• Tidak ada hasil yang ditemukan

Food and Medicine Ethnobotany of Community Around Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Area (Study Case in Lampung Pesisir Tribe)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Food and Medicine Ethnobotany of Community Around Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Area (Study Case in Lampung Pesisir Tribe)"

Copied!
331
0
0

Teks penuh

(1)

ETNOBOTANI PANGAN DAN OBAT

MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN TAMAN HUTAN

RAYA WAN ABDUL RACHMAN

(Studi Kasus Pada Suku Lampung Pesisir)

ANTARI DESUCIANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

RINGKASAN

ANTARI DESUCIANI. Etnobotani Pangan dan Obat Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Studi Kasus Pada Suku Lampung Pesisir). Dibimbing oleh ERVIZAL A.M. ZUHUD dan AGUS HIKMAT.

Pemenuhan kebutuhan manusia dapat terpenuhi karena adanya hubungan timbal balik dan pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang ada, khususnya tumbuhan pangan dan obat, yang memiliki kandungan gizi dan bahan obat yang penting bagi kesehatan. Pemanfaatan dilakukan sesuai dengan pengetahuan lokal masyarakat suku tertentu dalam kehidupan keseharian mereka mengarah pada terciptanya kehidupan yang berdaulat dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan dan kesehatan dalam kehidupan keseharian masyarakat. Salah satu suku/etnis yang memanfaatkan sumberdaya hutan sesuai dengan pengetahuan lokal, yaitu Suku Lampung Pesisir yang tinggal di sekitar Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Namun dokumentasi pengetahuan pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat oleh masyarakat Suku Lampung Pesisir belum tersedia. Oleh karena itu penting dilakukannyapenelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman tumbuhan pangan dan obat yang berpotensi dan dimanfaatkan serta mengkaji kearifan lokal masyarakat Suku Lampung Pesisir dalam aksi konservasi tumbuhan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-April 2012 di Dusun Margadalom dan Tahura WAR. Obyek penelitian yaitu spesies tumbuhan yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat. Metode pengumpulan data melalui beberapa tahapan, yaitu kajian pustaka, observasi/pengamatan lapang, penentuan responden menggunakan

purposive sampling, wawancara, dan pembuatan herbarium.

Hasil penelitian ini, teridentifikasi tumbuhan pangan sebanyak 45 spesies dari 25 famili, didominasi oleh famili Fabaceae sebanyak 9 spesies, habitus herba dan buah ditemukan masing-masing sebanyak 20 spesies (44%) dan 28 spesies (56%). Tumbuhan pangan fungsional dimanfaatkan, 46 spesies dari 28 famili, Euphorbiaceae dan Zingiberaceae ditemukan masing-masing sebesar 13% (4 spesies), Habitus herba dan buah banyak dimanfaatkan, masing-masing sebesar 37% (17 spesies) dan 37% (28 spesies). Teridentifikasi tumbuhan obat sebanyak 52 spesies dari 31 famili, Fabaceae dan Poaceae serta habitus pohon, masing-masing sebanyak 5 spesies (14%) serta 17 spesies (33%). Bagian daun banyak dimanfaatkan sebesar 55%.

Kesimpulan dari penelitian ini, yaitu pengetahuan pemanfaatan tumbuhan berasal dari pengalaman dan turun temurun. Kearifan tradisional yang ada, yaitu

repong, pekhaga, dan pemanfaatan tumbuhan obat sesuai pengetahuan lokal.

(3)

SUMMARY

ANTARI DESUCIANI. Food and Medicine Ethnobotany of Community Around Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Area (Study Case in Lampung Pesisir Tribe). Under Supervision of ERVIZAL A.M. ZUHUD and AGUS HIKMAT.

Human needs can be fulfilled though the mutual relation and utilization of the existing natural resources, especially food and medicinal plants that contain nutrition and medicinal materials which are important for health. The utilization is based on the local knowledge of a particular community daily life habits leading to the establishment of food sovereign and independency in their daily life. One tribe that utilize the natural resources in accordance with the local perception and knowledge is Lampung Pesisir Tribe who lives adjacent to Wan Abdul Rachman Grand Forest Park (Tahura WAR). However, the utilization of food and medicinal plants have not been documented by the community of Lampung Pesisir Tribe. Therefore, it is important to conduct this research.

The aim of this research is to identify the diversity of food and medicinal plants which are utilized and have potential, also to study the local wisdom of Lampung Pesisir Tribe in plants conservation action. This research was conducted on March-April 2012 at Margadalom Hamlet and Tahura WAR. Object of the study species are known and used by the public. The method of this study consisted of some steps, literature review, observation/field observation, determination of respondents used purposive sampling, interview and maked of herbarium.

Result of this research, identified 45 species from 25 family of food plants were dominated by Fabaceae family with total of 9 species, herba habitus with 20 species (44%) and fruit 28 species (56%). Functional food plants identified were 46 species from 28 family, Euphorbiaceae and Zingiberaceae was found each 13% (4 species), herba habitus and fruit was much utilized, each of them as much as 37% (17 species) and 37% (28 species). Medicinal plants were identified as much as 52 species from 31 family, Fabaceae and Poaceae, then tree habitus, each of them as much as 5 species (14%) and 17 species (33%). Leaf is mostly used (54%).

Conclusion of this research, the knowledge of plants utilization were passed on from heredity based on experience. The existing local wisdom are repong,

pekhaga, and used of lokal knowledge of medicinal plants.

(4)

ETNOBOTANI PANGAN DAN OBAT

MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN TAMAN HUTAN

RAYA WAN ABDUL RACHMAN

(Studi Kasus Pada Suku Lampung Pesisir)

ANTARI DESUCIANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini Saya Antari Desuciani menyatakan bahwa skripsi berjudul “Etnobotani Pangan dan Obat Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Studi Kasus Pada Suku Lampung Pesisir) adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2012

(6)

Judul Skripsi : Etnobotani Pangan dan Obat Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Studi Kasus Pada Suku Lampung Pesisir)

Nama : Antari Desuciani

NIM : E34080048

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc NIP. 19590618198503003 NIP. 196209181989031002

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 195809151984031003

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Etnobotani Pangan dan Obat Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Studi Kasus Pada Suku Lampung Pesisir)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman tumbuhan pangan dan obat yang berpotensi dan dimanfaatkan oleh masyarakat suku Lampung Pesisir, serta mengkaji kearifan lokal masyarakat suku Lampung Pesisir dalam aksi konservasi tumbuhan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi tumbuhan pangan dan obat yang digunakan, bermanfaat bagi pendokumentasian dan pengembangan pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat berlandaskan pada kearifan lokal masyarakat di sekitar Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR), khususnya suku Lampung Pesisir.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait . Terima kasih atas bantuan dan dukungan dari semua pihak.

Bogor, November 2012

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Antari Desuciani dilahirkan di Mulyoasri, Provinsi Lampung pada tanggal 22 Desember 1990, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yaitu Abdi Fajar Imani dan Agassi Al-Afghani dari pasangan Bambang Faryanto dan Yuliani. Pada tahun 1996 penulis lulus dari TK Dharma Wanita Simpang Pematang, tahun 2002 penulis lulus dari SDN 01 Simpang Pematang. Pada tahun 2005 Penulis lulus dari SMPN 01 Tulang Bawang Tengah, tahun 2008 Penulis lulus dari SMAN 03 Bandar Lampung, dan lulus seleksi masuk IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) program Mayor-Minor. Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa dengan mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, Penulis aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Kelompok Pemerhati Flora dan Organisasi mahasiswa daerah Keluarga Mahasiswa Lampung (KEMALA). Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Pangandaran-Gunung Syawal. Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan gunung Walat dan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD).

(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana dan meraih gelar Sarjana Kehutanan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS. selaku pembimbing pertama dan Dr.Ir. Agus Hikmat, MSc.F. selaku pembimbing kedua, terimakasih atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan ilmu, bimbingan dan nasehat kepada penulis.

2. Seluruh staf pengajar DKSHE atas ilmu dan pengetahuan yang telah diterima penulis selama belajar di KSHE.

3. Kepala UPTD Tahura WAR (Ir. Wiyogo Supriyanto), Tubagus M. Rifki, SP, M.Si, Kepala desa Gebang (Bpk. Toni), Kepala dusun Margadalom (Bpk. Mastur), dan keluarga Bpk Zulkifli, yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian di dusun Margadalom.

4. Keluarga besar Laboratorium KTO atas semangat kebersamaan dalam pengerjaan proposal dan skripsi di ruang KTO tercinta.

5. Keluarga besar KSHE 45 yang telah memberikan pengalaman, semangat, dan motivasi yang luar biasa.

6. Teristimewa kedua orang tua tercinta Ibunda Yuliani dan Ayahanda Bambang Faryanto serta adik-adikku tersayang Abdi Fajar Imani dan Agassi Al-Afghani yang telah memberikan kasih sayang, masukkan dan semangat serta do’a dalam melancarkan perkuliahan di IPB.

7. Keluarga besar kosan ceria “Pink House”

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Etnobotani ... 3

2.2 Ruang Lingkup Etnobotani ... 4

2.3 Kearifan Lokal Masyarakat ... 5

2.4 Pengertian Tumbuhan Pangan ... 7

2.5 Pengertian Tumbuhan Obat dan Pengobatan Tradisional ... 11

2.6 Taman Hutan Raya ... 13

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

3.2 Alat, Bahan, dan Obyek Penelitian ... 15

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan ... 15

3.4 Metode Pengambilan Data ... 16

3.5 Analisis Data ... 17

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Status ... 22

4.2 Kondisi Fisik Kawasan ... 22

4.3 Kondisi Biologi Kawasan ... 23

4.4 Potensi Obyek Wisata ... 25

4.5 Aksesibilitas ... 25

(11)

4.7 Kondisi Sosial/Budaya/Kepercayaan Masyarakat ... 26

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Potensi Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Pangan Fungsional 32 5.1.1 Keanekaragaman spesies ... 32

5.1.2 Keanekaragaman habitus ... 36

5.1.3 Keanekaragaman bagian yang digunakan ... 36

5.14 Keanekaragaman tipe habitat ... 37

5.2 Potensi Keanekaragaman Tumbuhan Obat ... 40

5.2.1 Keanekaragaman spesies ... 40

5.2.2 Keanekaragaman habitus ... 56

5.2.3 Keanekaragaman bagian yang digunakan ... 57

5.2.4 Keanekaragaman tipe habitat ... 58

5.3 Kearifan Lokal Masyarakat ... 59

5.3.1 Karakteristik responden ... 59

5.3.2 Aksi konservasi masyarakat suku Lampung Pesisir ... 68

5.4 Peran Perguruan Tinggi dan Masyarakat ... 73

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 76

6.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jenis data yang dikumpulkan……...………... 15

2. Klasifikasi kelompok penyakit/penggunaannya…………... 19

3. Mata pencaharian penduduk………... 27

4. Tingkat pendidikan penduduk………... 27

5. Pola penggunaan tanah………... 28

6. Sarana dan prasarana desa……….... 28

7. Keanekaragaman spesies tumbuhan berdasarkan kandungan nutrisi... 33

8. Persentase jumlah spesies tumbuhan pangan berdasarkan habitus... 36

9. Persentase jumlah spesies tumbuhan pangan fungsional berdasarkan habitus... 36

10. Persentase bagian tumbuhan pangan fungsional yang digunakan... 37

11. Keanekaragaman tipe habitat tumbuhan pangan ………... 38

12. Keanekaragaman tipe habitat tumbuhan pangan fungsional... 40

13. Ramuan obat tradisional... 43

14. Keanekaragaman spesies tumbuhan obat untuk mengobati berbagai kelompok penyakit... 46

15. Persentase jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan habitus... 57

16. Bagian tumbuhan obat yang digunakan... 57

17. Mata pencaharian responden... 61

18. Luas kebun responden... 62

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Lokasi penelitian... 14

2. Diagram alir tri-stimulus amar pro-konservasi... 21

3. Persentase bagian tumbuhan pangan yang digunakan... 37

4. Pekarangan... 39

5. Si kudip (Proiphys amboinensis)... 55

6. Dusun berbatasan dengan Kawasan Tahura WAR... 62

7. Ikan goreng, sayur pindang, lalaban, dan Cubik... 66

8. Cupil... 67

9. Satu timpuy kokosan... 70

10. Pecandang... 71

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Famili tumbuhan pangan ……... 98

2. Famili tumbuhan obat………... 99

3. Famili tumbuhan pangan fungsional... 100

4. Keanekaragaman tumbuhan pangan oleh masyarakat... 101

5. Keanekaragaman tumbuhan obat oleh masyarakat... 104

6. Keanekaragaman tumbuhan pangan fungsional oleh masyarakat... 107

7. Potensi tumbuhan pangan di Tahura WAR... 111

8. Potensi tumbuhan obat di Tahura WAR... 112

9. Potensi tumbuhan pangan fungsional di Tahura WAR... 114

10. Pemanfaatan tumbuhan pangan dan pangan fungsional... 120

11. Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat... 138

12. Spesies, bagian yang digunakan, kegunaan, dan cara pemakaian tumbuhan obat dan pangan fungsional... 144

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan sumberdaya alam yang memberikan banyak manfaat dan memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Perananan hutan mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat yang tinggal di dalam maupun di sekitar hutan. Manfaat hutan terkait erat dengan kesejahteraan dalam hal, pengembangan dan keseimbangan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, peningkatan kehidupan masyarakat serta mudahnya memperoleh sumber penghasil pangan dan obat-obatan. Indonesia memiliki keanekaragaman ekosistem hutan dimana di dalamnya hidup flora dan fauna yang sangat beranekaragam. Hutan tropika Indonesia terdiri dari berbagai tipe ekosistem, dengan keanekaragaman hayati kurang lebih sebanyak 800 spesies tumbuhan pangan (BKP 2012) dan lebih 2.039 spesies tumbuhan obat (Zuhud 2009) yang berguna bagi kesehatan dan mengobati berbagai macam penyakit manusia maupun hewan ternak.

Selain kaya sumberdaya alam khususnya sumber pangan dan obat, Indonesia juga memiliki keanekaragaman kelompok etnis/suku dengan kehidupan sosial dan budaya yang berbeda yang hidup di dalam maupun di sekitar hutan. Perbedaan tersebut tentunya terkait erat dengan perbedaan cara hidup dan pengetahuan serta pemahaman untuk mempertahankan kehidupan. Pemenuhan kebutuhan manusia dapat terpenuhi karena adanya hubungan timbal balik dan pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang ada, khususnya tumbuhan pangan dan obat. Spesies tumbuhan tersebut memiliki kandungan gizi dan bahan obat yang merupakan unsur penting bagi kesehatan.

(16)

kehidupan keseharian masyarakat. Pemenuhan kebutuhan dilakukan secara mandiri dengan menggali potensi sumberdaya pangan dan obat lokal. Hal tersebut di atas sangat bermanfaat bagi masyarakat setempat agar terwujudnya kemandirian dan ketahanan pangan lokal serta kesehatan yang memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan hidup masyarakat dan tentunya berujung pada kesejahteraan dan kemandirian Negara. Namun, pendokumentasi mengenai pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat sesuai dengan pengetahuan lokal masyarakat suku Lampung Pesisir belum tersedia. Oleh karena itu penting dilakukan penelitian.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengidentifikasi keanekaragaman tumbuhan pangan dan obat yang berpotensi dan dimanfaatkan oleh masyarakat suku Lampung Pesisir.

2. Mengkaji kearifan lokal masyarakat suku Lampung Pesisir dalam aksi konservasi tumbuhan.

1.3 Manfaat

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengertian Etnobotani

Etnobotani menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah ilmu botani mengenai pemanfaatan tumbuh-tumbuhan dalam keperluan kehidupan sehari-hari dan adat suku bangsa. Menurut Soekarman dan Riswan (1992) etnobotani berasal dari bahasa Yunani yaitu ethnos berarti bangsa dan botany yang artinya tumbuh-tumbuhan. Etno berasal dari kata ethnos yang dapat diartikan memberi ciri pada kelompok dari suatu populasi dengan latar belakang yang sama baik dari adat istiadat, karakteristik, bahasa dan sejarahnya, sedangkan botani adalah ilmu yang mempelajari tentang tumbuhan. Dengan demikian etnobotani berarti ilmu yang mempelajari tentang kajian interaksi antara manusia dengan tumbuhan (Martin 1998).

Beberapa definisi etnobotani yang lain menurut beberapa ahli, antara lain: 1. Hough (1898) diacu dalam Soekarman dan Riswan (1992), etnobotani

adalah ilmu yang mempelajari tumbuh-tumbuhan dalam hubungannya dengan budaya manusia.

2. Jones (1941) diacu dalam Soekarman dan Riswan (1992), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia yang primitif dengan tumbuh-tumbuhan.

3. Schultes (1967) diacu dalam Soekarman dan Riswan (1992), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari hubungan manusia dengan vegetasi di sekitarnya.

4. Ford (1980) diacu dalam Soekarman dan Riswan (1992), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari penempatan tumbuhan secara keseluruhan didalam budaya dan interaksi langsung manusia dengan tumbuhan. 5. Sheng-Ji et al. (1990) diacu dalam Soekarman dan Riswan (1992),

(18)

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari hubungan langsung manusia dengan tumbuhan dalam kegiatan pemanfaatannya secara tradisional.

2.2 Ruang Lingkup Etnobotani

Terdapat empat usaha utama yang berkaitan erat dengan etnobotani, yaitu: 1) pendokumentasian pengetahuan etnobotani tradisional; 2) penilaian yang bersifat kuantitatif tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber botani; 3) penilaian keuntungan yang dapat diperoleh dari tumbuhan, baik untuk keperluan sendiri maupun untuk tujuan komersial; dan 4) proyek yang bermanfaat dan dapat memaksimumkan nilai yang diperoleh masyarakat lokal dari pengetahuan ekologi dan sumber-sumber ekologi (Martin 1998).

Lebih lanjut Martin (1998) menjelaskan istilah-istilah yang berkaitan dengan etnobotani, yaitu :

1. Masyarakat pribumi adalah penduduk suatu kawasan yang telah dikaji dan memperoleh pengetahuan mengenai ekologi secara turun menurun dalam budaya mereka sendiri.

2. Penyelidik/peneliti adalah orang yang terlatih pada sebuah perguruan tinggi, dalam mendokumentasikan pengetahuan tradisional ini dan bekerjasama dengan masyarakat pribumi.

3. Pengetahuan tradisional atau pengetahuan lokal adalah hal-hal yang diketahui oleh masyarakat mengenai alam sekitarnya.

(19)

terutama flora dan pengetahuan tradisional pemanfaatan tumbuhan dari suku bangsa tertentu.

2.3Kearifan Lokal Masyarakat

Masyarakat lokal telah lama hidup secara berdampingan dengan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya. Mereka tidak melakukan perusakan besar-besaran terhadap sumberdaya alam, di sebagian besar tempat yang ada di sekitarnya tersebut. Dalam sejarah perkembangan manusia, tumbuhan memiliki peranan yang penting dalam perkembangan budaya masyarakat. Namun, saat ini masyarakat lokal sedang dihadapkan pada perubahan lingkungan secara besar-besaran akibat meningkatnya interaksi masyarakat dengan dunia luar, sehingga seringkali timbul perbedaan yang mencolok antara generasi tua dengan generasi muda (Primack et al. 1998).

Pengetahuan merupakan kapasitas manusia untuk memahami dan menginterpretasikan baik hasil pengamatan langsung maupun pengalaman sehingga dapat digunakan untuk meramalkan ataupun sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Kartikawati 2004). Bangsa Indonesia yang mendiami di seluruh pulau-pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke terdiri dari suku-suku yang masing-masing mempunyai kebudayaan dan adat istiadat yang berkembang dan diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi. Kehidupan suku-suku tersebut terutama yang mempunyai interaksi dekat dengan sumberdaya dan lingkungannya secara turun-temurun pula mewarisi pola hidup tradisional yang dijalani oleh leluhurnya. Masyarakat setempat yang hidup secara tradisional tersebut dikenal dengan istilah-istilah tribal people

(masyarakat suku), indigenous people (orang asli), native people (penduduk asli) atau tradisional people (masyarakat tradisional) (Primack et al. 1998).

(20)

konsep-konsep, pendirian-pendirian, dan pedoman-pedoman tingkah laku bermasyarakat. Kearifan tradisional menyangkut pengetahuan, pemahaman adat dan kebiasaan tentang manusia, alam, dan bagaimana hubungan diantara semua penghuni komunitas ekologis harus dibangun. Berdasarkan hal tersebut di atas Keraf (2002) menyebutkan bahwa :

1. Kearifan tradisional adalah milik komunitas bukan individu.

2. Kearifan tradisional yang juga berarti pengetahuan tradisional, lebih bersifat praksis mencakup bagaimana memperlakukan setiap kehidupan di alam dengan baik.

3. Kearifan tradisional lebih bersifat holistik karena menyangkut pengetahuan dan pemahaman tentang seluruh kehidupan dengan segala relasinya di alam semesta.

4. Berdasarkan kearifan tradisional masyarakat adat juga memahami semua aktivitasnya sebagai aktivitas moral.

Tradisi berarti adat kebiasaan yang turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan oleh masyarakat tetapi bersifat hukum yang tidak tertulis. Tradisional berarti bersifat adat kebiasaan yang turun temurun, hasil kreatifitas dan uji coba secara terus menerus dengan inovasi internal dan eksternal dalam usaha menyesuaikan dengan kondisi baru.

Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang hidup di darat maupun di air (UU No.05 tahun 1990 Pasal 1 ayat 4 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.08 tahun 1999 tentang pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar bertujuan agar spesies tumbuhan dan satwa liar dapat didayagunakan secara lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemanfaatan spesies tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan mengendalikan pendayagunaan spesies tumbuhan dan satwaliar atau bagian-bagiannya serta hasil dari padanya dengan tetap menjaga keanekaragaman dan keseimbangan ekosistem.

(21)

dalam perkembangan budaya masyarakat (Afrianti 2007). Pengelompokkan penggunaan tumbuhan oleh Purwanto dan Walujo (1992) meliputi tumbuhan sebagai bahan sandang, pangan, bangunan, alat rumah tangga, dan alat pertanian, tali temali, anyam-anyaman, pelengkap upacara adat, obat-obatan dan kosmetika, kegiatan sosial dan kegunaan lain.

2.4Pengertian Tumbuhan Pangan

Tumbuhan pangan adalah kebutuhan vital dalam kehidupan manusia. Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (1988) disebutkan bahwa tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun, dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia (Jika dimakan ternak dinamakan pakan). Jenis penghasil pangan yaitu tumbuhan yang mengandung karbohidrat, sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan.

Seiring dengan perkembangan jaman, tumbuhan yang hanya semula terdapat pada satu tempat akhirnya menyebar ke berbagai daerah sebagai pemenuh kebutuhan hidup manusia. Tumbuhan pangan di Indonesia ada yang memiliki daerah penyebaran khusus hanya terdapat di daerah tertentu dan ada yang menyeluruh. Penyebaran di daerah tertentu akibat dari pengaruh iklim dan tanah. Demikian pula dengan penggunaannya, selain memenuhi kebutuhan pangan dengan berbagai bentuk, digunakan pula untuk kepentingan lain (Moeljopawiro & Manwan 1992).

Tumbuhan penghasil pangan di Indonesia dikelompokkan menjadi 3 yaitu : 1. Komoditas utama, seperti padi (Oryza sativa), kedelai (Glycine max),

kacang tanah (Arachis hypogaea), jagung (Zea mays) dan sebagainya. 2. Komoditas potensial, seperti sorgum (Andropogon sorgum), sagu

(Metroxylon sp.), wijen (Sesamum indicum), dan sebagainya.

3. Komoditas introduksi, seperti jawawut (Panicum viridae), ganyong (Canna edulis), kara (Dolichos lablab) dan sebagainya.

(22)

adalah jenis buah-buahan tahunan yang dapat dimakan baik dalam keadaan segar maupun yang telah dikeringkan umumnya dikonsumsi dalam kondisi mentah. Buah-buahan mengandung vitamin dan mineral untuk menyeimbangkan menu makan dan beberapa jenis mengandung protein dan energi. Sayuran merupakan tumbuhan yang biasanya mengandung air atau dikonsumsi sebagai makanan yang mengandung zat tepung dan tidak jarang digunakan sedikit pada makanan untuk menambah rasa dan kelezatan. Sereal merupakan jenis tumbuhan yang dihasilkan oleh famili Poaceae dan merupakan jenis yang paling banyak dimanfaatkan dan digunakan adalah dari famili ini, seperti padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), gandum (Triticum spp.), dan lain-lain.

2.4.1 Pengertian pangan

Menurut Peraturan Pemerintah No.28 tahun 2004, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumberdaya hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar

(basic need) manusia. Pertahanan hidup manusia sangat terkait dengan pangan, tanpa pangan manusia tidak akan bisa hidup. Hal tersebut tentunya merupakan faktor utama dalam hal hak asasi manusia yang paling mendasar (Hariyadi 2010a).

Pangan lokal didefinisikan sebagai produk pangan yang telah lama diproduksi, berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat lokal tertentu, produk tersebut umumnya diolah dari bahan baku lokal menggunakan teknologi lokal. Proses pengadaan pangan lokal tersebut berdasarkan pengetahuan lokal dan biasanya dikembangkan sesuai dengan preferensi konsumen lokal pula. Biasanya produk lokal sering menggunakan nama daerah; seperti Dodol Garut, Talas Bogor, Wajik Salaman, dan lain-lain. Pangan lokal tentunya memilki peranan strategis dalam pembangunan ketahanan pangan (Hariyadi 2010b).

(23)

dengan selera masyarakat setempat. Menurut Sosrodiningrat (1991) diacu dalam Marwanti (1997), ciri-ciri makanan tradisional, yaitu:

1. Resep makanan yang diperoleh secara turun temurun dari generasi pendahulunya.

2. Penggunaan alat tradisional tertentu di dalam pengolahan masakan tersebut (misalnya: alat dari tanah liat).

3. Teknik olah masakan merupakan cara pengolahan yang harus dilakukan untuk mendapatkan rasa maupun rupa yang khas dari suatu masakan.

2.4.2Ketahanan dan kedaulatan pangan

Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.07 tahun 1996). Menurut Hariyadi (2010), aspek utama dalam ketahanan pangan terdiri dari 4 hal; yaitu (1) aspek ketersediaan pangan (food availibity), (2) aspek stabilitas ketersediaan/ pasokan pangan (stability od supplies) (3) aspek keterjangkauan (acces supplies)

dan (4) aspek konsumsi (food utilization). Faktor-faktor struktur sosial, budaya, politik, dan ekonomi sangat penting dalam menentukan ketahana pangan. Faktor-faktor tersebut di atas merupakan Faktor-faktor determinan dasar (basic determinan) bagi ketahaan pangan.

Sumberdaya lokal termasuk di dalamnya pangan lokal erat kaitannya dengan ketahanan pangan. Ketahanan pangan yang dikembangkan berdasarkan kekuatan sumberdaya lokal akan menciptakan kemandirian pangan, yang selanjutnya akan melahirkan individu yang sehat, aktif, dan berdaya saing sebagaimana indikator ketahanan pangan. Disamping itu, juga akan melahirkan sistem pangan dengan pondasi yang kokoh (Hariyadi 2010).

(24)

pangan lokal dan kemandirian masyarakat setempat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Kedaulatan pangan memiliki peran penting sebagai strategi untuk mencegah krisis pangan. Membangun kedaulatan pangan dapat dilakukan melalui peningkatan produksi pangan disertai pembangunan perdesaan terpadu. Ketidakberhasilan dalam penerapan strategi ketahanan pangan menjadi inspirasi munculnya strategi alternatif, yaitu kemandirian dan kedaulatan pangan. Pelaksanaan program ketahanan pangan, pemenuhan kebutuhan pangan masih bergantung pada perdagangan internasional. Dengan berbagai kendala diplomasi internasional dan posisi tawar (bargaining position) yang belum memadai, Indonesia belum mampu secara optimal melindungi petani dari serbuan pangan impor (Swastika 2011).

Menurut BKP (2012), kemandirian pangan (food independence) didefinisikan sebagai kemampuan suatu bangsa dalam memproduksi pangan yang yang beranekaragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. Lima komponen dalam mewujudkan kemandirian pangan yaitu ketersediaan yang cukup, stabilitas ketersediaan, keterjangkauan, mutu/keamanan pangan yang baik, dan tidak ada ketergantungan pada pihak luar. Lima komponen tersebut, kemandirian pangan menciptakan daya tahan yang tinggi terhadap perkembangan dan gejolak ekonomi dunia. Membangun kemandirian dan kedaulatan pangan merupakan strategi untuk mencegah krisis pangan dan mengentaskan masyarakat tani dari kemiskinan.

(25)

tanaman pangan dari perangkap kemiskinan sehingga mampu menyongsong masa depan yang lebih sejahtera dan bermartabat (Swastika 2011).

2.4.3 Rediversifikasi pangan

Strategi pengembangan melalui rediversifikasi pangan lokal di Indonesia adalah suatu usaha yang dilakukan sungguh-sungguh dengan kebijakan pemerintah. Tetapi bukan diversifikasi pangan yang sekarang ini dipahami banyak orang, melainkan rediversifikasi. Penganekaragaman kembali pangan lokal pada masing-masing wilayah (rediversifikasi pangan lokal) mutlak dilakukan dengan menggunakan hasil-hasil penelitian etnobiologi pada masing-masing tempat. Penganekargaman pangan dari sumberdaya lokal yang sudah dimanfaatkan secara turun-temurun sesuai dengan eko-fisiologi dan budaya masyarakat setempat.

Sangat perlu dukungan masyarakat, peran perguruan tinggi, IPTEKS, secara bersama-sama dalam upaya menekan sekecil mungkin ancaman yang menyebabkan kerusakan habitat alam, terutama hutan hujan tropika Indonesia. Pengrusakan lahan produktif dan pengrusakan kawasan hutan alam yang masih berlangsung, harus dihentikan sehingga sumber-sumber plasma nutfah untuk rediversifikasi pangan lokal dapat dikembangkan dan dilestarikan (Zuhud 2011).

2.5Pengertian Tumbuhan Obat dan Pengobatan Tradisional

Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat, yang dikelompokkan menjadi : (1) tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional; (2) tumbuhan obat modern, yaitu tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis; (3) tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara ilmiah/medis atau penggunaanya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri (Zuhud et al. 1994).

(26)

pemanfaatan tumbuhan obat. Kaitan tersebut dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dalam pengobatan tradisional, antara lain pandangan tentang sakit, pengetahuan ramuan obat tradisional, serta aturan adat dalam pemanfaatan sumberdaya alam hayati yang sering dijumpai pada masyarakat asli/tradisional.

Berdasarkan intensitas pemanfaatannya, masyarakat pemanfaat tumbuhan obat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :

1) Kelompok masyarakat asli, masyarakat tersebut hanya menggunakan pengobatan tradisional. Umumnya masyarakat tersebut tinggal di pedesaan atau daerah terpencil yang tidak memiliki sarana dan prasarana kesehatan. Cara pengobatan yang dilakukan kelompok ini sangat dipengaruhi oleh adat atau norma dan tradisi setempat.

2) Kelompok masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional dalam skala keluarga. Masyarakat ini umumnya tinggal di daerah pedesaan dengan sarana dan prasarana kesehatan yang terbatas.

3) Kelompok industriawan obat tradisional.

Budaya pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan baku pengobatan tradisional telah menjadi catatan sejarah seperti yang tertulis dalam berbagai kitab daerah, seperti kitab Primbon dan serat Centhini dari Jawa, Tombo dari Sumatera, Usadha Sari atau Lontar Usadha dari Bali, Usadha Bone di Sulawesi Selatan, dan lain-lain. Etnis atau suku bangsa memiliki konsep tertentu dalam memanfaatkan kekayaan lingkungan sekitarnya dalam suatu hubungan yang harmonis. Sumber utama tumbuhan obat adalah hutan alam yang terdapat di sekitar pemukiman penduduk, sehingga secara otomatis masyarakat telah ikut menjaga sumber alami tumbuhan obat (Permanasari 2001). Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (BPOM 2005).

(27)

mudah diperoleh dan relatif lebih murah daripada obat modern. Undang-undang No.09 tahun 1960 tentang pokok-pokok kesehatan pasal 2 ayat 4 yang berbunyi: Usaha-usaha pengobatan tradisional berdasarkan ilmu atau cara lain daripada ilmu kedokteran diawasi oleh pemerintah agar tidak membahayakan masyarakat.

2.6 Taman Hutan Raya (Tahura)

Taman Hutan Raya (Tahura) adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, spesies asli atau bukan spesies asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya tumbuhan dan atau satwa, budaya, pariwisata dan rekreasi. Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya dilakukan oleh Pemerintah (UU No.05 tahun 1990).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.68 tahun 1998, adapun kriteria penunjukan dan penetapan suatu daerah sebagai kawasan Taman Hutan Raya adalah :

1. Merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah.

2. Memiliki keindahan alam dan atau gejala alam.

3. Mempunyai luas yang cukup yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik spesies asli dan atau bukan asli. Kawasan Taman Hutan Raya dikelola oleh pemerintah daerah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Sesuai dengan fungsinya, taman hutan raya dapat dimanfaatkan untuk :

1. Penelitian dan pengembangan (kegiatan penelitian meliputi penelitian dasar dan penelitian untuk menunjang pengelolaan kawasan tersebut) 2. Ilmu pengetahuan

3. Pendidikan

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Dusun Margadalom, Desa Gebang, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung dan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR), Provinsi Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012.

(29)

3.2Alat, Bahan, dan Obyek Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: alat tulis, kamera, recorder, oven, kertas koran, label, sampel tumbuhan, alkohol 70%, kuisioner, komputer, dokumen terkait, dan buku identifikasi tumbuhan. Obyek penelitian yaitu spesies tumbuhan yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat suku Lampung Pesisir serta kearifan lokal di Dusun Margadalom.

3.3Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan

No Jenis data Aspek yang dikaji Sumber data Metode

1. Kondisi umum

(30)

3.4Metode Pengambilan Data

3.4.1 Kajian pustaka

Kegiatan kajian pustaka dilakukan sebelum dan setelah penelitian dilaksanakan. Kegiatan kajian pustaka sebelum penelitian dilakukan untuk memperoleh data mengenai kondisi umum lokasi penelitian (kondisi fisik, kondisi biologi, penduduk, dan sosial budaya masyarakat) dan data mengenai spesies tumbuhan pangan dan obat yang ada di lokasi penelitian. Sedangkan kajian pustaka yang dilakukan setelah penelitian dilakukan untuk verifikasi (cek silang) spesies-spesiestumbuhan yang diperoleh di lapangan.

3.4.2 Observasi/pengamatan lapang

Observasi dilakukan untuk memperoleh sumber data dan informasi aktual melalui pengamatan di lokasi penelitian. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui potensi tumbuhan pangan dan obat di hutan, sekitar rumah masyarakat seperti di pekarangan, sawah, dan kebun yang ada di desa dan dusun.

3.4.3 Wawancara

Wawancara ditujukan pada masyarakat yang mengetahui dan masih menggunakan spesies-spesies tumbuhan pangan dan obat dari alam. Metode yang digunakan yaitu purposive sampling dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Kriteria responden yang dipilih, yaitu:

1. Para ketua adat, dukun/tabib desa

2. Masyarakat yang mengetahui pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat 3. Masyarakat yang mengkoleksi, menjual atau mengusahakan tumbuhan

pangan dan obat.

Wawancara dilakukan mendalam dengan pertanyaan sesuai kebutuhan dan secara semi terstruktur dengan menggunakan kuisioner atau daftar pertanyaan yang telah disiapkan.

3.4.4 Pembuatan herbarium

(31)

daun, serta bunga dan buah jika ada). Tahapan dalam pembuatan herbarium antara lain:

1. Mengambil bahan sampel untuk herbarium berupa ranting dengan daun (diusahakan daun yang tidak terlalu muda atau terlalu tua) beserta bunga dan buah jika ada.

2. Bahan sampel tersebut digunting dengan menggunakan gunting daun dengan panjang ± 40 cm.

3. Sampel herbarium kemudian dimasukkan ke dalam kertas koran, satu lipatan kertas koran untuk satu spesimen. Sampel herbarium diberi label gantung berukuran 3x5 cm. label gantung berisi keterangan nomor koleksi, tanggal pengambilan spesimen, nama lokal dan lokasi spesimen, serta nama pengumpul/kolektor.

4. Lipatan kertas koran yang berisi spesimen ditumpuk menjadi satu dalam kantong plastik bening berukuran 40x60 cm.

5. Tumpukan spesimen disiram dengan alkohol 70% hingga seluruh bagian tumpukan tersiram rata, selanjutnya kantong plastik ditutup rata agar cairan alkohol tidak menguap.

6. Tumpukan contoh herbarium dipress dalam sasak , kemudian di keringkan dalam oven.

7. Setelah kering, herbarium diidentifikasi nama ilmiahnya.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Analisis data tumbuhan pangan dan obat

Data potensi tumbuhan pangan dan obat disusun dan dikelompokkan berdasarkan : (1) kegunaan, (2) jumlah spesies masing-masing kegunaan, (3) famili, (4) klasifikasi berdasarkan kelompok penyakit (tumbuhan obat), (5) klasifikasi berdasarkan bagian yang digunakan, (6) klasifikasi berdasarkan habitus (7) tipe habitat (8) klasifikasi tumbuhan pangan dan obat budidaya/liar.

3.5.2 Keanekaragaman habitus tumbuhan yang dimanfaatkan

(32)

1) Pohon: merupakan tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki satu batang yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan tanah.

2) Perdu: merupakan tumbuhan berkayu yang tidak terlalu besar dan bercabang dekat dengan permukaan tanah atau di dalam tanah.

3) Semak: merupakan tumbuhan berkayu yang mengelompok dengan anggota yang sangat banyak membentuk rumpun, tumbuh pada permukaan tanah dan tingginya dapat mencapai 1 m.

4) Herba: merupakan tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair.

5) Liana: merupakan tumbuhan berkayu, yang batangnya menjalar/memanjat pada tumbuhan lain.

6) Epifit: merupakan tumbuhan yang menumpang pada tumbuhan lain sebagai tempat hidupnya.

Rumus perhitungan persentase famili, habitus, bagian yang dimanfaatkan, dan status budidaya, yaitu:

1. Persentase famili

Tumbuhan pangan dan obat dikelompokkan berdasarkan famili, kemudian dihitung presentasinya menggunakan rumus :

2. Persentase habitus

(33)

3. Persentase bagian yang dimanfaatkan

Persentase bagian tumbuhan yang digunakan meliputi bagian tumbuhan yang dimanfaatkan mulai dari bagian tumbuhan yang paling atas/daun sampai ke bagian bawah/akar. Untuk menghitung persentase bagian yang digunakan, digunakan rumus:

4. Persentase tumbuhan budidaya/liar

Tumbuhan pangan dan obat hasil wawancara dan observasi lapang dikelompokkan berdasarkan status keberadaannya yang tergolong dalam tumbuhan yang sudah dibudidaya atau masih tumbuh liar, kemudian dihitung persentasinya menggunkan rumus :

2.4.3Analisis penggunaan tumbuhan obat

Penentuan jumlah spesies berdasarkan kelompok penyakit/penggunaannya diklasifikasikan sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi kelompok penyakit/penggunaannya

No. Kelompok

Penyakit/ Penggunaan Khasiat/ Macam Penggunaan

1. Penyakit

saluran pencernaan

Gangguan pada pencernaan

2. Penyakit

kepala dan demam

Sakit kepala, pusing, demam pada anak-anak, demam pada orang dewasa.

3. Penyakit

saluran pernafasan

Batuk, TBC, pilek, asma, tenggorokan sakit.

4. Penyakit kulit Koreng, bisul, panu, kadas, kurap, eksim, borok, cacar, campak, gatal, bengkak, luka bernanah, kudis, kutu air, dan lain-lain.

5. Penyakit mulut Sariawan, bau mulut, dan mengelupas. 6. Penyakit gigi Gusi bengkak, gigi berlubang, dan infeksi 7. 3Pengobatan luka Luka, luka bakar, luka baru dan luka-luka lainnya. 8. 6Penyakit ginjal Ginjal, sakit ginjal, gagal ginjal, batu ginjal, kencing batu. 9. 7Penyakit jantung

dan pembuluh darah

Sakit jantung, stroke, jantung berdebar-debar, tekanan darah tinggi, dan yang berhubungan dengan jantung.

10. Gangguan peredaran darah Kurang darah, darah kotor, kanker darah, pembersih darah, pemasok darah, kurang darah pada ibu hamil, dan yang berhubungan dengan kurang darah

(34)

Lanjutan tabel 2

No. Kelompok

Penyakit/ Penggunaan Khasiat/ Macam Penggunaan

12. 9Penyakit khusus wanita Keputihan, terlambat haid, darah haid terlalu banyak, tidak datang haid, dan yang berhubungan dengan penyakit wanita. 13. Penyakit kuning Lever, sakit kuning, penyakit hati, hati bengkak.

14. Penyakit malaria Malaria, demam malaria. 15. Penyakit mata Mata merah, infeksi. 16. Penyakit

Otot dan persendian

Kejang, perut kejang-kejang, nyeri otot, rematik, sakit pinggang, sakit otot, keseleo, dan yang berhubungan dengan penyakit otot.

17. 1

7

Penyakit

saluran pembuangan

Susah kencing, wasir, saluran kemih, susah buang air besar, kencing darah, keringat malam.

18. 2

0

Perawatan Rambut dan wajah

Cuci rambut, perawatan rambut, bedak wajah.

19. 2

2

Tonikum Obat kuat, tonik, tonikum, penambah nafsu makan, meningkatkan enzim pencernaan.

20. Perawatan

kehamilan dan persalinan

Keguguran, perawatan sebelum/sesudah melahirkan, nipas, penyubur kandungan, susu bengkak, ASI dll.

21. Keluarga berencana (KB) Pencegah kehamilan KB, membatasi kehamilan, mandul, penjarangan kehamilan

22. Patah tulang Patah tulang, terkilir.

23. Penawar racun Penawar racun binatang, digigit serangga, keracunan makanan.

24. 2

3

Lain-lain Limpa, bengkak, beri-beri, sakit kuku, obat tidur, obat gosok penenang, dan yang tidak tercantum di atas.

Sumber: Zuhud (2009)

3.5.4 Analisis data masyarakat

Data hasil wawancara dengan masyarakat tentang tumbuhan pangan dan obat diolah dan dikelompokkan kedalam : (1) karakteristik masyarakat, (2) jenis penyakit yang pernah diderita oleh masyarakat, (3) spesies tumbuhan obat yang diketahui dan dimanfaatkan untuk mengobati penyakit, (4) bagian tumbuhan yang digunakan untuk mengobati penyakit, (5) cara penggunaan tumbuhan obat, (6) spesies tanaman pangan yang diketahui dan pernah digunakan oleh masyarakat, (7) bentuk kearifan lokal masyarakat. Data tersebut kemudian dianalisis secara tabulatif dan deskriptif kualitatif.

3.5.5 Analisis aksi konservasi masyarakat

(35)

tumbuhan, dan stimulus religius/spiritual merupakan sikap rela dan akhlak masyarakat untuk melakukan tindakan konservasi.

(36)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1Status

Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul Rahman sebelumnya merupakan kawasan hutan lindung Register 19 (Besluit Residen Lampung Distrik No. 307 Tahun 1941). Berdasarkan surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 408/Kpts-II/1992 tanggal 10 Agustus 1993, kawasan tersebut dirubah fungsinya menjadi Taman Hutan Raya (UPTD Tahura WAR 2008).

4.2Kondisi Fisik Kawasan

4.2.1 Letak, luas dan aksesibilitas

Secara administrasi pemerintahan wilayah Tahura WAR terletak di lintas Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran (pemekaran Kabupaten Lampung Selatan), terdiri dari 7 wilayah kecamatan yaitu : Teluk Betung Barat, Teluk Betung Utara dan Kemiling (Kota Bandar Lampung) serta Kecamatan Kedondong, Gedong Tataan, Way Lima dan Padang Cermin (Kabupaten Pesawaran). Luas areal Tahura ini 22249,31 Ha dan secara geografis terletak diantara 5023’-5033’ LS dan 105002’ - 105013’ BT (UPTD Tahura WAR 2008).

4.2.2 Iklim

Iklim pada kawasan ini adalah iklim tipe B dengan curah hujan rata-rata 2422 mm per tahun. Suhu udara berkisar antara 240 C- 260 C (UPTD Tahura WAR 2008).

4.2.3Topografi

Topografi di Tahura WAR bervariasi mulai landai, curam, dan sangat curam. Kawasan ini dibentuk oleh daerah perbukitan dan pegunungan. Dataran landai dengan luasan ± 675 Ha, bergelombang hingga agak curam ± 3650 Ha dan curam ± 17924,31 Ha (UPTD Tahura WAR 2008).

4.2.4 Ketinggian

(37)

pegunungan Gunung Pesawaran (1661 meter), Gunung Tangkit Ulu Padang Ratu (1660 meter) dan Gunung Betung (1240 meter) (UPTD Tahura WAR 2008).

4.2.5 Geologi dan tanah

Sebagian besar terbentuk dari bahan basalt andesit dan lapisan tufa intermedier dengan bahan platobasalt dan sebagian kecil merupakan batu endapan kwarter dan sedimen tufa asam.

Spesies tanah andosol coklat kekuningan terdapat disekitar Gunung Ratai yang terbentuk dari bahan induk tufa intemedier. Spesies tanah andosol coklat kekuningan dengan bahan induk komplituda dan batuan kukuh intermedier terdapat di sekitar gunung Betung. Sebagian kawasan lain memiliki spesies latosol coklat tua kemerahan dengan bahan induk tufa intermedier (UPTD Tahura WAR 2008).

4.2.6 Hidrologi

Kawasan Tahura WAR merupakan wilayah Catchment Area (tangkapan air) dari beberapa sungai/anak sungai di Kawasan ini, di bagian selatan mengalir sungai Way Sabu, merupakan aliran sungai yang cukup panjang dan bermuara di Teluk Ratai. Sungai Way Ngeluk, Way Langka dan Way Berenung bermuara di sungai Way Sekampung terdapat di bagian utara kawasan. Sungai Way Harong, Way Semah, Way Padang Ratu, Way Kedondong, dan Way Awi terdapat di bagian barat kawasan. Di bagian timur Tahura terdapat sungai Way Simpang Kanan, Simpang Kiri, Way Jernih, Way Balak dan Way Betung, dll (UPTD Tahura WAR 2008).

4.3 Kondisi Biologi Kawasan

4.3.1 Flora

Spesies flora yang ada di kawasan ini terutama pada hutan primer antara lain adalah rasamala (Altingia excelsa), medang (Litsea firmahoa), bayur

(38)

(Macaranga gigantean), vitex (Vitexs sp.), kenanga (Cananga odorata), dan lain-lain. Terdapat pula hutan hasil reboisasi dengan tanaman sonokeling (Dalbergia latifolia), dan kaliandra (Caliandra sp.) (UPTD Tahura WAR 2008). Spesies tumbuhan tahura WAR sebanyak 73 jenis (Rifki 2007 & Dinas Kehutanan Provinsi Lampung 2008). Balem (Palaquium hexandrum) dan gowok (Syzygium polycephala) merupakan tumbuhan pangan yang terdapat di Tahura WAR (Lampiran 7). Bagian buah merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak dapat dimanfaatkan dari tumbuhan tersebut. Buah balem (Palaquium hexandrum)

yang asam dapat dikonsumsi dan bijinya merupakan sumber lemak yang digunakan untuk makanan (FAO 1995). Menurut Jansen et al. (1992) buah gowok (Syzygium polycephala) memiliki rasa asam, dapat dikonsumsi dalam kondisi segar, sering kali buahnya juga dibuat jeli atau dibuat rujak. Pucuk-pucuk mudanya pun dapat dikonsumi sebagai sayuran.

Selain tumbuhan pangan, adapula tumbuhan yang berpotensi sebagai tumbuhan obat, diantaranya, yaitu bayur (Pterospermum javanicum), bungur (Lagerstroemia speciosa), jaha kembang (Terminalia belerica), ki hiyang (Albizzia procera), nangi (Adina polycepala), suren (Toona sureni), pulai

(Alstonia scholaris) dan lain-lain (Lampiran 8). Kulit batang kayu merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan untuk bahan obat tradisional. Diare, disentri, sakit perut, dan gangguan lambung merupakn kelompok penyakit pencernaan, yang dominan dapat diobati oleh spesies-spesies tumbuhan obat tersebut. Kondisi kesehatan masyarakat Suku Lampung Pesisir rentan terhadap penyakit malaria. Menurut Teo (2002), rebusan kulit batang pulai (Alstonia scholaris) dapat mengobati penyakit tersebut.

Cempedak (Artocarpus integra), bendo (Entada phaseoloides), gondang

(39)

cempedak (Artocarpus integra) merupakan salah satu tumbuhan anti malaria. Menurut Jansen (1992), cempedak (Artocarpus integra) selain buahnya dapat dikonsumsi, bagian akar dapat mengobati demam, daun muda baik untuk wanita menyusui, dan kulit batangnya sebagai anti malaria.

4.3.2 Fauna

Spesies mamalia antara lain adalah harimau sumatera (Panthera tigris sumatrensis), beruang madu (Helarcotus malayanus), tapir (Tapirus indicus), rusa sambar (Cervus unicolor), siamang (Hylobates syndactylus), monyet ekor panjang

(Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina). Spesies-spesies burung yang ada seperti elang brontok (Spizaetus cirrhatus), ayam hutan (Gallus gallus), rangkong (Buceros sp.), punai (Treron vernans), kepodang (Oriolus chinensis), dll (UPTD Tahura WAR 2008).

4.4Potensi Obyek Wisata

Kawasan Tahura WAR yang mempunyai keunikan alam yang berpotensi sebagai obyek wisata alam, diantaranya yaitu beberapa air terjun dan pemandangan dan keindahan alam: Air Terjun Patris, Air Terjun Fajar Bulan, Air Terjun Talang Mulya, pesona Teluk Ratai, pesona Gunung Pesawaran, dan lain-lain (UPTD Tahura WAR 2008).

4.5Aksesibilitas

Kawasan Tahura ini berada di tepi kota Bandar Lampung. Bila dari pusat kota dapat ditempuh dengan mobil atau motor, Kota Bandar Lampung ke Padang Cermin (kota kecamatan) sepanjang ± 40 Kilometer. Dusun Margadalom berada di tepi kota Bandar Lampung. Bila dari pusat kota dapat ditempuh dengan mobil atau motor. Jarak kota Bandar Lampung ke Padang Cermin sepanjang ± 40 Km. Sedangkan kota Bandar Lampung ke dusun Margadalom sepanjang ± 27 Km (UPTD Tahura WAR 2008).

4.6Penduduk

(40)

kecamatan pada tahun 2010 sebanyak 397294 jiwa yang terdiri dari 204934 laki-laki dan 192360 perempuan (BPS Pesawaran 2010).

4.7 Kondisi Sosial/Budaya/Kepercayaan Masyarakat

4.7.1 Dusun Margadalom di Desa Gebang

Asal muasal dusun Margadalom, pada awalnya merupakan hutan belantara dengan status tanah Marga yang termasuk salah satu desa tertua di Kecamatan Padang Cermin. Pada tahun 1982 karena adanya Program Pemerintah membuat Pangkalan Angkatan Laut di Desa Margodadi, Batu Menyan, Sabu dan Kebon Pisang maka masyarakatnya berpindah ke Desa dengan membuka lahan untuk pertanian. Maka dari itu sebagian besar suku terdiri dari Suku Lampung, Jawa dan Sunda. Masyarakat Suku Lampung Pesisir mayoritas memeluk agama islam.

Secara umum kondisi fisik dan potensi biotik di Dusun Margadalom tidak jauh berbeda dengan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR) karena letak Dusun tersebut letaknya berdekatan dengan Tahura WAR. Dusun Margadalom termasuk salah satu bagian dari Desa Gebang, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Peswaran, Provinsi Lampung. Dusun Margadalom merupakan salah satu Dusun yang berbatasan langsung dengan Tahura WAR. Secara administrasi Dusun Margadalom berbatasan dengan:

Utara : Kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

WAR)

Timur : Dusun Ketapang Barat : Desa Padang Cermin

Selatan : Wilayah Angkatan Laut (Markas Komando Batalyon Infanteri 9 Marinir, Beruang Hitam)

(41)

(RT) dan dua Rukun Warga (RW). Jumlah penduduk Dusun Margadalom sebanyak 452 KK dengan 1902 jiwa, mayoritas beragama Islam dengan mata pencaharian sebagai petani.

4.7.2 Mata pencaharian

Desa Gebang merupakan desa pertanian, maka sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sedangkan mata pencaharian sebagai pengrajin merupakan mata pencaharian yang paling sedikit ditekuni oleh masyarakat. Data mata pencaharian tersaji pada Tabel 3 (Peraturan Desa 2010). Tabel 3 Mata pencaharian penduduk

No Pekerjaan Jumlah

1. Petani 896

2. Pedagang 521

3. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 101

4. Buruh tani 1030

5. Pengrajin 8

6. Nelayan 619

7. Montir 38

8. Peternak 28

9. Buruh/swasta 583

Total 3824

4.7.3 Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Gebang didominasi oleh tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan masyarakat yang merupakan lulusan Sekolah Menengah Pertama hanya sedikit jumlahnya, seperti tersaji pada Tabel 4 (Peraturan Desa 2010).

Tabel 4 Tingkat pendidikan penduduk

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Belum sekolah 896

2. Tidak pernah sekolah 521

3. Pernah sekolah SD tapi tidak tamat 101

4. SD 1030

5. SMP 8

6. SLTA 619

7. D-3 38

8. S-1 28

Total 3241

4.7.4 Pola penggunaan tanah

(42)

sebagian kecil saja yang dipergunakan sebagai lahan persawahan dan palawija (Tabel 5) (Peraturan Desa 2010).

Tabel 5 Pola penggunaan tanah oleh masyarakat

No Spesies Lahan/ Tanah Jumlah (Ha)

1. Tanah perkebunan rakyat 400

2. Tanah tegalan/ladang 5

3. Tanah persawahan 8.2

4. Tanah pemukiman penduduk 1813

5. Tanah lahan perkantoran 0.0375

6. Tanah hutan lindung 68

7. Tanah pemakaman 4

8. Lainnya 201

Total 2500

4.7.5 Sarana dan prasarana desa

Kondisi sarana dan prasana umum Desa Gebang secara garis besar adalah sebagaimana tersaji pada Tabel 6 (Peraturan Desa 2010).

Tabel 6 Sarana dan prasarana desa

No Prasarana Desa Jumlah

1. Jalan desa 67 Km

2. Balai desa 1 Unit

3. Sekolah SD 3 Unit

4. Sekolah MI 3 Unit

5. Puskesmas pembantu 1 Unit

6. Masjid 8 Unit

7. Musholla 5 Unit

8. Air bersih 1 Unit

4.7.6 Hubungan masyarakat dengan Taman Hutan Raya

(43)

di sekitar hutan, sesungguhnya, dapat menjadi pilar bagi terciptanya pengelolaan hutan secara lestari. Perilaku mereka merupakan komponen yang paling krusial dalam mengelola dan melestarikan hutan. Perilaku masyarakat yang positif dalam berinteraksi dengan hutan akan mengarah pada terciptanya kondisi hutan yang lestari. Sedangkan, bentuk perilaku yang negatif akan mengarah pada terciptanya pengeksploitasian dan pemanfaatan hutan secara tidak bertanggung jawab yang berujung pada kerusakan hutan yang pada akhirnya juga akan berdampak buruk terhadap kehidupan mereka sendiri.

Pemanfaatan dan pengembangan tumbuhan pangan dan obat sesuai dengan penegtahuan lokal yang dimiliki, dapat menjadi sarana penghubung mengenai perbedaan nilai kepentingan terhadap upaya melestarikan nilai-nilai alam yang ada di sekitar dan di dalam Tahura WAR dengan kepentingan peningkatan taraf hidup masyarakat lokal. Nilai-nilai keselarasan dan pengetahuan tradisional merupakan potensi yang harus dihargai. Tahura WAR juga mengalami permasalahan-permasalahan sehubungan dengan menurunnya keanekaragaman hayati. Interaksi masyarakat dengan Tahura WAR semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan penduduk terkait dengan mayoritas mata pencaharian masyarakat sebagai petani secara tidak langsung penduduk membutuhkan lahan untuk pengembangan dan menambah hasil produksi dan dengan kondisi lahan yang terbatas, maka sangat mungkin adanya pembukaan lahan dan perambahan kawasan Tahura WAR baik yang dilakukan oleh masyarakat lokal maupun pendatang, kegiatan ini tentunya akan mengancam kelestarian. Hal ini menjadikan masyarakat sekitar sebagai pemegang peran sosial yang selalu berinteraksi dengan sumberdaya alam yang ada baik di dalam maupun di sekitar Tahura WAR, harus memiliki peran yang besar dalam tiap kegiatan yang behubungan dengan pelestarian pemanfaatan sumberdaya alam yang ada.

(44)

atas dibentuk sebagai sarana pemenuhan kebutuhan informasi, penerapan pengetahuan sebagai sarana pembelajaran, dan pengembangan kemampuan bertani tiap-tiap anggota yang terlibat. Selain itu diadakannya Gapoktan dapat menjadikan kegiatan usaha tani yang ada lebih terstruktur dalam pengelolaan dan pelaksanaannya.

Menurut Syahyuti (2007), pengembangan Gapoktan dilatar belakangi oleh kenyataan kelemahan aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha, misalnya lemah terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga pemasaran, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian, serta terhadap sumber informasi. Pada prinsipnya, lembaga Gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya. Pengembangan Gapoktan merupakan salah satu komponen kelembagaan pedesaan, saling terkait secara fungsional dengan konsep otonomi daerah, pemberdayaan, dan kemandirian lokal, yaitu menciptakan ruang bagi masyarakat untuk mengembangkan dirinya, dan mengupayakan pemberdayaan masyarakat agar mampu memanfaatkan ruang yang tercipta.

Penyuluhan yang pernah diberikan dari pihak kawasan kepada masyarakat, yaitu penyuluhan mengenai pengelolaan spesies-spesies tanaman keras untuk di tanam di kebun, konservasi tajuk rendah atau tajuk tinggi, bahaya kebakaran hutan, bahaya penebangan pohon, pembukaan lahan di kawasan, dan lain-lain. Selain penyuluhan adanya bantuan yang diterima oleh masyarakat, diantaranya yaitu bantuan bibit melinjo (Gnetum gnemon), durian (Durio zibethinus), dan lain-lain untuk ditanam di kebun yang berada di wilayah kawasan. Bentuk larangan dari pihak Tahura WAR yang berada baik di dalam maupun sekitar kawasan, yaitu adanya larangan dalam bentuk papan larangan dan teguran langsung dari pihak Polisi Hutan terhadap masyarakat yang melanggar aturan. Bentuk larangan tersebut, diantaranya yaitu dilarang membakar hutan, membuka lahan, penebangan pohon sembarangan, dilarang masuk tanpa izin, serta dilarang melakukan penelitian, menebang, menduduki, mengambil hasil hutan, satwa liar tanpa izin.

(45)
(46)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Potensi Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Pangan Fungsional

5.1.1 Keanekaragaman spesies

Berdasarkan hasil identifikasi dan wawancara dengan responden, ditemukan jumlah spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan sebanyak 45 spesies dari 25 famili dan jumlah terbanyak dari famili Fabaceae sebanyak 9 spesies. Famili Solanaceae dan Poaceae banyak pula dimanfaatkan, masing-masing sebanyak 4 spesies dan 3 spesies. Daftar famili selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Sedangkan daftar spesies selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa famili Fabaceae memiliki keanekaragaman spesies tertinggi yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dibandingkan famili lainnya. Menurut Bennet (2006), Fabaceae terdiri dari kacang-kacangan dan merupakan sumber makanan penting.

Teridentifikasi jumlah spesies tumbuhan yang memiliki kegunaan lain sebagai pangan, yaitu kegunaan sebagai obat, sering disebut dengan pangan fungsional. Pemanfaatan tumbuhan pangan fungsional sebanyak 46 spesies dari 28 famili. Jumlah famili yang paling mendominasi yaitu famili Euphorbiaceae dan Zingiberaceae, masing-masing sebanyak 4 spesies. Selanjutnya famili Arecacea dan Solanaceae masing-masing sebanyak 3 spesies. Daftar famili selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan daftar spesies selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

(47)

berdasarkan informasi dari masyarakat dan pustaka mengenai pemanfaatan tumbuhan pangan dan pangan fungsional dapat dilihat pada Lampiran 10.

Tabel 7 Keanekaragaman spesies tumbuhan berdasarkan kandungan nutrisi No. Keanekaragaman

Kandungan Nutrisi Contoh Spesies

1. Sumber karbohidrat Padi (Oryza sativa); jagung (Zea mays); singkong

(Manihot utilissima); dan lain-lain

2. Sumber vitamin dan mineral Sayur-sayuran: adas (Foeniculum vulgare); bakung

(Crynum asiaticum); cantik manis (Portulaca

grandiflora); jengkol (Pithecollobium lobatum); pegaga

(Centella asiatica); santigi (Pemphis acidula); sintrong

(Crassocephalum crepidioides); dan lain-lain

Buah-buahan: duku (Lansium domesticum); durian

(Durio zibethinus); kakao (Theobroma cacao); kokosan

(Lansium var. aqueum ); lansat (Lansium var.

pubescens); tupa (Baccaurea dulcis); dan lain-lain 3. Sumber protein Kacang hijau (Vigna radiata); kacang panjang (Vigna

sinensis); kacang tanah (Arachis Hypogaea); dan lain-lain

4. Bahan minuman Asam jawa (Tamarindus indica); jeruk nipis (Citrus aurantifolia); kunyit (Curcuma domestica); dan lain-lain 5. Bahan pelengkap/penyedap Bumbu: bawang merah (Allium cepa); bawang putih

(Allium sativum); cabai merah (Capsicum annum); cabai rawit (Capsicum frutescens); luba-lubi (Flacourtia inermis) dan lain-lain

Rempah: (Aleurites moluccana); lada (Piper nigrum); dan lain-lain

1) Sumber karbohidrat

(48)

masing-masing tempat. Penganekaragaman pangan dari sumberdaya lokal yang sudah dimanfaatkan secara turun-temurun sesuai dengan eko-fisiologi dan budaya masyrakat setempat. Sangat perlu dukungan masyarakat, peran perguruan tinggi, IPTEKS, secara bersama-sama dalam upaya menekan sekecil mungkin ancaman yang menyebabkan kerusakan habitat alam, terutama hutan hujan tropika Indonesia. Pengrusakan lahan produktif dan pengrusakan kawasan hutan alam yang masih berlangsung, harus dihentikan sehingga sumber-sumber plasma nutfah untuk rediversifikasi pangan lokal dapat dikembangkan dan dilestarikan.

Upaya menganekaragamkan jenis pangan yang dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari baik jumlah maupun kualitas penting untuk diterapkan, mengingat banyaknya sumberdaya alam yang tersedia di Dusun Margadalom. Pemenuhan karbohidrat tidak saja harus terpaku pada beras, berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan terdapat spesies tumbuhan pangan lainnya yang mengandung karbohidrat dan dapat dimanfaatkan sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap sumber energi. Pemenuhan kebutuhan ini tentunya terkait dengan produktivitas kehidupan masyarakat yang berpengaruh erat dengan keberlangsungan kehidupan masyarakat itu sendiri.

2) Sumber vitamin dan mineral

Masyarakat memanfaatkan tumbuhan pangan sebagai sumber vitamin dan mineral dalam bentuk sayuran dan buah-buahan. Pemanfaatan sayur-sayuran untuk menu makanan, seperti gulai pekhos asin (sayur bening), sayur asam, sayur santan, dan tumisan. Spesies tumbuhan yang digunakan dalam pembuatan menu-menu tersebut kurang lebih sama, diantaranya yaitu, bakung

(Crynum asiaticum), pegaga (Centella asiatica), sintrong (Crassocephalum crepidioides), bayam (Amaranthus tricolor), katuk (Sauropus androgynus), pakis sayur (Diplazium esculentum), takokak (Solanum torvum), melinjo (Gnetum gnemon), dan lain-lain. Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan terdapat tanaman budidaya yang ditanam pada lahan pekarangan. Selain sayur-sayuran, masyarakat memanfaatkan buah-buahan, seperti kakao (Theobroma cacao), durian (Durio zibethinus), duku (Lansium domesticum), lansat (Lansium domesticum var.

Gambar

Gambar 1  Lokasi Penelitian
Tabel 1  Jenis data yang dikumpulkan
Tabel 2  Klasifikasi kelompok penyakit/penggunaannya
Gambar 2  Diagram alir tri-stimulus amar pro-konservasi (Zuhud et al. 2007).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis liana, dan tumbuhan penopangnya serta mengetahui jumlah jenis liana yang berasosiasi dengan tumbuhan penopang di Blok

Indek keanekaragaman spesies (H’) pada komunitas tumbuhan pada jalur kiri dan jalur kanan di jalur wisata Air Terjun Wiyono Atas Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman adalah

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis liana, dan tumbuhan penopang- nya serta mengetahui jumlah jenis liana yang berasosiasi dengan tumbuhan penopang di Blok

Indek keanekaragaman spesies (H’) pada komunitas tumbuhan pada jalur kiri dan jalur kanan di jalur wisata Air Terjun Wiyono Atas Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman adalah

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor sosial ekonomi masyarakat berupa pendapatan, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan

Taman Hutan Raya (TAHURA) adalah kawasan pelestarian alam yang dibangun untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan bukan

Data terkait dengan pengetahuan ekologi lokal anggota kelompok tani pengelola hutan Wana Karya meliputi: kegiatan- kegiatan yang dilakukan dalam teknik pemeliharaan tanaman

ii ABSTRAK PEMANFAATAN CITRA SATELIT MULTI-SENSOR DALAM PEMANTAUAN TUTUPAN LAHAN DI TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDUL RACHMAN Oleh ADHI AULIYA FIKRI Taman Hutan Raya Wan Abdul