• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyebaran Spasial Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyebaran Spasial Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Bogor."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENYEBARAN SPASIAL KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN

PANGAN DAN OBAT DI KAMPUNG NYUNGCUNG, DESA

MALASARI, KECAMATAN NANGGUNG, BOGOR

HAFIZAH NAHLUNNISA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyebaran Spasial Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

HAFIZAH NAHLUNNISA. Penyebaran Spasial Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Bogor. Dibimbing oleh ERVIZAL A.M. ZUHUD dan LILIK BUDI PRASETYO. Kampung Nyungcung merupakan salah satu kampung yang terletak di dekat hutan dan memiliki potensi tumbuhan pangan dan obat untuk dimanfaatkan oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman, potensi, dan sebaran spasial tumbuhan pangan dan obat di Kampung Nyungcung. Metode yang digunakan yaitu analisis vegetasi dan eksplorasi yang dilaksanakan pada bulan Maret 2015. Hasil perhitungan analisis vegetasi di beberapa lokasi pengamatan diperoleh nilai keanekaragaman dan kemerataan yang berbeda pada setiap tingkat pertumbuhan. Hasil penelitian ditemukan tumbuhan pangan dan obat sebanyak 318 jenis dari 98 famili, yang terdiri dari 56 spesies tumbuhan pangan, 112 spesies tumbuhan pangan fungsional, dan 149 spesies tumbuhan obat. Lokasi yang paling banyak terdapat tumbuhan pangan dan obat adalah pekarangan (144 jenis). Tumbuhan pangan dan obat paling banyak tersebar pada ketinggian 600-800 mdpl (308 jenis) dan pada kelerengan 0-8% (168 jenis). Selain kelerengan dan ketinggian, faktor biotik (faktor yang disebabkan oleh manusia) memiliki pengaruh besar terhadap distribusi tumbuhan pangan dan obat. Kebutuhan masyarakat atas pangan dan obat dapat terpenuhi dengan memanfaatkan potensi tersebut.

Kata kunci: kampung Nyungcung, pangan dan obat, penyebaran spasial, potensi tumbuhan

ABSTRACT

HAFIZAH NAHLUNNISA. Spatial Distribution of Diversity Food and Medicinal Plants in Nyungcung Kampong, Malasari Village, Nanggung Subdistrict, Bogor. Supervised by ERVIZAL A.M. ZUHUD and LILIK BUDI PRASETYO.

Nyungcung Kampong is situated near to the forest, in which very rich in term of plant biodiversity. The plant potentially can be utilized by the community to fulfill their need of food and medicine. The objective of the research was to identify the diversity, potency, and spatial distribution of food and medicinal plants in Nyungcung Kampong. The research was conducted by vegetation inventory and eksploration during March 2015. Result showed there was different diversity value and evenness index among every growth strata. In total, there were 318 specieses or 98 families that consist of 56 species of food plants, 112 species of food functional plants, and 150 spesies of medicinal plants. With regard to land cover/land use class, home garden had the highest number of food and medicinal plants. The plants distributed mostly on elevation of about 600--800 mdpl (308 species) or at gentle slope of about 0-8% (168 species). In addition to slope and elevation, biotic (factor caused by human) have a considerable effect in the distribution of plants. In short, the community need of necessity food and medicine can be provided by the forest and its surrounding areas.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PENYEBARAN SPASIAL KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN

PANGAN DAN OBAT DI KAMPUNG NYUNGCUNG, DESA

MALASARI, KECAMATAN NANGGUNG, BOGOR

HAFIZAH NAHLUNNISA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah Penyebaran Spasial Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Ervizal A.M. Zuhud, MS dan Bapak Prof Dr Lilik Budi Prasetyo, M.Sc selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Masyarakat Kampung Nyungcung, RMI, JKPP, dan Tim Penelitian (Siti Nurjannah, Siti Nariah, Dinar A, Riszki Is H, Ilham A) yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah Muslimsyah, ibu Arnida, adik Hafiz Fauzan Azim, dan Muzaqky Muthahhari, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga besar Fahutan IPB, Departemen KSHE, KSHE 48, Fasttrack KVT 48, Lethgen, Hikapemaka, KPF (Kelompok Pemerhati Flora) Himakova, Halaqah, Paguyuban Beasiswa KSE IPB, dan para sahabat atas doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Jenis Data yang Dikumpulkan 3

Metode Pengambilan Data 3

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 8

Komposisi Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung 9 Potensi dan Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat 12 Penyebaran Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung 19

SIMPULAN DAN SARAN 28

Simpulan 28

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 28

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan metode pengambilan data 3

2 INP tertinggi hasil analisis vegetasi 10

3 Indeks keanekaragaman dan kemerataan tumbuhan 11 4 Luas tutupan/tata guna lahan di Kampung Nyungcung 19 5 Potensi tumbuhan pangan dan obat berdasarkan lokasi 21 6 Ketinggian Kampung Nyungcung dengan luas wilayah 23

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 2

2 Petak pengamatan analisis vegetasi 4

3 Alur pembuatan peta 8

4 Jumlah jenis dan famili tumbuhan pangan dan obat 13 5 Keanekaragaman tumbuhan pangan berdasarkan famili 13 6 Keanekaragaman tumbuhan pangan berdasarkan habitus 14

7 Potensi tumbuhan pangan berdasarkan habitat 15

8 Jumlah tumbuhan pangan fungsional berdasarkan famili 15 9 Keanekaragaman tumbuhan pangan fungsional berdasarkan habitus 16 10 Potensi tumbuhan pangan fungsional berdasarkan habitat 17 11 Jumlah jenis tumbuhan obat berdasarkan famili 17 12 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan habitus 18

13 Potensi tumbuhan obat berdasarkan habitat 18

14 Titik pengamatan tumbuhan pangan dan obat 20

15 Peta jarak titik pengamatan dari jalan kampung 22 16 Reunde (S. elongata) di hutan sekunder dan tangkur gunung (L.gracile)

di hutan primer 23

17 Peta ketinggian Kampung Nyungcung 24

18 Sebaran tumbuhan pangan dan obat berdasarkan kelerengan 26

19 Peta kelerengan Kampung Nyungcung 27

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daftar jenis tumbuhan pangan hasil eksplorasi dan analisis vegetasi 32 2 Daftar jenis tumbuhan pangan fungsional hasil eksplorasi dan analisis

vegetasi 34

(11)

11 Perhitungan INP hutan primer pada tingkat pancang 55 12 Perhitungan INP hutan primer pada tingkat tiang 55 13 Perhitungan INP hutan primer pada tingkat pohon 56 14 Perhitungan INP hutan sekunder pada tingkat semai 56 15 Perhitungan INP hutan sekunder pada tingkat tumbuhan bawah 56 16 Perhitungan INP hutan sekunder pada tingkat pancang 58 17 Perhitungan INP hutan sekunder pada tingkat tiang 59 18 Perhitungan INP hutan sekunder pada tingkat pohon 60 19 Perhitungan INP tumbuhan bawah pada pinggir jalan 61 20 Rekapitulasi jenis tumbuhan pangan berdasarkan ketinggian dan

kelerengan 64

21 Rekapitulasi jenis tumbuhan pangan fungsional berdasarkan ketinggian

dan kelerengan 66

22 Rekapitulasi jenis tumbuhan obat berdasarkan ketinggian dan

kelerengan 70

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 175/Kpts-II/2003 tentang perluasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) berdampak pada masuknya beberapa kampung ke dalam kawasan TNGHS. Saptariani (2010) mencatat terdapat 314 kampung masuk ke dalam kawasan TNGHS. KBBI (2008) mendefinisikan kampung merupakan suatu kesatuan pemukiman terkecil yang menempati wilayah tertentu. Salah satu kampung yang termasuk dalam kawasan TNGHS adalah Kampung Nyungcung terletak di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Bogor. Menurut Departemen Kehutanan (2007) terdapat lebih dari 50% kampung di Indonesia berada di dalam dan sekitar hutan. Keberadaan kampung yang dekat dengan kawasan taman nasional dan hutan merupakan potensi bagi masyarakat untuk pemanfaatan sumberdaya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya seperti pangan, papan, obat-obatan, ritual adat, dll. Hendarti (2008) menyatakan bahwa masyarakat kampung memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap hutan. Ketergantungan tersebut salah satunya diakibatkan oleh sulitnya akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan pasokan pangan dari luar (Utomo 2009).

