PERGESERAN STATISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI DAERAH
ALIRAN SUNGAI BRANTAS JAWA TIMUR
FANIDA ISMAINI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas ijin dan karunia-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam karya ilmiah ini adalah Pergeseran Statistik Curah Hujan Ekstrim di Daerah Aliran Sungai Brantas, Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta dan di Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi.
Dalam menyelesaikan karya ilmiah ini tentunya penulis tidak akan berhasil jika tidak ada pihak-pihak yang membantu atau memberikan dukungan kepada penulis, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Yonny Koesmaryono dan Bapak Edvin Aldrian, selaku pembimbing I dan II, serta Ibu Ana selaku penguji. Papa dan Mama, yang selalu mendoakan dan “men-suport” lahir batin, Dede yang telah banyak memberikan masukan ilmu -ilmu statistiknya, serta Rani yang selalu memberikan semangat. Mas Yudha, atas bantuannya selama penelitian di BPPT. Seluruh GFM 39 yang paling brilian dan Utian atas dukungannya.
Penulis sadari masih banyak terdapat kekurangan dalam karya ilmiah ini, akhir kata semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 28 April 1984, dari ayah Ismawaldi dan Ibu Tini Sundari dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Pada tahun 2002 penulis lulus dari SMUN 71 Jakarta Timur dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih masuk di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan program studi Meteorologi.
PERGESERAN STATISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI DAERAH
ALIRAN SUNGAI BRANTAS JAWA TIMUR
FANIDA ISMAINI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Program Studi Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Pergeseran Statistik Curah Hujan Ekstrim di Daerah Aliran Sungai
Brantas, Jawa Timur.
Nama : Fanida Ismaini
NRP : G24102037
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
Dr. Edvin Aldrian, B.ENG. MSc.
NIP. 131473999 NIP. 680002393
Mengetahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
NIP. 131473999
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL………... i
DAFTAR GAMBAR………. ii
DAFTAR LAMPIRAN………. … iii
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang……… …… 1
Tujuan……… ……. 1
II. TINJAUAN PUSTAKA
Keadaan Umum Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, Jawa
Timur…... 1
Cuaca dan Iklim Ekstrim……… 2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Curah Hujan di Indonesia………... 2
III. BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tepat Penelitian……… …… 3
Alat dan Bahan……… …... 3
Metode Penelitian……….. 5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola Sebaran Data Frekuensi Hari Hujan Daerah Aliran Sungai
(DAS) Brantas, Jawa Timur……….…………... 7
Distribusi Curah Hujan Ekstrim………... 7
Kecenderungan Jumlah Hari Hujan DAS Brantas, Jawa
Timur………... 9
Analisis Wavelet………. 11
V. KESMPULAN
Kesimpulan………. 15
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA ………. 15
DAFTAR TABEL
1. Nama, Nomor, Letak Geografis dan Ketinggian Stasiun………... 4 2. Jumlah hari hujan (x) stasiun Semen musim hujan
(Desember-Februari) dari tahun 1955-2004………... 8 3. Nilai Nilai uji Z jumlah hari hujan di DAS Brantas tahun 1955-2005... 9 4. Tingkat beda nyata jumlah hari hujan di DAS Brantas tahun 1955-2005……...…………. 9 5. Nilai uji Z jumlah hari hujan di DAS Brantas tahun 1955-2005,
tanpa tahun-tahun El Nino dan La Nina………...…………. 10 6. Tingkat beda nyata jumlah hari hujan di DAS Brantas tahun 1955-2005,
DAFTAR GAMBAR
1. Daerah Aliran Sungai Brantas Jawa Timur………... 1
2. Indeks anomali tahun-tahun El Nino dan La Nina……… 3
3. Lokasi sebaran stasiun penakar hujan DAS Brantas, Jawa Timur ………4
4. Diagram alir Mann-Kendall trend Test……….. 5
5. Probability density function (PDF) frekuensi hari hujan bulan Desember-Februari di stasiun Semen………. … 7
6. Probability density function (PDF) jumlah hari hujan bulan Januari di stasiun Semen ……… 8
7. Uji Kecenderungan Mann-Kendall tahunan, stasiun Wagir……….………. 11
8. Uji Kecenderungan Mann-Kendall musiman, bulan Desember-Februari, Stasiun Wagir………..………..…11
9. a. Curah hujan harian stasiun Semen tahun 1955-2005……… ……….... 12
b. Wavelettime series curah hujan harian satsiun Semen……… ………..……12
c. Global wavelet spectrum……… ………... 12
d. Wavelettime series periode mingguan……….. 12
10. Wavelettime series untuk periode tiga bulanan, di stasiun Semen………...…. 13
11. Wavelettime series untuk periode s emi annual (enam bulanan), di stasiun Semen………. ... 14
3
DAFTAR LAMPIRAN
1. Probability Density Function jumlah hari hujan untuk musim hujan……….………. 18
2. Probability Density Function jumlah hari hujan untuk musim peralihan I………. 19
3. Probability Density Function jumlah hari hujan untuk musim kemarau……… …………. 20
4. Probability Density Function jumlah hari hujan untuk musim peralihan II……… ……… 21
5. Jumlah hari hujan musim hujan selama 51 tahun di Brantas Jawa timur……….……… ……… 22
6. Jumlah hari hujan musim peralihan I selama 51 tahun di Brantas Jawa timur……… ……… 25
7. Jumlah hari hujan musim kemarau selama 51 tahun di Brantas Jawa timur……….………... 28
8. Jumlah hari hujan musim peralihan II selama 51 tahun di Brantas Jawa timur……… ……… ………. 31
9. Mann-Kendall trend test jumlah hari hujan musim hujan (Desember-Februari)……….………34
10. Mann-Kendall trend test jumlah hari hujan tahunan musim peralihan I (Maret-Mei)………..……….………….………….. 35
11. Mann-Kendall trend test jumlah hari hujan tahunan musim kemarau (Juni-Agustus)……….………..………36
12. Mann-Kendall trend test jumlah hari hujan tahunan musim peralihan II (September-Novemb er)……….………..…………. 37
13. Mann-Kendall trend test untuk mu sim hujan……….….…...………..38
14. Mann-Kendall trend test untuk musim peralihan I……….…..………….………..… 39
15. Mann-Kendall trend test untuk mu sim kemarau……….…….…………...………… 40
16. Mann-Kendall trend test untuk musim peralihan II……….…………. 41
17. Wavelet Stasiun Birowo………... ... 42
18. Wavelet stasiun Kediri ………..……….……….. 43
19. Wavelet Stasiun Kertosono……….. . 44
20. Wavelet Stasiun Poncokusumo……….… 45
21. Wavelet Stasiun Pujon……….. 46
22. Wavelet Stasiun Semen………. 47
23. Wavelet Stasiun Tangkil………..…… ……….……… 48
24. Wavelet Stasiun Tugu………..………….……… 49
25. Wavelet Stasiun Wagir………..… ………….………….. 50
26. Wavelet Stasiun Wates Kediri……… ……….. 51
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya di muka bumi ini tidak lepas dari pengaruh cuaca dan iklim. Salah satu unsur cuaca dan iklim yang sangat bervariasi adalah curah hujan. Di Indonesia dimana mayoritas penduduknya adalah petani, curah hujan merupakan faktor utama untuk memperoleh hasil produksi pertanian yang optimal. Selain itu curah hujan juga merupakan salah satu sumber energi pembangkit tenaga listrik.
Cuaca memiliki sifat tidak tetap atau dapat berubah setiap saat sehingga selain membawa keuntungan juga dapat mengakibatkan kerugian. Seperti yang terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, Jawa Timur pada tahun 2004 dan 2005 bencana banjir dan tanah longsor yang disebabkan tingginya intensitas curah hujan, telah mengakibatkan kerugian terutama bagi petani dan masyarakat pada umumnya. Kejadian tersebut merupakan salah satu akibat keadaan cuaca yang menyimpang dari keadaan normalnya atau dapat dikatakan sebagai cuaca ekstrim.
Studi atau analisis mengenai cuaca ekstrim perlu dilakukan, sehingga diharapkan di masa yang akan datang kejadian akibat cuaca ekstrim tersebut dapat di antisipasi guna menekan kerugian yang mungkin terjadi.
