KABUPATEN BOGOR
12. Memberikan masukan melalui dialog dengan pemerintah Consultation 9 50,
13. aktif berdiskusi dan usulannya diakomodir dalam konsep sesuai dengan kebutuhan
Placation 0 -
14. Aktif dalam diskusi dan penyusunan konsep serta mendapat pembagian tanggungjawab yang setara
Partnership 0 -
15. Aktif dalam diskusi dan ikut menyusun konsep serta berwenang memberikan persetujuan
Delegated Power 0 -
16. Aktif dalam diskusi, ikut menetapkan konsep dan berkuasa untuk memberikan keputusan
Citizen Kontrol 0 -
kegiatan di Desa Malasari, Cisarua dan Curug Bitung, LSM berperan dalam membentuk kesadaran kritis bagi masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat, sehingga mereka menyadari hak dan kewajibannya dalam penataan ruang dan lebih aktif saat mengikuti penjaringan aspirasi dan seminar rancangan RTRW. Masyarakat TNGHS cenderung lebih aktif dalam berdiskusi dibandingkan TNGGP, terlihat dari persentase masyarakat penyangga TNGHS yang hadir tanpa menyampaikan pendapat hanya sebesar 16,67%, sedangkan masyarakat penyangga TNGGP mencapai 26,32%. Pengaruh LSM terhadap partisipasi masyarakat ditegaskan oleh salah seorang penduduk Desa Malasari:
“...RMI mengajari kami cara berkomunikasi yang baik saat mengikuti rapat dengan pemda dan pihak TNGHS, dulu kami cenderung pasif karena takut salah, tapi sekarang kami berani menyampaikan apa yang kami mau...” (M. Rizky, wawancara 23 September 2013)
Mayoritas masyarakat di Kecamatan Nanggung dan Sukajaya adalah petani gurem dan buruh tani, masyarakat Desa Malasari di Kecamatan Nanggung telah berinisiatif mengembangkan konsep Kampung Dengan Tujuan Konservasi (KDTK) dan Kawasan Kebun Lindung Produksi Rakyat (K2LPR) seluas 395,795 hektar di dalam kawasan TNGHS. KDTK ini menjadi konsep tata ruang berbasis
masyarakat dengan slogan “Leuweung Hejo, Masyarakat Ngejo–Hutan Subur, Masyarakat Makmur”. Desa Malasari dan Cisarua juga telah melakukan pemetaan partisipatif yang difasilitasi RMI, peta partisipatif tersebut dibuat oleh masyarakat untuk menunjukkan batas wilayah antara hutan dan perkampungan, sehingga tidak terjadi tumpang tindih lahan. Masyarakat dalam kawasan TNGHS juga terlibat dalam penyusunan zonasi kawasan taman nasional, terbukti dengan disahkannya Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK) yang disusun berdasarkan diskusi antara TNGHS dengan seluruh stakeholder termasuk unsur masyarakat adat. Sedangkan rendahnya partisipasi masyarakat penyangga TNGGP disebabkan tidak adanya LSM yang fokus mendampingi masyarakat sehingga masyarakat tidak memiliki kesadaran kritis untuk berpartisipasi dalam perencanaan ruang.
Secara umum tingkat partisipasi masyarakat sekitar hutan masih rendah yaitu pada derajad tokenisme atau partisipasi semu, masyarakat hanya diberi informasi melalui sosialisasi tanpa dilibatkan dalam penyusunan konsep RTRW. Rendahnya pengakuan terhadap hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyusunan kebijakan tata ruang, serta rendahnya akses terhadap informasi perencanaan tata ruang mengakibatkan minimnya pengetahuan masyarakat terhadap status dan batas kawasan hutan serta lahan. Masyarakat sekitar hutan berusaha mendapatkan hak pengelolaan melalui klaim baik secara individu/komunal/adat yang terkadang bertentangan dengan kebijakan pemerintah, sehingga menyebabkan konflik vertical terkait pengelolaan dan penguasaan lahan kehutanan.
