• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengangguran

• Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

Pengangguran adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Data pengangguran dikumpulkan BPS melalui survey rumah tangga, seperti Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Di antara sensus/survei tersebut Sakernas merupakan survei yang khusus dirancang untuk mengumpulkan data ketenagakerjaan secara periodik. Saat ini Sakernas diselenggarakan dua kali setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus.

2.1.1 Jenis-Jenis Penggangguran (Sukirno, 2008: 328-331)

A.Berdasarkan Penyebabnya

1. Pengangguran Friksional, adalah pengangguran normal yang terjadi jika ada 2-3% maka dianggap sudah mencapai kesempatan kerja penuh.

2. Pengangguran Siklikal, adalah pengangguran yang terjadi karena merosotnya harga komoditas dari naik turunnya siklus ekonomi sehingga permintaan tenagakerja lebih rendah dari pada penawaran tenaga kerja. 3. Pengangguran Struktural, adalah pengangguran karena kemerosotan

beberapa faktor produksi sehingga kegiatan produksi menurun dan pekerja diberhentikan.

(2)

4. Pengangguran Teknologi, adalah pengangguran yang terjadi karena tenaga manusia digantikan oleh mesin industri.

B. Berdasarkan Cirinya

1. Pengangguran Musiman, adalah keadaan seseorang menganggur karena adanya fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek. Sebagai contoh, petani yang menanti musim tanam, tukang jualan durian yang menanti musim durian, dan sebagainya.

2. Pengangguran Terbuka, pengangguran yang terjadi karena pertambahan lapangan kerja lebih rendah daripada pertambahan pencari kerja.

3. Pengangguran Tersembunyi, pengangguran yang terjadi karena jumlah pekerja dalam suatu kegiatan ekonomi lebih besar dari yang sebenarnya diperlukan agar dapat melakukan kegiatannya dengan efisien.

4. Setengah Menganggur, yang termasuk golongan ini adalah pekerja yang jam kerjanya dibawah jam kerja normal (hanya 1-4 jam sehari). Disebut

Underemployment.

2.1.2 Konsep Angkatan kerja (Rahardja & Manurung, 2004: 173)

a. Bekerja Penuh (Employed)

Yaitu orang-orang yang bejerja penuh atau jam kerjanya lebih dari 35 jam / minggu.

b. Setengah menganggur (Underemployed)

Yaitu mereka yang bekerja, tetapi belum dimanfaatkan secara penuh. Jam kerjanya kurang dari 35 jam / minggu. Berdasarkan definisi ini, tingkat pengangguran di Indonesia termasuk tinggi, yaitu 35 % per tahun.

(3)

c. Menganggur (Unemployed)

Yaitu mereka yang sama sekali tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Kelompok ini sering disebut Penganggur Terbuka (Open

Unemployment). Berdasarkan definisi ini, tingkat pengangguran di

Indonesia relatif rendah, yaitu 3-5 % per tahun.

2.1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka (Laporan Sosial Indonesia 2007)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) memberikan indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok pengangguran. Tingkat pengangguran terbukadiukur sebagai persentase jumlah penganggur/pencari kerja terhadapjumlah angkatan kerja, yang dapat dirumuskan sebagaiberikut:

TPT = (Pencari Kerja / Angkatan Kerja) x 100 %

Kegunaan dari indikator pengangguran terbuka ini baik dalam satuan unit (orang) maupun persen berguna sebagai acuan pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru. Selain itu, perkembangannya dapat menunjukkan tingkat keberhasilan program ketenagakerjaan dari tahun ke tahun.Yang lebih utama lagi indikator ini digunakan sebagai bahan evaluasi keberhasilan pembangunan perekonomian Indonesiaselain angka kemiskinan. Oleh karena itu, indikator TPT selalu diumumkan setiap tahun pada Pidato Presiden tanggal 16 Agustus sebagai bukti kinerja Pemerintah Indonesia.