1.2. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan jumlah hari hujan ekstrim dengan menggunakan metode
Probability density function (PDF) dan Uji
kecenderungan Mann-Kendall, serta menganalisis perubahan jumlah curah hujan ekstrim dengan menggunakan Analisis
Wavelet di DAS Brantas, Jawa Timur.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keadaan Umum Daerah Aliran Sungai Brantas Jawa Timur
Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang terletak pada 07,2o LS – 08,4o LS dan 111,5o BT – 113o BT , memiliki luas Daerah Pengaliran Sungai (DPS) sebesar 12.000 km2, dialiri oleh sungai Brantas dengan panjang 320 Km (Gambar 1). Sungai Brantas bermula dari Gunung Arjuno dan Gunung Anjasmoro mengalir ke selatan dan setelah melingkar mengelilingi sebagian besar wilayah DAS kemudian mengalir kembali ke utara dan bermuara di Selat Madura (BPPT 1993).
Berdasarkan sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson 52% wilayah Jatim mempunyai iklim tipe D. Keadaan suhu maksimum rata - rata mencapai 33°C sedangkan suhu minimum rata - rata mencapai 22°C. DAS Brantas termasuk ke dalam tipe iklim A atau monsoonal menurut Aldrian dan Susanto (2003).
Keadaan curah hujan pertahun di Jawa Timur mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. < 1.750 mm ; meliputi 35,54% wilayah Jawa Timur.
b. 1.750 - 2.000 mm ; meliputi 44,00% wilayah Jawa Timur
c. > 2.000 mm ; meliputi 20,46% wilayah Jawa Timur.
Kondisi iklim tersebut membuat DAS Brantas memiliki potensi besar dalam pengembangan Sumber Daya Alam (SDA) baik untuk pertanian, gudang air serta produksi listrik sehubungan dengan besarnya potensi aliran yang merupakan bagian dari siklus hidrologi dan sangat dipengaruhi oleh kondisi curah hujan serta kondisi fisik DAS
.
2.2.Cuaca / Iklim Ekstrim
Cuaca adalah nilai sesaat dari atmosfer, serta perubahan dalam jangka pendek (kurang dari satu jam hingga 24 jam) disuatu tempat tertentu di bumi (Nasir, 1993). Iklim adalah sintesis atau kesimpulan dari perubahan nilai unsur-unsur cuaca dalam jangka panjang di suatu tempat atau pada suatu wilayah. Sintesis tersebut dapat dikatakan pula sebagai nilai statistik yang meilputi rata-rata, maksimum, minimum, frekuensi kejadian atau peluang kejadian. Maka iklim sering dikatakan sebagai nilai statistik cuaca jangka panjang di suatu tempat atau di suatu wilayah. Iklim dapat pula diartikan sebagai sifat cuaca di suatu tempat atau pada suatu wilayah.
Menurut World Meteorology
Organitation (WMO) cuaca ekstrim adalah
keadaan cuaca dimana terjadi hujan sangat lebat secara terus menerus (continues heavy rain) dengan jumlah diatas 50 mm/jam, atau terjadi thunderstorm. Sedangkan iklim ekstrim merupakan keadaan dimana nilai dari unsur-unsur iklim menyimpang di atas atau di bawah nilai normal (rata-rata).
2.3.Faktor -faktor yang Mempengaruhi
Keragaman Curah Hujan di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang dilewati oleh garis khatulistiwa, terletak di antara dua benua dan termasuk ke dalam pengaruh kawasan lautan pasifik. Posisi ini menjadikan Indonesia sebagai daerah pertemuan sirkulasi meridional (Hadley) dan sirkulasi zonal (Walker) sehingga mempengaruhi besarnya keragaman iklim yang terdapat di Indonesia.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan bentuk topografi yang sangat beragam, maka pengaruh lokal terhadap keragaman curah hujan juga tidak dapat diabaikan. Menurut Nieuwolt (1975) daerah pegunungan dan dataran tinggi menerima lebih banyak curah hujan dibandingkan dengan daerah sekitarnya yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh orografik. Di daerah tropis peningkatan curah hujan berhenti pada ketinggian sekitar 1000-1500 m dan kemudian menurun di atas ketinggian 1500 m. Karena di daerah tropis massa udara pada ketinggian 800-1500 m lebih lembab, namun dengan bertambahnya ketinggian di atas 1500 m, massa udara cenderung lebih kering.
Faktor lain yang mempengaruhi keragaman curah hujan di Indonesia yaitu :
1. Monsoon
Angin monsson secara umum merupakan angin laut dan angin darat dalam skala besar, terikat pada daur musim panas dan dingin.
Monsoon didefinisikan sebagai sirkulasi udara yang bergerak melewati suatu wilayah pada bulan Januari dan Juli dengan syarat kondisi sebagai berikut (Ramage, 1971) :
• Perubahan arah angin yang
bergerak perlahan terbentuk dengan sudut 1200 antara bulan januari dan Juli.
• Frekuensi rata-rata terbentuknya arah angin pada bulan Januari dan Juli lebih besar dari 40 %.
• Besarnya kecepatan angin rata-rata dalam satu bulan lebih dari 3 m/s.
• Kurang dari satu pertukaran siklon atau antisiklon terukur setiap dua tahun pada salah satu bulan dalam daerah 50 lintang dan bujur.
2. Maden-Julian Oscilation (MJO)
Menurut Madden and Julian (1971
dalam Jee, Chang and Baek 2004),
Madden-Julian Oscillation (MJO)
merupakan angin yang bertiup ke arah timur, membawa sirkulasi anomali dan aktifitas konvektif yang koheren di sekitar ekuatorial dengan periode 30-90 hari.
Secara umum MJO dapat mempengaruhi cuaca tropis dan sistem iklim dalam berbagai aspek seperti :
• Aktifitas siklon (Maloney dan Hartmann, 2000 dalam Jee, Chang, Baek, 2004).
• Konveksi cumulus yang tinggi
(Madden dan julian, 1972; Hendon danSalby, 1994 dalam Jee, Chang, Baek, 2004).
• Monsoon India (Hartmann dan
Michelsen, 1989; Wang dan Rui, 1990 dalam Jee, Chang, Baek, 2004).
• Monsoon musim panas Australia (Wang dan Rui, 1990; Hendon dan Liebmann, 1990 dalam Jee, Chang, Baek, 2004).
Selama penjalarannya ke arah timur MJO dipengaruhi oleh posisi matahari. Ketika matahari berada di equator MJO bergerak lurus ke arah timur, sedangkan ketika matahari di selatan equator maka perjalanan MJO agak bergeser ke arah seatan equator yang dikenal sebagai penjalaran selatan-timur (south eastern
propagation) demikian juga ketika
matahari berada di sebelah utara equator maka perjalanan MJO agak bergerak ke arah utara equator yang dikenal sebagai penjalaran utara-timur (north eastern
propagation) (Rui dan Wang, 1990
dalam Seto 2003).
3. El Nino dan La Nina
Perbedaan suhu dan tekanan udara di atas permukaan laut yang tajam antara Samudra Pasifik dan laut pantai Peru dan Equador, menyebabkan perpindahan aliran massa udara dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Perpindahan aliran massa udara tersebut kemudian dapat mengakibatkan peningkatan atau penurunan presipitasi di wilayah sekitarnya. Peningkatan presipitasi di sekitar wilayah tersebut dinamakan La Nina yang berarti anak perempuan, sedangkan sebaliknya penurunan presipitasi dinamakan El Nino, yang dalam bahasa Spanyol berarti anak laki-laki.
Menurut Tjasyono (1997 dalam Boer, 2003) pengaruh El-nino kuat pada daerah yang dipengaruhi oleh sistim moonson, lemah pada daerah dengan sistem equatorial dan tidak jelas pada daerah dengan sistim lokal.
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2006 di UPT Hujan Buatan BPPT Jakarta dan Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
3.2. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data indeks anomali suhu permukaan laut pada daerah NINO 3 dari rata-rata 56 tahun (1950-2006) yang menunjukkan tahun-tahun El Nino dan La Nina.
Tahun-tahun El Nino dan La Nina
-3 -2 -1 0 1 2 3 4
1950 1951 1952 1953 1954 1955 1957 1958 1959 1960 1961 1962 1964 1965 1966 1967 1968 1969 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2006
Tahun
Anomali Index
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 tahun-tahun El Nino adalah tahun-tahun dimana indeks anomali bernilai lebih besar dari 1 untuk El Nino yaitu tahun 1965, 1969, 1972, 1982, 1987, 1991, 1997 dan tahun 2002. Tahun-tahun La Nina terjadi ketika indeks anomali bernilai lebih rendah dari nilai -1 yaitu tahun 1955, 1964, 1970, 1973, 1975, 1988, 1998, 1999.