Keterkaitan Tingkat Partisipasi Masyarakat dengan Inkosistensi RTRW di Kawasan Taman Nasional
Kawasan TNGGP dan TNGHS dalam pola ruang RTRW Kabupaten Bogor telah diperuntukkan sebagai hutan konservasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa inkonsistensi antara RTRW Kabupaten Bogor dengan penggunaan lahan aktual di
kawasan TNGGP adalah seluas 2.105,52 ha atau 0,69% dari total luas Kabupaten Bogor, sedangkan pada kawasan TNGHS seluas 15.574,77 ha setara dengan 5,78% dari total luas Kabupaten Bogor.
Tingginya inkonsistensi RTRW di TNGHS disebabkan karena adanya Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK) antara TNGHS dengan masyarakat adat, sehingga pemukiman dan lahan garapan yang telah ada sebelum penunjukan TNGHS dimasukan dalam zona khusus. Melalui RTRK, masyarakat bisa mengelola lahan garapan didalam kawasan hutan dengan mematuhi aturan yang disepakati. Berdasarkan RTRK terdapat 25 desa yang masuk dalam zona khusus, hal ini menyebabkan adanya ketidaksesuaian antara RTRW Kabupaten Bogor dengan kondisi aktual sebagai dampak dari belum adanya keselarasan antara RTRK dengan RTRW Kabupaten Bogor (Hanafi et al. 2004).
Kemantapan kawasan hutan bisa terwujud jika ada pengakuanmasyarakat terhadap keberadaan hutan, karena itu tata ruang dalam kawasan hutan harus disepakati semua stakeholder. Penyusunan RTRK pada dasarnya merupakan proses perencanaan tata ruang secara partisipatif dengan melibatkan seluruh pihak yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya hutan di TNGHS. Melalui sinkronisasi antara zonasi taman nasional dengan pembagian hutan berdasarkan kearifan lokal, diharapkan pengakuan masyarakat terhadap keberadaan hutan akan meningkat yang pada akhirnya dapat mendukung kelestarian hutan.
Keterkaitan Tingkat Partisipasi Masyarakat dengan Perubahan Tutupan Hutan di Kawasan Taman Nasional
Keterkaitan antara tingkat partisipasi dengan kelestarian hutan dianalisis melalui perubahan tutupan hutan di Taman Nasional, sebagaimana disajikan pada Tabel 26 dan 27. Pada penelitian ini perubahan tutupan hutan yang diamati selama 22 tahun, yaitu tutupan lahan pada tahun 1990 dan tahun 2012. Hasil analisis menunjukkan adanya kecenderungan penurunan luas hutan alam di TNGHS dan TNGGP. Selama periode 1990-2012, hutan alam di TNGHS berkurang seluas 425,99 ha (0,37%) sedangkan di TNGGP berkurang seluas 28,13 ha (0,12%). Tabel 26 Perubahan tutupan lahan di TNGHS Tahun 1990-2012
Kelas Penutupan Lahan Tahun 1990 Tahun 2012 Perubahan
Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) %
Hutan Lahan Kering Primer 2.722,38 2,34 2.691,71 2,31 - 30,67 0,03
Hutan Lahan Kering Sekunder 50.188,80 43,12 49.793,48 42,78 - 395,32 0,34
Hutan Tanaman 23.582,63 20,26 22.183,53 19,06 - 1.399,10 1,20 Belukar 5.597,23 4,81 3.491,39 3,00 - 2.105,84 1,81 Perkebunan 2.507,56 2,15 2.528,97 2,17 21,41 0,02 Pemukiman 13,21 0,01 39,07 0,03 25,86 0,02 Tanah Terbuka 213,64 0,18 103,62 0,09 - 110,02 0,09 Badan air 46,00 0,04 45,64 0,04 - 0,36 0,00
Pertanian lahan Kering 1.260,33 1,08 4.799,38 4,12 3.539,05 3,04 Pertanian lahan Kering Campuran 16.226,43 13,94 17.884,10 15,37 1,657,66 1,42 Sawah 14.029,09 12,05 12.830,19 11,02 - 1.198,89 1,03
Awan 5,20 0,00 1,41 0,00 - 3,78 0,00
Jumlah 116,392,49 116,392,49
Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, diketahui bahwa tingkat partisipasi masyarakat di kawasan penyangga TNGHS lebih tinggi dari pada masyarakat di kawasan penyangga TNGGP, akan tetapi justru TNGHS mengalami penurunan luas hutan yang lebih besar daripada TNGGP. Hal ini menunjukkan meskipun masyarakat telah memiliki kesadaran kritis untuk berperan secara aktif dalam perencanaan tata ruang baik wilayah maupun kehutanan, akan tetapi terdapat faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kelestarian hutan, yaitu :
1. Masyarakat penyangga TNGHS masih menganut budaya tradisional yang seluruh kehidupannya bersandar pada hutan, akan tetapi tidak semua sistem nilai yang berlaku pada masyarakat tradisional berpengaruh positif terhadap kelestarian sumber daya alam di kawasan TNGHS, salah satunya dengan adanya budaya ladang berpindah yang berdasarkan “wangsit” dari leluhur menyebabkan kelestarian hutan pun terancam.
