• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analysis of Stakeholder Participation in the Preparation of Regional Spatial Plan for the Forestry Sektor in Bogor Regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analysis of Stakeholder Participation in the Preparation of Regional Spatial Plan for the Forestry Sektor in Bogor Regency"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM

PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH UNTUK

SEKTOR KEHUTANAN DI KABUPATEN BOGOR

PURI PUSPITA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah untuk Sektor Kehutanan di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

(4)

RINGKASAN

PURI PUSPITA SARI. Analisis Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah untuk Sektor Kehutanan di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan DIDIK SUHARJITO.

Seiring perubahan paradigma pembangunan dari product center development menjadi people center development dimana manusia mulai ditempatkan sebagai pusat pembangunan, maka perencanaan tata ruang mulai dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat selaku pihak yang terkena dampak langsung dari kebijakan penataan ruang. Proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2005–2025 telah dilaksanakan pada tahun 2006 yang lalu. Proses penyusunan tersebut telah melalui metode partisipasi masyarakat, yaitu dengan cara melakukan penjaringan aspirasi masyarakat dan seminar rancangan rencana tata ruang bersama masyarakat melalui konsultasi publik dan Focus Group Discussion (FGD). Meskipun demikian, masih ditemukan penyimpangan terhadap pemanfaatan rencana tata ruang yang berdampak terhadap penurunan daya dukung lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis mekanisme partisipasi stakeholder dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah 2005-2025 di Kabupaten Bogor, (2) memetakan stakeholder yang terlibat dan perannya dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor, (3) menjelaskan bentuk dan tingkat partisipasi stakeholder serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan, dan (4) merumuskan rancangan strategi perencanaan tata ruang wilayah berbasis partisipatif untuk sektor kehutanan di Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif, dengan menggunakan data primer berupa kuesioner dan hasil wawancara responden yang ditentukan dengan teknik purposive sampling, sedangkan data sekunder berasal dari Bappeda Kabupaten Bogor, Kementerian Kehutanan, Dinas Pertanian dan Kehutanan serta Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor.

Hasil analisis menunjukkan penggunaan lahan yang konsisten terhadap RTRW Kabupaten Bogor adalah seluas 245.261,50 ha (80,24%), sedangkan penggunaan lahan yang tidak konsisten seluas 60.380,77 ha (19,76%). Inkonsistensi RTRW didominasi oleh semak belukar yaitu seluas 30.838,58 ha atau 51,07% dari total luas inkonsistensi. Luas inkonsistensi terbesar pada peruntukan kawasan hutan dengan luas 52.411,68 ha setara dengan 86,80% dari luas total inkonsistensi tata ruang atau 17,15% dari luas Kabupaten Bogor. Alih fungsi kawasan hutan terjadi karena pengaruh kegiatan ekonomi, perkembangan penduduk dan sosial budaya sehingga menimbulkan dampak berupa kerusakan lingkungan, degradasi lahan, dan penurunan daya dukung lingkungan.

(5)

Kehutanan), subject (masyarakat) dan crowd (LSM dan akademisi). Bentuk partisipasi stakeholder didominasi oleh pemberian informasi/data dan penyampaian masukan/saran/ide terhadap rancangan RTRW yang telah disusun. Tingkat partisipasi stakeholder dalam kelompok subject dan crowd menurut tipologi partisipasi Arnstein (1969) berada pada level konsultasi yaitu tingkat keempat dalam tangga partisipasi Arnstein dan termasuk derajat tokenisme/penghargaan (degree of tokenism). Tingkat partisipasi masyarakat penyangga kawasan konservasi masih rendah yaitu pada level informasi dan konsultasi yang termasuk derajat tokenisme/penghargaan (degree of tokenism), hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat di sekitar hutan. Masyarakat penyangga Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) memiliki tingkat partisipasi yang lebih tinggi daripada Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), tetapi luas inkonsistensi RTRW dan laju perubahan tutupan hutan di TNGHS lebih tinggi dari TNGGP, hal ini menunjukkan ada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi laju perubahan tutupan hutan, diantaranya adalah faktor ekonomi. Bentuk partisipasi dipengaruhi oleh peran LSM, sedangkan tingkat partisipasi dipengaruhi oleh variabel pendidikan dan pekerjaan. Masyarakat telah memiliki persepsi dan pengetahuan yang baik tentang sumberdaya hutan dan RTRW sektor kehutanan, melalui pemanfaatan sumberdaya hutan secara lestari berdasarkan kearifan lokal, tetapi persepsi masyarakat yang baik belum diimbangi dengan partisipasi yang tinggi.

Secara umum stakeholder yang berperan dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor masih didominasi oleh key players, sedangkan peranan stakeholder dalam kelompok subject dan crowd masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa metode partisipasi masyarakat dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor hanya sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah, karena tuntutan desentralisasi dalam otonomi daerah yang menghendaki pemerintah berperan bersama stakeholder lain dalam perencanaan pembangunan. Sedangkan tujuan pemberdayaan masyarakat yang ingin dicapai dengan partisipasi itu sendiri belum dapat terwujud. Agar rencana tata ruang yang dihasilkan dapat digunakan sebagai acuan dalam pembangunan berkelanjutan, maka perlu diterapkan prinsip transparansi pada setiap tahap perencanaan dan juga kebijakan penataan ruang baik wilayah maupun sektoral harus bersinergi dengan hukum adat/kearifan lokal masyarakat di sekitar hutan sehingga dapat meminimalisasi konflik tata ruang pada sektor kehutanan.

(6)

SUMMARY

PURI PUSPITA SARI. Analysis of Stakeholder Participation in the Preparation of Regional Spatial Plan for the Forestry Sektor in Bogor Regency. Supervised by KUKUH MURTILAKSONO and DIDIK SUHARJITO.

Along with the shifting development paradigm from product-centred to people-centred development where community is the main concern of development, spatial planning starts to run in participatory manner, involving community receiving direct impact from spatial planning policy. In 2006, 2005-2025 Bogor District Spatial Planning (RTRW) was conducted using participatory method involving stakeholders through public consultation, Focus Group Discussion (FGD) and public seminar. However, non-compliances still found in the RTRW implementation. This research, therefore, aims to (1) analyze the stakeholder participatory process in the 2005-2025 Bogor RTRW; (2) analyze the stakeholders involved and their roles in making the 2005-2025 Bogor RTRW; (3) analyze form and level of the stakeholder participation in making of 2005-2025 Bogor RTRW and the affecting factors to forestry sector; and (4) formulating participatory spatial planning strategy for forestry sector in the district. This research focuses on field study, while the employed method is qualitative and quantitative descriptive analysis. Data has been collected mainly from respondents by using purposive sampling method. Primary data has been collected from questionnaire and interview, complemented with secondary data from Bogor District Development Planning Agency (BAPPEDA), Ministry of Forestry, District Agriculture and Forestry Office, and District Statistics Office.

The analysis result indicates that size of land uses complying with the

district’s RTRW is 245,261.50 hectares (80.24%), while the non-complying is 60,380.77 hectares (19.76%). The latter is dominated by bushed lands covering 30.838,58 ha (51.07%) out of the total non-complying area. The largest portion of non-compliance in the forest-allocated area being 52,411.68 hectares (86,80%) out of the total non-complying area is equal to 17,15% of the district’s entire area. Land use change from forest to other uses is caused by economic activities, population growth, and socio-cultural activities which lead to environmental damage, and weakened environmental support function.