Secara spesifik, tingkat penganggur terbuka dalam Sakernas, terdiri atas: a. mereka yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan,

(4)

c. mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan

d. mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja, tetapi belum mulai bekerja.

2.1.4 Metode Penghitungan TPT (Laporan Sosial Indonesia, 2007) (1) Sakernas

Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) adalah survei rumah tangga yang digunakan untuk mengumpulkan informasi lengkap mengenai ketenagakerjaan dan khusus dirancang untuk mengetahui keadaan umum/situasi ketenagakerjaan. Survei ini menggunakan konsep dan definisi yang mengacu pada konsep yang berlaku secara internasional yaitu ILO Concept Approach, sehingga dapat dibandingkan dengan negara lain.

(2) Sensus Penduduk dan SUPAS

Sumber utama data kependudukan adalah Sensus Penduduk (SP) yang dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali pada tahun-tahun berakhiran "0". Sejak Indonesia merdeka, Sensus Penduduk telah dilaksanakan sebanyak lima kali sejak yaitu tahun 1961, 1971, 1980, 1990, dan 2000. Untuk menjembatani ketersediaan data kependudukan di antara dua periode sensus, BPS melakukan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS). Survei ini telah dilakukan sebanyak empat kali, yaitu tahun 1976, 1985, 1995, dan 2005. Informasi kependudukan yang dikumpulkan melalui SP dan SUPAS sangat lengkap, seperti data migrasi, keluarga berencana (KB), dan pendidikan. Selain data pokok demograsi, SP dan

(5)

SUPAS juga mengumpulkan data tentang aktivitas ekonomi penduduk, antara lain mengenai angkatan kerja dan kesempatan kerja.

2.2 Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus sepanjang waktu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya.

Dari tersebut diatas setidaknya ada tiga hal penting yang dapat ditekankan, yaitu (Muana Nanga, 2005: 237):

Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti bisa saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan tendensi yang meningkat.

Bahwa kenaikan tingkat harga tersebut berlangsung secara terus-menerus (sustained), yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja, akan tetapi bisa beberapa waktu lamanya.

Bahwa tingkat harga yang dimaksud disini adalah tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga yang mengalami kenaikan itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja, akan tetapi untuk hargabarang secara umum.

Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang s ecara terus menerus selama suatu periode

(6)

tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar, bukanlah merupakan inflasi. Atau dapat dikatakan, kenaikan harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi. Secara umum, hitungan perubahan harga tersebut tercakup dalam suatu indeks harga yang dikenal dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI). Persentase kenaikan IHK dikenal dengan inflasi, sedangkan penurunannya disebut deflasi. Dalam lingkup yang lebih luas (makro) angka inflasi menggambarkan kondisi/stabilitas moneter dan perekonomian (Rahardja & Manurung, 2004: 155-156).

2.2.1 Jenis-Jenis Pengelompokan Inflasi

Menurut Data Statistik BPS (Laporan Sosial 2007, BPS)

1. Inflasi IHK atau inflasi umum (headline inflation)

Inflasi seluruh barang/jasa yang dimonitor harganya secara periodik. Inflasi umum adalah komposit dari inflasi inti, inflasi administered prices, dan inflasi volatile goods.

2. Inflasi inti (Core Inflation)

Adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi secara umum (faktor-faktor fundamental seperti ekspektasi inflasi, nilai tukar, dan keseimbangan permintaan dan penawaran agregat) yang akan berdampak pada perubahan harga-harga secara umum dan lebih bersifat permanen dan persistent. Berdasarkan SBH 2007 jumlah komoditasnya sebanyak 694

(7)

antara lain beras, kontrak rumah, upah buruh, mie, susu, mobil, sepeda motor, dan sebagainya.

3. Inflasi Administered (Administered Price Inflation)

Adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya secara umum diatur pemerintah. Berdasar SBH 2007 jumlah komoditasnya sebanyak 19 antara lain bensin, tarif listrik, rokok, dan sebagainya.