2. Degradasi hutan di kawasan TNGHS diduga terkait erat dengan rendahnya ekonomi masyarakat (BTNGHS 2007). Hasil Sensus Daerah Kabupaten Bogor pada tahun 2006 jumlah RT miskin di Kecamatan Sukajaya, Pamijahan dan Nanggung sebagai kawasan penyangga TNGHS berjumlah 25.794 RT, sedangkan Kecamatan Ciawi, Cisarua dan Megamendung sebagai penyangga TNGGP berjumlah 17.680 RT (BPS Kabupaten Bogor 2012). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat penyangga TNGHS memiliki tingkat ekonomi lebih rendah daripada TNGGP.
Penelitian yang dilakukan oleh Yatap (2008) menunjukkan bahwa faktor sosial ekonomi memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan tutupan lahan di TNGHS. Yatap (2008) menyatakan bahwa mayoritas warga desa di sekitar/dalam kawasan TNGHS merupakan petani sehingga lahan garapan menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat desa untuk pemenuhan kebutuhan hidup, karena luas kepemilikan lahan yang relatif rendah maka masyarakat cenderung melakukan perluasan lahan kedalam kawasan hutan. Selain itu pertambahan jumlah penduduk dan ketersediaan lapangan pekerjaan merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan luas lahan garapan pada setiap wilayah desa. Berdasarkan pendataan TNGHS pada tahun 2005 terdapat 314 kampung yang berada di dalam kawasan TNGHS dengan jumlah penduduk 99.782 jiwa. Dengan bertambahnya penduduk dan keterbatasan tingkat pendidikan, maka pilihan pekerjaan yang paling memungkinkan bagi warga desa adalah menjadi petani sehingga terdapat kecendrungan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap
Tabel 27 Perubahan tutupan lahan di TNGGP Tahun 1990-2012
Kelas Penutupan Lahan Tahun 1990 Tahun 2012 Perubahan
Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) %
Hutan Lahan Kering Primer 4.904,54 20,77 4.904,54 20,77 - -
Hutan Lahan Kering Sekunder 12.099,28 51,23 12.071,15 51,11 - 28,13 0,12
Hutan Tanaman 3.946,39 16,71 3.623,86 15,34 - 322,53 1,37 Belukar 155,27 0,66 192,06 0,81 36,79 0,16 Perkebunan 650,87 2,76 7,13 0,03 - 643,75 2,73 Pemukiman 1,67 0,01 357,36 1,51 355,70 1,51 Tanah Terbuka 124,42 0,53 101,92 0,43 - 22,50 0,10 Badan air 0,00 0,00 0,00 0,00 - - Pertanian lahan Kering 340,51 1,44 1.776,76 7,52 1.436,25 6,08 Pertanian lahan Kering Campuran 1.395,04 5,91 584,37 2,47 - 810,67 3,43 Sawah 1,16 0,00 - - - 1,16 0,00
Total 23,619,16 100,00 23,619,16 100,00
lahan garapan akan semakin bertambah dan secara otomatis mengarah pada kegiatan pemanfaatan lahan hutan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan RTRW Sektor Kehutanan
Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi partisipasi meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.
1. Jenis Kelamin
Hasil distribusi frekuensi terhadap jenis kelamin (Tabel 28) menunjukan bahwa responden yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor didominasi oleh pria yaitu sebanyak 55 orang (91,67%) sedangkan wanita sebanyak 5 orang (8,33%).
Soekanto (1982) dalam Yulianti (2000) menyatakan perbedaan antara partisipasi pria dan wanita disebabkan karena adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat yang membedakan kedudukan pria dan wanita. Perbedaan ini melahirkan peranan serta hak dan kewajiban yang berbeda antara pria dan wanita di dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut Soedarno et al. (1992) dalam Yulianti (2000), pada sistem pelapisan atas dasar seksualitas pria memiliki hak istimewa dibandingkan wanita, sehingga cenderung lebih berperan dalam. Dalam kultur budaya Indonesia, tradisi dan adat sering menjadi alasan untuk memarginalkan perempuan dalam proses pengambilan keputusan. Program pembangunan umumnya belum memasukkan komponen gender sebagai salah satu indikator dalam mengukur keberhasilan pembangunan.
2. Usia
Hasil distribusi frekuensi terhadap usia (Tabel 29), menunjukkan bahwa seluruh stakeholder, baik key players, subjects maupun crowd didominasi oleh usia 41-50 tahun dengan total sebanyak 28 orang (46,67%), kemudian diikuti responden dengan usia 31-40 tahun dengan jumlah total 22 orang (36,67%), responden dengan usia lebih dari 50 tahun sebanyak 6 orang (10%), dan responden yang berusia 20-30 tahun sebanyak 4 orang (6,67%).
Tabel 29 Sebaran distribusi frekuensi usia responden yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025
No Variabel Key Players Subject Crowd Jumlah
Orang % Orang % Orang % Orang %
1. 20-30 tahun 1 6,67 3 7,32 - - 4 6,67
2. 31-40 tahun 6 40,00 15 36,59 1 25,00 22 36,67
3. 41-50 tahun 7 46,67 18 43,90 4 75,00 28 46,67
4. > 50 tahun 1 6,67 5 12,20 - - 6 10,00
Jumlah 15 100 41 100 4 100 60 100
Tabel 28 Sebaran distribusi frekuensi jenis kelamin responden yang terlibat dalam penyusunan RTRWK Bogor Tahun 2005-2025
No Variabel Key Players Subject Crowd Jumlah
Orang % Orang % Orang % Orang %
1 Pria 14 93,33 38 92,67 3 75,00 55 91,67
2 Wanita 1 6,67 3 7,32 1 25,00 5 8,33
Hasil analisis menunjukkan bahwa masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor tergolong pada usia produktif (15-64 tahun) dan dominan berusia matang (41-50 tahun). Usia berpengaruh pada keaktifan seseorang untuk berpartisipasi, dalam stakeholder terdapat pembedaan kedudukan atas dasar senioritas, sehingga memunculkan golongan tua dan muda, dalam kasus penyusunan RTRW Kabupaten Bogor maka golongan tua lebih banyak memberikan pendapat dalam forum karena dianggap lebih berpengalaman. 3. Tingkat Pendidikan
Hasil distribusi frekuensi terhadap tingkat pendidikan (Tabel 30) menunjukkan bahwa pendidikan responden didominasi oleh sarjana dan SMA, yaitu sebanyak 48 orang (80%), responden dengan pendidikan Diploma sebanyak 7 orang (11,67%), SMP sebanyak 3 orang (5%), dan SD sebanyak 2 orang (3,33%). Stakeholder pada kelompok subjects didominasi oleh pendidikan SMU sebanyak 24 orang (58,54%), sedangkan tingkat pendidikan stakeholder pada kelompok key players dan crowd seluruhnya adalah sarjana.
Litwin (1986) dalam Yulianti (2000) menyatakan bahwa, salah satu karakteristik partisipan dalam pembangunan partisipatif adalah tingkat pengetahuan masyarakat tentang usaha-usaha partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan, maka akan mempunyai pengetahuan yang luas tentang pembangunan sehingga dapat memberikan masukan secara optimal dalam forum.
4. Pekerjaan
Hasil distribusi frekuensi terhadap pekerjaan responden (Tabel 31), menunjukkan bahwa stakeholder pada kelompok key players adalah PNS, sedangkan pekerjaan stakeholder pada kelompok subjects sebagian besar adalah petani (34,15%) dan Kepala Desa (26,83%).
Tabel 30 Sebaran distribusi frekuensi tingkat pendidikan responden yang terlibat dalam penyusunan RTRWK Bogor Tahun 2005-2025
No Variabel Key Players Subject Crowd Jumlah
Orang % Orang % Orang % Orang %
1. Sarjana 15 100 5 12,20 4 100 24 40,00 2. Sarjana muda/diploma - - 7 17,07 - - 7 11,67 3. Lulus SMU/sederajat - - 24 58,54 - - 24 40,00 4. Lulus SMP/sederajat - - 3 7,32 - - 3 5,00 5. Lulus SD/sederajat - - 2 4,88 - - 2 3,33 Jumlah 15 100 41 100 4 100 60 100
Tabel 31 Sebaran distribusi frekuensi jenis pekerjaan responden yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025
No Variabel Key Players Subject Crowd Jumlah
Orang % Orang % Orang % Orang %
1. PNS/TNI 15 100 10 24,39 2 50,00 27 45 2. Pensiunan - - - - - - - - 3. Kepala Desa - - 11 26,83 - - 11 18,33 4. Pegawai Swasta - - 3 7,32 - - 3 5,00 5. Wiraswasta - - 3 7,32 - - 3 5,00 6. Petani - - 14 34,15 - - 14 23,33 7. Lain-lain - - - - 2 50,00 2 3,33 Jumlah 15 100 41 100 4 100 60 100
Jenis pekerjaan berpengaruh terhadap kesempatan yang dimiliki oleh seseorang untuk terlibat dalam pembangunan. Secara umum, stakeholder yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor berprofesi sebagai PNS, yaitu sebesar 45%. Hal ini menunjukkan bahwa penyusunan RTRW masih didominasi oleh kalangan birokrat yang memiki kesempatan yang besar untuk terlibat sampai tahap pengesahan RTRW sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Stakeholder subject didominasi oleh petani dan PNS, memiliki tingkat partisipasi yang rendah yaitu pada tingkat consultation, petani dan kepala desa sebagai bagian dari masyarakat hanya berperan dalam memberikan data dan informasi tanpa dilibatkan pada tahap perumusan konsep dan pemberian persetujuan terhadap konsep RTRW, hal ini berhubungan dengan tingkat pendidikan, yaitu adanya anggapan bahwa petani cenderung memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga akan memiliki pengetahuan yang rendah pula dan tidak perlu dilibatkan dalam penyusunan konsep RTRW.
5. Tingkat Penghasilan
Distribusi frekuensi terhadap penghasilan responden (Tabel 32) menunjukkan sebanyak 32 orang (53,33%) memiliki penghasilan lebih dari Rp.2.000.000,- sebanyak 10 orang (16,67%) dengan penghasilan Rp.1.500.000,- s/d Rp.2.000.000,- 9 orang (15%) dengan penghasilan Rp.500.000,- s/d Rp. 999.000,- 7 orang (11,67%) dengan penghasilan Rp.1.000.000,- s/d Rp.1.499.000,- dan 2 orang (3,33%) dengan penghasilan kurang dari Rp.500.000,- Hasil analisis menunjukkan bahwa 70% responden memiliki penghasilan yang cukup tinggi yaitu Rp. 1.500.000,- sampai lebih dari Rp.2.000.000,-. Tingginya penghasilan responden akan mempengaruhi terhadap waktu luang masyarakat karena mereka tidak disibukkan lagi untuk mencari tambahan penghasilan sehingga tingkat partisipasinya akan lebih tinggi.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi partisipasi adalah semua pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program kecuali masyarakat, terdiri dari peran pemerintah dan LSM. Hasil distribusi frekuensi terhadap peran pemerintah dalam pembinaan dan pemberian informasi kepada masyarakat (Tabel 33) menunjukan sebanyak 43 orang (71,67%) pernah mengikuti sosialisasi RTRW sebanyak 1-2 kali, sedangkan 12 orang (20%) mengikuti sosialisasi sebanyak 3-4 kali, selanjutnya 4 orang (6,67%) belum pernah mengikuti pembinaan, dan hanya 1 orang (1,67%) yang mengikuti sosialisasi lebih dari 4 kali.
Tabel 32 Sebaran distribusi frekuensi penghasilan responden yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025
No Variabel Key Players Subject Crowd Jumlah
Orang % Orang % Orang % Orang %
1 < Rp. 500.000,- - - 2 4,88 - - 2 3,33 2 Rp. 500.000-Rp. 999.000 - - 9 21,95 - - 9 15,00 3 Rp.1.000.000-Rp. 1.499.000 - - 7 17,07 - - 7 11,67 4 Rp.1.500.000-Rp. 2.000.000 - - 8 19,51 1 25,00 9 15,00 5 > Rp. 2.000.000,- 15 100 15 36,59 3 75,00 33 55,00 Jumlah 15 100 41 100 4 100 60 100
UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa peranan pemerintah dalam penyelenggaraan tata ruang adalah mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada masyarakat serta menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan, dan pelatihan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pembinaan yang telah dilakukan Pemda Kabupaten Bogor yaitu berupa penyuluhan yang dilakukan bersamaan dengan penjaringan aspirasi serta seminar rancangan RTRW, sehingga informasi perencanaan tata ruang tidak diketahui oleh seluruh masyarakat dalam wilayah perencanaan dan akhirnya berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat.
Hasil distribusi frekuensi terhadap peranan LSM dalam pembinaan tata ruang (Tabel 34) menunjukkan sebanyak 31 orang (51,67%) pernah mengikuti pembinaan oleh LSM sebanyak 1-2 kali, sedangkan 14 orang (23,33%) pernah mengikuti pembinaan sebanyak 3-4 kali, 12 orang (20%) belum pernah mengikuti pembinaan oleh LSM, dan 3 orang (5%) mengikuti pembinaan lebih dari 4 kali.
Keterlibatan LSM dalam pembinaan tata ruang di Kabupaten Bogor cenderung rendah, keterlibatan LSM sebatas mengawasi implementasi kebijakan dan pendampingan masyarakat, tetapi pendampingan masyarakat belum merata di seluruh wilayah Kabupaten Bogor sehingga tidak semua responden merasakan manfaat adanya pendampingan oleh LSM.