The result shows that there are differences between the 2005-2025 Bogor RTRW and applicable regulation in terms of participation characteristics, employed media, inputting period, and current non-engagement of community in RTRW concept drafting, stipulation and authorisation process. Stakeholders involved in 2005-2025 Bogor RTRW are divided into three groups, i.e. (i) key players (Bogor District Government and Ministry of Forestry); (ii) subject (community); and crowd (NGOs and academicians). The stakeholder participation is dominated with information provision/data contribution and proposing input/recommendation/idea to the prepared RTRW. The stakeholder participation level in subject and crowd groups are, based on Arnstein’s (1969) participation

typology, at consultation level, which is the fourth level in Arnstein’s

(7)

community in the conservation buffering area is still low. This is due to their low education and economic levels. Community living in Mt. Halimun Salak National Park (GHS-NP) buffering area has higher participation level than those in Mt. Gede Pangrango National Park (GGP-NP) buffering area. However, non-compliance in terms of spatial planning and rate of forest cover change in GHSNP is higher than that in GGP-NP. This indicates external factors affecting the rate of forest cover change, such as economic factor. The participation form is affected by NGO roles, while the level is by education and occupation variables. The community already has good perception and knowledge on forest resources and forestry sector RTRW through local wisdom-based sustainable use of forest resources, although not balanced with their high participation yet.

In general, the stakeholder roles are still dominated by key players. Stakeholder roles in subject and crowd groups are still low. This indicates that the community participation method in the preparation of Bogor RTRW is merely an obligation to the government as decentralisation and local autonomy require district governments to engage other stakeholders in development planning. The objective to empower the community with the participation itself is yet to be achieved. In order the produced RTRW to be made reference to sustainable development, transparency principles in all planning process must be implemented, and a good spatial planning, whether it is regional or sectoral, needs to be synergised with customary law/local wisdom around the forest to minimise spatial layout conflict in forestry sector.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

ANALISIS PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM

PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH UNTUK

SEKTOR KEHUTANAN DI KABUPATEN BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis : Analisis Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah untuk Sektor Kehutanan di Kabupaten Bogor Nama : Puri Puspita Sari

NIM : A156120234

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS Ketua

Prof Dr Ir Didik Suharjito, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga penelitian yang berjudul “Evaluasi Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah untuk Sektor Kehutanan di Kabupaten Bogor” ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS dan Prof Dr Ir Didik Suharjito, MS sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai tahap awal hinga penyelesaian tesis ini. 2. Dr Ir Djuara Lubis, MS selaku penguji luar komisi dan Dr Ir Khursatul

Munibah, M.Sc selaku perwakilan program studi atas masukan dan arahan bagi penyempurnaan tesis ini.

3. Ketua Program Studi Prof Dr Ir Santun RP Sitorus, serta seluruh dosen pengajar, asisten dan staff pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB.

4. Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).

5. Kementerian Kehutanan cq Ditjen Planologi Kehutanan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis.

6. Keluarga besar Bagian Hukum dan Kerjasama Teknik, khususnya Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Teknik serta Kepala Sub Bagian Kerjasama Teknik atas dukungannya selama penulis menempuh studi.

7. Rekan-rekan kelas khusus PWL 2012 atas kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini, serta semua pihak yang namanya tidak dapat Penulis sebut satu-satu 8. Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada suamiku Dania Irwansyah, S.Hut dan anak-anakku Azka Maula Akhtarsyah dan Arsyila Puti Humaira atas segala doa, harapan, kasih sayang, pengertian dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini.

9. Penulis menghaturkan hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada Papa (Alm) dan Mama serta adikku atas doa, dukungan, kasih sayang dan pengorbanan yang telah diberikan pada masa-masa sulit ketika penulisan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bogor, April 2014

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN v

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

Hipotesis 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2. TINJAUAN PUSTAKA 5

Konsep Penataan Ruang 5

Konsep Stakeholder 6

Konsep Partisipasi 7

3. METODE PENELITIAN 11

Kerangka Pemikiran 11

Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Bahan dan Alat 14

Teknik Pengambilan Sampel 14

Analisis Data 15

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 20

Letak Geografis dan Administratif 20

Kondisi Fisik Wilayah 20

Kawasan Hutan di Kabupaten Bogor 23

Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah Kabupaten Bogor 24 Permasalahan Tata Ruang Sektor Kehutanan di Kabupaten Bogor 28 5. MEKANISME PENYUSUNAN RTRW SEKTOR KEHUTANAN

BERBASIS PARTISIPATIF DI KABUPATEN BOGOR 34

Analisis Kebijakan Penyusunan RTRW Sektor Kehutanan Berbasis

Partisipatif 34

Mekanisme Penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 41 6. PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENYUSUNAN RTRW

SEKTOR KEHUTANAN DI KABUPATEN BOGOR 54

Peranan Stakeholder dalam Penyusunan RTRW Sektor Kehutanan 54 Bentuk dan Tingkat Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan RTRW

Sektor Kehutanan 58

(15)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Stakeholder dalam

Penyusunan RTRW Sektor Kehutanan 71

7. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYUSUNAN RTRW

SEKTOR KEHUTANAN DI KABUPATEN BOGOR 82

Perencanaan Tata Ruang Wilayah dalam Kawasan Hutan 82 Persepsi dan Pengetahuan Masyarakat terhadap Sumberdaya Hutan dan

RTRW Sektor Kehutanan 84

Partisipasi Masyarakat dalam Penataan Ruang Sektor Kehutanan 88 8. STRATEGI PERENCANAAN TATA RUANG SEKTOR KEHUTANAN

BERBASIS PARTISIPATIF 90

Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Perencanaan Tata Ruang

Wilayah Sektor Kehutanan Berbasis Partisipatif 90 Strategi Perencanaan Tata Ruang Berbasis Partisipatif untuk Sektor

Kehutanan 92

9. SIMPULAN DAN SARAN 94

Simpulan 94

Saran 95

DAFTAR PUSTAKA 96

LAMPIRAN 99

(16)

DAFTAR TABEL

1. Lokasi penelitian 13

2. Rincian unsur-unsur dan jumlah responden dalam penelitian 14 3. Variabel tingkat kepentingan stakeholder dalam penyusunan RTRW sektor

kehutanan 16

4. Variabel tingkat pengaruh stakeholder dalam penyusunan RTRW sektor

kehutanan 16

5. Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaan stakeholder dalam

penyusunan RTRW 16

6. Kategori tingkat partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW 18 7. Tujuan, jenis data, sumber data serta analisis data penelitian 19 8. Penggunaan lahan aktual Kabupaten Bogor Tahun 2010 21 9. Luasan kawasan hutan di Kabupaten Bogor berdasarkan fungsinya 23 10. Luas peruntukan lahan dalam RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 25 11. Luas inkonsistensi pemanfaatan ruang di Kabupaten Bogor Tahun 2010 29 12. Perbandingan inkonsistensi RTRW Kabupaten Bogor dengan penggunaan

lahan aktual di TNGGP dan TNGHS 30

13. Peranan stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun

2005-2025 48

14. Perbandingan antara implementasi partisipasi masyarakat dalam

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor dan Permen PU No. 16/2009 51 15. Perbandingan antara implementasi partisipasi masyarakat dalam

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor dan PP No. 68/2010 52 16. Identifikasi stakeholder dan perannya dalam penyusunan RTRW

Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 sektor kehutanan 55

17. Bentuk partisipasi stakeholder dalam penjaringan aspirasi masyarakat pada

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 59

18. Bentuk partisipasi stakeholders pada seminar rancangan RTRW

Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 60

19. Bentuk partisipasi yang diinginkan oleh responden dalam penyusunan

RTRW Kabupaten Bogor 61

20. Tingkat partisipasi stakeholder dalam kelompok subject pada penyusunan

RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 62

21. Tingkat partisipasi stakeholder dalam kelompok crowd pada penyusunan

RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 63

22. Partisipasi stakeholder dalam kelompok key players pada proses

penyusunan RTRWK Bogor Tahun 2005-2025 64

23. Lokasi penelitian partisipasi masyarakat dalam penyusunan RTRW

Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 di kawasan konservasi 65 24. Tingkat partisipasi masyarakat penyangga kawasan TNGGP dalam