4. Inflasi bergejolak (Volatile Goods Price Inflation)

Adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya sangat bergejolak, umumnya dipengaruhi oleh shocks yang bersifat temporer seperti musim panen, gangguan alam, gangguan penyakit, dan gangguan distribusi. Berdasarkan tahun dasar 2007, inflasi volatile goods masih didominasi bahan makanan, sehingga sering disebut juga sebagai inflasi

volatile foods. Jumlah komoditasnya sebanyak 61 antara lain beras,

minyak goreng, cabe, daging ayam ras, dan sebagainya.  Menurut Bobot Inflasinya (Khalwaty, 2000: 34)

1. Inflasi Ringan

Inflasi ringan disebut juga Creeping Inflation. Inflasi ringan dalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau dibawah 10 % pertahun.

2. Inflasi Sedang

Inflasi sedang (moderat) adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada diantara 10-30 % pertahun atau melebihi dua digit dan sangat mengancam struktur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

(8)

3. Inflasi Berat

Merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara 30 – 100 % pertahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai negara.

4. Inflasi Sangat Berat

Inflasi Sangat Berat yang juga disebut Hyper Inflation adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampui 100 % pertahun. Untuk keperluan perang terpaksa harus dibiayai dengan cara mencetak uang secara berlebihan.

Menurut Asalnya (Waluyo, 2007: 176) 1. Domestic Inflation

Inflasi yang berasal dari dalam negeri sendiri seperti kenaikan konsumsi masyarakat, ekspansi moneter dan lain sebagainya.

2. Imported Inflation

Inflasi yang berasal dari luar negeri, seperti kenaikan harga-harga barang di negara-negara langganan dagang kita, mekanismenya baik melalui impor ataupun ekspor.

Menurut Sumber atau Penyebab Inflasinya (Sukirno, 2008)

1. Inflasi Permintaan (Demand-Pull Inflation)

Adalah jenis inflasi ini biasa dikenal sebagai Philips Curve inflation, yaitu merupakan inflasi yang dipicu oleh interaksi permintaan dan penawaran domestik jangka panjang. contohnya jika terjadi peningkatan permintaan masyarakat atas barang (peningkatan aggregate demand).

(9)

Contoh lain bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah, dll.

2. Inflasi Penawaran (Cost-Push Inflation)

Atau juga bisa disebut supply-shock inflation merupakan inflasi penawaran yang disebabkan oleh kenaikan pada biaya produksi atau biaya pengadaan barang dan jasa. misalnya karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan bahan bakar minyak).

2.2.2 Cara-Cara mengukur Tingkat Inflasi (Data Strategis BPS, 2010) 1. Indeks Harga Konsumen

IHK (Indeks Harga Konsumen) atau CPI (Consumer Price Index) IHK mengukur inflasi berdasarkan sekumpulan harga pada kebutuhan hidup konsumen yang paling banyak digunakan, dan masing-masing item memiliki bobot dalam basket. Indonesia menggunakan Sembilan bahan pokok dalam menghitung IHK. Nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) digunakan sebagai indikator patokan nilai inflasi.

INF = Inflasi (atau deflasi) pada waktu (bulan atau tahun) t IHK = Indeks Harga Konsumen

(10)

2. Indeks Biaya Hidup (IBH)

Angka indeks tersebut tidak mengikuti perkembangan nilaimata uang sehingga kebijaksanaan pemerintah dan polakonsumsi sudah berubah (banyak barang yang tercakup dalam IBH sudah tidak dijual lagi), dan hanya mencakup pengeluaran buruh kelas bawah dan jumlah sampel relatif kecil, sehingga Faktor penimbangnya menjadi tidak realistis. Penggunaan indikator inflasi di Indonesia berganti dengan IHK karena kelemahan-kelemahan IBH tersebut.

3. GDP Deflator (PDB deflator)

GDP deflator adalah rasio antara GDP nominal (PDB nominal) dengan GDP real (PDB riil) dari tahun tersebut, GDP Deflator yang mempunyai cakupan lebih luas dibandingkan kedua indeks terdahulu, sebenarnya mencerminkan perkembangan tingkat harga umum (general price index).