Kampung Nyungcung memiliki tata guna/ tutupan lahan berupa lahan garapan, hutan, sawah, pemukiman, lahan pemakaman, areal kebun pinus, dll. Informasi penyebaran spasial mengenai keanekaragaman potensi tumbuhan pangan dan obat menjadi penting untuk mengidentifikasi lokasi dari areal yang memiliki potensi terbesar. Penggalian distribusi dan keanekaragaman tumbuhan pangan dan obat dapat dijadikan sebagai alternatif dalam melakukan pengembangan terhadap tumbuhan pangan dan obat, meningkatkan pendapatan dan memenuhi kebutuhan masyarakat Kampung Nyungcung. Akan tetapi informasi dan data mengenai keanekaragaman tumbuhan yang terdapat di Kampung Nyungcung masih kurang, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman dan penyebaran spasial tumbuhan pangan dan obat yang ada di Kampung Nyungcung. Hal ini dapat menjadi landasan untuk menjadikan Kampung Nyungcung sebagai kampung konservasi yang mandiri pangan dan obat.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah :

1. Mengidentifikasi keanekaragaman, distribusi, dan potensi tumbuhan pangan dan obat di Kampung Nyungcung.

2. Mengidentifikasi sebaran spasial keanekaragaman tumbuhan pangan dan obat yang ditemukan di Kampung Nyungcung.

Manfaat Penelitian

(14)

Kampung Nyungcung, serta dapat memberikan informasi mengenai penyebaran spasial dan lokasi potensial tumbuhan pangan dan obat. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi data dasar bagi pemangku pemerintah dalam pengembangan Kampung Nyungcung menjadi kampung konservasi untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakatnya.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 (Gambar 1).

Gambar 1 Peta lokasi penelitian Alat dan Bahan

(15)

Jenis Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan meliputi data potensi tumbuhan pangan dan obat di Kampung Nyungcung, kondisi umum Kampung Nyungcung, dan bentang lanskap Kampung Nyungcung (Tabel 1).

Tabel 1 Jenis dan metode pengambilan data No Data dan

informasi yang dikumpulkan

Sumber data Rincian data Metode Pengumpulan

(16)

10 m

10 m

tata guna lahan seperti lahan garapan, hutan primer, hutan sekunder, sawah, pekarangan, lapangan, pinggir jalan, daerah aliran sungai (DAS), pekarangan rumah warga, pemakaman umum yang terdapat di Kampung Nyungcung. Pengamatan potensi tumbuhan pangan dan obat dilakukan dengan cara mengambil petak contoh.

Selain berdasarkan keragaman tutupan lahan, penempatan plot pengamatan dilakukan berdasarkan ketinggian dari permukaan laut. Metode analisis vegetasi dilakukan pada lahan garapan, hutan primer, hutan sekunder, tumbuhan bawah di pinggir jalan.

Ukuran plot pengamatan

Analisis vegetasi untuk tumbuhan bawah pada pinggir jalan dilakukan dengan menggunakan plot contoh berbentuk petak tunggal berdasarkan kurva spesies area yang dimulai dari ukuran 1x1 m. Pembuatan plot contoh ini dilakukan terus menerus dengan ukurannya dua kali lipat plot contoh sebelumnya, dan mencatat jumlah jenis yang terdapat di dalam plot tersebut. Pembuatan plot akan diberhentikan sampai penambahan jumlah jenis kurang dari 10% (Fatmasari 2003). Pembuatan plot dilakukan hingga ukuran 8x8 m untuk menghasilkan penambahan jenis sebesar kurang dari 10%.

Analisis vegetasi pada hutan dan lahan garapan menggunakan metode kombinasi jalur dan garis berpetak. Panjang jalur tergantung kondisi lapang. Pengukuran dilakukan dengan membagi ukuran 20x20 m untuk pohon, 10x10 m untuk tiang, 5x5m untuk pancang dan 2x2m untuk semai dan tumbuhan bawah. Data yang dikumpulkan meliputi nama spesies, jumlah individu setiap spesies, sedangkan untuk tiang dan pohon dicatat nama spesies, jumlah individu setiap spesies, dan diameter batang (Gambar 2). Jumlah plot yang digunakan pada hutan primer adalah 10 plot, hutan sekunder 10 plot dengan 2 jalur, lahan garapan 10 plot 1 jalur, 6 plot 1 jalur, 5 plot 1 jalur, dan 3 plot 1 jalur. ukuran jumlah plot berdasarkan hasil kurva spesies area dan menyesuaikan topografi kawasan.

Menurut Soerianegara dan Indrawan (2002), tingkat pertumbuhan semai (tinggi < 1,5, diameter < 3 cm) diukur pada petak berukuran 2x2 m, untuk tingkat pertumbuhan pancang 5 mx5 m (diameter < 10 cm, tinggi > 1,5 m), untuk tingkat pertumbuhan tiang 10 mx10 m (diameter 10-19 cm) dan untuk tingkat pertumbuhan pohon ukuran petaknya adalah 20 mx20 m.

b d

c

Gambar 2 Petak pengamatan analisis vegetasi a

(17)

Keterangan :

a. Semai dan tumbuhan bawah ( 2mx2m) b.Pancang ( 5mx5m)

c.Tiang (10mx10m) d.Pohon (20mx20m)

Pembuatan herbarium

Herbarium merupakan koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri atas bagian-bagian tumbuhan (ranting dengan daun, kuncup yang utuh, dan lebih baik kalau ada bunga dan buahnya). Herbarium dibuat secara kering. Pembuatan herbarium dilakukan dengan cara mengambil bagian tumbuhan dan memasukkan kedalam lipatan koran, kemudian disiram atau disemprot dengan alkohol 70%, lalu dijemur di bawah sinar matahari. Pembuatan herbarium dilakukan untuk memudahkan dalam mengidentiikasi tumbuhan pangan dan obat yang belum teridentifikasi spesiesnya.

Identifikasi spesies tumbuhan pangan dan obat

Identifikasi dilakukan untuk mengetahui nama lokal, nama ilmiah, nama famili, habitus, kegunaan dari spesies tumbuhan pangan, dan obat dari hasil pengamatan lapang dan analisis vegetasi. Identifikasi dengan melakukan studi pustaka melalui buku identifikasi tumbuhan.

Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan data dari seluruh sumber literatur yang ada. Data-data tersebut dijadikan acuan atau panduan untuk melengkapi data hasil pengamatan di lapangan. Sumber pustaka yang dijadikan acuan penelitian berupa jurnal, buku, laporan penelitian, dan data Kampung Nyungcung, Desa Malasari.

Pengambilan data spasial

Data spasial yang diambil adalah koordinat areal/ kawasan yang memiliki potensi tumbuhan obat dan pangan di Kampung Nyungcung. Pengambilan data menggunakan GPS dilakukan bersamaan dengan observasi lapang dan kegiatan analisis vegetasi untuk menganalisis penyebaran spasial dari tumbuhan obat dan pangan yang ada di Kampung Nyungcung.

Analisis Data

Komposisi tumbuhan

Komposisi tumbuhan dapat diketahui menggunakan parameter Indeks Nilai Penting (INP). Menurut Soerianegara dan Indrawan (2002) INP ini digunakan untuk menetapkan dominansi suatu spesies terhadap spesies lainnya. INP ini merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif. Adapun rumus untuk menghitung INP adalah sebagai berikut.

Kerapatan suatu spesies (K) = Jumlah individu suatu spesies Luas unit contoh

Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu spesies x100%

(18)

Frekuensi suatu spesies (F) = Jumlah plot ditemukannya suatu spesies Kerapatan total plot Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi suatu spesies x100%

Total frekuensi

Dominansi suatu spesies (D) = Luas bidang dasar suatu spesies Luas unit contoh

Dominansi Relatif (DR) = Dominansi suatu spesies x 100% Dominansi seluruh spesies

Indeks Nilai Penting (INP) pohon dan tiang = KR + FR + DR

Indeks Nilai Penting (INP) semai, tumbuhan bawah, epifit, liana, pandan, palem dan pancang = KR + FR.

Keanekaragaman spesies tumbuhan

Tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan dalam suatu komunitas dapat dihitung menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’). Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener (H’) merupakan indeks yang paling banyak digunakan dalam ekologi komunitas (Ludwing dan Reynold 1988). Rumus Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener adalah sebagai berikut:

N = Total jumlah individu semua spesies

Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener (H’) dapat diklasifikasikan menjadi tiga (Magurran 2004), yaitu:

H’ > 3 : menunjukkan keanekaragaman tinggi 1 < H’ ≤ 3 : menunjukkan keanekaragaman sedang H’ ≤ 1 : menunjukkan keanekaragaman rendah. Kemerataan spesies tumbuhan

Tingkat kemerataan ditunjukkan oleh indeks kemerataan spesies (evenness). Indeks kemerataan ini menunjukkan penyebaran individu di dalam spesies. Indeks ini menurut Ludwig dan Reynolds (1988) dapat dihitung dengan rumus:

E = �′ ��� Keterangan:

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener S = Jumlah spesies

E = Indeks kemerataan spesies (evenness)

(19)

sedangkan jika nilainya mendekati 1 maka hampir seluruh spesies yang ada mempunyai kelimpahan yang sama (Magurran 1988).

Analisis data spasial

Peta Kampung Nyungcung yang diperoleh dari citra Google Earth diolah menggunakan perangkat lunak komputer ArcGis 10.2. Pengolahan dilakukan untuk memperoleh peta tutupan lahan, peta ketinggian, peta kelerengan, dan peta jarak. Pengolahan ArcGis untuk menghasilkan peta adalah sebagai berikut.

