• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bioavailabilitas Kalsium (Ca) dan Zat Besi (Fe) secara In Vitro pada Beberapa Prdouk Komersial Susu Ibu Hamil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bioavailabilitas Kalsium (Ca) dan Zat Besi (Fe) secara In Vitro pada Beberapa Prdouk Komersial Susu Ibu Hamil"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

Titien Dwi Ariyanti. In Vitro BioavailabilityCalcium (Ca) and Iron (Fe) in Commercial Maternal Milk Products. Under the guidance of Rimbawan

Milk is one of animal foodstuffs that commonly consumed by human, because of its complete and higly nutritious substance, including calcium and iron. Mineral deficiencies, such as calcium and iron, remain a major problem in many developing countries including Indonesia especially for pregnant women. Commercial maternal milk product is a sourceof calcium and iron that is potential to be consumed. Some commercial maternal milk products in market offerhigh calcium and iron product. This study used four commercial maternal milk products as samples. The sampleswere selected based on the content of calcium, iron, dietary fiberand prebiotic (FOS and GOS) that are listed on the nutrition fact. Investigation of in vitro bioavailability for calcium and iron was the major objective of this study because the high calcium and iron content in food does not always describe whether the absorbed calcium and iron was also high. The moisture, ashes, protein, calcium, iron, phosphor, dietary fiber, zinc, available total calcium and available total iron contents among the milk product used in this study were significantly different (p<0,05). However, there is no significant relationship between type of product with bioavailability of calcium and bioavailability of iron (p>0,05). Futhermore there is no significant relationship between nutrients contents (fiber, phosphor, zinc, FOS and GOS) and the bioavailability calcium and biovailability iron on the samples. According to this study catogory of bioavailability of calcium and iron in commercial maternal milk productswas high.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan salah satu pangan hewani yang sangat penting bagi manusia karena memiliki nilai gizi yang tinggi dan lengkap. Susu mengandung kalsium, fosfor, zat besi dan protein yang tinggi. Selain itu, susu juga mengandung sejumlah vitamin, di antaranya vitamin A dan D. Menurut Khomsan (2005) konsumsi susu sangat penting pada setiap golongan usia baik anak-anak, remaja, dewasa dan lansia.

Di negara berkembang, termasuk Indonesia susu masih dianggap sebagai pangan yang mewah oleh sebagian besar masyarakatnya. Anwar & Khomsan (2009) menyebutkan, kontribusi susu dapat memenuhi asupan kalsium orang Indonesia rata-rata hanya 23 mg/hari. Akan tetapi pertumbuhan produk susu terus berkembang. Salah satunya yaitu jenis produk susu berkebutuhan khusus seperti susu ibu hamil. Konsusmsi susu jenis khusus, yang termasuk didalamnya adalah susu ibu hamil mencapai 11.505 ton di tahun 2002 dan bergerak menjadi 14.311 ton di tahun 2002 (BPS 2003). Berdasarkan data BPOM tahun 2001-2005 telah terdaftar sebanyak 56 produk minuman susu ibu hamil dan atau menyusui (BPOM 2005).

Kehamilan merupakan bagian dari reproduksi wanita yang bertujuan untuk melanjutkan keturunan yang terjadi secara alami. Pada setiap tahap kehamilan, seorang ibu membutuhkan makanan dengan kandungan zat-zat gizi yang berbeda. Beberapa masalah gizi yang dialami ibu hamil adalah kurangnya asupan zat besi dan kalsium. Rata-rata konsumsi protein, kalsium, besi, dan vitamin A ibu hamil lebih rendah dibandingkan rata-rata angka kecukupannya (Septiyani 2008).

(3)

diperoleh sekitar 83,6 % mengalami anemia. Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk zat besi pada wanita normal yaitu 26 mg/hari. Kebutuhan zat besi pada wanita hamil meningkat 9 mg/hari dari AKG pada trimester II dan meningkat 13 mg/hari dari AKG pada trimester III (WNPG 2004).

Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang penting untuk pembentukan tulang dan gigi yang normal. Kalsium juga berperan dalam proses pembekuan darah, kontraksi otot, metabolisme sel, dan mengirimkan isyarat saraf ke sel (Bredbenner et al. 2007). Kalsium sangat penting selama kehamilan. Bukan hanya untuk bayi, tetapi juga untuk ibu dalam mempertahankan kalsiumnya sendiri. Apabila ibu tidak cukup mengkonsumsi pangan sumber kalsium, maka bayi akan mengambil kebutuhan kalsium dari tubuh ibunya, sehingga ibu mempunyai risiko mengalami pengeroposan tulang. Angka Kecukupan Gizi (AKG) kalsium untuk wanita normal sebesar 800 mg/hari. Kebutuhan kalsium pada wanita hamil meningkat 150 mg/hari dari AKG pada trimester I, II, III masa kehamilan. Kadar kalsium dalam darah wanita hamil menurun sampai 5% dibandingkan wanita tidak hamil (Arisman 2007).

Salah satu sumber kalsium dan zat besi yang baik dikonsumsi ibu hamil untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan zat besi yaitu susu. Beberapa keunggulan yang ditawakan hampir semua produsen susu komersial ibu hamil adalah susu dengan klaim tinggi kalsium dan zat besi. Hal ini dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan gizinya. Akan tetapi penambahan kalsium dan zat besi dalam produk komersial susu ibu hamil harus disertai dengan pengetahuan akan ketersediaan biologisnya (bioavailabilitas). Hal ini disebabkan total mineral yang tinggi dalam suatu produk belum menjamin tingginya jumlah mineral yang diserap oleh tubuh.

(4)

Berkaitan dengan hal di atas, perlu adanya penelitian mengenai bioavailabilitas kalsium dan zat besi pada beberapa produk komersial susu ibu hamil. Hal ini penting dilakukan agar para konsumen mendapat informasi mengenai bioavailabilitas kalsium dan zat besi dari produk komersial susu ibu hamil untuk dijadikan pertimbangan dalam memilih produk susu yang sesuai dalam rangka memenuhi kebutuhan kalsium dan zat besi ibu hamil.

Tujuan

Tujuan umum :

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bioavailabilitas kalsium (Ca) dan zat besi (Fe) secara in vitro pada beberapa produk komersial susu ibu hamil.

Tujuan khusus :

Tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:

1.

Menganalisis kadar kalsium dan zat besi, air, abu, protein, serat pangan (larut, tidak larut, total), kadar fosfor dan kadar seng pada produk komersial susu ibu hamil.

2.

Mempelajari bioavailabilitas kalsium (Ca) dan zat besi (Fe) pada produk komersial susu ibu hamil.

3.

Mempelajari kemungkinan adanya pengaruh serat pangan, fosfor dan Zn tersedia terhadap bioavailabilitas kalsium (Ca) dan zat besi (Fe) pada produk komersial susu ibu hamil.

4.

Menganalisis total kalsium (Ca) dan zat besi (Fe) tersedia di dalam produk komersial susu ibu hamil.

Kegunaan Penelitian

(5)

TINJAUAN PUSTAKA

Susu

Susu didefinisikan sebagai produk kelenjar susu (mamary gland) atau sekresi dari kelenjar susu binatang menyusui. Hewan penghasil susu adalah hewan mamalia seperti sapi, kerbau, domba, kambing, onta, zebra dan sebagainya (Marliyati, Sulaeman & Anwar 1992). Sebagaian besar susu yang diproduksi adalah susu berasal dari sapi, baik yang dikonsumsi dalam bentuk segar maupun digunakan sebagai bahan baku dalam memproduksi berbagai susu olahan.

Secara kimia, susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal. Komponen utama susu adalah air, lemak, protein (kasein dan albumin), laktosa (gula susu) dan abu. Komponen susu selain air merupakan Total Solid (TS) dan total solid tanpa komponen lemak (Solid Non Fat). Beberapa istilah lain yang biasa digunakan sehubungan dengan komponen utama susu ini adalah plasma susu atau susu skim. Susu skim yaitu bagian susu yang mengandung semua komponen kecuali lemak dan serum susu atau biasa disebut whei. Whey yaitu bagian susu yang mengandung semua komponen susu kecuali lemak dan kasein (Rahman et al. 1992).

Susu memiliki kandungan gizi yang baik dan bervariasi. Menurut Rahman et al. (1992) beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi komponen-komponen dalam susu adalah mastitis, tahapan dalam periode laktasi, musin dan keadaan makanan. Secara umum komposisi zat gizi dalam susu dapat dilihat di Tabel 1.

(6)

Tabel 1 Kandungan zat gizi dalam segelas susu sapi (200 g)

Zat Gizi Full Cream Semi Skim Skim

Energi (KJ) 282 201 148

Protein (g) 3,4 3,6 3,6

Karbohidrat (g) 4,7 4,8 4,9

Lemak (g) 4 1,8 0,3

Tiamin (mg) 0,03 0,03 0,03

Riboflavin (mg) 0,24 0,25 0,23

Niasin (mg) 0,2 0,1 0,1

Vitamin B6 (mg) 0,06 0,06 0,06

Vitamin B12( g) 0,9 0,9 0,8

Vitamin C (mg) 2 2 1

Vitamin D ( g) Sedikit Sedikit Sedikit

Vitamin E (mg) 0,08 0,04 Sedikit

Natrium (mg) 44 44 45

Kalium (mg) 160 161 167

Kalsium (mg) 122 124 129

Magnesium (mg) 11 11 11

Fosfor (mg) 96 97 99

Zat besi (mg) 0,03 0,02 0,03

Seng (mg) 0,4 0,4 0,5

Selenium (mg) 1 1 1

Sumber: Woods et al. 2007

Selanjutnya Buckle et al. (1987) menjelaskan bahwa air susu dihilangkan dengan penguapan dan sisa yang kering dibakar pada panas rendah akan memperoleh sisa abu putih yang berisi bahan-bahan mineral. Unsur-unsur mineral yang paling utama dapat dilihat di tabel 2. Kalsium dan fosfor dari susu mempunyai nilai gizi yang penting. Kalsium fosfat merupakan bagian dari partikel kasein dan mempengaruhi sifat partikel ini terhadap penggumpalan oleh renin, panas dan asam. Kandungan mineral dari susu agak bersifat konsisten dan tidak dipengaruhi oleh makanan ternak kecuali kandungan iodiumnya.