4. Indeks Harga Perdagangan Besar

IHPB (Indeks Harga Perdagangan Besar) mengukur inflasi berdasarkan harga-harga barang pada tingkat produsen, metode perhitungannya sama dengan IHK hanya berbeda jumlah & jenis barang dalam keranjang. Barang yang termasuk kategori barang ini merupakan barang mentah dan barang setengah jadi.

2.2.4 Hubungan Pengangguran Dan Inflasi Kurva Phillips

Kurva Phillips pertama kali dikemukakan oleh A.W. Phillips, pada tahun 1958. Phillips menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara pengangguran dan perubahan tingkat upah. Phillips menggunakan perubahan tingkat upah karena upah akan mempengaruhi harga barang dan jasa dan pada

(11)

akhirnya juga mempengaruhi inflasi. Pada perkembangannya, kurva Phillips yang digunakan oleh para ekonom saat ini berbeda dalam penjelasan mengenai hubungan yang terdapat dalam kurva tersebut. Phillips menyatakan bahwa perubahan tingkat upah dapat dijelaskan oleh tingkat pengangguran dan perubahan tingkat pengangguran.

%

0

Tingkat Pengangguran %

Gambar 2.1 Kurva Phillips

Sumber: Samuelson and Nordhaus, 2004: 395

Bentuk kurva Phillips memiliki kemiringan menurun, yang menunjukkan hubungan negatif antara perubahan tingkat upah dan tingkat pengangguran, yaitu saat tingkat upah naik, pengangguran rendah, ataupun sebaliknya. Kurva Phillips membuktikan bahwa antara stabilitas harga dan kesempatan kerja yang tinggi tidak mungkin terjadi secara bersamaan, yang berarti bahwa jika ingin mencapai kesempatan kerja yang tinggi/tingkat pengangguran rendah, sebagai konsekuensinya harus bersedia menanggung beban inflasi yang tinggi. Dengan

T ing ka t I nf la si

(12)

kata lain, kurva ini menunjukkan adanya trade-off (hubungan negatif) antara inflasi dan tingkat pengangguran, yaitu tingkat pengangguran akan selalu dapat diturunkan dengan mendorong kenaikan laju inflasi, dan bahwa laju inflasi akan selalu dapat diturunkan dengan membiarkan terjadinya kenaikan tingkat pengangguran.

2.3 Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan dalam kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk pada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitatif change) dan dan biasanya diukur dengan menggunakan data produk domestik bruto (PDB) atau pendapatan output perkapita. Produk domestik bruto (PDB) adalh total nilai pasar (total market

value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and services) yang

dihasilkan di dalam suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukkan persentase kenaikan pendapatan nasional riil pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya (Muana Nanga, 2005: 273-274).

Indikasi keberhasilan pembangunan suatu negara atau wilayah yang banyak digunakan adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diukur dari tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) untuk lingkup nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk lingkup wilayah. Selain dipengaruhi faktor internal, pertumbuhan ekonomi suatu negara juga dipengaruhi faktor eksternal, terutama setelah era ekonomi yang semakin mengglobal. Secara

(13)

internal, tiga komponen utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi tersebut adalah pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.

2.3.1 Jenis-Jenis PDB (Laporan Sosial Indonesia, 2007)

1. PDB atas dasar harga berlaku (at current market prices) atau nominal, Merupakan PDB yang dinilai atas dasar harga berlaku pada tahun-tahun bersangkutan dengan memperhitungkan inflasi yang terjadi pada tahun tersebut.

2. PDB atas dasar harga konstan (at constant prices) atau harga riil, Merupakan PDB atas dasar harga berlaku, namun tingkat perubahan harganya telah dikeluarkan. Peningkatan besarnya nilai PDB ini dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor. Bermanfaat untuk mengukur laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri.

