• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat pada Masyarakat Suku Mbaham Mata di Kampung Werabuan, Kabupaten Fakfak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat pada Masyarakat Suku Mbaham Mata di Kampung Werabuan, Kabupaten Fakfak"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANGAN DAN OBAT

PADA MASYARAKAT SUKU MBAHAM MATA

DI KAMPUNG WERABUAN, KABUPATEN FAKFAK

MUTMAINAH WORETMA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat pada Masyarakat Suku Mbaham Mata di Kampung Werabuan, Kabupaten Fakfak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

MUTMAINAH WORETMA. Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat pada Masyarakat Suku Mbaham Mata di Kampung Werabuan, Kabupaten Fakfak. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan ERVIZAL A.M. ZUHUD

Masyarakat Papua masih bergantung pada sumberdaya hutan, baik tumbuhan maupun satwa dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Khususnya, pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat yang sudah mereka lakukan secara turun temurun hingga saat ini. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi keanekaragaman tumbuhan pangan dan obat serta mengidentifikasi kearifan lokal masyarakat Suku Mbaham Mata dalam pemanfaatan sumberdaya tumbuhan. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara semi terstruktur dengan teknik snowball. Spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan teridentifikasi sebanyak 35 spesies dari 21 famili. Spesies tumbuhan obat sebanyak 41 spesies dari 28 famili. Selain itu teridentifikasi sebanyak 25 spesies dari 21 famili yang berfungsi sebagai tumbuhan pangan fungsional yakni tumbuhan yang berfungsi ganda yaitu sebagai pangan dan juga sebagai tumbuhan yang berkhasiat obat. Masyarakat Suku Mbaham Mata masih memanfaatkan sumberdaya tumbuhan yang tersedia dan terdapat ritual-ritual dalam melakukan kegiatan konservasi. Kearifan lokal masyarakat dalam konservasi tumbuhan dapat dilihat dalam ritual pemasangan sasi, larangan ketika masuk hutan, nahahara. Kata kunci : obat, kearifan, konservasi, pangan, tumbuhan

ABSTRACT

MUTMAINAH WORETMA. Food and Medicinal Plant Diversity, in Mbaham Mata Tribe Society In Werabuan Village, Fakfak District. Supervised by AGUS HIKMAT and ERVIZAL A.M. ZUHUD.

The society of Papua still depends on forest resources, plants and animals, to fulfill their daily needs. Particularly, the utilization of food and medicinal plants has been done hereditarily until now. The aim of this research is to identify the diversity of food and medicinal plants, also to identify the local wisdom of Mbaham Mata Tribe on the utilization of plant resources. Data collection was done using semi-structured interview and snowball technique. Food plant species which is identified as much as 35 species from 21 family, while medicinal plants are 41 species from 28 family. Beside that, there are 25 species which is identified from 21 family which are utilized as functional food plant. Functional food plant is plants that has double function, as food and also medicine. The society of Mbaham Mata Tribe is still utilizing available plant resources and there are some rituals on doing conservation activities. The local wisdom of the society on plant conservation can be seen on the sasi installation ritual, prohibition to enter the forest, nahahara.

(5)

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANGAN DAN OBAT

PADA MASYARAKAT SUKU MBAHAM MATA DI

KAMPUNG WERABUAN, KABUPATEN FAKFAK

MUTMAINAH WORETMA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat pada Masyarakat Suku Mbaham Mata di Kampung Werabuan, Kabupaten Fakfak

Nama : Mutmainah Woretma

NIM : E34080118

Disetujui oleh

Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah berupa skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul ”Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat pada Masyarakat Suku Mbaham Mata di Kampung Werabuan, Kabupaten Fakfak” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing, yaitu Dr. Agus Hikmat M.Sc.F dan Prof. Dr. Ir. H. Ervizal A.M. Zuhud, MS atas bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, serta perhatian dan dukungannya kepada penulis selama penelitian dan proses penulisan skripsi. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Sri Wilarso Budi, M.Sc selaku dosen penguji dan Ibu Resti Meilani S.Hut, M. Si selaku ketua sidang pada saat ujian komprehensif yang memberikan masukan bagi penulis. Terima kasih kepada Ayah (Abdul Chalik Woretma), Mama (Elly Kusuma), Nirmalasari Woretma, Amrul Jihad Woretma, Yogi Iriansyah Woretma, Istiqomah Woretma, dan Aby Samsyu Zamani Woretma yang telah memberikan doa, motivasi serta memberi semangat kepada penulis selama kuliah berlangsung hingga menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Balai Konservasi Sumberdaya Alam Hayati, Cagar Alam Pegunungan Fakfak, Bapak Alex yang telah membantu dalam pemberian informasi mengenai lokasi penelitian. Terima kasih kepada Bapak Rudolf, Kakak Samai Kabes, Bapak Abner Werwanas, Bapak Yahya Tuturop yang telah membantu penulis dalam pengambilan data penelitian, dan terima kasih kepada Bapak Karim dan Bapak Marhaban Weripih yang telah mempermudah penulis dalam melakukan penelitian di Kampung Werabuan. Terima kasih kepada Rafika Akhtariana, Davidia IPY, Arniana Anwar, Febbi Nurdia, Siti Reyhani, Lintang Praba KPR, Anieke Stevani, Pitaloka, Ajeng MP, Dina Oktavia, Septiani DA, Nurika dan semua teman-teman seperjuangan Edelweis 45 yang telah menjadi teman yang baik dan berjuang bersama serta berbagi suka duka selama kuliah. Terima kasih kepada keluarga besar Aqila (Biantri Raynasari, Tira Siti NA, Nurul Fitri, Nurya Utami, Mayang Meivilia, Tri Setiowati, Balgies) yang telah menemani dan memberikan semangat serta telah menjadi keluarga yang baik dan sangat perhatian. Serta semua pihak yang selalu memberikan perhatian, dukungan dan doa kepada penulis. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga penelitian ini dapat bemanfaat dan digunakan sebagaimana mestinya.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Alat dan Bahan 2

Jenis Data yang Dikumpulkan 3

Metode Pengumpulan Data 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 6

Karakteristik Responden 6

Keanekaragaman Tumbuhan Pangan 7

Keanekaragaman Tumbuhan Obat 13

Keanekaragaman Tumbuhan Pangan Fungsional 20

Kearifan Lokal Masyarakat dalam Kegiatan Konservasi Hutan 24

Bentuk Interaksi Masyarakat dengan Cagar Alam 26

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 32

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data dan informasi penelitian yang dikumpulkan 3 2 Karakteristik responden berdasarkan tingkat umur di Kampung

Werabuan 6

3 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan di Kampung

Werabuan 7

4 Keanekaragaman tumbuhan pangan berdasarkan komposisi habitus 9 5 Jumlah spesies tumbuhan pangan berdasarkan tipe habitat 10 6 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan komposisi habitus 16 7 Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat 17 8 Keanekaragaman tumbuhan pangan fungsional berdasarkan

komposisi habitus 21

9 Jumlah spesies tumbuhan pangan fungsional berdasarkan tipe habitat 21

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi Kampung Werabuan, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua

Barat 2

2 Pemanfaatan tumbuhan pangan berdasarkan komposisi famili 8 3 Pemanfaatan tumbuhan pangan berdasarkan bagian yang digunakan 10

4 Kebun dan pekarangan masyarakat 11

5 Status budidaya tumbuhan pangan 11

6 Pengolahan sayur tagas-tagas 12

7 Pengolahan papeda 12

8 Jenis penyakit yang pernah diderita oleh Masyarakat di Kampung

Werabuan 13

9 Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan famili 14

10 Sameh (Ruellia tuberosa) 15

11 Sarang semut (Myrmecodia pendens) 15

12 Putri bakurung (Passiflora foetida) 16

13 Status budidaya tumbuhan obat 17

14 Jenis penyakit dan jumlah spesies tumbuhan obat 18 15 Persentasi bagian tumbuhan obat yang digunakan 19

16 Daun gatal (Laportea decumana) 20

17 Jumlah tumbuhan pangan fungsional yang dimanfaatkan 20 18 Bagian tumbuhan pangan fungsional yang digunakan 22

19 Buah merah (Pandanus conoideus) 22

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Karakteristik responden di Kampung Werabuan 32 2 Potensi spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan oleh

masyarakat Kampung Werabuan 33

3 Potensi spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat

Kampung Werabuan 35

4 Potensi spesies tumbuhan pangan fungsional yang dimanfaatkan oleh

masyarakat Kampung Werabuan 38

5 Jenis penyakit dan tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh

masyarakat Kampung Werabuan 40

(12)
(13)

Latar Belakang

Tanah Papua dikenal dengan kekayaan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, khususnya di Kabupaten Fakfak. Kabupaten Fakfak memiliki berbagai macam potensi alam dan budaya. Potensi alam berupa hutan masih sangat banyak dan masih alami, khususnya di Kampung Werabuan, Distrik Fakfak Barat.