Hubungan Faktor Internal dan Eksternal dengan Bentuk dan Tingkat Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan RTRW Kabupaten Bogor
a. Hubungan faktor internal dan eksternal dengan bentuk dan tingkat partisipasi pemerintah desa dan masyarakat (Subjects)
Hasil tabulasi silang faktor internal dan eksternal dengan bentuk partisipasi stakeholder pada kelompok subjects (pemerintah desa dan masyarakat) pada tahap penjaringan aspirasi (Tabel 35) dan seminar rancangan RTRW (Tabel 36) menunjukkan bahwa bentuk partisipasi stakeholder pada tahap penjaringan aspirasi dipengaruhi oleh pekerjaan (cc = 0,758), sedangkan bentuk partisipasi pada seminar rancangan RTRW dipengaruhi oleh peranan LSM (cc = 0,597). Tabel 33 Sebaran distribusi frekuensi kehadiran dalam sosialisasi dan pembinaan
tata ruang yang diselenggarakan oleh Pemda Kabupaten Bogor
No Kriteria Key Players Subject Crowd Jumlah
Orang % Orang % Orang % Orang %
1 > 4 kali - - 1 2,44 - - 1 1,67
2 3-4 kali 5 33,33 7 17,07 - - 12 20,00
3 1-2 kali. 10 66,67 30 73,17 3 75,00 43 71,67
4 Tidak pernah - - 3 7,32 1 25,00 4 6,67
Jumlah 15 100 41 100 4 100 60 100
Tabel 34 Sebaran distribusi frekuensi kehadiran dalam sosialisasi dan pembinaan tata ruang yang diselenggarakan oleh LSM
No Kriteria Key Players Subject Crowd Jumlah
Orang % Orang % Orang % Orang %
1 > 4 kali 1 6,67 2 4,88 - - 3 5,00
2 3-4 kali 3 20,00 9 21,95 2 50,00 14 23,33
3 1-2 kali. 8 53,33 22 53,66 1 25,00 31 51,67
4 Tidak pernah 3 20,00 8 19,51 1 25,00 12 20,00
Hasil uji statistik antara faktor-faktor internal dan eksternal dengan tingkat partisipasi stakeholder pada kelompok subject menunjukkan bahwa tingkat partisipasi pemerintah desa dan masyarakat dipengaruhi oleh variable pendidikan (cc = 0,642). Hasil analisis chi square tehadap tingkat partisipasi stakeholder pada kelompok subjects disajikan pada Tabel 37.
Tabel 37 Hasil uji chi square tehadap tingkat partisipasi stakeholder kelompok subject dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025
No Variabel X2 hit P CC X2tabel Kesimpulan
A. Internal 1. Jenis
Kelamin
1,819 0,769 0,573 9,488 Terima H0, tidak ada hubungan antara jenis
kelamin dengan tingkat kelompok subject 2. Usia 20,000 0,067 0,425 21,026 Terima H0, tidak ada hubungan antara usia
dengan tingkat partisipasi kelompok subject
3. Pendidikan 28,683 0,026 0,642 26,296 Tolak H0, ada hubungan antara pendidikan
dengan tingkat kelompok subject
Tabel 35 Hasil uji chi square terhadap bentuk partisipasi stakeholder kelompok subject dalam penjaringan aspirasi di Kabupaten Bogor
No Variabel X2 hit P CC X2tabel Kesimpulan
A. Internal 1. Jenis
Kelamin
4,136 0,388 0,303 9,488 Terima H0, tidak ada hubungan antara jenis
kelamin dengan bentuk partisipasi kelompok subject
2. Usia 9,044 0,699 0,425 21,026 Terima H0, tidak ada hubungan antara usia
dengan bentuk partisipasi kelompok subject 3. Pendidikan 13,049 0,669 0,491 26,296 Terima H0, tidak ada hubungan antara
pendidikan dengan bentuk partisipasi kelompok subject
4. Pekerjaan 55,359 0,000 0,758 36,415 Tolak H0, ada hubungan antara pekerjaan
dengan bentuk partisipasi kelompok subject
5. Penghasilan 14,546 0,558 0,512 26,296 Terima H0, tidak ada hubungan antara
penghasilan dengan bentuk partisipasi kelompok subject
B. Eksternal 1. Peran
Pemerintah
9,968 0,619 0,442 21,026 Terima H0, tidak ada hubungan antara peran
pemerintah dengan bentuk partisipasi kelompok subject
2. Peran LSM 13,117 0,361 0,492 21,026 Terima H0, tidak ada hubungan antara peran
LSM dengan bentuk partisipasi kelompok subject
Tabel 36 Hasil uji chi square terhadap bentuk partisipasi stakeholder subject dalam seminar rancangan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025
No Variabel X2 hit P CC X2tabel Kesimpulan
A. Internal 1. Jenis
Kelamin
4,243 0,236 0,306 7,815 Terima H0, tidak ada hubungan antara jenis kelamin
dengan bentuk partisipasi kelompok subject 2. Usia 7,990 0,535 0,350 16,919 Terima H0, tidak ada hubungan antara usia dengan
bentuk partisipasi kelompok subject