2.3.2 Cara Penghitungan Pertumbuhan Ekonomi

Laju pertumbuhan ekonomi akan diukur melalui indikator perkembangan PDB dari tahun ke tahun. Perhitungan laju pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan metode yaitu (Laporan Sosial Indonesia, 2007):

%

Keterangan:

PE = pertumbuhan ekonomi PDB = Produk Domestik Bruto t = tahun tertentu

(14)

2.3.3 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Dengan Tingkat Pengangguran Hukum Okun

Arthur Okun (1929 – 1979) adalah salah seorang pembuat kebijakan paling kreatif pada era sehabis perang. Dia memperhatikan faktor-faktor pembangunan yang membantu Amerika Serikat menelusuri dan mengatur usahanya. Ia membuat konsep output potensial dan menunjukkan hubungan antara output dan penganggur. Penganggur biasanya bergerak bersamaan dengan output pada siklus bisnis. Pergerakan bersama dari output dan pengangguran yang luar biasa ini berbarengan dengan hubungan numerikal yang sekarang dikenal dengan nama Hukum Okun.

“ Hukum Okun menyatakan bahwa untuk setiap penurunan 2 persen GDP yang berhubungan dengan GDP potensial, angka pengangguran meningkat sekitar 1 persen”. Hukum Okun menyediakan hubungan yang sangat penting antara pasar output dan pasar tenaga kerja, yang menggambarkan asosiasi antara pergerakan jangka pendek pada GDP riil dan perubahan

angka pengangguran. ” (Samuelson and Nordhaus, 2004: 365-366)

2.4 Kerangka Konseptual

Dengan diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengangguran, maka dapat dianalisis keterkaitan masing-masing variabel tersebut terhadap pengangguran. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Keterkaitan antara pengangguran dengan inflasi bisa dilihat dari makin kecilnya angka pengangguran pada masa inflasi tinggi (masa krisis

(15)

ekonomi). Semakin parah inflasinya, maka semakin besar tenaga kerja yang terserap.

 Antara pengangguran dengan pertumbuhan ekonomi ada hubungan yang bisa dilihat dari makin kecilnya angka pengangguran ketika pertumbuhan ekonomi meningkat. Semakin tinggi pertumbuhan ekonominya, maka semakin kecil angka pengangguran.

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual 2.5 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas karena penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun ruang lingkup hampir sama tetapi karena obyek dan periode waktu yang digunakan berbeda maka terdapat banyak hal yang tidak sama sehingga dapat dijadikan sebagai referensi untuk saling melengkapi.

1. Analisis Hubungan Timbal Balik Antara Tingkat Inflasi dan Tingkat Pengangguran di Indonesia.

Skripsi: Diajukan oleh Natalin R. Siregar, Mahasiswa Program Strata-1 Jurusan Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara (USU).

Variabel : Inflasi (IHK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Tingkat Pengangguran Terbuka Inflasi Pertumbuhan Ekonomi

(16)

Permasalahan : Bagaimana pengaruh Inflasi (IHK) terhadap TPT di Indonesia.

Model Analisis : Analisis Kausalitas Tahun Penelitian : 2006

Hasil Analisis:

Tingkat pengangguran mempengaruhi inflasi, namun inflasi tidak mempengaruhi pengangguran atau disebut kausalitas satu arah. Terbukti bahwa inflasi tidak mempengaruhi pengangguran, dimana Fhitung < Ftabel, tidak signifikan pada 1 % maupun 5 %. Terdapat hubungan kointegrasi antara inflasi dan TPT di Indonesia, artinya ada hubungan keseimbangan dalam jangka panjang.

2. Hubungan Antara Perubahan Tingkat Upah Dan Tingkat Pengangguran Di Indonesia (Periode 1986 – 2005).

Skripsi: Diajukan oleh Purnama Cahya Sari Silalahi, Mahasiswa Program D-IV Jurusan Statistik Ekonomi, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS).

Variabel : Tingkat Pengangguran dan Deviasi Tingkat Inflasi

Permasalahan : Bagaimana sebenarnya hubungan antara perubahan antara tingkat upah dan tingkat pengangguran di Indonesia ?