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 66

25. Tingkat partisipasi masyarakat di kawasan penyangga TNGHS dalam

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 67

26. Perubahan tutupan lahan di TNGHS Tahun 1990-2012 69 27. Perubahan tutupan lahan di TNGGP Tahun 1990-2012 70 28. Sebaran distribusi frekuensi jenis kelamin responden yang terlibat dalam

(17)

29. Sebaran distribusi frekuensi usia responden yang terlibat dalam

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 71

30. Sebaran distribusi frekuensi tingkat pendidikan responden yang terlibat

dalam penyusunan RTRWK Bogor Tahun 2005-2025 72

31. Sebaran distribusi frekuensi jenis pekerjaan responden yang terlibat dalam

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 72

32. Sebaran distribusi frekuensi penghasilan responden yang terlibat dalam

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 73

33. Sebaran distribusi frekuensi kehadiran dalam sosialisasi dan pembinaan

tata ruang yang diselenggarakan oleh Pemda Kabupaten Bogor 74 34. Sebaran distribusi frekuensi kehadiran dalam sosialisasi dan pembinaan

tata ruang yang diselenggarakan oleh LSM 74

35. Hasil uji chi square terhadap bentuk partisipasi stakeholder kelompok

subject dalam penjaringan aspirasi di Kabupaten Bogor 75 36. Hasil uji chi square terhadap bentuk partisipasi stakeholder subject dalam

seminar rancangan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 75 37. Hasil uji chi square tehadap tingkat partisipasi stakeholder kelompok

subject dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 75 38. Hasil uji chi square bentuk partisipasi stakeholder kelompok crowd dalam

penjaringan aspirasi di Kabupaten Bogor 77

39. Hasil uji chi square bentuk partisipasi stakeholder kelompok crowd

dalam seminar rancangan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 77 40. Hasil uji chi square tehadap tingkat partisipasi stakeholder kelompok

crowd dalam penyusunan RTRWK Bogor Tahun 2005-2025 77 41. Hasil uji chi square bentuk partisipasi stakeholder kelompok key players

dalam penjaringan aspirasi masyarakat di Kabupaten Bogor 78 42. Hasil uji chi square bentuk partisipasi stakeholder kelompok key players

dalam seminar rancangan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 78 43. Hasil uji chi square tehadap tingkat partisipasi stakeholder kelompok key

players dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 78 44. Hasil uji chi square faktor internal dan eksternal dengan bentuk partisipasi

stakeholder pada tahap penjaringan aspirasi di Kab. Bogor 79 45. Hasil uji chi square bentuk partisipasi stakeholder pada seminar rancangan

RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 79

46. Hasil uji chi square tehadap tingkat partisipasi stakeholder dalam

(18)

DAFTAR GAMBAR

1. Kedudukan hutan dalam RTRW 6

2. Tangga partisipasi masyarakat Arnstein 9

3. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian 13

4. Matriks tingkat keterlibatan dan pengaruh stakeholder 17 5. Peta penggunaan lahan Kabupaten Bogor Tahun 2010 22 6. Peta peruntukan lahan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 27 7. Peta inkonsistensi RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 28 8. Proses penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 44 9. Pemetaan stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor 57 10. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi stakeholder dalam

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 81 11. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dan perencanaan tata ruang

sektor kehutanan 84

12. Pengetahuan masyarakat tentang hutan dan RTRW Kabupaten Bogor 85 13. Persepsi masyarakat tentang hutan dan RTRW sektor kehutanan 85 14. Persepsi masyarakat tentang alasan mematuhi aturan tata ruang 87

DAFTAR LAMPIRAN

1. Matrik logik inkonsistensi penggunaan lahan aktual terhadap RTRW

Kawasan Jabodetabek 99

2. Perbandingan luas inkonsistensi pemanfaatan ruang di Kabupaten Bogor

Tahun 2010 100

3. Inkonsistensi antara RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 dengan

penggunaan Aktual Tahun 2010 101

4. Tabulasi data hasil kuesioner yang digunakan untuk uji chi square 102

5. Nilai Analisis Stakeholder 103

(19)
(20)

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perencanaan wilayah merupakan upaya mengatur pemanfaatan ruang dalam suatu wilayah yang berhubungan dengan akitivitas masyarakat dalam memanfaatkan ruang. Dalam perencanaan wilayah konvensional, rencana tata ruang disusun secara top-down tanpa melibatkan masyarakat. Seiring dengan perubahan paradigma pembangunan dari product center development menjadi people center development, perencanaan tata ruang mulai dilakukan secara partisipatif dengan menempatkan masyarakat selaku pihak yang terkena dampak kebijakan penataan ruang sebagai pelaku utama dalam pembangunan.

Setiahadi (2006) menyatakan salah satu penyebab Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) belum sepenuhnya menjadi acuan dalam pemanfaatan ruang adalah karena rendahnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan tata ruang. Agar penataan ruang menjadi efektif maka diperlukan perbaikan kualitas rencana tata ruang melalui partisipasi masyarakat lokal. Selaras dengan itu, Kartodihardjo (2008) menyebutkan sebagai peraturan pembangunan daerah yang legal, RTRW dianggap gagal mewakili kepentingan berbagai pihak, khususnya dalam pendistribusian kesempatan untuk memanfaatkan sumberdaya alam/hutan/lahan, sehingga pada akhirnya menyebabkan konflik pengelolaan dan penguasaan sumberdaya alam/hutan/lahan. Beberapa issue strategis serta tantangan dalam penataan ruang di Indonesia, yaitu:

1. Belum optimalnya peranan penataan ruang dalam menyelaraskan berbagai program sektoral sehingga rawan terjadi konflik kepentingan antar sektor. 2. Meskipun peran serta masyarakat telah diatur melalui PP No.68 Tahun 2010

tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, tetapi proses pelibatan masyarakat sebagai subyek utama dalam penataan ruang belum optimal.

3. Lemahnya kepastian hukum dalam pengendalian pemanfaatan ruang serta lemahnya koordinasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

4. RTRW belum menjadi pedoman dalam perencanaan pembangunan sehingga terjadi inkonsistensi antara RTRW dengan penggunaan lahan aktual.

(21)

Partisipasi masyarakat dalam penyusunan RTRW yang berhubungan dengan sektor kehutanan merupakan salah satu faktor pendukung kelestarian hutan, dengan adanya pengakuan masyarakat terhadap status kawasan hutan maka pengukuhan kawasan hutan dapat berjalan dengan baik. Rendahnya partisipasi masyarakat merupakan salah satu tantangan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang selaras dengan kelestarian hutan, kebijakan tata ruang yang tidak partisipatif rawan menimbulkan konflik antara pemerintah dan masyarakat. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan telah memberikan landasan hukum bagi partisipasi masyarakat pada sektor kehutanan, akan tetapi jaminan hukum tersebut masih bersifat umum dan cenderung bias dalam implementasinya.

Berbagai penelitian mengenai perencanaan partisipatif dalam penyusunan rencana tata ruang telah banyak dilakukan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suciati (2006) mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kota Pati menunjukan bahwa partisipasi masyarakat dalam penyusunan RUTR Kota Pati hanya sekedar memenuhi kewajiban pemerintah karena tuntutan desentralisasi dan otonomi daerah, sedangkan tujuan pemberdayaan masyarakat yang ingin dicapai dengan partisipasi itu sendiri belum tercapai. Penelitian Farchan (2005) mengenai Persepsi Stakeholder atas Perencanaan Partisipatif dalam Penyusunan RTRW Kabupaten Semarang menunjukan bahwa terdapat perbedaan persepsi antar stakeholder mengenai partisipasi, masyarakat dan LSM berpandangan bahwa tingkat partisipasi dalam penyusunan RTRW Kabupaten Semarang belum partisipatif, sedangkan menurut pemerintah sudah partisipatif. Purnamasari (2008) telah melakukan penelitian mengenai studi Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi dengan hasil belum optimalnya proses perencanaan pembangunan di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi. Penelitian mengenai perencanaan partisipatif di Kabupaten Pemalang juga pernah dilakukan oleh Wibowo (2009), dengan hasil bahwa keterlibatan masyarakat Kecamatan Pemalang dalam mengetahui, menggali, dan mengumpulkan informasi serta mengenali masalah yang bersifat lokal sudah dimulai dari tingkat RT sampai pada pelaksanaan Musrenbang. Wirasaputri (2006) menjelaskan bahwa RTRW Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2018 belum memenuhi asas keterpaduan, asas daya guna dan hasil guna, asas keserasian, keseimbangan dan keselarasan, asas keberlanjutan, asas keterbukaan dan asas perlindungan hukum karena masyarakat belum dilibatkan secara langsung dalam perencanaan tata ruang.