1. Identifikasi tutupan/tata guna lahan (digitasi)

Citra Google Earth Kampung Nyungcung diklasifikasi secara visual untuk memperoleh peta tutupan/tata guna lahan. Klasifikasi visual tersebut dilakukan dengan mendigitasi peta dari citra Google Earth. Digitasi adalah kegiatan pemasukan data kedalam ArcGis yang dilakukan dengan mendeliniasi secara langsung pada layer (on screen digitizing) untuk feature yang berbentuk polygon sehingga menghasilkan beberapa tutupan lahan. Hasil digitasi dilakukan labelling dan attributing yang memberikan identitas label dari setiap poligon yang berbentuk tutupan lahan. Informasi yang diberikan dapat dilihat dalam bentuk atribut tabel. Tabel dapat berfungsi untuk mengolah data atribut dari suatu tutupan lahan untuk keperluan analisis data. Hasil peta yang diperoleh merupakan peta tutupan/tata guna lahan yang terdiri dari hutan primer, hutan sekunder, lahan garapan, sawah, jalan, perumahan, sungai, lapangan, dll.

2. Peta ketinggian dan kelerengan

Peta ketinggian dan kelerengan dibuat dengan melakukan tumpang tindih (overlay) dengan peta dari citra DEM (Digital Elevation Model) Landsat. Peta Aster GDEM merupakan peta ketinggian yang diolah dengan program ArcGis 10.2 dan menghasilkan ketinggian dan kemiringan lereng. Hasil pengolahan tersebut dilakukan klasifikasi dengan ketinggian menjadi empat kelas (400-600, 600-800, 800-1000, >1000). Sedangkan kelerengan dibagi menjadi empat kelas (0-8%, 8-15%, 15-25%, 25-45%).

3. Peta jarak dari jalan utama kampung

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kampung Nyungcung terletak di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kampung ini termasuk ke dalam zona khusus di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak khususnya terletak di Halimun bagian Utara. Adapun batas-batas wilayah kampung Nyungcung yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Cisarua, sebelah selatan berbatasan dengan Kampung Jengkol, Desa Malasari, sebelah barat berbatasan dengan Kampung Cisangku, Desa Malasari dan Kampung Teluk Waru, Desa Curug Bitung, sebelah timur berbatasan dengan Kampung Cisaat dan Pabangbon, Desa Malasari.

Kampung Nyungcung memiliki topografi berupa pegunungan dengan kemiringan 0-45%, ketinggian 600-1 800 mdpl dengan curah hujan rata-rata

mencapai 3 000 mm/tahun dan suhu 22-23ºC (Hendarti 2008). Kampung ini

memiliki luas sekitar 411.53 ha. Menurut Sitepu (2007) wilayah kampung peruntukannya terbagi ke dalam lahan garapan yang dimiliki warga, pemukiman, tanah desa, tambang bentonit, kuburan, lahan pinus (24.73 ha) dan hutan konservasi (74.44 ha). Masyarakat Kampung Nyungcung terbagi menjadi 2 RW dan 9 RT yang tersebar di wilayah Nyungcung Cakung, Nyungcung Masjid, Nyungcung Sikantor, Kampung GG, Nyungcung Legok, Nyungcung Tengah, Nyungcung Neglasari, Simagrib, dan Cepakgedong.

Mata pencarian masyarakat Kampung Nyungcung adalah bertani menanam padi. Selain itu, masyarakat juga menanam palawija dan sayur mayur di areal kebun campuran yang dimilikinya. Pelayanan kesehatan di antaranya berupa posyandu, puskesmas pembantu (pustu), dan Unit Pelaksana Teknis Daerah

Gambar 3 Alur pembuatan peta

Eucladian distance

(21)

(UPTD) Bidang Kesehatan Kecamatan Nanggung. Namun fasilitas tersebut terletak sangat jauh dan aksesnya sulit bagi masyarakat Kampung Nyungcung. Kondisi ini dibuktikan dengan rendahnya angka persalinan yang ditolong tenaga kesehatan (linakes) (G-help 2007).

Komposisi Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung

Hasil analisis vegetasi yang dilakukan di lokasi di Kampung Nyungcung didapatkan 180 spesies dengan spesies yang teridentifikasi sebanyak 88% atau 158 spesies. Sedangkan hasil eksplorasi dan analisis vegetasi yang dilakukan pada semua lokasi pengamatan ditemukan 317 spesies yang berpotensi sebagai tumbuhan pangan dan obat.

Dominansi spesies tumbuhan

Dominansi merupakan gambaran mengenai kondisi suatu jenis tumbuhan dalam komunitas yang ditampilkan dalam bentuk nilai indeks penting. Suatu nilai dominansi dari suatu spesies pada tiap tingkatan spesies tumbuhan dapat menunjukkan daya survival suatu tumbuhan pada suatu komunitas hutan. Menurut Sundarapandian dan Swamy (2000) bahwa indeks nilai penting (INP) adalah suatu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada suatu lokasi penelitian. Nilai INP dapat dihasilkan melalui kegiatan analisis vegetasi.

Afrianti (2007) mengemukakan bahwa suatu jenis dapat dikatakan berperan terhadap ekosistem jika INP tingkat pancang dan anakan lebih dari 10% dan untuk tingkat pohon dan tiang sebesar 15%. Tingginya nilai INP menunjukkan bahwa kerapatan, frekuensi perjumpaan, dan dominansi pada spesies tersebut juga tinggi. Jenis harendang, puspa, teh, nangka, tapak liman, jengkol, antanan, tapak liman, dan cipatuher merupakan jenis tumbuhan pangan dan obat yang memiliki INP tertinggi (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut merupakan jenis yang paling dominan dan memiliki peran serta kemampuan beradaptasi dan berkembang dengan baik.

Hasil perhitungan INP pada sebagian besar plot pengamatan menunjukkan jenis yang mendominasi adalah puspa (Schima wallichii) yang berkhasiat sebagai obat sakit kepala (Zuhud 1994). Hartono et al (2007) menyatakan bahwa pada hutan dengan ketinggian 500--1000 mdpl dapat ditemukan beberapa spesies dari famili dipterocarpaceae yang merupakan ciri hujan hutan dataran rendah dapat ditemukan di kawasan Halimun yaitu rasamala (Altingia excelsa), puspa (Schima wallichii), saninten (Castanopsis javanica), kiriung anak (C. acuminattissima), pasang (Quercus gemlliflora). Hal ini menunjukkan bahwa puspa merupakan tumbuhan asli yang tumbuh secara alami di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

(22)

(2011) bahwa spesies tumbuhan asing invasif di dalam suatu komunitas seharusnya mendominasi komunitas tumbuhan tersebut. C. hirta merupakan spesies intoleran yang dapat hidup di tempat terbuka atau sedikit naungan, berbunga sepanjang tahun, dan dapat hidup pada ketinggian 5-1350 mdpl. Sementara Kampung Nyungcung terletak pada ketinggian 600-1800 mdpl dengan titik pengamatan terletak pada areal 600-1000 mdpal. Hal ini yang menyebabkan C. hirta mudah ditemukan dan mendominasi di hampir semua areal pengamatan di Kampung Nyungcung. Webber (2003) menyatakan bahwa C. hirta di habitat aslinya dapat tumbuh dengan cepat, intoleran terhadap cahaya matahari, dan merupakan spesies pioner yang tumbuh di hutan primer. Harendang memiliki buah yang bisa dimakan dan daunnya berkhasiat sebagai obat diare, disentri, dan astrigen (Heyne 1987).

Tabel 2 INP tertinggi tumbuhan pangan dan obat hasil analisis vegetasi

Tingkat Jenis

Tumbuhan bawah Clidemia hirta 1500 25.4 Pangan dan obat Pancang Schima wallichii 200 23.21 Obat

Tiang Schima wallichii 20 68.46 Obat Tumbuhan bawah Clidemia hirta 7875 20.94 Pangan dan obat

Pancang Schima wallichii 200 32.6 Obat

Tiang

Artocarpus

heterophyllus 25 62.24 pangan dan obat

Pohon Schima wallichii 20 48.17 Obat

Lahan garapan

Semai Camelia sinensis 500 36.67 pangan dan obat Tumbuhan bawah Clidemia hirta 8875 14.82 Pangan dan obat Pancang Schima wallichii 200 34.65 Obat

Tiang Schima wallichii 20 37.89 Obat

(23)

Keanekaragaman dan kemerataan tumbuhan

Keanekaragaman jenis terdiri atas dua komponen yaitu kekayaan jenis (species richness) yang merupakan jumlah spesies dalam suatu komunitas, dan komponen kedua adalah kemerataan jenis (species evenness) (Morrison et al. 1992). Keanekaragaman jenis merupakan suatu karakteristik dari suatu tingkat komunitas yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur suatu komunitas.

Asrianny (2008) menyatakan bahwa kriteria nilai Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener (H’) adalah H’<1 dikategorikan rendah, H’ bernilai 1-3 termasuk kategori sedang, nilai H’>3 katagori tinggi. Hasil perhitungan H’ diperoleh nilai keanekaragaman tertinggi sebesar 3.57 pada tingkat tumbuhan bawah di pinggir jalan yang tergolong ke dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat banyak jenis tumbuhan yang tumbuh di areal tersebut. Sedangkan tingkat keanekaragaman terendah adalah tingkat pohon pada lokasi hutan primer yang memiliki nilai 0.31 yang termasuk kategori rendah (Tabel 3).

