• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika (Coffea Arabica L) Pada Aplikasi Pupuk Anorganik Organik Dan Taraf Intensitas Naungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika (Coffea Arabica L) Pada Aplikasi Pupuk Anorganik Organik Dan Taraf Intensitas Naungan"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN BIBIT KOPI ARABIKA (

Coffea arabica

L.)

PADA APLIKASI PUPUK ANORGANIK-ORGANIK DAN

TARAF INTENSITAS NAUNGAN

ADE ASTRI MULIASARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika (Coffea arabica L.) pada Aplikasi Pupuk Anorganik-organik dan Taraf Intensitas Naungan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa apun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

(4)
(5)

ADE ASTRI MULIASARI.Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika (Coffea arabica L.) pada Aplikasi Pupuk Anorganik-organik dan Taraf Intensitas Naungan. Dibimbing oleh ADE WACHJAR dan SUPIJATNO.

Rendahnya produktivitas kopi dapat disebabkan oleh penggunaan bahan tanam asalan, pemupukan dan pengelolaan intensitas naungan yang belum optimal. Pemupukan yang tepat menjadi satu keharusan untuk menghasilkan tanaman yang berproduktivitas tinggi mengingat kopi tergolong tanaman yang membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang banyak. Penggunaan intensitas naungan dengan paranet atau naungan alami harus dikelola dengan baik supaya memberi manfaat optimal bagi pertumbuhan kopi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan kombinasi pupuk anorganik-organik yang terbaik untuk pertumbuhan bibit kopi Arabika, (2) mendapatkan intensitas naungan optimum untuk pertumbuhan bibit kopi Arabika, (3) mempelajari interaksi naungan dan kombinasi pupuk anorganik-organik terhadap pertumbuhan bibit kopi Arabika, (4) mendapatkan dosis pupuk organik yang dapat mereduksi penggunaan pupuk anorganik minimal 50%, (5) mendapatkan jenis pupuk organik terbaik untuk pertumbuhan bibit kopi Arabika.

Penelitian dilaksanakan selama 10 bulan mulai bulan Mei 2013 sampai dengan Februari 2014 di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Dramaga, Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan petak terpisah (Split Plot Design) dengan 2 faktor perlakuan. Intensitas naungan ditempatkan sebagai petak utama terdiri atas 4 taraf, yaitu intensitas naungan 25% (N1), intensitas naungan 50% (N2), intensitas naungan 75% (N3) dan intensitas naungan 95% (N4). Aplikasi pupuk anorganik-organik ditempatkan sebagai anak petak, terdiri atas 5 jenis, yaitu 100% pupuk anorganik (P1), 50% pupuk anorganik + 50% kompos kulit kopi (P2), 25% pupuk anorganik + 75% kompos kulit kopi (P3), 50% pupuk anorganik + 50% kompos kotoran sapi (P4), serta 25% pupuk anorganik + 75% pupuk kompos kotoran sapi (P5). Dengan demikian terdapat 20 kombinasi perlakuan dan masing-masing terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 11 bibit kopi yang diatur dengan jarak antar polybag 30 cm x 30 cm. Dari 11 bibit kopi ditetapkan 3 bibit sampel.

(6)

75%.

Aplikasi pupuk anorganik-organik dan intensitas naungan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun (6 BSP), diameter batang (6-7 BSP), panjang akar, ketebalan, luas daun dan kandungan P daun bibit kopi Arabika. Aplikasi pupuk anorganik-organik yang terbaik yaitu 25% dosis pupuk anorganik + 75% pupuk organik kompos kotoran sapi dengan intensitas naungan 75%. Peubah yang menunjukkan respon kuadratik terhadap intensitas naungan yaitu tinggi bibit (7BSP), jumlah daun (5 BSP), diameter batang (6 BSP), bobot basah akar, bobot basah daun, bobot kering akar, nisbah bobot basah akar/tajuk, nisbah bobot kering akar/tajuk, volume akar, luas daun, dan serapan P. Naungan optimum yang diperoleh dari penelitian ini yaitu 65.79 %.

(7)

ADE ASTRI MULIASARI. The Growth of Arabica Coffee (Coffea arabica L.) Seedling based on Application of Inorganic-organic Fertilizers and Shading Level. Supervised by ADE WACHJAR and SUPIJATNO.

Low productivity of coffee is caused by several factors such as non-homogeneous seeds variety, improper fertilzer application and shade intensity management. Improper application of fertilizer is one of the examples miss management which causes low yield of coffee. Application of shade such as, artificial net, natural shade or trees shade should be well managed for optimum coffee growing.

The objectives of this study are: (1) to find out the best proportion of organic and inorganic fertilizer combination for Arabica seedling, (2) to find out the optimum shade intensity for Arabica seedling growth, (3) to study the interaction between shading and organic-inorganic fertilizer combination to the growth of Arabica seedling, (4) to find out a dose of organic fetilizer that can reduce the use of inorganic fertilizers al least 50%, and (5) to find out the most suitable organic fertilizer for growing Arabica coffee seedlings.

The research was conducted in Bogor Agricultural University Experimental Station, Cikabayan, Darmaga-Bogor, from May 2013 to February 2014. Split plot design with two factor of treatments was used in this experiment. Shade intensity was placed as the main plot. It consisted of 4 standard shade intensities, those four levels were 25 % (N1), 50 % (N2), 75 % (N3), and 95 % (N4). Light intensity was measured by using Lux meter. The combination of organic and inorganic fertilizer ( N, P, K) was placed as sub-plot. It consisted of 5 levels of fertilizers at sub-plot i.e., 100% inorganic fertilizer (P1), 50% inorganic fertilizer + 50% coffee pulp compost (P2), 25% inorganic fertilizer + 75% coffee pulp compost (P3), 50% inorganic fertilizer + 50% cow manure (P4), and 25% inorganic fertilizer + 75% cow manure (P5). There were 20 treatment combinations and each combination consisted of 3 replicates. Therefore, there were 60 units of trial. Each units of trial consisted of 11 seedlings of coffee. They were arranged 30 cm x 30 cm away among the polybags. Three seedlings out of eleven were set as samplings.

(8)

significantly affected leaf number (6 MAT), stem diameter (6-7 MAT), root length, thickness, leaf area and leaf P content of Arabica coffee seedlings. The best applications of inorganic-organic fertilizer is 25 % inorganic fertilizer + 75 % organic manure and 75 % of shade intensity. Variables that showed quadratic response that plant height (7 MAT), leaf number (5 MAT), stem diameter (6 MAT), leaf area (7 MAT), wet root weight, wet leaf weight, dry root weight, wet weight ratio of root/shoot, dry weight ratio of root/shoot, root volume, leaf area and uptake of P. The optimum shade obtained from this study is 65.79 %.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(10)
(11)

PADA APLIKASI PUPUK ANORGANIK-ORGANIK DAN

TARAF INTENSITAS NAUNGAN

ADE ASTRI MULIASARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)
(14)
(15)

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmatNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini berjudul “Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika (Coffea arabica L.) pada Aplikasi Pupuk Anorganik-organik dan Taraf Intensitas Naungan” dan telah dipublikasikan di jurnal internasional Asian Journal of Applied Sciences dengan judul “ The Growth of Arabica Coffee (Coffea arabica L.) Seedling on Combination of Inorganic-organic Fertilizers and Shading Level” Volume 03, 6 Desember 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Darmaga, Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr Ir Ade Wachjar, MS dan Dr Ir Supijatno, MSi selaku dosen pembimbing atas arahan dan bimbingan selama proses penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yang telah memberikan Beasiswa Unggulan selama penulis menyelesaikan pendidikan. Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Direktur Program Diploma IPB yang telah memberikan dana penelitian sehingga tulisan ilmiah ini bisa terwujud. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada orang tua dan keluarga atas segala do’a dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2016

(16)
(17)

Halaman

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

Morfologi Kopi 3

Lingkungan Tumbuh Kopi Arabika 4

Pembibitan Kopi 4

Pemupukan 5

Pupuk Organik 6

Pupuk Anorganik 7

Intensitas Naungan 8

METODE PENELITIAN 9

Tempat dan Waktu Percobaan 9

Bahan dan Alat 9

Metode Percobaan 10

Pelaksanaan Percobaan 10

Persiapan Areal Percobaan 10

Pembuatan Bangunan Naungan 11

Persemaian Benih Kopi 11

Persiapan Media Tanam 11

Penanaman Bibit 12

Pemupukan 12

Pemeliharaan 13

Pengamatan 13

Analisis Data 15

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Hasil 16

Keadaan Umum 16

Rekapitulasi Sidik Ragam 18

Respon Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika terhadap Aplikasi Pupuk Anorganik-organik 19 Respon Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika terhadap Intensitas

Naungan 28

Respon Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika terhadap Aplikasi

Pupuk Anorganik-organik dan Intensitas Naungan 37

Penentuan Intensitas Naungan Optimum 41

(18)

Kesimpulan 49

Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN 55

RIWAYAT HIDUP 64

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kriteria bibit kopi siap salur 5

2 Komposisi kimia kompos kulit kopi 7

3 Perbandingan kandungan berbagai sumber pupuk organik 7 4 Komposisi perlakuan jenis dan volume pupuk yang digunakan 12

5 Dosis dan waktu aplikasi pupuk anorganik 13

6 Keadaan iklim mikro di lokasi penelitian pada bulan Agustus 2014 17 7 Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap tinggi bibit kopi

Arabika 20

8 Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap jumlah daun bibit

kopi Arabika 21

9 Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap diameter batang

Bibit kopi Arabika 21

10 Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap bobot basah dan kering akar, bobot basah dan kering tajuk, panjang akar dan volume akar

umur bibit kopi Arabika 4 dan 7 BSP 22

11 Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap ketebalan, luas

daun dan nisbah bobot akar tajukbibit kopi Arabika 24 12 Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap kandungan

klorofil a, klorofil b, total klorofil, nisbah klorofil b/a, nilai SPAD dan

laju fotosintesis bibit kopi Arabika 25

13 Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap jumlah stomata, stomata menutup, stomata membuka, dan kerapatan stomata bibit kopi

Arabika 26

14 Pengaruh kombinasi pupuk anorganik-organik terhadap kandungan hara

daun bibit kopi Arabika 26

15 Pengaruh kombinasi pupuk anorganik-organik terhadap serapan hara

N P K 27

16 Pengaruh kombinasi pupuk anorganik-organik terhadap laju tumbuh

relatif 28

17 Pengaruh intensitas naungan terhadap tinggi bibit, jumlah daun dan

diameter batang kopi Arabika 29

18 Pengaruh intensitas naungan terhadap bobot basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, panjang akar, dan volume akar bibit kopi Arabika

4 dan 7 BSP 30

19 Pengaruh intensitas naungan terhadap ketebalan, luas daun dan nisbah

(19)

total klorofil, nisbah klorofil b/a, nilai SPAD dan laju fotosintesis bibit

kopi Arabika 33 21 Pengaruh intensitas naungan terhadap jumlah stomata, stomata menutup, stomata membuka dan kerapatan stomata 34 22 Pengaruh intensitas naungan terhadap kandungan unsur hara daun bibit

kopi Arabika 35

23 Pengaruh intensitas naungan terhadap serapan hara N, P dan K 36 24 Pengaruh intensitas naungan terhadap laju tumbuh relatif 37 25 Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik dan intensitas naungan

terhadap jumlah daun dan diameter batang pada saat bibit kopi Arabika

umur 6-7 BSP 38 26 Pengaruh kombinasi pupuk anorganik-organik dan intensitas naungan

terhadap panjang akar, ketebalan, luas daun dan kandungan P bibit kopi

Arabika 39 27 Penentuan intensitas naungan optimum pada bibit kopi Arabika 41

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Tata letak tanaman contoh pada setiap satuan percobaan 12 2 Kondisi awal bibit kopi Arabika pada aplikasi pupuk anorganik-organik

dan intensitas naungan 18

3 Keragaan akar bibit kopi Arabika pada berbagai aplikasi pupuk

anorganik-organik 23 4 Pola hubungan intensitas naungan terhadap pertumbuhan bibit kopi

Arabika 29

5 Pola hubungan intensitas naungan terhadap panjang akar kopi Arabika 30 6 Pola hubungan intensitas naungan terhadap (a) bobot basah akar, (b) bobot

basah tajuk dan (c) bobot kering akar bibit kopi Arabika 31 7 Pola hubungan intensitas naungan terhadap ketebalan, luas daun dan bibit

nisbah bobot akar tajukkopi Arabika 32 8 Pola hubungan intensitas naungan terhadap nilai SPAD 33

9 Kerapatan stomata daun bibit kopi Arabika pada intensitas naungan 34

10 Pola hubungan intensitas naungan terhadap kandungan N 35 11 Pengaruh intensitas naungan terhadap serapan P 36 12 Pengaruh kombinasi pupuk anorganik-organik dan intensitas naungan

terhadap jumlah daun dan diameter bibit kopi Arabika 38 13 Pengaruh kombinasi pupuk anorganik-organik dan intensitas naungan

terhadap panjang akar, ketebalan dan luas daun bibit kopi Arabika 40 14 Pengaruh intensitas naungan terhadap ketebalan daun bibit kopi Arabika 40

15 Pengaruh kombinasi pupuk anorganik-organik dan intensitas naungan

(20)

Halaman

1 Layout percobaan 56

2 Hasil analisis tanah sebelum dan sesudah penelitian 57 3 Hasil analisis kandungan kompos kulit kopi dan kompos kotoran sapi 59

4 Keadaan iklim selama penelitian 60

5 Intensitas cahaya matahari (lux) selama penelitian 61

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara penghasil kopi ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam. Produksi kopi di Indonesia mengalami penurunan, yaitu dari 698 016 ton pada tahun 2008 menjadi 685 089 ton pada tahun 2014. Produktivitas kopi Arabika pada tahun 2008 sekitar 783 kg/ha/tahun meningkat menjadi 920 kg ha/tahun pada tahun 2014. Produktivitas tersebut masih tergolong rendah dibandingkan dengan potensi hasil yang mampu dicapai yaitu di atas 1 500 kg/ha/tahun (Ditjenbun 2014). Potensi produktivitas dapat dicapai apabila sejak bibit kopi di pembibitan mendapatkan keseimbangan unsur hara, air dan cahaya matahari (Pujiyanto et al.1998).

Salah satu yang harus diperhatikan dalam usaha perkebunan kopi adalah saat menyiapkan bibit kopi. Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya kopi yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman dan umur produktif. Kopi Arabika merupakan tanaman menyerbuk sendiri sehingga diperbanyak dengan benih. Penggunaan benih yang unggul untuk komoditas kopi masih sangat terbatas (Supriadi et al. 2012). Kebutuhan bibit kopi sangat besar, mengingat banyak tanaman kopi yang rusak, sudah tua dan terserang penyakit. Di samping itu bibit kopi unggul diperlukan untuk mendukung program rehabilitasi dan perluasan sehingga penyediaan bibit kopi berkualitas memerlukan dukungan program pemupukan yang tepat (Saefudin 2012). Pemupukan yang tepat menjadi satu keharusan untuk menghasilkan tanaman yang berproduktivitas tinggi mengingat kopi tergolong tanaman yang membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang banyak. Tanaman kopi membutuhkan unsur hara berkisar 53.2-172 kg N, 10.5-36 kg P2O5, 80.7-180 kg K2O (Malavolta 1990).

Sumber unsur hara dapat berupa pupuk organik dan pupuk anorganik. Sumber bahan organik pada umumnya berasal dari sisa-sisa jaringan tanaman dan kotoran hewan. Kopi termasuk tanaman yang menghasilkan limbah hasil sampingan yang cukup besar, diantaranya sisa-sisa tanaman, hasil pemangkasan, pohon penaung dan limbah pengolahan berupa kulit kopi. Limbah kulit kopi jumlahnya cukup melimpah berkisar 50-60% dari hasil panen. Bila hasil panen 1 000 kg kopi segar, maka yang menjadi biji kopi beras hanya sekitar 400-500 kg dan sisanya berupa kulit kopi yang bisa dijadikan sebagai bahan dasar untuk pembuatan pupuk kompos (Puslitkoka 2005). Menurut Abdoellah (2013) pengembalian kulit tanduk dan kulit buah akan membantu mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Pemberian pupuk organik berupa kompos (daun glirisidia, lamtoro, kulit kopi dan kakao) dapat meningkatkan produksi kopi Robusta 66% (Erwiyono et al. 2000) dan campuran limbah kopi (kulit buah dan kulit tanduk) dengan pupuk kandang kambing mampu memperbaiki pertumbuhan dan produksi kopi (Kadir dan kanro 2006).

(22)

cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air dan menurunkan pH tanah. Pemberian pupuk anorganik tanpa diimbangi dengan pupuk organik dapat menurunkan sifat fisik seperti struktur tanah, kimia seperti Kapasitas Tukar Kation (KTK), dan biologi seperti menurunnya aktivitas mikroorganisme tanah. Pemberian pupuk anorganik terus menerus juga mengurangi unsur hara mikro seperti Zn, Fe, Mn, dan Mo. Pemupukan yang ideal yaitu jika unsur hara yang diberikan dapat melengkapi unsur hara yang tersedia dalam tanah sehingga jumlah unsur hara yang tersedia menjadi tepat (Saefudin 2012). Penggunaan pupuk anorganik dan pupuk organik yang dikombinasikan begitu penting dalam pertanian berkelanjutan karena setiap jenis pupuk memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing yang dapat saling melengkapi dan memperbaiki sehingga didapatkan hasil usaha tani yang tinggi namun lingkungan tetap terjaga. Oleh karena itu kombinasi pupuk anorganik-organik diharapkan mampu mencapai pertumbuhan dan produktivitas kopi yang maksimal serta aman bagi lingkungan.

Selain unsur hara, intensitas naungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit kopi. Di perkebunan kopi, pembibitan dilakukan dengan memanfaatkan pohon penaung sementara sehingga tingkat intensitas cahaya matahari yang diterima tidak selalu memenuhi standar kebutuhan bibit kopi. Bagi tanaman kopi, intensitas naungan diperlukan untuk mengurangi pengaruh buruk sinar matahari yang telalu terik dan suhu yang ekstrim (Beer et al. 1998). Pembibitan tanpa naungan atau dalam keadaan intensitas cahaya matahari yang kuat menyebabkan daun-daun layu bahkan terbakar terutama daun-daun muda. Sistem perakaran bibit kopi juga belum berkembang dengan baik sehingga tidak mampu menyerap air dalam jumlah yang memadai dalam mengimbangi evapotranspirasi. Naungan diperlukan untuk mengurangi pengaruh buruk akibat cahaya matahari yang terik dan panas sehingga dengan memberikan naungan dengan intensitas tertentu akan tercipta kondisi optimum bagi pertumbuhan kopi.

Intensitas naungan yang dikombinasikan dengan aplikasi kombinasi pupuk anorganik-organik diharapkan mampu menghasilkan pertumbuhan bibit kopi yang optimal. Peningkatan intensitas naungan sampai batas tertentu dapat meningkatkan laju proses fotosintesis. Keadaan ini perlu diimbangi dengan peningkatan ketersediaan unsur hara. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh antara intensitas naungan dan kombinasi pupuk anorganik-organik. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh jenis dan dosis pupuk organik terbaik yang dapat mengurangi dosis pupuk anorganik. Informasi mengenai kombinasi pupuk anorganik-organik serta taraf intensitas naungan yang dirancang dalam penelitian ini nantinya akan sangat bermanfaat untuk mendukung perkebunan kopi rakyat.

Tujuan Penelitian ini bertujuan:

1) Mendapatkan aplikasi pupuk anorganik-organik yang terbaik untuk pertumbuhan bibit kopi Arabika.

2) Mendapatkan intensitas naungan optimum untuk pertumbuhan bibit kopi Arabika.

(23)

4) Mendapatkan dosis pupuk organik yang dapat mereduksi penggunaan pupuk anorganik minimal 50%.

5) Mendapatkan jenis pupuk organik terbaik untuk pertumbuhan bibit kopi Arabika.

Hipotesis

1) Terdapat pengaruh aplikasi pupuk anorganik dan organik yang terbaik untuk pertumbuhan bibit kopi Arabika.

2) Terdapat intensitas naungan optimum yang dapat menghasilkan pertumbuhan bibit kopi Arabika yang paling baik.

3) Respon pertumbuhan bibit kopi Arabika terhadap pemberian pupuk anorganik dan organik dipengaruhi oleh intensitas naungan.

4) Penambahan pupuk organik dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik.

5) Kompos kulit kopi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan bibit kopi Arabika dengan pupuk kompos kotoran sapi.

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Kopi

Kopi memiliki dua arah pertumbuhan (dimorfisma) yaitu cabang orthotrop yang memiliki pertumbuhan ke arah vertikal dan cabang plagiotrop yang tumbuh ke arah horizontal. Batang merupakan bagian yang tumbuh secara orthotrop. Sistem perakaran kopi relatif dangkal dan menyebar serta memiliki tudung akar yang berfungsi untuk melindungi akar ketika mengabsorpsi unsur hara dari tanah. Jenis kopi Arabika memiliki bentuk daun yang memanjang dan tebal serta warna hijau pekat dan bergaris gelombang, sedangkan kopi Robusta memiliki bentuk daun lebih bulat dengan warna agak terang, sisi daun bergelombang dan meruncing di bagian ujungnya (Kuit et al. 2004).

(24)

Kopi Arabika yang bermutu baik dengan rasa khas kopi Arabika yang kuat dan sedikit asam, kandungan kafein 1-1.3%. Kopi Arabika yang terkenal dari Indonesia yaitu kopi Arabika asal Toraja dan asal Takengon (Aceh) yang memperoleh citra mutu prima dengan harga yang cukup baik di pasaran dunia. Penyerbukan pada bunga kopi umumnya terjadi setelah musim hujan. Bunga muncul ketika tanaman kopi berumur sekitar 2 - 2.5 tahun. Lama waktu perubahan bunga menjadi buah bergantung pada jenis kopi yang ditanam. Kopi Arabika membutuhkan waktu 7-10 bulan sedangkan Robusta memerlukan waktu sekitar 9-12 bulan (Panggabean 2011).

Lingkungan Tumbuh Kopi Arabika

Lingkungan tumbuh kopi Arabika umumnya di dataran tinggi, hal ini disebabkan oleh kurang intensifnya tingkat serangan jamur Hemileia vastatrix B et Br. pada elevasi di atas 1 000 m di atas permukaan laut (dpl). Kopi dapat tumbuh dengan baik pada lahan dengan aerasi dan drainase yang baik, hal ini terkait dengan pertumbuhan akar tanaman kopi yang dapat berkembang dengan baik pada lahan tersebut. Lahan untuk tanaman kopi harus kaya akan humus, unsur hara, sedikit asam serta tumbuh sangat baik pada tanah-tanah vulkanik dengan solum dalam, tekstrur lempung berpasir, tetapi tidak banyak mengandung kapur, pH optimum yang cocok untuk kopi Arabika antara 5-7. Kopi Arabika dapat ditanam pada ketinggian 1 000 m sampai 2 100 m dpl, dengan kisaran suhu antara 18 °C sampai 21°C. Semakin tinggi lokasi perkebunan kopi Arabika, rasa atau karakter kopi yang dihasilkan menjadi semakin baik. Umumnya kopi Arabika tumbuh pada tempat-tempat dengan curah hujan tahunan sekitar 1 500 - 1 900 mm. Kopi Arabika menghendaki masa bulan kering pendek untuk pembungaannya.

Tanaman kopi menyukai naungan sehingga hanya sekitar 1 % saja cahaya matahari yang diserap dan digunakan untuk proses fotosintesis dari rata-rata 1 500 jam per tahun penyinaran cahaya matahari. Pada suhu daun kopi di atas 34 °C proses asimilasi terhenti yang artinya bahwa laju fotosintesis pada tanaman yang ternaungi lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang memperoleh cahaya matahari penuh (Augstburger et al. 2000).

Pembibitan Kopi

Pembibitan bertujuan menyediakan bibit kopi yang berkualitas tinggi. Bibit yang berkualitas merupakan investasi utama dalam menentukan produktivitas tanaman. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembibitan kopi, diantaranya adalah penggunaan bahan tanam yang unggul, penentuan lokasi dan tempat pembibitan, wadah dan media tumbuh, pemindahan kecambah ke tempat pembibitan dan pemeliharaan bibit. Beberapa syarat lokasi pembibitan yaitu dekat dengan sumber air, relatif datar, dekat dengan kebun tempat penanaman, drainase baik, bukan daerah angin kencang, aman serta mudah diawasi (Rahardjo 2012).

(25)

pembibitan diberi naungan baik naungan alami maupun buatan. Naungan alami berupa pohon Lamtoro atau Gamal. Sementara naungan buatan dapat berupa paranet atau dedaunan (Rahardjo 2012).

Pembibitan di bedengan berlangsung selama 1-2 bulan, sedangkan pembibitan di polybag berlangsung antara 4–9 bulan dari saat dipindahkan ke media dalam polybag atau umur 12 bulan dari saat benih disemaikan (Rahardjo 2012). Benih yang telah berkecambah dipindahkan ke media polybag biasanya dilakukan saat fase bibit stadium serdadu atau stadium kepel. Stadium serdadu dimana keping biji terangkat berdiri di atas permukaan tanah. Fase stadium kepelan dimana terbentuk satu pasang seperti daun akan tetapi bukan daun sebenarnya dan merupakan fase perkembangan dari kotiledon (Rahardjo 2012). Polybag yang digunakan berwarna hitam, berukuran 40 cm x 30 cm dengan ketebalan 0.02 mm. Media tanam terdiri atas campuran top soil berstruktur remah dengan pasir atau pupuk kandang. Polybag yang telah diisi media tanam ditata dalam bedengan pembibitan. Pemeliharaan bibit kopi meliputi kegiatan penyiraman, pemupukan, penyiangan gulma, pengendalian hama dan penyakit. Kegiatan tersebut dilakukan hingga bibit siap tanam. Kriteria bibit yang berasal dari benih kopi seperti tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria bibit kopi siap salur

No. Tolak Ukur Satuan Persyaratan

1. Umur tanaman Minimal 5 bulan

2. Tinggi bibit cm 25-30

3. Jumlah daun pasang Minimal 5

4. Diameter batang mm ≥ 8

5. Warna daun Hijau segar

6. Bebas Organisme Pengganggu Tanaman Sumber: (Permentan 2013)

Pemupukan

Pemupukan merupakan kegiatan penambahan bahan organik dan anorganik ke dalam tanah dengan tujuan untuk menyediakan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman kopi. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman kopi meliputi unsur hara makro dan unsur hara mikro. Adapun yang termasuk unsur hara makro yaitu karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O2), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan sulfur (S). Sedangkan yang termasuk ke dalam unsur hara mikro terdiri atas boron (B), molibdenum (Mo), mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu), nikel (Ni), dan besi (Fe). Unsur hara makro dibutuhkan dalam jumlah relatif lebih banyak dibandingkan unsur hara mikro, tetapi kedua unsur tersebut dibutuhkan dan memiliki arti sama penting bagi pertumbuhan tanaman kopi (Rahardjo 2012).