(22)

Perumusan Masalah

Letak geografis Kabupaten Bogor yang strategis berdampak positif bagi perkembangan ekonomi dan wilayah. Akan tetapi karena sebagian besar wilayah di Kabupaten Bogor memiliki fungsi lindung, maka pengembangan ekonomi melalui pemanfaatan sumberdaya alam telah menjadi tantangan tersendiri bagi kelestarian hutan. RTRW Kabupaten Bogor diharapkan dapat mewujudkan keterpaduan antara kelestarian hutan dengan pengembangan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah, sehingga pada akhirnya tercipta pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), yaitu pembangunan yang tidak hanya mencakup wilayah (lahan) tetapi juga semua unsur di dalamnya, baik ekologi, ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, perencanaan tata ruang tidak hanya dilakukan berdasarkan pendekatan ekonomi, tetapi juga melalui pendekatan ekologi dan sosial budaya sebagai bagian dari konsep pembangunan berkelanjutan.

Secara ideal, penataan ruang di Kabupaten Bogor harus melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder) baik pemerintah, sektoral maupun masyarakat. Melalui peran aktif stakeholder dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan tata ruang diharapkan dapat meminimalisasi terjadinya konflik tata ruang dan pada akhirnya dapat tercapai pembangunan yang berkelanjutan. Proses penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 yang dilaksanakan pada tahun 2007 telah melibatkan peran serta stakeholder, akan tetapi belum diketahui sejauh mana tingkat partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor khususnya yang terkait sektor kehutanan.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan mengenai mekanisme penyusunan rencana tata ruang di Kabupaten Bogor, bentuk dan tingkat partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor, serta faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi stakeholder terutama pada sektor kehutanan, sehingga diharapkan akan diperoleh rekomendasi strategi perencanaan tata ruang wilayah sektor kehutanan berbasis partisipatif di Kabupaten Bogor.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menjelaskan mekanisme partisipasi stakeholder dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan.

2. Memetakan stakeholder yang terlibat dan peranannya dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan.

3. Menjelaskan tingkat partisipasi stakeholder serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan.

(23)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dan Kementerian Kehutanan dalam mengoptimalkan partisipasi stakeholder pada penyusunan RTRW sektor kehutanan yang berbasis partisipatif sehingga dapat mengurangi konflik tata ruang di Kabupaten Bogor.

Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dibuat, maka hipotesis yang diajukan adalah adanya hubungan (korelasi) yang signifikan antara tingkat dan bentuk partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan dengan faktor-faktor internal dan eksternal stakeholder.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah mengkaji partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW yang berkaitan dengan sektor kehutanan. Stakeholder yang menjadi responden adalah mereka yang pernah menghadiri konsultasi publik dalam rangka penyusunan RTRW Kabupaten Bogor untuk sektor kehutanan, terdiri dari unsur Pemerintahan (Pemda dan Pemerintah Pusat) dan unsur masyarakat (masyarakat, LSM dan akademisi).

Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap sumberdaya hutan dan RTRW sektor kehutanan, maka responden yang dipilih yaitu masyarakat di desa yang berbatasan secara langsung dengan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, sehingga terkena dampak kebijakan RTRW untuk sektor kehutanan.

(24)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Penataan Ruang

Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, laut, dan udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Selanjutnya yang disebut tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak. Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang, yang meliputi tata guna tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah, yang meliputi fungsi lindung dan budidaya (Rustiadi et al. 2011). Penataan ruang dilandasi oleh 4 (empat) prinsip pokok, yaitu : (1) holistik dan terpadu, (2) keseimbangan antar kawasan, (3) keterpaduan penanganan secara lintas sektor dan lintas wilayah administratif, dan (4) pelibatan masyarakat mulai tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang (Rustiadi et al. 2011). Hal ini menunjukkan bahwa sasaran utama perencanaan tata ruang pada dasarnya adalah menghasilkan penggunaan lahan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Perencanaan tata ruang harus dapat diterima oleh masyarakat dan berorientasi pada keseimbangan fisik lingkungan dan sosial, sehingga menjamin peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan.

RTRW merupakan perangkat penataan ruang yang disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif dan berfungsi sebagai panduan bagi seluruh stakeholder dalam pemanfaatan lahan selama kurun waktu tertentu. (Permen PU No. 16 Tahun 2009). Posisi kawasan hutan dalam RTRW yaitu mengisi pola ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pada kawasan lindung, hutan memberikan fungsi perlindungan dan konservasi. Dalam konteks kehutanan, pola ruang kawasan lindung terdiri dari hutan lindung, hutan gambut, dan kawasan suaka alam/kawasan pelestarian alam. Sedangkan pada kawasan budidaya, hutan dikelola untuk mendukung produksi hasil hutan berupa kayu, non-kayu dan jasa lingkungan seperti yang dilakukan pada kawasan hutan produksi dengan tujuan produksi komoditas kehutanan. Keterkaitan antara RTRW dengan sektor kehutanan dapat dilihat pada Gambar 1.

(25)

Gambar 1 Kedudukan hutan dalam RTRW

Konsep Stakeholder

Grimble dan Chan (1995) mendefinisikan stakeholder sebagai semua yang mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan tindakan dari suatu sistem. Meyers (2001) mendefinisikan stakeholder sebagai sekelompok orang yang mempunyai hak dan kewajiban dalam suatu sistem. Menurut Asikin (2001) stakeholder adalah semua pihak yang kepentingannya terpengaruh oleh dampak, baik positif maupun negatif dari suatu kebijakan.

Lindenberg dan Crosby (1981) dalam Reed et al. (2009) menyatakan nahwa analisis stakeholder merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi stakeholder yang memiliki peran dalam pengambilan keputusan, mengetahui kepentingan dan pengaruh stakeholder, memetakan hubungan berdasarkan besarnya pengaruh dan kepentingan masing-masing stakeholder serta pemahaman stakeholder dalam pengembangan organisasi.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dirumuskan bahwa unsur terpenting dalam analisis stakeholder adalah penilaian terhadap kepentingan (interests), kedekatan kepentingan (importance) tersebut dengan kepentingan pengambil keputusan dan substansi kebijakan yang mau diputuskan, serta tingkat pengaruhnya (influence) pada proses penyusunan kebijakan, yaitu besar kecilnya kemampuan stakeholder tertentu dalam membujuk atau memaksa pihak lain untuk mengikuti kemauannya. Lebih lanjut Lindenberg dan Crosby (1981) dalam Reed et al. (2009) telah membagi stakeholder menjadi 4 (empat) kelompok berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya, yaitu :

a. Key Player yaitu stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang besar sehingga paling aktif dalam menetukan kebijakan.