Tabel 3 Indeks keanekaragaman dan kemerataan tumbuhan

Lokasi habitat Tingkat pertumbuhan H' E

Lahan garapan Tumbuhan bawah 3.42 0.83

Semai 1.90 0.91

Pancang 2.22 0.82

Tiang 1.38 0.66

Pohon 1.94 0.84

Hutan sekunder Tumbuhan bawah 2.39 0.81

Semai 3.06 0.81

Pancang 2.35 0.92

Tiang 2.41 0.91

Pohon 2.70 0.85

Hutan primer Tumbuhan bawah 2.53 0.91

Semai 1.36 0.76

Pancang 1.96 0.77

Tiang 0.50 0.72

Pohon 0.31 0.28

Pinggir jalan Tumbuhan bawah 3.57 0.87

(24)

MacKinnon (1984) menyatakan bahwa keanekaragaman spesies yang tinggi pada suatu komunitas akan dapat bertahan apabila terdapat gangguan secara teratur dan periodik. Komunitas yang sangat stabil dan homogen akan memperlihatkan keanekaragaman yang rendah dibandingkan dengan yang diganggu pada waktu tertentu. Hal ini sesuai dengan keanekaragaman spesies yang tinggi terdapat pada lahan garapan dan hutan sekunder. Hal ini dikarenakan lokasi tersebut memiliki tingkat interaksi dengan adanya gangguan oleh manusia secara teratur. Sedangkan MacKinnon (1984) juga menyatakan bahwa komunitas yang mendapatkan gangguan rendah akan cenderung memiliki keanekaragaman rendah, sedangkan yang mendapatkan gangguan sedang (intermediate) akan memiliki keanekaragaman yang paling tinggi. Hal ini sesuai dengan hutan primer yang memiliki keanekaragaman rendah karena memiliki gangguan atau interaksi dengan manusia yang rendah.

Nilai indeks kemerataan digunakan untuk mengukur derajat kemerataan kelimpahan individu spesies dalam komunitas. Kemerataan menggambarkan keseimbangan antara satu komunitas dengan komunitas lainnya. Menurut Magurran (1988) nilai kemerataan yang mendekati satu menunjukkan bahwa suatu komunitas semakin merata penyebarannya sedangkan jika nilai mendekati nol maka semakin tidak rata. Hasil perhitungan indeks kemerataan yang paling tertinggi adalah 0.92 pada tingkat pertumbuhan pancang di hutan sekunder. Sedangkan nilai kemerataan paling rendah adalah 0.28 pada tingkat pertumbuhan pohon di lokasi hutan primer. Kemerataan merupakan indikator adanya gejala dominasi diantara setiap jenis dalam suatu komunitas. Apabila setiap jenis memiliki jumlah individu yang sama, maka komunitas tersebut mempunyai nilai kemerataan yang tinggi. Sebaliknya, bila nilai kemerataan ini kecil, maka dalam komunitas tersebut terdapat jenis dominan, subdominan dan jenis yang terdominasi. Hal ini menunjukkan bahwa spesies pada tingkat pertumbuhan pancang pada hutan sekunder memiliki jumlah individu yang merata tiap jenisnya, sedangkan pohon pada hutan primer memiliki jumlah individu tidak merata pada setiap jenisnya. Sehingga pada hutan primer terdapat jenis yang dominan, subdominan dan jenis yang terdominasi. Hal ini terlihat dengan ditemukannya ki anak (Castanopsis acuminatissima) di hutan primer yang mendominasi dengan nilai INP 260.7% pada tingkat pohon, 231.54% pada tiang, 53.57% pada pancang, dan pada tingkat semai sebesar 116.67%

Potensi dan Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat

(25)

Gambar 4 Jumlah jenis dan famili tumbuhan pangan dan obat Tumbuhan pangan

Pengertian dari tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun, dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia (apabila dikonsumsi hewan disebut pakan) (KBBI 2008). Zakaria (2015) menyatakan bahwa tumbuhan pangan meliputi kelompok tumbuhan sumber karbohidrat / pokok seperti padi-padian (padi, sorgum, ketan,dll), biji-bijian (jagung, kacang hijau, dll), umbi-umbian (singkong, talas, ubi jalar), buah-buahan (pisang, sukun). Kelompok tanaman sayuran daun seperti kangkung,bayam, sawi. Kelompok pangan buah misalnya rambutan, nangka, pepaya, mangga dan melon. Kelompok pangan sumber protein umumnya adalah polong-polongan (kacang kedelai, kacang hijau, dll). Kelompok pangan sumber lemak (kelapa, jagung, dll)

Hasil pengamatan diperoleh 31 famili dari tumbuhan pangan. Famili yang mendominasi pada tumbuhan pangan adalah fabaceae, moraceae, dan cucurbitaceae (Gambar 5).

Gambar 5 Keanekaragaman tumbuhan pangan berdasarkan famili

(26)

Tumbuhan pangan yang termasuk dalam famili fabaceae adalah kelompok tumbuhan pangan sumber protein berasal dari polong-polongan seperti kacang tanah (Arachis hypogeae L.), kacang panjang (Phaseolus radiatus L.), kacang hiris (Cajanus cajan (L.) Millsp), kacang merah (Vigna angularis) (Zakaria 2015). Keanekaragaman tumbuhan pangan yang tinggi ini menunjukkan bahwa potensi tumbuhan pangan yang ada di Kampung Nyungcung dapat mendukung ketahanan pangan masyarakat di Kampung tersebut. Ketersediaan jenis pangan dengan keanekaragaman famili yang tinggi merupakan alternatif untuk memenuhi kebutuhsn pangan sehari-hari.

Habitus yang ditemukan pada tumbuhan pangan terdiri atas bambu, liana, perdu, pohon, semak, dan terna (Gambar 6). Habitus yang paling mendominasi adalah terna yaitu sebanyak 40.38% atau 21 jenis. Jenis tumbuhan pangan yang tergolong dalam habitus terna adalah congkok (Curculigo orchioides Gaertn.) dari famili Amaryllidaceae yang buah nya dapat dimakan. Tumbuhan pangan yang tergolong dalam habitus pohon adalah jenis tumbuhan pangan buah-buahan seperti kemang (Mangifera caesia Jack.), kecapi (Sandoricum koetjape), kedondong (Lannea grandis), dll.

(27)

Gambar 7 Potensi tumbuhan pangan berdasarkan lokasi ditemukan Tumbuhan pangan fungsional (pangan dan obat)

Tumbuhan pangan dan obat atau lebih dikenal sebagai pangan fungsional adalah tumbuhan yang dikonsumsi oleh masyarakat sebagai bahan pangan namun memiliki khasiat obat untuk menyembuhkan suatu penyakit tertentu. Wahyono (2014) mendefinisikan pangan fungsional adalah golongan makanan atau minuman yang mengandung bahan-bahan yang diperkirakan dapat meningkatkan status kesehatan dan mencegah penyakit tertentu.

Famili yang mendominasi dari 50 famili pada tumbuhan pangan fungsional adalah zingiberaceae, solanaceae, dan fabaceae (Gambar 8). Famili Zingiberaceae merupakan tumbuhan penting di Indonesia karena mengandung banyak manfaat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kuntorini (2005) bahwa famili zingiberaceae menjadi tanaman penting di Asia, terutama Asia Tenggara karena memiliki banyak kegunaan selain sebagai bahan obat juga sebagai bahan rempah-rempah, tanaman hias, bahan kosmetik, bahan minuman, bahan tonik rambut, pewangi, dan sebagainya. Zakaria (2015) menyatakan dalam kelompok tumbuhan obat tercakup beberapa jenis rempah-rempah yang tergolong dalam tumbuhan pangan dan obat. Jenis rempah-rempah tersebut umumnya berasal dari famili zingiberaceae seperti jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma domestica), koneng gede (Curcuma xanthorriza Val.), lengkuas (Alpinia galangal), dll. Jenis-jenis tumbuhan tersebut digunakan sebagai bahan masakan atau rempah-rempah.

(28)

Habitus yang ditemukan pada tumbuhan pangan dan obat terbagi menjadi lima yaitu terna, pohon, perdu, semak, liana. Habitus terbanyak adalah terna. Tumbuhan pangan dan obat yang memiliki habitus terna umumnya tergolong dalam famili zingiberaceae, poaceae, dan solanaceae. (Gambar 9).

Salah satu jenis tumbuhan pangan fungsional yang ditemukan di Kampung Nyungcung adalah aren (Arenga pinnata). Tumbuhan ini terdapat di kebun dan pinggir jalan. Aren memiliki banyak manfaat seperti pelepah daunnya dapat menghasilkan air aren yang dapat diminum, dan buahnya digunakan sebagai bahan untuk membuah gula enau. Biji aren dapat mengobati cacingan, luka, batuk, peluruh haid, pelangsing tubuh, pencahar, sakit gigi, koreng, daun aren untuk obat sakit pinggang, kudis, antiseptik, sedangkan sabut aren untuk mengatasi perut kembung, sembelit, dan beri-beri (Dalimartha 2006). Selain aren, juga terdapat jenis pangan fungsional yaitu cangkuang (Pandanus furcatus Roxb) yang ditemukan di hutan sekunder. Bagian cangkuang yang dapat dimakan adalah tunas dan dapat digunakan sebagai lalapan. Tunas cangkuang dapat dijadikan sebagai obat disentri dan diare, sedangkan daunnya dapat digunakan sebagai bahan kerajinan tangan (Priyadi et al 2010).