Selain itu digunakan data curah hujan harian selama 51 tahun sejak tahun 1955 hingga tahun 2005 dari 11 stasiun yang tersebar di DAS Brantas. Secara keseluruhan di DAS Brantas terdapat 26 stasiun, namun tidak seluruh stasiun tersebut digunakan, karena dari 26 stasiun tersebut 13 stasiun berpindah lokasi sedangkan 13 stasiun lainnya tidak berpindah lokasi. Dari 13 stasiun yang tidak berpindah lokasi tersebut, 2 stasiun yaitu stasiun Doko dan Dampit tidak memiliki data curah hujan yang lengkap selama 51 tahun (1955-2005). Pada stasiun Doko data curah hujan tahun 1980-1990 tidak tercatat/kosong. Sedangkan untuk stasiun Dampit data tidak tercatat/kosong pada tahun 1984-1989. Oleh karena itu data pada kedua stasiun tersebut tidak dapat digunakan
dalam penelitian ini, sehingga data yang digunakan hanya 11 stasiun, seperti yang tampak pada Tabel 1. Lokasi sebaran stasiun ditunjukkan oleh peta pada Gambar 3.
Tabel 1. Nama, Nomor, Letak Geografis dan Ketinggian Stasiun.
No. Nama Stasiun No.
Stasiun Bujur (o)
Lintang (o)
Ketinggian Stasiun (mdpl)
1 Kertosono 5217 E112.138 S7.549 47
2 Kediri 2102 E112.007 S7.799 70
3 Tugu 5418 E111.612 S8.048 118
4 Wates Kediri 5216 E112.131 S7.799 175
5 Birowo 5126 E112.331 S8.229 195
6 Tangkil 1403 E112.657 S8.063 395
7 Wagir 1106 E112.544 S8.001 480
8 Wates
Sawahan 6011 E111.815 S7.702 620
9 Semen 2341 E112.348 S7.999 625
10 Poncokusumo 1109 E112.805 S8.015 1120
11 Pujon 5103 E112.477 S7.812 1258
Sumber : Perum Jasa Tirta I.
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Probability Density Function (PDF)
Probability Density Function atau
fungsi kepekatan peluang menurut Walpole, 1990 bagi peubah acak kontinu X adalah bila luas daerah di bawah kurva dan di atas sumbu-x sama dengan satu dan bila luas daerah di bawah kurva antara x=a dan x=b menyatakan peluang X terletak antara a dan b. Karena p(X) menyatakan nilai peluang maka :
0≤p(X)≤1
Nilai probabilitas untuk semua kejadian jumlahnya adalah satu atau dituliskan dengan :
Langkah pertama yang dilakukan untuk menghitung peluang melalui pendekatan fungsi kepekatan peluang, adalah mengidentifikasi nilai dari peubah acaknya, diskrit atau kontinu. Peubah acak diskrit suatu peubah acak dimana nilainya berupa bilangan bulat atau jika banyaknya titik sampel dari suatu ruang sampel berhingga banyaknya. Peubah acak kontinu adalah suatu peubah acak yang memiliki bentuk nilai berupa pecahan, bilangan desimal atau bilangan riil atau jika banyaknya titik sampel dari suatu ruang sampel tidak berhingga banyaknya.
Besarnya nilai peluang curah hujan ekstrim selanjutnya dapat dilakukan dengan pendekatan distribusi frekuensi. Distribusi frekuensi yaitu suatu model perhitungan histogram dengan menggunakan pengelompokan data.
Pengelompokkan data curah hujan dilakukan dengan mengklasifikasikan frekuensi hari hujan ke setiap selang 10 mm jumlah curah hujan mulai dari curah hujan di atas 0 mm, 0 mm < curah hujan = 10 mm, 10 mm < curah hujan = 20 mm, 20 mm < curah hujan = 30mm, 30 mm < curah hujan = 40 mm dan seterusnya hingga jumlah curah hujan = 110mm.
3.3.2. Statistik Mann-Kendall
Stastistik Mann-Kendall merupakan suatu metode statistik yang digunakan untuk menguji indepedensi data dalam suatu deret waktu. Menurut Kadioglu, 1997 metode ini digunakan untuk menganalisis data iklim yang panjang meliputi metode statistik rangking Man-Kendall. Dalam penelitian ini
Uji kecenderungan Mann-Kendall
digunakan untuk menguji indepedensi dan
kecenderungan data jumlah hari hujan serta menentukan model regresi linear deret waktu dari data frekuensi hari hujan di DAS Brantas selama 51 tahun sejak tahun 1955 hingga 2005.
Data yang dianalisis merupakan data jumlah hari hujan tahunan yang dike lompokkan per-3 bulan yaitu bulan Desember-Februari untuk musim hujan, Maret-Mei untuk musim peralihan I, Juni-Agustus untuk musim kemarau dan bulan September-November untuk musim peralihan II.
Statistik Mann-Kendall dihitung dengan menggunakan perangkat lunak MAKESENS 1.0. Adapun langkah-langkah perhitungan uji kecenderungan Mann-Kendall adalah sebagai berikut (diagram alir ditunjukkan pada Gambar 4):
Gambar 4. Diagram alir Uji kecenderungan Mann-Kendall
( n) 1
n
p X =x =
∑
Data Curah Hujan (CH) Harian (1955-2005)
Data Jumlah hari hujan Bulanan (JHHB) (1955-2005)
Data JHHB Des-Feb (1955-2005)
Data JHHB Mar-Mei (1955-2005)
Data JHHB Jun-Ags (1955-2005)
Data JHHB Sep-Nov (1955-2005)
Uji Independensi
Ho = µj = µk
H1 = µj ? µk
Statistik Mann- Kendall (S)
Test (Z)
|Z| > Zα/2
Tingkat beda nyata :
• α=0.1, |Z| > 1.645 ? (+)
• α=0.05, |Z| > 1.96 ? (*)
• α=0.01, |Z| > 2.576 ? (**)
• α=0.001, |Z| > 3.292 ? (***)
Mann-Kendall slope estimator (Q)
Regresi linear deret waktu. f(t)=Qt+B
|Z| = Zα/2 Terima Ho (Independen)
Uji kecenderungan
Ho = Q = 0 H1 = Q ? 0
Tolak Ho (Dependen)
Terima Ho (Independen
)
Test (T)
Kesimpulan Tolak Ho
1.Nilai statistik (S) Mann-Kendall dinyatakan dengan persamaan berikut :
(
)
∑
∑
+ = − =−
=
n k j k j n kx
x
S
1 1 1sgn
dengan,( )
< − = > = 0 1 0 0 0 1 sgn θ θ θ θ if if if S=2T- n(n-1)/2Menurut Mann (1945 dalam
Hirsch, James and Smith, 1982), hipotesis nol dari keragaman yaitu Ho menyatakan bahwa data (xi,...,xn) merupakan sampel dari n bebas dan memiliki distribusi variabel acak yang identik. Sedangkan H1 menyatakan bahwa distribusi dari nilai xk dan xj tidak identik untuk seluruh k, j = n dengan k ? j.
2.Hitung nilai varians Var(S) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
[ ] ( )(
S =nn−1 2n+5)
−∑
t(t−1)(2t+5)/18 Vart
3.Hitung nilai test Z menggunakan nilai S dan Varians (Var(S)), dengan persamaan sebagai berikut:
(
)
(
)
< + = > − = 0 ) ( 1 0 0 0 ) ( 1 2 / 1 2 / 1 S if S Var S S if S if S Var S ZNilai S yang positif menunjukkan adanya kenaikan kecenderungan, semakin besar nilai S maka semakin kuat bukti adanya kenaikan tersebut. Sebaliknya nilai S negatif menunjukkan penurunan kecenderungan, semakin besar nilai S maka semakin kuat bukti adanya penurunan trend tersebut.