Kawasan Lindung Kawasan Budidaya

3.KSA (Cagar Alam, Suaka Margasatwa), KPA

(26)

b. Subjects yaitu stakeholder yang memiliki kepentingan yang besar, tetapi pengaruhnya kecil. Stakeholder ini bersifat supportif, mempunyai kapasitas yang kecil untuk mengubah situasi dan mudah dipengaruhi stakeholder lain. c. Context Setter yaitu stakeholder yang memiliki pengaruh yang besar, tetapi

memiliki kepentingan yang kecil. Stakeholder ini mungkin akan memberikan bahaya yang nyata, sehingga harus dipantau dan dikelola.

d. Crowd yaitu stakeholder dengan kepentingan dan pengaruh yang kecil. Stakeholder ini mempertimbangkan segala kegiatan yang mereka lakukan

Konsep Partisipasi

Konsep partisipasi sebagai pendekatan dalam program pembangunan masyarakat sebenarnya sudah muncul pada awal tahun 1980-an, akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan makna. Partisipasi hanya digunakan sebagai label terhadap peranserta masyarakat tanpa menyentuh pada substansi peranserta itu sendiri. Menurut Cohen dan Uphoff (1977), partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembuatan keputusan tentang apa yang dilakukan, dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan untuk berkontribusi sumberdaya atau bekerjasama dalam organisasi atau kegiatan khusus, berbagi manfaat dari program pembangunan dan evaluasi program pembangunan.

Korten (1988) dalam pembahasannya tentang berbagai paradigma pembangunan mengungkapkan bahwa dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat, partisipasi adalah proses pemberian peran kepada individu bukan hanya sebagai subyek melainkan sebagai aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Midgley (1986) melihat partisipasi sebagai upaya memperkuat kapasitas individu dan masyarakat untuk mendorong mereka dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi.

Conyers (1994) menjelaskan bahwa pendekatan dalam partisipasi masyarakat adalah keterlibatan langsung masyarakat dalam proses pembangunan. Nasdian (2003) mendefinisikan perencanaan partisipatif sebuat suatu proses pengambilan keputusan yang sistematis menggunakan berbagai informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber dengan melibatkan berbagai stakeholder dalam suatu siklus manajemen, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Melibatkan semua unsur yang berperan dalam proses pengambilan keputusan 2. Peran serta berbagai pihak yang terorganisis untuk meningkatkan pengawasan

terhadap sumberdaya dan kelembagaan kelompok dan organisasi sosial 3. Partisipasi stakeholder sebagai suatu proses pengawasan atas inisiatif lokal

(27)

Jenis Partisipasi

Berdasarkan sistem dan mekanisme partisipasi, Cohen dan Uphoff (1977) membagi partisipasi masyarakat menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:

1. Partisipasi dalam proses pembuatan keputusan (participation in decision making), yaitu bentuk keikutsertaan publik dalam memberi saran dan kritik mengenai proses pembuatan kebijakan pemerintah melalui keikutsertaan masyarakat dalam rapat. Tahap ini sangat penting karena masyarakat hanya akan terlibat dalam aktifitas selanjutnya bila mereka merasa terlibat dalam perencanaan kegiatan.

2. Partisipasi dalam pelaksanaan (participation in implementation), yaitu publik terlibat dalam implementasi kebijakan. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi berupa sumbangan pemikiran, sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek.

3. Partisipasi dalam memanfaatkan hasil pembangunan (participation in benefit), yaitu publik turut menikmati hasil/manfaat dari implementasi kebijakan pemerintah. Tahap ini merupakan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat, semakin besar manfaat proyek yang dirasakan oleh masyarakat artinya proyek tersebut berhasil mengenai sasaran.

4. Partisipasi dalam evaluasi (participation in evaluation), yaitu kontribusi publik dalam mengevaluasi kebijakan pemerintah. Partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukkan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya.

Fokus dalam penelitian ini adalah partisipasi stakeholder dalam proses pembuatan keputusan (participation in decision making), yaitu dalam penyusunan dan penetapan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan.

Tipologi Partisipasi

Tipologi partisipasi menggambarkan derajat keterlibatan masyarakat dalam proses partisipasi yang didasarkan pada seberapa besar kekuasaan (power) yang dimiliki masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Manfaat tipologi partisipasi ini yaitu untuk: 1) membantu memahami praktek dari proses pelibatan masyarakat; 2) mengetahui sejauh mana upaya peningkatan partisipasi masyarakat dan 3) menilai dan mengevaluasi keberhasilan kinerja dari pihak-pihak yang melakukan pelibatan masyarakat.

(28)

Gambar 2 Tangga partisipasi masyarakat Arnstein

Anak tangga (1) Manipulation dan (2) Therapy menjelaskan level non-partisipasi. Tujuan utama dalam proses tersebut bukan untuk membuat masyarakat untuk terlibat dalam proses perencanaan dan menjalankan program, tetapi

menggunakan pemegang kekuasaan untuk “mendidik” dan “mengobati” partisipan atau masyarakat. Anak tangga (3) Informing dan (4) Consultation pada level partisipasi formalitas (Tokenisme). Pada tahapan ini masyarakat diberi kesempatan untuk mendengar dan didengarkan. Namun pada kondisi ini, masyarakat tidak memiliki kekuatan untuk memastikan apakah suara mereka benar-benar diperhatikan oleh pemegang kekuasaan atau tidak. Anak tangga (5), placation, memiliki level yang lebih tinggi karena memperbolehkan masyarakat memberi informasi tambahan, tetapi hak untuk memutuskan tetap ada di pemegang kekuasaan. Selanjutnya anak tangga (6) partnership, memungkinkan masyarakat ikut bernegosiasi dan terlibat dalam proses tawar menawar dengan pemangku kekuasaan. Terakhir, pada anak yang paling atas, (7) Delegated Power dan (8) Citizen Control, masyarakat sudah mendapatkan mayoritas kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan manajerial program atau kegiatan.

Sherry Arnstein merupakan tokoh yang pertama kali mendefinisikan strategi partisipasi yang didasarkan pada distribusi kekuasaan antara masyarakat (komunitas) dengan badan pemerintah. Arnstein (1969) menekankan adanya perbedaan yang mendasar antara bentuk partisipasi yang bersifat semu (tokenism) dengan betuk partisipasi yang mempunyai kekuatan nyata (real power) dalam mempengaruhi hasil akhir dari suatu proses. Delapan (8) tangga partisipasi Arnstein memberikan pemahaman mengenai adanya potensi untuk memanipulasi keputusan sehingga mengurangi kemampuan masyarakat dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Menurut Cornwall (2008), tangga partisipasi Arnstein secara umum telah normatif. Namun belum dijelaskan secara detail mengenai mekanisme kontrol, masyarakat yang terlibat, serta batasan dalam kontrol masyarakat.

Bass et al. (1995) dalam Aligori (2004) membagi partisipasi masyarakat berdasarkan keikutsertaan dalam proses penetapan kebijakan, yaitu: (1) masyarakat diposisikan hanya sebatas pendengar; (2) masyarakat diposisikan sebagai pendengar dan pemberi informasi; (3) masyarakat diposisikan sebagai

8. Citizen Control

7. Delegated Power

6. Partnership

5. Placation

4. Consultation

3. Informing

2. Therapy

1. Manipulation

Citizen Power

Tokenism

(29)

stakeholder yang memiliki kekuatan dalam sebuah kelembagaan yang bekerjasama dalam merancang peraturan kebijakan; (4) masyarakat dapat bekerjasama dengan berbagai stakeholder untuk menganalisis perencanaan kebijakan; (5) masyarakat secara bersama-sama memutuskan kebijakan dan program-program aksi bersama; (6) partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan dan evaluasi program pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam.

Slamet (1993) menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan terwujud bila didukung oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. Adanya kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang

disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi.

2. Adanya kemauan, yaitu adanya sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotivasi berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut.

(30)

3.