Gambar 9 Keanekaragaman tumbuhan pangan fungsional berdasarkan habitus Tumbuhan pangan dan obat paling banyak ditemukan pada lahan garapan (Gambar 10). Jenis tumbuhan pangan dan obat yang terdapat di lahan garapan adalah tergolong pangan buah-buahan yang memiliki khasiat obat. Buah-buahan yang berkhasiat obat dan banyak ditemukan di lahan garapan adalah mangga (Mangifera indica) yang berkhasiat sebagai Antisifilis,cacingan,kurang nafsu makan,keputihan,perut mules,diare,menghentikan pendarahan (Hanum & van der Maesen 1997), sirsak (Annona muricata) yang berkhasiat sebagai obat sakit gigi

dan mulut,sariawan,penghilang bau mulut, antiseptic (obat kumur),wasir,tetes mata,disentri,kencing batu, bisul, jerawat, peluruh keringat, menghilangkan kutukepala,pereda kejang (Hariana 2009). Selain pangan buah, terdapat jenis pohon kayu yaitu rasamala. Menurut Heyne (1987) pucuk daun muda pohon rasamala (Altingia excelsa) digunakan sebagai lalapan dan menurut Zuhud (1994) getah pohon rasamala dapat berkhasiat sebagai obat orichitis dan sebagai tonikum.

(29)

Gambar 10 Potensi tumbuhan pangan fungsional berdasarkan lokasi ditemukan Selain di lahan garapan, sebanyak 23% tumbuhan pangan fungsional banyak ditemukan di pekarangan rumah masyarakat. Tumbuhan pangan fungsional yang ditemukan di kebun dan pekarangan memiliki jenis yang sama. Tumbuhan obat

Hasil pengamatan potensi tumbuhan diketahui terdapat 47.9% tumbuhan memiliki potensi sebagai tumbuhan obat. Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat yang dikelompokkan menjadi tumbuhan obat tradisional yang dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan menjadi bahan baku obat tradisional, tumbuhan obat modern yang telah dibuktikan mengandung senyawa/bioaktif berkhasiat obat, dan tumbuhan obat potensial yang diduga memiliki senyawa bioaktif namun belum dibuktikan secara medis (Zuhud dan Haryanto 1994). Masyarakat Kampung Nyungcung memanfaatkan tumbuhan obat secara tradisional yang dipercaya masyarakat dan digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.

Famili yang paling mendominasi dari 64 famili yang terdapat di tumbuhan obat adalah asteraceae (Gambar 11). Famili asteraceae terdiri dari jenis tumbuhan bawah liar yang berbentuk terna dan memiliki khasiat obat.

(30)

Habitus tumbuhan obat yang ada di Kampung Nyungcung dapat dibedakan menjadi tujuh yaitu terna, pohon, semak, perdu, bambu, epifit, dan liana. Habitus yang paling mendominansi adalah terna. (Gambar 12).

Gambar 12 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan habitus Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lokasi pinggir jalan merupakan tempat ditemukannya tumbuhan obat paling banyak yaitu sebesar 28% (Gambar 13). Jenis tumbuhan obat di pinggir jalan adalah jenis tumbuhan bawah yang tumbuh liar seperti alang-alang (Imperata cylindrica). Menurut Hartati (2011) akar alang-alang berkhasiat sebagai peluruh air seni dan demam. Putri malu berkhasiat sebagai obat insomnia, bronkitis, sedangkan tempuyung berkhasiat sebagai obat batu empedu.

Selain di pinggir jalan, tumbuhan obat banyak ditemukan di pekarangan rumah masyarakat. Jenis tumbuhan obat di pekarangan merupakan hasil budidaya oleh masyarakat. Jenis tumbuhan obat yang hanya ditemukan di pekarangan adalah ketepeng cina (Cassia alata L.). Selain itu, pada pekarangan terdapat beberapa tumbuhan hias bunga yang memiliki potensi sebagai obat seperti bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.), mawar (Rosa chinensis), dan melati (Jasminum sambac). Menurut Sugiarto (2008) kembang sepatu berkhasiat mengobati penyakit air kemih, TBC, radang usus, mawar berkhasiat sebagai obat radang sendi dan nyeri haid; sedangkan melati berkhasiat obat demam, sakit mata, dan sakit kepala.

Gambar 13 Potensi tumbuhan obat berdasarkan habitat

(31)

Penyebaran Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung

Penutupan/ penggunaan lahan

Kodir (2009) menyatakan masyarakat membagi tata guna lahan atas tanah sawah, kebun pekarangan, kebun campuran. Sedangkan di Kampung Nyungcung tata guna lahan dapat dibagi menjadi pekarangan, sawah, lahan garapan termasuk kebun, jalan, dan pemakaman. Penutupan lahan di Kampung Nyungcung dapat diklasifikasikan sebagai hutan primer, hutan sekunder, lahan garapan, lapangan (lahan terbuka), sawah, sungai (Gambar 14). Pekarangan rumah dan pemakaman termasuk ke dalam areal pemukiman milik. Lahan garapan dan sawah termasuk ke dalam areal garapan milik. Hutan primer dan hutan sekunder termasuk ke dalam areal hutan konservasi. Tutupan dan tata guna lahan di Kampung Nyungcung memiliki luas yang berbeda. Lahan garapan merupakan tutupan/tata guna lahan yang paling luas dibandingkan dengan yang lainnya (Tabel 4).

Tabel 4 Luas tutupan/tata guna lahan di Kampung Nyungcung Kelas tutupan/tata guna lahan

Lapangan (Lahan terbuka) 0.53 Ha

Titik pengamatan dilakukan pada setiap tutupan/tata guna lahan kecuali pada lapangan. Titik terbanyak pada hutan sekunder yaitu sebanyak enam titik pengamatan, pinggir jalan sebanyak lima titik pengamatan, lahan garapan sebanyak dua titik pengamatan, dan hutan primer sebanyak satu titik pengamatan.

(32)

Ga

mbar

14

T

it

ik

pe

nga

mata

n

tu

mbuhan

pa

nga

n

da

n

oba

(33)

Tabel 5 Potensi tumbuhan pangan dan obat berdasarkan tipologi habitat

Lahan garapan merupakan tipe habitat potensial setelah pekarangan dan pinggir jalan. Lahan garapan memiliki potensi jumlah tumbuhan pangan dan obat yang besar, namun memiliki jarak rata-rata yang cukup jauh dari jalan utama kampung Kerapatan tumbuhan pada lahan garapan berdasarkan hasil analisis vegetasi adalah sebesar 115 078.8 individu per hektar. Masyarakat memiliki ruas jalan untuk menuju setiap lahan garapan yang dimiliki, sehingga tidak terdapat kesulitan dalam mencapai tempat lahan garapan.

Terdapat 60 spesies tumbuhan pangan dan obat di hutan sekunder dengan kerapatan tumbuhan sebesar 88 828.75 individu per hektar. Jarak yang ditempuh untuk menuju hutan sekunder cukup jauh dibandingkan lokasi lainnya. Namun terdapat tumbuhan pangan fungsional yang hanya ditemukan di hutan sekunder yaitu jenis reunde (Staurogyne elongata). Menurut Heyne (1987) Reunde merupakan terna tahunan dengan batang lunak dan lemah, tumbuh di hutan-hutan yang rindang di pegunungan. Akar dan daun digunakan sebagai obat diuretik. Daun yang muda dimakan mentah dengan sambal dan jahe sebagai lalapan.

(34)
(35)

Gambar 16 Reunde (S. elongata) di hutan sekunder dan tangkur gunung (L. gracile) di hutan primer

Keberadaan potensi tumbuhan pangan dan obat ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki akses yang cukup mudah untuk memanfaatkan tumbuhan pangan dan obat. Sehingga kebutuhan atas pangan dan obat masyarakat dapat dipenuhi dengan baik. Namun jenis yang hanya tumbuh di suatu habitat tertentu, dapat dilakukan pengembangan dan pembudidayaan. Hal ini untuk memudahkan pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat.

Ketinggian (Elevation)

Kampung Nyungcung membentang pada ketinggian 459-1 033 m dpal. Wilayah Kampung Nyungcung terletak di beberapa ketinggian dengan luas yang berbeda (Tabel 5).

Tabel 5 Ketinggian Kampung Nyungcung dengan luas wilayah dan jumlah jenis Ketinggian (mdpl) Luas (ha) Persentase

(%)

Jumlah jenis

400 - 600 90.28 21.37 0

600 - 800 220.21 53.13 308

800 - 1 000 100.81 24.32 168

1 000 - 1 033 3.14 0.76 0

Wilayah Kampung Nyungcung terluas terletak pada ketinggian 600-800 mdpl. Sedangkan wilayah yang memiliki luas paling kecil terletak pada ketinggian lebih dari 1 000 mdpl. Plot titik pengamatan pinggir jalan, pemakaman, pekarangan, lahan garapan dan dua titik pengamatan di hutan sekunder terletak pada ketinggian 600-800 mdpl. Sedangkan empat plot pengamatan hutan sekunder, satu titik pengamatan pada lahan garapan, dan hutan primer terletak pada ketinggian 800-1000 mdpl.