4.Jika nilai |Z| > Zα/2, maka penentuan nilai signifikan menggunakan empat nilai alpha (α) yang berbeda yaitu sebagai berikut :
• Untuk α=0.1, jika nilai Abs(Z) > 1.645 maka nilai signifikan ditandai dengan tanda “+”
• Untuk α=0.05, jika nilai Abs(Z) > 1.96 maka nilai signifikan ditandai dengan tanda “*”
• Untuk α=0.01, jika nilai Abs(Z) > 2.576 maka nilai signifikan ditandai dengan tanda “**”
• Untuk nilai α=0.001, jika nilai Abs(Z) > 3.292 maka nilai signifikan ditandai dengan tanda “***”
Jika nilai |Z| = Zα/2, maka perlu dilakukan uji kecenderungan. Dengan menggunakan uji T.
5.Uji kecenderungan dilakukan dengan menggunakan nilai slope (Q) dari regresi linear deret waktu dengan model:
f(t)=Qt+B
Dimana Q adalah nilai slope/kemiringan garis regresi dan B adalah nilai intersep. 6.Nilai Q kemudian digunakan untuk uji
trend, dengan Ho:Q=0 dan H1:Q?0. Jika uji kecenderungan yang dihasilkan menolak Ho maka ujiT tidak perlu dilakukan. Sedangkan jika hasil uji kecenderungan menerima Ho maka perlku dilakukan uji T.
7.Kesimpulan stastistik Mann-Kendall.
3.3.3. Analisis Wavelet
Analisis wavelet dilakukan untuk mengetahui periodisitas dan nilai power
spektrum (Storch dan Zwiers, 1999).
Dengan mengubah suatu deret waktu menjadi ruang frekuensi-waktu, dapat mengurangi modus dari faktor-faktor yang tidak tetap dan mengetahui bagaimana modus tersebut berv ariasi terhadap waktu (Torrence and Compo, 1998).
Transformasi wavelet merupakan perbaikan dari transformasi Fourier. Jika transformasi Fourier hanya memberikan informasi tentang frekuensi suatu sinyal, maka transformasi wavelet memberikan informasi mengenai kombinasi skala dan frekuensi.
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam analisis wavelet adalah sebagai berikut :
1.Menentukan transformasi Fourier dari suatu deret waktu.
2.Memilih fungsi wavelet dan skala yang akan dianalisis .
( )
k( )
s
kt
s
s
ψ
ω
δ
π
ω
ψ
2 01
ˆ
2
ˆ
=
Dimana : 0
ˆ
ψ
: persamaan Morlet. s : skala wavelet.t
δ
: waktu (1/(rata-rata jumlah hari selama 51 tahun).k
ω
: frekuensi sudut.4.Menentukan transformasi wavelet pada skala tersebut dengan menggunakan persamaan:
( )
( )
i n tk N
k k n
k
e
s
s
W
χ
ˆ
ψ
ˆ
*
ω
ω δ 10
∑
=−=
Dengan ,
>
−
≤
=
2
:
2
2
:
2
N
k
t
N
k
N
k
t
N
k
k
δ
π
δ
π
ω
5.Menentukan Fourier wavelength pada skala tersebut.
6.Mengulang kembali langkah no. 3 hingga 5 untuk masing-masing skala. Plot kontur wavelet time series yang dihasilkan. 7.Distribusi chi-squared digunakan untuk
menentukan besarnya selang kepercayaan 95% dari kontur.
Proses perhitungan analisis wavelet di atas dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Matlab 7.0.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pola Sebaran Data Jumlah Hari Hujan Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, Jawa Timur.
Dari kesebelas stasiun di DAS brantas, secara keseluruhan menujukkan pola distribusi jumlah hari hujan mengikuti pola menjulur ke kanan. Menurut Nasution dan Barizi, 1976 pola menjulur ke kanan menunjukkan skewness positive. Nilai curah hujan dengan frekuensi tinggi berada di sebelah kanan dan nilai curah hujan dengan frekuensi rendah berada di sebelah kiri. Nilai frekuensi terendah dan tertinggi tersebut menunjukkan besarnya nilai curah hujan ekstrim. Seperti yang tampak pada Gambar 5 dan 6, perubahan variasi nilai curah hujan rendah dari tahun 1955-2005 lebih jelas terlihat dibandingkan dengan perubahan variasi nilai curah hujan tinggi. Untuk grafik PDF stas iun lainnya dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 4.
4.2. Distribusi Curah Hujan Ekstrim
Metode PDF dilakukan dengan mengklasifikasikan data jumlah hari hujan terhadap skala nilai curah hujan (mm) dengan besar selang untuk setiap skala 10 mm. Pada awalnya data jumlah hari hujan harian tersebut dijadikan data bulanan dengan menjumlahkan jumlah hari hujan tiap bulan, kemudian data jumlah hari hujan selama 51 tahun (1955-2005) tersebut ditampilkan per-10 tahun. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.
0 20 40 60 80 100 120 140
0 10 20 30 40 50 6 0 70 80 90 100 110
Curah hujan (mm)
Frekuensi
55-65 66-75 76-85 86-95 96-05
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
0<x< =10
10<x <=20
20<x <=30
30<x <=40
40<x <=50
50<x <=60
60<x <=70
70<x <=80
80<x <=90
90<x <=10
0 100<
x<=1 10 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi
1955-1959
1960-1964
1965-1969
1970-1974
1975-1979
1980-1984
1985-1989
1990-1994
1995-1999
2000-2004
Gambar 6. Probability density function (PDF) Jumlah hari hujan bulan Desember-Februari di stasiun Semen.
Hasil yang diperoleh dari seluruh stasiun, menunjukkan adanya perubahan yang bervariasi pada frekuensi hari hujan berskala rendah, namun tidak dapat menunjukkan perubahan frekuensi hari hujan pada skala besar. Hal ini berarti dengan membagi data per-10 tahun hanya dapat melihat perubahan jumlah hari hujan ekstrim dibawah normal, namun tidak dapat menunjukkan terjadinya perubahan jumlah hari hujan ekstrim diatas normal dikarenakan besarnya variasi data curah hujan selama selang waktu tersebut.
Agar perubahan frekuensi pada skala besar dapat lebih terlihat, data frekuensi hari hujan dikelompokan per-tiga bulan yaitu untuk musim hujan bulan Desember-Februari, musim peralihan I bulan Maret-Mei, musim kemarau bulan Juni-Agustus dan musim peralihan II bulan September-November. Data frekuensi hari hujan selama 51 tahun (1955-2005) tersebut kemudian ditampilkan per-5 tahun, seperti yang tampak pada Gambar 6.
Nilai jumlah hari hujan disajikan dalam Tabel 2 untuk lebih memperjelas grafik pada Gambar 6. pada stasiun Semen jumlah hari hujan pada skala curah hujan antara 0mm<x=10mm menunjukkan adanya peningkatan jumlah hari hujan. Hasil untuk stasiun lainnya dapat dilihat pada lampiran 5 sampai dengan Lampiran 8.
Pada musim hujan, daerah-daerah di dataran tinggi seperti di stasiun Pujon, Poncokusumo, Semen dan Wagir mengalami peningkatan jumlah hari hujan ekstrim yang lebih jelas terlihat dibandingkan dengan daerah-daerah dataran rendah lainnya. Peningkatan jumlah hari hujan ekstrim tersebut terjadi pada skala curah hujan di atas 110 mm.
Sedangkan jumlah hari hujan pada musim kemarau (Juni-Agustus) dan musim transisi ke II (September-November) secara keseluruhan tidak mengalami perubahan yang jelas. Kecuali pada stasiun wagir dan semen. Pada stasiun wagir terlihat sedikit
Tabel 2. Jumlah hari hujan (x) stasiun Semen musim hujan (Desember-Februari) dari tahun 1955-2004.
Tahun
Jumlah hari hujan (x) untuk tiap skala (mm) 0<x
=10 10<x =20
20<x =30
30<x =40
40<x =50
50<x =60
60<x =70
70<x =80
80<x =90
90<x =100
100<x
=110 x>110
1955-1959 60 54 32 23 18 8 2 5 2 8 2 2
1960-1964 54 65 24 16 13 6 4 3 2 0 1 6
1965-1969 42 36 23 35 12 4 6 4 2 1 1 0
1970-1974 42 36 34 23 6 6 2 4 3 2 1 2
1975-1979 52 40 24 20 14 8 7 7 3 4 1 1
1980-1984 57 43 38 21 17 13 4 6 2 3 0 0
1985-1989 171 65 40 19 14 5 1 4 1 3 0 4
1990-1994 141 55 43 36 11 11 11 8 6 1 6 3
1995-1999 169 60 27 25 16 10 6 5 2 1 0 6
peningkatan jumlah hari hujan untuk skala curah hujan terendah dan tertinggi. Sedangkan pada stasiun semen terlihat adanya penurunan jumlah hari hujan untuk skala curah hujan tertinggi dan peningkatan jumlah hari hujan untuk skala curah hujan terendah, meskipun perubahan tersebut tidak jelas terlihat.