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian dibangun berdasarkan pandangan bahwa partisipasi stakeholder, khususnya masyarakat dalam perencanaan tata ruang akan menghasilkan RTRW yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat, yaitu perencanaan yang tanggap pada preferensi dan kebutuhan masyarakat yang potensial terkena dampak dari implementasi kebijakan publik (McConnel 1981 dalam Suciati 2006). Untuk mencapai perencanaan yang responsif maka masyarakat harus dilibatkan mulai dari tahap identifikasi permasalahan, penyampaian aspirasi sampai dengan tahap pelaksanaan RTRW. Perencanaan tata ruang yang disusun secara komprehensif dan partisipatif akan menumbuhkan kesadaran (awareness) masyarakat untuk mematuhi RTRW tersebut, sehingga pada akhirnya dapat mengurangi penyimpangan dalam pemanfaatan ruang serta resiko terjadinya konflik.

UNDP (1997) dalam Sumarto (2003) mengartikan partisipasi sebagai keterlibatan masyarakat dalam pembentukan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya, dimana partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan bersosialisasi dan berbicara serta secara konstruktif. Pendekatan partisipatif dalam perencanaan tata ruang melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Brown et al (2001), mendefinisikan pemangku kepentingan (stakeholder) sebagai seseorang, organisasi atau kelompok yang memiliki kepentingan terhadap sumberdaya alam sehingga perlu terlibat dalam pengelolaan sumberdaya tersebut. Stakeholder ini mempunyai posisi yang kuat dalam proses politik sehingga berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah.

Peranan stakeholder dalam penelitian ini diidentifikasi berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya dalam pengambilan keputusan. Stakeholder tersebut dipetakan dalam matriks yang membagi stakeholder berdasarkan tingkat pengaruh dan kepentingannya, yaitu: (1) key players; (2) subject; (3) contex setter dan (4) crowds (Lindenberg dan Crosby 1981 dalam Reed et al. 2009).

(31)

peranan dan fungsi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, serta kontrol pembangunan di wilayahnya.

Adapun faktor-faktor yang diduga memberikan pengaruh terhadap partisipasi stakeholder adalah: (1) faktor internal yaitu karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, terdiri dari jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan, dan (2) faktor eksternal, yaitu hubungan antara pengelola proyek dengan sasaran, terdiri dari peran pemerintah dan LSM. Sasaran dengan sukarela akan berpartisipasi dalam proyek jika sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka dan didukung pelayanan yang positif dan tepat sasaran. (Pangestu 1995).

Berkenaan dengan teori dan konsep yang dikemukakan diatas, penelitian ini dikonstruksikan dengan kerangka penelitian sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi mekanisme partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor untuk sektor kehutanan

2. Mengidentifikasi peranan dan partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor untuk sektor kehutanan

Merujuk pada kerangka penelitian yang pertama, dalam studi ini ditelaah secara lebih spesifik mengenai muatan partisipatif dalam kebijakan penataan ruang baik wilayah maupun sektoral serta mekanisme partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan. Berkenaan dengan kerangka penelitian yang kedua, ditelaah mengenai: (1) peranan stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor untuk sektor kehutanan; (2) bentuk dan tingkat partisipasi stakeholder; (3) faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi stakeholder; (4) persepsi dan pengetahuan masyarakat mengenai RTRW dan sumberdaya hutan; dan (5) peran aktif masyarakat sekitar hutan dalam penataan ruang yang mendukung kelestarian hutan serta kesejahteraan masyarakat.

(32)

Gambar 3 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Oktober 2013 di 7 kecamatan dan 23 desa yang mewakili peruntukan ruang kawasan hutan dalam RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005 – 2025, sebagaimana tercantum pada Tabel 1. Tabel 1 Lokasi penelitian

No. Kecamatan Desa Pola ruang

1. Cisarua Citeko, Tugu Utara, Tugu

Selatan, Cibeureum, Batu Layang, Jogjogan

Kawasan resapan air, TN. Gunung Gede Pangrango, Taman Wisata Alam Telaga Warna, Hutan Produksi Tetap

2. Megamendung Megamendung, Sukagalih Kawasan resapan air, TN. Gunung Gede

Pangrango, Hutan Produksi Tetap

3. Ciawi Cileungsi, Citapen,

Cibedug, Bojong Murni,

Kawasan resapan air, TN. Gunung Gede Pangrango

Analisis penyusunan RTRW tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan di Kab. Bogor

Analisis Permasalahan

Faktor yang mempengaruhi partisipasi stakeholder dalam

penyusunan RTRW

Kepatuhan dalam implementasi RTRW Peranan, pengaruh &

kepentingan stakeholder

dalam penyusunan RTRW Kebijakan perencanaan tata

ruang wilayah dan kehutanan Permasalahan :

1. Inkonsistensi antara RTRW dengan kondisi aktual 2. Terjadi penyimpangan dalam pemanfaatan ruang kehutanan

3. Adanya konflik tata batas antara pemerintah dengan masyarakat disekitar/dalam kawasan hutan Penataan ruang sektor kehutanan di Kabupaten Bogor

Rendahnya partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan di Kabupaten Bogor

Hambatan dan dukungan dalam perencanaan tata ruang partisipatif

Harmonisasi penataan ruang di sektor kehutanan

Strategi perencanaan tata ruang wilayah untuk sektor kehutanan partisipatif

Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)

Penyelenggaraan penataan ruang sektor kehutanan di Kabupaten Bogor masih lemah

(33)

Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan data-data dari instansi terkait, meliputi keadaan umum lokasi penelitian, tutupan hutan di TNGHS dan TNGGP, peta penutupan lahan Tahun 2010, peta RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025, Perda No. 19 Tahun 2008 tentang RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025, regulasi terkait penataan ruang dan data mekanisme penyusunan RTRW Kabupaten Bogor. Alat yang digunakan yaitu laptop yang dilengkapi perangkat lunak ArcGIS 10, Microsoft Word, Microsoft Excell dan SPSS, serta alat perekam.

Teknik Pengambilan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh masyarakat dalam wilayah perencanaan tata ruang Kabupaten Bogor. Jumlah responden sebanyak 100 orang, mewakili Pemerintah Pusat (Kementerian Kehutanan), Pemda Kabupaten Bogor, LSM, Akademisi, sektor swasta, pemerintahan desa dan masyarakat sekitar hutan konservasi sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rincian unsur-unsur dan jumlah responden dalam penelitian

No. Asal Responden Jumlah

1. Pemerintah :

a. Ditjen Planologi Kehutanan

b. Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

c. Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak

d. Balai Konservasi Sumberdaya Hutan

e. Bappeda Kab. Bogor

f. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor

g. Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kab. Bogor

h. Pemerintah Kecamatan

Total Pemerintah Pusat & Daerah 14

2. Unsur Masyarakat :

5. Pamijahan Gunung Sari, Gunung

Bunder II, Gunung Picung

Kawasan hutan yang berfungsi lindung, kawasan resapan air, TN. Gunung Halimun Salak

6. Nanggung Malasari, Cisarua, Bantar

Karet

Kawasan hutan yang berfungsi lindung, kawasan resapan air, TN. Gunung Halimun Salak, Hutan Produksi Terbatas

7. Sukajaya Kiarasari, Cisarua,

Cileuksa

(34)

Teknik pemilihan sampel menggunakan metode non acak (non probability sampling) berupa purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Tabel 2), meliputi:

1. Stakeholder yang diundang dalam forum penjaringan aspirasi masyarakat dan seminar rancangan RTRW Kabupaten Bogor, yaitu sebanyak 60 orang yang terdiri dari Pemerintah Daerah, Kementerian Kehutanan, Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Desa, Akademisi, LSM, dan perwakilan masyarakat. 2. Masyarakat sekitar kawasan hutan yang tidak mengikuti konsultasi publik

dalam rangka penyusunan RTRW, tetapi terkena dampak RTRW untuk sektor kehutanan karena aktifitas sehari-harinya bersinggungan dengan hutan. Sampel ini berjumlah 40 orang dan bertujuan untuk mengetahui persepsi mereka terhadap RTRW dan sumberdaya hutan.

Analisis Data

Analisis Mekanisme Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk Sektor Kehutanan

Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan tujuan memberikan gambaran tentang proses penyusunan RTRW Kabupaten Bogor. Pengumpulan data melalui metode wawancara dan analisa dokumen. Wawancara dan diskusi dilakukan untuk mengetahui berbagai aspek kebijakan dan strategi penyusunan RTRW serta kemungkinan penyimpangan terhadap regulasi. Analisis dokumen dilakukan untuk mendapatkan keterangan yang lebih lengkap dan untuk membandingkan antara regulasi yang mengatur partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan tata ruang dengan pelaksanaan di lapangan, sehingga dapat diketahui kesesuaian pelaksanaan penyusunan RTRW di Kabupaten Bogor dengan regulasi yang berlaku.

Analisis Peranan Stakeholder dalam Penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk Sektor Kehutanan

Analisis stakeholder dilakukan untuk mengidentifikasi dan memetakan aktor berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya dalam perencanaan tata ruang sektor kehutanan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis stakeholder yaitu: 1) melakukan identifikasi stakeholder dan perannya; 2) mengelompokkan stakeholder berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya dalam penyusunan RTRW. Menurut Groenendijk (2003) pengaruh (influence) merupakan kekuatan (power) yang dimiliki stakeholder untuk mengontrol pengambilan keputusan, memfasilitasi pelaksanaannya dan memaksa stakeholder lain dalam membuat keputusan atau mengikuti tindakan tertentu serta melaksanakan keputusan yang diambil, sementara nilai penting (importance) menunjukkan prioritas stakeholder dalam pengelolaan fungsi ekosistem.

(35)

Tabel 5 Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaan stakeholder dalam penyusunan RTRW

Skor Nilai Kriteria Keterangan

Kepentingan Stakeholder

5 17-20 Sangat Tinggi Memiliki kepentingan yang sangat tinggi dengan RTRW

4 13-16 Tinggi Memiliki kepentingan yang tinggi dengan RTRW

3 9-12 Cukup Memiliki kepentingan yang cukup tinggi dengan RTRW

2 5-8 Rendah Memiliki kepentingan yang rendah dengan RTRW

1 1-4 Sangat Rendah Tidak memiliki kepentingan dengan RTRW

Tabel 3 Variabel tingkat kepentingan stakeholder dalam penyusunan RTRW sektor kehutanan

No. Variabel Indikator Skor

1. Keterlibatan dalam pengelolaan hutan

Terlibat dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan tata ruang sektor kehutanan

2. Manfaat RTRW Sangat bermanfaat

Bermanfaat

(36)

PENGARUH

Nilai kepentingan dan pengaruh stakeholder tersebut selanjutanya dipetakan dalam matriks “stakeholder grid” (Gambar 4) yang mengklasifikasikan stakeholders berdasarkan posisi dan peranannya dalam perencanaan (Eden and Ackermann 1998 dalam Reed et al. 2009), yaitu :

1. Kuadran I (Subject), yaitu kelompok yang memiliki kepentingan yang tinggi terhadap sumberdaya hutan tetapi memiliki pengaruh yang rendah dalam penyusunan RTRW sektor kehutanan.

2. Kuadran II (Key Players), yaitu kelompok yang memiliki pengaruh dan kepentingan yang tinggi terhadap sumberdaya hutan dan RTRW sektor kehutanan.

3. Kuadran III (Crowd), yaitu kelompok yang memiliki pengaruh dan kepentingan rendah terhadap sumberdaya hutan dan RTRW sektor kehutanan. 4. Kuadran IV (Context Setters), yaitu kelompok yang memiliki pengaruh yang

tinggi dalam penyusunan RTRW sektor kehutanan tetapi memiliki kepentingan yang rendah terhadap sumberdaya hutan.

Gambar 4 Matriks tingkat keterlibatan dan pengaruh stakeholder

Analisis Partisipasi Stakeholder dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor untuk sektor kehutanan

a. Bentuk dan Tingkat Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan RTRW

Bentuk partisipasi stakeholder dianalisis menggunakan metode deskriptif kuantitatif, data hasil kuesioner diubah menjadi data kuantitatif melalui metode scooring yang selanjutnya disajikan dan dianalisa dalam bentuk distribusi frekuensi. Variable bentuk partisipasi merujuk pada PP No. 68/2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang, yaitu: (1) sebagai pendengar, (2) sumbangan masukan/saran/usul, (3) sumbangan informasi/data, (4) bantuan memperjelas hak atas ruang, dan (5) pengajuan keberatan terhadap rancangan RTRW. Untuk mengetahui persentase bentuk partisipasi stakeholder, maka hasil kuesioner disusun dalam distribusi frekuensi, yaitu penyajian dalam

Tabel 5 (Lanjutan)

Skor Nilai Kriteria Keterangan

Pengaruh Stakeholder

5 17-20 Sangat Tinggi Sangat mempengaruhi penyusunan RTRW

4 13-16 Tinggi Mempengaruhi penyusunan RTRW

3 9-12 Cukup Cukup mempengaruhi penyusunan RTRW

2 5-8 Rendah Kurang mempengaruhi penyusunan RTRW

(37)

bentuk tabel berisi data yang telah digolongkan ke dalam kelas-kelas menurut urutannya beserta jumlah individu yang termasuk dalam masing-masing kelas.

Tingkat partisipasi stakeholder dianalisis menggunakan metode deskriptif kuantitatif, melalui tabulasi dan perhitungan distribusi frekuensi terhadap indikator tingkat partisipasi stakeholder yang mengacu pada Delapan Tangga Partisipasi Masyarakat Arnstein (1969). Arnstein menformulasikan partisipasi masyarakat sebagai bentuk dari kekuatan rakyat (citizen participation is citizen power), dimana telah terjadi pembagian kekuatan/kekuasaan masyarakat (redistribution of citizen power) untuk terlibat dalam pembangunan. Pembagian tingkat partisipasi berdasarkan tipologi Arnstein dapat dilihat pada Tabel 6.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan RTRW

Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk dan tingkat partisipasi stakeholder yaitu deskriptif kuantitatif melalui distribusi frekuensi. Menurut Slamet (1993), variabel faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi dalam penelitian meliputi: (1) faktor-faktor Internal, yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan, serta (2) faktor eksternal, yaitu peran pemerintah dan LSM.

Hubungan antara faktor internal dan eksternal dengan partisipasi stakeholder dianalisis melalui uji statistik non parametrik. Uji chi square (X2) digunakan untuk memeriksa apakah dua variable berkolerasi signifikan di populasinya (Firdaus et al. 2011), rumusan hipotesis yang diuji yaitu:

H0 : Tidak ada hubungan (korelasi) antara faktor eksternal dan internal dengan

partisipasi stakeholder

H1 : Ada hubungan (korelasi) antara faktor eksternal dan internal dengan

partisipasi stakeholder

Untuk menguji hipotesis maka nilai hitung X2 dibandingkan dengan nilai tabelnya pada taraf nyata 0,05. Perbandingan nilai ini menunjukkan ada tidaknya hubungan antara dua variabel. Jika nilai X2 hitung > nilai X2 tabel maka H0

ditolak, artinya pernyataan bahwa kedua variabel yang diuji tidak saling berhubungan harus ditolak. Sebaliknya jika nilai X2 hitung < nilai X2 tabel maka H0 diterima, artinya pernyataan bahwa kedua variabel yang diuji tidak saling

berhubungan harus diterima.