(26)

dalam tanah perlu dipenuhi melalui pemupukan agar ketersediaannya di dalam tanah tidak menjadi faktor pembatas pertumbuhan dan produktivitas tanaman kopi.

Berdasarkan pembuatan atau asal bahannya, pupuk dibagi menjadi pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk anorganik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisika dan atau biologi, dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk (Hardjowigeno 2003).

Pupuk Organik

Berdasarkan definisinya menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik dibandingkan kadar haranya. Kandungan C-organik tersebut menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, limbah ternak dan sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, sabut kelapa, kulit kopi). Pupuk organik dapat berperan sebagai pengikat butiran primer menjadi butiran sekunder tanah dalam pembentukan agregat tanah. Hal ini bermanfaat terhadap porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi dan suhu tanah. Pupuk organik dengan C/N tinggi seperti cangkang kopi, jerami atau sekam lebih besar pengaruhnya pada perbaikan sifat-sifat fisik tanah dibandingkan bahan organik yang terdekomposisi seperti kompos. Pupuk organik memiliki fungsi yaitu: penyediaan hara makro dan mikro walaupun dalam jumlah sedikit, meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti Al, Fe dan Mn (Simanungkalit et al. 2006). Selain itu pupuk organik juga dapat meningkatkan jumlah maupun aktivitas organisme tanah sehingga dapat memacu pertumbuhan akar, meningkatkan penyerapan air pada akhirnya tanaman dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik (Kadir dan Kanro 2006).

Bahan organik cukup banyak terdapat di dalam kebun kopi berupa sisa jaringan tanaman pokok, tanaman pelindung dan kulit kopi. Salah satu sumber pupuk untuk tanaman kopi dapat berasal dari limbah kulit kopi. Kulit kopi merupakan sumber bahan organik yang memiliki potensi yang sangat besar. Secara kimiawi kulit kopi mengandung bahan organik seperti karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) yang terikat dalam senyawa selulosa (45%), hemi selulosa (25%), lignin (25%), resin (4.5%), abu (0.5%) (Yusianto 1996). Komposisi kimia kompos kulit kopi tercantum pada Tabel 2.

(27)

Tabel 2. Komposisi kimia kompos kulit kopi

Komposisi Satuan Kandungan

Bahan kering (%) 95.813

Nitrogen (%) 2.635

Kalsium (%) 0.980

Fosfor (%) 0.153

P2O5 (%) 0.350

Kalium (%) 0.664

K2O (%) 0.804

Magnesium (%) 0.214

Na (%) 0.018

Fe (ppm) 8810.991

Mg (ppm) 636.498

Cu (ppm) 24.834

Zn (ppm) 40.968

Bo (ppm) 23.314

Sumber: (Berecha et al. 2011)

Tabel 3. Perbandingan kandungan berbagai sumber pupuk organik

Komposisi Kulit kopi Kotoran sapi Limbah pertanian Kotoran ayam

Bahan organik (%) 91.20 - 15.60 -

Nitrogen (%) 1.94 0.50 1.20 1.6

P2O5 (%) 0.28 0.25 0.83 1.5

K2O (%) 3.61 0.50 0.98 0.8

Sumber: Braham dan Bressani (1975)

Pemberian pupuk organik berpengaruh terhadap perbaikan komponen pertumbuhan, produksi kopi dan estimasi produksi, selain itu juga pupuk organik dengan bahan baku limbah kopi dicampur dengan kotoran kambing memberi pengaruh terbaik pada komponen pertumbuhan dan produksi kopi Arabika (Kadir dan Kanro 2006). Penggunaan pupuk organik dapat mengendalikan nematoda secara hayati, karena bahan organik dapat memacu perkembangan mikroorganisme antagonis tanah seperti jamur, bakteri dan predator nematoda. Wiryadiputra (1997) melaporkan bahwa bahan organik seperti kulit kopi, pupuk kandang, kompos mampu menekan populasi nematoda parasit di pembibitan dan dipertanaman kopi. Tingkat penekanan populasi nematoda mencapai 80%.

Pupuk Anorganik

(28)

rusaknya struktur tanah, dan rendahnya mikrobiologi tanah. Menurut Lingga dan Marsono (2007), pupuk anorganik sangat sedikit atau hampir tidak mengandung unsur hara mikro atau kebanyakan merupakan pupuk makro sehingga tanah dapat kekurangan unsur hara mikro. Selain itu, penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus dapat merusak tanah sehingga perlu diimbangi dengan pemberian pupuk kandang.

Pengaruh perlakuan pupuk anorganik maupun pupuk organik memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit tanaman kopi, untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh berbagai jenis pupuk baik pupuk anorganik, pupuk kandang, serta pupuk yang berasal dari limbah kopi itu sendiri di bawah berbagai tingkatan intensitas naungan serta interaksinya terhadap pertumbuhan bibit kopi.

Intensitas Naungan

Pada pembibitan faktor iklim dan kesuburan tanah sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan. Bibit tanpa naungan dan dalam keadaan intensitas cahaya matahari yang kuat menyebabkan daun-daun layu bahkan terbakar terutama daun-daun yang muda. Penyinaran yang tinggi menyebabkan bibit tumbuh kerdil, daun kerdil dan gugur bahkan dapat berakibat kematian pada bibit tanaman kopi. Sedangkan persentase naungan yang tinggi juga menimbulkan pengaruh yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman kopi.

Secara fisiologis cahaya mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung melalui fotosintesis dan secara tidak langsung melalui pertumbuhan dan perkembangan tanaman akibat respon metabolik yang langsung (Fitter dan Hay 1991).

Kebutuhan tanaman akan cahaya berbeda-beda bergantung pada jenis dan umur tanaman. Pada intensitas cahaya matahari yang tinggi fotosintesis tertekan dan laju asimilasi bersih dari tanaman tidak maksimal. Hal ini disebabkan menutupnya stomata sejalan dengan meningkatnya suhu daun. Intensitas cahaya matahari yang terlalu tinggi disamping dapat mengganggu proses metabolisme, juga bisa merusak jaringan tanaman. Pemberian naungan dapat dilakukan untuk mengatasi kerugian yang mungkin terjadi akibat intensitas cahaya matahari yang terlalu tinggi. Pada kondisi kekurangan cahaya, tanaman berupaya untuk mempertahankan agar fotosintesis tetap berlangsung dalam kondisi intensitas cahaya rendah. Keadaan ini dapat dicapai apabila respirasi juga efisien (Sopandie et al. 2003). Dwijoseputro (1994) menyatakan bahwa pada tingkat naungan ekstrim untuk tanaman tertentu bisa menghambat pertumbuhan dan mengakibatkan kematian.

(29)

menyatakan bahwa penggunaan naungan berupa pohon-pohon penaung (Theprosia sp, Gliricidia maculata, Erythrina lithospermum, Cajanus cajan) dapat menekan nematoda pada tanaman kopi.

Intensitas cahaya yang sesuai untuk proses fotosintesis tanaman kopi berkisar 2 000 – 6000 fc. Pengurangan intensitas cahaya matahari melalui pemberian naungan berhubungan langsung dengan asimilasi karbohidrat dan pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi tingkat naungan maka tanaman akan melakukan adaptasi atau penghindaran terhadap cekaman naungan dengan cara meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya tiap unit area fotosintetik yaitu dengan meningkatkan jumlah klorofil per unit luas daun dan rasio klorofil b/a. Semakin tinggi tingkat naungan yang diberikan maka daun menjadi semakin tipis, Penipisan daun terjadi karena adanya pengurangan jumlah lapisan jaringan palisade dan sel-sel mesofil (Taiz dan Zeiger 2006). Daun yang tipis dimaksudkan agar lebih banyak radiasi matahari yang diteruskan ke bawah sehingga distribusi cahaya merata sampai pada bagian daun bagian bawah. Penurunan tebal daun diiringi dengan pelebaran atau penambahan luas daun mengakibatkan penerimaan cahaya matahari lebih banyak. Semakin tinggi tingkat naungan maka semakin besar luas daun yang merupakan salah satu mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman intensitas cahaya rendah yang berfungsi untuk memperbesar area penangkapan cahaya.

Kelembaban tanah perlu dipertahankan untuk menjaga agar penyerapan unsur hara oleh akar tanaman berjalan dengan baik dan efisien. Pengaruh pemupukan umumnya terlihat nyata pada kondisi kelembaban tanah yang tinggi. Pada kondisi tanaman di pembibitan, besarnya intensitas naungan semakin dikurangi dengan bertambahnya umur bibit kopi tersebut. Tingkat naungan lebih tinggi memiliki kandungan air tanah lebih tinggi berpengaruh terhadap translokasi hara ke permukaan akar. Kandungan air tanah yang rendah pada lapisan top soil akan menghambat pemanjangan akar yang akan menurunkan serapan hara oleh tanaman (Marschner 1995).

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian dilaksanakan selama 10 bulan mulai bulan Mei 2013 sampai dengan Februari 2014 di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Dramaga, Bogor. Analisis jaringan tanaman dilaksanakan di Laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

(30)

insektisida dengan bahan aktif Endosulfan konsentrasi 0.2% dan Mankozeb 80% dengan konsentrasi 2 g l-1. Bahan naungan yang digunakan yaitu paranet 25%, 50%, 75% dan 95%. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi penggaris, oven, Chlorophyll meter (SPAD), luxmeter, licor, mikroskop, timbangan analitik, dan alat-alat pertanian lainnya.

Metode Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan petak terpisah (Split Plot Design) dengan 2 faktor perlakuan. Intensitas naungan ditempatkan sebagai petak utama terdiri atas 4 taraf, yaitu intensitas naungan 25% (N1), intensitas naungan 50% (N2), intensitas naungan 75% (N3) dan intensitas naungan 95% (N4). Hasil pengukuran light meter menunjukkan intensitas naungan sebagai pembanding ~26, ~54, ~78 dan ~96% berturut-turut untuk perlakuan 25, 50, 75, dan 95%. Kombinasi pupuk anorganik-organik ditempatkan sebagai anak petak, terdiri atas 5 jenis, yaitu 100% pupuk anorganik (P1), 50% pupuk anorganik + 50% kompos kulit kopi (P2), 25% pupuk anorganik + 75% kompos kulit kopi (P3), 50% pupuk anorganik + 50% kompos kotoran sapi (P4), serta 25% pupuk anorganik + 75% pupuk kompos kotoran sapi (P5). Dengan demikian terdapat 20 kombinasi perlakuan dan masing-masing terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 11 bibit kopi yang diatur dengan jarak antar polybag 30 cm x 30 cm. Dari 11 bibit kopi ditetapkan 3 bibit sampel dalam 1 petak utama berukuran 9 m x 3 m. Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model rancangan petak terbagi sebagai berikut:

Yijk = µ + ρi+ αj + (ρ*α)ij + βk + (α*β)jk + εijk

Yijk = Respon pengamatan pada perlakuan intensitas naungan ke-j dan jenis pupuk ke-k dan ulangan ke-i

µ = Rataan umum pengamatan

ρi = Pengaruh ulangan ke-i (i = 1, 2, 3)

αj = Pengaruh perlakuan intensitas naungan pada taraf ke-j (j = 1, 2, 3, 4, 5) (ρ*α)ij = Galat a (interaksi antara ulangan ke-i dengan perlakuan intensitas

naungan ke-j)

Βk = Pengaruh perlakuan jenis pupuk pada taraf ke k (k = 1, 2, 3, 4, 5) (α*β)jk = Pengaruh interaksi intensitas naungan ke-j (αj) dan jenis pupuk ke k

(βk)

εijk = Pengaruh galat percobaan perlakuan intensitas naungan ke-j, interval pemberian air ke-k, dan ulangan ke-i

Pelaksanaan Percobaan

Persiapan Areal Percobaan

(31)

dilakukan pengukuran lahan serta mengatur tata letak pembuatan bangunan naungan.

Pembuatan Bangunan Naungan

Bahan naungan yang digunakan berasal dari paranet yang terdiri atas 4 taraf intensitas, yaitu intensitas naungan 25, 50, 75 serta 95%. Bangunan kerangka intensitas naungan dibuat kerangka bambu berukuran 900 cm x 300 cm dengan tinggi 175 cm. Di atas kerangka bambu dihamparkan masing-masing paranet dengan intensitas naungan sesuai dengan perlakuan. Kebutuhan bambu dengan panjang 900 cm sebanyak 24 buah, 300 cm sebanyak 24 buah, 175 cm sebanyak 72 buah. Kebutuhan bambu untuk atap bangunan diperlukan 36 buah berukuran 900 cm x 2 cm, serta 108 buah berukuran 300 cm x 2 cm.

Persemaian Benih Kopi

Benih yang digunakan merupakan kopi Arabika Varietas Catimor yang merupakan hasil persilangan antara Caturra dan Hibrido de Timor. Sebelum disemaikan benih direndam terlebih dahulu di dalam ember yang berisi air selama 6 jam yang bertujuan untuk memecahkan dormansi sehingga dapat menaikkan persentase perkecambahan. Hal tersebut dilakukan karena kulit tanduk benih kopi mengandung senyawa selulosa (45%), hemiselulosa (25%), lignin (2%), resin (45%), dan abu (0.5%) sehingga sulit ditembus air (Widyotomo 2013). Benih yang telah direndam kemudian disemai pada bedengan yang telah dibuat dengan ukuran 2 m x 1 m. Benih ditanam dengan cara bagian benih yang datar berada di bawah dekat permukaan tanah serta menghadap ke arah timur ke barat. Jarak tanam benih kopi cukup rapat, yaitu 4 cm x 2.5 cm dengan kedalaman sekitar 1 cm.

Di atas persemaian dipasang naungan paranet untuk menghindari penyinaran sinar matahari secara langsung serta menjaga kelembaban dan suhu udara. Benih disiram dan dipelihara setiap hari sampai berkecambah, waktu yang diperlukan sampai benih berkecambah sekitar 30 hari yaitu saat fase stadium serdadu yang dicirikan dengan terangkatnya keping biji ke atas permukaan tanah. Lama waktu yang dibutuhkan sampai bibit siap dipindahkan ke main nursery yaitu sekitar 2 bulan, biasanya dilakukan saat fase stadium kepelan yang dicirikan dengan terbentuknya satu pasang daun kepelan. Daun tersebut merupakan fase perkembangan dari kotiledon sebelum daun yang sebenarnya terbentuk (Rahardjo 2012).

Persiapan Media Tanam

(32)

Penanaman Bibit

Penanaman bibit kopi pada stadium kepelan dilakukan dengan kegiatan seleksi bibit terlebih dahulu. Bibit dipilih berdasarkan pertumbuhan yang normal dan seragam. Pelaksanaan penanaman dimulai dengan penyiraman persemaian terlebih dahulu untuk memudahkan proses pengambilan bibit kopi. Pengambilan bibit dilakukan satu per satu dengan hati-hati agar akar bibit kopi tidak terputus. Selanjutnya bibit kopi fase stadium kepelan ditanam di dalam polybag yang telah dibuat lubang tanam terlebih dahulu. Media tumbuh di sekitar pangkal batang dipadatkan agar tidak terjadi rongga udara antar akar bibit kopi dengan media tumbuh. Jika ada rongga dapat menyebabkan bibit kering dan akhirnya mengalami kematian.

Susunan tata letak tanaman contoh disajikan pada Gambar 1. Bibit kopi sebanyak 11 polybag diletakkan dan ditata membentuk petakan satuan percobaan.

Gambar 1. Tata letak tanaman contoh pada setiap satuan percobaan

Bibit kopi sebagai tanaman contoh diletakkan di bagian tengah untuk setiap satuan percobaan. Jumlah tanaman contoh pada satu satuan percobaan sebanyak 3 bibit tanaman. Antar petak utama dibuat parit untuk saluran pembuangan air. Layout percobaan disajikan pada Lampiran 1.

Pemupukan

Pupuk ditimbang sesuai dosis perlakuan dengan timbangan digital. Pemberian pupuk dilakukan pada saat tanam dan diulangi setiap 8 minggu dengan cara dibenamkan secara melingkar dengan jarak ± 7 cm dari tanaman. Aplikasi pupuk organik berdasarkan volume polybag seperti tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi perlakuan pupuk dalam polybag yang digunakan

Perlakuan Berat Media

tanah (kg) Media Tanah

Pupuk Limbah Kopi

Pupuk Kandang sapi ...(% volume)...

P1 7 100 - -

P2 3.5 50 50 -

P3 1.75 25 75 -

P4 3.5 50 - 50

P5 1.75 25 - 75

Pemupukan anorganik dilakukan sebanyak 4 kali aplikasi. Aplikasi P1 sesuai dosis rekomendasi, aplikasi pupuk P2, P4 yaitu 50% dari dosis

30 cm

tanaman contoh

(33)

rekomendasi, P3 dan P5 sebanyak 25% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik dan diberikan pada waktu sesuai dengan yang tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Dosis dan waktu aplikasi pupuk anorganik

Umur (MSP) Urea SP-36 KCl

...g/bibit...

0 0.50 0.25 0.25

8 1.00 0.50 0.50

16 2.00 1.00 1.00

24 2.50 1.50 1.50

Jumlah 6.00 3.25 3.25

Keterangan: (Puslitkoka 2006)

MSP: Minggu Setelah Perlakuan

Pemeliharaan

Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari, apabila turun hujan, tidak dilakukan penyiraman. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang ada di dalam dan di sekitar polybag, sekaligus menggemburkan tanah apabila terdapat pengerasan tanah. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan insektisida dengan bahan aktif Endosulfan konsentrasi 0.2% dan Mankozeb konsentrasi 2 gl-1 air.

Pengamatan

Pengamatan dimulai pada saat bibit berumur 1 bulan setelah perlakuan (BSP). Jumlah tanaman contoh yang diamati sebanyak 3 tanaman yang diletakkan bersama tanaman pinggir seperti pada Gambar 1. Peubah tinggi bibit, diameter batang dan jumlah daun diamati setiap bulan, sedangkan luas dan ketebalan daun diamati 7 BSP, kehijauan dan kerapatan stomata diamati saat 7 BSP, bobot basah tajuk dan akar, bobot kering tajuk dan akar, serta analisis jaringan hara diamati setelah penelitian selesai. Peubah-peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi:

A. Analisis tanah

1. Analisis tanah sebelum penelitian diambil dari 3 media polybag

2. Analisis tanah sesudah penelitian diambil dari 3 perlakuan (anorganik, anorganik-organik kompos kulit kopi dan anorganik-organik kompos kotoran sapi)

B. Peubah morfologi

1) Tinggi bibit yang diukur mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh. 2) Jumlah daun, dihitung pada daun kopi yang telah membuka penuh.

3) Diameter batang yang diukur pada bagian pangkal batang menggunakan jangka sorong.

(34)

C. Peubah fisiologi

C.1. Peubah non destruktif

1) Jumlah stomata, stomata menutup dan membuka. Pengamatan sampel stomata dilakukan dengan cara mengoleskan cat kuku bening di permukaan atas dan bawah daun sekitar 2 cm x 2 cm pada pagi hari dan dibiarkan mengering. Kemudian ditempelkan selotip bening pada permukaan daun yang telah diolesi cat kuku dan ditekan agar cat kuku menempel sempurna. Selotip dilepaskan dan ditempelkan pada gelas objek. Stomata dapat diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 40.

2) Kerapatan stomata. Kerapatan stomata dihitung dengan rumus : Kerapatan stomata =

3) Tingkat kehijauan daun. Pengamatan tingkat kehijauan daun dilakukan dengan SPAD-502 plus cholopyll meter setiap 8 minggu.

C.2. Peubah destruktif

1) Ketebalan helaian daun. Daun yang digunakan adalah daun kedua untuk masing-masing perlakuan. Ketebalan daun diukur di bawah mikroskop. 2) Volume akar, diukur menggunakan gelas ukur yang telah diisi air. Akar

dimasukkan ke dalam gelas ukur lalu dihitung penambahan volumenya. Volume akar = V2 - V1

Keterangan:

V1 = volume gelas ukur yang diisi air awal V2 = volume gelas ukur yang telah diisi akar

3) Panjang akar terpanjang, diukur dari pangkal akar sampai akar terpanjang. 4) Bobot basah dan bobot kering tajuk. Untuk bobot basah tajuk,

penimbangan seluruh bagian tanaman mulai dari leher akar sampai titik tumbuh dilakukan segera setelah tanaman dibongkar dari polybag.

5) Bobot basah dan bobot kering akar. Untuk bobot basah akar, penimbangan dilakukan setelah akar dicuci dan dikeringudarakan. Untuk bobot kering baik tajuk maupun akar penimbangan dilakukan setelah tanaman dikeringkan di dalam oven pada suhu 60°C selama 72 jam sampai bobotnya konstan. Tanaman didestruksi dari polybag dilakukan dengan cara menyiram tanah dalam polybag sampai basah, kemudian polybag disobek dengan menggunakan pisau cutter. Tanah yang berasal dari polybag selanjutnya direndam dalam ember, agar akar tanaman tidak banyak yang terputus.

6) Nisbah bobot akar/tajuk

7) Kandungan klorofil a, klorofil b, nisbah klorofil b/a

(35)

adalah modifikasi dari Arnon (1949). Contoh daun segar dihaluskan, selanjutnya 50 mg contoh tersebut ditambah dengan 2 ml aseton 80% dan disentrifuge. Ekstraksi diulang sampai tidak terbentuk warna. Volume ekstrak yang terkumpul kemudian ditera sampai 10 ml. Penentuan kadar klorofil (mg/mg) dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 645 nm (klorofil a) dan 663 nm (klorofil b). Hasil absorban spektrofotometri pada panjang gelombang ( ) yang didapat dikonversikan dengan rumus :

1. Klorofil a = (13.7 x A663) – (5.76 x A645) = g klorofil/ml 2. Klorofil b = (25.8 x A645) –(7.60 x A663) = g klorofil/ml Total klorofil = klorofil a + klorofil b

Peubah untuk klorofil yang diamati adalah klorofil a, klorofil b, dan total klorofil.

8) Laju fotosintesis, pengamatan dengan menggunakan Li cor 6200.

9) Laju Tumbuh Relatif (LTR) akar dan tajuk yang diukur pada saat destruktif. LTR merupakan peningkatan berat kering tanaman dalam suatu interval waktu, erat hubungannya dengan berat awal tanaman. Perhitungan LTR menggunakan rumus sebagai berikut (Gardner et al. 1991):

Keterangan:

w1 = bobot kering tanaman pada saat t1 w2 = bobot kering tanaman pada saat t2

10)Analisis hara pada jaringan daun (N, P dan K)

Analisis hara pada jaringan daun dilakukan pada akhir percobaan. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari dan segera dimasukan ke dalam cool box. Setelah sampai di laboratorium, sampel dimasukkan ke dalam freezer dengan suhu -10 °C dan pada hari berikutnya dikeringkan dengan menggunakan oven suhu 60 °C selama 24 jam sampel yang sudah kering disimpan kembali ke dalam freezer untuk dianalisis.

11)Nilai status hara

Nilai status hara merupakan jumlah hara yang masuk ke dalam jaringan tanaman. Nilai status hara dihitung dengan rumus: Status hara (mg/polybag) = konsentrasi hara jaringan (%) x bobot kering tanaman (mg/polybag) (Adeli et al. 2005).

Analisis Data

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Keadaan Umum

Media tanam yang digunakan untuk pembibitan kopi yaitu top soil dari Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Dramaga, Bogor. Hasil analisis media tanam sebelum dan sesudah percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2. Tekstur tanah Kapasitas tukar kation tanah tergolong sedang (21.55 me 100 g-1) dan kejenuhan basa tergolong sangat rendah (9.74%). Kondisi media tanam sesuai dengan syarat tumbuh bibit kopi Arabika. Menurut Ditjenbun (2012), tekstur tanah yang paling baik untuk kopi Arabika yaitu lempung berpasir, lempung berliat, lempung berdebu, dan lempung liat berdebu. Derajat keasaman tanah yang optimum 5.5-6 dengan derajat kemasaman tanah maksimum 8 dan minimum 4. Tanaman kopi Arabika menghendaki kadar N tanah lebih dari 0.21%, P (Bray-1) lebih dari 16 ppm dan K lebih dari 0.51 me 100 g-1. Kandungan hara N, P, K tanah sebelum penelitian masih kurang sesuai dengan syarat tumbuh kopi Arabika. Kekurangan hara pada media tanam dipenuhi dengan pemupukan.

Hasil analisis sampel tanah sesudah penelitian dilakukan pada perlakuan pupuk anorganik, anorganik-organik kompos kulit kopi dan kompos kotoran sapi (Lampiran 2). Aplikasi pupuk anorganik-organik kompos kulit kopi dan pupuk kompos kotoran sapi menunjukkan adanya peningkatkan pH (H2O) menjadi 5.00. Kadar N meningkat menjadi 19% pada aplikasi pupuk anorganik, meningkat sekitar 81% pada aplikasi pupuk anorganik-organik kompos kulit kopi, dan meningkat 128% pada aplikasi pupuk anorganik-organik kompos kotoran sapi dibandingkan sebelum penelitian tetapi tidak mengalami peningkatan status hara (sedang). Peningkatan yang signifikan juga terjadi pada kandungan P-tersedia (ppm) yang semula hanya 7.10 ppm (sangat rendah) meningkat masing-masing perlakuan pupuk anorganik, pupuk anorganik-organik kompos kulit sapi dan kompos kotoran sapi yaitu menjadi 10.10 ppm (rendah), 25.00 ppm (sedang) dan 56.40 ppm (sangat tinggi). Kandungan K pada awal penelitian sebesar 0.3% (sangat rendah) meningkat menjadi 1.01% (rendah) pada perlakuan pupuk anorganik, 2.34% (tinggi) pada perlakuan kombinasi anorganik-organik kompos kulit kopi dan 2.8% (tinggi) pada kombinasi pupuk anorganik-organik kompos kotoran sapi (Hardjowigeno 2003). Hasil analisis kandungan unsur hara pupuk kompos kulit kopi dan kompos kotoran sapi terdapat pada Lampiran 3. Secara umum kandungan unsur hara pupuk kompos kulit kopi lebih tinggi dibandingkan pupuk kompos kotoran sapi.

(37)

rata-rata 84%/bulan dan lama penyinaran berkisar antara 3-10 jam/hari dengan rata-rata 7 jam/hari. Lama penyinaran tertinggi pada bulan Oktober 2013 dan terendah pada bulan Januari 2014. Keadaan iklim selama penelitian terdapat pada Lampiran 4.

Hasil pengamatan terhadap iklim mikro tidak dianalisis secara statistik. Suhu udara, kelembaban nisbi dan intensitas cahaya di bawah naungan lebih rendah dibandingkan dengan intensitas cahaya di luar naungan. Adanya perbedaan suhu udara, kelembaban nisbi udara di bawah berbagai intensitas naungan disebabkan oleh perbedaan jumlah intensitas cahaya matahari yang sampai di bawah naungan. Pengamatan keadaan iklim mikro dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari yaitu pada pagi hari, siang dan sore hari. Secara umum, suhu dan intensitas cahaya matahari mulai meningkat dari pagi hingga siang hari kemudian menurun pada sore hari. Kelembaban cukup tinggi pada pagi hari dan menurun pada siang hari kemudian meningkat kembali pada sore hari. Keadaan iklim mikro di lokasi penelitian pada bulan Agustus dapat dilihat pada Tabel 6. Intensitas cahaya matahari selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 6. Keadaan iklim mikro di lokasi penelitian pada bulan Agustus 2014

Unsur iklim Waktu Intensitas Naungan (%) Naungan Di luar

25 50 75 90

Suhu (°C) 07.00 29 30 29 28 30

12.00 36 35 33 33 36

17.00 32 29 28 26 33

RH (%) 07.00 82 81 81 80 82

12.00 48 51 62 55 69

17.00 80 79 79 80 57

Intensitas

cahaya (Lux) 07.00 251 125 54 15 535

12.00 589 306 94 22 924

17.00 47 32 13 6 78

(38)

Gambar 2. Kondisi awal bibit kopi Arabika pada aplikasi pupuk anorganik-organik dan intensitas naungan

Penyakit karat daun yang disebabkan oleh jamur Hemileia vastatrix yang dikhawatirkan dapat menyerang bibit kopi Arabika, ternyata tidak menunjukkan adanya gejala serangan penyakit tersebut selama penelitian berlangsung. Gulma yang terdapat di lahan penelitian adalah babadotan (Ageratum conyzoides), papaitan (Axonopus compressus), teki (Cyperus rotundus), dan Asystasia gangetica. Pengendalian gulma dilakukan secara manual menggunakan cangkul pada lahan percobaan dan dicabut langsung untuk gulma di dalam polybag.

Rekapitulasi Sidik Ragam

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 6), aplikasi pupuk anorganik-organik berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi bibit, jumlah daun, diameter batang pada umur 1-7 BSP, bobot basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, panjang akar dan volume akar pada 4 dan 7 BSP, luas daun, klorofil a, klorofil b, total klorofil, nilai SPAD, jumlah stomata, stomata menutup, kerapatan stomata, kandungan unsur N, P dan K, status hara N, P dan K.

Intensitas naungan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi bibit, jumlah daun, diameter batang umur 2-7 BSP, bobot basah tajuk dan panjang akar 4 BSP, bobot basah dan bobot kering akar, bobot basah dan kering tajuk umur bibit 7 BSP, nisbah bobot basah akar/tajuk 4 dan 7 BSP, nisbah bobot kering akar/tajuk 7 BSP, ketebalan dan luas daun bibit kopi Arabika, akan tetapi tidak berpengaruh terhadap bobot basah dan bobot kering akar, bobot kering tajuk, panjang, volume akar umur 4 dan 7 BSP, klorofil a, klorofil b, total klorofil, nilai SPAD, jumlah stomata, stomata menutup, kerapatan stomata, kandungan unsur N, P, status hara N, P.

Interaksi antara intensitas naungan dan pupuk anorganik-organik berpengaruh nyata terhadap jumlah daun (6 BSP), diameter batang (6-7 BSP), panjang akar, ketebalan, luas daun dan kandungan P daun bibit kopi Arabika.

25% 50%

(39)

Berdasarkan hasil uji lanjut dengan menggunakan uji kontras orthogonal menunjukkan perbandingan aplikasi pupuk anorganik : pupuk anorganik-organik (P1 vs P2, P3, P4, P5) berbeda nyata terhadap tinggi bibit, jumlah daun, diameter batang (3-7 BSP), bobot basah akar (4 dan 7 BSP), bobot basah tajuk (4 dan 7 BSP), bobot kering akar (4 dan 7 BSP), bobot kering tajuk (4 dan 7 BSP), panjang akar, volume akar (7 BSP), nisbah boobt kering akar/tajuk 4 BSP, luas daun, kandungan P, K, dan status N, P, K. Perbandingan antara kombinasi pupuk anorganik-organik kompos kulit kopi : kompos kotoran sapi (P2, P3 vs P4, P5) berbeda nyata terhadap tinggi bibit (2-7 BSP), jumlah daun (1-7 BSP), diameter batang (3-7 BSP), bobot basah akar, bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, panjang akar, volume akar (4 dan 7 BSP), luas daun, klorofil a, klorofil b, nisbah klorofil b/a, kandungan P, dan status N, P, K.

Hasil uji kontras polinomial aplikasi intensitas naungan secara umum berpengaruh nyata secara kuadratik terhadap tinggi bibit (7 BSP), jumlah daun (5 BSP), diameter batang (6 BSP), bobot basah akar (7 BSP), bobot basah tajuk (7 BSP), bobot kering akar (7 BSP), volume akar (7 BSP), luas daun (7 BSP), nisbah bobot basah dan kering akar/tajuk (4 dan 7 BSP), dan status P.

Respon Pertumbuhan Bibit Kopi terhadap Aplikasi Pupuk Anorganik-organik

Peubah Morfologi

(1) Tinggi bibit. Aplikasi pupuk anorganik-organik menghasilkan bibit kopi Arabika yang lebih tinggi dibandingkan dengan aplikasi pupuk anorganik mulai umur 1-7 BSP. Peningkatan tinggi bibit pada aplikasi pupuk anorganik-organik sebesar 85.18% dibandingkan pupuk anorganik. Aplikasi 25% dosis pupuk anorganik + 75% pupuk kompos kotoran sapi (P5) secara konsisten sejak awal pengamatan menghasilkan bibit kopi paling tinggi dan sama baiknya dengan aplikasi 50% dosis pupuk anorganik + 50% pupuk kompos kotoran sapi (P4) pada 1, 6 dan 7 BSP. Berdasarkan tinggi bibit, aplikasi pupuk 25% dosis pupuk anorganik + 75% pupuk kompos kotoran sapi (P5) dapat menggantikan penggunaan pupuk anorganik sebanyak 50-75% dari dosis anjuran.

Tinggi bibit pada aplikasi pupuk anorganik berbeda sangat nyata dengan aplikasi anorganik-organik mulai dari bibit berumur 3-7 BSP (P1 vs P2, P3, P4, P5). Tinggi bibit pada aplikasi pupuk organik kompos kotoran sapi lebih tinggi dibandingkan aplikasi pupuk organik kompos kulit kopi (P2, P3 vs P4, P5) sejak bibit berumur 2-7 BSP. Bibit kopi Arabika pada aplikasi pupuk organik kompos kotoran sapi mampu menghasilkan rata-rata tinggi bibit kopi 48.12 cm lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata tinggi bibit kopi pada aplikasi pupuk organik kompos kulit kopi yaitu 31.195 cm. Aplikasi pupuk 25% dosis anorganik + 75% pupuk organik menghasilkan bibit kopi Arabika yang lebih tinggi dibandingkan aplikasi pupuk 50% dosis anorganik+ 50% pupuk organik pada bibit berumur 2 dan 5 BSP.

(40)

Tabel 7. Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap tinggi bibit

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%. *= berpengaruh nyata pada taraf α 5%, **= berpengaruh nyata pada uji F taraf α 1%, tn= tidak berpengaruh nyata pada uji F taraf α 5%.

P1=pupuk anorganik 100%, P2=50% pupuk anorganik + 50% kompos kulit kopi, P3: 25% pupuk anorganik + 75% kompos kulit kopi, P4=50% pupuk anorganik +50% pupuk kompos kotoran sapi, P5=25% anorganik + 75% kompos kotoran sapi. Keterangan jenis pupuk berlaku juga untuk peubah lainnya.

(2) Jumlah daun. Aplikasi pupuk anorganik-organik menghasilkan jumlah daun bibit kopi lebih banyak dibandingkan dengan aplikasi pupuk anorganik mulai umur 1-7 BSP. Aplikasi 25% dosis pupuk anorganik + 75% pupuk kompos kotoran sapi (P5) menghasilkan jumlah daun paling banyak yaitu sekitar 53 helai daun. Peningkatan jumlah daun pada aplikasi pupuk anorganik-organik sebesar 162.61% dibandingkan aplikasi pupuk anorganik. Berdasarkan jumlah daun, aplikasi pupuk 25% dosis pupuk anorganik + 75% pupuk kompos kotoran sapi (P5) dapat menggantikan penggunaan pupuk anorganik hingga 75% dari dosis anjuran.

Berdasarkan hasil uji lanjut kontras orthogonal, jumlah daun bibit kopi pada aplikasi pupuk anorganik berbeda sangat nyata dengan aplikasi pupuk anorganik-organik (P1 vs P2, P3, P4, P5) mulai dari bibit berumur 3-7 BSP. Aplikasi pupuk organik yang berasal kompos kotoran sapi menghasilkan jumlah daun bibit kopi Arabika yang berbeda dibandingkan pupuk organik kompos kulit kopi (P2, P3 vs P4, P5) sejak bibit berumur 1-7 BSP. Bibit kopi Arabika pada aplikasi pupuk organik kompos kotoran sapi mampu menghasilkan rata-rata jumlah daun 47.42 helai yang lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata jumlah daun kopi aplikasi pupuk organik kompos kulit kopi yaitu sekitar 23.23 helai daun. Jumlah daun yang dihasilkan pada aplikasi pupuk organik 75% sangat nyata lebih banyak dibandingkan 50% pada 5-7 BSP.

(41)

Tabel 8. Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap jumlah daun

menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%. *=berpengaruh nyata pada uji F taraf taraf α 5%, **= berpengaruh nyata pada uji F taraf α 1%, tn= tidak berpengaruh nyata pada uji F taraf α 5%.

(3) Diameter batang. Aplikasi pupuk anorganik-organik menghasilkan diameter batang yang lebih besar dibandingkan dengan aplikasi pupuk anorganik. Aplikasi 25% dosis pupuk anorganik + 75% pupuk kompos kotoran sapi (P5) menghasilkan diameter batang paling besar yaitu 9.96 mm pada akhir pengamatan (Tabel 9). menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%. *=berpengaruh nyata pada uji F taraf taraf α 5%, **= berpengaruh nyata pada uji F taraf α 1%, tn= tidak berpengaruh nyata pada uji F taraf α 5%.

(42)

sapi (P5) dapat menggantikan penggunaan pupuk anorganik hingga 75% dari dosis anjuran.

Hasil uji kontras orthogonal terhadap diameter batang bibit kopi Arabika menunjukkan bahwa aplikasi pupuk anorganik berbeda sangat nyata dengan aplikasi pupuk anorganik-organik (P1 vs P2, P3, P4, P5) mulai dari bibit berumur 2-7 BSP. Aplikasi pupuk anorganik-organik yang berasal kompos kotoran sapi menghasilkan diameter batang yang berbeda dibandingkan pupuk anorganik-organik yang berasal dari kompos kulit kopi (P2, P3 vs P4, P5) sejak awal hingga akhir pengamatan. Aplikasi pupuk organik kompos kotoran sapi menghasilkan bibit paling tinggi, jumlah daun paling banyak dan diameter batang paling besar berbeda dibandingkan aplikasi pupuk lain. Aplikasi pupuk organik 75% menghasilkan diameter sangat nyata lebih besar dibandingkan pupuk organik 50% pada 4-7 BSP.

Pertumbuhan bibit kopi pada berbagai aplikasi pupuk anorganik-organik telah memenuhi standar kriteria bibit siap salur menurut peraturan pemerintah No.89 yaitu umur tanaman minimal 5 bulan, memiliki tinggi bibit antara 25-30 cm, jumlah daun minimal 5 pasang daun, warna daun hijau segar, diamater batang ≥ 8 mm dan bebas organisme pangggangu tanaman, OPT (Permentan 2013).

(4) Bobot basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, panjang akar dan volume akar saat bibit kopi Arabika berumur 4 dan 7 BSP.

Pengamatan terhadap bobot basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, panjang akar dan volume akar bibit kopi dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada saat tanaman berumur 4 dan 7 BSP . Aplikasi 25% dosis pupuk anorganik + 75% pupuk kompos kotoran sapi (P5) menghasilkan bobot basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, panjang akar dan volume akar paling tinggi dibandingkan perlakuan pupuk yang lain. Peningkatan bobot basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, panjang akar dan volume akar pada aplikasi pupuk organik kompos kotoran sapi masing-masing sebesar 256.11%, 228.75%, 226.46%, 185.28%, 45.27% dan 244.47% dibandingkan aplikasi pupuk anorganik.

Bobot basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk bibit kopi Arabika pada aplikasi pupuk anorganik berbeda sangat nyata dengan aplikasi pupuk anorganik-organik (P1 vs P2, P3, P4, P5). Aplikasi pupuk anorganik-organik yang berasal kompos kotoran sapi menghasilkan bobot basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, panjang akar dan volume akar yang lebih tinggi dibandingkan aplikasi pupuk anorganik-organik yang berasal dari kompos kulit kopi (P2, P3 vs P4, P5). Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap bobot basah dan kering akar, bobot basah dan kering tajuk, panjang akar dan volume akar umur bibit kopi Arabika 4 dan 7 BSP dapat dilihat pada Tabel 10.

(43)

Tabel 10. Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap bobot basah dan kering akar, bobot basah dan kering tajuk, panjang akar dan volume akar umur bibit kopi Arabika 4 dan 7 BSP

4 BSP

Aplikasi Pupuk Bobot Basah (g) Bobot Kering (g) Panjang Akar (cm)

Volume Akar(ml)

Akar Tajuk Akar Tajuk

P1 0.39c 2.76c 0.20c 0.97c 17.91b 6.67bc

P2 0.32c 3.00c 0.15c 0.82c 17.08b 5.75c

P3 0.33c 2.63c 0.17c 0.82c 17.79b 6.67bc

P4 0.76b 6.28b 0.34b 1.85b 22.53a 8.33b

P5 1.09a 9.71a 0.51a 2.96a 24.06a 10.00a

Pr > F ** ** ** ** ** **

P1 vs P2, 3, 4, 5 * ** tn ** tn tn

P2, 3 vs P4, 5 ** ** ** ** ** **

P2 P4 vs P4 P5 tn * * ** tn *

7 BSP

P1 17.00c 46.47c 9.45c 16.64c 30.00c 15.00b

P2 17.49c 49.07c 8.34c 15.01c 33.04bc 16.67b

P3 22.34c 56.06c 12.12c 17.80c 32.42bc 18.33b

P4 44.87b 104.14b 20.75b 31.82b 38.50ab 27.92b

P5 62.07a 152.77a 30.85a 47.47c 43.58a 51.67a

Pr > F ** ** ** ** ** **

P1 vs P2, 3, 4, 5 ** ** ** ** ** *

P2, 3 vs P4, 5 ** ** ** ** ** **

P2 P4 vs P3 P5 ** * * ** tn **

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%. *=berpengaruh nyata pada uji F taraf taraf α 5%, **= berpengaruh nyata pada uji F taraf α 1%, tn= tidak berpengaruh nyata pada uji F taraf α 5%.

Gambar 3. Keragaan akar bibit kopi Arabika pada berbagai aplikasi pupuk anorganik-organik

P1 P2 P3 P4 P5 P1 P2 P3 P4 P5

P1 P2 P3 P4 P5 P1 P2 P3 P4 P5

25% 50%

Gambar

Tabel 2.  Komposisi kimia kompos kulit kopi
Gambar 1. Tata letak tanaman contoh pada setiap satuan percobaan
Tabel 6. Keadaan iklim mikro di lokasi penelitian pada bulan Agustus
Gambar 2. Kondisi awal bibit kopi Arabika pada aplikasi  pupuk anorganik-
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pupuk berpengaruh terhadap tinggi bibit, diameter batang, bobot basah tajuk, dan bobot kering tajuk pada umur- umur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas pemberian pupuk organik berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman 25-39 HSPT, diameter batang pada 25 dan 39 HSPT, jumlah

Interaksi antara intensitas dan dosis pemberian pupuk organik berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman 46-60 HSPT, diameter batang pada 46-60 HSPT, jumlah daun pada

Pengaruh Kombinasi Sambung Batang dan Auksin Terhadap Pertumbuhan Bibit Kopi Robusta (Coffea canephora) dan Kopi Arabika (Coffea arabica); Yessi Kumalasari; 070210193029;

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kecepatan pertumbuhan tanaman kopi dengan menggunakan pupuk daun anorganik cair Seprint yang cara

Pada taraf 1% pengaruh pupuk organik dari limbah kulit kopi terhadap pertumbuhan bibit kopi menunjukkan bahwa jarak tanam antara perlakuan konsentrasi 0% dengan

Tabel 2 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pupuk kandang ayam dosis 15 g/tanaman dengan ZPT giberelin konsentrasi 60 ppm merupakan rata-rata jumlah daun yang paling

Pemberian takaran inokulan FMA yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap jumlah daun dan panjang akar, tetapi memberikan pengaruh yang nyata