Kampung Werabuan berbatasan langsung dengan hutan khususnya Cagar Alam Pegunungan Fakfak. Masyarakat yang berdomisili di Kampung Werabuan yaitu masyarakat Suku Mbaham Mata. Sebagian besar masyarakat bergantung langsung dengan sumberdaya hutan, baik tumbuhan maupun satwa dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Khususnya, pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat yang sudah mereka lakukan secara turun temurun hingga saat ini. Menurut Soendjoto (2007), sumberdaya alam yang ada saat ini merupakan modal potensial bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perlu dikelola dengan baik agar bermanfaat secara optimal.

Pengetahuan tradisional mengenai tumbuhan pangan dan obat yang telah ada turun-temurun tersebut secara tidak langsung telah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan pengetahuan, khususnya di bidang pengobatan tradisional. Selain itu, pengetahuan tradisional juga telah banyak merangsang muncul dan berkembangnya usaha (jamu) dan penelitian-penelitian mengenai pemanfaatan tumbuhan.

Sejalan dengan kegiatan pembangunan daerah di Kabupaten Fakfak, dibutuhkan sejumlah lahan untuk pembangunan. Salah satunya yaitu dengan mengkonversi hutan menjadi kawasan perkebunan dan melakukan pembukaan akses jalan menuju kawasan. Hal inilah yang saat ini dapat mengancam konservasi hutan dan akan berdampak pada berkurangnya sumberdaya hutan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Mbaham Mata di Kampung Werabuan. Data dan informasi pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Suku Mbaham Mata di Kampung Werabuan belum terdokumentasi. Oleh karena itu perlu adanya penelitian mengenai pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat oleh masyarakat di Kampung Werabuan yang berada di sekitar kawasan hutan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi keanekaragaman tumbuhan pangan dan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Mbaham Mata.

(14)

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini sebagai masukan kepada pihak pengelola Cagar Alam Pegunungan Fakfak dan pemerintah daerah Kabupaten Fakfak dalam rangka pelestarian pemanfaatan sumberdaya alam hayati khususnya pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat berbasis pengetahuan lokal masyarakat.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini diakukan di Distrik Fakfak Barat, Kampung Werabuan, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat (Gambar 1). Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu dari bulan Juli – Agustus 2012.

(15)

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat tulis, kamera untuk dokumentasi, kalkulator, golok/parang, daftar pertanyaan (kuisioner), papan jalan, tally sheet, dan komputer beserta perlengkapannya dalam pengolahan data, alkohol 70%, kertas koran, kertas label nama, tali plastik, sampel tumbuhan dan plastik.

Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data dan informasi yang dikumpulkan meliputi kondisi umum lokasi penelitian, karakteristik responden, tumbuhan pangan dan obat, kearifan lokal masyarakat, dan interaksi masyarakat dengan kawasan. Jenis data dan informasi yang dikumpulkan diuraikan pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1 Jenis data dan informasi penelitian yang dikumpulkan

No Data Informasi yang

(16)

Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk pengumpulan data awal, kemudian dikaji sehingga relevan dengan penelitian yang dilakukan. Sumber data dan informasi tersebut dikumpulkan dari penelitian terdahulu, buku, dokumen, dan sumber lainnya. Pengambilan data dan informasi diperoleh dari kantor Dinas Kehutanan Fakfak, perpustakaan daerah Kabupaten Fakfak, perpustakaan IPB, dan tempat lain yang menunjang penelitian.

Wawancara

Wawancara ditujukan kepada masyarakat Suku Mbaham Mata di kampung Werabuan. Wawancara dilakukan dengan menggunakan teknik semi terstruktur. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data mengenai spesies tumbuhan pangan dan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Mbaham Mata di Kampung Werabuan serta proses perlakuan (pasca panen, pengolahan dan pemakaian) tumbuhan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan sebagai obat. Penetapan responden dilakukan dengan menggunakan teknik snowball.

Observasi lapang

Observasi lapang bertujuan untuk memverifikasi spesies-spesies tumbuhan pangan dan obat yang diperoleh dari hasil wawancara. Verifikasi dilakukan dengan mencari tumbuhan pangan dan obat yang diperoleh dari hasil wawancara dengan masyarakat secara disengaja sebagai sampel dan membuat dokumentasi.

Pembuatan herbarium

Herbarium merupakan koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun, kuncup yang utuh, bunga dan buahnya). Pembuatan herbarium dilakukan untuk memudahkan proses identifikasi spesies tumbuhan yang belum diketahui jenisnya. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan herbarium ini adalah (Rona 2011):

a. Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya, kalau ada bunga dan buahnya diambil.

b. Contoh herbarium tadi dipotong dengan menggunakan gunting dengan panjang kurang lebih 40 cm.

c. Kemudian contoh herbarium dimasukan kedalam kertas koran dengan memberikan label gantung yang berukuran (3 x 5) cm². Label gantung berisi keterangan tentang nomor spesies, tanggal pengambilan, nama lokal, lokasi pengumpulan dan nama pengumpul/kolektor.

d. Contoh herbarium yang telah diberi label kemudian dirapikan dan dimasukan ke dalam lipatan kertas koran untuk kemudian lipatan kertas koran tersebut dimasukan ke dalam plastik.

e. Selanjutnya beberapa herbarium disusun di atas sasak yang terbuat dari bambu dan disemprot dengan alkohol 70% untuk selanjutnya dibawa dan dikeringkan dengan menggunakan oven.

f. Herbarium yang sudah kering lengkap dengan keterangan-keterangan yang diperlukan diidentifikasi untuk mendapatkan nama ilmiahnya.

Dokumentasi

(17)

Analisis Data

Analisis data tumbuhan obat dan pangan

Data potensi tumbuhan pangan dan obat keluarga disusun dan dikelompokkan berdasarkan : (1) Spesies, (2) famili, (3) kegunaan, (4) bagian yang digunakan, (5) kelompok penyakit (tumbuhan obat), (7) tipe habitat, dan (8) status budidaya/liar.

Persentase habitus

Habitus dari tumbuhan yang dimanfaatkan meliputi pohon, perdu liana, semak dan herba. Habitus berbagai spesies tumbuhan menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut :

a. Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki satu batang yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan.

b. Perdu adalah tumbuhan berkayu yang tidak seberapa besar dan bercabang dekat dengan permukaan.

c. Herba adalah tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair.

d. Liana adalah tumbuhan berkayu dengan batang menjalar/memanjat pada tumbuhan lain.

e. Tumbuhan memanjat adalah herba yang memanjat pada tumbuhan lain atau benda lain.

f. Semak adalah tanaman yang batangnya berukuran sama dan sederajat

Persentase habitus merupakan telaah tentang besarnya suatu habitus tertentu yang digunakan terhadap seluruh habitus yang ada. Untuk menghitungnya digunakan rumus (Hidayat 2009):

Persentase habitus tertentu = ∑ habitus tertentu X 100%

∑ seluruh habitus

Persentase bagian yang dimanfaatkankan

(18)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kampung Werabuan terletak di Distrik Fakfak Barat, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. Luas wilayah Kampung Werabuan ± 210 Km2. Kampung Werabuan merupakan salah satu kampung yang berbatasan langsung dengan kawasan Cagar Alam Pegunungan Fakfak. Kawasan Hutan Pegunungan Fakfak secara definitif telah disahkan sebagai Hutan Suaka Alam dengan fungsi status kawasan Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor : 820/kpts/UM/II/1982. Luas kawasan Cagar Alam Pegunungan Fakfak sebesar 191.000 Ha. Secara geografis Kawasan Cagar Alam pegunungan Fakfak terletak

di anatara 132˚02’ sampai 132˚34’ Bujur Timur dan 2˚43’ sampai 3˚04’ Lintang

Selatan.

Suku masyarakat Kampung Werabuan adalah suku Mbaham Mata. Suku Mbaham Mata pada umumnya berdomisili di dataran rendah atau di pesisir pantai. Bahasa daerah yang digunakan yaitu Bahasa Iha. Masyarakat yang berdomisili di Kampung Werabuan terdapat 74 Kepala Keluarga, atau berdasarkan data komposisi jumlah masyarakat pada data tersebut diketahui bahwa perempuan memiliki persentase yang lebih besar yaitu 53% (146 orang) sedangkan persentase laki-laki yaitu 47% (128 orang). Sebanyak 67 orang masyarakat Kampung Werabuan hanya menyelesaikan pendidikannya pada tingkat sekolah dasar dan 63 orang tidak pernah bersekolah. Sedangkan untuk tingkat pendidikan SLTP dan SLTA masih rendah yaitu berjumlah 31 orang di tingkat SLTP dan 15 orang di tingkat SLTA. Hal ini menunjukkan masih rendahnya tingkat pendidikan di Kampung Werabuan (Data monografi Kampung Werabuan tahun 2012).