Model Penelitian : Analisis Kausalitas Tahun Penelitian : 2006

Hasil Analisis:

Pada kasus di Indonesia tahun 1986-2005, hasil pengujian model regresi menunjukkan bahwa secara linier, tingkat pengangguran dan perubahan tingkat upah tidak memiliki hubungan. Hubungan antara kedua variable adalah hubungan

(17)

linier logaritma yang positif, ditunjukkan dengan persamaan double-log. Kurva Phillips Indonesia periode 1986-2005 tidak dapat ditentukan bentuknya. Hasil plot data antara tingkat pengangguran dan tingkat inflasi maupun tingkat pengangguran dan deviasi tingkat inflasi menunjukkan bahwa sebaran data tidak membentuk suatu pola tertentu.

3. Pengaruh Beberapa Variabel Makroekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Periode 1990-2004).

Skripsi: Diajukan oleh Priyo Yudyatmoko, Mahasiswa Program D-IV Jurusan Statistik Ekonomi, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS).

Variabel Dependen : PDB.

Variabel Independen : IHSG, Indeks Produksi, IHK, Nilai kredit, Investasi, Nilai Impor barang modal.

Permasalahan : Bagaimana pengaruh IHSG, Indeks Produksi, IHK, Nilai kredit, Investasi, Nilai Impor barang modal terhadap PDB. di Indonesia.

Model Analisis : Analisis Vector Autoregressive, Kointegrasi, dan Engle Granger Causality.

Tahun Penelitian : 2006 Hasil Analisis:

Hasil dari analisis dan pengujian menunjukkan bahwa PDB dan infrastruktur tidak berpengaruh terhadap penanaman modal dalam negeri di Indonesia. Hal tesebut di sebabkan oleh kondisi sosial politik dan keamanan Indonesia yang belum stabil pasca krisis moneter. Hasil regresi menunjukkan nilai

(18)

koefisien TK adalah 6,223639. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan 1% tenaga kerja, variabel lain tidak berubah (ceteris paribus) mengakibatkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Indonesia naik sebesar 6,223639 %. Jadi adanya kenaikan jumlah tenaga kerja akan berpengaruh terhadap PMDN di Indonesia. Dan krisis ekonomi (Dm) mempunyai pengaruh negatif terhadap terhadap PMDN. Jadi adanya krisis ekonomi akan berpengaruh terhadap PMDN di Indonesia.

Gambar

Gambar 2.1  Kurva Phillips  Sumber: Samuelson and Nordhaus, 2004: 395
Gambar 2.2   Kerangka Konseptual  2.5    Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Laporan Keuangan Konsolidasian Interim Perseroan dan Entitas Anaknya tanggal 31 Juli 2016 dan untuk periode tujuh bulan yang berakhir pada tanggal tersebut, telah

Pemberian variasi perlakuan dengan konsentrasi yang berbeda dari Auksin Sintetik Asam Naftalena Asetat dapat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan Nannochloropsis

Berdasarkan uraian masing-masing di atas bahwa antara power tungkai, tinggi badan dan kelincahan memiliki hubungan yang positif juga Dengan Keterampilan Bermain Bola

Pada pendekatan ini, akuntansi berkembang dari prinsip-prinsip mikroekonomi. Fokusnya terletak pada perusahaan secara individu yang memiliki tujuan untuk bertahan

Tuturan maaf yang dihasilkan antara lain permintaan maaf untuk memulai percakapan dengan sopan; permisi untuk meminta atensi dari lawan bicara, permintaan maaf telah melakukan

Selain ayam ras, ternyata ayam buras mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan peternakan di Indonesia, sekaligus sebagai basis ekonomi petani dipedesaan

Linieritasnya : Sensor kecepatan berupa rangkaian elektronik yang terdiri dari optocoupler jenis U dan schmitt trigger MC74LS14 yang menghasilkan frekuensi keluaran yang

Untuk mendukung pencapaian tujuan keterlaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi dan sejalan dengan salah satu misi Universitas Riau Kepulauan, Lembaga Penelitian dan