Tabel 2 Rata-rata kandungan mineral dalam susu dan abu

No Unsur Dalam susu (%) Dalam abu (%)

1 Kalium 0,140 20,0

2 Kalsium 0,125 17,4

3 Klorin 0,103 14,5

4 Fosfor 0,096 13,3

5 Natrium 0,056 7,8

6 Magnesium 0,012 1,4

7 Sulfur 0,025 3,6

Sumber: Buckle et al (1987)

(7)

sekitar 14% dari susu aslinya, maka rekonstitusi menjadi susu cair kembali dilakukan dengan menambah air matang sebanyak 7 kali sebanyak susu bubuknya (100/14 bagian). Selama proses pengeringan ini terjadi perubahan atau kerusakan pada beberapa komponen zat gizi diantaranya vitamin A dan vitamin B kompleks. Oleh karena itu pada susu bubuk ditambahkan berbagai zat gizi yang rusak atau berkurang.

Zat gizi yang terkandung dalam susu meliputi makro nutrien dan mikro nutrien. Kadar makro nutrien (protein, lemak dan karbohidrat) susu umumnya stabil setelah mengalami proses pengolahan, sedangkan mikro nutrien (vitamin dan mineral) susu umumnya mengalami kerusakan setelah proses pengolahan (khususnya vitamin).

Badan Standarisasi Nasional (BSN) menyatakan minuman khusus ibu hamil dan atau ibu menyusui adalah produk berbentuk bubuk ataupun cair, khusus ibu hamil atau menyusui, mengandung energi, protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral yang diperhitungkan berdasarkan tambahan kecukupan gizi yang dianjurkan untuk kelompok tersebu, dengan atau tanpa penambahan komponen bioaktif dan atau bahan tambahan pangan yang diijinkan.Syarat mutu produk susu bubuk di Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Adapun spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dapat dilihat di Tabel 3.

Tabel 3 Spesifikasi mutu susu bubuk ibu hamil dan atau menyusui (SNI 01-7148-2005)

Zat Gizi Satuan

Persyaratan Berbentuk Bubuk

(per 100 g)

Berbentuk Cair (per 100 ml)

Energi kkal Min 370 Min 65

Protein G 18-25 3,2 – 4,4

Lemak G Min 3,5 Min 0,6

Karbohdirat G Max 65 Max 11,4

Air G Max 4 -

Abu G Max 6 Max 1,1

Kalsium mg 200-800 35-140

Zat besi mg Min 10 Min 1,8

Seng mg Min 5 Min 0,9

Vitamin A mg 300-500 53-88

Vitamin B1 (Thiamin) mg 0,5-1,0 0,1-0,2 Vitamin B2 (Ribiflavin) mg 0,5-1,1 0,1-0,2

Vitamin B3 (Niasin) mg 14 1,1-2,5

vitamin B6 (Piridoksin) mcg 0,6-1,3 0,1-0,2 Vitamin B9 (Asam Folat) mcg 285-400 49-70

Vitamin B12 mg 0,3-2,4 0,1-0,4

(8)

Kalsium

Mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia adalah kalsium, yaitu sebanyak 1,5 sampai 2% dari berat badan orang dewasa atau sekitar 1 kg. Sebanyak 99% dari jumlah tersebut terdapat pada jaringan keras, yaitu tulang dan gigi, selebihnya kalsium tersebar dalam tubuh (Berdanier 1998). Kalsium berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma (darah) pada konsentrasi kurang lebih 2,25-2,60 mmol/l atau 9-10,4 mg/100 ml. Kadar kalsium dalam konsentrasi darah cenderung konstan dan jika bervariasi tidak sampai 10% (Almatsier 2006). Tubuh orang dewasa mengandung sekitar 1000-1300 g kalsium yang kurang dari 2% berat tubuh. Kandungan normal kalsium darah adalah 9-11 mg per 100 ml. Sekitar 48% serum kalsium adalah ionik dimana 46% dalam senyawa protein darah. Sisanya dalam bentuk senyawa kompleks yang mudah berdifusi, seperti dalam bentuk sitrat (Soekatri & Kartono 2004).

Berdasarkan Almatsier (2006), kalsium mempunyai fungsi dalam pembentukan tulang dan gigi, katalisator reaksi-reaksi biologik, dan kontraksi otot. Pada pembentukan tulang, kalsium di dalam tulang mempunyai dua fungsi yaitu sebagai bagian integral dari struktur tulang dan sebagai tempat menyimpan kalsium. Selain itu, beberapa reaksi biologik yang menggunakan kalsium sebagai katalisator adalah absorpsi vitamin B12, tindakan enzim pemecah lemak, aktivasi lipase pankreas, ekskresi insulin oleh pankreas, dan proses pemecahan serta pembentukan asetilkolin.

Kebutuhan Kalsium

(9)

Tabel 4 Angka kecukupan rata-rata kalsium yang dianjurkan

Kelompok Kecukupan Kalsium (mg/hari) Bayi (bulan)

0-6 7-11

200 400 Anak-anak (tahun)

1-3 4-6 7-9 500 500 600 Pria (tahun) 10-12 13-15 16-18 19-29 30-49 50-64 65 + 1000 1000 1000 800 800 800 800 Wanita (tahun) 10-12 13-15 16-18 19-29 30-49 50-64 65 + 1000 1000 1000 800 800 800 800 Ibu Hamil Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 + 150 + 150 + 150 Ibu Menyusui

6 bulan pertama 6 bulan kedua

+ 150 + 150 Sumber : WNPG (2004)

Sumber kalsium dalam pangan yang memiliki tingkat absorpsi yang tinggi adalah susu dan hasil olahannya seperti keju. Selain itu, sumber kalsium lain adalah sayuran berdaun hijau seperti kangkung, bayam, dan daun lobak cina, brokoli, kubis, bunga kol, kecambah, dan makanan yang difortifikasi kalsium seperti sereal dan jus buah (Bredbenner et al. 2007). Menurut Potter dan Hotchkiss (1995) beberapa pangan sumber kalsium antara lain sayuran hijau, lobak hijau, kubis, kerang, salmon dan sardine.

Kekurangan dan Kelebihan Kalsium

(10)

hipertensi, kanker kolon, dan obesitas atau berat badan berlebih. Riketsia terjadi pada anak-anak ketika penambahan jumlah kalsium per unit matriks tulang defisien sehingga mineralisasi tulang terganggu (Gropper et al. 2005).

Osteoporosis merupakan gangguan yang menyebabkan penurunan secara bertahap jumlah dan kekuatan jaringan tulang. Penurunan tersebut disebabkan oleh terjadinya demineralisasi yaitu tubuh yang kekurangan kalsium akan mengambil simpanan kalsium yang ada pada tulang dan gigi (Soekarti & Kartono 2004). Bredbenner et al. (2007) menyatakan bahwa kerusakan yang terjadi untuk mempertahankan massa tulang yang cukup mula-mula akan mengarah pada osteopenia yaitu massa tulang rendah. Osteoporosis didiagnosa ketika kehilangan massa dan penurunan kekuatan tulang signifikan sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Osteopenia dan osteoporosis didefinisikan berdasarkan kriteria WHO (World Health Organization), dimana densitas massa tulang 0.759 sampai 0.909 g/cm2 disebut osteopenia sedangkan densitas massa tulang di bawah 0.759 g/cm2 disebut osteoporosis.

Level ion Ca2+ bebas yang rendah dalam darah (hipokalemia) diduga dapat menyebabkan kejang (tetani) yaitu kondisi yang dicirikan oleh kontraksi otot yang gagal untuk melakukan relaksasi, khususnya pada otot pergelangan tangan dan kaki (organ pergerakan). Kalsium dapat menurunkan resiko kanker kolon melalui kemampuannya mengikat asam empedu dan asam lemak bebas yang keberadaannya dapat memicu terjadinya kanker melalui hiperproliferasi kolon (Gropper et al. 2005). Sirkulasi level vitamin D yang merupakan respon terhadap rendahnya asupan kalsium menyebabkan jalur kalsium terbuka pada membran di sel-sel tertentu (contohnya otot halus dan adiposit). Hal tersebut memiliki konsekuensi terjadinya aktivasi respon spesifik dari berbagai jaringan seperti kontraksi otot halus pada arteri, peningkatan sintesis lemak dan penurunan lipolisis pada adiposit. Mekanisme tersebut merupakan dampak kurangnya asupan kalsium terhadap berkembangnya hipertensi dan obesitas (Weaver & Heaney 2008).

(11)

Hiperkalsuria dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Disamping itu dapat juga menyebabkan konstipasi (kesulitan buang air besar). kelebihan kalsium jarang terjadi akibat makanan alami. Umunya terjadi karena mengkonsumsi suplemen kalsium secara terus menerus (Almatsier 2006).

Bioavailabilitas Kalsium

Bioavailabilitas dapat diartikan sebagai jumlah kalsium yang tersedia dalam bahan pangan yang dapat diserap dan dimanfaatkan tubuh. Bioavailabilitas kalsium menunjukkan proporsi kalsium yang tersedia untuk digunakan dalam proses metabolis terhadap kalsium yang dikonsumsi (Miller 1996). Semakin tingggi kebutuhan dan semakin rendah persediaan kalsium dalam tubuh akan menyebabkan absorpsi kalsium yang efisien (Almatsier 2006).

Kalsium membutuhkan lingkungan yang asam agar dapat mempertahankan kalsium dalam bentuk ionik yang mudah diabsorpsi. Absorpsi terutama terjadi pada bagian atas usus halus dan berkurang di bagian bawah usus halus yang berbatasan dengan usus besar. Dalam aliran darah, kalsium ditransportasikan dalam bentuk ion kalsium bebas atau terikat dengan protein, dimana konsentrasinya diregulasi secara ketat oleh kontrol hormon. Ketika konsentrasi kalsium dalam darah rendah, kelenjar paratiroid akan melepaskan hormon paratiroid. Peran hormon paratiroid dalam peningkatan kalsium darah dilakukan melalui tiga jalur yaitu 1). menstimulasi perombakan kalsium dari tulang, 2). meningkatkan retensi kalsium di ginjal, dan 3). mengaktifkan vitamin D yang kemudian vitamin D dalam bentuk aktif (1,25(OH)2D3) akan merangsang

peningkatan reabsorpsi kalsium di ginjal dan meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Namun jika konsentrasi kalsium darah meningkat, kelenjar tiroid akan melepaskan calcitonin yang kemudian akan mengembalikan konsentrasi kalsium ke dalam range normal dengan jalan mengurangi perombakan kalsium dari tulang dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal (Bredbenner et al. 2007).

(12)

kalsium lewat urin, feses dan keringat. Keseimbangan kalsium positif dibutuhkan pada saat pertumbuhan, kehamilan, dan laktasi. Ketidakakuratan pengukuran dengan metode ini akan terjadi apabila pengumpulan sampel feses tidak tepat dan adanya perubahan efiisensi absorpsi yang disebabkan oleh adaptasi tubuh terhadap level asupan kalsium yang berubah. Dengan prinsip yang hampir sama dengan metode keseimbangan kalsium, pada metode isotop kalsium dilakukan dengan menginjeksikan isotop kalsium baik yang bersifat radioaktif maupun yang stabil lewat intravena (Allen 1982).

Selain secara in vivo, pengukuran bioavailabilitas kalsium juga dapat dilakukan secara in vitro. Metode in vitro merupakan simulasi proses pencernaan bahan pangan dengan menggunakan enzim komersial. Enzim pepsin dan pankreatin bile yang biasa digunakan berfungsi untuk memecah protein sehingga kalsium yang terikat akan lepas dan dapat berdifusi ke dalam kantung dialisis (Roig et al. 1999). Metode in vitro selama ini dinilai lebih menguntungkan karena cepat, praktis, dan lebih murah (Damayanthi & Rimbawan 2008).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas kalsium, baik itu faktor pendorong maupun faktor penghambat. Allen (1982) mengelompokkan faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas kalsium menjadi dua kelompok yaitu faktor komponen makanan dan faktor fisiologis.

Komponen makanan yang mempengaruhi absorpsi kalsium

Berdasarkan Allen (1982) komponen makanan yang mempengaruhi bioavailabilitas kalsium meliputi fosfor, protein, komponen tumbuhan (serat, fitat, dan oksalat), laktosa, dan lemak. Selain itu, Gropper et al. (2005) menambahkan bahwa keberadaan kation divalen (bervalensi dua) juga dapat mengurangi absorpsi kalsium. Penjelasan dari masing-masing masing-masing faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas kalsium adalah sebagai berikut:

(13)

tulang. Hasil penelitian Bernhart et al. tahun 1969 dalam Brody (1999) pada sejumlah tikus membuktikan bahwa diet yang mengandung cukup kalsium dengan jumlah fosfor yang sedikit lebih rendah dan sedikit lebih tinggi dari kalsium dapat mendukung tingkat pertumbuhan yang hampir maksimal dan pembentukan tulang. Perbandingan kalsium dan fosfor terbaik dalam penelitian tersebut adalah 1:0,6, 1:0,9, dan 1:1,4.

Protein. Protein harian berkaitan erat dengan absorpsi kalsium. Hasil penelitian Heaney (2002) menjelaskan bahwa peningkatan asupan protein akan meningkatkan ekskresi kalsium di urin dan menyebabkan keseimbangan kalsium negatif. Menurut Brody (1999) efek ini disebut calciuric effect of protein. Heaney (2002) menjelaskan bahwa hal ini disebabkan karena asupan protein yang tinggi akan menigkatkan laju filtrasi glomerolus sehingga resorpsi kalsium di dalam tubulus ginjal akan berkurang, dengan demikian kalsium lebih banyak dibuang ke urin. Asupan kalsium harian yang rendah (<800 mg/hr), asupan protein 20% lebih tinggi berasosiasi dengan penurunan jumlah kalsium yang diabsorpsi sebanyak 23%. Heaney (2002) menyimpulkan bahwa protein dan kalsium bersifat sinergis terhadap tulang jika keduanya tersedia dalam jumlah yang cukup dalam diet, dan bersifat antagonis jika asupan kalsium rendah.

Komponen tumbuhan. Beberapa penelitian secara in vitro menjelaskan bahwa serat makanan mengikat beberapa mineral sehingga menurunkan tingkat kelarutan dan bioavailabilitasnya (Ink 1988). Komponen utama serat makanan diklasifikasikan sebagai materi penyusun dinding sel tumbuhan (selulosa, polisakarida nonselulosa, dan lignin) atau polisakarida nonstruktural seperti pektin, gum, musilage, dan beberapa hemiselulosa (Allen 1982). Selulosa dapat meningkatkan massa feses dalam usus dan mengurangi transit time sehingga mengurangi waktu yang tersedia untuk absorpsi kalsium. hemiselulosa menstimulasi proliferasi oleh mikroba, yang pada akhirnya akan mengikat kalsium sehingga kalsium tidak dapat diabsorpsi (Gropper et al. 2005).

(14)

(soluble fibers) adalah serat yang dapat dilarutkan dalam air dan dapat dicerna (difermentasi) oleh bakteri di dalam usus besar (Wardlaw 1999).

Adanya asam fitat akan membentuk kalsium fosfat yang tidak dapat larut sehingga tidak dapat diabsorpsi (Almatsier 2006). Fitat atau juga sering disebut asam fitat atau mioinositol heksafosfat ditemukan pada beberapa pangan yang berasal dari tumbuhan seperti kacang-kacangan, biji-bijian dan sereal. Fitat mengikat kalsium dan menurunkan ketersediaannya khususnya jika rasio fitat : kalsium lebih dari 0.2 (Gropper et al 2005).

Oksalat terdapat dalam jumlah yang besar pada sayuran daun berwarna hijau seperti bayam. Rasio kalsium dengan oksalat biasanya kurang dari 0,5, yang mengindikasikan bahwa semua kalsium yang terkandung dalam sayuran daun hijau seluruhnya berada dalam bentuk terikat dengan oksalat (Allen 1982). Absorpsi kalsium di usus dihambat oleh oksalat dengan mengkelat kalsium dan meningkatkan ekskresinya lewat feses (Gropper et al 2005). Absorpsi kalsium dalam bentuk kalsium oksalat hanya sekitar 10%. Kalsium yang berasal dari bayam hanya diabsorpsi sekitar 5% (Brody 1999). Sama halnya dengan oksalat dan fitat, keberadaan tanin dalam teh juga akan menghambat penyerapan kalsium (Bredbenner et al. 2007).

Laktosa. Laktosa juga akan meningkatkan absorpsi bila tersedia cukup enzim laktase. Laktosa meningkatkan transpor kalsium melalui difusi di ileum dibandingkan dengan transpor aktif (Allen 1982). Reiser (1988) dalam Bodwell dan Erdman (1988) menjelaskan bahwa laktosa diduga dapat meningkatkan potensial transmembran mukosa dan mendorong influks kalsium lewat brush border dan dengan demikian akan meningkatkan absorpsi kalsium.

Interaksi laktosa dengan kalsium membentuk kompleks kalsium laktat yang memiliki tingkat absorpsi yang tinggi. Fermentasi laktosa oleh mikroba usus akan menghasilkan asam yang dapat menurunkan pH sehingga absorpsi lebih optimal. Penelitian yang dilakukan oleh Kabayashi et al. tahun 1975 memperlihatkan bahwa hidrolisis laktosa oleh enzim laktase menjadi galaktosa dan glukosa lebih efektif dalam meningkatkan absorpsi kalsium (Allen 1982).

(15)

asam lemak dan kalsium akan meningkatkan panjang rantai asam lemak dan menurunkan tingkat ketidakjenuhannya (Allen 1982).

Kation divalen. Gropper et al. (2005) menjelaskan bahwa keberadaan kation divalen (bervalensi 2) seperti magnesium dan seng dapat mengurangi absorpsi kalsium ketika magnesium atau seng berada dalam keadaan berlebih dalam saluran pencernaan karena kedua mineral tersebut akan saling berkompetisi dalam hal penyerapannya di usus. Pengaruh kation divalen dalam bioavailabilitas kalsium dapat dikurangi jika konsumsinya tidak bersamaan sehingga keberadaannya dalam usus lebih rendah dari kalsium.

Faktor fisiologis yang mempengaruhi absorpsi kalsium

Selain komponen makanan, faktor fisiologis yang dapat mempengaruhi absorpsi kalsium adalah status vitamin D, defisiensi kalsium dan fosfor, serta perbedaan kondisi fisiologis dan kebutuhan pada setiap tahap dalam daur kehidupan (Allen 1982). Tahap dalam daur kehidupan yang dimaksud adalah bayi, anak-anak dan remaja, dewasa, ibu hamil dan menyusui, wanita menopause serta lansia.

Status vitamin D. Vitamin D dalam bentuk aktif atau biasa disebut calcitriol akan meningkat jika sekresi hormon paratiroid tinggi, asupan kalsium harian rendah, dan dalam kondisi hamil dan menyusui (Allen 1982). Calcitriol akan meningkatkan absorpsi kalsium pada mukosa usus dengan cara merangsang produksi protein pengikat kalsium (CaBP/Calcium binding protein) yang juga biasa disebut calbindin D9k (Gropper et al. 2005).

Defisiensi vitamin D akan menyebabkan sintesis CaBP lebih lama yaitu sekitar 6 – 8 hari yang kemudian akan menghambat penyerapan kalsium (Allen 1982). Defisiensi vitamin D jangka panjang akan menyebabkan riketsia pada anak-anak dan osteomalsia pada dewasa, sedangkan kelebihan vitamin D akan menyebabkan hiperkalsemia yang dapat menimbulkan kalsifikasi (pengerasan) pada jaringan lunak (calcinosis) seperti pada ginjal, hati, paru-paru dan pembuluh darah (Gropper et al. 2005).

(16)

dan 400%. Tingginya absorpsi kalsium di usus disertai peningkatan asupan kalsium harian akan mengurangi demineralisasi tulang dan akan mengembalikan keseimbangan kalsium menjadi positif (Allen 1982). Namun, jika asupan kalsium tidak ditingkatkan, absorpsi kalsium akan menurun karena jumlah kalsium yang dapat diserap bekurang (Almatsier 2006).

Defisiensi fosfor juga akan meningkatkan absorpsi kalsium. Penelitian yang dilakukan oleh Dominguez et al. tahun 1976 menunjukan bahwa defisiensi fosfor meningkatkan produksi 1,25-(OH)2-vit D3 yang kemudian akan

meningkatkan absorpsi kalsium (Allen 1982).

Daur kehidupan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Younoszai tahun 1981 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan linier antara konsumsi dan absorpsi kalsium pada bayi. Pada asupan kalsium yang rendah, efisiensi absorpsi kalsium pada bayi berkurang daripada dewasa. Hal ini disebabkan karena mekanisme adaptasi tubuh terhadap asupan kalsium yang rendah tidak terjadi dan transpor kalsium biasanya hanya terjadi lewat difusi. Beberapa susu formula yang mengandung cukup kalsium dapat diabsorpsi 30%, sedangkan asupan 239 mg/kg/hari kalsium dari susu formula yang mengandung vitamin D dan trigliserida dapat diabsorpsi sebanyak 73% (Allen 1982).

Kemampuan untuk absorpsi kalsium lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses penuaan. Kebutuhan kalsium pada masa pertumbuhan lebih tinggi karena itu secara alamiah tubuh akan menyerap lebih banyak kalsium. Remaja cenderung menyerap kalsium lebih banyak daripada orang lanjut usia (Almatsier 2006).

Linder (2006) dan Almatsier (2006) menyebutkan bahwa pada dewasa normal absorpsi kalsium berada dalam kisaran 30% - 50%. Namun menurut Bredbenner et al. (2007), tubuh manusia (dewasa) menyerap sekitar 25% hingga 30% kalsium dari makanan yang dikonsumsi, akan tetapi apabila tubuh membutuhkan kalsium dalam jumlah ekstra tinggi seperti pada tahap pertumbuhan, bayi dan ibu hamil, absorpsi meningkat mencapai 75%.

(17)

kalsium 2000 mg/hr yaitu sekitar 20% sedangkan pada diet kalsium 300 mg/hr, absorpsi kalsium meningkat menjadi 40% (Allen 1982).

Bioavailabilitas berbagai garam kalsium

Bentuk kimia dari kalsium yang ditambahkan dalam produk dapat mempengaruhi bioavailabilitas kalsium (Rajagukguk 2004). Menurut Gropper et al. (2005), terdapat beberapa bentuk garam kalsium yang biasanya digunakan dalam suplemen dan fortifikasi yaitu kalsium karbonat, kalsium laktat, kalsium sitrat dan kalsium glukonat. Garam kalsium akan bersifat bioavailable dalam bentuk terlarut. Kalsium karbonat umumnya terdapat dalam bahan pangan dalam jumlah yang tinggi namun kelarutannya rendah (Muchtadi 2008). Kressel et al. (2010) menyatakan bahwa pada suhu 21oC, kalsium karbonat hampir tidak larut dalam air (0,014 g/l) dan dalam jus apel yang bersifat asam sekalipun (3 g/l) sehingga bioavailabilitasnya juga rendah (5,5%).

Sementara itu, beberapa macam garam kalsium yang mempunyai sifat kelarutan yang baik, misalnya kalsium glukonat, kalsium laktat. Kalsium laktat yang tersedia dalam bentuk pentahidrat (5H2O), mengandung 13% kalsium.

Garam kalsium ini mempunyai sifat kelarutan dalam air yang tinggi (9,3 g/l), sehingga paling banyak digunakan dalam industri minuman, sedangkan kalsium glukonat memiliki kelarutan sebesar 3,5 g/l (Muchtadi 2008).

Selanjutnya Muchtadi (2008) menjelaskan bahwa trikalsium sitrat memberikan kombinasi yang baik. Bentuk yang paling banyak digunakan adalah bentuk tetrahidrat (4H2O), dengan kadar kalsium yang cukup tinggi (21%) dan

kelarutan yang moderat (0,9 g/l). Sifat kelarutan garam kalsium dalam air sangat dipengaruhi oleh pH (keasaman) larutan, di mana kelarutan garam kalsium akan meningkat dengan meningkatnya keasaman (menurunnya pH). Trikalsium sitrat menunjukkan kelarutan yang lebih baik pada pH lebih rendah dari 4,5. Berbeda dengan garam kalsium lain, trikalsium sitrat lebih mudah larut pada suhu rendah. Baker (1991) menambahkan bahwa kelompok sumber kalsium organik seperti dari tepung tulang, bentuk dikalsium fosfat, trikalsium fosfat, dan kalsium sulfat memiliki ketersediaan yang tinggi.

(18)

Zat Besi

Zat besi merupakan komponen dari hemoglobin, mioglobin, sitokhrom, dan enzim katalase serta peroksidase. Lebih dari 65% zat besi dalam tubuh ditemukan dalam bentuk hemoglobin dan lebih dari 10% ditemukan dalam bentuk mioglobin, 1% sampai 5% ditemukan dalam bentuk bagian dari enzim dan menjaga zat besi dalam darah atau cadangan zat besi dalam tubuh (Gropper et al. 2005). Di samping itu berbagai jenis enzim memerlukan besi sebagai faktor penguat. Di dalam tubuh sebagian besar besi terkonjugasi dengan protein dan terdapat dalam bentuk ferro atau ferri. Bentuk aktif zat besi biasanya terdapat sebagai ferro sedangkan bentuk inaktif adalah sebagai ferri (Sediaoetama 1991). Dalam tubuh senyawa dengan protein membentuk hemoglobin sebagai pembawa oksigen dalam darah. Sekitar 85% besi dalam tubuh ada dalam senyawa dengan protein dan sekitar 5% ada dalam protein otot dan dalam sel. Semua senyawa itu sangat vital untuk pernafasan sel dimana oksigen dan karbon dioksida bertukar. Sisanya digunakan dalam enzim (Gibson 1999 dalam Soekatri & Kartono 2004).

Kebutuhan Zat Besi

Faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat besi adalah keasaman lambung dan bioavailabilitas termasuk penghambat maupun pemacu penyerapan besi nonheme. Zat besi pada wanita sangat diperlukan, terutama karena adanya kehilangan besi selama menstruasi. Menurut WNPG (2004), kecukupan zat besi untuk masing-masing kelompok umur disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Angka kecukupan rata-rata zat besi yang dianjurkan

Kelompok Kecukupan Zat Besi (mg/hari) Bayi (bulan)

0-6 7-11

0.5 7 Anak-anak

(tahun) 1-3 4-6 7-9

8 9 10 Pria (tahun)

10-12 13-15 16-18 19-29 30-49 50-64 65 +

(19)

Kelompok Kecukupan Zat Besi (mg/hari) Wanita (tahun)

10-12 13-15 16-18 19-29 30-49 50-64 65 +

20 20 26 26 26 12 12 Ibu Hamil

Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3

+ 0 + 9 + 13 Ibu Menyusui

6 bulan pertama 6 bulan kedua

+ 6 + 6 Sumber : WNPG (2004)

Menurut British Nutrition Foundation (1995) berdasarkan kandungan besinya makanan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu makanan dengan kandungan besi rendah yaitu kurang dari 0.7 mg (besi/1000 Kal), makanan dengan kandungan besi sedang yaitu antara 0.7-19 mg (besi/1000 Kal) dan makanan dengan kandungan besi tinggi yaitu lebih dari 2.0 mg (besi/1000 Kal). Besi yang berasal dari tiga sumber yaitu besi yang diperoleh dari hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan dalam badan dan besi yang diserap dari saluran pencernaan. Besi hasil hemolisis merupakan besi sumber utama. Pada manusia yang normal kira-kira 20-25 mg besi per hari berasal dari besi hemolisis dan hanya sekitar 1 mg berasal dari makanan (Winarno 1997).

Metabolisme Zat Besi

Zat besi lebih mudah diserap dari usus halus dalam bentuk ferro. Penyerapan ini mempunyai mekanisme autoregulasi yang diatur oleh kadar ferritin yang terdapat di dalam sel-sel mukosa usus. Pada kondisi besi yang baik, hanya sekitar 10 persen dari besi yang terdapat dalam makanan diserap ke dalam mukosa usus, tetapi dalam kondisi defisiensi besi yang diserap lebih banyak untuk menutupi kekurangan tersebut (Sediaoetama 1991).

(20)

masuk ke plasma darah, besi dilepaskan dari ferritin dalam bentuk ferro, sedangkan apoferritin yang terbentuk kembali akan bergabung lagi dengan ferri hasil oksidasi di dalam sel mukosa. Setelah masuk ke dalam plasma, maka besi ferro segera dioksidasi menjadi ferri untuk digabungkan dengan protein spesifik yang mengikat besi yaitu transferrin (Suhardjo & Kusharto 1988).

Senyawa besi di dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua yaitu yang berfungsi untuk keperluan metabolik dan yang berbentuk simpanan atau cadangan. Hemoglobin, mioglobin, sitokrom dan beberapa besi lainnya yang berkaitan dengan protein termasuk dalam kelompok utama. Senyawa tersebut berfungsi sebagai sarana transportasi zat gizi serta penyimpanan dan penggunaan oksigen. Tergantung pada tingkat status besi seseorang, jumlah senyawa ini berskisar antara 25-55 mg/kg berat badan dan lebih dari 80% diantaranya berbentuk hemoglobin. Senyawa zat besi dalam bentuk cadangan berkisar antara 5-25 mg/kg berat badan, terutama sebagai feritin dan hemosiderin. Senyawa zat besi dalam bentuk cadangan tidak mempunyai fungsi fisiologis selain sebagai buffer yaitu menyediakan zat besi jika dibutuhkan untuk kompartemen fungsional. Apabila za besi cukup dalam bentuk simpanan maka kebutuhan akan hemopoesis (pembentukan sel-sel darah merah) dan sumsum tulang akan terpenuhi (Wilson et al. 1979).

Besi heme harus dihidrolisis dari bentuk globin hemoglobin atau mioglobin sebelum diserap. Pencernaan dilakukan oleh protease di dalam lambung dan usus halus menghasilkan besi heme. Penyerapan besi dapat terjadi di sepanjang usus halus akan tetapi penyerapan paling efisien terjadi pada bagian atas duodenum. Pengeluaran besi kemungkinan berikatan dengan protein dalam bentuk kompleks paraferitin dan dapat digunakan pada sel mukosa intestinal (Gropper et al. 2005).

(21)

disekresikan usus halus menuju pankreas. Pada lingkungan yang lebih alkali, besi ferri akan kompleks memproduksi hidroksi ferri (Fe(OH)3), senyawa yang

relatif tidak larut dalam jumlah yang besar dan mengendap, menyebabkan berkurangnya penyerapan zat besi (Gropper et al. 2005).

Kekurangan dan Kelebihan Zat Besi

Defisiensi zat besi biasanya terjadi pada 4 golongan yaitu: 1) bayi dan anak kecil (6 bulan sampai dengan 4 tahun), karena kurangnya kadar zat besi pada susu dan makanan yang dikonsumsi, pertumbuhan yang pesat dan rendahnya cadangan zat besi yang dibutuhkan, 2) dewasa muda, karena terjadi pertumbuhan yang pesat dan membutuhkan sel darah merah yang lebih banyak, 3) wanita subur karena kehilangan zat besi selama mentruasi, 4) wanita hamil karena volume darah mengembang akibat adanya fetus dan plasenta, dan terjadinya kehilangan darah ketika melahirkan (Gropper et al. 2005).

Defisiensi zat besi pada anak-anak akan mengakibatkan keabnormalan perkembangan psikomotornya. Keabnormalan ini akan muncul sebagai konsekuensi dari berubahnya metabolisme dopamine. Defiisiensi zat besi menjadi penyebab dari menurunnya kehamilan, dimana tingginya angka kematian dan prematur bayi. Merusaknya respon imun, abnormalitas saluran pencernaan, perubahan epidermal anggota tubuh, perubahan metabolisme tiroid dan perubahan catecholamine (Stipanuk 2001).

Defisiensi menyebabkan anemia. Pada penderita anemia, jumlah sel-sel darah merah berkurang dan karenanya jumlah oksigen yang dibawa ke jaringan juga menurun. Hal ini mengakibatkan kekurangan energi dan kelesuan, sakit kepala dan pusing-pusing yang merupakan gejala anemia. Anemia lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria disebabkan antara lain karena kehilangan darah selama menstruasi (Gaman & Sherrington 1992).

Bioavailabilitas Zat Besi

(22)

Faktor eksogen yang mempengaruhi bioavailabilitas zat besi meliputi berbagai komponen bahan pangan yang berinteraksi dalam pelepasan zat besi, yaitu kandungan zat besi dalam bahan pangan, bentuk zat besi dalam bahan pangan, faktor pendorong dan penghambat absorbsi zat besi yang berasal dari makanan.

Kandungan Zat Besi. Weaver dan Heaney (2008) menyatakan bahwa frkasi zat besi yang diserap umumnya bervariasi dan rata-rata akan berkebalikan dengan asupannya. Efisiensi absorbsi zat besi memang berbanding terbalik dengan total zat besi dalam makanan. Semakin besar total zat besi makanan, maka persentase zat besi yang diabsorbsi akan semakin rendah (Yeung & laquarta 2003).

Bentuk Zat Besi. Bentuk zat besi yang terkandung dalam makanan juga menentukan ketersediaannya untuk diserap karena kelarutan zat besi dalam medium intralumenal saluran pencernaan merupakan prasyarat bagi absorbsi. Garam ferro sederhana lebih mudah diserap daripada garam kompleks dan garam ferri. Besi ferro memiliki ketersediaan yang lebih tinggi karena memiliki kelarutan lebih besar pada pH saluran cerna usus yang basa. Sedangkan besi ferri akan mengendap sebagai ferri oksida pada pH di atas 3,5 sehingga berkurang kelarutannya dan lebih sulit untuk diserap oleh usus. Oleh karena itu besi ferro dapat diserap 3 kali lebih besar daripada besi ferri (Rofles & Whitney 2008).

Selain itu bioavailabilitas zat besi dipengaruhi oleh kebutuhan gizi seseorang, kecukupan sekresi enzim-enzim pencernaan dan berbagai macam komponen bahan pangan. Untuk faktor yang terakhir ini dapat berupa faktor pendorong atau faktor penghambat absorpsi, juga kandungan zat besi dan bentuk kimianya. Faktor-faktor yang mendorong penyerapan zat besi di dalam tubuh yaitu asam (asam askorbat, asam sitrat, asam laktat dan tartarat), gula, protein, dan musin. Faktor penghambat penyerapan zat besi yaitu polifenol (tanin), asa oksalat, fitat, fosvitin dan zat gizi seperti kalsium, fosfat, seng, magnesium dan nikel.

(23)

yang netral dalam hal penyerapan besi pada manusia dan efek positif pada tikus percobaan. Serat dan komponennya menunjukkan pengaruh yang berbeda-beda pada ketersediaan biologis zat besi. Apabila hemiselulosa dan lignin menghambat penyerapan besi pada manusia maka selulosa dan pektin menunjukkan pengaruh yang berlawanan. Bagaimanapun beberapa faktor dapat menyebabkan hasil penelitian menjadi tidak konsisten yaitu diantaranya penggunaan komponen yang berbeda, pengaruh pH dan ada tidaknya pengkelatan (Latunde & Neale 1986).

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur bioavailabilitas zat besi diantaranya dengan metode in vivo dan in vitro. Metode in vitro mengukur bioavailabilitas zat besi dengan menentukan jumlah zat besi dan makanan dengan asam lemak atau memisahkan besi ion dari makanan dengan pengikat logam. Metode ini didasarkan pada simulasi pencernaan makanan atau tes makanan dengan pepsin, asam hidroklorida dan enzim-enzim pencernaan yang diikuti pemisahan diasilat atau besi yang larut. Pengukuran ketersediaan biologis zat besi secara in vitro ini secara umum memberikan nilai yang sama dengan manusia, meskipun underestimate pada absorpsi komponen-komponen yang ketersediaan biologisnya rendah. Variasi yang besar pada ketersediaan biologis zat besi secara in vitro boleh jadi tidak sebesar variasi pada in vivo (Allen & Ahluwalia 1997).

(24)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2011. Analisis kimia produk komersial susu ibu hamil dan bioavailabilitas kalsium dan zat besi dilakukan di Laboratorium Analisis Kimia dan Pangan Departeman Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat jenis produk komersil susu ibu hamil . Sampel diberi kode sebagai sampel susu A, B, C dan D. Selain itu, bahan-bahan kimia yang diperlukan adalah bahan untuk analisis kimia yang meliputi analisis kadar protein, total kalsium, total zat besi, bioavailabilitas kalsium dan bioavailabilitas zat besi. Bahan-bahan tersebut adalah air destilata, asam sulfat (H2SO4), asam nitrat, selenium mix, HCl, asam

borat (H3BO3), kalium hidroksida (KOH), air bebas ion, enzim pepsin (Merck dari

porsin), pankreatin (Sigma P-170), ekstrak empedu (Sigma B-8631), dan larutan natrium bikarbonat (NaHCO3).

Alat-alat lain yang digunakan adalah alat untuk analisis kimia yang meliputi kadar protein, total kalsium, total zat besi, bioavailabilitas zat besi dan bioavailabilitas kalsium. Alat-alat tersebut terdiri dari erlenmeyer, labu takar, magnetic stirrer, labu destilasi, labu Kjehdahl, buret, gelas piala, neraca analitik, pH meter, pipet mohr, pipet tetes, pipet volumetrik, tabung reaksi, aspirator (bulb), corong, spatula, botol semprot, plastik, gunting, karet gelang, kertas saring Whatman no.42, kantung dialisis (Spectrapor I, MWCO 6000-8000, dia: 32,8 mm, flat width: 50 mm, vol/length: 8 ml/cm), penangas air bergoyang, Spectrophotometre double beam Optima SP-300, dan AAS (Atomic Absorption Specthrophotometre) Hitachi 170-30.

Tahapan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap sebagai berikut :

1. Survei produk komersial susu ibu hamil yang dijual di Hyper market Giant, Supermarket Giant, Indomaret dan Alfa Mart yang terdapat di Bogor. 2. Analisis kadar air, protein, serat pangan, fosfor, seng, total zat besi dan

total kalsium pada keempat produk komersial susu ibu hamil.

(25)

Tahap 1. Survei Produk Komersial Susu Ibu Hamil

Sampel dipilih berdasarkan hasil survei pasar yang dilakukan di beberapa tempat perbelanjaan. Tempat perbelanjaan yang dipilih yaitu Hypermarket Giant Botani Square dan Yasmin, Supermarket Giant Sindang Barang serta Alfamart, Alfamidi dan Indomaret yang terdapat di Dramaga Bogor. Tempat perbelanjaan yang dipilih didasarkan pada banyaknya pengunjung dan merek susu ibu hamil yang dijual. Survei pasar dilakukan untuk mendapatkan data mengenai merek produk komersial susu ibu hamil yang dijual serta data mengenai kandungan zat gizi yang tercantum di dalam nutrition fact masing-masing produk.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat jenis produk komersil susu ibu hamil yang dipilih secara purposive. Kriteria umum yang digunakan dalam pemilihan sampel yaitu secara komposisi keempat sampel susu uji mengandung kalsium dan zat besi yang tinggi. Secara khusus sampel dipilih dengan kriteria tertentu yaitu: 1) Produk komersial susu ibu hamil yang mencantumkan serat pangan, FOS dan GOS pada nutrition fact; 2) Produk komersial susu ibu hamil yang mencantumkan serat pangan dan FOS pada nutrition fact; 3) Produk komersial susu ibu hamil yang hanya mencantumkan serat pangan pada nutrition fact; 4) Produk komersial susu ibu hamil yang tidak mencantumkan serat pangan, FOS dan GOS pada nutrition fact.

Tahap 2. Analisis kadar air, protein, fosfor, total zat besi dan total kalsium pada ketiga produk susu ibu hamil

Produk komersial susu ibu hamil dianalisis sifat kimianya meliputi analisis kadar air, kadar abu, protein, fosfor, total kalsium, total zat besi, total seng dan serat pangan.

Analisa Fosfor Metode Vanadat-Molibdat (Sulaeman et al. 1994) a. Persiapan pereaksi Vanadat-Molibdat

Sebanyak 20 gram ammonium molibdat dilarutkan dalam 400 ml akuades hangat kemudian didinginkan. Ditimbang 1,0 gram vanadat dilarutkan ke dalam 300 ml akuades mendidih. Setelah dingin, ditambahkan asam nitrat pekat sambil diaduk. Larutan molibdat dimasukkan ke dalam larutan vanadat, diaduk lalu diencerkan hingga volume 1 liter.

b. Persiapan larutan fosfat standar

(26)

tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml dan diencerkan sampai tanda tera ( 1 ml = 0,2 P2O5).

c. Pembuatan kurva standar

Larutan fosfat standar diambil sebanyak 0; 0,025; 0,050; 0,100; 0,125; 0,150; dan 0,200 ml lalu dimasukkan dalam labu takar 100 ml. Masing-masing ditambah 25 ml pereaksi vanadat-molibdat kemudian ditera. Larutan didiamkan selama 10 menit, kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 400 nm.

d. Penetapan sampel

Sampel yang telah dipreparasi dipipet 1 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Ditambahkan 25 pereaksi vanadat-molibdat pada masing-masing labu takar dan diencerkan sampai tanda tera. Setelah didiamkan sampel diukur panjang absorbannya pada panjang gelombang 400 nm. Konsentrasi fosfor dapat diketahui melalui kurva standar berdasarkan absorbans yang terbaca.

Tahap 3. Analisis Bioavailabilitas in vitro kalsium Susu Ibu Hamil metode Dialisis (Roig et al. 1999)

a. Bahan dan Alat

Semua peralatan gelas dicuci, direndam dalam larutan HNO3 10% (v/v)

selama 24 jam dan dibilas dengan air bebas ion sebelum digunakan. Bahan dan alat meliputi :

1. HCl 37%

2. Suspensi Pepsin :

Sebanyak 1,6 g pepsin didispersikan ke dalam 0,1 M HCl dan ditepatkan volumenya menjadi 10 ml. Suspensi ini dibuat sewaktu akan digunakan. 3. Campurkan pankreatin :

Sebanyak 1 g pankreatin dan 6,25 g ekstrak empedu didispersikan dalam 0,1 M NaHCO3 dan ditepatkan volumenya menjadi 250 ml. Campuran ini

dibuat sewaktu akan digunakan. 4. Kantung Dialisis :

Kantung dialisis dipotong dengan panjang 20 cm dan kemudian direndam dalam air bebas ion sampai akan digunakan.

5. Botol-botol gelas :

(27)

b. Persiapan sampel

Susu ibu hamil disiapkan

Ditimbang setara 2 gram protein

Analisis ketersediaaan kalsium dan zat besi c. Prinsip analisis

Kalsium dan zat besi sampel dihirolisis dari ikatannya dengan protein menggunakan enzim-enzim pencernaan yang terdapat di lambung dan usus halus. Kalsium dan zat besi bebas yang terdapat dalam larutan sampel akan berdifusi melalui membran semipermeabel ke dalam kantung dialisis yang berisi buffer NaHCO3. Kalsium dan zat besi dalam

(28)

d. Pencernaan in vitro kalsium dan zat besi pada susu ibu hamil (Gambar 1)

Gambar 1 Prosedur pencernaan kalsium dan zat besi secara in vitro dalam analisis

ketersediaan biologis (bioavailabilitas) kalsium dan zat besi dengan

metode dialisis (Roig et al. 1999) Sampel

Ditambahkan H20 bebas ion

pH diatur menjadi 2,0 dengan HCl 4N

Gelas piala ditimbang bersama sampel (A)

Ditimbang 20 g (T1) Ditimbang 20 g (T2)

Ditambahkan suspensi Pepsin 1,6 g pepsin dilarutkan Ditambahkan suspensi dalam 10 ml HCl 0,1 N

Diinkubasi dalam shaker 370 C 120 mnt skala kec 5

Diinkubasi dalam shaker 370 C 120

Dimasukkan ke dalam freezer Dimasukkan ke dalam freezer

Ditambahkan 5 ml pancreatin bile

Ditambahkan 5 ml pancreatin

Diinkubasi 370C 2 jam kec 5

Kantung dialisis diangkat

Dititrasi dgn KOH standar sampai pH 7

Dicuci dengan air bebas ion

Dihitung kebutuhan NaHCO3

Ditimbang dialisatnya

1 gr pankreatin (sigma p 170) + 6,23 ekstrak empedu

(sigma B-8631) dilarutkan dalam 250 ml NaHCO3 0,1 N Di-thawing dalam shaker 370C

Kantung dialisis dimasukkan

Diinkubasi dalam shaker 370C 30 menit skala kec 5

Dipotong kantung ± 12 cm, direndam dlm air bebas ion lalu diikat salah

satu ujungnya dan diisi dengan 20 ml larutan NaHCO3 hasil perhitungan

(29)

e. Pengabuan basah untuk analisis kandungan kalsium dan zat besi pada dialisat dan Susu ibu hamil

Gambar 2 Prosedur pengabuan basah dalam analisis total kalsium dan zat besi dalam dialisat maupun pada susu ibu hamildengan metode AAS.

f. Perhitungan

1. Berat setara 2 gram protein = {(2/kadar protein sampel) x100}/5 2. Kadar Ca (mg/100g) = (tinggi puncak sampel x fp)- tinggi puncak

blanko) -b/a) x (aliquot/1000)x (100/berat sampel)

3. Kadar Fe (mg/100g) = (tinggi puncak sampel x fp)- tinggi puncak blanko) -b/a) x (aliquot/1000)x

(100/berat sampel) 4. Kebutuhan NaHCO3

5. Bioavailabilitas kalsium (%)

Ditimbang ± 2 gr dialisat

Diencerkan dalam labu 50ml Dipanaskan sampai jernih

Didiamkan semalam

Disaring dengan kertas saring whatman 42

Ditambahkan H2O bebas ion Ditambahkan H2SO4 pekat 10 ml

Ditambahkan 10 ml HNO3 pekat

(30)

6. Bioavailabilitas zat besi (%)

ket; fp = faktor pengenceran (1 dan 10)

7. Total Ca tersedia (mg/100g) = Ca sampel (mg/100 g) x (% Bioavailabilitas)

8. Total Fetersedia (mg/100g) = Fe sampel (mg/100 g) x (% Bioavailabilitas).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dan 3 kali ulangan. Banyaknya ulangan ditentukan oleh kode produksi masing-masing produk susu yang diuji. Bentuk umum dari rancangan tersebut adalah:

Yij= + Ai + Aij + ij Keterangan:

Yij = nilai pengamatan bioavailabilitas kalsium atau zat besi ke-i dari produk komersial susu ibu hamil pada ulangan ke-j.

= nilai rata-rata umum bioavailabilitas kalsium atau zat besi

Ai = Jenis susu ibu hamil ke-i dengan bioavailabilitas kalsium atau zat besi Aij = interaksi antara pengaruh perlakuan Ai dan Aj

ij = Kesalahan penelitian karena pengaruh bioavailabilitas ke-i produk susu ibu hamil dengan pengulangan ke-j

i = Banyaknya produk susu ibu hamil (W, X, Y dan Z)

j = banyaknya ulangan (k= 1,2,3) yang ditentukan oleh kode produksi masing-masing produk susu.

Pengolahan dan Analisis Data

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Produk Komersial Susu Ibu Hamil

[image:31.595.108.515.278.646.2]

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 69/1999 tentang label dan iklan, yang dimaksud dengan label pangan adalah setiap keterangan pangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempel pada, atau merupakan bagian kemasan pangan (BPOM 2007). Label pangan berfungsi memberikan informasi kepada konsumen dan produsen mengenai produk pangannya. Penelitian ini digunakan empat (4) produk komersial susu ibu hamil. Berikut ini informasi produk susu komersial ibu hamil yang diuji (Tabel 6).

Tabel 6 Informasi produk komersial susu ibu hamil yang diuji

No Sampel

Keterangan produk dan klaim gizi pada label

Berat kemasan

(g)

SZ* Ket**

Zat gizi Berat

1 A

Tinggi kalsium 875 mg/100 g

200 40 -

Zat besi 12,5 mg/100 g

Protein 25 g/100 g

Vit B6 12,5 mg/100 g

Asam folat 750 µg/100g

2 B

Tinggi kalsium 1429 mg/100 g

180 35 Serat Zat besi 24,85 mg/100 g

Rendah lemak 2,8 g/100 g Asam folat 350 µg/saji

Kolin 50 mg/saji

Vit E 6 mg/saji

3 C

Omega 3 180 mg/100g

150 35 Serat FOS

Omega 6 1800 mg/100g

Zat besi 25 mg/100 g Prebiotik FOS 5,4 mg/100g Asam folat 830 µg/100g

Kolin 91 mg/100 g

4 D

Klaim Tinggi kalsium 656 mg/100 g

200 50

Serat FOS GOS Klaim Tinggi zat besi 12 mg/100 g

Klaim Tinggi asam

folat 300 mcg/saji

FOS 1,8 g/saji

GOS 0,20 g/saji

* SZ = Serving Size

** Pemilihan sampel secara purposive

(32)

bentuk cair) digunakan pendekatan kandungan zat gizi dalam bubuk susu yang jumlahnya sesuai dengan saran penyajian untuk 1 gelas susu (takaran saji).

Keterangan dan klaim gizi yang terdapat pada label sampel susu menjadi pertimbangan dalam memilih sampel. Sampel susu yang diuji menawarkan keunggulan berbeda dari segi gizinya. Sampel susu A, B dan D mencantumkan klaim tinggi kalsium pada labelnya. Sampel susu C dan D mencantumkan klaim tinggi zat besi.

Menurut Widiyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004) suatu produk makanan dapat dikatakan kaya akan suatu kandungan zat gizi apabila dalam setiap satuan zat gizi harus mengandung sekurang-kurangnya 20% Acuan Label Gizi (ALG). Menurut surat keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2007), Acuan Label Gizi terhadap kandungan kalsium dan zat besi untuk ibu hamil masing-masing sebesar 950 mg/100g dan 33 mg/100g. Berdasarkan ketentuan tersebut, kandungan kalsium dan zat besi minimal yang harus terkandung dalam produk susu dengan klaim tinggi kalsium dan zat besi masing-masing sebesar 190 mg dan 6,6 mg. Berdasarkan nutrition fact, kandungan kalsium dan zat besi sampel susu lebih dari 20% Acuan Label Gizi (Tabel 8). Oleh karena itu, sampel susu yang digunakan pada penelitian ini merupakan produk susu yang mengandung kalsium dan zat besi yang tinggi.

Tabel 7 Kandungan Ca dan Fe produk komersial susu ibu hamil

Sampel Nutrition Fact (mg/100 g) 20% ALG (mg/100) Kalsium Zat besi Kalsium Zat besi

A 875 12,5

190 6,6

B 1429 24,85

C 900 25

D 656 12

Selain itu, pemilihan sampel secara khusus juga didasarkan pada kandungan serat pangan dan prebiotik (FOS dan GOS) yang dicantumkan pada nutrition fact. Berdasarkan nutrition fact, sampel susu A tidak mencantumkan kadar serat pangannya, sampel susu B mencantumkan kandungan serat pangan, sampel susu C mencantumkan kandungan serat pangan dan penambahan FOS, dan sampel susu D mencantumkan kandungan serat pangan, FOS dan GOS.

(33)

menurunkan tingkat kelarutan mineral sehingga mungkin akan menurunkan bioavailabilitasnya. Akan tetapi menurut hasil penelitian yang dilakukan Miller (2001) menyatakan bahwa mengkonsumsi 5-15 g serat sehari tidak memberikan efek pada penyerapak mineral kalsium. Ditambahkan oleh Ink (1988) yang menyatakan serat tidak larut akan berpengaruh negatif terhadap penyerapan mineral kalsium jika berada pada rentang 20-25 g/hari, sedangkan serat larut hanya memberikan pengaruh yang kecil.

Kriteria khusus yang juga digunakan yaitu membandingkan kandungan prebiotik FOS dan GOS yang tercantum dalam nutrition fact terhadap bioavailabilitas mineral. Prebiotik adalah bahan makanan yang tidak dapat dicerna yang mempunyai pengaruh baik terhadap host dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang selektif, atau keduanya terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon. Prebiotik pada umumnya adalah karbohidrat yang tidak dicerna dan tidak diserap (Cashman 2003). Menurut Huertas (2006) beberapa strategi yang dianjurkan untuk meningkatkan absorbsi kalsium yaitu melalui penambahan komposisi makanan dengan memasukkan fructo-oligosaccharides (FOS) dan caseinophosphopeptides (CPPs) yang bertujuan untuk meningkatkan absorbsi kalsium dari susu ataupun makanan lain. Sejalan dengan pernyataan Cashman (2003) yang menyebutkan salah satu pengaruh prebiotik seperti FOS dan GOS yaitu melawan bakteri patogen, perbaikan fungsi usus, anti kanker kolon dan memperbaiki bioavailabilitas kalsium. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemungkinan adanya pengaruh keberadaan serat pangan, FOS, GOS serta zat gizi lain (fosfor, seng) terhadap bioavailabilitas kalsium dan bioavailabilitas zat besi.

Keragaan Kadar Air, Abu, Protein, Fosfor, Total Kalsium, Total Zat Besi, Total Zn dan Serat Pangan pada Produk Komersial Susu Ibu Hamil Kadar Air

(34)

Tabel 8 Hasil analisis rata-rata kadar air (%) pada produk komersial susu ibu hamil

No Sampel Kadar air (bb) *

1 A 3,38±0,2b

2 B 3,41±0,1 b

3 C 2,85±0,2a

4 D 3,5±0,05 b

Ket: * Angka-angka yang diikuti huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05), dan n=3

Berdasarkan Tabel 8, kadar air sampel berkisar antara 2,85% sampai dengan 3,5% (bb). Nilai tersebut sudah sesuai dengan SNI 01-7148-2005 yang menyatakan bahwa syarat kadar air susu bubuk ibu hamil dan atau menyusui maksimal 4 g per 100 gram bahan atau setara dengan 4% basis basah. Kadar air pada sampel susu tergolong rendah. Menurut Deman (1997), penurunan mutu makanan secara kimia dan mikrobiologi dapat dipengaruhi oleh kadar air. Beberapa kerusakan seperti pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan dan hidrolisis lemak disebabkan oleh kadar air yang tinggi.

Hasil sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa produk susu berpengaruh nyata terhadap kadar airnya (p<0,05). Berdasarkan nutrition fact hanya sampel susu A dan B yang mencantumkan kadar air produknya. Kadar air sampel susu A dan B berturut-turut yaitu 1,2 g dan 1,4 g. Tingginya kadar air hasil analisis diduga karena lamanya penyimpanan sampel selama penelitian sehingga mempengaruhi kadar air sampel. Uji lanjut Duncan (Lampiran 10a) menunjukkan sampel susu C lebih rendah secara nyata dengan sampel susu yang lain. Kadar air terbesar terdapat pada sampel susu D dan terendah pada sampel susu C.

Kadar air suatu bahan pangan perlu diketahui untuk menentukan total padatan dan juga persentase zat gizi secara keseluruhan. Apabila diketahui kadar airnya maka dapat diketahui berat kering dari bahan tersebut. Berat kering tersebut kemudian digunakan dalam menghitung kandungan gizi lainnya dalam basis kering.

Kadar Abu

(35)

ini menunjukkan kadar abu untuk sampel susu B belum memenuhi syarat SNI 01-7148-2005.

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 9) diketahui bahwa produk susu berpengaruh nyata terhadap kadar abu (p<0,05). Pada Tabel 10 dapat dianalisis bahwa kadar abu tertinggi pada sampel susu B dan terendah pada sampel susu D. Uji lanjut Duncan (Lampiran 10b) menunjukkan sampel susu D lebih rendah secara nyata dengan yang lain. Demikian juga untuk sampe A, sedangkan sampel B dan C tidak berbeda nyata antar keduanya.

Tabel 9 Hasil analisis rata-rata kadar abu (%) pada produk komersial susu ibu hamil

Sampel Kadar Abu

Basis Basah (%)* Basis Kering (%)*

A 5,35±0,3 5,55±0,3 b

B 7,51±0,1 7,78±0.1 c

C 5,00±0,15 5,15±0,2 b

D 4,55±0,2 4,72±0,2 a

Ket: * Angka-angka yang diikuti huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05), dan n=3

Kadar Protein

Protein merupakan bagian dari semua sel hidup yang terbentuk dari asam-asam amino dalam jumlah besar setelah air, yaitu seperlima bagian tubuh. Protein terdapat pada otot, tulang, kulit, dan jaringan lain serta cairan tubuh berupa enzim, hormon, pengangkut zat gizi dan darah, matriks intraseluler, dan sebagainya. Protein berfungsi sebagai sumber energi, zat pembangun dan zat pengatur (Almatsier 2006).

Pada penelitian ini, analisis kadar protein bertujuan untuk mendapatkan berat sampel setara 2 g protein yang akan digunakan untuk analisis bioavailabilitas kalsium dan zat besi. Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa kadar rata-rata protein sampel susu hasil analisis berkisar antara 13,89% sampai dengan 19,60% (bb), sedangkan kadar protein berdasarkan nutrition fact (bb) berkisar antara 17,14% sampai 25%. Kadar protein dalam basis kering berkisar antara 16,13% sampai dengan 24,38%.

Tabel 10 Hasil analisis rata-rata kadar protein (%) pada produk komersial susu ibu

hamil

Sampel Basis basah (%) Basis kering (%)*

Hasil analisis Nutrition Fact Hasil analisis

A 19,60±0,07 25 24,38±0,07c

B 14,64±0,9 17,14 17,16±0,8 a

C 13,89±1,0 17,14 16,13±1,0 a

D 16,09±0,4 22 19,17±0,4 b

(36)

Hasil sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan produk susu berpengaruh nyata terhadap kadar protein susu tersebut (p<0,05). Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 10c), kadar protein sampel susu A lebih tinggi secara nyata dari ketiga produk susu lainnya. Sampel susu D juga menunjukkan perbedaan nyata terhadap kadar protein ketiga sampel susu, sedangkan untuk sampel susu B dan C tidak berbeda nyata antar keduanya.

