• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Dan Perencanaan Tata Ruang Di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Dan Perencanaan Tata Ruang Di Kabupaten Bogor"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

RAHMI FAJARINI

DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN

PERENCANAAN TATA RUANG

(2)
(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan dan Perencanaan Tata Ruang di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Rahmi Fajarini

(6)
(7)

RINGKASAN

RAHMI FAJARINI. Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan dan Perencanaan Tata Ruang di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh BABA BARUS dan DYAH

RETNO PANUJU.

Kebutuhan akan lahan meningkat dari waktu ke waktu dipicu oleh pertumbuhan penduduk, perkembangan struktur masyarakat dan perekonomian. Peningkatan kebutuhan akan lahan tersebut merupakan kondisi lazim sebagai konsekuensi logis dari pembangunan. Di sisi lain, penawaran terhadap lahan tidak pernah bertambah, sehingga cepat atau lambat kondisi tersebut akan menimbulkan alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan akan menjadi masalah apabila lahan yang dirubah penggunaannya merupakan lahan dengan fungsi lindung maupun lahan pertanian produktif karena akan menyebabkan penurunan produksi pangan dan kerugian lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan dan pola penggunaan lahan di Kabupaten Bogor tahun 1989-2013, menentukan faktor-faktor penentu perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor, memprediksi penggunaan lahan tahun 2025 dan menguji akurasinya, serta mengevaluasi keselarasan prediksi penggunaan lahan tahun 2025 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor 2005-2025.

Hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor dari tahun 1989 hingga 2013 mengalami dinamika yang cukup tinggi. Lahan yang paling banyak berubah adalah lahan pertanian baik lahan pertanian basah (sawah) maupun lahan pertanian kering (kebun dan tegalan). Total areal pertanian yang berubah menjadi lahan terbangun sebesar 47,953 ha atau 16.04% dari luas Kabupaten Bogor. Pola perubahan yang signifikan terjadi pada rentang tahun 1995-2001. Faktor-faktor yang meningkatkan perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian adalah izin lokasi tahun 2005, penetapan kawasan industri dalam kebijakan tata ruang, semakin dekat jarak ke/dari jalan kolektor, dan semakin dekat jarak ke/dari pusat aktivias ekonomi. Faktor-faktor menurunkan perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian adalah adalah kelas lereng (16 – 25%), jenis tanah podsolik, dan semakin dekat jarak ke/dari pusat pemerintahan kabupaten

Prediksi penggunaan lahan tahun 2013 memiliki nilai ketepatan 80.49% sehingga model digunakan dalam prediksi penggunaan lahan tahun 2025. Hasil analisis keselarasan RTRW 2005-2025 dengan penggunaan lahan aktual 2013 menunjukkan adanya ketidakselarasan yang dapat menjadi masalah tata ruang di Kabupaten Bogor sebesar 63,822 ha atau 21.36%, dimana kawasan hutan hilang sebesar 64.90%, kawasan pertanian lahan basah hilang sebesar 20.68% serta tubuh air hilang sebesar 6.49%. Hasil analisis keselarasan RTRW 2005-2025 dengan penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2025 menunjukkan adanya ketidakselarasan dengan alokasi ruang yang berpotensi menjadi permasalahan tata ruang sebesar 75,577 ha atau 25.29%, dimana terdapat potensi berkurangnya fungsi hutan, fungsi pertanian lahan basah dan fungsi tubuh air masing-masing sebesar 72.41%, 33,62%, 24.64%. Nilai tersebut menunjukkan adanya kenaikan ketidakselarasan dari tahun 2013 sebesar 11,856 ha atau 3.96%, yang mengindikasikan adanya kecenderungan potensi masalah tata ruang pada tahun-tahun mendatang.

(8)

SUMMARY

RAHMI FAJARINI. The Dinamics of Landuse Change and Spatial Planning in Bogor Regency. Supervised by BABA BARUS and DYAH RETNO PANUJU.

The demand for land increases triggered by population growth, development of community structures and economy. Increasing The demand of land is a logical consequence of the development. On the other hand, the supply of land is somewhat constant, thus it will lead to land conversion. Conversion of land would be problematic if it occurs in productive agricultural land, since it will decrease food production and rise environmental issues. This study aims to identify changes and land use patterns in Bogor Regency in 1989-2013 to determine factor affecting land use change in Bogor Regency to predict land use in 2025 and to assess its accuracy, and to evaluate the conformity of predicted land use with the Spatial Plan of Bogor Regency 2005-2025.

The analysis showed that the change of land use in the Bogor District from 1989 to 2013 were highly dynamics. The highest rate of change was in cropland including wet agricultural land (paddy fields) and dry agricultural land (garden and upland). The total change of agricultural uses into the built-up area was 47,953 ha or 16.04%. The significant changes occurred in 1995-2001. Factors increasing the change of agricultural land into non-agricultural uses are location permits in 2005, areal allocated for industrial area, and the distance of land to road. Factors decreasing the change is slope (16 – 25%), type of soil particularly Podzolik, and the distance of land to the center of government.

Markov analysis generated prediction of land use in 2013 with an accuracy at 80.49%. The result of conformity analysis between actual landuse in 2013 and Spatial Plan Bogor Regency 2005-2025 indicates a problem in an area as much as 63,822 ha (21.36%), where the forest area reduced by 64.90% and paddy field lowered by 20.68% and also waterbody declined by 6.49%.

The result of conformity analysis between predicted landuse in 2025 and Spatial Plan Bogor Regency 2005-2025 indicates potential problem related to spatial planning in Bogor Regency as much as 75,577 ha (25.29%), where the forest area potentially reduced by 72.41%, paddy field potentially lowered by 33,62%, and waterbody potentially declined by 24.64%. The result indicates an increase of unconformity from 2013 amounted to 11.856 ha (3.96%). It explains that unless a measure is the dynamics of land conversion in Bogor Regency would likely taken to be a potential problem of spatial planning in the coming years.

Therefore, governments are expected to change spatial policy, both in the planning, utilization and control so that the actual land use can be aligned with the spatial planning.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN

PERENCANAAN TATA RUANG

DI KABUPATEN BOGOR

RAHMI FAJARINI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan dan Perencanaan Tata Ruang di Kabupaten Bogor

Nama : Rahmi Fajarini

NIM : A156100111

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua

Dyah Retno Panuju, SP, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 12 September 2014

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustust 2010 ini ialah perubahan penggunaan lahan, dengan judul Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan dan Perencanaan Tata Ruang di Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Baba Barus, MSc dan Ibu Ir Dyah Retno Panuju, MSi selaku pembimbing dan Bapak Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr selaku penguji luar komisi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (alm), ibu, suami, anak serta seluruh keluarga, atas segala bantuan, doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014

(16)
(17)

DAFTAR ISI

Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan ... 3

Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan ... 3

Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-Faktor Penyebab terjadinya Perubahan ... 4

Regresi Logistik untuk Analisis Perubahan Penggunaan Lahan ... 5

Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan menggunakan Markov Chain ... 6

Pengaruh Perencanaan Penataan Ruang Wilayah terhadap Perubahan Penggunaan Lahan ... 7

3 METODE ... 8

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 8

Jenis Data dan Sumber Data ... 8

Prosedur Analisis Data ... 9

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan ... 10

Analisis Faktor-Faktor Penentu Perubahan Penggunaan Lahan ... 12

Prediksi Penggunaan Lahan tahun 2025 serta Evaluasi Keselarasannya dengan RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005- 2025 ... 14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Interpretasi Penggunaan Lahan dari Citra Landsat ... 17

Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor ... 19

Sekuen Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan ... 22

Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun 1989-2013 terkait Aksesibilitas, Kemiringan Lereng, Jenis Tanah dan Kebijakan Alokasi Ruang ... 27

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor Tahun 1989-2013 ... 31

Pemodelan dan Prediksi Penggunaan Lahan tahun 2013 dan tahun 2025 ... 33

Keselarasan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 dengan Penggunaan Lahan Aktual 2013 dan Prediksi 2005-2025 ... 36

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data, Sumber Data, Serta Teknik Analisis Berdasarkan Tujuan

Penelitian ... 9

Tabel 2. Variabel dalam pendugaan penentu perubahan penggunaan lahan ... 13

Tabel 3. Matriks Transisi Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1989-2013 ... 22

Tabel 4. Matriks Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun 1989-2006 ... 23

Tabel 5. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor berdasarkan Kelas Lereng ... 28

Tabel 6. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor berdasarkan Jenis Tanah ... 29

Tabel 7. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor berdasarkan Kelas Pola Ruang ... 30

Tabel 8. Ringkasan koefisien hasil analisis regresi logistik biner penentu perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian tahun 1989-2013 ... 32

Tabel 9. Nilai Ketepatan Prediksi penggunaan lahan tahun 2013 ... 33

Tabel 10. Matriks Keselarasan Prediksi Penggunaan Lahan 2013 dan Penggunaan Lahan Aktual 2013 ... 35

Tabel 11. Luas Prediksi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun 2025 ... 36

Tabel 12. Luas masing-masing kawasan dalam RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 ... 37

Tabel 13. Matriks keselarasan RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 dengan prediksi penggunaan lahan 2013 ... 38

Tabel 14. Masalah Penataan Ruang di Kabupaten Bogor tahun 2013 ... 38

Tabel 15. Matriks Keselarasan Prediksi Penggunaan Lahan 2025 dengan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 ... 39

Tabel 16. Potensi Masalah Penataan Ruang di Kabupaten Bogor tahun 2025 ... 39

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lokasi Penelitian Kabupaten Bogor ... 8

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 10

Gambar 3. Diagram Alir Analisis Perubahan Penggunaan Lahan ... 11

Gambar 4. Diagram Alir Analisis Faktor Perubahan Penggunaan Lahan... 13

Gambar 5. Diagram alir Pengujian Prediksi Markov 2013 dan 2025 serta keselarasan Prediksi Penggunaan Lahan 2013 dan 2025 dengan RTRW 2005-2025 ... 16

Gambar 6. Kenampakan Penggunaan Lahan pada Citra Landsat 2013 ... 18

Gambar 7. Kenampakan Penggunaan Lahan di lapang tahun 2014 ... 18

Gambar 8. Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 1989-2013 ... 19

(19)

Gambar 10. Pola Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di

Kabupaten Bogor ... 21

Gambar 11. Sebaran Spasial Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor tahun 1989-2013 ... 23

Gambar 12. Sekuen Pola Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor ... 26

Gambar 13. Perubahan penggunaan lahan hutan dan pertanian menjadi lahan terbangun ... 27

Gambar 14. Keterkaitan Akses Jalan terhadap Perubahan Penggunaan Lahan tahun 1989-2013 ... 28

Gambar 15. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan tahun 1989-2013 Terkait Kemiringan Lereng ... 29

Gambar 16. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan tahun 1989-2013 Terkait Jenis Tanah ... 30

Gambar 17. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan tahun 1989-2013 Terkait Kebijakan Alokasi Ruang ... 31

Gambar 18. Peta Prediksi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun 2013 ... 34

Gambar 19. Grafik perbandingan penggunaan lahan tahun 2013 hasil prediksi dengan penggunaan lahan aktual tahun 2013 ... 35

Gambar 20. Peta prediksi penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun 2025... 36

Gambar 21. Sebaran kawasan RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 ... 37

Gambar 22. Sebaran Potensi Masalah Penataan Ruang di Kabupaten Bogor tahun 2025 ... 41

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Luas dan Persentase Perubahan Penggunaan Lahan tahun 1989-2013 ... 46

Lampiran 2. Perubahan Penggunaan Lahan 1989-1995 ... 46

Lampiran 3. Perubahan Penggunaan Lahan 1995-2001 ... 46

Lampiran 4. Perubahan Penggunaan Lahan 2001-2006 ... 46

Lampiran 5. Perubahan Penggunaan Lahan 2006-2009 ... 47

Lampiran 6. Perubahan Penggunaan Lahan 2009-2013 ... 47

(20)
(21)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan lahan meningkat dari waktu ke waktu dipicu oleh pertumbuhan penduduk, perkembangan struktur masyarakat dan perekonomian. Peningkatan kebutuhan tersebut merupakan kondisi lazim sebagai konsekuensi logis dari pembangunan. Di sisi lain, lahan tersedia relatif tidak bertambah, sehingga kondisi tersebut berakibat pada alih fungsi lahan. Alih fungsi atau konversi lahan akan menjadi masalah apabila terjadi di lahan pertanian produktif. Konversi lahan pertanian akan menyebabkan penurunan produksi pangan dan kerugian lingkungan seperti berkurangnya ruang-ruang dengan fungsi konservasi (Pribadi

et al., 2006).

Sebagai salah satu wilayah yang dengan Jakarta, Kabupaten Bogor mengalami perubahan yang sangat dinamis, baik dalam pemanfaatan ruang maupun sosial ekonomi dan kelembagaannya. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Trisasongko et al. (2009) yang menyatakan bahwa konversi lahan pertanian di wilayah Jabodetabek terjadi akibat adanya introduksi pembangunan jalan tol, sehingga memudahkan akses masyarakat dari Jakarta menuju wilayah sekeliling Jakarta. Mudahnya akses menuju Jakarta memunculkan fenomena komutasi yaitu bekerja di Jakarta namun tinggal di wilayah sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Berdasarkan fakta tersebut, Kabupaten Bogor sangat berpotensi mengalami perubahan penggunaan lahan, khususnya perubahan lahan pertanian menjadi lahan terbangun.

Dinamika perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Bogor seharusnya sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor, karena RTRW merupakan panduan alokasi ruang agar pembangunan suatu wilayah tidak melampaui daya dukungnya (Rustiadi, Panuju dan Trisasongko, 2008). Apabila pembangunan wilayah dilakukan dengan melampaui daya dukung wilayah tersebut akan mengalami kerusakan secara ekologis sehingga prinsip pembangunan berkelanjutan tidak akan terwujud (Dewan dan Yamaguchi, 2009). Oleh karena itu dalam penelitian ini juga dilakukan analisis kesesuaian penggunaan lahan saat ini dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor dimana Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah resapan air terbesar untuk wilayah-wilayah yang berada di bawahnya seperti Kota Bogor, Depok dan Jakarta. Diharapkan dengan analisis kesesuaian ini, pengendalian alokasi ruang dapat dilakukan lebih baik agar senantiasa mengikuti rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

(22)

Perumusan Masalah

Sebagai salah satu wilayah penyangga DKI Jakarta, Kabupaten Bogor mengalami perubahan penggunaan lahan yang cepat selama kurang lebih 20 tahun terakhir. Data BPS menyebutkan bahwa sejak tahun 1978 sampai dengan tahun 1998 terjadi pengurangan lahan sawah di Kabupaten Bogor sebesar 35.738 ha (Irawan et al., 2002). Pengurangan lahan sawah tersebut apabila terjadi terus menerus dapat mengakibatkan penurunan produksi pangan untuk wilayah Kabupaten Bogor dan sekitarnya. Selain itu, perubahan fungsi hutan menjadi non hutan yang banyak terjadi pada hulu Daerah Aliran Sungai Ciliwung dan Cisadane berpotensi menyebabkan banjir, longsor dan erosi di wilayah-wilayah di bawah Kabupaten Bogor seperti Kota Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Jakarta. Oleh karena itu, dalam penanganannya memerlukan arahan dan perencaaan tata ruang yang diawali dengan penelitian. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor dari tahun 1989 hingga 2013?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor?

3. Berdasarkan pola perubahan penggunaan lahan yang telah lampau,

bagaimana prediksi penggunaan lahan di Kabupaten Bogor tahun 2025?

4. RTRW merupakan pedoman pokok bagi penataan ruang suatu daerah.

Berdasarkan hasil prediksi yang dilakukan dalam penelitian ini dan telah diuji akurasinya, bagaimana keselarasan RTRW dengan penggunaan lahan aktual tahun 2013 dan keselarasan RTRW dengan penggunaan lahan hasil prediksi tahun? Apa potensi masalah tata rauang dari ketidakselarasan RTRW dan penggunaan lahan tersebut?

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan melihat pola dinamika penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Bogor dalam rentang tahun 1989 sampai tahun 2013, sehingga kita dapat memprediksi penggunaan lahan yang akan datang dengan harapan dapat dijadikan acuan dalam kebijakan penataan ruang. Secara spesifik tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi perubahan dan pola penggunaan lahan di Kabupaten Bogor tahun 1989-2013.

2. Menentukan faktor-faktor penentu perubahan penggunaan lahan di

Kabupaten Bogor.

3. Memprediksi penggunaan lahan tahun 2025

4. Mengevaluasi keselarasan penggunaan lahan tahun 2013 dan 2025 dengan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor 2005-2025 serta melihat potensi masalahnya.

Manfaat Penelitian

(23)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan

Landuse (penggunaan lahan) dan landcover (penutupan lahan) sering

digunakan secara bersama-sama, namun kedua terminologi tersebut

berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer (1979), penutupan lahan berkaitan dengan jesis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada obyek tersebut. Townshend dan Justice (1981) juga berpendapat bahwa penutupan lahan adalah perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut. Sedangkan Barret dan Curtis (1982), mengatakan bahwa permukaan bumi sebagian terdiri dari kenampakan alamiah (penutupan lahan) seperti vegetasi, salju, dan lain sebagainya, serta sebagian lagi berupa kenampakan hasil aktivitas manusia (penggunaan lahan).

Dari beberapa tinjauan pustaka tersebut di atas tersirat bahwa penggunaan lahan adalah klasifikasi lahan berdasarkan aktifitas manusia, sedangkan penutupan lahan adalah karakteristik alamiah dari lahan tersebut. Penutupan lahan bisa dianggap sebagai kondisi saat ini, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan status lahan. Penekanan di sini adalah bahwa analisis lahan seperti hidrologi, lanskap, dll harus menggunakan penutupan lahan. Namun, penutupan lahan itu sendiri akan dipengaruhi oleh status penggunaan. Contohnya, suatu lahan berhutan jika berada dalam penggunaan lahan pertambangan akan tidak tepat dianalisis menggunakan penutupan lahan jika rentang studi cukup lebar karena aktifitas pertambangan akan mengubah penutupan lahan berhutan tersebut dalam kisaran waktu analisis.

Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan

Menurut Trisasongko (2009), perubahan penggunaan lahan dapat ditelaah dari data penginderaan jauh melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama merupakan pendekatan yang umum digunakan yaitu pembandingan peta tematik. Berbagai teknik klasifikasi dapat dimanfaatkan dalam pendekatan ini, seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Langkah selanjutnya adalah membandingkan dua atau lebih data tematik dalam suatu proses analisis, umumnya dikenal dengan analisis Land Use/Cover Change (LUCC). Pendekatan kedua tidak melibatkan prosedur klasifikasi, sehingga tidak ada data tematik yang dihasilkan sebagai data intermedier. Pendekatan kedua ini umumnya dikenal dengan deteksi perubahan (Change Detection). Berbagai prosedur statistika dapat digunakan pada pendekatan ini, diantaranya adalah Multivariate Alteration Detection (MAD) yang diperkenalkan oleh Nielsen et al. (1998). Secara umum, penelitian ini menggunakan pendekatan pertama mengingat tujuan utama dari kegiatan ini

adalah mengkaji dan memodelkan perubahan penggunaan lahan (Land Use

(24)

Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-Faktor Penyebab terjadinya Perubahan

Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya diikuti dengan berkurangnya penggunaan lahan yang lain pada kurun waktu yang berbeda (Wahyunto et al.,

2001). Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Munibah et al., (2010) melakukan penelitian di DAS Cidanau Banten tentang erosi yang diakibatkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan sekitar wilayah DAS. Perubahan penggunaan lahan yang diprediksi menggunakan

Celluler Automata (CA) dapat menunjukkan erosi yang terjadi di masa datang. Munibah et al., (2010) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan lahan hutan menjadi lahan pertanian adalah bentuk lahan, kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan, jarak dari jalan raya, dan mata pencaharian masyarakat. Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali juga dapat menjadi penyebab bahaya kerusakan lingkungan seperti banjir, longsor, erosi. Banjir dapat disebabkan oleh luapan air sungai atau danau. Luapan air permukaan ini dapat diminimalisir dengan adanya perencanaan penggunaan lahan (Tang et al., 2005).

Faktor-faktor yang secara nyata menentukan perubahan penggunaan lahan

menurut Saefulhakim et al., (1999) dengan menggunakan alat analisis

multinomial logit model adalah tipe penggunaan lahan pada masa sebelumnya, status kawasan dalam kebijakan tata ruang, hak penguasaan dan kepemilikan lahan, karakteristik fisik lahan, karakteristik sosial ekonomi wilayah, dan karakteristik interaksi spasial antara aktivitas sosial ekonomi internal dan eksternal suatu wilayah.

Dinamika alih fungsi lahan dapat terjadi pada segala bentuk pemanfaatan lahan, baik pada wilayah perkotaan maupun daerah perdesaan. Pada wilayah perkotaan, perubahan penggunaan lahan dapat dipicu oleh proses urbanisasi yang cepat, umumnya dalam upaya penyediaan sarana perumahan dan industri (Deng et al, 2009). Di Bangladesh, proses urbanisasi menjadi penyebab berkurangnya luasan badan air, tumbuh-tumbuhan, lahan pertanian dan lahan kering/lahan basah (Dewan dan Yamaguchi, 2009). Di Indonesia, proses urbanisasi juga ditengarai menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Studi yang dilakukan Rustiadi dan Panuju (2002) menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara proses urbanisasi dengan perkembangan wilayah urban yang tidak teratur. Selanjutnya, menurut Rustiadi (2008) dinamika perubahan penggunaan lahan di Jakarta mempengaruhi berbagai aspek lingkungan, dan dampak terbesar dari perkembangan ini banyak dijumpai di kawasan lahan pertanian yang banyak terdapat di wilayah sekitar Jakarta.

(25)

terdapat dua pendekatan dalam mempelajari dinamika perubahan tersebut. Pendekatan pertama adalah deteksi perubahan (change detection). Pendekatan ini tidak menggunakan data tematik sebagai masukan data, tetapi memanfaatkan data penginderaan jauh asli dalam mendeteksi perubahan. Nielsen et al (1998) mengusulkan teknik Multivariate Alteration Detection (MAD) dalam mendeteksi perubahan tutupan lahan menggunakan data multispektral dan bitemporal. Alternatif lain dalam studi dinamika perubahan adalah dengan pemanfaatan data tematik yang dapat diturunkan dari data penginderaan jauh ataupun menggunakan peta sebagai data masukannya.

Regresi Logistik untuk Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Metode Regresi logistik adalah suatu metode analisis statistika yang mendeskripsikan hubungan antara peubah respon yang memiliki dua kategori atau lebih dengan satu atau lebih peubah penjelas berskala kategori atau interval. Peubah kategorik yaitu peubah yang berupa data nominal dan ordinal (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Pendekatan model persamaan logistik digunakan karena dapat menjelaskan hubungan antara X dan π (x) yang bersifat tidak linear, ketidaknormalan sebaran dari Y, keragaman respon yang tidak konstan dan tidak dapat dijelaskan oleh model regresi linear biasa (Agresti, 1990).

Peubah kategorik yaitu peubah yang berupa data nominal dan ordinal. Jika data hasil pengamatan p peubah bebas yaitu x1, x2, ..., xp dengan peubah respon Y, dengan Y mempunyai dua kemungkinan nilai 0 dan 1, Y=1 menyatakan bahwa respon memiliki kriteria yang ditentukan dan sebaliknya Y = 0 tidak memiliki kriteria, maka peubah respon Y mengikuti sebaran Bernoulli dengan parameter π (xi) sehingga fungsi sebaran peluang:

Model umum regresi logistik dengan p peubah jenis adalah:

Dimana

= Peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan jika , dan tidak terjadi perubahan jika

= Peubah tak bebas

= Peubah tak bebas

= Peubah bebas

Dengan melakukan transformasi logit diperoleh:

Sehingga diperoleh:

(26)

koefisien regresi untuk peubah , ... , dan adalah error atau sering disebut residual (Hosmer dan Lemeshow, 1998). G merupakan fungsi transformasi atau penduga logit s, karena fungsi penghubung yang digunakan adalah fungsi penghubung logit maka sebaran peluang yang digunakan disebut sebaran logistik. Ada beberapa metode pendugaan parameter dalam regresi, salah satunya yaitu metode maximum likelihood. Secara sederhana dapat disebutkan bahwa metode ini berusaha mencari nilai koefisien yang memaksimumkan fungsi likelihood. Analisis regresi juga bisa digunakan untuk melihat hubungan perubahan

penggunaan lahan dengan pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan (Lopez et

al., 2001). Sementara Tarnama dan Sarasanti (2009) memanfaatkan model logit untuk menduga peluang terjadinya hujandi Banjarbaru.

Kombinasi metode regresi logistik dan SCS guna mengestimasi limpasan permukaan untuk beberapa tahun ke depan telah dilakukan oleh Apria (2005). Lokasi kajian adalah DAS Ciliwung Hulu dan variabel bebas (prediktor) yang digunakan adalah jarak ke jalan (X1), jarak ke sungai (X2), jarak ke permukiman (X3), jarak suatu penggunaan lahan terhadap penggunaan lahan yang lain (X4), kepadatan penduduk (X5) dan pendapatan penduduk (X6). Alasan dipilihnya 6 prediktor tersebut terkait dengan peluang berubahnya suatu penggunaan lahan. Misalnya, kepadatan penduduk yang tinggi diperkirakan sebagai salah-satu pendorong adanya perubahan penggunaan lahan tertentu jadi penggunaan lahan lain. Prediktor lain yang juga mendorong hal tersebut adalah jarak ke jalan raya atau sungai besar, maksudnya semakin dekat dengan jalan raya dan sungai besar maka peluang perubahan penggunaan lahan juga semakin besar. Penelitian lain dilakukan oleh Putra (2003) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi perubahan lahan di Kota Mataram adalah fasilitas umum, fasilitas ekonomi, usaha produktif di luar sektor pertanian, dan faktor kekuatan/kemampuan pelaku ekonomi. Kemampuan pelaku ekonomi dalam hal ini diwakili oleh jumlah penduduk, pendapatan per kapita, tingkat pendidikan masyarakat dan pendapatan asli daerah.

Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan menggunakan Markov Chain

Metode Markov Chain merupakan salah satu model yang paling tua dan telah diaplikasikan dalam berbagai penelitian khususnya di bidang pertanian tidak hanya untuk menduga perubahan penggunaan lahan. Vandeveer dan Drummond (1976) menggunakannya untuk mengkaji dampak konstruksi sebuah reservoir. Lalu Judge dan Swanson (1981) juga menggunakan teknik ini untuk memprediksi besarnya produksi babi di negara bagian Illinois, USA.

Teknik prediksi Markov tersebut juga menjadi teknik yang banyak digunakan dalam menduga perubahan penggunaan lahan. Teknik Markov digunakan dalam penelitian Lopez et al. (2001) untuk memprediksi tutupan lahan dan perubahan penggunaan lahan di pinggiran perkotaan Morelia, Meksiko. Selain itu Weng (2001) juga menggunakan teknik yang sama dalam menganalisis perubahan penggunaan lahan di Delta Zhujiang.

(27)

Ut = Peluang setiap titik terklasifikasi sebagai kelas U pada waktu t

LCua = Peluang suatu kelas u menjadi kelas lainnya pada rentang waktu tertentu

MLC = Peluang

Mt = Peluang tahun ke t

Mt+1 = Peluang tahun t+1

Dari hasil penelitian Trisasongko et al. (2009) mengenai dampak

pembangunan jalan tol Cikampek terhadap perubahan penggunaan lahan di sekitarnya menunjukkan bahwa estimasi Markov Chain dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk kegiatan forecasting, karena penelitian ini memperoleh nilai Kappa sekitar 0,9355, dimana tingkat akurasi yang ditetapkan paling rendah yaitu akurasi sebesar 85%. Sementara pada penelitian Suryani (2012), tingkat ketepatan prediksi metode Markov untuk menduga luas penggunaan lahan tahun 2011 di Kabupaten Bungo adalah sebesar 98,5%.

Pengaruh Perencanaan Penataan Ruang Wilayah terhadap Perubahan Penggunaan Lahan

Menurut Rustiadi et al. (2009), perencanaan tata ruang merupakan suatu visi bentuk konfigurasi ruang masa depan yang menggambarkan wujud sistematis dari aspek fisik, sosial, dan ekonomi untuk mendukung dan mengarahkan ruang untuk meningkatkan produktivitas agar dapat memenuhi kebutuhan manusia secara berkelanjutan. Namun seringkali penataan ruang yang terjadi di lapangan menyimpang atau bahkan jauh dari koridor perencanaan tata ruang yang telah dibuat.

(28)

3 METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18′ 6º47’10 LS dan 106º23’45- 107º 13’30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten Bogor merupakan wilayah penyangga DKI Jakarta dan sekitarnya, sehingga diperkirakan akan mengalami perubahan penggunaan lahan yang nyata. Batas administrasi Kabupaten Bogor meliputi:

Utara : Kabupaten Tangerang, Kabupaten/Kota Bekasi, Kota Depok

Timur : Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang Selatan : Kabupaten Sukabumi dan Cianjur

Barat : Kabupaten Lebak (Provinsi Banten)

Tengah : Kota Bogor

Wilayah administrasi Kabupaten Bogor terbagi dalam 40 kecamatan dan 430 desa dengan luas wilayah 298.797 ha. Lokasi Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2010 hingga Juli 2014.

Gambar 1. Lokasi Penelitian Kabupaten Bogor

Jenis Data dan Sumber Data

(29)

Desa, Kabupaten Bogor Dalam Angka, Peta Tanah, Peta Lereng, Peta Pola Ruang dan Peta Hak Ijin Usaha. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor, Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan wilayah (P4W), Lab Pengembangan Wilayah ITSL dan Badan Informasi Geospasial (BIG).

Jenis data, sumber data, teknik analisis data dan output yang diharapkan berdasarkan tujuan penelitian secara lengkap disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data, Sumber Data, Serta Teknik Analisis Berdasarkan Tujuan Penelitian

No Tujuan Penelitian Jenis Data Teknik Analisis Output yang diharapkan 1 Mengidentifikasi

Hasil Analisis tujuan 1 Markov Chain Prediksi penggunaan lahan tahun 2025

(30)

Analisis Perubahan

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dinamika perubahan dan pola penggunaan lahan di Kabupaten Bogor tahun 1989, 1995, 2001, 2006, 2009 dan 2013. Adapun tahap yang dilakukan meliputi aktivitas pengunduhan citra landsat, penggabungan kanal citra (layer stack), pemotongan citra, koreksi geometri, klasifikasi visual dan pengecekan lapang:

1. Pengunduhan citra Landsat

Citra Landsat tahun 1995, 2001, 2006, 2009 dan 2013 diunduh dari http://glovis.usgs.gov/. Citra yang diunduh adalah citra Landsat yang berada pada path/row 122/64 dan 122/65 dengan liputan awan yang minimum pada tahun yang bersesuaian. Jumlah citra yang diunduh adalah 10 scene. Penggunaan lahan tahun 1989 diambil dari Peta Rupa Bumi Indonesia yang diperoleh dari Bakosurtanal.

2. Penggabungan kanal citra (Layer Stack)

Pada tahap ini dilakukan penggabungan seluruh band kanal tampak dan infra merah pada setiap scene agar mempermudah pembuatan citra komposit warna alami (natural color) sesuai dengan kenampakan yang diharapkan.

3. Pemotongan Citra sesuai lokasi penelitian

Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan batas luar Peta Administrasi Kabupaten Bogor. hal ini bertujuan untuk memfokuskan pada lokasi penelitian dan agar output peta penggunaan lahan memiliki luas yang konsisten

4. Koreksi Geometri

(31)

Pengunduhan Citra Control Point) tersebut, rektifikasi citra dilakukan dengan sistem proyeksi WGS 1984.

5. Klasifikasi Visual

Kegiatan klasifikasi ini dimulai dengan mengkompositkan citra Landsat dengan spesifikasi RGB 5-4-3 agar mempermudah proses interpretasi penggunaan lahan. Pada tahap selanjutnya, dilakukan interpretasi citra visual dengan memperhatikan unsur-unsur interpretasi seperti: ukuran, pola, rona, tekstur dan warna. Hasil dari interpretasi ini adalah peta penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun 1995, 2001, 2006, 2009 dan 2013. Jenis penggunaan lahan yang diamati adalah hutan, kebun, lahan terbangun, sawah, tegalan, tubuh air dan lain-lain. Untuk membantu proses interpretasi visual, penelitian ini juga memanfaatkan citra resolusi tinggi Quickbird tahun 2013 sebagai sumber data sekunder. Hasil dari analisis ini selanjutnya dibuat matriks transisi untuk mengetahui pola perubahan penggunaan lahan di wilayah kajian. Matriks transisi dibuat setiap periode pengamatan, yaitu tahun 1989-1995, 1995-2001, 2001-2006, 2006-2009 dan 2009-2013.

6. Pengecekan Lapang

Survei lapang dilakukan untuk mengklarifikasi penggunaan lahan tahun akhir (2013) hasil interpretasi citra yang tidak clear (meragukan). Klarifikasi dilakukan dalam dua cara: pertama melakukan cek pada citra dengan resolusi tinggi (Quickbird), kedua dengan cek kondisi lapangan secara langsung. Kerangka analisis perubahan penggunaan lahan disajikan pada Gambar 3.

(32)

Analisis Faktor-Faktor Penentu Perubahan Penggunaan Lahan

Berdasarkan beberapa literatur, faktor-faktor yang secara nyata menentukan perubahan penggunaan lahan adalah tipe penggunaan lahan pada masa sebelumnya, status kawasan dalam kebijakan tata ruang, hak penguasaan dan kepemilikan lahan, karakteristik fisik lahan, karakteristik sosial ekonomi wilayah, dan karakteristik interaksi spasial antara aktivitas sosial ekonomi internal dan eksternal suatu wilayah (Saefulhakim et al., 1999). Selain itu menurut Munibah et al., (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan adalah bentuk lahan, kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan, jarak dari jalan raya dan mata pencaharian masyarakat.

Dalam penelitian ini, juga akan diuji variabel-variabel terkait karakteristik fisik lahan berupa peta jenis tanah dan peta kemiringan lereng. Karakteristik sosial ekonomi berupa kepadatan penduduk dan laju pertumbuhan fasilitas. Hak penguasaan dan kepemilikan lahan berupa peta hak ijin usaha. Status kawasan dalam kebijakan tata ruang berpa peta RTRW kabupaten bogor 2005-2025, serta jarak ke lokasi-lokasi strategis meliputi jarak ke jalan tol, jarak ke pusat aktifitas ekonomi, dan jarak ke pusat pemerintahan kota dan kabupaten. Ke 12 variabel-variabel terkait tersebut disajikan pada Tabel 2.

Perubahan penggunaan lahan yang dianalisis yaitu perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian pada periode 1989 sampai 2013. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode regresi logistik biner menggunakan perangkat lunak SPSS yang dapat menganalisis nilai kategori dan non kategori. Persamaan regresi logistik yang digunakan adalah:

dimana

= Nilai peluang untuk peubah tetap ke 1

= Konstanta

= Nilai koefisien untuk peubah bebas ke 1 sampai n

= Peubah bebas ke 1 sampai n, pada peubah tetap ke 1

n = Jumlah variebel

= Faktor yang diduga mempengaruhi proses perubahan penggunaan

lahan pertanian menjadi lahan non pertanian (Tabel 2)

(33)

Tabel 2. Variabel dalam pendugaan penentu perubahan penggunaan lahan

Peubah Respon (Y) Peubah Penjelas (X)

Y = Perubahan Lahan Pertanian menjadi Lahan Non-pertanian

X1: Kepadatan Penduduk (jumlah orang/km2)

X2: Laju Pertumbuhan Fasilitas (Jumlah dan Jenis Fasilitas ekonomi)

X3: Ijin Tahun 2005 X4: Ijin Tahun 2011

X5: Kelas Lereng (1=(0 - 8)%, 2=(9- 15)%, 3=(16- 25)% ), 4=(> 40)%

X6: Kelas Pola Ruang (1=Kawasan Lindung, 2=Kawasan Perkebunan, 3=Kawasan

Pertanian, 4=Kawasan Industri, 5=Kawasan Permukiman)

X7: Kelas Tanah (1= Aluvial & Latosol; 2= Andosol; 3= Grumusoli; 4= Podsolik; 5= Regosol)

X8: Jarak ke Jalan Kolektor X9: Jarak ke Jalan Tol

X10: Jarak ke Pusat Aktivitas Ekonomi X11: Jarak ke Pusat Pemerintahan Kabupaten

X12: Jarak ke Pusat Pemerintahan Kota

1.Overlay

(34)

Sebelum melakukan analisis regresi logistik biner terlebih dahulu dilakukan perhitungan data yang akan dijadikan variabel penjelas. Untuk menghitung jarak suatu poligon terhadap jalan terdekat dan jarak ke pusat aktivitas ekonomi dan pemerintahan dilakukan dengan menentukan titik tengah (center of mass) masing-masing poligon penggunaan lahan, kemudian dilakukan perhitungan jarak terhadap jalan terdekat (kolektor dan tol) dan jarak terhadap pusat aktivitas ekonomi dan pemerintahan. Variabel Kepadatan penduduk diperoleh dari nilai rata-rata kepadatan penduduk tahun 2006 dan 2011 dari data Potensi Desa (Podes) per poligon dibagi dengan luas poligon perubahannya sehingga didapat nilai kepadatan per poligon perubahan. Dalam memasukkan variabel kepadatan ini digunakan asumsi bahwa kepadatan hanya terjadi pada poligon-poligon yang berubah menjadi lahan terbangun saja, sementara untuk poligon-poligon yang tidak berubah menjadi lahan terbangun diberikan nilai nol pada kolom kepadatannya. Asumsi ini berdasarkan pemikiran bahwa kepadatan yang melambangkan aktivitas manusia hanya terjadi pada penggunaan lahan terbangun. Untuk menghitung laju pertumbuhan fasilitas didapat dari rumus matematika sebagai berikut:

Dimana:

= Laju Pertumbuhan Fasilitas Ekonomi antara tahun 2006-2011

= Jumlah Fasilitas per desa tahun 2011 = Jumlah Fasilitas per desa tahun 2006

= Selisis antara tahun awal dan tahun akhir

Prediksi Penggunaan Lahan tahun 2025 serta Evaluasi Keselarasannya dengan RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025

Analisis prediksi dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi ketidakselarasan dengan kebijakan ruang di Kabupaten Bogor, sehingga dapat diketahui juga potensi permasalahan tata ruang di Kabupaten Bogor pada tahun 2025. Diharapkan dengan mengetahui potensi masalah tata ruang yang akan datang, semua pihak yang terlibat dapat meningkatkan tindakan pencegahan agar potensi masalah tersebut tidak terjadi.

(35)

rangkaian dari kajian identifikasi pengaruh jalur tol terhadap intensitas perubahan penggunaan lahan di wilayah sekitarnya.

Analisis ini dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap simulasi dalam menentukan penggunaan lahan dua titik tahun yang akan dijadikan dasar prediksi dalam analisis Markov. Berdasarkan asumsi Markov bahwa pola perubahan penggunaan lahan di masa yang akan datang serupa dengan pola perubahan penggunaan lahan masa yang telah lalu (Deng et al, 2009). Untuk mencapai tujuan tersebut kita perlu melakukan beberapa tahap analisis simulasi agar model yang digunakan untuk prediksi penggunaan lahan tahun 2025 memiliki nilai akurasi yang baik.

Berdasarkan data titik tahun yang tersedia menghasilkan lima simulasi yang mungkin dilakukan. Dari kelima simulasi tersebut akan menghasilkan lima prediksi penggunaan lahan tahun 2013 yang kemudian masing-masing divalidasi dan menghasilkan nilai Kappa/ketepatan. Kelima nilai Kappa yang dihasilkan cukup tinggi dan konsisten, sehingga produk estimasi yang dihasilkan dapat dikatakan cukup baik. Dari kelima simulasi tersebut, dipilih simulasi pertama yang akan dijadikan model prediksi, yakni penggunaan lahan tahun 1989 dan penggunaan lahan tahun 2009 dengan alasan karena rentang waktunya yang paling panjang.

Tahap kedua adalah memprediksi penggunaan lahan tahun 2013 berdasarkan penggunaan lahan 1989 dan 2009 dengan analisis Markov sehingga didapat prediksi penggunaan lahan tahun 2013. Hasil prediksi tersebut diuji akurasinya dengan membandingkan terhadap penggunaan lahan 2013 yang terkonfirmasi, karena penggunaan lahan tahun 2013 yang terkonfirmasi ini dianggap sebagai penggunaan lahan aktual tahun 2013.

(36)

Analisis

Akurasi Prediksi Landuse 2013 dengan Landuse terkonfirmasi

Landuse 2013 dan 2025

dengan RTRW 2025

(37)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Interpretasi Penggunaan Lahan dari Citra Landsat

Interpretasi citra merupakan upaya untuk menafsirkan citra sehingga mendapatkan informasi yang akurat dan sesuai mengenai obyek yang terekam. Unsur-unsur yang digunakan sebagai dasar analisis meliputi: ukuran, rona (tone), warna, tekstur, pola dan resolusi (Lillesand dan Keifer, 1994). Dalam penelitian ini interpretasi citra menghasilkan tujuh penggunaan lahan yakni: hutan, kebun, lahan terbangun, sawah, tegalan, tubuh air dan lain-lain.

Hutan pada citra Landsat dicirikan dengan warna hijau tua dengan tekstur halus dan berlereng curam. Interpretasi penggunaan lahan hutan pada citra Landsat relatif mudah karena warna dan tekstur berbeda dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya serta lokasi hutan umumnya berada pada wilayah-wilayah dengan lereng yang terjal. Hutan di Kabupaten Bogor banyak terdapat di Kecamatan Caringin, Kecamatan Cigombong dan Kecamatan Nanggung.

Kebun merupakan kelompok vegetasi campuran antara tanaman tahunan (buah-buahan) dengan tanaman semusim. Kenampakan kebun pada citra ditandai dengan warna hijau terang dengan tekstur kasar dan bergerombol. Kebun menyebar di Kecamatan Jasinga dan Kecamatan Rumpin. Sementara tegalan merupakan kelompok vegetasi campuran dimana lebih banyak tanaman rendah seperti palawija dan sayuran. Kenampakan tegalan pada citra kadang-kadang sulit dibedakan dengan kebun, namun tegalan memiliki ciri khas warna hijau terang kecoklatan dengan tekstur kasar dan lokasinya biasanya dekat dengan permukiman. Tegalan banyak dijumpai di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Babakan Madang, Kecamatan Cigudeg dan Kecamatan Sukajaya.

Sawah pada citra Landsat memiliki beberapa kenampakan tergantung pada fase penanamannya. Pada fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan. Sementara pada saat diberakan warna sawah akan menjadi kecoklatan. Dari sekian macam warna sawah pada kenampakan citra tersebut, unsur yang memudahkan klasifikasi adalah tekstur halus dan pola kotak-kotak yang mencirikan petakan lahan.

Lahan terbangun (built-up area) meliputi permukiman baik padat maupun jarang, kawasan industri dan perkantoran serta sarana prasarana sosial ekonomi lainnya. Kenampakan lahan terbangun pada citra Landsat dicirikan dengan warna merah muda hingga keungu-unguan dengan tekstur kasar dan bergerombol dan polanya mengikuti jaringan jalan.

Tubuh air meliputi sungai dan danau/situ. Kenampakannya pada citra dicirikan dengan warna biru tua dan keberadaannya menyebar di seluruh wilayah dengan luasan yang sangat kecil. Dari keenam kelas penggunaan lahan hasil interpretasi, ada sebagian kecil penggunaan lahan yang tidak dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi tersebut, misalnya tanah terbuka, semak belukar, empang. Oleh karena itu dalam penelitian ini ketiga penggunaan lahan tersebut dikelompokkan ke dalam kelas lain-lain.

(38)

Gambar 6. Kenampakan Penggunaan Lahan pada Citra Landsat 2013

(39)

Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor dari titik tahun 1989, 1995, 2001, 2006, 2009 hingga 2013 mengalami perubahan penggunaan lahan yang sangat dinamis. Penggunaan lahan yang paling besar perubahannya adalah lahan terbangun dimana jumlahnya bertambah 48,232 ha. Pertambahan luas lahan terbangun yang signifikan ini merupakan hasil konversi lahan sawah, kebun, dan hutan dimana sawah mengalami penurunan sebesar 24,180 ha, kebun mengalami penurunan sebesar 22,081 ha. dan hutan mengalami penurunan sebesar 5,825 ha. Untuk tubuh air dan lain-lain tidak akan banyak dibahas karena luasnya yang yang sangat kecil dibandingkan dengan luas Kabupaten Bogor secara keseluruhan. Dinamika perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun 1989-2013 disajikan pada Gambar 8, dan sebaran spasial hasil interpretasi penggunaan lahan Kabupaten Bogor disajikan pada Gambar 9.

Gambar 8. Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 1989-2013

Salah satu alasan banyaknya titik tahun yang diambil dalam penelitian ini adalah supaya dapat melihat pola dinamika perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Untuk perubahan penggunaan lahan hutan, pola yang terlihat tidak menunjukkan perubahan yang mencolok meskipun jumlahnya berkurang dari tahun ke tahun. Pola perubahan lahan kebun nyata menurun terutama pada rentang titik tahun 1989-1995, 1995-2001 dan 2001-2006. Lahan terbangun cenderung meluas pada rentang titik tahun 1995-2001, sementara luas sawah secara umum menurun dari tahun ke tahun.

(40)

Legenda

Hutan

Kebun

Lahan Terbangun

Lain-lain Sawah

Tegalan

Tubuh Air

µ

0 2 4 8 12 16

Kilometers

a) Tahun 1989 b) Tahun 1995

c) Tahun 2001 d) Tahun 2006

e) Tahun 2009 f) Tahun 2013

(41)

Luas tegalan relatif konstan, namun pada rentang tahun 1989-1995 terjadi sedikit penurunan dan cenderung kembali ke luas awal lima tahun kemudian. Pola dinamika perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada enam titik tahun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Pola Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor

Berdasarkan pola perubahan penggunaan lahan yang muncul diantara enam titik tahun pengamatan, pola perubahan yang signifikan selalu terjadi pada rentang tahun 1995-2001 di setiap penggunaan lahannya. Hal ini diduga berkaitan dengan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada rentang tahun tersebut. Krisis moneter tersebut menyebabkan fenomena penjualan aset properti yang dimiliki baik berupa rumah maupun tanah dengan harga murah, di sisi lain sekelompok kecil pemilik modal membeli properti sebanyak-banyaknya. Oleh sebab itu pada rentang titik tahun 1995-2001 terjadi konversi penggunaan lahan sawah, kebun dan lahan terbangun. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ilham et al (2003)

yang menyatakan bahwa tekanan ekonomi pada saat krisis ekonomi menyebabkan

banyak petani menjual sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dampaknya secara umum meningkatkan konversi lahan sawah dan memusatnya penguasaan lahan pada pihak-pihak tertentu.

(42)

Tabel 3. Matriks Transisi Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1989-2013

Konversi lahan sawah dan tegalan menjadi lahan terbangun merupakan yang terbesar diantara jenis perubahan penggunaan lahan (pada periode 1989-2013) di Kabupaten Bogor. Hal ini dikarenakan kebanyakan sawah dan tegalan berada pada lokasi dengan lereng yang landai serta berada dekat dengan permukiman dan pusat fasilitas, mudah dijangkau sehingga lebih disukai sebagai lokasi pengembangan aktifitas. Konversi kedua penggunaan lahan ini perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah baik pusat maupun daerah terkait dengan isu ketahanan pangan. Salah satu bentuk perlindungan pemerintah terhadap lahan pertanian adalah lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa lahan sawah atau hortikultura dilindungi peruntukannya, sehingga keberadaannya tidak boleh diganggu gugat sejak ditetapkan menjadi lahan pertanian dalam Rencana Tata Rang Wilayah hingga 20 tahun ke depan (jangka waktu RTRW).

Sebaran perubahan penggunaan lahan dari tahun ke tahun pengamatan disajikan pada Gambar 11. Dari gambar tersebut dapat dilihat perubahan paling nyata terjadi pada rentang waktu 1989-1995 dan 1995-2001 dan pola sebarannya merata hampir di semua wilayah Kabupaten Bogor. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa lahan yang paling banyak berubah adalah tegalan dan sawah menjadi penggunaan lahan lain khususnya lahan terbangun.

Sekuen Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan

(43)

Legenda

Hutan --> Kebun

Hutan --> Lahan Terbangun Kebun --> Lahan Terbangun

Sawah --> Kebun

Sawah --> Lahan Terbangun Tegalan --> Lahan Terbangun Tegalan --> Hutan

Tegalan --> Kebun Kebun --> Hutan

Hutan --> Sawah

Hutan --> Tegalan Kebun --> Tegalan Sawah --> Tegalan Kebun --> Sawah

µ

0 2 4 8 12 16

Kilometers

Gambar 11. Sebaran Spasial Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor tahun 1989-2013

a) 1989-1995 b) 1995-2001

c) 2001-2006 d) 2006-2009

(44)

Tabel 4. Matriks Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun 1989-2006

Penggunan Lahan 1989-1995

Penggunaan Lahan 2001 (Ha)

Hutan Kebun Lahan

Terbangun Sawah Tegalan

Hutan --> Kebun 1,737

Hutan --> Lahan Terbangun 18

Hutan --> Sawah 7 244

Hutan --> Tegalan 66 2,106

Kebun --> Kebun 65,725 1,253 78

Kebun --> Lahan Terbangun 4,504

Kebun --> Tegalan 25 793 4,155

Sawah --> Kebun 8

Sawah --> Lahan Terbangun 3,793

Sawah --> Sawah 8,109 56,085 391

Sawah --> Tegalan 4 482 2,977

Tegalan --> Lahan Terbangun 6,014

Tegalan --> Tegalan 10 6 6,373 67,413

Penggunan Lahan 1995-2001

Penggunaan Lahan 2006 (Ha)

Hutan Kebun

Lahan

Terbangun Sawah Tegalan

Hutan --> Hutan 33,316 83 80 246

Kebun --> Kebun 1 55,494 2,411 1 9,562

Kebun --> Lahan Terbangun 1,253

Kebun --> Tegalan 6 73

Sawah --> LahanTerbangun 8,116

Sawah --> Sawah 17 5,130 50,505 639

Sawah --> Tegalan 28 363

Tegalan --> Hutan 10

Tegalan --> Kebun 34 1

Tegalan --> Lahan Terbangun 7,714

Tegalan --> Tegalan 217 4,613 71,722

Penggunaan Lahan 2001-2006

Penggunaan Lahan 2013

Hutan Kebun

Lahan

Terbangun Sawah Tegalan

Hutan --> Hutan 32,076 18 1,232

Hutan --> Lahan Terbangun 83

Hutan --> Sawah 80

Hutan --> Tegalan 246

Kebun --> Hutan 1

Kebun --> Kebun 54,502 408 591

Kebun --> Lahan Terbangun 2,412

Kebun --> Sawah 1

Kebun --> Tegalan 100 9,462

(45)

Tabel 4. (lanjutan)

Penggunaan Lahan 2001-2006

Penggunaan Lahan 2013

Hutan Kebun

Lahan

Terbangun Sawah Tegalan

Sawah --> Kebun 17

Sawah --> Lahan Terbangun 5,130

Sawah --> Sawah 34 2,502 47,736 233

Sawah --> Tegalan 28 612

Tegalan --> Kebun 217

Tegalan --> Lahan Terbangun 4,646

Tegalan --> Tegalan 8 722 71,362

Dari Tabel 4 dapat dilihat pola dinamika perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Bogor sejak tahun 1989 hingga tahun 2013. Pada periode 1989-2001 hutan dapat berubah menjadi kebun, lahan terbangun, sawah dan tegalan secara langsung, namun perubahan hutan juga terjadi secara tidak langsung, yakni melalui perubahan hutan menjadi sawah, tegalan dan akhirnya berubah menjadi lahan terbangun. Kebun dapat berubah menjadi lahan terbangun dan tegalan lalu dapat berubah kembali menjadi kebun. Sawah dapat berubah menjadi kebun, lahan terbangun dan tegalan. Pada periode ini perubahan sawah menjadi lahan terbangun dapat terjadi secara langsung maupun melalui perubahan menjadi tegalan terlebih dahulu. Sementara penggunaan lahan tegalan yang tidak berubah pada tahun 1989-1995 dapat berubah menjadi hutan, kebun dan lahan terbangun pada periode tahun 1995-2001.

Pada periode tahun 2001-2006, lahan-lahan yang berubah juga didominasi oleh lahan-lahan yang pada periode 1995-2001 tidak berubah seperti kebun, sawah dan tegalan. Jenis penggunaan lahan tersebut berubah menjadi lahan terbangun. Selain perubahan menjadi lahan terbangun, pada periode 2001-2006 juga terjadi perubahan lahan kebun menjadi tegalan yakni sebesar 9,562 ha. Selain itu pada periode 2001-2006 juga terlihat perubahan hutan menjadi tegalan, sawah dan lahan terbangun. Hal ini terjadi karena kebutuhan akan lahan baik sebagai lahan tempat tinggal akibat pertumbuhan penduduk maupun lahan pertanian karena peningkatan kebutuhan pangan meningkat setiap tahunnya.

Pada periode tahun 2006-2013 terjadi perubahan lahan hutan menjadi lahan terbangun dan tegalan. Disamping itu juga terjadi perubahan lahan kebun menjadi lahan terbangun dan tegalan. Sebagian kecil kebun yang berubah menjadi sawah berubah kembali mejadi kebun. Kebun yang berubah menjadi tegalan pada periode sebelumnya dapat berubah menjadi lahan terbangun. Sawah yang pada periode sebelumnya tidak mengalami perubahan dapat berubah menjadi kebun, lahan terbangun dan tegalan. Sawah yang berubah menjadi tegalan pada periode 2001-2006 dapat berubah menjadi lahan terbangun. tegalan yang pada periode sebelumnya tidak mengalami perubahan dapat berubah menjadi kebun dan lahan terbangun.

(46)

periode 1989-2001 dan 1995-2006. Hal ini membuktikan bahwa perubahan yang terjadi pada periode 2001-2013 merupakan kelanjutan dari perubahan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Ringkasan sekuen pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor berdasarkan hasil interpretasi Tabel 4 disajikan pada Gambar 12.

Hutan

Kebun

Sawah

Tegalan

Lahan

Terbangun

Gambar 12. Sekuen Pola Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor

(47)

Gambar 13. Perubahan penggunaan lahan hutan dan pertanian menjadi lahan terbangun

Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun 1989-2013 terkait Aksesibilitas, Kemiringan Lereng, Jenis Tanah dan Kebijakan

Alokasi Ruang

Dari hasil analisis dapat dilihat keterkaitan akses jalan terhadap dinamika perubahan penggunaan lahan yang dominan pada tahun 1989-2013. Perubahan penggunaan lahan yang dominan meliputi lima perubahan, yakni (1) Kebun berubah menjadi Lahan Terbangun, (2) Kebun berubah menjadi Tegalan, (3) Sawah berubah menjadi Lahan Terbangun, (4) Sawah berubah menjadi Tegalan, dan (5) Tegalan berubah menjadi Lahan Terbangun. Adapun jalan yang dipakai adalah jalan kereta, jalan kolektor dan jalan tol, karena merupakan moda utama yang digunakan masyarakat Kabupaten Bogor. Jalan-jalan tersebut diberi buffer

100 m, 200 m, 300 m, 400 m, dan 500 m.

(48)

Keterangan: KB=Kebun; SW=Sawah; TG=Tegalan; LT=Lahan Terbangun

Gambar 14. Keterkaitan Akses Jalan terhadap Perubahan Penggunaan Lahan tahun 1989-2013

Luas perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bogor berdasarkan kelas lereng disajikan pada Tabel 5. Perubahan penggunaan lahan terluas di Kabupaten Bogor terjadi pada kemiringan lereng 0-8% dengan luas 41,551 ha atau 13.99% dari total luas Kabupaten Bogor. Hal ini dapat karena aksesibilitas lebih baik umumnya pada lahan berkemiringan lereng landai, sehingga aktifitas cenderung memusat di sekitar lokasi tersebut. Sebaran perubahan penggunaan lahan terkait dengan kelas lereng disajikan pada Gambar 15.

Tabel 5. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor berdasarkan Kelas Lereng

Kelas Lereng

Luas Lereng Luas Perubahan

Ha % Ha %

(0 - 8)% 135,011 45.46 41,551 13.99

(8 - 15)% 54,428 18.33 5,478 5.21

(15 - 25)% 54,692 18.41 10,586 3.56

(25 - 40)% 34,665 11.67 3,765 1.27

(> 40)% 18,203 6.13 1,227 0.41

KB-->LT

KB-->TG

SW-->LT SW-->TG

TG-->LT

- 2,000.00 4,000.00 6,000.00 8,000.00 10,000.00 12,000.00 14,000.00

(49)

Gambar 15. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan tahun 1989 -2013 Terkait Kemiringan Lereng

Luas perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bogor berdasarkan jenis tanah disajikan pada Tabel 6. Kabupaten Bogor didominasi oleh jenis tanah tipe Aluvial dan Latosol. Kedua jenis tanah tersebut termasuk jenis tanah subur karena terbentuk dari endapan lumpur sungai dan umumnya jenis tanah tersebut berada pada dataran rendah dan digunakan untuk pertanian. Dari peta sebaran jenis tanah di Kabupaten Bogor, perubahan penggunaan lahan terluas terjadi pada jenis tanah Aluvial, Grumusol, Podsolik dan Regosol. Sebaran perubahan penggunaan lahan terkait dengan jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 16.

Tabel 6. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor berdasarkan Jenis Tanah

Jenis Tanah

Luas Jenis Tanah Luas Perubahan

Ha % Ha %

I= Aluvial dan Latosol 207,840 69.98 53,470 18

II= Andosol 6,361 2.14 472 0.16

III= Grumusol 15,891 5.35 3,507 1.18

IV= Podsolik 59,482 20.03 13,621 4.59

(50)

Gambar 16. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan tahun 1989 -2013 Terkait Jenis Tanah

Luas perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bogor berdasarkan kebijakan alokasi ruang disajikan pada Tabel 7. Perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor paling banyak terjadi pada kawasan pertanian dan kawasan permukiman. Peningkatan luas kawasan permukiman karena alokasi kawasan tersebut terus berkembang mengikuti pertumbuhan penduduk, sementara perubahan pada kawasan pertanian disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor kedekatan lokasi dengan pusat aktivitas dan faktor kepemilikan lahan, dimana para petani yang memiliki lahan kecil cenderung menjual lahannya atau mengkonversinya menjadi lahan terbangun (seperti ruko) sebagai tempat usahanya. Kebijakan alokasi ruang sering diabaikan dalam faktor penentu perubahan penggunaan lahan, namun beberapa literatur menunjukkan bahwa faktor ini mempengaruhi kecenderungan perubahan penggunaan lahan sebagaimana dinyatakan oleh Saefulhakim et al., (1999). Sebaran alih fungsi lahan terkait kelas pola ruang dapat dilihat pada Gambar 17.

Tabel 7. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor berdasarkan Kelas Pola Ruang

Kelas Pola Ruang

Luas Pola Ruang Luas Perubahan

Ha % Ha %

I= Kawasan Lindung 52,674 17.74 3,604 1.21

II= Kawasan Perkebunan 24,205 8.15 5,118 1.72

III= Kawasan Pertanian 111,835 37.66 30,206 10.17

IV= Kawasan Industri 4,762 1.6 2,387 0.8

(51)

Gambar 17. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan tahun 1989 -2013 Terkait Kebijakan Alokasi Ruang

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor Tahun 1989-2013

Hasil analisis regresi logistik biner perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian (Y) menghasilkan model regresi dengan nilai Pseudo-R2 (Nagelkerke R2) sebesar 0.953. Hal ini menunjukkan bahwa 95% variabilitas sebaran perubahan penggunaan lahan dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel bebas yang digunakan, sedangkan 5% lainnya dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimodelkan.

Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian (Y) disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 menjelaskan faktor yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95% (yang memiliki nilai sig < 0.05) yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian, dikelompokkan atas variabel yang berperan meningkatkan (+) peluang perubahan penggunaan lahan dan menurunkan (-) peluang perubahan penggunaan lahan.

(52)

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kebijakan investasi dan pemanfaatan lahan selama ini belum memprioritaskan kepentingan umum.

Tabel 8. Ringkasan koefisien hasil analisis regresi logistik biner penentu perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian tahun 1989-2013

Laju Pertumbuhan Fasilitas 120.871 0.029 0.865 3.12E+52

Izin Lokasi tahun 2005 0.486 11.302 0.001 * 1.63

(53)

perubahan lahan tersebut diduga terkait dengan nilai lahan yang tinggi di lokasi tersebut sehingga mendorong pemilik lahan merubah fungsi lahan menjadi penggunaan lahan yang lebih komersil.

Faktor-faktor yang berpeluang menurunkan konversi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian adalah kelas lereng (16 – 25%), jenis tanah Podsolik, dan jarak ke pusat pemerintahan kabupaten. Hasil analisis tersebut menunjukkan

bahwa lahan yang memiliki kemiringan lereng (16 – 25%) memiliki

kecenderungan menurunkan perubahan penggunaan lahan. Lahan dengan kemiringan lereng tersebut termasuk dataran curam yang membuat penggunaan lahannya terbatas, sehingga menurunkan keinginan pemilik lahan mengubah penggunaan lahan untuk kegiatan produktif.

Jenis tanah podsolik memiliki karakteristik kesuburan hingga sedang, warna merah atau kuning, memiliki tekstur lempung atau berpasir, memiliki pH rendah, serta memiliki kandungan unsur aluminium dan besi yang tinggi. Dari beberapa karakteristik tersebut tanah Podsolik dapat dikategorikan sebagai tanah yang memiliki kesuburan rendah, sehingga penggunaannya untuk pertanian harus memerlukan perlakuan khusus. Disamping memiliki kesuburan yang rendah, tanah Podsolik juga memiliki tekstur berpasir atau lempung dengan daya simpan air sangat rendah sehingga mudah mengalami kekeringan. Oleh sebab itu, Keterbatasan penggunaan lahan pada jenis tanah Podsolik tersebut cenderung menurunkan peluang perubahan penggunaan lahan seperti ditunjukkan dalam hasil analisis statistik.

Faktor yang berpengaruh menurunkan peluang perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian selanjutnya adalah jarak ke pusat pemerintahan kabupaten. Hal ini menjelaskan bahwa semakin dekat jarak ke pusat pemerintahan kabupaten, potensi luas pertanian yang terkonversi semakin kecil. Hal ini terjadi karena pusat pemerintahan memiliki daya tarik aglomeratif. Namun ada kecenderungan arus konversi lahan pertanian di sekitar pusat pemerintahan relatif jenuh karena sudah terjadi pada periode sebelumnya. Di sisi lain, berkembangnya isu kota hijau dan berkelanjutan menggeser cara pandang pembangunan yang ekspansif di perkotaan.

Pemodelan dan Prediksi Penggunaan Lahan tahun 2013 dan tahun 2025

Dari hasil lima simulasi yang dilakukan diperoleh nilai persen ketepatan yang baik dan konsisten. Hal ini membuktikan bahwa model tersebut dapat digunakan dalam memprediksi penggunaan lahan masa mendatang. Dari kelima simulasi tersebut dipilih penggunaan lahan tahun 1989 dan 2009 sebagai dasar dalam memprediksi penggunaan lahan tahun 2013 karena rentang waktu yang paling panjang. Adapun nilai ketepatan kelima simulasi disajikan pada Tabel 9 sementara hasil prediksi penggunaan lahan tahun 2013 disajikan pada Gambar 18.

Tabel 9. Nilai Ketepatan Prediksi penggunaan lahan tahun 2013

(54)

Gambar 18. Peta Prediksi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun 2013

(55)

Gambar 19. Grafik perbandingan penggu naan lahan tahun 2013 hasil prediksi dengan penggunaan lahan aktual tahun 2013

Tabel 10. Matriks Keselarasan Prediksi Penggunaan Lahan 2013 dan Penggunaan Lahan Aktual 2013

Penggunaan Lahan Aktual 2013

Penggunaan Lahan hasil Prediksi Markov 2013

Hutan Kebun

Lahan

Terbangun Sawah Tegalan

Tubuh

(56)

Tabel 11. Luas Prediksi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun 2025

No Prediksi Penggunaan Lahan tahun 2025 Luas

ha %

1 Hutan 26,480 8.86

2 Kebun 42,384 14.18

3 Lahan Terbangun 102,938 34.45

4 Sawah 34,591 11.58

5 Tegalan 82,888 27.74

6 Tubuh Air 4,608 1.54

7 Lain-lain 4,908 1.64

Jumlah 298,797 100.00

Gambar 20. Peta prediksi penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun 2025

Keselarasan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 dengan Penggunaan Lahan Aktual 2013 dan Prediksi 2005-2025

Gambar

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 3. Diagram Alir Analisis Perubahan Penggunaan
Gambar 4. Diagram Alir Analisis Faktor Perubahan Penggunaan
Gambar 5. Diagram alir Pengujian Prediksi Markov 2013 dan 2025
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan rekrutmen, seleksi dan penempatan tenaga kerja di koperasi BMT-UGT Sidogiri Pasuruan lebih memprioritaskan para alumni

Dengan mengacu pada ketentuan umum yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 28, Pasal 1 Ayat (1) tahun 2007 menyebutkan bahwa pajak merupakan kontribusi wajib kepada

Dari hasil penilaian kelengkapan dan kebenaran dokumen administrasi atas peserta lelang yang memasukan dokumen penawaran diatas, dokumen administrasi yang dinyatakan memenuhi syarat

Seperti jumlah armada pengangkutan sampah yang masih kurang seimbang dengan volume sampah yang dihasilkan, cuaca yang seringkali tidak mendukung sehingga

Telur yang masih baru kemudian diawetkan dengan larutan ekstrak kulit manggis , sesuai dengan perlakuan tertentu dan kemudian dianalisa untuk menentukan nilai haugh

Žmogus, kuris galvoja tik apie save ir visur ieško sau naudos, negali būti laimingas. Nori gyventi sau -

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan Tugas Akhir dengan

Adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi secara umum (faktor-faktor fundamental seperti ekspektasi inflasi, nilai tukar,