
melakukan pelarangan (Fennel 1999).
Tempat tujuan wisata merupakan elemen yang penting karena tempat
tujuan tersebut umumnya merupakan alasan utama bagi wisatawan untuk
berkunjung (Cooper et al. 1993) jadi keadaan di tempat tujuan wisata, seperti
18
mempengaruhi jumlah wisatawan. World Tourism Organization (WTO) dan
United Nation Env ironmental Programme (UNEP) diacu dalam Stecker (1996)
menetapkan kriteria-kriteria untuk suatu kawasan ekowisata, kriteria tersebut
merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan lokasi tujuan
ekowisata.
1 Kekhasan atraksi alam (flagship attraction)
- Tipe hutan, sungai, danau
- Keanekaragaman hayati
- Keunikan spesies tertentu Kemudahan mengamati flora dan fauna
2 Atraksi pendukung/pelengkap
- Berenang (air terjun, sungai, pantai)
- Kegiatan olahraga (jalan kaki, memancing, mendayung)
- Budaya lokal (kesenian, kebiasaan-kebiasaan tradisional)
- Peninggalan sejarah
3 Aksesibilitas dan Infrastruktur
- Jarak ke bandara international atau pusat-pusat wisata
- Akses (jalan raya, jalan kereta api, penerbangan, pelabuhan)
- Fasilitas kesehatan
- Komunikasi
4 Iklim
- Cuaca yang mendukung kegiatan rekreasi
- Banyaknya curah hujan dan distribusinya
5 Kondisi Politik dan Sosial
- Adanya stabilitas sosial politik
- Terjaminnya keamanan wisatawan
- Wisatawan dapat di terima oleh masyarakat lokal
The Ecotourism Society (Eplerwood 1999 diacu dalam Fandeli 2000)
menyatakan ada delapan prinsip dalam kegiatan ekowisata yaitu
1 Mencegah dan menanggulangi dari aktivitas wisatawan yang mengganggu
terhadap alam dan budaya
2 Pendidikan konservasi lingkungan
19
4 Partisipasi masyarakat dalam perencanaan
5 Meningkatkan penghasilan masyarakat
6 Menjaga keharmonisan dengan alam
7 Menjaga daya dukung lingkungan
8 Meningkatkan devisa buat pemerintah.
Pengembangan ekowisata melibatkan berbagai pihak, yaitu pengunjung atau
ekowisatawan, sumberdaya alam, pengelola, masyarakat setempat, kalangan bisnis
termasuk tour operator, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan lain
sebagainya. Pada prinsipnya pengembangan ekowisata yang baik merupakan
simbiosis antara konservasi dan pembangunan, namun kemungkinan timbulnya
konflik kepentingan antara pelaku ekowisata bisa terjadi (Lindberg et al. 1997).
Kegiatan ekowisata dapat diturunkan secara sintesis dari berbagai konsep
ekowisata yang telah dikemukakan (Fennell 1999). Kegiatan yang berdasarkan
prinsip ekowisata tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi kegiatan ekowisata
di berbagai obyek ekowisata. Usaha evaluasi kegiatan ekowisata telah banyak
dilakukan dengan berbagai metode evaluasi yang dikembangkan, diantaranya
adalah yang dikembangkan oleh Wallace & Pierce (1996) dengan enam kriteria
utama evaluasi, yaitu
1 Berusaha meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat
lokal
2 Meningkatkan kesadaran dan pemahaman sistem alam dan budaya setempat,
serta keterlibatan pengunjung terhadap berbagai aspek yang mempengaruhi
sistem tersebut
3 Berkontribusi terhadap konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam yang di
lindungi
4 Memaksimalkan partisipasi masyarakat setempat sejak awal dan dalam jangka
panjang dalam proses pengambilan keputusan tentang jenis dan jumlah wisata
yang ada
5 Memberikan keuntungan ekonomis dan yang lainnya kepada penduduk
setempat, yang melengkapi dan tidak menggantikan jenis mata pencaharian
20
6 Menyediakan kesempatan bagi masyarakat setempat dan karyawan ekowisata
untuk mengunjungi dan belajar lebih banyak tentang keindahan alam dan obyek
wisata yang menjadi daya tarik pengunjung.
2.4. Taman Hutan Raya
Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan
mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta
keseimbangan ekosistemnya, sehingga lebih dapat mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Di dalam tahura dapat
dilakukan kegiatan untuk penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, budaya dan
wisata. Di dalam zona pemanfaatan tahura, dapat di bangun sarana kepariwisataan
dan untuk ini pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan, dengan
mengikutsertakan masyarakat sekitar secara aktif dalam pengelolaan kawasan
(Departemen Kehutanan 1996).
Menurut Un dang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya. Tahura didefinisikan sebagai kawasan
pelestarian untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa alami atau buatan, jenis asli
atau bukan asli, yang di manfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, budaya, pariwisata dan rekreasi. Dengan melihat fungsi
dari tahura, wisata yang berbasis alam (ekowisata) adalah pilihan yang tepat untuk
dikembangkan di kawasan tersebut (Anonymous 1997)
2.5. Analisis Sediaan dan Permintaan Wisata
Analisis terhadap sediaan (supply) dan permintaan (demand) merupakan
salah satu metode yang dapat digunakan dalam perencanaan dan perancangan
rekreasi (Gold 1980). Sediaan rekreasi merupakan gambaran tentang ruang, fasilitas
dan pelayanan. Sedangkan permintaan rekreasi merupakan gambaran tentang
kegiatan dan perilaku rekreasi.
Proses perencanaan pengembangan pariwisata menurut Yoeti (1990) dapat
dilakukan dalam 5 (lima) tahap yaitu
1 Melakukan inventarisasi mengenai semua fasilitas yang tersedia dan potensi
21
2 Menaksir pasaran pariwisata dan mencoba melakukan proyeksi lalu lintas
wisatawan pada masa yang akan datang
3 Memperhatikan di daerah mana permintaan (demand) lebih besar dari pada
persediaan (supply)
4 Melakukan perlindungan terhadap kekayaan alam yang dimiliki dan memelihara
budaya serta adat istiadat suatu bangsa yang ada
5 Melakukan penelitian kemungkinan perlunya penanaman modal
Sedangkan aspek-aspek yang perlu di kaji di dalam suatu perencanaan
pengembangan wisata adalah sebagai berikut
1 Wisatawan (tourist): Kita harus tahu lebih dahulu (melalui penelitian) karakteristik
wisatawan yang diharapkan datang. Dari mana saja mereka datang, usia muda
atau tua, pengusaha atau pegawai biasa, apa kesukaannya dan pada musim
apa saja mereka melakukan perjalanan.
2 Pengangkutan (transportation): Kita harus melakukan penelitian terlebih dahulu,
bagaimana fasilitas transportasi yang telah tersedia atau yang akan dapat
digunakan nantinya, baik untuk wisatawan domestik maupun manca negara dari
tempat asalnya ketempat wisata yang di tuju. Selain itu juga bagaimana
transportasi lokal yang melayani wisatawan di daerah yang dikunjungi.
3 Fasilitas pelayanan (service facilities): Fasilitas apa saja yang tersedia di daerah
tujuan wisata, bagaimana akomodasi penginapan yang tersedia, restoran, kantor
pos, warung telekomunikasi dan lainnya.
4 Informasi dan promosi (information): Calon wisatawan yang memperoleh
informasi tentang daerah tujuan wisata yang akan dikunjunginya, untuk itu perlu
diperkirakan bagaimana cara-cara yang akan ditempuh untuk melakukan
publikasi atau promosi.
Analisis permintaan dan penawaran pariwisata meliputi kegiatan survei
perilaku, inventarisasi sumberdaya wisata, estimasi permintaan untuk mengetahui
jumlah wisatawan yang akan datang dan analisis kebutuhan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Douglass (1982) yang menyatakan bahwa dalam perencanaan rekreasi
diperlukan analisis kebutuhan, yaitu mengumpulkan fakta-fakta kesempatan
rekreasi yang ada dan membandingkan jumlah fasilitas yang tersedia dengan jumlah
22
Douglass (1982) mendefinisikan permintaan rekreasi sebagai jumlah
kesempatan rekreasi yang diinginkan masyarakat. Permintaan rekreasi terdiri dari
penggunaan aktual dari fasilitas yang tersedia dan permintaan yang tersembunyi
yang tidak terlihat karena fasilitas yang tidak memadai. Di samping kedua tipe
permintaan tersebut Gold (1980) menyebutkan adanya suatu tipe permintaan yang
tidak di sebutkan Douglass, yaitu permintaan yang timbul akibat adanya perubahan,
misalnya karena adanya promosi. Tipe ini disebut permintaan terdorong.
Yoeti (1990) bahwa ada tiga ciri-ciri permintaan pariwisata yaitu (1)
Terkonsentrasi menurut musim dan daerah tujuan tertentu, (2) elastisitasnya tinggi
dan (3) berubah-ubah sesuai dengan motivasi masing-masing individu.
Selanjutnya menurut Douglas s (1982) bahwa tahapan dalam analis is
permintaan ada empat, yaitu (1) menetukan populasi efektif, (2) menghitung laju
partisipasi, (3) menentukan permintaan yang ada, dan (4) melakukan estimasi
permintaan yang akan datang.
Populasi efektif di hitung berdasarkan jumlah penduduk pada zona yang
dapat dipengaruhi oleh kegiatan rekreasi secara aktual. Laju partisipasi ditentukan
berdasarkan survei permintaan rekreasi terhadap masyarakat kota. Jumlah
permintaan yang ada merupakan hasil kali laju populasi efektif dengan laju
partisipasi. Jumlah permintaan yang akan datang dapat di hitung berdasarkan
perkalian dengan dugaan efektif di masa yang akan datang dengan laju partisipasi di
masa yang akan datang.
Banyak faktor yang mempengaruhi permintaan pariwisata, dimana faktor
utama adalah jumlah penduduk, selanjutnya waktu luang, pendapatan perkapita dan
transportasi. Menurut Gold (1980) bahwa faktor yang mempengaruhi terhadap
permintaan rekreasi harian, mingguan, musiman, bahkan tahunan adalah
1 Faktor yang berhubungan dengan pengguna potensial, yaitu jumlah penduduk
sekitar, kepadatan penduduk, karakteristik kependudukan, pendapatan, waktu
luang, tingkat pengalaman berekreasi, tingkat kesadaran keperluan rekreasi dan
tingkat kesadaran dari perilaku yang di larang.
2 Faktor yang berhubungan dengan tempat rekreasi yaitu daya tarik obyek
rekreasi, intensitas pengolahan tempat rekreasi, alternatif tapak yang tersedia,
daya dukung dan kemampuan desain tempat rekreasi, iklim mikro, karakteristik
23
3 Faktor yang berhubungan dengan pengguna potensial dan tempat rekreasi yaitu
waktu perjalanan dan jarak, kenyamanan perjalanan, biaya, informasi, status
areal rekreasi dan pengaturan pengawasan yang dilakukan.
Penawaran pariwisata meliputi seluruh areal tujuan wisata yang ditawarkan
kepada wisatawan. Penawaran ini terdiri dari unsur-unsur daya tarik alam, barang
dan jasa hasil ciptaan manusia yang dapat mendorong keinginan seorang untuk
berwisata. Hal ini sejalan dengan pendapat Gold (1980) bahwa sediaan rekreasi
adalah jumlah dan kualitas dari sumberdaya yang tersedia untuk penggunaan pada
waktu tertentu.
2.6. Kesediaan Membayar (WTP)
Penilaian keuntungan dari perubahan lingkungan sangat kompleks karena
penilaian lingkungan tersebut tidak hanya dinilai dengan uang dari konsumen yang
menikmati langsung (user) jasa perbaikan kualitas lingkungan, akan tetapi juga dari
konsumen potensial dan orang lain karena alasan tertentu (non-users).
Selanjutnya Yakin (1997) terlepas dari keuntungan yang dinikmati oleh
penguna langsung jasa lingkungan, bukan penguna langsung atau penguna
potensial (non users) jasa tersebut mungkin juga memperoleh keuntungan dari
penyediaan barang lingkungan tersebut. Beberapa sumber bonefit yang bisa
diperoleh bukan penguna langsung jasa lingkungan adalah sebagai berikut
1 Nilai pilihan (option value)
Meskipun seseorang tidak mempunyai rencana untuk mengunakan jasa
lingkungan (amenity) itu, mereka kadang-kadang mau membayar sebagai pilihan
untuk memamfatkan dimasa mendatang.
2 Nilai eksistensi/keberadaan (existence v alue)
Nilai atau harga yang diberikan oleh seseorang terhadap eksistensi barang
lingkungan tertentu misalnya: obyek tertentu, spesies, atau alam dengan didasarkan
pada etika atau norma tertentu.
3 Nilai Masa Depan (bequest value)
Orang bisa jadi membayar bagi ketersediaan barang-barang lingkungan
tertentu seperti spesies, alam, untuk generasi yang akan datang. Pada dasarnya
24
telah berkembang sekitar lima belas jenis metode penilaian ekonomi perubahan
kualitas lingkungan. Namun demikian pada saat ini yang sangat populer adalah
Contingent Valuation Method (CVM) karena bisa mengukur dengan baik nilai
pengunaan (use values) dan nilai dari non penguna (non use values). Contingent
Valuation Method (CVM) bertujuan untuk menghitung nilai atau penawaran dengan
cara menanyakan kepada masyarakat apakah mereka bersedia untuk membayar
keuntungan yang mereka dapatkan atau apakah mereka bersedia untuk menerima
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di kawasan TPMI. Desa yang di pilih sebagai sampel
adalah desa Saree Aceh dan desa Suka Mulia di Kabupaten Aceh Besar Provinsi
Nanggroe Aceh Darusalam (Gambar 3). Pemilihan kedua desa tersebut dengan
pertimbangan bahwa kedua nya merupakan desa yang memiliki akses terdekat
menuju kawasan, dimana kedua desa berbatasan dengan lokasi TPMI. Penelitian
dilakukan selama empat bulan yaitu mulai Juli hingga Oktober 2005.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini memakai metode survei (non experimental) dengan pendekatan
analisis sediaan (supply) sumberdaya wisata dan analisis permintaan (demand)
kebutuhan wisata. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan terhadap obyek
wisata yang potensial di dalam kawasan TPMI.
3.2.1. Data Pokok
Data pokok merupakan data utama penelitian yang di peroleh melalui
pengamatan langsung di lapangan maupun dari hasil wawancara langsung yang
dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang terstr