Standar mutu produk susu bubuk telah diatur dalam SNI 01-7148-2005 yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). BSN melalui SNI mengatur kandungan zat gizi yang tercantum dalam kemasan produk susu ibu hamil dan atau menyusui yaitu 18-23%. Kadar protein hasil analisis menunjukkan bahwa hanya sampel susu A yang memenuhi syarat tersebut, sedangkan kadar protein untuk sampel susu yang lain masih berada di bawah kisaran 18-25%. Berdasarkan nutrition fact, hanya sampel susu A dan D yang memenuhi syarat SNI 01-7148-2005.

Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004) suatu produk makanan dapat dikatakan tinggi dalam setiap satuan zat gizi harus mengandung zat gizi tersebut sekurang-kurangnya 20% Acuan Label Gizi (ALG). Menurut surat keputusan kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2007), Acuan Label Gizi terhadap kandungan protein untuk ibu hamil sebesar 81 gram. Berdasarkan ketentuan di atas, kadar protein minimal yang terkandung dalam produk susu ibu hamil dengan klaim tinggi protein adalah sebesar 16,2 gram per 100 gram produk atau setara 16,2%. Kadar protein sampel susu yang terdapat di nutrition fact dan hasil analisis basis kering sudah memenuhi ketentuan tersebut.

(37)

Gambar 3 Rata-rata kandungan protein produk komersial susu ibu hamil per saji

(g/gelas)

Protein yang terkandung dalam susu menjadi sangat penting karena berikatan dengan kalsium. Kandungan protein dalam susu diduga dapat mempengaruhi bioavailabilitas kalsium dari susu tersebut. Menurut Buckle et al (1987) protein susu terbagi menjadi 2 kelompok yaitu: (a) kasein, yang dapat diendapkan oleh asam atau enzin renin; dan (b) whey, yang dapat mengalami denaturasi oleh panas pada suhu kira-kira 650C. Kasein adalah protein utama susu yang jumlahnya mencapai kira-kira 80% dari total protein dan terdapat dalam bentuk kalsium kaseinat (Rahman et al. 1992).

Kadar Fosfor

Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh setelah kalsium. Fosfor dalam tubuh mempunyai peran struktural dan fungsional. Secara struktural sebagian besar (85%) fosfor bersama-sama kalsium berada dalam tulang rangka dan gigi (Soekatri & Kartono 2004), sedangkan secara fungsional fosfor berperan untuk: (1) mengatur pelepasan energi selama pembakaran atau oksidasi hidrat arang, lemak, dan protein (2) fosforilasi monosakarida dan lemak untuk memfasilitasi jalan ke sel membran, (3) penyerapan dan transportasi zat gizi, (4) mengatur keseimbangan asam basa, dan (5) merupakan bagian DNA dan RNA (Linder 2006).

Hasil analisis pada Tabel 12 menunjukkan bahwa kadar fosfor pada sampel berkisar antara 130,93 mg/100g sampai dengan 237,79 mg/100g (bb) atau 132,25 sampai dengan 150,92 mg/100 g (bk). Kadar fosfor berdasarkan nutrition fact (bb) berkisar antara 240 mg/100 g sampai dengan 400 mg/100 g. Terdapat perbedaan nilai untuk kadar fosfor hasil analisis dengan nutrition fact. Hal ini diduga karena perbedaan metode analisis yang digunakan.

7,84

5,12 4,85

8,04 10

6 6

11

A B C D

Rata-rata Kandungan Protein per

Saji

(38)

Tabel 11 Hasil analisis rata-rata kadar fosfor (mg/100g) pada produk komersial susu ibu

hamil

Sampel Total Fosfor (mg/100 g)

Hasil analisis (bb) Nutrition Fact (bb) Hasil analisis (bk)*

A 171,94±8,7 240 174,03±8,9c

B 237,79±2,4 288 240,68±2,3d

C 130,93±7,4 400 132,25±7,5a

D 149,06±2,9 260 150,92±3,0b

Ket : * Angka-angka yang diikuti huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05), n = 3

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 9) diketahui bahwa produk susu berpengaruh nyata terhadap kadar fosfornya (p<0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 10d) menunjukkan kadar fosfor masing-masing sampel susu berbeda nyata. Sampel susu B lebih tinggi secara nyata daripada sampel susu lain (p<0,05).

Fosfor bersama dengan kalsium merupakan mineral penting yang biasanya dipertimbangkan kombinasinya dalam fungsinya untuk pembentukan tulang, dan penyerapan kalsium yang optimal. Rasio optimal fosfor:kalsium adalah 1:1 sampai 1:2 (Berdanier 1998). Akan tetapi rasio fosfor dan kalsium pada hasil penelitian ini tidak memenuhi rasio optimal. Rasio fosfor:kalsium pada hasil penelitian ini adalah 1,18:4,8 sampai dengan 1,71:7,03. Fosfor tidak selalu ditemukan dalam bentuk bebas di alam. Fosfor yang dikonsumsi biasanya ditemukan dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk organik, fosfor berikatan dengan beberapa senyawa seperti protein, gula dan lemak.

Berdasarkan label pangan, saran penyajian sehari untuk sampel susu A, B dan C yaitu sebanyak 2 gelas sehari. Konsumsi sesuai saran penyajian mampu memenuhi fosfor sebesar 80%, 96% dan 133% AKG. Saran penyajian untuk sampel susu D yaitu sebanyak 3 gelas sehari memenuhi 130% AKG fosfor selama sehari. Mengkonsumsi susu C dan D sesuai saran penyajian sudah mampu memenuhi kebutuhan fosfor ibu hamil untuk sehari.

Kadar Kalsium

(39)

Kadar kalsium menunjukkan jumlah kalsium yang terkandung dalam suatu bahan pangan. Tabel 12 menyajikan hasil analisis total kalsium sampel susu.

Tabel 12 Hasil analisis rata-rata kadar kalsium (mg/100g) pada sampel susu komersial

Sampel Total kalsium (mg/100 g)

Hasil analisis (bb) Nutrition Fact (bb) Hasil analisis (bk)*

A 703,61±103.2 875 712,18±103,2a

B 975,88±99,4 1429 987,75±99,4 b

C 572,00±69.8 900 577,76±69,8 a

D 538,11±61,6 656 544,82±61,6 a

Ket : * Angka-angka yang diikuti huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05), n=3

Berdasarkan Tabel 12, kadar kalsium sampel susu berkisar antara 538,11 mg/100 g sampai dengan 975,88 mg/100g (bb) atau 544,82 mg/100 g sampai dengan 987,75 mg/100 g (bk). Kadar kalsium pada nutrition fact berkisar antara 656 mg/100 g sampai dengan 1429 mg/100 g. Terdapat perbedaan kadar kalsium hasil analisis dengan nutrition fact sampel susu.

Menurut ketetapan Badan Standarisasi Nasional (BSN) dalam SNI 01-7148-2005 salah satu kandungan mineral yang wajib tercantum dalam produk komersial susu ibu hamil dan atau menyusui yaitu kalsium dengan kadar 200-800 mg/100 g. Kadar kalsium hasil analisis untuk sampel susu A, C dan D berada pada rentang 200-800 mg/100 g, sedangkan untuk sampel susu B, kadar kalsiumnya sebesar 975,88 mg/100 g. Berdasarkan nutrition fact menunjukkan kadar kalsium sampel susu A, B dan C lebih tinggi dari batas maksimal ketetapan SNI 01-7148-2005 yaitu 800 g/100 g.

(40)

Pertimbangan kadar kalsium pada masing-masing produk dihitung berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) kalsium sehari untuk ibu hamil. Pemenuhan AKG kalsium dari masing-masing produk ditentukan oleh takaran saji dan saran penyajian sehari. Saran penyajian yang tercantum pada label pangan untuk sampel susu A, B dan C sebanyak 2 gelas sehari. Konsumsi susu sesusai saran penyajian secara berturut-turut mampu memenuhi 70%, 120% dan 70% AKG kalsium ibu hamil selama sehari. Saran penyajian sampel susu D, sebanyak 3 gelas sehari. Konsumsi susu sesuai saran penyajian sudah mampu memenuhi 105% AKG kalsium ibu hamil selama sehari.

Gambar

Tabel 2 Rata-rata kandungan mineral dalam susu dan abu
Tabel 3 Spesifikasi mutu susu bubuk ibu hamil dan atau menyusui (SNI 01-7148-2005)
Tabel 4 Angka kecukupan rata-rata kalsium yang dianjurkan
Tabel 5 Angka kecukupan rata-rata zat besi yang dianjurkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan PLA dengan metode polimerisasi pembukaan cincin dilakukan dengan menggunakan L-laktida yang dihasilkan dari proses polikondensasi dan depolimerisasi asam

Rachel had done what Marnal had asked: shooed the relatives away, ex- plained that she’d made a mistake and that he’d got better, and that, no, they couldn’t see him.. It had taken

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran polisi kehutanan dalam menjaga kawasan hutan lindung kerusakan hutan lindung Balang Lajangnge khususnya penebangan pohon

Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap organizational citizenship behavior ( OCB), semakin kuat komitmen organisasi karyawan maka semakin

Bentuk grafik yang diperoleh cocok dengan bentuk dari titik pencar yang didapat dari data, sehingga pendayagunaan Linear Air Track dengan cara foto elektrik dan cara fotografi

Meskipun sebagian fuqaha menyatakan bahwa hadis ahad dapat dijadikan sebagai dalil dan landasan dalam menetapkan suatu hukum sejauh ada ijmak (kesepakatan) para

(4) Suami ist ri yang masing-masing mendapat izin unt uk menghuni Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh pengaruh produk, harga (uang muka), lokasi dan promosi berpengaruh secara bersama terhadap penjualan rumah subsidi