(36)

Faktor biotik memberikan pengaruh yang besar terhadap penyebaran tumbuhan pangan dan obat di Kampung Nyungcung. Hal ini dikarenakan adanya kegiatan penanaman, penebangan, pembakaran, dan pengelolaan tanah yang dilakukan dalam kegiatan budidaya oleh masyarakat. Jenis yang termasuk dalam tumbuhan budidaya yang dipengaruhi oleh faktor biotis adalah alpukat, jeruk, jagung, bunga mawar, melati, jahe, kunyit, lengkuas, jambu, dll. Jenis ini hanya ditemukan pada satu kelas ketinggian yaitu 600-800 mdpl. Jenis ini dapat tumbuh dikarenakan adanya budidaya/penanaman oleh masyarakat.

Zuhud et al. (1988) menyatakan ketinggian tempat merupakan salah satu faktor habitat yang paling penting dalam penyebaran tumbuhan. Perbedaan jumlah spesies pada tiap rentang ketinggian menunjukkan bahwa semakin tinggi topografi, maka semakin sedikit jumlah spesies tumbuhan pangan dan obat ditemukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyasana (2008) bahwa semakin tinggi ketinggian tempat maka jumlah jenis akan semakin menurun. Faktor ketinggian tempat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman salah satunya melalui perbedaan suhu yang terjadi. Handoko (1995) menyatakan rata-rata penurunan suhu udara menurut ketinggian tempat di Indonesia sekitar 0.5o-0.6o C untuk setiap kenaikan 100 m. Sehingga semakin tinggi suatu daerah maka semakin rendah suhu udaranya. Setiadi (1995) menjelaskan bahwa pada elevasi tinggi, maka suhu dan tekanan udara rendah, kecepatan angin yang tinggi, kelembapan dan intensitas cahaya semakin meningkat. Faktor-faktor inilah yang mempengaruhi dari pertumbuhan tumbuhan pangan dan obat, sehingga terjadi perbedaan jumlah spesies tumbuhan pangan dan obat pada setiap ketinggian di wilayah Kampung Nyungcung.

Kelerengan (Slope)

Topografi kawasan Kampung Nyungcung memiliki kelerengan yang bervariasi. Kelas kelerengan tersebut adalah kemiringan lereng 0-8% yang dikategorikan datar, kemiringan 8-15% landai, kemiringan lereng 15-25% agak curam, dan kemiringan 25-45% curam. Hasil pengolahan menunjukkan luas setiap kelerengan antara lain kelerengan datar memiliki luas 85.62 ha, landai seluas 172.77 ha, agak curam 135.22 ha, dan curam seluas 20.28 ha.

Titik pesebaran tumbuhan pangan dan obat terletak pada semua kelerengan. Titik pinggir jalan, pekarangan rumah dan sawah terletak pada areal yang datar dengan kelerengan 0-8%. Lahan garapan dan hutan primer terletak pada areal yang landai dengan kelerengan 8-15%. Plot pengamatan hutan sekunder terletak pada beranekaragam kelerengan yaitu dua titik pada areal landai, satu titik pada areal agak curam, dan dua titik pada areal curam. Sedangkan hutan primer terletak pada areal landai dan agak curam.

(37)

Ga

mbar

17

P

eta

ke

ti

nggian

Ka

mm

pung

Nyungc

u

(38)

Gambar 18 Sebaran tumbuhan pangan dan obat berdasarkan kelerengan Perbedaan jumlah jenis pada tiap kelerengan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Polunin (1990) menyatakan bahwa kemiringan lereng menentukan sebagian besar stabilitas permukaan dan kemampuan menahan air. Menurut Setiadi (1996) lereng permukaan tanah mempengaruhi vegetasi secara langsung maupun tidak langsung. Keterjalan lereng mempercepat peredaran air tanah, air akan bergerak melalui lereng yang menyebabkan erosi dan menghilangkan tanah sehingga mengakibatkan vegetasi yang ada akan lenyap. Semakin curam, maka semakin cepat peredaran air. Hal ini merupakan salah satu faktor jumlah spesies tumbuhan pangan dan obat semakin menurun pada kelerengan yang semakin curam.

Terdapat jenis tumbuhan pangan dan obat yang ditemukan pada suatu kelas kelerengan tertentu juga dipengaruhi oleh faktor biotik. Faktor biotik merupakan faktor yang disebabkan kegiatan budidaya oleh manusia. Jenis tumbuhan pangan dan obat tersebut hanya ditemukan pada kelerengan datar (0-8%) seperti padi, bawang, petai, binahong, brojolintang, bunga pagoda, dll. Kelerengan yang datar dan landai merupakan pusat dari pemukiman masyarakat. Lahan garapan seperti kebun dan sawah terletak pada areal yang landai. Selain itu, areal yang datar merupakan areal pemukiman masyarakat sehingga menjadi pusat untuk melakukan kegiatan penanaman tumbuhan pangan dan obat.

(39)

Ga

mbar

18

P

eta

ke

ler

enga

n

Ka

mm

pung

Nyungc

(40)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Kebutuhan masyarakat kampung atas pangan dan obat dapat terpenuhi dengan memanfaatkan potensi tumbuhan. Keanekaragaman tumbuhan pangan dan obat di Kampung Nyungcung tergolong sedang hingga tinggi. Ditemukan sebanyak 317 spesies dari 98 famili tumbuhan pangan dan obat. Tumbuhan berkhasiat obat (149 jenis) lebih banyak ditemukan dibandingkan tumbuhan pangan fungsional (112 jenis) dan pangan (56 jenis). Distribusi tumbuhan paling banyak ditemukan di pekarangan rumah (114 jenis) yang merupakan akses paling dekat dengan masyarakat.

2. Tumbuhan pangan dan obat terbanyak ditemukan sebesar 308 spesies pada ketinggian 600-800 mdpl dan 168 spesies pada kelerengan 0-8% (datar). Semakin tinggi ketinggian dan kelerengan, tingkat perjumpaan tumbuhan pangan dan obat semakin sedikit. Faktor biotik memiliki pengaruh yang besar terhadap distribusi/penyebaran spasial tumbuhan pangan dan obat.

Saran

1. Perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut mengenai budidaya pada tumbuhan pangan dan obat yang ada di Kampung Nyungcung, khususnya tumbuhan yang hanya ditemukan pada habitat tertentu seperti tumbuhan reunde dan tangkur gunung.

2. Perlu dilakukan kajian mengenai pengembangan Kampung Nyungcung menjadi kampung konservasi yang memiliki kemandirian terhadap pangan dan obat dilihat dari potensi tumbuhan pangan dan obat yang dimiliki.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti UR. 2007. Kajian etnobotani dan aspek konservasi sengkubak (Pycnarrhena cauliflora (Miers.) Diels.) di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Asrianny, Marian, Oka NP. 2008. Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Liana (Tumbuhan Memanjat) pada Hutan Alam di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin. Jurnal Perennial.5(1) : 23-30.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2007. Identifikasi Desa dalam Kawasan Hutan. Jakarta (ID) : Pusat Rencana dan Statistik Kehutanan Departemen

Fatmasari M. 2003. Studi Potensi Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

(41)

[G-help] Gender Health Environmental Linkages Program. 2007. Data Dasar Kampung Nyungcung dan Kampung Babakan Ciomas. Depok (ID): Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia.

Handoko. 1995. Klimatologi Dasar Landasan Pemahaman Fisika Atmosfer dan Unsur-unsur Iklim. Jakarta(ID): Pustaka Jaya.

Hanum IF, van der Maesen LJG. 1997. Plant Resources of South-East Asia Auxilliary Plant. Bogor (ID): Prosea Foundation.11:227-229.

Hariana A. 2004. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri 1. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Hariana A. 2009. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri 2. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

Hartati S. 2011. Gulma dan Rempah Berkhasiat Obat. Bogor (ID): IPB Pr. Hartono T, Kobayashi H, Widjaya H, Suparmo M. 2007. Taman Nasional

Gunung Halimun-Salak. Bogor (ID): TNGHS, JICA, LIPI, dan PHKA. Hendarti L. 2008. Menepis Kabut Halimun: Rangkaian Bunga Rampai

Pengelolaan Sumberdaya Alam di Halimun. Jakarta (ID) : Yayasan Obor Indonesia, The Ford Foundation, dan Rimbawan Muda Indonesia (RMI). Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. I-IV. terjemahan: de Nuttige

planten van Indenesie. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan.

Hilwan I, Mulyana D, Pananjung WG. 2013. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Sengon Buto (Enterolobium cyclocarpum Griseb.) dan Trembesi (Samanea saman Merr.) di Lahan Pasca Tambang Batubara PT Kitadin, Embalut, Kutai Kartanagara, Kalimantan Timur. Jurnal Silvikultur Tropika. 4(1) : 6-10.

Kissinger. 2002. Keanekaragaman jenis tumbuhan struktur tegakan, dan pola sebaran spasial beberapa spesies pohon tertentu di hutan kerangas [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Kodir A. 2009. Keanekaragaman dan Bioprospeksi Jenis Tanaman dalam Sistem Kebun Talun di Kasepuhan Ciptagelar, Desa Sinaresmi, Kecamatan Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat.[tesis]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Kuntorini EM. 2005. Botani ekonomi suku Zingiberaceae sebagai obat tradisional oleh masyarakat di Kotamadya Banjarbaru. Bioscientiae. II(1) : 25-36.

Latifah D, Sudarmono, Sutrisno, Handayani T. 2000. Tanaman Buah Kebun Raya Bogor. Bogor (ID) : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Ludwig JA, Reynold JE. 1998. Statistical Ecology a Primer on Method and Computing. New York (US) : Jhon Wiley & Sons,inc.

MacKinnon J, K MacKinnon, G Child, J Thorsell. 1986. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ. Pr.

Magurran AE. 2004. Measuring Biological Diversity. (UK): Black Well Publishing Company.

(42)

Polunin N. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Yogyakarta (ID) : Universitas Gajah Mada Pr.

Prinando M. 2011. Keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif di kampus IPB Darmaga, Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Priyadi H, Takao G, Rahmawati I, Supriyanto B, Nursal WI, Rahman I.2010. Five

hundred plant species in Gunung Halimun-Salak National Park, West Java: a checklist including Sundanese names, distribution and use. Bogor (ID) : Center for International Forestry Research.

Saptariani N. 2010. Laporan Akhir Kampanye Kawasan Hutan Halimun Desa Malasari, Desa Cisarua Kecamatan Nanggung, dan Desa Kiarasari Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Bogor (ID) : RARE Inspiring Conservation dan Rimbawan Munda Indonesia (RMI).

Satya B. 2013. Koleksi Tumbuhan Berkhasiat. Yogyakarta (ID) : Rapha Publishing.

Setiadi Y. 1996. Hubungan antara Masyarakat Tumbuhan dengan Faktor-Faktor Lingkungan. Bogor (ID) : IPB Pr.

Sitepu B. 2007. Peranan hutan dalam kehidupan rumah tangga masyarakat hutan (studi kasus Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Soerianegara I, Indrawan A. 2002. Ekologi hutan Indonesia. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Sugiarto A, Putera TD. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat: 431 Jenis Tanaman Penggempur Aneka Penyakit. Jakarta (ID): Agromedia.

Sundarapandian SM, Swamy PS. 2000. Forest Ecosystem Struktur dan Competition Along an Altitudinal Gradient in the Western Ghats. South India. Journal of Tropical Forest Scienc. 12(1) : 104-123.

Utomo B. 2009. Penyadaran Gender Kesehatan dan Lingkungan Studi Kasus di Kampung Nyungcungdan Kampung Babakan Ciomas Kawasan Halimun. Depok (ID): Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia.

Wahyono H, Fitriani L, Widyaningsih TD. 2014. Potensi Cincau Hitam (Mesona palustris BI.) sebagai Pangan Fungsional untuk Kesehatan : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(3) : 957-961.

Webber E. 2003. Invasive Plant Species of the World : A Refererence Guide to Environmental Weeds. Cambridge (GB): CABI Publishing.

Yuliati Y. 2013. Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat di Taman Wisata Alam Madapanga Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat. [tesis]. Bogor(ID) : Institut Pertanian Bogor.

Zakaria RF. 2015.Orasi Ilmiah Guru Besar IPB:Pangan Nabati, Utuh dan Fungsional sebagai Penyusun Diet Sehat. Bogor (ID): IPB Pr.

Zuhud EAM, Haryanto. 1994. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Bogor (ID) : Kerjasama Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN).

(43)
(44)

Lampiran 1 Daftar jenis tumbuhan pangan hasil eksplorasi dan analisis vegetasi di Kampung Nyungcung

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus Tipe Habitat 1 Amis mata Ficus quercifolia Roxb. Moraceae Perdu hutan sekunder 2 Awis Pinanga coronata Blume Arecaceae Terna hutan sekunder 3 Bayam Amaranthus caudatus Rumph. Amarantaceae Terna pekarangan

4 Bit Beta vulgaris L. Chenopolidaceae Terna hutan sekunder

5 Bonteng Cucumis sativus L. Cucurbitaceae Terna pinggir sawah 6 Buncis Phaseolus vulgaris L. Fabaceae Terna pekarangan 7 Campoleh Pouteria campechiana Sapotaceae Pohon Kebun 8 Cereme Eugenia uniflora L. Myrtaceae Pohon pekarangan 9 Coklat Teobroma cacao L. Malvaceae Pohon pekarangan 10 Congkok Curculigo orchioides Gaertn. Amaryllidaceae Terna hutan sekunder

11 Eceng

Monochoria vaginalis (Burm.F.)

Presi Pontederiaceae Terna sawah 12 Erbis Passiflora quadrangularis L. Passifloraceae Liana pekarangan

13 Gamas Sechium edule (Jacq.) Sw. Cucurbitaceae Perdu pinggir jalan, kebun, 14 Ganyong Canna indica L. Cannaceae Terna pekarangan

15 Genjer Limnocharis flava (L.) Buch Limnocharitaceae Terna sawah 16 Harendong badak Ficus padana BL Moraceae Pohon kebun

17 Hareueus Rubus moluccanus L. Rosaceae Liana hutan sekunder

18 Ilat Scleria purpurascens Cyperaceae Semak hutan sekunder, lahan garapan 19 Jagung Zea mays L. Poaceae Terna pinggir sawah

20 Jeruk bali Citrus maxima Merr. Rutaceae Perdu pekarangan

21 Jotang Spilanthes acmella Murr. Asteraceae Terna pinggir jalan, sungai, sawah

22 Kacang hiris

Cajanus cajan Cajanus cajan

(L.) Millsp Fabaceae Terna kebun

(45)

Lampiran 1 Daftar jenis tumbuhan pangan hasil eksplorasi dan analisis vegetasi di Kampung Nyungcung (lanjutan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus Tipe Habitat

23 Kacang merah

Vigna angularis (Willd.) Ohwi

& H.Ohashi Fabaceae Semak kebun 24 Kacang panjang Phaseolus radiatus L. Fabaceae Semak kebun 25 Kacang tanah Arachis hypogeae L. Fabaceae Semak kebun 26 Kacang gude Cajanus cajan (L.) Millsp. Fabaceae Semak kebun

27 Kaliandra

Calliandra haematocephala

Hassk Fabaceae Pohon hutan sekunder, pinggir sungai

28 Kalimorot

Castanopsis javanica (Blume)

A. DC. Fagaceae Pohon hutan sekunder, hutan primer 29 Kecapi Sandoricum koetjape Meliaceae Pohon pinggir jalan

31 Kemang Mangifera caesia Jack. Anacardiaceae Pohon

kebun, hutan sekunder, lahan garapan

32 Kenikir Cosmos caudatus Kunth Asteraceae Terna pekarangan

33 Kondang Ficus variegata BI Moraceae Pohon hutan sekunder, hutan primer 34 Kucay Allium tuberosum Rottl. Liliaceae Terna kebun

35 Kupa Syzygium pycnanthum Miq. Myrtaceae Pohon kebun 36 Lengkeng Eurphoria longana Lamk. Sapindaceae Pohon kebun

37 Marasi Curculigo latifolia Amaryllidaceae Terna pinggir jalan, sungai

38 Menteng

Neoscortechinia kingii Muell.

Arg. Euphorbiaceae Pohon hutan sekunder , kebun 39 Nunut Drymaria cordota (L.) Willd. Passifloraceae Liana hutan sekunder

40 Oyong Luffa cylindrica Rum. Cucurbitaceae Terna pekarangan 41 Pare / padi Oryza sativa L. Poaceae Perdu sawah 42 Pisitan Lansium aquaeum Sapindaceae Pohon kebun

(46)

Lampiran 1 Daftar jenis tumbuhan pangan hasil eksplorasi dan analisis vegetasi di Kampung Nyungcung (lanjutan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus Tipe Habitat

43 Pohpohan Pilea trinervia Weight. Urticaceae Terna kebun, pekarangan, pinggir jalan

44 Putat

Barringtonia insignis (L.)

Spreng Lechytedaceae Pohon hutan sekunder 45 Rebung Gigantochloa apus Kurz. Poaceae Bambu kebun,

46 Roai kerupuk phaseolus lumatus L. Fabaceae Terna pekarangan 47 Salada bokor Lactuca sativa L. Asteraceae Terna kebun 48 Sawo manila Achrus zapota L. Sapotaceae Perdu kebun

49 Seledri Apium graveolens L. Apiaceae Terna pekarangan, kebun

50 Singkong Manihot utilissima Pohl. Euphorbiaceae Perdu

kebun, pekarangan, sawah, pemakaman,

51 Stroberi Fragaria x ananassa Rosaceae Semak pekarangan 52 Sukun Artocarpus communis Forst. Moraceae Pohon kebun 53 Supalemer Auricularia auricula-judae Auriculariaceae Jamur sawah

54 Teh Camelia sinensis Theaceae Perdu pinggir jalan

55 Ubi jalar Ipomea batatas Poi. Convolvulaceae Liana kebun 56 Waluh Lagenaria leucantha Rusby. Cucurbitaceae Liana kebun

Lampiran 2 Daftar jenis tumbuhan pangan fungsional hasil eksplorasi dan analisis vegetasi di Kampung Nyungcung

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus Tipe Habitat

1 Alpukat Persea americana P. Mill. Lauraceae Pohon pinggir jalan, kebun,

2 Antanan Centella asiatica (L.) Urb. Apiaceae Terna

pinggir jalan, pinggir sawah, kebun, pinggir sungai

(47)

Lampiran 2 Daftar jenis tumbuhan pangan fungsional hasil eksplorasi dan analisis vegetasi di Kampung Nyungcung (lanjutan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus Tipe Habitat

3 Antanan beurit Hydrocotyle sibthorpoides Lam Araliaceae Terna pinggir jalan, kebun, pinggir sawah 4 Arben Fragaria chiloensis L. Rosaceae Pohon kebun

5 Aren/kaung Arenga pinnata Merr Arecaceae Pohon kebun, pinggir jalan 6 Bacang Mangifera foetida Lour Anacardiaceae Pohon pekarangan

7 Bakung Allium fistulosum L. Liliaceae Terna pekarangan, kebun 8 Bangle Zingiber purpureum Roxb. Zingiberaceae Terna pekarangan

9 Bawang merah Allium cepa L. Liliaceae Terna pekarangan 10 Bawang putih Allium sativum L. Liliaceae Terna pekarangan 11 Belimbing Averrhoa carambola L. Oxalidaceae Pohon pekarangan

12

Belimbing

wuluh Averrhoa bilimbi L. Oxalidaceae Pohon pekarangan 13 Cabe Capsicum annuum L. Solanaceae Semak pekarangan

14 Cabe rawit Capsicum frutescens L. Solanaceae Semak pekarangan, pemakaman

15 Cacim

Brassica rapa var.

parachinensis L. Brassicaceae Terna pekarangan

16 Calincing Oxalis corniculata L. Oxalidaceae Terna pinggir jalan 17 Canar Smilax leucophylla Smilaceae Liana pinggir jalan, hutan

18 Cangkuang Pandanus furcatus Roxb Pandanaceae Pandan hutan sekunder, hutan primer

19 Cempedak

Artocarpus champeden

(Thunb.) Merr. Moraceae Pohon kebun, lapangan 20 Cemplonan Drymaria cordata Willd. Caryophyllaceae Terna pinggir jalan 21 Cengkeh Syzygium aromaticum L. Myrtaceae Pohon kebun, lapangan, 22 Ceplukan Physalis minima L. Solanaceae Terna kebun

23 Cermai Phyllanthus acidus (L) Skeels. Euphorbiaceae Pohon pekarangan

(48)

Lampiran 2 Daftar jenis tumbuhan pangan fungsional hasil eksplorasi dan analisis vegetasi di Kampung Nyungcung (lanjutan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus Tipe Habitat 25 Duku Lansium domesticum Corr. Meliaceae Pohon pekarangan 26 Durian Durio zibethinus Murr. Bombacaceae Pohon pinggir sawah, 27 Gadung Dioscorea hispida Dennust. Dioscoeracee Liana hutan sekunder

28 Harendang Clidemia hirta L. Melastomataceae Semak

pinggir jalan, kebun, sungai, lahan garapan, hutan sekunder

29 Harendong Melastoma candidum D. Don Melastomataceae Semak

pinggir jalan, pinggir sungai, lahan garapan, hutan sekunder, sungai

30 Hariang Begonia robusta Begoniaceae Terna pekarangan 31 Honje Etlingera elatior (Jack) Zingiberaceae Terna pekarangan

32 Jaat Psophocarpus tetragonolobus Fabaceae Liana kebun, pekarangan 33 Jahe Zingiber officinale Zingiberaceae Terna pekarangan

34 Jahe merah Zingiber officinale Rosc. Zingiberaceae Terna pekarangan 35 Jambe / pinang Areca catechu L. Arecaceae Pohon kebun 36 Jambu air Eugenia aquea Burm. Myrtaceae Pohon pinggir jalan

37 Jambu biji Psidium guajava L. Myrtaceae Pohon pinggir jalan, pekarangan, lapangan 38 Jambu bool Syzygium malaccense Myrtaceae Pohon pinggir jalan

39 Jambu mede Anacardium occidentale L. Anacardiaceae Pohon kebun

40 Jengkol Pithecolobium lobatum Benth. Fabaceae Pohon pinggir jalan, kebun, pemakaman 41 Jeruk Garut Citrus nobilis Lour. Rutaceae Perdu pekarangan

42 Jeruk nipis Citrus aurantifolia Merr. Rutaceae Perdu pinggir jalan, pekarangan

43 Jonge

Emilia sonchifolia (L.) DC. Ex

Wright Asteraceae Trna

pinggir jalan, pinggir sawah, lapangan, pemakaman

44 Kacang panjang Vigna sinensis (L.) Savi Ex Has Fabaceae

Semak

memanjat pekarangan, kebun

(49)

Lampiran 2 Daftar jenis tumbuhan pangan fungsional hasil eksplorasi dan analisis vegetasi di Kampung Nyungcung (lanjutan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus Tipe Habitat 45 Kalingsir Gynura sarmentosa DC. Asteraceae Terna hutan sekunder 46 Kangkung Ipomea aquatiqa Poir. Convolvulaceae Terna pekarangan 47 Kapol Ammomum cardamomum Willd Zingiberaceae Terna kebun

48 Kastuba

euphorbia pulcherrima Willd.

ex Klotzs Euphorbiaceae Terna pinggir jalan, pekarangan

49 Katuk

Sauropus androgynus (L.)

Merr. Euphorbiaceae Perdu pinggir jalan

50 Kecemang Ilex triflra Aquifoliaceae Semak hutan sekunder, lahan garapan 51 Kedondong Lannea grandis Engl. Anacardiaceae Pohon kebun

52 Kedondong cina Polischia pinnata Araliaceae Pohon pekarangan

53 Kelapa Cocos nucifera Linn. Arecaceae Pohon kebun, pinggir sawah

54 Kemangi Ocimum sanctum L Lamiaceae Terna pinggir jalan, pekarangan, pemakaman 55 Kemiri Aleurites moluccana (L.) Willd Euphorbiaceae Pohon kebun

56 Kemuning Murraya paniculata Jack Rutaceae Semak pekarangan

57 Kencur Kaemferia galanga L. Zingiberaceae Terna pinggir jalan, pekarangan, 58 Kersen Muntingia calabura L. Muntingiaceae Perdu pekarangan

59 Kingkilaban Mussaenda frondosa L. Rubiaceae Perdu lahan garapan, hutan sekunder 60 Koneng gede Curcuma domestica Val. Zingiberaceae Terna kebun

61 Koneng hideung Curcuma aeruginosa Roxb. Zingiberaceae Terna kebun 62 Koneng tinggang Zingiber aromaticum Val. Zingiberaceae Terna kebun

63 Kopi

Coffea robusta Linden. Ex De

Wildem. Rubiaceae Perdu pinggir jalan, kebun, hutan sekunder, 64 Kunci Boesenbergia rotunda L. Zingiberaceae Terna kebun

65 Kunyit Curcuma domestica Loir. Zingiberaceae Terna kebun, pemakaman,

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Tabel 1 Jenis dan metode pengambilan data
Gambar 2 Petak pengamatan analisis vegetasi
Gambar 3 Alur pembuatan peta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tumbuhan obat yang dimanfaatkan sebagai obat di manfaatkan oleh masyarakat Suku Kei Kampung Adat Waur dikelompokkan menjadi 6 habitus yaitu pohon, herba, semak,

SAD memanfaatkan tumbuhan sebagai pangan dan obat, bahkan ada beberapa tumbuhan yang menjadi sumber mata pencaharian, seperti Jelutung ( Dyera costulata ) merupakan tumbuhan

Penelitian ini bertujuan menginventarisasi potensi pemanfaatan tumbuhan obat oleh Masyarakat Keseneng yang meliputi jenis tumbuhan obat, cara memperoleh tumbuhan obat, bagian

Tumbuhan obat tradisional merupakan spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat

Tumbuhan obat dan ramuan yang disebutkan oleh responden memiliki kemanjuran yang baik karena adanya kesesuaian antara kajian etik (kandungan fitokimia dan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginventarisasi penggunaan tumbuhan obat oleh salah satu masyarakat adat Suku Sunda yang tinggal tidak jauh dari kota Bogor

Terdapat keankeragaman jenis tumbuhan di kebun karet rakyat di desa Haratai yang berpotensi sebagai sumber bahan pangan seperti sayur dan buah-buahan serta bahan obat.

(2004) mengelompokkan tumbuhan obat menjadi 3, yaitu (1) Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui dan dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat