• Tidak ada hasil yang ditemukan

Competitive Strategy of Leather Industries in Manding Central Leather Industries, Bantul Residence

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Competitive Strategy of Leather Industries in Manding Central Leather Industries, Bantul Residence"

Copied!
348
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI BERSAING INDUSTRI KULIT DI SENTRA

INDUSTRI KULIT MANDING KABUPATEN BANTUL

DIKLUSARI ISNAROSI NORSITA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Bersaing Industri

Kulit Di Sentra Industri Kulit Manding Kabupaten Bantul adalah karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar

Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2012

Diklusari Isnarosi Norsita

(3)

ABSTRACT

DIKLUSARI ISNAROSI NORSITA. Competitive Strategy of Leather Industries in Manding Central Leather Industries, Bantul Residence. Supervised by SUKARDI dan YANDRA ARKEMAN.

Since 1979, Manding is the center of the leather industries which is well-known by the people of Yogyakarta. Currently, Manding leather industries have decreased the competitiveness. This is characterized by the reduction number of export, the amount of production and the amount of annual sales. The purposes of this study were: (1) to formulate a strategy to raise the competitiveness. (2) to determine the priority strategies in enhancing the competitiveness of the leather industries in Manding. The tools used to analyze the data were the IFE matrix, EFE matrix that assisted by Porter’s Five Forces Model analysis, IE matrix, SWOT matrix, and QSPM matrix. The internal environment factors which influenced the company‟s strength consist of satisfied quality product; the big name of Manding; and the availability of raw materials. Meanwhile, the weaknesses of the industry were caused by the limitation of business network; low education of the workers; and problems of showroom. The external factor that increasing the opportunies in the industry was the impression of manding leather products are exotic, elegant and exclusive. From the quesioner we found that one of the popular product is stingray leather products In addition, the government also supported this by Ministry of Industry, ATK, and BBPPK. On the other hand, the external factors that threaten the industry were the existence of similar leather industries in vary scales; increase in fuel; and competition with substitute products. Prioritized strategies in enhancing the competitiveness of the leather industry Manding based on QSPM matrix in this studywere: (1) an Internet-based marketing, the applications could be website making, join in the tradingforum, as well as the use of social media as a promotional tool and online transactions. (2) Provide the product knowledge and product trademarks. These mean for promotion, capture loyal customers, and expand the network marketing cooperation. (3) Optimize the function of the Manding craftsmen community. The craftsmen association namely Setyo Rukun expected to motivate and coordinate the craftsmen being active following the exhibition and to improve the ability to innovate products and administrative guidancefor SMEs (Small and Medium Entities). As a results, these strategies are considered to cope the main issues in marketing and financial capital. Thus, by solving these expected to be able to improve the competitiveness in Manding leather industry center.

(4)
(5)

RINGKASAN

DIKLUSARI ISNAROSI NORSITA. Strategi Bersaing Industri Kulit Di Sentra Industri Kulit Manding Kabupaten Bantul. Dibimbing oleh SUKARDI dan YANDRA ARKEMAN.

Manding merupakan sentra industri kulit yang sudah dikenal oleh masyarakat Yogyakarta sejak tahun 1979. Saat ini industri kulit di Manding mengalami penurunan daya saing, hal ini ditandai dengan penurunan jumlah produksi dan jumlah penjualan tahunan. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) merumuskan strategi untuk meningkatkan daya saing industri kulit di Manding berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya; (2) menentukan strategi prioritas dalam meningkatkan daya saing industri kulit di Manding. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah matriks IFE, matriks EFE dengan analisis lingkungan industri Five Force’s Competitor, matriks IE, matriks SWOT, dan matriks QSPM. Penelitian ini dilaksanakan pada industri kulit di sentra industri kulit Manding, Kabupaten Bantul.

Faktor internal yang menjadi kekuatan industri kulit di Manding adalah mutu produk memuaskan (0.363); nama besar manding, desa wisata (0.341); terjaminnya ketersediaan bahan baku (0.260); lokasi usaha yang strategis (0.255); produk unik sesuai pesanan (0.217); harga produk lebih murah (0.204); dan suasana kekeluargaan yang kental dalam bisnis (0.127). Kelemahan industri adalah jaringan kerjasama terbatas (0.198); tingkat pendidikan rendah (0.174); permasalahan showroom (0.135); keterbatasan modal, sarana prasarana umum (0.124); promosi kurang agresif (0.102); inovasi desain produk rendah (0.071); dan tidak ada merk dagang (0.064). Faktor eksternal yang menjadi peluang industri kulit di manding adalah kesan produk kulit yang eksotis, elegan, exclusive (0.279); dukungan pemerintah (Kementerian Perindustrian, ATK, BBPPK) (0.263); produk kulit pari yang sedang digemari (0.227); produk sepatu, jaket, tas merupakan kebutuhan pokok (0.173); jumlah penduduk meningkat (0.121); ketersediaan kredit bagi IKM (0.109); dan teknologi informasi (0.096). Faktor ancaman yang harus dihadapi adalah keberadaan perusahaan sejenis (0.192); kenaikan BBM (0.173); adanya produk substitusi (0.167); bahan baku relative mahal (0.148); kulit imitasi semakin menyerupai kulit asli (0.145); bahan baku impor lebih bermutu (0.136); dan mudahnya pemain baru masuk (0.134).

(6)

Strategi yang diprioritas dalam meningkatkan daya saing industri kulit Manding, berdasarkan matris QSPM adalah melakukan pemasaran berbasis internet, dengan jumlah skor total daya tarik 9,442; pemberian informasi produk dan merk dagang, dengan jumlah skor total daya tarik 8,901; mengoptimalkan fungsi paguyuban pengrajin manding, dengan jumlah skor total daya tarik 7,644. Ketiga strategi tersebut dinilai mampu mengatasi permasalahan utama pengrajin kulit di Manding yaitu permasalahan pemasaran serta permasalahan permodalan, sehingga dengan teratasinya permasalahan utama dinilai mampu meningkatkan daya saing industri kulit di sentra industri kulit Manding.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

STRATEGI BERSAING INDUSTRI KULIT DI SENTRA

INDUSTRI KULIT MANDING KABUPATEN BANTUL

DIKLUSARI ISNAROSI NORSITA

Te sis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Sains

Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)
(11)

Judul Tesis : Strategi Bersaing Industri Kulit Di Sentra Industri Kulit Manding

Kabupaten Bantul.

Nama : Diklusari Isnarosi Norsita

NRP : F351107251

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sukardi, M.M. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng.

Ketua

Angg ota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Industri Pertanian

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karuniaNya

sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul

Strategi Bersaing Industri Kulit Di Sentra Industri Kulit Manding Kabupaten

Bantul.

Penulis Menyadari bahwa karya ilmiah ini dapat tersusun karena bantuan

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Sukardi, M.M.

sebagai dosen pembimbing I dan Bapak Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng.

sebagai dosen pembimbing II yang tiada henti memberikan bimbingan dan

kritik positif kepada penulis, serta Bapak Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T.

sebagai dosen penguji atas saran yang membangun bagi penulis. Disamping

itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pengelola sentra

industri kulit Manding sebagai objek kajian penelitian.

Ungkapan terima kasih yang tulus juga disampaikan kepada orang

tua terkasih, serta seluruh keluarga atas dukungan yang tidak terhingga.

Kepada rekan-rekan TIP 2010 penulis ucapkan terima kasih atas segala

bantuan dan kebersamaannya selama menempuh pendidikan, serta kepada

semua pihak yang telah banyak membantu penulis selama menjalankan

penelitian.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat

dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan di bidang Teknologi Industri Pertanian.

Bogor, Agustus 2012

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 17 Januari 1986 dari

pasangan Bambang Guntoro dan Siti Kistiyah. Penulis merupakan anak

kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Umum pada tahun 2004

di SMUN 8 Yogyakarta. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan

Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas

Gadjah Mada, lulus pada tahun 2008. Penulis mendapatkan kesempatan

untuk melanjutkan studi S2 dengan beasiswa pendidikan dari BPPS pada

tahun 2010 di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian

Bogor. Penulis bekerja sebagai asisten dosen di Program Studi Diploma III

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL...

DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR LAMPIRAN ………...

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang... 1

1.2.Perumusan Masalah... 4

1.3.Tujuan Penelitian... 5

1.4.Ruang Lingkup Penelitian... 5

1.5.Manfaat Penelitian... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Strategi Bersaing…... 7

2.2.Formulasi Strategi... 13

2.3.Penelitian Terdahulu... 27

2.4.Kerangka Pemikiran……… 30

METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Prosedur Penelitian... 31

3.2.Jenis dan Sumber Data... 34

3.3.Teknik Pengumpulan Data dan Informasi……….. 36

3.4.Metode Pengolahan dan Analisis Data………... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum ………... 45

4.2. Gambaran Industri Kulit Manding ………. 49

4.3. Analisa Lingkungan Internal dan Eksternal ……… 59

4.4. Perumusan Strategi ……… 95

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……….. 115

(16)

DAFTAR PUSTAKA... 117

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Jumlah produksi tahunan industri kulit di Manding ………… 2

Tabel 2 Jumlah penjualan tahunan industri kulit di Manding ……….. 3

Tabel 3 Penilaian bobot faktor strategis dengan metode Pairwise Comparison……… 38 Tabel 4 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)……… 39

Tabel 5 Bobot lingkungan jauh ………. 39

Tabel 6 Bobot lingkungan industri ……….. 40

Tabel 7 Matriks External Factor Evaluation (EFE)……… 42

Tabel 8 Format dasar matriks IE ……… 42

Tabel 9 format dasar matriks SWOT………. 43

Tabel 10 format dasar QSPM …………..……….. 44

Tabel 11 Definisi dan kriteria teknis jenis kulit ………... 47

Tabel 12 Perbedaan kulit mentah dan kulit tersamak ……… 48

Tabel 13 Hasil evaluasi faktor internal perusahaan (IFE) ………. 71

Tabel 14 Rekapitulasi kuesioner lingkungan remote ………. 74

Tabel 15 Rekapitulasi kuesioner lingkungan industri ………... 78

Tabel 16 Penilaian persaingan industri kulit ………. 84

Tabel 17 Hasil evaluasi faktor eksternal perusahaan (EFE) ………….. 93

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Model Berlian Porter (Porter, 1998) ……… 11

Gambar 2 Kerangka kerja analisis untuk perumusan strategi……….. 13

Gambar 3 Lingkungan Eksternal dan lingkungan Internal……… 15

Gambar 4 Porter’s five Model of Competitions……… 20

Gambar 5 Kerangka pemikiran penelitian………. 30

Gambar 6 Diagaram alir penelitian……….. 32

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil penilaian kekuatan dan kelemahan oleh masing-masing pakar

……….. 121

Lampiran 2 Hasil penilaian peluang dan ancaman oleh masing pakar

…… 122

Lampiran 3 Daftar produk sentra industri kulit Manding

………. 123

Lampiran 4 Daftar pesaing sentra industri kulit Manding

……….. 124

Lampiran 5 Kuesioner identifikasi faktor internal dan eksternal

……… 125

Lampiran 6 Kuesioner identifikasi permasalahan, faktor internal, dan faktor eksternal di industri kulit Manding pakar

………

131

Lampiran 7 Penjelasan parameter faktor eksternal

……… 137

Lampiran 8 Kuesioner kepada konsumen produk kulit Manding

……… 142

Lampiran 9 Kuesioner penentuan bobot dan peringkat faktor internal dan faktor eksternal

………

145

Lampiran 10 Kuesioner penilaian daya tarik (AS) strategi terhadap faktor-faktor strategis untuk penyusunan QSPM

………

150

Lampiran 11 Kuesioner validasi strategi

……… 152

Lampiran 12 Contoh toko online pesaing

……….

154

Lampiran 13 Contoh forum jual beli online

………

(19)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian Indonesia (Bukhari, 2011),

kontribusi industri terhadap PDB Indonesia tahun 2000-2010, sektor tekstil, barang

kulit dan alas kaki menduduki posisi keempat terbesar dengan persentase 8,97%.

Industri barang dari kulit dan alas kaki saat ini merupakan satu dari empat sektor

industri manufaktur Indonesia yang mengalami penguatan; tiga sektor lainnya yakni

industri makanan dan minuman, industri pengolahan tembakau, serta industri furnitur

dan pengolahan lainnya. Menurut Kementerian Perindustrian Indonesia (Bukhari,

2011), produk kulit merupakan termasuk dalam sepuluh komoditi potensial, dengan

negara tujuan ekspor antara lain Hongkong, India, Cina, Vietnam, Jerman, Singapura,

Italia, Korea, Malaysia, Thailand, Spanyol, Taiwan, Kamboja, Jepang, Afrika

Selatan, Sri Langka, Perancis, Pilipina, Amerika Serikat, Austria. Dengan demikian,

sektor industri kulit merupakan industri yang menjanjikan bagi pertumbuhan

perekonomian Indonesia. Sektor industri kulit sangat potensial untuk dikembangkan

agar mampu menjadi salah satu industri yang diunggulkan Indonesia.

Industri kulit merupakan salah satu industri kerajinan yang terbukti mampu

memberikan sumbangan pada nilai eksport Kabupaten Bantul dan juga memberikan

kesempatan kerja dan menjadi gantungan sumber pendapatan bagi berbagai industri

rumahan. Dalam laporan tahunan “Bantul Dalam Angka 2010” (BPS Bantul, 2010),

(20)

unit usaha. Peran industri kulit sangat dirasakan dalam tata kehidupan masyarakat

Kabupaten Bantul dikarenakan merupakan industri yang telah turun menurun serta

sebarannya yang hampir merata di seluruh wilayah, khususnya di Desa Sabdodadi,

Kecamatan Bantul.

Sentra Industri kulit Manding merupakan satu satunya sentra penghasil

berbagai produk berbahan dasar kulit hewan di Kabupaten Bantul. Produk yang

dihasilkan adalah jaket, sepatu, sandal, dompet, wayang, tas, topi, sabuk, gantungan

kunci, kipas, serta hiasan kulit lainnya. Produk kulit di Manding tidak hanya

menggunakan bahan kulit sebagai bahan kerajinan, tetapi juga memadukan kulit

dengan bahan baku lain seperti serat alam pandan, mendong, enceng gondok, agel

dan lidi. Masyarakat Manding menggeluti industri kulit sejak tahun 1979, hingga saat

ini Manding dikenal sebagai sentra industri kulit di Yogyakarta, yang produknya

mampu menembus pasar nasional seperti Jakarta, Solo, Semarang dan Bali, bahkan

menembus pasar ekspor seperti Spanyol dan Australia (BPS Bantul, 2011).

Persaingan bisnis pada industri kulit dirasa semakin ketat oleh para pelaku

industri kulit di Manding. Indikator penurunan daya saing industri kulit di Manding

terlihat jelas dengan penurunan jumlah produksi serta jumlah penjualan. Lima dari

tiga puluh industri kulit di Manding, Kabupaten Bantul yang ditunjuk sebagai sampel,

tercatat mengalami penurunan jumlah produksi dan jumlah penjualan selama lima

tahun terakhir. Penurunan jumlah produksi lima industri kulit di Manding terlihat

pada Tabel 1, sedangkan Tabel 2 menunjukan penurunan jumlahnya.

Tabel 1 Jumlah produksi tahunan industri kulit di Manding

Industri

Tahun

Item

2007 2008 2009 2010 2011

1. Sely Kusuma 20.868 21.294 20.280 15.600 12.000 Dompet Koin

2. Dwi Jaya 9.779 9.979 9.504 8.640 7.200 Sepatu Dewasa dan Anak

3. Laras 3.887 3.811 3.629 3.330 3.000 Tas, Jaket

(21)

5. Anda 9.783 9.686 9.225 7.380 6.000 Sabuk, Tas Dompet

Sumber: Olah data hasil kuesioner

Tabel 2 Jumlah penjualan tahunan industri kulit di Manding

Industri Tahun

2007

(Rp.106)

2008

(Rp.106)

2009

(Rp.106)

2010

(Rp.106)

2011

(Rp.106)

1. Sely Kusuma 250.42 255.52 243.36 187.20 144.00

2. Dwi Jaya 335.96 332.64 316.80 288.00 240.00

3. Laras 233.24 228.67 217.78 199.80 180.00

4. Wenys 271.79 261.33 258.75 225.00 180.00

5. Anda 195.66 193.72 184.50 147.60 120.00

Sumber: Olah data hasil kuesioner

Pengusaha industri kulit di Manding sebagian besar berskala industri kecil dan

menengah bahkan industri mikro. Persoalan umum yang dihadapi industri kulit di

Manding adalah pemasaran, permodalan, serta rendahnya ketrampilan tenaga kerja.

Masalah pemasaran disebabkan sempitnya jaringan kerjasama pemasaran, rendahnya

tingkat inovasi desain atau model produk, serta masih kurangnya kegiatan promosi

yang dilakukan. Masalah modal disebabkan kesukaran dalam administrasi pengajuan

pinjaman ke bank, tidak memiliki agunan untuk peminjaman modal, serta tingginya

harga bahan baku yang meningkat sesuai dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar.

Masalah kurang terampilnya tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang

(22)

dan menarik konsumen. Hal-hal tersebut menyebabkan rendahnya daya saing industri

kulit di sentra industri kulit Manding.

Persaingan industri kulit sejenis dirasa sangat kuat, industri kulit Manding

bersaing dengan industri kulit Cibaduyut, Mojokerto, Tanggulangin, dan Garut

memperebutkan segmen pasar yang sama. Secara mutu dan harga produk Manding

cukup bersaing, hanya saja model produk kurang bervariasi, promosi sangat minim

dan jaringan kerjasama pemasaran yang sempit. Permasalahan ini juga terlihat dari

saran konsumen yang banyak menyinggung kurangnya inovasi model produk yang

sesuai trend, serta masih minimnya informasi yang didapatkan tentang

produk-produk industri kulit Manding di media cetak maupun media internet. Variabel model

dan warna terkait dengan pengembangan atau inovasi desain produk menunjukan

bahwa variabel model dan warna produk kulit Manding diluar harapan konsumen,

sehingga sangat penting untuk diperbaiki. Permasalahan di Manding juga diungkap

oleh Tobing (2009) dimana hanya 30% pengrajin yang mendapatkan pinjaman modal

dari bank, sedangkan 70% mengandalkan modal sendiri dari hasil penjualan tanah

atau ternak. Ini disebabkan administrasi peminjaman modal dibank dirasa rumit,

bunga pinjaman dinilai cukup tinggi, serta pengrajin umumnya tidak memiliki agunan

untuk peminjaman

Hasil survey yang dilakukan dinas perindustrian Kabupaten Bantul kepada

seluru pengrajin kulit Manding yang berjumlah 30 orang,diperoleh hasil yaitu 51,1%

pengrajin memiliki permasalahan dalam hal pemasaran, 28,9% memiliki

permasalahan permodalan, 20% permasalahan lain-lain. Permasalahan lain-lain

umumnya menyangkut kurangnya tenaga kerja terampil. Promosi yang dilakukan

pelaku industri kulit Manding masih sangat minimal, yaitu melalui kartu nama, dan

terkadang mengikuti pameran yang diselenggarakan Pemerintah daerah Bantul.

Media internet masih belum digunakan. Dari segi pendidikan 56 % pengrajin

berpendidikan SD 6,6% berpendidikan SLTA 30% berpendidikan SMA dan sisanya

(23)

Penguasaan pengetahuan mengenai pemahaman lingkungan internal dan

eksternal merupakan faktor penting untuk mendongkrak daya saing. Pemahaman

lingkungan internal adalah menyadari dan mengoptimalkan kekuatan serta

meminimalkan kelemahan, serta pemahanan lingkungan eksternal berupa mengetahui

dan tahu bagaimana memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman. Solusi untuk

mengatasi persoalan ini adalah strategi bersaing yang diformulasikan dari analisis

kondisi internal dan eksternal bisnis saat ini yang mampu meningkatkan daya saing

industri kulit Manding. Dengan meningkatnya daya saing industri diharapkan dapat

meningkatkan jumlah produksi dan jumlah pendapatan pengusaha industri kulit di

Manding, sehingga industri kulit di Manding lebih maju.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan yang dapat dikaji

dalam penelitian ini adalah terjadi penurunan jumlah produksi dan penjualan tahunan

industri kulit di Manding disebabkan oleh permasalahan pemasaran, permodalan serta

rendahnya keterampilan tenaga kerja dalam mengelola bisnis. Masalah pemasaran

disebabkan sempitnya jaringan kerjasama pemasaran, rendahnya tingkat inovasi

desain produk, serta kurangnya kegiatan promosi. Masalah modal disebabkan

kesukaran administrasi pengajuan pinjaman, tidak memiliki agunan pinjaman, serta

tingginya harga bahan baku. Masalah kurang terampilnya tenaga kerja dipengaruhi

oleh tingkat pendidikan yang relative rendah, kurangnya pelatihan, serta sifat pasif

tenaga kerja dalam berinovasi dan menarik konsumen. Hal-hal tersebut menyebabkan

rendahnya daya saing industri kulit di sentra industri kulit Manding.

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

(1) Merumuskan strategi untuk meningkatkan daya saing industri kulit di Manding

(24)

(2) Menentukan strategi prioritas dalam meningkatkan daya saing industri kulit di

Manding.

1.4.Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah: (1) menganalisis faktor eksternal

meliputi faktor ekonomi; faktor sosial, budaya, demografi dan lingkungan; faktor

pemerintah dan hukum; faktor teknologi; serta faktor kompetitif. (2) Menganalisis

faktor internal meliputi faktor manajemen; faktor pemasaran; faktor akuntansi; faktor

produksi; dan faktor pengembangan. (3) Analisis faktor tersebut untuk menentukan

peluang; ancaman; kekuatan; dan kelemahan yang dimiliki industri kulit di Manding.

(4) Memformulasikan strategi bersaing industri kulit di Manding berdasarkan faktor

eksternal dan internal menggunakan analisis SWOT. (5) Menentukan strategi

bersaing yang diprioritaskan menggunakan analisis QSPM. (6) Implementasi strategi

yang direkomendasikan diluar lingkup penelitian.

1.5.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada

pengelola Sentra Industri Kulit Manding dalam penentuan strategi peningkatan daya

saing, sehingga industri kulit di Manding lebih maju. Indikasi tingkat kemajuan

terlihat dari peningkatan jumlah produksi dan peningkatan jumlah penjualan.

Penelitian ini juga bermanfaat untuk memberikan masukan mengenai metode atau

(25)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Strategi Bersaing

Pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Suatu strategi

mempunyai skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Kata strategi berasal dari

bahasa Yunani „strategos‟ atau „strategus‟ dengan kata jamak strategi (stratos =

tentara atau militer, dan ag = memimpin) yang berarti seni berperang. Definisi lebih

lengkap untuk orang Yunani, strategi adalah ilmu perencanaan dan pengarahan

sumberdaya untuk operasi secara besar-besaran, melansir kekuatan pada posisi siap

yang paling menguntungkan sebelum melakukan penyerangan terhadap lawan.

Secara umum dapat didefinisikan bahwa, strategi itu adalah rencana tentang

serangkaian manuver, yang mencakup seluruh elemen yang kasat mata maupun

tidak, untuk menjamin keberhasilan mencapai tujuan (Hutabara dan Huseini 2006).

Dalam perkembangannya, konsep mengenai strategi memiliki perbedaan

pandangan atau konsep selama 30 tahun terakhir. Steiner dan Miner (1977)

menyatakan, strategi adalah respon secara terus menerus maupun adaptif terhadap

peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat

(26)

motivasi untuk stakeholders, seperti debtholders, manajer, karyawan, konsumen,

komunitas, pemerintah, dan sebagainya yang baik secara langsung maupun tidak

langsung menerima keuntungan atau biaya yang ditimbulkan oleh semua tindakan

yang dilakukan oleh perusahaan. Jauch dan Glueck (1995) menyebutkan bahwa,

strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan

keunggulan strategis perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang

untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan

yang tepat oleh perusahaan. Strategi adalah sarana yang digunakan untuk mencapai

tujuan akhir (sasaran). Menurut Porter (1995), strategi adalah alat yang paling penting

untuk mencapai keunggulan bersaing. Suatu perusahaan dapat mengembangkan

strategi untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Menurut

Pearce dan Robinsin (2004), strategi mencerminkan keperdulian perusahaan tentang

bagaimana, kapan dan dimana perusahaan harus berkompetisi (bersaing) ; dengan

siapa harus bersaing dan untuk tujuan apa perusahaan harus bersaing. Rangkuti

(2004) menyebutkan bahwa, strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu

perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumber daya yang penting

untuk mencapai tujuan tersebut. Barney (2007) menyatakan bahwa, strategi adalah

bagaimana perusahaan dapat mencapai tingkat kerja yang tinggi di market dan

industri di perusahaan beroperasi. David (2009) menyatakan, strategi merupakan

sarana untuk mencapai tujuan jangka panjang. Strategi bisnis dapat mencakup

ekspansi geografis, diversifikasi, akuisisi, pengembangan produk, penetrasi pasar,

pengurangan bisnis, divestasi, likuidasi, dan usaha patungan. Strategi memiliki

konsekuensi yang multifungsi dan multidimensi serta perlu mempertimbangkan

faktor-faktor eksternal dan internal yang dihadapi perusahaan.

Wahyudi (1996) menyatakan bahwa, strategi adalah suatu alat untuk

mencapai tujuan perusahaan. Strategi memiliki sifat antara lain : menyatu (unified),

yaitu menyatukan seluruh bagian-bagian dalam perusahaan; menyeluruh

(comprehensive), yaitu mencakup seluruh aspek dalam perusahaan; integral

(integrated), yaitu seluruh strategi akan cocok/sesuai dari seluruh tingkatan

(27)

tiga manfaat bagi perusahaan, yakni (1) sebagai sumber perolehan ekonomi, (2)

menyediakan kerangka untuk alokasi sumber daya, dan (3) keputusan-keputusan

perusahaan berkenaan dengan masalah manajemen dan organisasi (Walker, 2004)

Berdasarkan pandangan dan konsep-konsep di atas dapat disimpulkan bahwa

strategi merupakan suatu alat dalam mengelola segala unsur yang terkandung di

perusahaan atau organisasi tersebut untuk mencapai tujuan jangka panjang

perusahaan. Pemahaman yang baik mengenai konsep strategi dan konsep-konsep

lain yang berkaitan, sangat menentukan suksesnya strategi yang disusun.

Menurut Dirgantoro (2002), Indonesia harus memiliki competitive advantage

agar dapat bersaing dengan negara-negara lain di dunia ini, sehingga Indonesia dapat

menjadi negara yang disegani baik di kawasan Asia Tenggara, Asia, maupun dunia.

Oleh karena itu, Indonesia harus menggali seluruh kemampuan yang ada serta sumber

daya yang dipunyai yang dapat digunakan sebagai senjata dalam menghadapi

persaingan global.

Keunggulan bersaing (competitive advantage) didefinisikan sebagai segala

sesuatu yang dilakukan dengan sangat baik oleh sebuah perusahaan dibandingkan

dengan pesaingannya. Ketika sebuah perusahaan dapat melakukan sesuatu dan

perusahaan lainnya tidak dapat atau memiliki sesuatu yang diinginkan pesaingnya

(David, 2009). Barney (2007) mengungkapkan bahwa keunggulan bersaing adalah

suatu kondisi perusahaan mampu menciptakan nilai ekonomi yang lebih

dibandingkan dengan perusahaan kompetitiornya, sedangkan secara sederhana nilai

ekonomi merupakan perbedaan antara perolehan manfaat yang dirasakan oleh

konsumen yang membeli produk atau jasa perusahaan tersebut dengan total biaya

ekonomi dari produk atau jasa yang dibeli. Lebih singkat lagi, Walker (2004)

menjelaskan bahwa keunggulan bersaing adalah tujuan dari pemikiran strategik dan

fokus utama dari wirausaha yang sukses. Menurut Hariyadi (2004), daya saing adalah

kemauan untuk bersaing dengan competitor atau pesaing. Tingginya daya saing dapat

dilihat dari kontinuitas produksi, peningkatan permintaan, peningkatan penjualan,

(28)

Keunggulan bersaing terjadi pada saat perusahaan mampu menyampaikan

manfaat seperti pesaing-pesaingnya tetapi dengan biaya yang lebih rendah (cost

advantage) atau menyampaikan manfaat melebihi dari produk yang berkompetisi

(differentiation advantage), maka keunggukan bersaing memungkinkan menjadikan

suatu perusahaan menciptakan nilai superior bagi konsumen-konsumennya dan

keuntungan superior bagi perusahaan itu sendiri. Keunggulan bersaing diciptakan

dengan menggunakan sumberdaya dan kemampuannya untuk mencapai struktur

biaya dari usahanya yang lebih rendah, maupun kemampuannya untuk

mendiferensiasi usaha atau produk dari para pesaingnya (Pearce dan Robinson,

2004).

Menurut Porter (1997) terdapat dua tipe dasar keunggulan bersaing, yakni (1)

keunggulan biaya (cost advantage), (2) keunggulan diferensiasi (differentiation

advantage). Keunggulan biaya dan diferensiasi ini dapat dikenal sebagai keungulan

posisi (position advantage) pada saat keduanya menggambarkan posisi perusahaan di

industri sebagai pemimpin pada biaya dan diferensiasi. Keputusan penting lainya

adalah bagaimana luas atau sempitnya segmen pasar yang dituju. Porter (1997)

membentuk matrik dengan menggunakan cost advantage, differentiation advantage

serta luas dan sempitnya fokus untuk mengidentifikasi strategi-strategi generik,

sehingga perusahaan dapat meneruskan penciptaan dan pelanggengan keunggulan

bersaing. Ada tiga jenis keunggulan bersaing, yaitu keunggulan biaya, diferensiasi,

dan fokus. Untuk mencapai keunggulan biaya perusahaan harus bersiap menjadi

produsen berbiaya rendah dalam industrinya, memiliki cakupan yang luas dan banyak

segmen, bahkan beroperasi dalam industri terkait. Sumber tersebut mungkin

mencakup : pengejaran skala ekonomis, teknologi milik sendiri, dan akses bahan

mentah. Keunggulan diferensiasi mengharuskan perusahaan menjadi “unik” dalam

industrinya yang secara umum, sehingga perusahaan dihargai karena keunikannya.

Cara melakukan diferensiasi berbeda untuk tiap industri dan pada umumnya dapat

didasarkan pada produk, sistem penyerahan, dan pendekatan pemasaran. Strategi

fokus meliputi pemilihan segmen dalam indutri, dan berupaya untuk memenuhi

(29)

Comparative advantage atau keunggulan komparatif, konsep pertama kali

dikemukakan oleh David Ricardo pada awal abad 19. Kata kuncinya adalah

“comparative” yang diartikan sebagai “relative”. Untuk lingkup perusahaan, secara

sederhana keunggulan komparatif dapat diartikan sebagai berikut, perusahaan

seharusnya berfokus menghasilkan produk yang apabila diproduksi sendiri relative

lebih efisien dan member keuntungan kepada perusahaan, sedangkan yang tidak

memberi keuntungan sebaiknya jangan dilakukan sendiri, misalnya disubkontrakkan.

Keunggulan bersaing, berkembang dari nilai yang mampu diciptakan perusahaan

untuk pembelinya yang mampu melebihi biaya perusahaan dalam menciptakannya.

Nilai adalah apa yang pembeli bersedia bayar, sedangkan nilai unggul berasal dari

tawaran harga yang lebih rendah daripada pesaing.

Pendekatan yang lazim digunakan untuk mengukur daya saing adalah

berdasarkan teori Porter (1997) dalam buku yang berjudul “the Competitive Advantage of Nation” yang dikenal dengan teori model Berlian Porter. Model Berlian

Porter dapat dilihat pada Gambar 1. Daya saing dapat diukur melalui enam kriteria

yang menyebabkan perusahaan dapat berkompetisi sehingga menghasilkan suatu

keuntungan persaingan, keenam kriteria tersebut adalah: (1) Faktor kondisi, adalah

posisi suatu bangsa dalam faktor produksi, SDA, tingkat biaya produksi, IPTEK dan

infrastruktur. (2) Kondisi pemintaan, adalah kodisi permintaan rumah tangga terhadap

produk industri dan jasa, dan kemampuan mendokumentasi permintaan tersebut. (3)

Industri sejenis dan pendukung, merupakan kehadiran atau ketidakadaan industri

yang menyediakan bahan pendukung dan industri sejenis (kompetisi). (4) Strategi,

struktur, dan persaingan industri, adalah kondisi industri dalam mengkreasi,

mengorganisasi, dan mengelola, serta bentuk persaingan domestik yang ada. (5)

Kebijakan dan dukungan pemerintah, pemerintah dapat mempengaruhi semua atribut

secara positif ataupun negative melalui kebijakan. (6) Peluang-peluang eksternal,

peluang ini merupakan peristiwa yang terjadi di luar kapasitas perusahaan dan

(30)

Strategi, struktur, dan persaingan industri

Kondisi pemintaan Faktor kondisi

Industri sejenis dan pendukung

Peluang-peluang eksternal Kebijakan dan dukungan

pemerintah

Gambar 1 Model Berlian Porter (Porter, 1997)

Umumnya, sebuah perusahaan mampu untuk mempertahankan keunggulan

kompetitif hanya untuk periode tertentu karena ditiru pesaing dan melemahnya

keunggulan tersebut. Sebuah perusahaan tidaklah cukup untuk memiliki

keunggulan kompetitif. Perusahaan harus berusaha untuk mencapai keunggulan

kompetitif yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage) dengan (1)

secara terus- menerus beradaptasi dengan tren dan kejadian eksternal serta

kemampuan, kompetensi, dan sumber daya internal; dan dengan (2) secara efektif

memformulasikan, mengimplementasi, dan mengevaluasi strategi yang mengambil

keuntungan dari faktor-faktor tersebut. Menurut Rangkuti (2004), proses analisis,

perumusan dan evaluasi strategi disebut sebagai perencanaan strategis. Tujuan utama

perencanaan strategis adalah agar organisasi atau perusahaan dapat mengantisipasi

perubahan lingkungan eksternal.

David (2009) mendefinisikan manajemen strategi sebagai seni dan ilmu untuk

memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan-keputusan

lintas fungsional yang memungkinkan suatu organisasi mencapai tujuannya.

Bahkan, manajemen strategis adalah proses melalui mana organisasi dapat

mengenali diri mereka sendiri dan lingkungan sekitar mereka dan merencanakan,

menerapkan dan memantau strategi mereka. Perencanaan strategis dianggap

sebagai salah satu tugas paling penting dari manajer organisasi, karena tingkat

(31)

manajemen strategis terdiri dari tiga tahap yaitu;

1. Formulasi strategi termasuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi

peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan

kelemahan perusahaan, menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan

alternatif strategi, dan memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan.

2. Implementasi strategi mensyaratkan perusahaan untuk menetapkan tujuan

tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan

sumber daya sehingga strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan.

3. Evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategis. Tiga aktivitas

dasar evaluasi strategi adalah (1) meninjau ulang faktor eksternal dan internal

yang menjadi dasar strategi saat ini, (2) mengukur kinerja, dan (3) mengambil

tindakan korektif.

2.2. Formulasi Strategi

Formulasi strategi adalah menentukan aktivitas-aktivitas yang berhubungan

dengan pencapaian tujuan, untuk dapat melakukan formulasi strategi dengan baik,

maka ada ketergantungan yang erat dengan analisis lingkungan yang mana formulasi

strategi membutuhkan data atau informasi dari lingkungan (Dirgantoro 2007). Pokok

perumusan strategi bersaing adalah menghubungkan perusahaan dengan

lingkungannya. Walaupun lingkungan yang relevan sangat luas, meliputi

kekuatan-kekuatan sosial sebagaimana juga kekuatan-kekuatan-kekuatan-kekuatan ekonomi, aspek utama dari

lingkungan perusahaan adalah industri-industri yang mana perusahaan tersebut

bersaing (Porter, 1995). Perumusan strategi sangat diperlukan oleh perusahaan untuk

mencapai tujuan, sehingga membentuk industri yang berdaya saing. Agar strategi

yang dijalankan tepat, maka perusahaan harus mengetahui faktor internal dan

eksternalnya sehingga kombinasi strategi yang digunakan tepat dengan posisi

perusahaan saat ini (Marimin, 2004).

Teknik perumusan strategi yang penting dapat diintegrasikan kedalam

(32)

kerja ditunjukkan pada Gambar 2.

Tahap 1: Tahap Input (Input Stage)

Evaluasi Faktor Eksternal Evaluasi Persaingan Evaluasi Faktor Internal

Tahap 2 : Tahap Pencocokan (Matching Stage)

Matriks Internal Eksternal (IE) SWOT(Strengths-Weakness-Opportunities-Threats)

Tahap 3 : Tahap Keputusan (Decision Stage)

QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix)

Gambar 2 Kerangka kerja analisis untuk perumusan strategi (David, 2009)

1. Tahap Input (Input Stage)

Pada tahap ini mengkuantifikasi secara subjektif selama tahap awal

dari proses perumusan strategi. Tahap ini menghasilkan faktor-faktor eksternal

dan internal perusahaan.

2. Tahap Pencocokan (Matching Stage)

Tahap pencocokan merupakan pencocokan antara sumber daya dan ketrampilan

internal serta peluang dan resiko yang diciptakan oleh faktor-faktor eksternal. Alat

analisis yang dipakai adalah matriks internal – eksternal (IE) dan analisis matriks

SWOT

3. Tahap Keputusan (Decision Stage)

Tahap keputusan menggunakan alat analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning

Matrix). Alat analisis ini secara objektif mengindikasikan alternatif strategi mana

yang terbaik.

Evaluasi Lingkungan Internal dan Eksternal Perusahaan

Menurut Umar (2005), kondisi lingkungan internal dan eksternal yang

merupakan kondisi lingkungan bisnis beserta perusahaan adalah sebagai suatu sistem

yang akan berkait dengan sekumpulan faktor tertentu dapat mempengaruhi arah dan

kebijakan perusahaan dalam mengelola bisnisnya. Lingkungan eksternal dibagi

(33)

sementara lingkungan internal merupakan aspek-aspek yang ada di dalam

perusahaan. Deskripsi lingkungan bisnis ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Mencocokkan faktor keberhasilan internal dan eksternal adalah kunci untuk

menghasilkan alternatif strategi yang layak secara efektif. Sehingga upaya perusahaan

mengembangkan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengapitalisasi peluang

dapat dianggap sebagai serangan, sementara strategi yang didesain untuk

memperbaiki kelemahan guna menghindari ancaman dapat dianggap pertahanan.

Setiap perusahaan memiliki beberapa peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan

dan kelemahan internal yang dapat dihubungkan untuk merumuskan alternatif strategi

yang layak (David, 2009).

Gambar 3 Lingkungan eksternal dan lingkungan internal (David, 2009)

Evaluasi Internal (Internal Assessment)

Lingkungan internal perusahaan menggambarkan kuantitas dan kualitas

sumberdaya manusia, fisik, finansial perusahaan dan juga dapat memperkirakan

kelemahan (weakness) dan kekuatan (strength) struktur organisasi maupun

manajemen perusahaan. Faktor-faktor internal yang dapat dianalisis menurut Pearce

dan Robinson (2004) adalah :

(34)

Menganalisis kekuatan dan kelemahan dari kegiatan pemasaran, termasuk pangsa

pasar, pelayanan purna jual, kepemilikan informasi pasar, strategi penetapan harga,

dan loyalitas terhadap merek.

2. Keuangan dan Akunting

Faktor keuangan yang diperhitungkan terdiri dari kemampuan perusahaan untuk

mendapatkan modal jangka pendek dan jangka panjang, hubungan dengan pemilik,

investor dan pemegang saham, biaya masuk industri dan hambatan masuk, harga jual

produk, efisiensi dan efektivitas sistem akunting biaya, anggaran, dan rencanaan laba.

3. Kegiatan Produksi dan Operasi

Kegiatan produksi-operasi perusahaan dapat dilihat dari efisiensi, efektivitas dan

produktivitas. Berdasarkan ketiga hal tersebut, faktor-faktor yang perlu diperhatikan

adalah biaya dan ketersediaan bahan baku, hubungan dengan pemasok, sistem

pengendalian persediaan, lokasi fasilitas, pemanfaatan teknologi, pengendalian

kualitas, riset dan pengembangan.

4. Sumber Daya Manusia

Faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kemampuan sumber daya

manusia adalah keterampilan dan modal kerja karyawan, efektivitas insentif yang

digunakan untuk memotivasi prestasi, tingkat keluar masuk dan kemangkiran

karyawan.

5. Sistem Informasi

Menganalisis ketepatan waktu dan akurasi informasi tentang penjualan, relevansi

informasi untuk keputusan-keputusan taktis, informasi untuk memanajemen masalah

kualitas dan dan kemampuan karyawan untuk menggunakan informasi yang tersedia.

Evaluasi internal menekankan pada identifikasi dan evaluasi kekuatan dan

kelemahan perusahaan pada area fungsional bisnis, termasuk manajemen,

pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan,

(35)

dalam area fungsional bisnis. Kekuatan/kelemahan internal, digabungkan dengan

peluang/ancaman eksternal dan pernyataan misi yang jelas, menjadi dasar untuk

penetapan tujuan dan strategi (David, 2009).

Tujuan dan strategi ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan

internal dan mengatasi kelemahan. Kekuatan perusahaan yang tidak dapat dengan

mudah disamakan atau ditiru oleh pesaing disebut kompetensi yang unik

(distinctive competencies). Menciptakan kompetensi yang unik melibatkan

pemanfaatan kompetensi yang unik. Strategi didesain sebagai bagian dari usaha

memperbaiki kelemahan perusahaan, mengubahnya menjadi kekuatan dan bahkan

menjadi kompetensi yang unik.

Evaluasi Eksternal (External Assessment)

Kunci bagi kelangsungan hidup perusahaan adalah kemampuan perusahaan

untuk melakukan perubahan diri ketika lingkungan berubah dan menuntut perilaku

yang baru. Perusahaan yang mampu menyesuaikan diri, mengikuti terus perubahan

lingkungan serta melakukan perubahan melalui perencanaan ke masa depan dan akan

mempertahankan strategi yang ada sesuai dengan perubahan lingkungan (Kotler,

2002). Evaluasi eksternal menekankan pada identifikasi dan evaluasi tren dan

kejadian yang berada di luar kendali perusahaan. Evaluasi eksternal mengungkapkan

peluang dan ancaman utama yang dihadapi perusahaan, sehingga dapat

memformulasikan strategi untuk mengambil keuntungan dari peluang dan

menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman. Tujuan evaluasi eksternal

adalah untuk mengembangkan daftar yang terbatas tentang peluang yang dapat

memberi manfaat dan ancaman yang harus dihindari. Evaluasi eksternal tidak

ditujukan untuk mengembangkan daftar yang sangat panjang tentang semua faktor

yang mungkin mempengaruhi suatu bisnis, sebaliknya ditujukan untuk

mengidentifikasi variabel kunci yang menawarkan respons yang dapat dijalankan.

Perusahaan harus dapat merespons secara agresif atau defensif terhadap faktor-

(36)

dari peluang eksternal atau yang meminimalkan pengaruh dari ancaman potensial.

Kekuatan eksternal secara langsung mempengaruhi pemasok dan distributor.

Identifikasi dan evaluasi peluang dan ancaman eksternal memungkinkan perusahaan

untuk mengembangkan misi bisnis yang jelas, mendesain strategi untuk mencapai

tujuan jangka panjang dan mengembangkan kebijakan untuk mencapai tujuan

tahunan.

Lingkungan eksternal adalah suatu kondisi yang berada di luar perusahaan

yang mana perusahaan tidak mempunyai pengaruh sama sekali terhadapnya

(uncontrolable) sehingga perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan ini akan

mempengaruhi kinerja perusahaan dalam industri tersebut (Wahyudi, 1996). Menurut

Pearce dan Robinson (2004), lingkungan eksternal perusahaan dapat dibedakan

menjadi lingkungan jauh (kondisi eksternal makro), lingkungan industri (kondisi

eksternal mikro).

Lingkungan Jauh

Lingkungan jauh (remote) terdiri dari sekumpulan kekuatan yang timbul dan

berada di luar jangkauan perusahaan dan terlepas dari situasi operasional perusahaan,

dalam arti perusahaan tidak mampu mempengaruhi tetapi kegiatan perusahaan dapat

dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di lingkungan jauh tersebut (Pearce dan

Robinson, 2004). Menurut David (2009), lingkungan jauh (remote) dapat dibagi

menjadi lima kategori besar: (1) kekuatan ekonomi; (2) kekuatan sosial, budaya,

demografi, dan lingkungan; (3) kekuatan politik, pemerintah, dan hukum; (4)

kekuatan teknologi. Perubahan dalam kekuatan eksternal mengakibatkan

perubahan dalam permintaan konsumen untuk barang industri, konsumsi serta

jasa. Kekuatan eksternal memengaruhi tipe produk yang dikembangkan,

karakteristik dari strategi segmentasi pasar dan positioning, tipe jasa yang

ditawarkan dan pilihan bisnis yang ingin diakuisisi atau dijual.

1. Kekuatan ekonomi.

(37)

ekonomi adalah siklus bisnis, ketersediaan energi, inflasi, suku bunga,

investasi, harga-harga produk dan jasa, produktivitas dan tenaga kerja.

2. Kekuatan sosial, budaya, demografi dan lingkungan.

Kondisi sosial yang berubah-ubah yang dapat mempengaruhi perusahaan

seharusnya dapat diantisipasi. Aspek-aspek sosial ini antara lain: sikap, gaya

hidup, adat istiadat dan kebiasaaan dari orang-orang di lingkungan eksternal

perusahaan, kondisi kultural, ekologis, demografis, religius, pendidikan dan etnis.

3. Kekuatan politik, pemerintah dan hukum.

Arah kebijakan dan stabillitas politik pemerintah menjadi faktor penting bagi para

pengusaha untuk berusaha. Beberapa hal utama yang perlu diperhatikan agar

bisnis dapat berkembang dengan baik, adalah Undang-undang tentang lingkungan

dan perburuhan, Peraturan tentang perdagangan luar negeri, Stabilitas pemerintahan,

Peraturan tentang keamanan dan kesehatan kerja, Sistem perpajakan.

4. Kekuatan teknologi.

Setiap kegiatan usaha yang berjalan terus-menerus harus selalu mengikuti

perkembangan teknologi yang dapat diterapkan pada produk atau jasa yang

dihasilkan atau pada cara operasinya. Beberapa hal penting yang perlu

diperhatikan adalah kecepatan transfer teknologi oleh para pekerja; masa/waktu

keusangan teknologi; serta harga teknologi yang akan diadopsi.

Lingkungan Industri

Sektor persaing berkaitan dengan keadaan pasar yang dihadapi perusahaan

(Jauch dan Glueck, 1995). Sebagai suatu industri sudah selayaknya secara ekonomi

memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkan, dan diharapkan dapat

memberikan nilai tambah pula kepada konsumen sebagai pihak yang menikmati suatu

produk atau jasa yang dihasilkan dengan mengupayakan nilai yang lebih

dibandingkan dengan kompetitor. Menurut Porter (1997), penentu dasar pertama dari

kemampulabaan suatu perusahaan adalah daya tarik industri. Kemampulabaan

(38)

apakah fungsi itu mencakup teknologi tinggi atau rendah, tetapi pada struktur

industri.

Di dalam industri apapun aturan persaingan dicakup dalam lima kekuatan

bersaing, yang dikenal dengan Porter’s five Model of Competitions. Lima kekuatan persaingan yang terdiri dari (1) masuknya pendatang baru; (2) ancaman produk

pengganti; (3) kekuatan tawar menawar pembeli; (4) kekuatan tawar menawar

pemasok dan (5) persaingan di antara para pesaing yang ada, mencerminkan

kenyataan bahwa persaingan dalam suatu industri tidak hanya terbatas pada para

pemain yang ada. Pelanggan, pemasok, produk pengganti serta pendatang baru

potensial semuanya merupakan pesaing bagi perusahaan-perusahaan dalam industri

dan dapat lebih atau kurang menonjol tergantung pada situasi tertentu. Model tersebut

dapat dilihat pada Gambar 4. Secara lebih rinci kelima kekuatan persaingan tersebut

dapat diuraikan sebagai berikut :

Gambar 4 Porter’s five Model of Competitions (Porter, 1997)

1. Ancaman Pendatang Baru (Threat of New Entrants)

Pendatang baru dalam suatu industri dapat membahayakan perusahaanperusahaan

yang ada karena pendatang baru akan membawa kapasitas baru, keinginan untuk

merebut pasar serta seringkali juga sumberdaya yang besar. Akibatnya harga dapat

(39)

Besarnya kecenderungan suatu perusahaan baru untuk masuk ke dalam industri

ditentukan oleh fungsi dari 2 (dua) faktor, yakni tergantung pada rintangan masuk

(barrier to entry) dan reaksi dari para pesaing yang ada yang dapat diperkirakan oleh

pendatang baru. Menurut Pearce dan Robinson (2003) terdapat 6 (enam) sumber

utama rintangan masuk, yaitu :

a. Skala ekonomis (economic scale)

b. Diferensiasi produk (product differentiation)

c. Kebutuhan modal (capital requirement)

d. Biaya tak menguntungkan yang terlepas dari skala (cost disadvantages independent

of size)

e. Akses terhadap saluran distribusi (Access to Distribution Channels)

f. Kebijakan pemerintah (Government policies)

2. Ancaman Produk Pengganti (Threat of Substitute Products)

Tersedianya produk-produk pengganti merupakan faktor utama yang mempengaruhi

keinginan konsumen dan akan membangkitkan persaingan dengan perusahaan yang

sudah ada. Produk pengganti membatasi laba potensial dari industri dengan

menetapkan harga pagu (ceiling price), yang dapat diberikan perusahaan dalam

industri. Sejauh mana ancaman produk-produk substitusi menjadi kendala bagi

industri untuk menentukan harga tergantung pada faktor:

a. Tingkat perkembangan produk substitusi yang tersedia.

b. Karakteristik harga atau kinerja relatif terhadap produk-produk pilihan.

c. Biaya yang ditanggung konsumen untuk beralih pada produk substitusi.

3. Kekuatan Tawar -Menawar Pembeli (Bargaining Power of Buyers)

Perusahaan akan selalu berusaha untuk memaksimumkan tingkat pengembalian atas

modal yang ditanam. Sebaliknya pembeli lebih suka membeli produk dengan harga

serendah mungkin yang mana industri dapat memperoleh pengembalian serendah

(40)

memaksa harga turun, tawar menawar untuk mutu yang lebih tinggi dan pelayanan

yang lebih baik. Kekuatan dari tiap-tiap kelompok pembeli yang penting dalam

industri tergantung pada sejumlah karakteristik situasi pasarnya dan pada kepentingan

relatif pembeliannya dari industri yang bersangkutan dibandingkan dengan

keseluruhan bisnis pembeli tersebut. Kelompok pembeli dapat menjadi kuat pada

situasi berikut :

a. Kelompok pembeli terpusat atau pembeli dalam jumlah besar relative terhadap

penjualan pihak penjual.

b. Produk yang dibeli dari industri adalah produk standar atau tidak terdiferensiasi.

c. Pembeli menunjukkan ancaman untuk melakukan integrasi balik.

d. Produk industri tidak penting bagi mutu produk atau jasa pembeli.

e. Pembeli mempunyai informasi lengkap.

4. Kekuatan Tawar -Menawar Pemasok (bargaining power of supplier)

Meningkatkan harga dan mengurangi mutu produk yang dijual adalah cara potensial

yang dapat digunakan pemasok untuk mendapatkan kekuatan terhadap

perusahaan-perusahaan yang bersaing dalam suatu industri. Apabila perusahaan-perusahaan tidak dapat

menutup peningkatan biaya yang terjadi melalui struktur harganya maka

kemampulabaannya akan berkurang akibat tindakan pemasok. Kondisi-kondisi yang

membuat pemasok kuat cenderung serupa dengan kondisi yang membuat pembeli

kuat, kelompok pemasok dapat dikatakan kuat jika :

a. Kelompok pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan.

b. Pemasok tidak menghadapi produk pengganti lain untuk dijual kepada industri.

c. Industri tidak merupakan pelanggan penting bagi kelompok pemasok.

d. Produk pemasok merupakan input penting bagi bisnis pembeli.

(41)

Persaingan disini terjadi karena satu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan

atau melihat peluang untuk memperbaiki posisi dan sering disebabkan oleh harga,

inovasi produk dan tindakan lain untuk mencapai diferensiasi produk. Bagi

kebanyakan industri, penentuan utama seluruh persaingan serta tingkat profitabilitas

secara umum adalah persaingan antara perusahaan dalam industri. Beberapa faktor

utama yang menentukan sifat dan intensitas persaingan diantara

perusahaan-perusahaan yang telah mantap adalah:

a. Jumlah pesaing yang banyak atau seimbang.

b. Pertumbuhan industri yang lamban.

c. Biaya tetap atau biaya penyimpanan yang tinggi.

Lima kekuatan tersebut di atas menunjukkan kenyataan bahwa persaingan

dalam suatu industri tidak hanya terbatas pada para pemain yang ada. Pelanggan,

pemasok, produk pengganti serta pendatang baru potensial semuanya merupakan

pesaing bagi perusahaan-perusahaan dalam industri. Struktur industri ini nantinya

akan menunjukkan faktor-faktor apa saja yang menjadi kunci bagi perusahaan untuk

dapat berhasil dalam suatu industri. Faktor-faktor ini lazim disebut sebagai key

success factors (KSFs). Menentukan KSFs suatu industri merupakan prioritas utama,

para manajer perlu memahami situasi industri dengan baik untuk mengetahui hal apa

saja yang kurang atau lebih penting bagi keberhasilan bersaing perusahaan.

Kesalahan dalam mendiagnosa faktor-faktor industri yang penting bagi keberhasilan

persaingan jangka panjang akan meningkatkan risiko kesalahan mengarahkan

strategi.

Matriks Internal-Eksternal (I-E)

Matriks I-E menggunakan parameter yang meliputi parameter kekuatan

internal dan pengaruh eksternal perusahaan yang masing-masing akan diidentifikasi ke

dalam elemen eksternal dan internal melalui matriks External Factor Evolution

(EFE) dan Internal Factor Evolution (IFE). Tujuan penggunaan matriks I-E adalah

(42)

Penggabungan kedua matriks tersebut menghasilkan matriks Internal-

Eksternal (IE) yang menghasilkan sembilan macam sel yang memperlihatkan

kombinasi total nilai terboboti dari matriks-matriks IFE dan EFE. Tetapi pada

prinsipnya kesembilan sel dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama yang

memiliki implikasi strategi yang berbeda (David, 2009).

Pertama. Growth Strategy, dapat disebut tumbuh dan bina. Divisi ini

berada pada sel I, II, atau IV. Dalam hal ini perusahaan biasanya mengejar

pertumbuhan dalam keuntungan, pangsa pasar dan tujuan primer lain. Strategi

intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau

integratif (integrasi kebelakang, integrasi ke depan dan integrasi horizontal)

mungkin paling tepat untuk semua divisi ini.

Kedua. Stability Strategy, dapat dikelola dengan strategi pertahanan dan

pemeliharaan. Divisi ini masuk dalam sel III, V, VII. Dalam hal ini perusahaan

menerapkan strategi tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan. Tujuannya

relatif defensif, yaitu menghindari kehilangan penjualan dan kehilangan profit.

Ketiga. Retrenchment Strategy, dapat disebut pula dengan strategi panen

atau divestasi. Divisi masuk dalam sel VI, VIII atau IX. Pada saat kelangsungan

hidup perusahaan terancam dan tidak dapat lagi bersaing secara efektif, seringkali

strategi yang menekankan penghematan dibutuhkan.

Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)

Analisis SWOT sebagai salah satu alat yang dipergunakan dalam penentuan

strategi perusahaan, biasanya diawali dengan menganalisis situasi internal dan

eksternal. Analisis lingkungan internal perusahaan meliputi analisis kekuatan

(strength) dan kelemahan (weakness), sedangkan analisis lingkungan eksternal

perusahaan meliputi analisis peluang (opportunity) dan ancaman (threat (Rangkuti,

2004). Kekuatan dapat dijelaskan sebagai sisi positif organisasi yang dapat

membimbing ke arah peluang yang lebih luas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk

(43)

sumberdaya perusahaan. Pertimbangan perlu diberikan pada bagaimana hal ini

dapat diobati, misalnya dengan pengambilalihan, penggabungan atau pelatihan atau

pengembangan. Peluang/kesempatan menggambarkan peristiwa-peristiwa di

lingkungan luar yang memungkinkan organisasi mendapat keuntungan.

Tampaknya hal ini timbul dari perubahan-perubahan teknologi, pasar dan

produk, perundang- undangan dan sebagainya. Ancaman adalah bahaya atau

masalah yang dapat menghancurkan kedudukan organisasi. Contohnya, peluncuran

produk baru oleh pesaing, perubahan standar keamanan, perubahan model atau

masalah-masalah yang timbul dengan pemasok atau pelanggan.

Matrik SWOT (David, 2009) merupakan matching tool (alat penyesuaian)

yang penting untuk memantu para manajer mengembangkan empat tipe strategi.

Keempat strategi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Strategi SO (Strengths - Opportunities). Strategi ini menggunakan kekuatan

internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada diluar perusahaan.

2. Strategi WO (Weaknesses - Opportunities). Strategi ini bertujuan untuk

memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan dengan memanfaaatkan

peluang-peluang eksternal.

3. Strategi ST (Strengths - Threats). Melalui strategi ini perusahaan berusaha untuk

menghindari atau mengurangi dampak dan ancaman-ancaman eksternal dengan

menggunakan kekuatan yang dimilikinya.

4. Strategi WT (Weaknesses - Threats). Strategi ini merupakan taktik untuk

bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal dan berusaha menghindari

ancaman.

Tujuan dari penggunaan matriks SWOT adalah untuk mempertimbangkan

secara komprehensif kekuatan, kelemahan, ancaman dan tantangan sehingga

mampu meningkatkan efektifitas pelayanan konsumen dan meningkatkan performa

proses pelayanan yang diberikan.

(44)

Alat tersebut dapat membantu perusahaan untuk dapat menelaah kekuatan dan

kelemahan yang ada, sehingga perusahaan dapat bersaing dan mempunyai

pandangan tentang perilaku pasar ke depan. Namun matriks SWOT tidak cocok

untuk membantu para eksekutif untuk menyelesaikan permasalahan perusahaan

setiap hari. Sebaiknya perusahaan menyelesaikan permasalahannya setahun sekali

dengan menggunakan matriks SWOT. Adams (2005) juga menyatakan bahwa

matriks SWOT perlu digunakan oleh perusahaan karena dunia mengalami

kemajuan yang pesat dan perusahaan harus mengikuti perubahan kemajuan dunia.

Dengan matriks SWOT perusahaan dapat mempunyai ide yang sempurna dengan

mengkombinasikan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, agar

dapat memaksimalkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada serta

meminimalisir kelemahan untuk menghindari ancaman yang ada.

Adams (2005) lebih lanjut menyatakan bahwa untuk dapat menganalisis

perusahaan dengan menggunakan matriks SWOT, terlebih dahulu harus dipahami

dan diketahui proses bisnis perusahaan yang akan dianalisis. Hal ini dapat

dilakukan dengan mengamati perkembangan perusahaan dengan bertanya ke

konsultan, melakukan pertemuan dengan pelayan-pelayan toko, manajer gudang,

dan asosiasi perusahaan. Tujuannya untuk menemukan kekuatan, kelemahan,

peluang, dan ancaman yang ada dan kemudian membuatnya dalam sebuah action

plan. Hal ini harus terus dilakukan dan jangan pernah puas serta dijadikan suatu

kebiasaan untuk menganalisis perusahaan setiap tahun.

QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix)

QSPM merupakan alat analisis yang secara objektif mengindikasikan alternatif

strategi mana yang terbaik, QSPM didesain untuk menentukan daya tarik relatif dari

alternatif tindakan yang layak (David, 2009). Mengembangkan QSPM membuat

kecil kemungkinan suatu faktor kunci akan terabaikan atau diberi bobot yang

tidak sesuai. QSPM menarik perhatian kepada hubungan penting yang

memengaruhi keputusan strategi. Walaupun mengembangkan QSPM

(45)

sepanjang proses memperbesar kemungkinan bahwa keputusan strategis yang final

adalah yang terbaik bagi organisasi. QSPM dapat diadaptasikan untuk digunakan

oleh organisasi kecil, besar, berorientasi laba, maupun nirlaba dan dapat

diaplikasikan untuk hampir semua tipe organisasi. QSPM khususnya dapat

memperbaiki pilihan strategi karena banyak faktor kunci dan strategi dapat

dipertimbangkan bersama-sama. QSPM juga telah berhasil digunakan oleh

sejumlah bisnis kecil.

QSPM bukannya tanpa keterbatasan. Pertama, ia selalu membutuhkan

penilaian intuitif dan asumsi yang berdasar. Peringkat dan nilai daya tarik

membutuhkan keputusan yang penuh pertimbangan, walaupun mereka selalu

didasarkan pada informasi yang objektif. Diskusi antara penyusun strategi, manajer,

dan karyawan sepanjang proses perumusan strategi, termasuk pengembangan QSPM,

merupakan hal yang konstruktif dan dapat memperbaiki keputusan strategis.

Diskusi yang konstruktif sepanjang analisis dan pilihan strategi dapat muncul

karena perbedaan mendasar dari interpretasi atas informasi dan pendapat yang

berbeda-beda. Keterbatasan lainnya dari QSPM adalah bahwa hanya dapat

bermanfaat sebagai informasi pendahuluan dan analisis pencocokan yang

mendasari penyusunannya (David, 2009).

Sifat positif dari QSPM adalah bahwa strategi dapat diperiksa secara

berurutan atau bersamaan. Tidak ada batas untuk jumlah strategi yang dapat

dievaluasi atau diperiksa sekaligus. Sifat positif lainnya adalah alat analisis ini

mengharuskan ahli strategi untuk memadukan faktor-faktor eksternal dan internal.

Melalui pengembangan QSPM, faktor-faktor kunci lebih kecil kemungkinan

terabaikan atau diberi bobot secara tidak sesuai.

Secara konseptual, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai

strategi yang didasarkan sampai seberapa jauh faktor-faktor keberhasilan eksternal

dan internal dimanfaatkan atau ditingkatkan. Daya tarik relatif dari

masing strategi dihitung dengan menentukan dampak kumulatif dari

Gambar

Gambar 1 Model Berlian Porter (Porter, 1997)
Gambar 4 Porter’s five Model of Competitions (Porter, 1997)
Gambar 5 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 6 Diagaram alir penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Strategi pemasaran yang digunakan PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Surakarta dalam memasarkan produk Pembiayaan Emas iB Hasanah menggunakan analisa 4P, yaitu

Upaya pengelolaan sumber daya perikanan jaring purse seine sebaiknya dilakukan dengan mengikuti prioritas strategi yang dihasilkan yaitu peningkatan SDM pelaku kegiatan penangkapan