Karakteristik Responden

Wawancara dilakukan terhadap 25 responden dari Suku Mbaham Mata terkait pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat. Jumlah responden laki-laki lebih banyak yaitu 65% atau berjumlah 17 orang, sedangkan untuk perempuan sebanyak 35% atau berjumlah 9 orang. Karakteristik umur responden didominasi oleh masyarakat yang berusia diantara kategori umur 31-40 tahun sebanyak 40% dan yang terendah yaitu pada kategori umur 41-50 tahun sebanyak 12% (Tabel 2). Tabel 2 Karakteristik responden berdasarkan kelompok umur di Kampung

Werabuan

No Kelompok umur Jumlah Presentase (%)

1 20-30 7 28

2 31-40 10 40

3 41-50 3 12

(19)

Berdasarkan tingkat pendidikan (Tabel 3) rata-rata dari responden adalah lulusan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 88%. Hal ini disebabkan karena akses dari tempat tinggal ke sekolah jauh serta adanya masalah ekonomi sehingga responden tidak melanjutkan pendidikannya.

Tabel 3 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan di Kampung Werabuan

No Tingkat Pendidikan Jumlah Presentase (%)

1 SD 22 88

2 SMP 3 12

Kampung Werabuan sangat dekat dengan pantai dan hutan sehingga hampir seluruh masyarakat Kampung Werabuan memiliki pekerjaan utama sebagai petani dan nelayan. Masyarakat yang telah selesai berkebun biasanya melaut, atau terkadang apabila air laut surut masyarakat biasanya melakukan kegiatan yang dinamakan “bameti” dan “menjaring”. Kegiatan “bameti yaitu masyarakat yang mencari kerang atau siput di pinggiran laut yang surut atau bahkan mencari ikan yang selalu tersangkut di bebatuan, sedangkan kegiatan “menjaring” yaitu masyarakat yang membuang jaring ikan di muara air laut yang dangkal disaat air surut. Selain pekerjaan sebagai petani dan nelayan, ada juga beberapa responden yang bekerja sebagai sebagai pemotong kayu. Masyarakat ini bekerja menebang pohon dan membuat kayu tersebut menjadi papan.

Keanekaragaman Tumbuhan Pangan

Pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk, pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman (KEMENTAN 2012).

Pemanfaatan tumbuhan pangan oleh masyarakat Kampung Werabuan yaitu sebagai buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan dan umbi-umbian. Tumbuhan pangan yang dimanfaatkan tersebut kebanyakan berasal dari kebun masyarakat itu sendiri, karena semua masyarakat yang tinggal di Kampung Werabuan memiliki kebun sehingga tumbuhan pangan untuk kebutuhan makan sehari-hari mereka dapat terpenuhi dari hasil kebun mereka tersebut. Bahkan apabila hasil kebun mereka berlebih maka mereka menjual hasil kebun tersebut di pasar. Hal ini dapat diartikan sebagai suatu ketahanan pangan yang dimana kondisi pangan masyarakat Kampung Werabuan dapat terpenuhi dari tersedianya pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat tersebut.

(20)

Tumbuhan dari kelompok sayur-sayuran antara lain gedi, bayam dan lain sebagainya. Tumbuhan pangan dari kelompok umbi-umbian antara lain kasbi/singkong, keladi/talas, ubi, dan jagung.

Makanan pokok masyarakat Kampung Werabuan adalah beras. Namun melihat kondisi tanah yang tidak memungkinkan untuk menanam padi, masyarakat hanya dapat menanam tanaman dari kelompok umbi-umbian. Untuk memenuhi kebutuhan beras, masyarakat harus membelinya di pasar. Berdasarkan hal tersebut, dengan sendirinya masyarakat Kampung Werabuan telah melakukan diversivikasi pangan yaitu dengan mengonsumsi sumber karbohidrat dari hasil kebun mereka, selain beras.

Potensi spesies dan komposisi famili tumbuhan pangan

Tumbuhan pangan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Werabuan teridentifikasi sebayak 35 spesies tumbuhan, yang terdiri dari 21 famili (Lampiran 2). Famili tersebut diantaranya yaitu Poaceae (4 spesies), Solanaceae (3 spesies), Sapindaceae (2 spesies), dan Zingiberaceae (1 spesies) (Gambar 2).

Gambar 2 Pemanfaatan tumbuhan pangan berdasarkan komposisi famili Beberapa spesies yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Werabuan sebagai penghasil pangan seperti bambu (Bambussa sp), gedi (Abelmoschus manihot), gnemo (Gnetum gnemon) yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan penghasil sayur-sayuran, keladi/talas (Colocasia esculenta), sagu (Metroxylon sagu), ubi (Dioscorea alata) (Dioscoreaceae) sebagai tumbuhan yang mengandung karbohidrat, serta tebu (Saccharum officinarum) sebagai mineral, kentang (Solanum tuberosum), terong (Solanum melongena), pengahasil sayur-sayuran, dan tomat (Lycopersicon lycopersicum) sebagai rempah masakan.

Komposisi habitus

Tumbuhan pangan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Werabuan dapat dikelompokkan berdasarkan kompisisi habitusnya (Tabel 4).

(21)

Tabel 4 Keanekaragaman tumbuhan pangan berdasarkan komposisi habitus

Berdasarkan habitusnya tumbuhan pangan dikelompokkan menjadi 4 kelompok habitus yang terdiri dari herba, perdu, pohon, dan semak. Kelompok habitus yang paling banyak ditemukan adalah pada kelompok herba 54%, selanjutnya diikuti oleh pohon 26%, semak 9%, dan perdu 11%. Habitus herba paling banyak ditemukan karena tingkat kenaekaragaman spesis dengan habitus herba ini paling tinggi.

Kelompok habitus herba paling banyak ditemukan karena tumbuhan herba ini banyak dibudidaya oleh masyarakat Kampung Werabuan. Beberapa contoh herba pangan penghasil sayur-sayuran antara lain bayam (Amaranthus hybridus), kacang panjang (Vigna cylindrica), buncis (Phaseolus vulgaris), pare (Parkia speciosa), dan sebagainya. Herba penghasil karbohidrat yaitu ubi (Dioscorea alata) dan talas (Colocasia esculenta). Serta herba yang dimanfaatkan sebagai rempah-rempah antara lain jahe (Zingiber officinale)dan bawang putih (Allium sativum).

Herba sangat mudah ditanam dan dapat tumbuh di tempat yang tidak terlalu luas seperti di kebun atau di pekarangan rumah yang sempit, serta dapat dimanfaatkan lebih cepat. Sedangkan untuk pohon memiliki nilai presentase 23% karena pohon membutuhkan waktu yang sangat lama dalam pertumbuhannya sehingga tidak bisa dipanen dalam waktu yang cepat. Beberapa contoh tumbuhan dengan habitus pohon yaitu belimbing (Averrhoa carambola), jambu air (Syzygium aqueum) dan lain sebagainya. Untuk habitus perdu dan semak memiliki tingkat keanekaragaman yang masih kurang dibandingkan dengan habitus herba, hanya memiliki nilai persentase 11% perdu dan 9% semak. Beberapa contoh tumbuhan dengan habitus perdu antara lain gedi (Abelmoschus manihot) dan jeruk nipis (Citrus aurantifolio), sedangkan beberapa contoh dengan habitus semak adalah terong (Solanum melongena), tomat (Lycopersicon lycopersicum) dan cabe jawa (Piper retrofractum).

Bagian tumbuhan yang digunakan

(22)

Gambar 3 Pemanfaatan tumbuhan pangan berdasarkan bagian yang digunakan Buah memiliki persentase paling banyak karena buah merupakan bagian yang paling banyak digunakan dan dimanfaatkan sebagai tumbuhan pangan penghasil buah-buahan, selain itu buah juga bisa langsung dimakan tanpa perlu diolah terlebih dahulu. Contohnya seperti jambu air (Syzygium aqueum), ketimun (Cucumis sativus), mangga (Mangifera indica)dan lain sebagainya (lampiran 2). Daun digunakan sebagai tumbuhan penghasil sayur-sayuran seperti bayam (Amaranthus hybridus), gedi (Abelmoschus manihot) dan lain sebagainya.

Tipe habitat dan status budidaya tumbuhan pangan

Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pangan didapatkan dari berbagai habitat tumbuhan yaitu kebun, pekarangan, hutan, dan yang berada di sepanjang jalan (Tabel 5).

Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa habitat tumbuhan pangan yang paling banyak ditemukan di kebun, selanjutnya yaitu di pekarangan rumah masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat memanfaatkan tumbuhan pangan paling banyak berasal dari hasil budidaya mereka sendiri. Masyarakat memanfaatkan lahan pada kebunnya dan pekarangan rumahnya.

Satu spesies tumbuhan pangan dapat ditemukan di berbagai habitat, beberapa contoh tumbuhan yang ditemukan di kebun dan pekarangan yaitu gedi (Abelmoschus manihot), kasbi/singkong (Manihot utilissima), keladi atau talas (Colocasia esculenta). Selain itu tumbuhan pangan yang dapat ditemukan di habitat kebun dan hutan antara lain, gnemo (Gnetum gnemon) dan rambutan (Nephelium lappaceum). Data tumbuhan pangan berdasarkan tipe habitat dapat dilihat pada lampiran 5.

Tabel 5 Jumlah spesies tumbuhan pangan berdasarkan tipe habitat

No Habitat Jumlah (spesies)

1 Hutan 4

2 Kebun 25

3 Pekarangan 11

4 Sekitar Jalan 1

Hampir di seluruh rumah masyarakat Kampung Werabuan memiliki pekarangan yang luas ± 10 m2 sehingga memungkinkan masyarakat ini menanam tumbuhan pangan di pekarangannya (Gambar 4b) selain di kebun (Gambar 4a).

(23)

(a) (b)

Gambar 4 (a) Kebun masyarakat ; (b) Pekarangan masyarakat

Hal ini membuktikan bahwa masyarakat memenuhi kebutuhan makan sehari-harinya dengan cara membudidayakan tumbuhan pangan di kebun dan di pekarangan rumahnya. Hal ini pun terlihat dari besarnya persentase yaitu 77% masyarakat Kampung Werabuan membudidayakan tumbuhan pangannya sendiri (Gambar 5).

Gambar 5 Status budidaya tumbuhan pangan

Sedangkan untuk habitat hutan hanya teridentifikasi 4 spesies. Tumbuhan tersebut antara lain bambu (Bambussa sp.), matoa (Pometia pinnata), rambutan (Nephelium lappaceum) dan lain sebagainya (Lampiran 2). Habitat di pinggir jalan hanya ditemukan sagu (Metroxylon sagu) yang sangat mendominasi di Kampung Werabuan.

Cara pengolahan tumbuhan pangan

Masyarakat Kampung Werabuan memanfaatkan tumbuhan pangan sebagai penghasil karbohidrat, buah-buahan, sayuran, dan penghasil minuman. Dalam memanfaatkan tumbuhan pangan ini terdapat beberapa cara pengolahan dalam pemanfaataannya. Sayuran yang sering dimanfaatkan merupakan salah satu sayuran khas masyarakat Papua adalah sayur “tagas-tagas”(Gambar 6).

Beli 17%

Budidaya 77%

(24)

Gambar 6 Pengolahan sayur tagas-tagas

Sayur “tagas-tagas” ini terdiri dari berbagai macam sayuran yang dicampur jadi satu. Tumbuhan yang dicampur tersebut antara lain daun pepaya, bunga pepaya, kangkung, daun singkong, dan daun ubi. Berbagai macam tumbuhan pangan ini diiris tipis-tipis lalu dicampur jadi satu dan selanjutnya ditumis. Keunikan dari sayuran khas masyarakat Papua ini adalah dari berbagai macam campuran tumbuhan pangan yang digunakan.

Selain sayur tagas-tagas, terdapat juga suatu makanan yang disebut sebagai

“Papeda” yang merupakan makanan yang mengandung karbohidrat. Papeda

merupakan olahan dari tepung sagu. Tepung sagu ini berasal dari sagu (Metroxylon sagu) yang telah siap dipanen. Cara pengolahan ”Papeda” sangat mudah (Gambar 7a). Tepung sagu ditambah air dan dicampur dengan perasan air jeruk, selanjutnya diaduk dengan air yang sudah mendidih lalu diaduk sampai sagu sudah matang. Sagu yang sudah matang dapat diketahui apabila sagu tersebut sudah berwarna bening.

Gambar 7 (a) Pembuatan papeda ; (b) Papeda yang dicampur dengan kuah ikan kuning; (c) Makan bersama ; (d) Masyarakat yang sedang makan papeda

a

b

(25)

Keanekaragaman Tumbuhan Obat

Tumbuhan obat merupakan salah satu komponen penting dalam pengobatan tradisional yang telah digunakan sejak lama di Indonesia (Aliadi dan Roemantyo 1994). Pemanfaatan keanekarangan tumbuhan obat oleh masyarakat Kampung Werabuan sudah dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Penyakit yang sering diderita oleh masyarakat Kampung Werabuan yaitu sakit malaria, sehingga masyarakat sering memanfaatkan tumbuhan obat dalam penyembuhan penyakit malaria tersebut.

Masyarakat Kampung Werabuan memanfaatkan tumbuhan obat hanya untuk keperluan pribadi dan tidak menjualnya. Masyarakat hanya memanfaatkan tumbuhan obat yang segar, sehingga masyarakat akan langsung mengambil tumbuhan secara langsung apabila mereka merasa sakit.

Kondisi kesehatan masyarakat

Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden diketahui bahwa terdapat beberapa penyakit yang pernah diderita oleh masyarakat Kampung Werabuan tersaji pada Gambar 8.

Berdasarkan Gambar 8, menunjukkan bahwa penyakit yang pernah diderita oleh masyarakat Kampung Werabuan yaitu batuk, flu, kaki bengkak, maag, malaria, pegal-pegal, rematik, dan sakit pinggang.

Gambar 8 Jenis penyakit yang pernah diderita oleh masyarakat di Kampung Werabuan

Dari hasil wawancara diketahui bahwa semua responden yang diwawancarai pernah menderita sakit malaria. Berdasarkan Dinkes Fakfak (2009) diacu dalam Suprapto (2010) di Provinsi papua Barat, khususnya Kabupaten Fakfak, penyakit malaria menempati urutan kedua dari 10 besar jenis penyakit setelah ISPA (infeksi saluran pernafasan akut). Pada tahun 2008 jumlah kunjungan penderita malaria klinis yang datang ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Kabupaten Fakfak sebanyak 11.842 orang atau angka kesakitan malaria klinis sebesar 183,9 per seribu penduduk. Kecamatan Fakfak merupakan salah satu wilayah di Kabupaten fakfak yang mempunyai masalah malaria tertinggi. Menurut Suprapto (2010), penyakit malaria terjadi karena adanya interaksi dari tiga faktor yaitu adanya agen penyebab penyakit dengan inangnya, adanya nyamuk Anopheles sebagai vektor dan faktor lingkungan yang saling mendukung.

(26)

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa apabila masyarakat terserang penyakit, masyarakat tidak langsung di bawa ke Rumah Sakit tetapi dilakukan penanganan awal dengan memanfaatkan tumbuhan obat untuk meredakan sakitnya. Hal ini disebabkan karena faktor jarak yang sangat jauh dari Kampung Werabuan dengan Rumah Sakit Daerah. Untuk mencapai Rumah Sakit di butuhkan waktu ± 2 jam. Selain itu juga terdapat faktor transportasi yang sulit, angkutan umum sulit untuk masuk ke Kampung Werabuan, hanya ada beberapa angkutan umum yang bolak balik Kampung Werabuan – Kota. Di Kampung Werabuan terdapat sebuah Polindes (Poliklinik desa) tetapi terkadang dokter yang bertugas tidak selalu berada di tempat.

Tumbuhan obat yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Werabuan untuk mencegah dan mengobati sakit malaria diantaranya yaitu alang-alang (Imperata cylindrica), gurina buaya (Goniothalamus caloneurus), kayu susu (Alstonia scholaris), dan sambiloto (Andrographis paniculata).

Selain mengobati malaria, Alang-alang (Imperata cylindrica) yang mengandung manitol, glukosa, sakrosa, asam malik, asam sitrikfernenol, anemonin dapat dimanfaatkan untuk mengobati diuretik, disentri, hipertensi, dan epistaxis (Juliana et al. 1999). Kayu susu (Alstonia scholaris) yang mengandung beberapa macam alkaloid seperti : ekitamin, ditamin, ekitenin, yang berkhasiat sebagai obat demam, serta alstonia dan kristalin. Getah mengandung senyawa-senyawa damar, daun mengandung pikrinin. Kayu susu dapat dimanfaatkan untuk obat demam, sakit perut, batuk, pelancar haid, penambah nafsu makan, kencing manis, pereda kejang, dan disentri (Rudjiman et al. 2003a). Tumbuhan obat sambiloto (Andrographis paniculata), dapat dimanfaatkan untuk mengobati gigitan ular, sakit perut, tifus, disentri, bronkitis, dispepsia, hipertensi, rematik, amenorea, hati, penyakit kuning (Sjamsuhidajat et al. 1999).

Potensi spesies dan komposisi famili tumbuhan obat

Berdasarkan hasil observasi lapang diketahui bahwa potensi tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Werabuan adalah sebanyak 41 spesies dari 28 famili. Beberapa famili yang memiliki jumlah spesies paling banyak adalah famili Acanthaceae (4 spesies). Selanjutnya yaitu famili Fabaceae (3 spesies) dan Rubiaceae (3 spesies) (Gambar 9), lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 9 Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan famili

(27)

Salah satu contoh spesies tumbuhan obat dari famili Acanthaceae yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Werabuan yaitu sameh (Ruellia tuberosa) (Gambar 10). Tumbuhan ini dimanfaatkan masyarakat untuk menyembuhkan penyakit asam urat. Bagian tumbuhan yang digunakan adalah seluruh bagian tumbuhan tersebut dari akar hingga daun. Cara pengolahannya yaitu direbus, lalu airnya diminum. Selain itu, menurut (Rudjiman et al. 2003b), tumbuhan Ruellia tuberosa mengandung zat-zat kalium, saponin, flavonoid dan polifenol, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengobati sakit kencing batu, peluruh air seni, pegal linu dan sakit batu ginjal.

Gambar 10 Sameh (Ruellia tuberosa)

Spesies dari famili Rubiaceae yang dimanfaatkan oleh masyarakat salah satunya yaitu sarang semut (Myrmecodia pendens) (Gambar 11). Sarang semut dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati penyakit luka dalam dan berbagai macam penyakit dalam lainnya. Bagian yang digunakan yaitu seluruh bagian dari sarang semut. Cara pengolahannya yaitu direbus lalu airnya diminum.

Gambar 11 Sarang semut (Myrmecodia pendens)

(28)

Myrmecodia pendens. Sarang semut (Myrmecodia pendens) mengandung senyawa kimia golongan flavonoid dan tanin yang dapat mengobati mengobati pembengkakan dan sakit kepala (Subroto dan Saputro 2008).

Kelompok habitus, habitat dan status budidaya

Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Kampung Werabuan dapat dikelompokkan berdasarkan komposisi habitusnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan komposisi habitus

No Habitus Jumlah Presentase (%)

1 Herba 13 32

2 Liana 4 10

3 Perdu 5 12

4 Pohon 19 46

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa habitus tumbuhan obat yang dimanfaatkan paling banyak adalah habitus pohon dengan nilai persentase 46%, selanjutnya herba dengan nilai persentase 32%. Habitus pohon paling banyak karena dalam pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat memiliki nilai kenaekaragaman tumbuhan yang tinggi yaitu 19 spesies.

Tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Werabuan berdasarkan habitus pohon antara lain yaitu ketapang (Terminalia cattapa). Masyarakat menggunakan kulit batang ketapang untuk mengobati sakit asma. Kulit batang di rebus, airnya diminum. Menurut Valkenburg dan Waluyo (1992), Tumbuhan Terminalia cattapa dapat megobati rematik, disentri, sariawan dan diuretik.

Selain itu, salah satu tumbuhan obat yang berasal dari habitus liana yaitu putri bakurung (Passiflora foetida) (Gambar 12). Tumbuhan putri bakurung dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menurunkan kadar kolesterol. Cara pengolahannya yaitu diambil seluruh bagian tumbuhan, direbus dan airnya diminum. Menurut Rudjiman et al. (2003c), Tumbuhan Passiflora foetida mengandung zat-zat seperti asam hidosianat dan alkaloid, yang dapat dimanfaatkan sebagai obat koreng, borok pada kaki, pembengkakak kelenjar, batuk dan bengkak-bengkak.

Gambar 12 Putri bakurung (Passiflora foetida) : A. Buah ; B. Daun

(29)

Tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Werabuan ini sebagian besar berada di hutan sebanyak 28 spesies dan sekitar jalan 19 spesies (Tabel 7), data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan Tabel 7 tersebut menunjukkan bahwa spesies tumbuhan obat tertentu dapat ditemukan di beberapa tipe habitat sehingga memudahkan masyarakat untuk mendapatkannya.

Tabel 7 Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat

No Tipe habitat Jumlah spesies

1 Hutan 28

2 Kebun 11

3 Pekarangan 11

4 Sekitar Jalan 19

Berdasarkan status budidaya, tumbuhan obat yang dimanfaatkan di Kampung Werabuan sebagian besar masih bersatus liar dengan nilai persentase 93% sedangkan tumbuhan yang sudah dibudidayakan hanya memiliki nilai persentase sebesar 5% (Gambar 13). Tumbuhan obat yang sudah dibudidaya hanyalah tumbuhan yang bisa ditanam di kebun atau pekarangan masyarakat setempat saja seperti mengkudu (Morinda citrifolia) dan sambiloto (Andrographis paniculata). Sambiloto merupakan tumbuhan yang telah dibudiya oleh masyarakat Kampung Werabuan. Tumbuhan sambiloto merupakan tumbuhan yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat dalam penyembuhan sakit malaria, sehingga hampir semua masyarakat Kampung Werabuan telah membudidayakan tanaman ini. Tumbuhan sambiloto yang terdapat di Kampung Werabuan rata-rata ditanam pada pekarangan rumah.

Gambar 13 Status budidaya tumbuhan obat

Manfaat tumbuhan obat

Berdasarkan hasil observasi lapang, diketahui bahwa tumbuhan obat yang dimanfaatkan dapat bermanfaat untuk menyembuhkan 39 macam penyakit atau pengobatan. Beberapa jenis penyakit atau pengobatan tersebut antara lain habis melahirkan, malaria, tambah darah dan lain sebagainya (Gambar 14, Lampiran 3).

Beli 2%

Budidaya 5%

(30)

Gambar 14 Jenis penyakit dan jumlah spesies tumbuhan obat

Terdapat beberapa tumbuhan obat yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Werabuan untuk menyembuhkan penyakit. Diantaranya yaitu sakit habis melahirkan, tambah darah, malaria, diare, batuk, luka dalam, luka baru dan lain sebagainya. Jenis penyakit yang paling banyak spesies tumbuhan obatnya adalah sakit habis melahirkan yang dimana terdapat 18 spesies tumbuhan obat untuk mengobati sakit habis melahirkan (Lampiran 5). Jumlah spesies tumbuhan obat ini cukup banyak karena meramu berbagai macam daun untuk mengobati sakit tersebut. Beberapa tumbuhan obat yang diramu diantaranya yaitu daun pari (Hibiscus tiliaceus), gurina buaya (Goniothalamus caloneurus), dan naka-naka (Desmodium diffusum).

Selain itu, terdapat beberapa spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan sebagai obat untuk sakit malaria. Berhubung karena seringnya masyarakat Kampung Werabuan terkena sakit malaria maka masyarakat Kampung Werabuan sering mengkonsumsi tumbuhan-tumbuhan obat ini. Tumbuhan tersebut antara lain alang-alang (Imperata cylindrica), gurina buaya (Goniothalamus caloneurus), kayu susu (Alstonia scholaris), sambiloto (Andrographis paniculata)dan lain sebagainya. Secara lengkapnya untuk pengelompokkan manfaat tumbuhan obat dapat dilihat pada Lampiran 3.

Bagian tumbuhan obat yang digunakan

Bagian tumbuhan obat yang digunakan terdiri dari beberapa bagian yaitu batang, buah, daun, getah, herba, kulit, ranting, rimpang, dan umbi. Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan adalah daun dengan nilai persentase 51%, selanjutnya herba 19% (Gambar 15), data lengkapnya data dilihat pada Lampiran 3.

(31)

Gambar 15 Persentasi bagian tumbuhan obat yang digunakan

Bagian daun paling banyak digunakan karena memiliki keanekaragaman yang tinggi. Selain itu dalam pemanfaatannya daun lebih mudah diambil dan lebih mudah diolah, serta daun mudah dimanfaatkan dalam jumlah yang banyak. Selain daun, herba adalah persentase tertinggi setelah daun, bagian herba yang digunakan yaitu dari akar hingga daunnya pun digunakan.

Cara pengolahan tumbuhan obat

Pengolahan tumbuhan obat oleh masyarakat Kampung Werabuan yaitu obat yang diminum. Cara pengolahannya yaitu dapat direbus, disedu dengan air panas, ditumbuk dan diperas airnya, selain itu ada juga tumbuhan yang ditampung airnya dari batang yang dipotong. Serta penggunaan luar atau ditempel pada bagian yang sakit atau luka.

Salah satu spesies tumbuhan yang dimanfaatkan daunnya yaitu sambiloto (Andrographis paniculata). Sambilloto dalam pengolahannya hanya dicelupkan kedalam air panas hingga airnya berubah warna. Berdasarkan kepercayaan masyarakat daun sambiloto yang diambil hanya boleh dalam berjumlah ganjil misalnya 5 atau 7 dan seterusnya.

Selain sambiloto, terdapat juga salah satu daun yang dalam penggunaannya hanya digosokan ke badan yang sakit, yaitu daun gatal (Laportea decumana) (Gambar 16). Daun gatal ini sering digunakan oleh masyarakat Kampung Werabuan untuk menghilangkan pegal-pegal. Daun tersebut tidak diolah, daun yang dipetik langsung digosokkan ke bagian badan yang pegal, dan menurut masyarakat Kampung Werabuan badan yang sakit atau pegal-pegal keesokan harinya telah sembuh. Efek samping menggunakannya yaitu akan menimbulkan badan terasa sangat gatal dan bengkak-bengkak. Tetapi masyarakat Kampung Werabuan sudah biasa menggunakannya sehingga mereka telah terbiasa dan tidak merasakan gatalnya. Selain untuk mengobati pegal-pegal, menurut Valkenburg (2002), tumbuhan Laportea decumana dapat mengobati demam, nyeri tubuh, kelelahan, sakit perut, dan sakit kepala.

(32)

Gambar 16 Daun gatal (Laportea decumana) ; A. Bagian atas; B.Bagian bawah Tumbuhan obat yang digunakan juga ada yang diramu. Tumbuhan obat yang diramu ini dicampur dari berbagai macam tumbuhan, seperti tumbuhan obat untuk mengobati habis melahirkan, tumbuhan yang digunakan sangat beragam seperti daun biana (Stachytarpheta indica), daun pari (Hibiscus tiliaceus), gurina buaya (Goniothalamus caloneurus), daun waru (Hibiscus tiliaceus), naka-naka (Desmodium diffusum) dan lain sebagainya. Tumbuhan obat ini dicampur dan direbus, air rebusanya diminum.

Masyarakat Kampung Werabuan hanya memanfaatkan tumbuhan obat yang segar dan tidak dikeringkan menjadi simplisia, sehingga masyarakat tidak memiliki simpanan tumbuhan obat di rumah. Masyarakat akan mencari langsung tumbuhan obat di kebun, pekarangan atau di hutan apabila masyarakat merasa sakit atau memerlukan tumbuhan obat, sehingga tumbuhan yang digunakan selalu dalam keadaan segar. Masyarakat tidak harus meminum tumbuhan obat dalam waktu yang terjadwalkan, masyarakat hanya akan meminum apabila sudah mulai merasakan gejala-gejala sakit, dan apabila sudah merasa sakitnya berkurang maka konsumsi tumbuhan obat pun dihentikan.

Keanekaragaman Tumbuhan Pangan Fungsional

Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu diluar fungsi dasarnya, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (BPOM 2011). Selain itu, The International Food Information Council (IFIC) mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang memberikan manfaat kesehatan di luar zat-zat gizi dasar (IFIC Foundation 1998 diacu dalam Muchtadi 2001). Berdasarkan hasil wawancara dengan responden teridentifikasi tumbuhan pangan fungsional yang berfungsi sebagai pangan dan berkhasiat obat sebanyak 25 spesies (Gambar 17) yang terdiri dari 21 famili (Lampiran 4).

Gambar 17 Jumlah tumbuhan pangan fungsional yang dimanfaatkan

A B

T. Fungsional

(33)

Famili yang memiliki jumlah spesies paling banyak yaitu Pandanaceae (spesies 2) dan Zingiberaceae (spesies 2). Spesies dari famili Pandanaceae adalah buah merah (Pandanus conoideus) dan pandan wangi (Pandanus amaryllifolius). Spesies dari famili Zingiberaceae adalah lengkuas (Alpinia galangal) dan kunyit (Curcuma domestica). Selain itu tumbuhan pangan fungsional yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Werabuan yaitu pala (Myristica fragrans) dari famili Myristicaceae, tumbuhan pala ini hampir tersebar diberbagai macam habitat.

Spesies-spesies tumbuhan pangan fungsional ini merupakan tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan pangan dan juga dimanfaatkan sebagai tumbuhan yang berkhasiat obat. Dari 25 spesies tumbuhan pangan fungsional ini 40% tumbuhannya merupakan habitus pohon, 36% herba, dan 8% semak (Tabel 8). Tabel 8 Keanekaragaman tumbuhan pangan fungsional berdasarkan komposisi

habitus fragrans) dari famili Myristicaceae, tumbuhan pala ini dimanfaatkan masyarakat sebagai obat untuk mengobati setelah melahirkan, selain itu daging dari buah pala ini dimanfaatkan masyarakat untuk dijadikan manisan pala. Tumbuhan dari habitus herba yaitu pandan wangi (Pandanus amaryllifolius), tumbuhan pandan wangi in dimanfaatkan masyarakat sebagai rempah-rempah masakan dan obat untuk mengobati darah tinggi.

Tipe habitat dari spesies-spesies tumbuhan pangan fungsional banyak terdapat di kebun 23 spesies dan di pekarangan 15 spesies (Tabel 9). Hal ini menjadikan masyarakat mudah dalam memanfaatkan tumbuhan pangan fungsional karena lebih mudah terjangkau. Bagian tumbuhan pangan fungsional yang digunakan adalah 42% bagian buah, 39% daun, 5 % rimpang, 5% bunga, dan 3% adalah kulit, herba, dan umbi (Gambar 18).

Tabel 9 Jumlah spesies tumbuhan pangan fungsional berdasarkan tipe habitat

No Habitat Jumlah (spesies)

1 Hutan 4

2 Kebun 23

3 Pekarangan 15

(34)

Gambar 18 Bagian tumbuhan pangan fungsional yang digunakan

Beberapa manfaat spesies tumbuhan pangan fungsional yang dimanfaatkan buahnya yaitu buah merah (Pandanus conoideus) (Gambar 19). Buah merah merupakan buah khas yang berasal dari Papua, buah ini merupakan buah yang sering dijadikan sebagai makanan oleh masyarakat Papua khususnya masyarakat Kampung Werabuan. Cara pengolahannya yaitu dengan memotong dan membuang empulur buah merahnya, selanjutnya direbus hingga matang ± 1 hingga 1,5 jam. Setelah matang buah merah di lepas dari empulurnya lalu dicampur dengan gula dan air kelapa. Buah merah selain fungsinya sebagai makanan, juga memiliki fungsi sebagai obat untuk tambah darah.

Menurut Budi et al. (2005), sari buah merah dapat meningkatkan kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS ada, mengobati stroke dan kanker dan lain sebagainya. Sari buah merah mengandung antioksidan yang didominasi oleh betakaroten, tokoferol dan antioksidan lainnya. Kandungan bahan aktif lain yang penting bagi penderita HIV/AIDS antara lain omega 9. Kadar omega 9 dalam buah merah hampir sama dengan kandungan minyak zaitun. Bahan aktif berikut yang penting adalah trace element yang didominasi oleh kalsium.

Gambar 19 Buah merah (Pandanus conoideus)

Selain buah, daun juga merupakan bagian yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tumbuhan pangan fungsional. Salah satu contohnya yaitu katuk (Sauropus androgynus) sebagai pangan untuk sayur-sayuran, cara pengolahannya yaitu direbus seperti sayur bening. Selain untuk sayur-sayuran, katuk juga dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Werabuan sebagai obat untuk memperbanyak ASI, cara pengolahannya juga direbus dan dimakan sayurnya serta

Buah 42% Daun

39% Bunga

5% Kulit

3% Herba

3%

Rimpang 5%

(35)

diminum airnya. Menurut Zuhud et al. (2003), tumbuhan Sauropus androgynus mengandung senyawa steroid dan polifenol, yang dapat dimanfaatkan untuk mengobati bisul, demam, malaria, pelancar ASI, suara parau, demam, kencing sedikit dan lepra/kusta.

Bagian rimpang yang dimanfaatkan salah satunya adalah lengkuas (Alpinia galangas). Tumbuhan ini dalam pemanfaatannya oleh masyarakat Kampung Werabuan adalah sebagai bumbu rempah masakan, tetapi selain itu dimanfaatkan juga sebagai obat rematik dan asam urat. Cara pengolahanya untuk khasiat obat hanya perlu di tumbuk atau dipotong lalu direbus dan airnya diminum. Selain situ menurut Rudjiman et al. (2003d), tumbuhan Alpinia galanga dapat dimanfaatkan untuk mengobati eksim, radang saluran pernafasan, masuk angin, campak, panu, radang telinga, radang lambung, pedih, borok, kolera dan nyeri lambung.

Budaya Makan Pinang

Masyarakat Kampung Werabuan mempunyai kebiasaan yang dinamakan “makan pinang” yaitu memakan pinang (Areca catechu) dan sirih (Piper betle) dicampur dengan kapur yang menyebabkan mulut mereka berwarna merah (Gambar 20). Sebagian besar masyarakat Kampung Werabuan mengkonsumsi pinang pada saat pagi, siang atau sore hari.

Masyarakat sering “makan pinang” karena merupakan suatu kebiasaan yang sering dilakukan. Apabila tidak dilakukan akan menyebabkan mereka tidak bersemangat dalam melakukan aktivitas. Kebiasaan “makan pinang” ini bukan hanya orang dewasa saja tetapi anak kecil pun yang berumur 12 tahun sudah biasa “makan pinang” tersebut. Hal ini karena sudah merupaka kebiasaan terun temurun ke generasi-generasi muda.

(a) (b)

Gambar 20 (a) Pinang, sirih dan kapur ; dan (b) Orang yang sedang memakan pinang

(36)

Menurut Rudjiman et al. (2003e) daun sirih (Piper betle) bermanfaat untuk mengobati asma, bisul, batuk, encok, mimisan, jantung mengipas, kepala pusing, air susu terlalu banyak keluar, radang selaput lendir mata, sakit mata, batuk kering, mulut berbau, keputihan, gigi goyang, gusi bengkak, radang tenggorokan, sariawan, dan obat luka. Kandungan kimia yang terdapat pada sirih yaitu minyak atsiri dengan komponen hodroksi kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metileugenol, karvakrol, terpenin, seskuiterpen, fenilpropan, dan tanin.

Kearifan Lokal Masyarakat dalam Kegiatan Konservasi Hutan

Menurut Kholiq dan Arum (2011), kearifan lokal (local wisom) merupakan pandangan atau gagasan yang bersumber pada masyarakat pendukung kebudayaan tertentu. Di dalam pandangan atau gagasan tersebut termuat berbagai ajaran mengenai spiritualitas kehidupan manusia alam semesta/kosmologi, adat istiadat, norma dan nilai serta perilaku masyarakatnya. Dengan kata lain, pandangan atau gagasan tersebut dapat merupakan pengetahuan yang berasal dari masyarakatnya bahkan juga dapat dikatakan sebagai sistem pengetahuan.

Kearifan lokal yang terdapat di Fakfak khususnya Kampung Werabuan merupakan wujud dari adat dan nilai budaya serta pengetahuan. Pengetahuan dan nilai budaya ini didapatkan secara turun temurun dari nenek moyang. Hingga saat ini masih dilestarikan dan menjadi suatu kegiatan yang selalu dilakukan. Pengetahuan yang didapatkan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka.

UNESCO menyatakan bahwa kita tidak akan bisa memahami dan mengkonservasi lingkungan alam kita jika tidak memahami kebudayaan dari manusia yang ikut membentuk alam tersebut. UNEP bahkan menyebutkan bahwa keanekaragaman budaya merupakan pencerminan dari keanekaragaman hayati. Kedua pernyataan tersebut merupakan pengakuan bahwa masing-masing budaya memiliki pengetahuan, praktik-praktik, maupun representasi budaya lain dalam memanfaatkan dan menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya alam. Hal-hal tersebut terefleksikan dalam keseharian hidup dan tradisi lokal setempat yang sering disebut dengan kearifan lokal (Utama dan Kohdrata 2001).

Konsep sistem kearifan lingkungan lokal berakar dari sitem pengetahuan dan pengelolaan masyarakat adat. Melalui proses interaksi dan adaptasi dengan lingkungan dan sumberdaya alam yang panjang, masyarakat adat mampu mengembangkan cara untuk mempertahankan hidup dengan menciptakan nilai, pola hidup, sistem kelembagaan dan hukum yang selaras dengan kondisi dan ketersediaan sumberdaya alam di sekitar daerah yang ditinggalinya (Syafa’at 2008).

Pemasangan sasi (kera-kera)

(37)

Dalam pemeliharaan dan pemanfaatan tanaman pala secara lestari, masyarakat memiliki suatu ritual yang disebut ritual pemasangan sasi atau “kera

-kera”. Pemasangan sasi ini dilakukan untuk menjamin hasil panen pala tersebut.

Sasi akan dilepaskan sesuai dengan waktu yang diperlukan hingga masa panen pala. Masyarakat harus mematuhi adat pemasangan sasi tersebut, jika dilanggar maka akan dikenakan hukuman adat yaitu dengan membayar denda berupa uang sebesar 5 juta bahkan lebih. Pemasangan sasi ini bukan hanya untuk sumberdaya hutan melainkan untuk sumberdaya laut juga. Pemasangan sasi laut untuk memulihkan potensi sumberdaya laut.

Kearifan lokal masyarakat dalam ritual pemasangan sasi dalam bidang ekonomi dan lingkungan, yaitu masyarakat mempunyai cara untuk meningkatkan nilai komoditas dan melestarikan tanaman pala yang merupakan sumber penghasilan masyarakat Kampung Werabuan. Kearifan lokal tersebut telah lahir dan berkembang dari generasi ke generasi dan selalu dilakukan dan dipatuhi hingga saat ini.

Larangan ketika masuk hutan

Larangan-larangan yang terdapat dikampung dan harus dipatuhi, yang diturunkan dari para leluhur. Larangan tersebut antara lain larangan yang terdapat di sekitar sumber air (mata air), danau serta sungai. Pohon-pohon yang berada di sumber-sumber mata air tidak boleh ditebang. Selain itu, terdapat beberapa titik pada sungai atau aliran air yang mengalir dilarang untuk masuk atau berdiri didalam air tersebut. Terdapat juga larangan untuk tidak mengambil ikan dari beberapa titik sungai.

Larangan untuk tidak menebang pohon di sekitar sumber air ini berfungsi untuk menjaga fungsi hidrologis sehingga air dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tanpa terjadi longsor atau banjir. Adanya akar-akar pohon akan memudahkan proses infiltrasi atau penyerapan air kedalam tanah sehingga menjaga ketersediaan air tanah dan mencegah terjadinya run-off berlebihan yang menyebabkan banjir. Selain itu akar-akar pohon juga dapat mengikat tanah sehingga tidak mudah terjadi longsong. Larangan untuk tidak mengambil ikan memiliki kepercayaan bahwa ikan tersebut merupakan penjaga air sungai tersebut, sehingga masyarakat tidak dapat masuk ke sungai dan menghancurkan ekosistem sungai.

Dengan adanya larangan-larangan yang terdapat di masyarakat ini dapat meningkatkan konservasi secara tradisional dalam hal pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya alam oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena secara tidak langsung masyarakat telah melaksanakan kegiatan-kegiatan konservasi untuk melestarikan alam disekitar mereka.

Nahahara

Nahahara merupakan sesajen dari masyarakat ketika akan melakukan kegiatan syukuran dan akan masuk ke hutan atau ke goa. Nahahara ketika melakukan kegiatan syukuran yang diberikan berupa sirih, pinang, kapur. Sedangkan nahahara ketika masuk hutan atau gua yaitu berupa sirih, pinang, tembakau negri, rokok negri yang dibuat dengan menggunakan pandoko (daun nipah yang telah dikeringkan).

(38)

dimakan beramai-ramai oleh semua orang yang mengikuti acara syukuran tersebut.

Nahahara yang dilakukan ketika masyarakat akan masuk ke goa yaitu masyarakat membawa nahahara dan sambil berbicara dengan alam. Memohon pelindungan dan meminta izin dari alam selama masyarakat berada di hutan atau berada di dalam goa untuk mengambil hasil hutan. Nahahara ini diberikan kepada nenek moyang yang menjaga hutan atau goa tersebut. Hal ini merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat dalam menghormati alam dan berterima kasih kepada alam.

Budidaya tumbuhan

Masyarakat Suku Mbaham Mata memiliki kesadaran untuk membudidayakan tumbuhan. Menurut pemahaman mereka, menanam tumbuhan saat ini untuk persediaan anak cucunya kelak. Sehingga masyarakat selalu menanam bibit atau anakan dari suatu pohon. Salah satu tanaman yang dibudidayakan yaitu kelapa. Apabila panen kelapa berlebih maka tidak semua kelapa dimanfaatkan atau dijual tetapi ada buah kelapa yang disimpan dan dijadikan bibit untuk ditanam kembali.

Bentuk Interaksi Masyarakat dengan Cagar Alam

Interaksi masyarakat Kampung Werabuan yang berada di sekitar Cagar Alam Pegunungan Fakfak sudah berlangsung sejak lama. Tingkat interaksi masyarakat ini masih sangat tinggi. Interaksi sangat tinggi karena ketergantungan masyarakat pada sumberdaya alam. Selain itu, kawasan berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk dan perkebunan, sehingga menyebabkan adanya interaksi masyarakat dengan sumberdaya alam. Menurut Alikodra (1978) diacu dalam Alikodra (1987), hutan dan manusia sejak awal peradaban ditandai dengan adanya hubungan saling ketergantungan, karena hutan merupakan sumber bahan kehidupan dasar yang diperlukan oleh manusia seperti air, energi, makanan, protein, udara bersih, dan perlindungan. Selain itu menurut Alikodra et al. (1983), suatu kawasan konservasi pada umumnya berbatasan dengan pemukiman penduduk, lahan pertanian, perkebunan, perikanan, kegiatan perindustrian atau kerajinan masyarakat serta sektor kegiatan lainnya. Keadaan ini menyebabkan terjadinya interaksi antara potensi sumberdaya alam yang terdapat di dalamnya dengan masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

(39)

setiap tahun masyarakat selalu memanen hasilnya. Sebagian masyarakat juga memiliki kebun yang ditanami tanaman pangan mereka. Menurut Alikodra (1987), bentuk-bentuk hubungan interaksi masyarakat sangat beraneka ragam, pada umumnya terdiri dari : pengambilan buah, bunga, kayu bakar, daun rotan, umbi, bambu, satwa liar, rumput, batu karang, serta pengembalaan ternak.

Tingkat pendidikan masyarakat Kampung Werabuan yang masih rendah juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan adanya interaksi masyarakat dengan hutan. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan masyarakat sulit untuk mendapatkan pekerjaan, sehingga dengan bekerja sebagai petani dapat menambah pendapatan masyarakat. Menurut Birgantoro dan Nurrochmat (2007), rendahnya tingkat pendidikan, keterampilan dan informasi yang dimiliki oleh masyarakat desa sekitar hutan juga menyebabkan masyarakat sulit untuk bersaing dan memasuki pasar lapangan kerja secara umum. Hal ini tentunya berdampak pada semakin sempitnya peluang mereka untuk memperoleh lapangan pekerjaan yang layak dan memadai. Pilihan pekerjaan sebagai pemanfaat sumberdaya hutan merupakan satu-satunya alternatif yang dipilih karena profesi sebagai pemanfaat sumberdaya hutan tidak mensyaratkan tingkat pendidikan maupun keterampilan tertentu, sehingga tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan menjadi sangat besar.

Interaksi masyarakat dengan kawasan yang dilindungi dapat diarahkan pada suatu tingkat integrasi dimana keperluan masyarakat akan sumberdaya alam dapat dipenuhi tanpa mengganggu atau merusak potensi kawasan. Salah satu cara yaitu membentuk daerah penyangga sosial, yaitu daerah yang berguna untuk mengalihkan perhatian masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga mereka tidak merugikan hutan tersebut, Mangandar (2000) diacu dalam Ardiansyah (2008).

Interaksi masyarakat terdiri dari dua interaksi yaitu interaksi langsung dan interaksi tidak langsung. Interaksi langsung yaitu masyarakat yang mengambil hasil hutan langsung, sedangkan interaksi tidak langsung yaitu seorang pembeli yang membeli hasil hutan dari masyarakat dan kemudian dijual kembali atau diolah. Masyarakat Kampung Werabuan memiliki kebiasaan langsung menjual hasil panen pala atau cengkeh mereka setelah dipetik di bawah pohon. Pembeli langsung membawa timbangan, sehingga setelah dihitung berapa jumlahnya pembeli langsung membayar ditempat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(40)

2. Masyarakat Kampung Wserabuan masih memanfaatkan sumberdaya tumbuhan yang tersedia dan terdapat ritual-ritual dalam melakukan kegiatan konservasi. Kearifan lokal masyarakat dalam konservasi tumbuhan dapat dilihat dalam ritual pemasangan sasi, larangan ketika masuk hutan, nahahara, dan budidaya tumbuhan. Kearifan lokal masyarakat ini harus dipertahankan dan terus diturunkan dari generasi ke generasi demi keseimbangan sumberdaya alam sehingga kesejahteraan masyarakat tetap terjamin.

Saran

1. Kajian lebih lanjut terkait tumbuhan pangan dan obat potensial yang terdapat di Kampung Werabuan.

2. Pembinaan bagi masyarakat suku Mbaham Mata di Kampung Werabuan agar tetap mempertahankan konsumsi pangan lokal seperti sagu (Metroxylon sagu). 3. Inventarisasi tumbuhan berguna yang terdapat di kawasan Cagar Alam

Pegunungan Fakfak.

DAFTAR PUSTAKA

Aliadi A, Roemantyo HS. 1994. Kaitan Pengobatan Tradisional dengan Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat. Diacu dalam Zuhud EAM dan Haryanto. 1994. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Bogor (ID): kerjasama Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN).

Alikodra HS, Subandino E, Basuni S, Kosasih A, Ani M, Harini EKS 1983. Rancangan Penelitian Pengembangan Buffer Zone Pelestarian Alam. Jakarta (ID) : Kantor Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Alikodra HS, 1987. Manfaat Taman Nasional bagi Masyarakat Sekitarnya, dalam

Media Konservasi. Volume 1.Nomor 3. Pengaturan Sumberdaya Taman Nasional.

Ardiansyah S. 2008. Kajian interaksi masyarakat dengan hasil hutan non-kayu (studi kasus di kph banyuwangi utara, perum perhutani unit ii propinsi jawa timur) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Birgantoro BA, Nurrochmat DR. 2007. Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Masyarakat di KPH Banyuwangi Utara. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Vol XIII (3) : 172-181

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.11.11.09909 Tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim Dalam Label Dan Iklan Pangan Olahan. Jakarta (ID): BPOM

Budi IM, Hartono R, Setyanova I. 2005. Tanya Jawab Seputar Buah Merah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Hidayat S. 2009. Kajian Etnobotani Masyarakat Kampung Adat Dukuh Kabupaten Garut, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Juliana, Jonathan, dan Hariadi BPJ. 1999. Imperata cylindrica (L.) Beauv. In :

(41)

Resources of South-East Asia No. 12(1):Medicinal and Poisonous Plants. Bogor (ID): PROSEA. hlm. 310

[KEMENTAN] Kementrian Pertanian. 2012. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan. Jakarta (ID) : DEPTAN

Kholiq M, Arum PM. 2011. Menggali Keberadaan Nilai-nilai Kearifan Lokal pada Masyarakat Jawa bagi Pembangunan Peradaban Indonesia di Masa Depan [Prosiding]. Depok (ID): Universitas Gunadarma.

Meiyanto E, Susidarti RA, Handayani S, Rahmi F. 2008. Ekstrak Etanolik Biji Buah Pinang (Areca catechu L.) Mampu Manghambat Proliferasi dan Memacu Apoptosi sel MCF-7. Majalah Farmasi Indonesia. 19 (1) : 12-19

Muchtadi D. 2001. Potensi Pangan Tradisional sebagai Pangan Fungsional dan Suplemen. Didalam : Pangan Tradisional Basis Bagi Industri Pangan Fungsional dan Suplemen [Prosiding]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rona. 2011. Kajian pengembangan Kampung Konservasi Tumbuhan Pangan dan

Obat Keluarga: studi Kasis di Kampung Cigerut, Desa Cipakem, Maleber, Kuningan, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rudjiman, Adriyanti DT, Indriyatno, Wiyono, Fauzie L, Nuranida I, Saraswati R. 2003a. Alstonia scholaris (L.) R.Br. Di dalam: Oemiyati, Ira DS., Soediro, editor. Buku Acuan Umum Tumbuhan Obat Indonesia Kerjasama Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada dengan Yayasan Sarana Wana Jaya Jilid I, II.. Jakarta (ID): Yayasan Sarana Wana Jaya. hlm. 214-215.

Rudjiman, Adriyanti DT, Indriyatno, Wiyono, Fauzie L, Nuranida I, Saraswati R. 2003b. Ruellia tuberosa L. Di dalam: Oemiyati, Ira DS., Soediro, editor. Buku Acuan Umum Tumbuhan Obat Indonesia Kerjasama Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada dengan Yayasan Sarana Wana Jaya Jilid II. Jakarta (ID): Yayasan Sarana Wana Jaya. hlm. 406-407

Rudjiman, Adriyanti DT, Indriyatno, Wiyono, Fauzie L, Nuranida I, Saraswati R. 2003c. Passiflora foetida L.. Di dalam: Oemiyati, Ira DS., Soediro, editor. Buku Acuan Umum Tumbuhan Obat Indonesia Kerjasama Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada dengan Yayasan Sarana Wana Jaya Jilid I., IV Jakarta (ID): Yayasan Sarana Wana Jaya. hlm. 47-48.

Rudjiman, Adriyanti DT, Indriyatno, Wiyono, Fauzie L, Nuranida I, Saraswati R. 2003d. Alpinia galangal L. Willd. Di dalam: Oemiyati, Ira DS., Soediro, editor. Buku Acuan Umum Tumbuhan Obat Indonesia Kerjasama Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada dengan Yayasan Sarana Wana Jaya Jilid I. Jakarta (ID): Yayasan Sarana Wana Jaya. Hlm: 182-183.

Rudjiman, Adriyanti DT, Indriyatno, Wiyono, Fauzie L, Nuranida I, Saraswati R. 2003e. Piper betle L. Di dalam: Oemiyati, Ira DS., Soediro, editor. Buku Acuan Umum Tumbuhan Obat Indonesia Kerjasama Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada dengan Yayasan Sarana Wana Jaya Jilid I. Jakarta (ID): Yayasan Sarana Wana Jaya. Hlm: 242-243

Siregar EBM. 2005. Inventarisasi Jenis Palem (Arecaceae) Pada Kawasan hutan Dataran Rendah Di Stasiun Penenlitian Sikundur (Kawasan Ekosisten Leuser) Kabupaten Lagkat [Skripsi]. Medan (ID) : Universitas Smatera Utara.

Gambar

Gambar 1  Lokasi Kampung Werabuan, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat
Tabel 1  Jenis data dan informasi penelitian yang dikumpulkan
Tabel 4  Keanekaragaman tumbuhan pangan berdasarkan komposisi habitus
Gambar 4   (a) Kebun masyarakat ; (b) Pekarangan masyarakat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara terhadap seluruh responden diketahui 21 spesies tumbuhan dari 15 famili yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar KHDTK (Kawasan Hutan

SAD memanfaatkan tumbuhan sebagai pangan dan obat, bahkan ada beberapa tumbuhan yang menjadi sumber mata pencaharian, seperti Jelutung ( Dyera costulata ) merupakan tumbuhan

Lahan garapan memiliki potensi jumlah tumbuhan pangan dan obat yang besar, namun memiliki jarak rata-rata yang cukup jauh dari jalan utama kampung Kerapatan

Berbagai spesies tumbuhan obat dalam perawatan sebelum dan setelah persalinan yang ditemukan pada lebih dari satu suku di Maluku Utara.. Tumbuhan obat untuk perawatan

Dalam tahapan wawancara yang ditanyakan adalah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan berdasarkan kegunaannya sebagai tumbuhan penghasil pangan, obat, pakan ternak,

Dalam tahapan wawancara yang ditanyakan adalah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan berdasarkan kegunaannya sebagai tumbuhan penghasil pangan, obat, pakan ternak,

Sibagure (Sidarhombifolia) merupakan tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh responden di Kampung Pagaran Lambung untuk mengobati demam dan penurun panas, yaitu bagian

Spesies tumbuhan obat penting yang akan dikembangkan berdasarkan potensi tumbuhan obat Kampung Gunung Leutik Desa Benteng yang telah dikelompokkan, data penyakit masyarakat