4.3. Kecenderungan Jumlah Hari Hujan Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, Jawa Timur.
4.3.1. Statistik Mann-Kendall
Uji kecenderungan Mann-Kendall digunakan untuk menguji indepedensi, trend dan menentukan model regresi linear deret waktu dari data jumlah hari hujan di DAS Brantas selama 51 tahun sejak tahun 1955 hingga 2005.
Dengan menggunakan uji Z
diperoleh nilai Z seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Seluruh nilai Z yang diperoleh memiliki nilai |Z| > Zα/2, maka tolak Ho. Artinya bahwa data sampel jumlah hari hujan musim ke-i tidak sama dengan jumlah hari hujan musim ke -j dalam suatu deret waktu n (dependen/data saling terkait).
Tabel 3. Nilai uji Z jumlah hari hujan di DAS Brantas tahun 1955-2005.
Stasiun
Keting-gian (mdpl)
Uji Z
Musim Hujan
Musim Per- alihan
I
Musim Kemarau
Musim Per- alihan
II
Kertosono 47 1.33 0.48 -0.98 0.38
Kediri 70 0.61 0.35 0.55 0.72
Tugu 118 1.55 -0.38 -0.04 1.13
Wates
Kediri 175 0.92 0.07 -0.68 0.63
Birowo 195 2.52 -0.23 -0.24 1.02
Tangkil 395 1.48 -0.51 -0.62 1.04
Wagir 480 2.6 2.92 0.93 1.54
Wates
Sawahan 620 -0.69 -1.95 -1.53 0.4
Semen 625 4.36 3.54 1.54 3.12
Poncoku-sumo 1120 2.72 1.29 0.07 1.52
Pujon 1258 -1.27 -1.28 -0.56 -0.07
Penentuan tingkat beda nyata ke mudian dilakukan berdasarkan 5 kriteria yaitu, jika nilai uji |Z| > 1.645 maka tingkat beda nyata ditandai dengan tanda (+) dengan tingkat kepercayaan 90%, jika nilai uji |Z| > 1.96 maka tingkat beda nyata ditandai dengan tanda (*) dengan tingkat
kepercayaan 95%, jika nilai uji |Z| > 2.576 maka tingkat beda nyata ditandai dengan tanda (**) dengan tingkat kepercayaan 99% dan jika nilai uji |Z| > 3.292 maka tingkat beda nyata ditandai dengan tanda (***) dengan tingkat kepercayaan 99%. Jika tingkat kepercayaan di bawah 90% maka tidak diberi tanda tertentu (kolom kosong)..
Tingkat beda nyata yang diperoleh
ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Tingkat beda nyata jumlah hari hujan di DAS Brantas tahun 1955-2005.
Stasiun
Keting-gian (mdpl)
Tingkat Beda Nyata
Musim Hujan
Musim Per- alihan
I
Musim Kemarau
Musim Per- alihan
II
Kertosono 47
Kediri 70
Tugu 118
Wates
Kediri 175
Birowo 195 *
Tangkil 395
Wagir 480 ** **
Wates
Sawahan 620 +
Semen 625 *** *** **
Poncoku-sumo 1120 **
Pujon 1258
Keterangan: + = berbeda nyata 90%, * = berbeda nyata 95% ** = berbeda nyata 99% *** = berbeda nyata 99,9%
Pada musim hujan di stasiun Semen memiliki nilai uji Z sebesar 4.36>3.292, maka nilai α=0.001 dan tingkat beda nyata ditandai dengan (***). Artinya data jumlah hari hujan pada musim hujan tahun ke-i saling terkait dengan data jumlah hari hujan pada musim hujan tahun ke-j serta bukti adanya kecenderungan di stasiun Semen memiliki tingkat kepercayaan 99.9%.
Pada musim hujan di stasiun Birowo memiliki nilai uji |Z| > 1.96, maka nilai α=0.5 dan tingkat beda nyata ditandai dengan (*). Artinya data jumlah hari hujan pada musim hujan tahun ke-i saling terkait dengan data jumlah hari hujan pada musim hujan tahun ke-j serta bukti adanya kecenderungan di stasiun Birowo memiliki tingkat kepercayaan 95%.
Pada musim peralihan I di stasiun Wates Sawahan memiliki nilai uji |Z| > 1.96, maka nilai α=0.1 dan tingkat beda nyata ditandai dengan (+). Artinya data jumlah hari hujan pada musim hujan tahun ke-i saling terkait dengan data jumlah hari hujan pada musim hujan tahun ke-j serta bukti adanya kecenderungan di stasiun Wates Sawahan memiliki tingkat kepercayaan 90%.
Pada musim kemarau tingkat beda nyata dikosongakan karena kecenderungan jumlah hari hujan pada musim kemarau di setiap stasiun menunjukkan tingkat beda nyata dengan kepercayaan di bawah 90%. Hal ini di karenakan pada dasarnya jumlah hari hujan pada musim kemarau sedikit, sehingga apabila terjadi penurunan jumlah hari hujan tidak akan menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
Dari Tabel 3 juga dapat dilihat kenaikan atau penurunan kecenderungan di masing-masing stasiun dan seberapa besar tingkat beda nyata bukti adanya kecenderungan tersebut. Kecenderungan naik ditandai dengan nilai Z yang positif sedangkan kecenderungan turun ditandai dengan nilai Z yang negatif. Kecenderungan pada musim hujan dan musim peralihan II
hampir seluruhnya naik. Sedangkan
sebaliknya pada musim kemarau dan musim peralihan I, hampir seluruh stasiun kecenderungan turun.
Kenaikan kecenderungan pada musim hujan dan penurunan kecenderungan pada musim kemarau menunjukkan kemungkinan adanya perpindahan jumlah hari hujan dari musim kemarau ke musim hujan. Hal ini terjadi hampir di seluruh stasiun, kecuali stasiun Kediri dan Wates Sawahan.
Jika hal ini dibandingkan dengan hasil PDF sebelumnya, dimana pada musim hujan jelas terlihat adanya peningkatan jumlah hari hujan pada skala jumlah curah hujan 0-10 mm, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi perpindahan jumlah hari hujan dari musim kemarau ke musim hujan, pada hampir seluruh stasiun di sekitar DAS
Brantas, Jawa Timur dan jumlah hari hujan tersebut berpindah lebih banyak ke jumlah hari hujan dengan curah hujan rendah di banding dengan curah hujan tinggi.
Pengaruh lokasi ketinggian stasiun terhadap kecenderungan yang terjadi juga terlihat pada Tabel 4. Pada daerah dataran yang lebih tinggi kecenderungan lebih berbeda nyata dibandingkan dengan daerah dataran rendah. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh orografik pada dataran tinggi.
Tabel 5. Nilai uji Z jumlah hari hujan d i DAS Brantas tahun 19552005, tanpa tahun
-tahun El Nino dan La Nina.
Stasiun Keting
-gian (mdpl)
Uji Z
Musim Hujan
Musim Per- alihan
I
Musim Kemarau
Musim Per- alihan
II Kertoson
o 47 0.67 0.19 -0.93 1.02
Kediri 70 -0.16 -0.56 0.03 1.37
Tugu 118 0.65 -0.51 -0.37 2.22
Wates
Kediri 175 -1.11 -0.45 -0.78 1.34
Birowo 195 1.35 -0.07 -0.87 1.81
Tangkil 395 0.75 -0.81 -0.93 1.73
Wagir 480 1.59 2.1 0.45 2.14
Wates
Sawahan 620 -1.51 -2.36 -1.7 0.72
Semen 625 3.37 2.36 0.92 2.84
Poncoku
-sumo 1120 1.52 0.81 -0.26 1.85
Pujon 1258 -2.01 -1.34 -0.67 1.09
Tabel 6. Tingkat beda nyata jumlah hari hujan di DAS Brantas tahun 1955-2005, tanpa tahun-tahun El Nino dan La Nina.
Stasiun
Keting-gian (mdpl)
Tingkat Beda Nyata
Musim Hujan
Musim Per-alihan
I
Musim Kemarau
Musim Per-alihan
II Kertoson
o 47
Kediri 70
Tugu 118 *
Wates
Kediri 175
Birowo 195 +
Tangkil 395 +
Wagir 480 * *
Wates
Sawahan 620 * +
Semen 625 *** * **
Poncoku-
sumo 1120 +
Keterangan: + = berbeda nyata 90%, * = berbeda nyata 95% ** = berbeda nyata 99% *** = berbeda nyata 99,9%
Untuk melihat pengaruh El Nino dan La Nina terhadap perubahan kecenderungan yang terjadi di Brantas, maka dilakukan Uji kecenderungan Mann-Kendall dengan menghilangkan tahun-tahun El Nino dan La Nina pada data jumlah hari hujan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Hasil yang diperoleh menunjukkan pada musim hujan dan musim peralihan I nilai uji Z dan tingkat beda nyata lebih kecil dibandingkan dengan data sebelum tahun-tahun El Nino dan La Nina dihilangkan. Sedangkan pada musim kemarau dan musim peralihan II rata-rata nilai uji Z dan tingkat beda nyata lebih besar dibandingkan dengan data sebelum tahun-tahun El Nino dan La Nina dihilangkan. Artinya kejadian El Nino dan La Nina lebih berpengaruh pada musim kemarau dan musim peralihan II.
4.3.2. Regresi Linear Deret Waktu.
Pada awalnya data frekuensi hari hujan dijumlahkan per-tahun untuk mengetahui besar kecenderungan jumlah hari hujan tahunan selama 51 tahun. Namun hasil yang diperoleh (Gambar 7) tidak menunjukkan adanya kecenderungan yang berbeda nyata. Hal ini disebabkan variasi data jumlah hari hujan tahunan selama 51 tahun tersebut terlalu besar.
Gambar 7. Uji kecenderungan Mann-Kendall tahunan, stasiun Wagir.
Data jumlah hari hujan pada masing-masing stasiun dikelompokkan per-tiga bulan untuk memperkecil besar variasi data, yaitu bulan Desember-Februari (Musim hujan), Maret-Mei (Musim peralihan I), Juni-Agustus (Musim Kemarau), September-November (Musim peralihan II) seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 8, dan untuk stasiun lainnya dapat dilihat pada Lampiran 9 sampai dengan Lampiran 12.
Gambar 8. Uji kecenderungan Mann-Kendall musiman, bulan
Desember-Februari, Stasiun Wagir.
Model dari regresi linear deret waktu ini adalah f(t)=Qt+B, dimana Q merupakan slope kemiringan dan B adalah intersep. Nilai Q dan B ditampilkan pada lampran 13 sampai dengan lampiran 16. Nilai Q merupakan Sen’s slope estimator digunakan untuk uji kecenderungan. Namun pada penelitian ini uji kecenderungan tidak dilakukan karena hasil uji indepedensi, uji Z adalah tolak Ho, yang berarti data xij merupakan data depedensi (saling terkait).
4.4. Analisis Wavelet
Wavelet merupakan salah satu alat
matematika untuk menganalisis suatu deret waktu atau citra. Mother wavelet yang digunakan adalah Morlet. Karena sebagai
mother wavelet, Morlet baik dalam
mengekstrak suatu data, seperti nilai ekstrim dalam suatu deret waktu dan memberikan informasi mengenai skala spasial terhadap suatu data tersebut.
Analisis perubahan jumlah curah hujan dari tahun 1955-2005 di DAS Brantas dengan menggunakan wavelet, dibagi menjadi empat periode waktu, yaitu jumlah curah hujan mingguan atau tujuh harian, tiga bulanan, enam bulanan dan tahunan
Perubahan jumlah curah hujan dalam periode mingguan untuk stasiun semen ditunjukkan pada Gambar 9 (Gambar
wavelet untuk stasiun lain terlampir pada
Lampiran 17 sampai dengan Lampiran 27). Gambar 9.a. menunjukkan karakteristik curah hujan harian stasiun Semen. Gambar 9.b. merupakan power spektrum dari wavelet yang ditampilkan secara spasial sebagai garis kontur, dengan gradasi warna hitam dan putih. Semakin hitam menandakan nilai power spektrum dari wavelet semakin.
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 180.00 200.00
1940 1960 1980 2000 2020
Year
Wagir
Data
Sen's estimate
99 % conf. min
99 % conf. max
95 % conf. min
95 % conf. max
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00
1940 1960 1980 2000 2020
Year
Wagir
Data
Sen's estimate
99 % conf. min
99 % conf. max
95 % conf. min
Gambar 9. a. Curah hujan harian stasiun Semen tahun 1955 -2005, b. Wavelettime series curah hujan harian satsiun Semen, c. Global wavelet spectrum, d. Wavelettime series periode mingguan.
kecil/lemah, sedangkan semakin putih menandakan bahwa nilai power spektrum semakin besar/kuat. Namun perlu diperhatikan untuk data kosong ditandai juga dengan warna putih, oleh karena itu hasil
wavelet harus dibandingkan dengan grafik
gradien regresi pada Gambar 9.d., data kosong pada Gambar 9.b. tidak akan terbentuk pada grafik pada Gambar 9.d. Gambar 9.c. merupakan power spektrum global dengan garis putus -putus adalah selang kepercayaan dengan besar 95% dan garis nyata adalah garis power spektrum secara global dari periode delapan tahunan
hingga tiga harian. Gambar 9.d.
menunjukkan besarnya power spektrum pada periode tertentu dari Gambar 9.b.
Gambar 9.d. merupakan besar power spektrum dari wavelet pada periode mingguan sebagai representasi dari curah hujan ekstrim. Berdasarkan Gambar 9.d., garis gradien regresi yang terbentuk menunjukkan kecenderungan trend jumlah
curah hujan pada stasiun Semen naik. Untuk membandingkan kecenderungan secara keseluruhan pada setiap stasiun dapat di lihat pada Tabel 7. Nilai gradien regresi positif pada Tabel 7 menunjukkan adanya kenaikan kecenderungan jumlah curah hujan pada periode tertentu. Sebaliknya nilai negatif menunjukkan adanya penurunan kecenderungan. Semakin besar nilai gradien regresi maka semakin besar pula bukti keberadaan perubahan kecenderungan yang terjadi.
Tabel 7. Tabel nilai garis regresi gradien dari wavelettime series.
No Stasiun Ketinggian
(mdpl)
Gradien Regresi WaveletTime series
Curah Hujan Ekstrim (mingguan )
Intra Seasonal/ MJO (3 bulanan)
Semi Annual/Monsoon
(6 bulanan)
Annual/Monsoon (1 tahunan)
1 Kertosono 47 -0.056 0.003 0.031 -0.001
2 Kediri 70 0.054 0.025 0.025 0.012
3 Tugu 118 -0.020 0.014 0.005 -0.008
4 Wates Kediri 175 -0.067 0.842 0.029 0.010
5 Birowo 195 -0.036 -0.019 0.003 0.002
6 Tangkil 395 -0.070 -0.007 0.005 -0.009
7 Wagir 480 0.031 0.016 0.020 0.006
8 Wates Sawahan 620 -0.083 0.042 0.006 0.001
9 Semen 625 0.029 0.029 0.025 0.026
10 Poncokusumo 1120 -0.051 -0.001 -0.013 0.002
11 Pujon 1258 -0.067 0.027 0.024 0.010
Gambar 10. Wavelettime series untuk periode tiga bulanan, di stasiun Semen
Periode tiga bulanan menunjukkan pola perubahan kecenderungan intra seasonal yang diperngaruhi aktifitas MJO. Dari ke sebelas stasiun yang tampak pada Tabel 7 pengaruh MJO dari tahun 1955 hingga 2005 cenderung naik, kecuali untuk stasiun Birowo, Tangkil dan Poncokusumo. Gambar 10 menunjukkan wavelettime series untuk periode intra seasonal di stasiun Semen.
Perubahan kecenderungan pada periode semi annual (enam bulanan) sebagai
pengaruh monsoon pada Tabel 7
menunjukkan kenaikan hampir di setiap stasiun, kecuali pada stasiun Poncokusumo. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh monsoon di daerah Brantas dari tahun
1955-2005. semakin kuat. Contoh wavelet pada periode ini dapat dilihat pada Gambar 11
Gambar 11. Wavelettime series untuk periode semi annual (enam bulanan), di stasiun Semen
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Dengan metode PDF dapat terlihat pola distribusi data jumlah hari hujan secara umum dan jumlah hari hujan ekstrim di wilayah DAS Brantas. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pergeseran jumlah hari hujan ekstrim di atas normal (>110 mm) lebih jelas terlihat di dataran tinggi dibandingkan di dataran rendah. Pergeseran jumlah hari hujan ekstrim di atas normal (>110 mm) juga lebih jelas terlihat pada musim hujan dibandingkan musim kemarau. Perubahan jumlah hari hujan ekstrim di bawah normal fluktuatif dari tahun ke tahun sehingga tidak jelas apakah terjadi kenaikan atau penurunan jumlah hari hujan ekstrim pada skala curah hujan rendah (0<x=10 mm).
Hasil yang diperoleh dari uji statistik kecenderungan Mann-Kendall menunjukkan bahwa data jumlah hari hujan antara tahun ke-I dengan tahun ke-j saling berkaitan atau dependen satu sama lain. Kecenderungan jumlah hari hujan pada musim hujan dan musim peralihan II, pada umumnya naik di setiap stasiun. Sedangkan pada musim kemarau dan masa peralihan I,
pada umumnya menurun. Perubahan
kecenderungan tampak lebih jelas terjadi pada musim hujan dan dataran yang lebih tinggi. Dari hasil Uji kecenderungan Mann-Kendall juga diperoleh kesimpulan bahwa El Nino dan La Nina berpengaruh terhadap perubahan kecenderungan yang terjadi di DAS Brantas.
Hasil analisis wavelet yang diperoleh menunjukkan power spektrum untuk curah hujan ekstrim dengan periode mingguan mengalami penurunan kecenderungan hampir di setiap stasiun. Periode intra seasonal dimana MJO berpengaruh pada periode ini, menunjukkan kecenderungan naik di ke sembilan stasiun dan menuirun untuk 3 stasiun. Begitu pula pada periode semi annual dan annual dimana curah hujan pada periode ini dipengaruhi oleh monsoon mengalami kenaikan hampir di setiap stasiun.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh dari kedua metode, yaitu PDF dan statistik Mann-Kendall sama bahwa pergeseran jumlah hari hujan ekstrim lebih jelas terlihat pada musim hujan dan pada dataran yang lebih tinggi. Jika hasil analisis kedua metode ini digabungkan maka, secara umum dapat
terlihat bahwa terjadi pergeseran jumlah hari hujan di musim kemarau ke musim hujan pada skala jumlah curah hujan 0<x=10 mm pada hampir seluruh stasiun di sekitar DAS Brantas Jawa Timur.
5.2. Saran
Agar hasil pergeseran jumlah hari hujan ekstrim dengan menggunakan metode PDF dapat lebih jelas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengambil selang waktu tiap tahun untuk melihat pergeseran data yang lebih spesifik. Begitu pula untuk statistik Mann-Kendall perlu dicoba dengan menganalisis data tidak hanya data jumlah hari hujan dan tidak hujan, melainkan data jumlah hari hujan pada skala curah hujan tertentu. Sedangkan untuk analisis menggunakan wavelet perlu dilakukan analisis berdasarkan musim.
DAFTAR PUSTAKA
Aldrian, E, and Djamil, YS. 2006.Spatio-temporal climatic change of rainfall in East Java Indonesia. Int. J. of Climatology.
Aldrian, E dan Susanto, RD. 2003. Indentification of Three Dominant Rainfall Regions Within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature. Int. J. of
Climatology 23:1435-1452.
Boer, R. 2003. Penyimpangan iklim di Indonesia. Menggagas Strategi Alternatif dalam Menyiasati Penyimpangan Iklim serta Implikasinya pada Tataguna Lahan dan Ketahanan Pangan Nasional. Seminar Nasional Ilmu Tanah. 24 Mei 2003. Tidak dipublikasikan. BPPT. 1993. Laporan Hasil Penelitian Hujan
Buatan di DAS Brantas Bulan Oktober-November 1992. UPT Hujan Buatan BPP Teknologi. Jakarta.
Hirsch, RM, James, R, Smith, RA. 1982. Techniques of trend analysis for monthly water quality data. Water research vol. 18, no. 1. 107-121. Jee, Hj, Chang, HH, Baek, MK. 2004.
Influence of The Madden-Julian oscilation on wintertime surface air temperature and cold surges in East
Asia. J. of Geophysical Reasearch.
Kadioglu, M. 1997. Trends in surface air temperature data over Turkey. Int. J.
Kendall, MG. 1973. Time-Series. Griffin. London.
Nasir, AA. 1995. Ruang lingkup Klimatologi. In: Handoko (eds). Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Jakarta. pp 1-10.
Nasution, AH dan Barizi. 1976. Metode Statistika. Gramedia. Jakarta. Nieuwolt, S. 1975. Tropical Climatology :
An Introduction to The Climate of
The Low Latitudes. John, W and
Sons. New York.
Perum Jasa Tirta 1. 2005. Laporan tahunan Perum Jasa Tirta 1. Tidak dipublikasikan.
Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. ITB. Bandung.
Ramage, CS. 1971. Monsoon Meteorology. Academic Press. New York, London. 296p.
Seto, TH. 2003. Baratan kuat dan pengaruhnya terhadap angina vertical dan konveksi di Bukit Tinggi Sumatera Barat. J. Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca. 04:55-59.
Storch, HV, Zwiers, FW. 1999. Statistical Analysis in Climate Research. Cambridge University Press. London.
Torrence, C, Compo, GP. 1998. A Practical guide to wavelet analysis. Bull.
Amer. Meteor. Soc. 79 : 61-78.
Lampiran 1. Probability Density Function jumlah hari hujan untuk musim hujan.
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Desember-Februari, Stasiun Birowo
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
0<x<=1010<x <=20
20<x<=30 30<x<=40 40<x<=50 50<x <=60
60<x<=70 70<x<=80 80<x <=90 90<x <=10 0 100<x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Desember-Februari, Stasiun Semen
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
0<x<=1 0
10<x<=2020<x<= 30
30<x <=40
40<x <=50
50<x<=60 60<x<=7070<x<= 80
80<x<=90 90<x<=100100<
x<=1 10 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Desember-Februari, Stasiun Kediri
0 20 40 60 80 100 120 140 160
0<x<=1010<x<= 20
20<x<=3030<x<= 40
40<x<=5050<x<= 60
60<x<=7070<x<= 80
80<x<=90 90<x<=100100<x<=110
>110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Desember-Februari, Stasiun Kertosono
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 0<x<=10
10<x<=20 20<x<=30 30<x<=40 40<x<=50 50<x<=60 60<x<=70 70<x<=80 80<x<=9090<x<=100100<x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Desember-Februari, Stasiun Poncokusumo
0 2 0 4 0 6 0 8 0 100 120 140 160 180 200
0<x<=1010<x<=20 20<x<=30 30<x<=40 40<x<=50 50<x<=60 60<x<=70 70<x<=80 80<x<=9090<x<=100100<x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Desember-Februari, Stasiun Pujon
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0<x< =10
10<x<=20 20<x<=30 30<x<=40 40<x<=50 50<x<=60 60<x<=70 70<x<=80 80<x<=9090<x <=10
0 100<x<=110
>110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Desember-Februari, Stasiun Tangkil
0 5 0 1 0 0 1 5 0 2 0 0 2 5 0
0<x< =10
10<x<=20 20<x<=30 30<x <=40
40<x<=50 50<x<=60 60<x<=70 70<x<=80 80<x <=90
90<x<=100100<x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Desember-Februari, Stasiun Tugu
0 2 0 4 0 6 0 8 0 100 120 140 160 180 200 0<x< =10 10<x <=20 20<x <=30 30<x <=40 40<x <=50 50<x <=60 60<x <=70 70<x <=80 80<x <=90 90<x<=100100<x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Desember-Februari, Stasiun Wagir
0 2 0 4 0 6 0 8 0 100 120 140 160 180
0<x<=10 10<x<=20 20<x<=30 30<x
<=40 40<x<=50 50<x<=6060<x
<=70
70<x<=80 80<x<=9090<x<=100100<x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Desember-Februari, Stasiun Wates Sawahan
0 2 0 4 0 6 0 8 0 100 120 140 160 180
0<x<=10 10<x<= 20
20<x<=30 30<x <=40 40<x <=50 50<x <=60 60<x <=70 70<x <=80 80<x <=90 90<x<=100 100<
x<=110 >1 10
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Desember-Februari, Stasiun Wates Kediri
0 2 0 4 0 6 0 8 0 100 120 140 160
0<x<=10 10<x<= 20
20<x<=30 30<x <=40
40<x<=50 50<x<=6060<x <=70
70<x<=80 80<x<=9090<x<=100100<x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Lampiran 2. Probability Density Function jumlah hari hujan untuk musim peralihan I.
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Maret-Mei, Stasiun Birowo
0 2 0 4 0 6 0 8 0 100 120 0<x<=10 10<x <=20 20<x <=30 30<x <=40 40<x <=50 50<x <=60 60<x <=70 70<x <=80 80<x <=90 90<x <=10 0 100< x<=1 10 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Maret-Mei, Stasiun Semen
0 20 40 60 80 100 120 140 160
0<x<=1010<x<=2020<x <=30
30<x <=40
40<x<=5050<x<=60 60<x<=70 70<x<=8080<x <=90 90<x <=10 0 100<x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Maret-Mei, Stasiun Kediri
0 20 40 60 80 100 120
0<x<=1010<x<=20 20<x<= 30
30<x<=40 40<x<=50 50<x<= 60
60<x<= 70
70<x<=80 80<x<=90 90<x<= 100
100<x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Maret-Mei, Stasiun Kertosono
0 20 40 60 80 100 120 140
0<x<=1010<x<=20 20<x<=30 30<x<=40 40<x<=50 50<x<=60 60<x<= 70
70<x<= 80
80<x<= 90
90<x<=100100<x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Maret--Mei, Stasiun Poncokusumo
0 2 0 4 0 6 0 8 0 100 120 140 160
0<x<=10 10<x<= 20
20<x<=3030<x <=40
40<x <=50
50<x<=6060<x<=70 70<x<=8080<x <=90
90<x<=100 100<
x<=110 >1 10
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Maret-Mei, Stasiun Pujon
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 0<x< =10
10<x<=20 20<x<=30 30<x<=40 40<x<=50 50<x<=60 60<x<=70 70<x<=80 80<x<=9090<x<=100 100<x<=110
>110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Maret-Mei Stasiun Tangkil
0 20 40 60 80 100 120 140 0<x< =10 10<x <=20 20<x <=30 30<x <=40 40<x <=50 50<x <=60 60<x <=70 70<x <=80 80<x <=90 90<x <=10 0 100< x<=1 10 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Maret-Mei, Stasiun Tugu
0 20 40 60 80 100 120 140 0<x< =10 10<x <=20 20<x <=30 30<x <=40 40<x <=50 50<x <=60 60<x <=70 70<x <=80 80<x <=90 90<x <=10 0 100< x<=1 10 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Maret-Mei, Stasiun Wagir
0 20 40 60 80 100 120 140 0<x< =10 10<x <=20 20<x <=30 30<x <=40 40<x <=50 50<x <=60 60<x <=70 70<x <=80 80<x <=90 90<x <=10 0 100< x<=1 10 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Maret-Mei, Stasiun Wates Sawahan
0 2 0 4 0 6 0 8 0 100 120 140
0<x<=1010<x <=20
20<x <=30
30<x <=40
40<x<=50 50<x <=60
60<x <=70
70<x<=80 80<x<=9090<x<=100 100<
x<=1 10 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Maret-Mei, Stasiun Wates Kediri
0 20 40 60 80 100 120 140 0<x< =10 10<x <=20 20<x <=30 30<x <=40 40<x <=50 50<x <=60 60<x <=70 70<x <=80 80<x <=90 90<x <=10 0 100< x<=1 10 >110
Curah Hujan (mm)
Lampiran 3. Probability Density Function jumlah hari hujan untuk musim kemarau.
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Juni-Agustus, Stasiun Birowo
0 10 20 30 40 50 60 0<x< =10 10<x <=20 20<x <=30 30<x <=40 40<x <=50 50<x <=60 60<x <=70 70<x <=80 80<x <=90 90<x <=10 0 100<x<
=110 >1 10
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Juni-Agustus, Stasiun Semen
0 20 40 60 80 100 120
0<x<=10 10<x<=20 20<x<=30 30<x<= 40 40<x <=50 50<x <=60 60<x <=70
70<x<=80 80<x<=9090<x<=100100< x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Juni-Agustus, Stasiun Kediri
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0<x<=10
10<x<=2020<x<=30 30<x<=40 40<x<=5050<x <=60
60<x <=70
70<x<=80 80<x<=90 90<x<=10 0
100<x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Juni-Agustus, Stasiun Kertosono
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0<x<=10
10<x<=20 20<x<=3030<x<=40 40<x<=50 50<x <=60
60<x<=70 70<x<=80 80<x <=90
90<x<=100100<x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Juni-Agustus, Stasiun Poncokusumo
0 10 20 30 40 50 60 0<x< =10
10<x<=2020<x<=30 30<x<=4040<x<=5050<x<=60 60<x<= 70
70<x<=8080<x<=90 90<x<=100 100<x<=110
>110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Juni-Agustus, Stasiun Pujon
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0<x< =10
10<x<=2020<x <=30
30<x<=4040<x <=50 50<x <=60 60<x <=70 70<x <=80 80<x <=90 90<x<=100 100<
x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Juni-Agustus, Stasiun Tangkil
0 10 20 30 40 50 60 70 80 0<x< =10 10<x <=20 20<x <=30 30<x <=40 40<x <=50 50<x <=60 60<x <=70 70<x <=80 80<x <=90 90<x<=100100<x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Juni-Agustus, Stasiun Tugu
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0<x< =10 10<x <= 20 20<x <= 30
30<x<= 40 40<x <=50 50<x <= 60 60<x<=
70 70<x<=
80 80<x
<=90 90<x<=
100 10
0<x< =110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Juni-Agustus, Stasiun Wagir
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0<x< =10 10<x <=20 20<x <=30 30<x <=40 40<x <=50 50<x <=60 60<x <=70 70<x <=80 80<x <=90 90<x <=10 0 100< x<=1 10 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Juni-Agustus, Stasiun Wates Sawahan
0 10 20 30 40 50 60 0<x< =10 10<x <=20 20<x <=30 30<x <=40 40<x <=50 50<x <=60 60<x <=70 70<x <=80 80<x <=90 90<x <=10 0 100< x<=1 10 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan Juni-Agustus, Stasiun Wates Kediri
0 10 20 30 40 50 60 70 80 0<x< =10
10<x<= 20
20<x<= 30
30<x <=40
40<x<= 50
50<x<= 60 60<x <=70 70<x <=80 80<x <=90 90<x <=10 0 100< x<=1 10 >110
Curah Hujan (mm)
Lampiran 4. Probability Density Function jumlah hari hujan untuk musim peralihan II.
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan September-November, Stasiun Birowo
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0<x< =10 10<x <=20 20<x <=30 30<x <=40 40<x <=50 50<x <=60 60<x <=70 70<x <=80 80<x <=90 90<x <=10 0 100< x<=1 10 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan September-November, Stasiun Semen
0 20 40 60 80 100 120 140 0<x< =10 10<x <=20 20<x <=30 30<x <=40 40<x <=50 50<x <=60 60<x <=70 70<x <=80 80<x <=90 90<x <=10 0 100<
x<=110 >1 10
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan September-November, Stasiun Kediri
0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0
0<x<=1010<x<=20 20<x<= 30
30<x<=4040<x<= 50
50<x<=6060<x<=7070<x<= 80
80<x<=90 90<x<=100 100<
x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan September-November, Stasiun Kertosono
0 10 20 30 40 50 60
0<x<=1010<x<= 20
20<x<= 30
30<x<=4040<x<=50 50<x<= 60
60<x<= 70
70<x<= 80
80<x<=90 90<x<=10 0
100<x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan September-November, Stasiun Poncokusumo
0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0 100
0<x<=10 10<x<= 20
20<x <=30
30<x<=40 40<x<=5050<x <=60
60<x <=70
70<x<=80 80<x<=9090<x <=10
0 100<x<
=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan Bulan September-November, Stasiun Pujon
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0<x< =10
10<x<= 20
20<x<= 30
30<x<=40 40<x<=
50 50<x<=
60 60<x<=70
70<x<=80 80<x<=
90 90<x<=10
0 100<
x<=110 >110
Curah Hujan (mm)
Frekuensi 1955-1959 1960-1964 1965-1969 1970-1974 1975-1979 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 2000-2004
Probability Density Function (PDF) Jumlah Hari Hujan