Tabel 6 Kategori tingkat partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW

Indikator Tingkat Partisipasi Tingkat Partisipasi

1. Hanya hadir dan tidak memberikan masukan/saran/usulan Manipulation

2. Memberikan masukan/saran/usulan berdasarkan arahan salah satu pihak Therapy

3. Menerima informasi tanpa berdialog secara aktif dengan pemerintah Informing

4. Memberikan masukan/saran/usulan melalui dialog dengan stakeholder lain Consultation

5. aktif berdiskusi dan usulannya diakomodir dalam konsep sesuai kebutuhan Placation

6. Aktif dalam diskusi dan mendapat pembagian tanggungjawab yang setara Partnership

7. Aktif dalam diskusi, menyusun konsep dan memberikan persetujuan Delegated Power

8. Aktif dalam diskusi, menetapkan konsep dan berwenang membuat

keputusan

Citizen Kontrol

(38)

Untuk mengetahui kuat atau lemahnya hubungan diantara dua variabel dilihat berdasarkan nilai koefisien kontigensi (contingency coefficient), bila nilai koefisien kontingensi mendekati 1, maka hubungan antara kedua variabel sangat kuat dan sebaliknya jika nilai koefisien kontingensi mendekati 0, maka hubungan antara kedua variabel tersebut semakin lemah.

Analisis Strategi Perencanaan Tata Ruang Wilayah Sektor Kehutanan Berbasis Partisipatif di Kabupaten Bogor

Dalam merumuskan strategi penyusunan/revisi RTRW Kabupaten Bogor untuk sektor kehutanan yang berbasis partisipatif, digunakan metode analisis deskriptif berdasarkan hasil analisa elemen pendukung dan penghambat partisipasi stakeholder yang kemudian dirumuskan menjadi rekomendasi strategi penyusunan RTRW Kabupaten Bogor untuk sektor kehutanan yang partisipatif.

Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan, jenis data, sumber data, metode analisis data penelitian dan hasil yang dicapai untuk menjawab tujuan penelitian secara lengkap disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Tujuan, jenis data, sumber data serta analisis data penelitian

(39)

4.

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Letak Geografis dan Administratif

Secara geografis Kabupaten Bogor terletak pada 6°18’0” –6°47’10” LS dan

106°23’45” – 107°13’30” BT dengan luas 299.458,304 ha. Kabupaten Bogor memiliki nilai strategis karena lokasinya yang dekat DKI Jakarta serta daerah perlintasan antara Ibu Kota Negara dan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat. Batas wilayah Kabupaten Bogor yaitu :

a. Sebelah Utara : : Kabupaten Tangerang, Kabupaten Tangerang Selatan (Provinsi Banten), Kabupaten Bekasi dan Kota Depok, b. Sebelah Timur : Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur dan

Kabupaten Purwakarta

c. Sebelah Selatan : Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi d. Sebelah Barat : Kabupaten Lebak Provinsi Banten

e. Bagian Tengah : Kota Bogor

Kabupaten Bogor terdiri dari 413 desa dan 17 kelurahan yang tercakup dalam 40 kecamatan. Jumlah kecamatan tersebut merupakan jumlah kumulatif setelah pemekaran 5 (lima) kecamatan pada tahun 2005, yaitu Kecamatan Leuwisadeng (pemekaran Kecamatan Leuwiliang), Kecamatan Tanjungsari (pemekaran Kecamatan Cariu), Kecamatan Cigombong (pemekaran Kecamatan Cijeruk), Kecamatan Tajurhalang (pemekaran Kecamatan Bojonggede) dan Kecamatan Tenjolaya (pemekaran Kecamatan Ciampea).

Jumlah penduduk Kabupaten Bogor berdasarkan sensus tahun 2010 berjumlah 4.763.209 jiwa atau 11,07% dari total penduduk Jawa Barat yang berjumlah 43.021.826 jiwa, dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir (2000-2010) adalah 3,15%. Dilihat dari komposisinya, penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2011 terdiri dari 2.236.227 orang laki-laki dan 2.113.209 orang perempuan (BPS Kabupaten Bogor 2012).

Kondisi Fisik Wilayah

Kabupaten Bogor memiliki tipe morfologi yang bervariasi, dari dataran rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan, dengan klasifikasi keadaan morfologi sebagai berikut:

a. Dataran rendah (15-100 m dpl) sekitar 29,28%

b. Dataran bergelombang (100-500 m dpl) sekitar 42,62% c. Pegunungan (500-1.000 m dpl) sekitar 19,53%

d. Pegunungan tinggi (1.000-2.000 m dpl) sekitar 8,43% e. Puncak-puncak gunung (2.000-2.500 m dpl) sekitar 0,22%

(40)

pelapukan endapan sehingga menghasilkan tanah yang relatif subur. Kabupaten Bogor didominasi oleh dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan dengan batuan penyusun dari hasil letusan gunung, yaitu andesit, tufa, dan basalt. Gabungan batu tersebut bersifat lulus air dimana kemampuan meresapkan air tergolong besar sehingga rawan erosi dan longsor.

Kabupaten Bogor termasuk bagian hulu dari DAS Ciliwung dengan luas 14.860 ha dan terdiri dari 6 sub DAS, yaitu : (1) sub DAS Ciesek seluas 2.504,76 ha (16,86%) terletak di Kecamatan Megamendung dan Cisarua; (2) sub DAS Ciliwung Hulu seluas 5.885,78 ha (39,61%) terletak di Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua; (3) sub DAS Cibogo seluas 1.375,40 ha (9,26%) terletak di Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua; (4) sub DAS Cisarua seluas 2.218,92 ha (14,92%) terletak di Kecamatan Cisarua; (5) sub DAS Cisukabirus seluas 1.696,91 ha (11,42%) terletak di Kecamatan Ciawi dan Megamendung; (6) sub DAS Ciseuseupan seluas 1.178,23 ha (7,93%) terletak di Kecamatan Ciawi dan Megamendung

Iklim di Kabupaten Bogor menurut Schmidt dan Ferguson termasuk iklim tipe A (sangat basah) di bagian Selatan dan tipe B (basah) di bagian Utara. Curah hujan rata-rata 3,841 mm/th, dengan curah hujan minimum 2,325 mm/thn dan maksimum 5,279 mm/thn. Bulan basah terjadi pada bulan Oktober sampai Mei. Jumlah hari hujan rata-rata tahunan 245 hari. Suhu udara maksimum 31,24°C dan minimum 22,7°C, suhu udara rata tahunan 25,7°C. Kelembaban nisbi rata-rata tahunan 84,1%, persentase penyinaran matahari rata-rata-rata-rata tahunan 60,11%, kecepatan angin sepanjang tahun rata-rata 2,1 km/jam.

Penggunaan lahan aktual pada tahun 2010 di Kabupaten Bogor (Tabel 8) terdiri atas permukiman, hutan, tubuh air, tambak/empang, ladang/tegalan, belukar/semak, kebun, rawa dan sawah (Gambar 5). Penggunaan lahan didominasi oleh sawah dengan luas 69.959 ha (22,89%), kebun seluas 64.399 ha (21,07%), dan semak belukar seluas 52.575 ha (17,20%), sementara hutan menempati posisi keempat dengan luas 41.501 ha (13,58%), selanjutnya pemukiman seluas 40.790 ha (13,35%), tubuh air seluas 2.489 ha (0,81%), rawa seluas 91 ha (0,03%) dan tambak seluas 21 ha (0,01%).

Tabel 8 Penggunaan lahan aktual Kabupaten Bogor Tahun 2010

No Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

1. Hutan 41.500,55 13,58

2. Kebun 64.398,76 21,07

3. Ladang/Tegalan 33.815,87 11,06

4. Permukiman 40.790,10 13,35

5. Rawa 91,49 0,03

6. Sawah 69.959,37 22,89

7. Semak/Belukar 52.575,49 17,20

8. Tambak/Empang 21,37 0,01

9. Tubuh Air 2.489,28 0,81

(41)

Gambar 5 Peta penggunaan lahan Kabupaten Bogor Tahun 2010

Gambar

Gambar 1   Kedudukan hutan dalam RTRW
Gambar 2  Tangga partisipasi masyarakat Arnstein
Gambar 3  Bagan alir kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1 (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait