• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konglomerasi industri media penyiaran di Indonesia analisis ekonomi politik pada group media nusantara citra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konglomerasi industri media penyiaran di Indonesia analisis ekonomi politik pada group media nusantara citra"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

NUSANTARA CITRA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Kom. I)

Oleh :

Sagita Ning Tyas

NIM: 105051001873

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

NUSANTARA CITRA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Kom. I)

Oleh :

Sagita Ning Tyas

NIM: 105051001873

Di Bawah Bimbingan :

Gun Gun Heryanto, S. Ag, M.Si

NIP. 19760812 200501 1 005

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

DI INDONESIA ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA NUSANTARA CITRA”, telah diujikan dalam sidang Munaqosah Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jakarta pada tanggal 18 Juni 2010. skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata

Satu (S1) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 20 Juni 2010

Sidang Munaqosah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. Studi Rizal Lk, M.A. Umi Musyarrofah, M.A. NIP. 19640428 199303 1 002 NIP. 19710816 199703 2 002

Anggota

Penguji I Penguji II

Prof. Andi Faisal Bakti, M.A. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M. Pd NIP. 19621231 198803 1 032 NIP. 19640212 199703 2 001

Pembimbing

(4)

SAGITA NING TYAS 105051001873

KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN DI INDONESIA ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA NUSANTARA CITRA (MNC)

X Halaman + 102 Halaman + 55 Lampiran + 32 Buku + 9 Webside + 3 Dokumen Laporan Tahunan MNC

ABSTRAK

Konsentrasi kepemilikan media mengacu pada pandangan bahwa mayoritas media besar memiliki sejumlah kecil pemilik (owner) perusahaan secara proporsional melalui sistem konglomerasi dalam korporasi. Konsentrasi kepemilikan media mengacu pada proporsi relatif antara dua besaran: pertama, jumlah orang atau pihak yang memiliki, menguasai, atau pengaruh media tertentu; dan kedua, jumlah orang atau pihak yang terkena, dipengaruhi oleh, atau dipengaruhi oleh, medium itu. Secara keseluruhan, ukuran dan kekayaan menentukan pasar keragaman kedua media output dan kepemilikan media.

Rumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimanakah regulasi media penyiaran tentang implementasi kepemilikan di Media Nusantara Citra? Dan Bagaimana dampak konglomerasi di Media Nusantara Citra terhadap proses komodifikasi, strukturasi, dan spasialisasi?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Paradigma dalam penelitian ini menggunakan paradigma kritis. Penelitian ini menggabungkan pendekatan critic political economy yang melihat media, ekonomi, politik, sejarah dan budaya sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dan genre penelitian perspektif kritikal. Adapun kunci informasi yang diwawancarai adalah Gilang Iskandar sebagai Corporate Secretary

(5)

hubungan sosial, khususnya yang berhubungan dengan kekuasaan dalam bidang produksi, distribusi, dan konsumsi sumber daya dalam komunikasi. Substansi teori ekonomi politik media adalah keterkaitan kepemimpinan dan faktor-faktor lain yang menyatukan industri media dengan industri lainnya, serta hubungannya dengan elit-elit politik, ekonomi, dan sosial.

(6)

BROADCASTING

SAGITA NING TYAS 105051001873

THE CONGLOMERATION OF BROADCASTING INDUSTRIAL MEDIA IN INDONESIA

POLITICAL ECONOMY ANALYSIS ON MEDIA NUSANTARA CITRA

X Pages + 102 Pages + 55 Enclosures + 32 Books + 9 Webside + 3 Annual Report MNC Documents

ABSTRACT

Concentration of media ownership refers to the view that the majority of the major media outlets are owned by a proportionately small number of owner conglomeration in corporations. Concentration of media ownership refers to the relative proportion between two quantities: first, the numbers of people or parties who own, control, or influence a given medium; and second, the numbers of people or parties who are exposed to, affected by, or influenced by, that medium. Overall, the size and wealth of the market determine the diversity of both media output and media ownership.

The research quastion are how’s the broadcasting media regulation about ownership impelementation in Media Nusantara Citra? And how the effects of conglomeration in Media Nusantara Citra towards comodification process, structuration and spatialization?

The method that used in this research is qualitative. The paradigm of the research is critical paradigm. This research combine critic political economy approach by seeing media, economy, politics, history and culture as something unseparatable and gender of this research is critical perspective. While, the key information that interviewed is Gilang Iskandar as MNC’s Corporate Secretary. And the documentation taken from MNC’s 2008 and 2009 Annual Reports.

(7)

The findings go this research are: 1) The conglomeration of media ownership in Indonesia is pushed by the competition in fighting of commercial and production efficiency, 2) Viewed centralized control of the broadcasting board which has been done by MNC against the government rules goaled by supporting each media operation, 3) With this strenght can minimized the broadcasting as a form of using integrated media platform to increase product value or creating new products and services, 4) Critics of media deregulation and the resulting concentration of ownership fear that such trends will only continue to reduce the diversity of information provided, as well as to reduce the accountability of information providers to the public.

(8)

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi Yang

Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan begitu banyak

nikmat dan senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada setiap makhluk

ciptaan-Nya sehingga berkat izin-ciptaan-Nya pula akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

Shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar

Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya mina dzulumatiin ilanuur. Dan

kesejahteraan semoga selalu menyertai keluarga beliau, sahabat-sahabatnya, dan

kita sebagai umatnya yang mengharapkan syafa’at dari beliau.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna

baik dalam hal bentuk maupun isinya. Namun berkat bantuan serta dukungan dari

berbagai pihak, baik secara moril maupun materil, alhamdulillah skripsi ini dapat

terselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan. Dan sudah sepatutnya penulis

mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi

beserta Pembantu Dekan (PUDEK) I Drs. Wahidin Saputra, MA, PUDEK II

Drs. Mahmud Djalal, MA, dan PUDEK III Drs. Study Rizal LK, MA.

2. Drs. Jumroni, M.Si, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,

dan Umi Musyarofah, MA, selaku Sekretaris Jurusan KPI. Serta para dosen

(9)

3. Gun Gun Heryanto, S.Ag, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan

pengarahan serta dorongan kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang diinginkan.

4. Bagian administrasi dan tata usaha yang telah banyak membantu memberikan

kelancaran kepada penulis dalam penyelesaian administrasi. Serta pimpinan

dan segenap karyawan perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

dan Perpustakaan FDK, yang telah memfasilitasi penulis untuk mempelajari

dan mencari bahan untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Gilang Iskandar, sebagai Corporate Secretary MNC dan segenap

karyawan di RCTI yang telah meluangkan waktunya untuk penulis melakukan

wawancara, memberikan data-data yang penulis butuhkan, memberikan izin,

bantuan informasi, dan lainnya, sehingga membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

6. Orangtua penulis Ayahanda tercinta Sudiarto dan Ibunda tercinta Wajiyati,

S.Pd, yang dengan penuh kesabaran membesarkan dan merawat penulis

dengan penuh cinta dan kasih sayang, serta memberikan motivasi dengan baik

moril dan materil. Dan telah banyak memberikan do’a, ridho, dan semangat

sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Semoga penulis tidak akan mengecewakan semua yang

(10)

menyelesaikan studi S1.

8. Teman-teman KPI A angkatan 2005, terutama kepada Rizka, Resti, Novita,

Selly, dan seluruh sahabat yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, karena

kalian semua adalah yang terbaik. Penulis hanya bisa mengucapkan terima

kasih atas segala bantuan dan doa yang telah diberikan. Semoga ilmu yang

kita dapat di UIN bermanfaat serta membuat hidup kita menjadi lebih baik.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan

umumnya bagi pembaca dan semoga Allah SWT memberikan balasan pahala

yang berlipat ganda atas segala bantuan dan motivasi dari berbagai pihak dalam

penulisan skripsi ini. Amin.

Jakarta, Juni 2010

(11)

ABSTRAKSI... i

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metodologi Penelitian ... 9

E. Kajian Pustaka ... 15

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II KERANGKA TEORI A. Teori Ekonomi Politik Komunikasi ... 17

B. Pengertian Regulasi Penyiaran ... 30

C. Konseptualisasi Konglomerasi ... 33

D. Industri Media Massa ... 34

BAB III GAMBARAN UMUM MEDIA NUSANTARA CITRA A. Sejarah Berdiri MNC ... 44

(12)

E. Logo Perusahaan MNC ... 53

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS PENELITIAN A. Analisa Komodifikasi Media Nusantara Citra ... 56

1. RCTI ... 60

2. GLOBAL TV ... 63

3. TPI ... 66

B. Analisa Spasialisasi Media Nusantara Citra ... 68

C. Analisa Strukturasi Media Nusantara Citra... 79

D. Konglomerasi MNC Dalam Ekonomi-Poltik... 84

E. Regulasi Kepemilikan MNC ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 97

B. Saran-saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA... 101

(13)

A. Latar Belakang Masalah

Dalam industri media saat ini, persaingan ketat untuk menunjukan kelas

pemodal yang menggunakan kekuasaan ekonomi sebagai sistem pasar yang

dipengaruhi oleh faktor ekonomi maupun faktor-faktor lainnya seperti: sosial

dan budaya, politik, individu dan seterusnya. Ekonomi disini dapat diartikan

sebagai kekuatan, kelemahan ataupun keterbataasan kapital. Dalam arti

kekuatan kapital, perusahaan media ini dapat atau mampu untuk mengakuisisi

perusahaan lain. Sementara dalam keterbatasan kapital atau ingin memperkuat

basis bisnis dapat dilakukan dengan konsolidasi atau merger ke berbagai

media.

Dugaan yang berkembang kuat selama ini adalah reformasi telah

mengubah performa dan sikap pers secara umum. Tidak seperti pers Orde

Baru yang terkungkung keseragaman isi dan kemasan, media pada era

reformasi dapat bebas mengembangkan model pemberitaan sesuai dengan

keinginannya. Akan tetapi kata bebas ini dapat bermakna lain sebab sulit

mempercayai bahwa media adalah entitas yang benar-benar mandiri.

Meskipun rezim berubah dan iklim politik telah terbuka tetap diperlukan

kecurigaan faktor eksternal yang berpotensi untuk mempengaruhi prilaku

(14)

Menurut Ben H. Bagdikian, selama dekade 1980-an, Amerika Serikat

menyaksikan semakin terpusatnya kepemilikan media di tangan sedikit orang

atau perusahaan. Tidak pernah terjadi sebelumnya, korporasi-korporasi media

ini memiliki kekuasaan yang sangat besar hingga dapat membentuk dan

mempengaruhi lanskap sosial di Amerika.1 Hal ini adalah yang terjadi pada Indonesia saat ini, di era globalisasi media banyak bersaing untuk mencapai

media yang dikontrol elit, akan semakin memiliki pengaruh besar baik bagi

masyarakat maupun pemerintah.

Dalam konteks Indonesia, kita memang harus memikirkan sesuatu

pendekatan yang dapat mengakomodasi soal peran negara dan kelompok

kepentingan atau kelompok usaha yang mendasarkan bisnisnya pada relasi

pribadi antara negara dan dunia usaha, yaitu kaum pencari rente, the rent

seekers.

Media massa mampu mempresentasikan diri sebagai ruang-publik yang

utama dan turut menentukan dinamika sosial, politik dan budaya, ditingkat

lokal maupun global. Media massa adalah kelas yang mengatur dimana bukan

sekedar medium lalu-lintas pesan antara unsur-unsur sosial dalam suatu

masyarakat. Media juga menjadi medium pengiklanan utama secara signifikan

mampu meningkatkan penjualan produk barang dan jasa yang mampu

menghasilkan surplus ekonomi dengan menjalankan peran penghubung antara

dunia produksi dan konsumsi.

1

(15)

Seiring dengan terjadinya revolusi teknologi penyiaran dan informasi,

korporasi-korporasi media terbentuk dan menjadi besar dengan cara

kepemilikan saham, penggabungan dalam joint-venture, pembentukan

kerjasama, atau pendirian kartel komunikasi raksasa yang memiliki puluhan

bahkan ratusan media.2

Fenomena ini bukanlah semata-mata fenomena bisnis, melainkan

fenomena ekonomi-politik yang melibatkan kekuasaan. Kepemilikan media,

bukan hanya berurusan dengan persoalan produk, tetapi berkaitan dengan

bagaimana lanskap sosial, citraan, berita, pesan dan kata-kata dikontrol dan

disosialisasikan ada masyarakat. Contohnya dalam korporasi media saat ini di

Indonesia seperti PT. MNC Group, PT. Trans Corp, KKG, Salim Grup, Jawa

Pos Grup, dan lain-lain.

PT. Media Nusantara Cipta (PT. MNC Terbuka) merupakan salah satu

perusahaan media di Indonesia yang memiliki bisnis di bidang broadcasting

media (RCTI, Global TV, TPI, SUN TV Network), Print media (Sindo,

Genie, Mom&Kiddie, Realita, HighEnd, HighEndTeen), Radio (Trijaya

Network, Radoo Dangdut TPI, Globalradio, Women Radio), Agency &

Content Production (Cross Media International, Star Media Nusantara, MNC

Picture), 24-hour program channels (MNC Entertaiment, MNC News, MNC

Music, MNC The Indonesian Channels, Online Media (Okezone.com), dan

VAS (Linktone). Perusahaan ini boleh dikatakan sebagai perusahaan media

terbesar di Indonesia.

2

(16)

Media komersial harus selalu bisa mempertahankan dan menjaring

pelanggan agar bertahan hidup, tetapi sekarang penekanannya adalah memberi

perhatian lebih kepada khalayak dan hal ini memunculkan keraguan tentang

keseimbangan antara mencari keuntungan dan tugas untuk menyediakan jasa

publik.

Jaringan televisi MNC merupakan yang terbesar di Indonesia dengan

nama perusahaan atau stasiun: RCTI, TPI dan Global TV. RCTI (PT Rajawali

Citra Televisi Indonesia) merupakan stasiun televisi swasta pertama di

Indonesia. Berdiri pada tanggal 21 Agustus 1987, televisi ini mulai mengudara

pada Agustus 1989. RCTI dengan cepat menjadi televisi swasta terbesar

karena fasilitasi bisnis dari keluarga Cendana (Soeharto) di masa Orde Baru.3 Hary Tanoesoedibjo adalah Presiden Direktur dan CEO MNC. Hary telah

berkiprah di industri televisi sejak 2003 ketika ia menjadi presiden grup dan

CEO RCTI yang merupakan anak perusahaan grup Bimantara, sebuah grup

perusahaan yang dimiliki putra mantan penguasa Orde Baru, Bambang

Trihatmojo. Selain di industri televisi, Hary meniti karirnya dari

perusahaan-perusahaan investasi milik grup Bimantara.

Kalau kita perhatikan, grup MNC ini merupakan salah satu grup televisi

Indonesia yang dengan jelas dikontrol oleh orang-orang Soeharto. Televisi

seperti RCTI dan TPI merupakan televisi-televisi yang hadir saat Soeharto

berkuasa dan mendapatkan banyak fasilitas dari kekuasaan Orde Baru. TPI,

3

(17)

misalnya, pada kehadiran pertamanya menggunakan saluran transmisi TVRI

yang merupakan saluran televisi pemerintah.

Selama orde baru, bisnis media terkonsentrasi pada segelintir pelaku

bisnis dan aktor politik yang mempunyai akses kuat ke lingkar kekuasaan.

Tekanan-tekanan eksternal yang akhirnya memaksa Orde Baru untuk

mengoreksi sebuah kebijjakan liberalisasi selektif yang telah melahirkan

struktur kapitalisme kroni, termasuk pada sektor industri media.

Grup perusahaan MNC ini memiliki lobi dan pengaruh yang sangat besar

pada proses politik Indonesia. Kebijakan deregulasi yang dilakukan secara

bertahap hingga, pada tahun 1996-1997 saat krisis ekonomi,

perusahaan-perusahaan televisi menolak RUU Penyiaran yang membatasi transmisi siaran

televisi secara nasional. RUU Penyiaran ini akhirnya disahkan pada tahun

1997 dengan menghilangkan larangan transmisi secara nasional. Pada

akhirnya, lahirlah UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 yang terlepas dari

beberapa kelemahan, yang memberikan landasan bagi transformasi menuju

sistem media penyiaran yang demokratis dan modern.

Dedi N. Hidayat menjelaskan tentang kondisi-kondisi yang ditemukan

pada level kepemilikan media bahwa praktik-praktik pemberitaan, dinamika

industri radio, televisi, perfilman, dan periklanan, mempunyai hubungan yang

saling menentukan dendan kondisi-kondisi ekonomi-politik spesifik yang

berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga dipengaruhi oleh

kondisi-kondisi ekonomi-politik global.4

4

(18)

Pola kepemilikan media serta praktik industri dan distrinusi produk media

yang terkonsentrasi pada kelompok-kelompok bisnis besar. Fenomena

konsentrasi media disatu sisi menghendaki upaya-upaya yang mengarah pada

konsolidasi dan konvergensi dalam bisnis media modern. Namun, konsentrasi

media juga menimbulkan sejumlah paradoks yang berkaitan dengan fungsi

media sebagai ruang publik dengan sejumlah fungsi-fungsi sosial yang

melekat didalamnya.

Disinilah, terlihat bagaimana korporasi media, seperti MNC memiliki

peran besar dalam menyaring apa yang boleh dan tidak boleh ditonton oleh

masyarakat, apa yang baik dan tidak baik, serta bagaimana masyarakat

harusnya bersikap. Seperti yang terjadi di AS, media yang dikontrol elit, akan

semakin memiliki pengaruh besar baik bagi masyarakat maupun pemerintah.

Dari latar belakang masalah yang peneliti sebutkan di atas maka

penggabungan media massa atau konglomerasi media ini dapat berkembang

dengan intervensi untuk meningkatkan keuntungan bagi konglomerat media.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam latar belakang yang dikemukakan maka peneliti ini membatasi

pada ekonomi politik media oleh PT. Media Nusantara Citra Group.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana dampak konglomerasi di Media Nusantara Citra terhadap

proses komodifikasi, strukturasi, dan spasialisasi?

2. Bagaimanakah regulasi media penyiaran tentang implementasi

(19)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

1. Untuk mengetahui bagaimana regulasi yang dibuat oleh industri media

penyiaran sebagai media komersial di tengah persaingan pasar dalam

kepemilikan media yang melakukan konglomerasi. Serta taktik dan

strategi yang digunakan MNC dalam mengembangkan usaha, yakni dalam

kepemilikan atau pengelola MNC menerapkan prinsip korporasi berupa

manajemen modern dalam mengelola redaksi dan bagian bisnis yang

selalu menekankan efisiensi, sinergi, dan perluasan jangkauan usaha yang

tujuannya meningkatkan keuntungan, akumulasi modal, dan kepentingan

publik.

2. Untuk mengetahui kecenderungan konglomerasi di atas kepemilikan usaha

media atas dasar ekonomi, politik, struktur sosial, dan kebudayaan,

terhadap struktur kepemilikan dan mekanisme kerja kekuatan pasar media

dengan ketersediaan modal, kuantitas, dan kualitas SDM.

3. Kaitan antara perkembangan media massa saat ini yaitu MNC sebagai

salah satu perusahaan yang mempunyai beberapa anak perusahaan di

bidang media. Hal ini juga memberikan penjelasan tentang teori Ekonomi

Politik Media seperti komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi dari

(20)

Dalam penelitian ini terdapat beberapa manfaat antara lain:

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini dapat dijadikan acuan ilmiah, pengembangan dalam

ilmu pengetahuan yang menggunakan analisis Ekonomi Politik Media,

sebagai suatu disiplin ilmu yang baru di perguruan tinggi di Indonesia.

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan

akademik dan diharapkan mampu sebagai sumber informasi dan

peningkatan pemahaman ilmiah yang dapat digunakan oleh mahasiswa

dan akademisi tentang perkembangan tentang industri media massa

Indonesia yang mengarah kepada pemusatan kepemilikan media massa

yang muaranya adalah homogenisasi informasi dan opini.

2. Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian analisis Ekonomi Politik Media ini

diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif dalam

perkembangan studi tentang analisis media saat ini, khususnya bagi

pemerintah, politisi, dan pemerhati media yang mengarah kepada

perkembangan konglomerasi industri media penyiaran Indonesia.

Dengan penelitian ini diharapkan pemerintah dan masyarakat dalam

memikirkan bentuk kepemilikan media yang memiliki kekuasaan lebih

dapat menilai apa yang cocok di masa depan dan jika produk hukum baru

yang secara jelas dan tegas mengatur pola kepemilikan media dan

organisasi yang mengawasi pelaksanaannya untuk melindungi

(21)

D. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma kritis. Penelitian ini

menggabungkan pendekatan critical political economy yang melihat

media, ekonomi, politik, sejarah dan budaya sebagai sesuatu yang tidak

dapat dipisahkan dan genre penelitian perspektif kritikal yang

mendefinisikan ilmu sosial sebagai sutu proses yang secara kritis berusaha

mengungkap ”the real structures” di balik ilusi, false needs yang

dinampakkan dunia materi, dengan tujuan membantu membentuk

kesadaran sosial agar memperbaiki kondisi kehidupan mereka.

Dalam perkembangannya, Guba dan Lincoln dalam Denzin dan

Lincoln, dkk, paradigma kritis memiliki asumsi-asumsi ontologis,

epistemologi, aksiologi, dan metodologis yang membedakannya dari

paradigma lain.5

Pertama, secara ontologis, bahwa paradigma kritis tertuju pada

realisme historis, memandang realitas yang teramati sebagai realitas

’semu’ yang telah terbentuk oleh berbagai proses sejarah dan

kekuatan-kekuatan sosial, budaya, dan ekonomi politik. Realitas penuh berisi

konflik dan diatur oleh hidden underlaying structures.

Kedua, secara epistimologi bahwa peneliti dalam paradigma ini

memandang pemisahan antara nilai-nilai subjektif yang dimilikinya

5

(22)

dengan fakta objektif yang diteliti adalah hal yang tidak mungkin dan

tidak perlu dilakukkan. Hubungan peneliti dengan yang diteliti selalu

dijembatani oleh nilai tertentu. Pemahaman tentang suatu realitas

merupakan value mediated findings.

Ketiga, secara aksiologi, nilai, etika dan pilihan moral merupakan

bagian yang tak terpisahkan dari suatu penelitian. Peneliti menempatkan

diri sebagai transformative intelektual, advocad, activist. Tujuan dari

penelitian ini adalah melakukan kritik sosial, transformatif, emansipasi,

dan pemberdayaan sosial.

Keempat, secara metodologis, penelitian bersifat partisipatif. Ia

mengutamakan analisa komprehensif, konstektual, multi-level analysis

yang menempat diri sebagai aktivis/ partisipan dalam proses transformasi

sosial. Dengan demikian, kriteria kualitas penelitian didasarkan pada

historical situatedness, sejauhmana penelitian memperhatikan konteks

sejarah, budaya, sosial, ekonomi, dan politik.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RCTI sebagai salah satu anak perusahaan

MNC, jalan raya perjuangan kebon jeruk, Jakarta 11530. Adapun

penelitian dilakukan selama bulan Desember 2009 - Maret 2010 dengan

(23)

3. Metode Penelitian

Penelitian tentang MNC ini mengembangkan menggunakan

pendekatan kualitatif, karena peneliti dapat melakukan pengamatan yang

menyeluruh dan mendalam dari sebuah keadaan nyata. Menurut Bogdan

dan Tylor, metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang

menghasilkan sejumlah data deskriptif, baik yang tertulis maupun lisan

dari orang-orang yang serta tingkah laku yang diamati. Dalam hal ini

individu atau organisasi harus dipandang sebagai bagian dari suatu

keseluruhan. Artinya tidak boleh diisolasikan ke dalam variable atau

hipotesis.6

Menurut Lexy J. Moleong bahwa penelitian kualitatif digunakan atas

pertimbangan berikut: Pertama, metode ini lebih fleksibel karena mudah

disesuaikan ketika ditemukan kenyataan ganda atau jamak, Kedua, hakikat

hubungan antara peneliti dan responden disajikan secara langsung, dan

Ketiga, metode kualitatif ini lebih peka dan mudah disesuaikan dengan

penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.7 Penelitian ini menggunakan metode Eksplanatif, yaitu, “penelitian

yang berusaha menjawab dan menjelaskan dengan kritis dari suatu gejala,

peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang secara mendalam.8 Dengan penelitian eksplanatif peneliti menjelaskan lebih mendalam

tentang praktek konglomerasi media yang terjadi di tingkat MNC sebagai

6

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), h. 4.

7

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 9-10. 8

(24)

sebuah kelompok media massa yang membawahi televisi, majalah,

tabloid, surat kabar, media internet.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan

data, yaitu:

a. Document Analysis: dipergunakan untuk menelaah data-data yang

telah ada baik yang berupa dokumen peraturan-peraturan pemerintah

tentang media, buku-buku, jurnal, makalah, atau bahkan hasil

penelitian yang sudah ada sebelumnya yang relevan. Hasil Penelitian

ini juga dibantu berdasarkan laporan tahunan MNC, yaitu laporan

tahun 2008 dan 2009.

b. Depth Interviewing: wawancara mendalam dengan key person yang di

jadikan narasumber yang relevan dengan substansi utama penelitian.

Maksud mengadakan wawancara, seperti yang ditegaskan oleh

Lincoln dan Guba adalah mengkonstruksi mengenai orang, kejadian,

organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan diharapkan

untuk dapat mengubah, dan memperluas informasi yang telah

diperoleh.9 Dalam hal ini wawancara berfungsi sebagai metode pelengkap yakni sebagai alat untuk melengkapi informasi yang telah

diperoleh dari hasil wawancara digunakan untuk melengkapi data

9

(25)

yang telah diperoleh melalui cara pengumpulan data yang lain.10 Dalam hal ini peneliti mewawancarai seorang nara sumber dari MNC

yaitu bapak Gilang Iskandar sebagai Corporate Secretary MNC.

c. Unstructure Observation: observasi langsung yang tidak berstruktur

dengan mengamati berbagai perkembangan-perkembangan yang

terjadi pada MNC. Namun, dengan cara melihat dan memperhatikan,

”kegiatan memperhatikan secara akurat, dan mencatat fenomena yang

muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam

fenomena yang terjadi pada media di Indonesia”. Jadi observasi adalah

pengamatan bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah,

sehingga memperoleh pamahaman atau sebagai alat re-cheking atau

pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh

sebelumnya.11 Observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu mengamati secara langsung kinerja perusahaan di salah satu anak

perusahan MNC yaitu RCTI yang dilaksanakan pada bulan

Desember-Februari 2010.

5. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh melalui penelitian ini baik dengan observasi,

dokumen, dan wawancara yang mendalam akan dianalisa dengan

10

lin Tri Rahayu, Observasi dan Wawancara, (Jawa Timur, Bayumedia, 2004), h. 63. 11

(26)

perspektif Critical Political Economy dari varian konstruktivisme.12 Secara epistimologi, Critical Political Economy melihat secara holistik

bahwa terdapat hubungan yang saling terkait antara organisasi ekonomi

dengan politik, sosial, dan budaya. Dipandang dari sudut kesejahteraan,

perspektif ini secara khusus tertarik dalam menganalisa perkembangan

dari late capitalism. Berkaiatan dengan fokus kajian dari Critical Political

Economy adalah pada bagaimana aktivitas komunikatif di distrukturkan

oleh distribusi sumber daya yang tidak seimbang. Sedangan concern atau

bidang kajiannya adalah masalah keseimbangan antara organisasi kapitalis

dan intervensi publik serta menekankan pada kepentingan aspek keadilan,

kesamarataan, dan barang publik.

6. Kelemahan penelitian

Kelemahan penelitian ini adalah pada uji validitas konstruk yang

digunakan berasal dari negara Barat belum tentu sepenuhnya cocok

dengan konteks Indonesia karena perbedaan latar belakang sejarah,

budaya, sosial, ekonomi, politik, dan perbedaan tingkat perkembangan

media massa.

12

(27)

Kelemahan lain adalah sulit untuk mengukur implikasi dari praktek

konglomerasi yang menunjukkan pemilikan media terhadap peraturan

media, meskipun konglomerasi ini memberikan dampak terhadap isi

pemberitaan media.

Sedangkan keterbatasan penelitian ini adalah terbatasnya waktu,

tenaga, biaya, dan akses kepada pemilik untuk melakukan suatu penelitian

yang dapat menggambarkan peta permasalahan konglomerasi secara

lengkap. Keterbatasan lain adalah sulitnya mencari data baru baik dalam

segi buku-buku, literatur, majalah, surat kabar, dan internet sebagai bahan

pembantu dalam penelitian ini.

E. Kajian Pustaka

Penelitian ini tentang analisis Ekonomi Politik Media yang memahami

dari pengaruh konglomerat media terhadap isi media atau terhadap sejumlah

kepemilikan media di Indonesia. Sejumlah ahli media telah menyebutkan

bahwa kepemilikan media menentukan kontrol media, yang pada gilirannya

menentukan isi media, mungkin menjadi penyebab utama pengaruh media.

Oleh karena itu, masalah yang akan diangkat oleh peneliti dengan judul

“Konglomerasi Industri Media Penyiaran di Indonesia Analisis Ekonomi Politik pada Group Media Nusantara Citra”.

Dari pengamatan literatur yang ada, maka peneliti menemukan dengan

analisis yang sama tentang ekonomi politik media sebagai pedoman dalam

(28)

1. Skripsi-skripsi atau tesis yang berhubungan dengan analisis Ekonomi

Politik Media. Diantaranya Tesis Gun Gun Heryanto, FISIP UI dengan

judul “Relasi Kekuasaan Pada Kebijakan Status Hukum TVRI: Studi

Ekonomi Politik Media”. Dan Tesis Heru Sutadi dengan judul “Konstruksi

Sosial Kebijakan Pengembangan Layanan Pemerintahan Secara

Elektronik (E-Government) Untuk Akses Informasi Publik: Studi

Ekonomi Politik Media” FISIP, pada Universitas Indonesia.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, penulis membagi

dalam lima bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan meliputi; Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan

Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi

Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Landasan Teori, terdiri dari Teori Ekonomi Politoik Media,

Pengertian Regulasi Penyiaran, Konseptualisasi Konglomerasi,

dan Industri Media Massa.

Bab III : Gambaran Umum PT Media Nusantara Citra Group yang

mengemukakan tentang Sejarah, Visi, Misi dan Tujuan MNC

Group, dan Struktur Organisasi.

Bab IV : Temuan dan Analisis Data

(29)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Teori Ekonomi Politik Komunikasi

Pada perkembangannya ekonomi politik mengaitkan aspek ekonomi

(seperti kepemilikan dan pengendalian media), keterkaitan kepemimpinan dan

faktor-faktor lain yang menyatukan industri media dengan industri lainnya,

serta hubungannya dengan elit-elit politik, ekonomi, dan sosial. Menurut

Phillip Elliot, kajian ekonomi politik media melihat bahwa isi dan

maksud-maksud yang terkandung dalam pesan-pesan media yang ditentukan oleh

dasar-dasar ekonomi dari organisasi media yang memproduksinya1.

Secara historis, awalnya konsep ekonomi politik bermula dari upaya

dukungan terhadap akselerasi kapitalis yang menolak pada sistem politik

merkantilis yang dianggap tidak efektif dan efisien pada abad ke-18. The New

Palgrave, membuat definisi politik ekonomi sebagai studi tentang

kesejahteraan dan usaha manusia untuk memenuhi nafsu perolehan

(penawaran dan pemenuhan hasrat).

Pengertian ekonomi-politik dalam pandangan sempit menurut Vincent

Mosco, dapat diartikan sebagai kajian tentang hubungan sosial, khususnya

yang berhubungan dengan kekuasaan dalam bidang produksi, distribusi, dan

konsumsi sumber daya dalam komunikasi. Dalam hal ini konteks yang lebih

1

(30)

luas dengan relasi kekuasaan media dalam ekonomi-politik ialah

konglomerasi PT. Media Nusantara Citra Group. 2

Secara singkat Chris Barker mengemukakan pendapat tentang ekonomi

politik sebagai: “A domain of knowledge concerned with power and at

distribution of economic resources. Political economy explores the questions

of who owns and controls the institutions of economy, society, and culture.

(Sebuah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kekuatan distribusi

daripada sumber daya ekonomi. Ekonomi politik membahas pertanyaan

tentang siapa yang memiliki dan mengontrol institusi ekonomi, sosial, dan

budaya).3

Dari definisi tersebut dapat kita cermati bahwa terdapat dua poin penting

dalam ekonomi politik, yaitu kekuasaan (power), dan pembagian

sumber-sumber ekonomi (distribution of economy resources). Keterkaitan kedua poin

ini selalu mencoba menjawab pertanyaan dan aktor-aktor yang memiliki dan

mengontrol institusi ekonomi, sosial dan budaya.

Proses perkembangan ekonomi politik ditentukan oleh empat variabel

dasar: ekonomi, politik, struktur sosial, dan kebudayaan. Namun dalam

perkembangannya variabel-variabel tersebut berkembang sendiri-sendiri dan

kini tersisa dua variabel pokok: ekonomi dan politik. Pun begitu, ekonomi

politik tak dapat melepaskan dirinya dari konteks sejarah dimana itu selalu

tergantung juga pada kondisi struktur sosial dan kebudayaan.4

2

Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, (London: SAGE Publication, 1996), h. 25.

3

Chris Barker, Cultural Studies Theory and Practice, (London: Sage Publication, 2004), h. 445. 4

(31)

Dalam hal ini Mosco merumuskan empat karakteristik penting mengenai

ekonomi-politik. Pertama, ekonomi-politik merupakan bagian dari studi

mengenai perubahan sosial dan transformasi sejarah. Dalam hal ini terdapat

varian yang berbeda, ada yang critical dan juga ada yang liberal. Bagi teoritisi

critical political economy menurut Golding & Murdoch, ekonomi-politik

secara khusus tertarik dalam menginvestivigasi dan mendeskripsikan kepada

late capitalism, hal ini pada dasarnya bersifat holistik. Isu dan fokusnya

terutama mengenai cara-cara bagaimana aktivitas komunikasi distrukturkan

oleh distribusi yang tidak merata mengenai sumber daya material dan

simbolik.5 Late capitalism adalah kapitalis yang terpusat pada satu negara. Perbedaan prinsip antara kedua pendekatan ini terletak pada bagaimana

aspek ekonomi dan politik media itu dilihat. Pada pendekatan liberal aspek

ekonomi dilihat sebagai bagian dari kerja dan praktek profesional yang

memang semestinya ada. Liberal political economy mengartikan bahwa

ekonomi-politik merupakan dalam perubahan sosial dan transformasi sejarah,

dimana suatu doktrin dan seperangkat prinsip untuk mengorganisir dan

menangani ekonomi pasar, guna untuk tercapainya suatu efisiensi yang

maksimum, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan individu. Isu dan

fokusnya terletak pada mekanisme dan struktur pasar yang membuat

konsumer memilih antara komoditas bersaing pada basis kegunaan dan

kepuasan. Dimana ekonomi-politik kritis ini berusaha menjelaskan secara

memadai bagaimana perubahan-perubahan dan dialektika yang berkaitan

5

(32)

dengan posisi dan peranan media komunikasi dalam sistem kapitalisme

global.

Kedua, ekonomi-politik mempunyai minat dalam menguji keseluruhan sosial atau totalitas dari hubungan sosial yang meliputi bidang ekonomi,

politik, sosial dan budaya dalam suatu masyarakat, serta menghindari dari

kecenderungan mengabstraksikan realitas-realitas sosial ke dalam bidang teori

ekonomi maupun teori politik.

Ketiga, berhubungan dengan filsafat moral, artinya hal ini mengacu

kepada nilai-nilai sosial (wants about wants) dan konsepsi mengenai praktek

sosial. Prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan dan public good merupakan

reference utama dari pertanyaan moral mendasar ekonomi-politik. Perhatian

ini tidak hanya ditujukan pada “what is” (apa itu), tetapi “what ought be” (apa

yang seharusnya). Misalnya saja studi ekonomi pilitik kritis yang concern

terhadap peranan media dalam membangun konsesus dalam masyarakat

kapitalis yang ternyata penuh distorsi. Dalam masyarakat yang tidak

sepenuhnya egaliter, kelompok-kelompok marginal tidak mempunyai banyak

pilihan selain menerima dan bahkan mendukung sistem yang memelihara

subordinasi mereka terhadap kelompok dominan.6

Keempat, karakteristiknya praxis, yakni suatu ide mengacu kepada

aktivitas manusia dan secara khusus mengacu pada aktivitas kreatif dan bebas

dimana orang dapat menghasikan dan mengubah dunia dan diri mereka.7 Golding dan Murdock menambahkan bahwa ekonomi politik juga concern

6

Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran, (Yogyakarta: LkiS, 2004), Cet-1, h. 8-9. 7

(33)

dengan keseimbangan antara organisasi kapitalis dan intervensi atau campur

tangan publik.8

Satu prinsip yang harus diperhatikan di sini adalah dalam sistem sistem

industri kapitalis, media massa harus diberi fokus perhatian yang memadai

sebagaimana institusi-institusi produksi dan distribusi yang lain.

Kondisi-kondisi yang ditemukan pada level kepemilikan media, praktik-praktik

pemberitaan, dinamika industri radio, televisi, perfilman, dan periklanan,

mempunyai hubungan yang saling menentukan dengan kondisi-kondisi

ekonomi spesifik yang berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga

dipengaruhi oleh kondisi-kondisi ekonomi politik global.9

Bagi Mosco, ada tiga entry konsep dalam penerapan ekonomi politik

media, antara lain10:

1. Commodification (komodifikasi)

Yakni mengubah makna dari sistim fakta atau data yang merupakan

pemanfaatan isi media dilihat dari kegunaannya sebagai komoditi yang

dapat dipasarkan. Bentuk komodifikasi dalam komunikasi ada tiga

macam, yaitu:

a. Intrinsic commodification (komodifikasi intrinsik atau komodifikasi

isi), yakni proses pengubahan pesan dari sekumpulan data ke dalam

8

Boyd Barret, Oliver, The Political Economy Approach, dalam Approaches to Media A Reader, Oliver Boyd Barret dan Chris Newbold, (New York: Arnold, 1995), h. 186.

9

Dedy N. Hidayat, “Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial”, dalam Dedy N. Hidayat et.al, Pers Dalam Revolusi Mei, Runtuhnya Sebuah Hegemoni, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,, 2000, h. 441.

10

(34)

sistem makna dalam wujud produk yang dapat dipasarkan seperti

paket produk yang dipasarkan oleh media.

b. Extrinsic commodification (komodifikasi ekstrinsik atau komodifikasi

khalayak), yakni proses modifikasi peran media massa oleh

perusahaan media dan pengiklan dari fungsi awal sebagai konsumen

media kepada konsumen produk yang bukan media di mana

perusahaan media memproduksi khalayak dan kemudian

menyerahkannya pada pengiklan. Singkatnya yang terjadi adalah kerja

sama yang saling menguntungkan antara perusahaan media dan

pengiklan: pogram-pogram media digunakan sebagai sarana untuk

menarik khalayak yang kemudian dijual kepada pengiklan yang

membayar perusahaan media.

c. Cybernetic commodification (komodifikasi cibernetik), yakni proses

mengatasi kendali dan ruang. Dalam prakteknya dapat dibagi dua,

yaitu: Pertama, komodifikasi intrinsik adalah khalayak sebagai media

yang berpusat pada pelayanan jasa rating khalayak. Jadi yang

dipertukarkan bukan pesan atau khalayak melainkan rating. Kedua,

komodifikasi ekstensif adalah proses komodifikasi yang menjangkau

seluruh kelembagaan pendidikan informasi pemerintah, media, dan

budaya yang menjadi motif atau pendorong sehingga tidak semua

(35)

2. Spatialization (spasialisasi)

Yakni proses untuk mengatasi hambatan ruang dan waktu dalam

kehidupan sosial oleh perusahaan media dalam bentuk perluasaan usaha

seperti proses integrasi: integrasi horizontal, integrasi vertikal, dan

internasionalisasi. Integrasi horizontal adalah: “when a firm in one line of

media buys a major interest in another media operation, not directly

related to the original business, or when it takes a major stake in a

company entirely outside of the media” (Ketika suatu perusahaan dibawah

naungan sebuah media yang mengambil keuntungan terbesar di

perusahaan yang lain, maka tidak langsung dihubungkan dari bisnis

aslinya atau ketika mengambil sejumlah besar saham di dalam sebuah

perusahaan di luar dari pada media). Yaitu ketika sebuah perusahaan yang

ada dalam jalur media yang sama membeli sebagian besar saham pada

media lain, yang tidak ada hubungannya langsung dengan bisnis aslinya,

atau ketika perusahaan mengambil alih sebagian besar saham dalam suatu

perusahaan yang sama sekali tidak bergerak dalam media.11 Pada prakteknya integrasi horizontal adalah cross-ownership (kepemilikan

silang) beberapa jenis media massa seperti telivisi, suratkabar, stasiun

radio, majalah, dan tabloid oleh suatu grup perusahaan media massa

seperti yang dilakukan oleh MNC, KKG, Trans Cop Grup, Jawa Post

Grup, Sinar Kasih Grup, Grup Media Indonesia, dan Salim Grup.

11

(36)

Integrasi vertikal adalah: “the concentration of firms within a line of

business that extends a company’s control over the process of

production”. Yaitu konsentrasi perusahaan dalam suatu jalur usaha atau

garis bisnis yang memperluas kendali sebuah perusahaan atas produksi. Di

Indonesia, praktek integrasi vertikal dilakukan oleh Subentra Grup milik

pengusaha Sudwikatmono yang menguasai impor film dan sekaligus

distribusinya melalui jaringan Bioskop 21 yang tersebar hampir di seluruh

kota besar di Indonesia.

Internasionalisasi atau globalisasi dipandang dari prestektif ekonomi

adalah konglomerasi ruang bagi global, yang dilakukan oleh perusahaan

transional dan negara, yang mengubah ruang melalui arus sumberdaya dan

komoditas, termasuk komunikasi dan informasi.

3. Strukturation (strukturasi)

Yakni proses penggabungan agensi manusia (human agency) dengan

proses perubahan sosial ke dalam analisis struktur-struktur. Dengan

memberikan posisi-posisi jabatan struktur yang ada dalam kelompok

tersebut, diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam setiap

bidang yang telah diembannya.

Strukturasi ini menyimbangkan kecenderungan dalam analisis

ekonomi politik media untuk menggambarkan struktur seperti lembaga

bisnis dan pemerintahan dengan menunjukkan dan menggambarkan

(37)

merupakan konsepsi sosial fundamental yang mengacu kepada peran para

individu sebagai aktor sosial yang perilakunya dibangun oleh matriks

hubungan sosial dan positioning termasuk kelas, ras, dan gender.12 Proses strukturasi ini mengkonstruksi hegemoni, sesuatu yang apa adanya, masuk

akal, dialamiahkan cara berfikir tentang dunia termasuk segala sesuatu

dari kosmologi melalui etika. Pada praktek sosial yang digambarkan dan

dikontekskan dalam kehidupan struktur.

Sekalipun sumbangan terbesar dari teori Ekonomi Politik Media

terhadap kajian komunikasi adalah analisis institusi media dan konteks

medianya, konsep yang disodorkan oleh Mosco juga relevan untuk

mengkaji keseluruhan kegiatan media dan merumuskan suatu model yang

holistik dari keseluruhan siklus produksi sampai penerimaannya (termasuk

konteksnya). Kemudian juga bagaimana kekuasaan mempengaruhi proses

komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi pemanfaatan teknologi

informasi untuk akses informasi publik di era Orde Baru maupun di era

Orde Reformasi sekarang ini.

Vincent Mosco merumuskan tiga karakter tambahan studi

ekonomi-politik, yaitu realis, inklusif, dan kritis.13 Pengaruh realisme membuat ekonomi-politik kritis sangat menghindari ketergantungan eksklusif

terhadap teori abstrak atau deskripsi empiris. Ekonomi-politik dalam hal

ini memberikan bobot yang sama terhadap pertimbangan teoretis dan

12

Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 215. 13

(38)

empiris. Watak deskripsi berasal dari kesadaran bahwa kehidupan sosial

tidak dapat dirangkum ke dalam satu teori. Tidak ada pendekatan yang

paling mendekati ideal dalam studi ekonomi-politik komunikasi. Watak

kritis ekonomi-politik mewujud kepada kepakaan terhadap berbagai

bentuk ketimpangan dan ketidakadilan. Ekonomi-politik memberi

perhatian besar terhadap faktor-faktor ideologis dan politis yang

pengaruhnya bersifat laten terhadap suatu masyarakat.14

Tiga konsep utama Mosco sejalan dengan empat proses historis dari

Golding dan Murdock yang merupakan kunci dari kajian kritis Ekonomi

Politik Media, yaitu (1) pertumbuhan media, (2) perluasan jangkauan

usaha, (3) proses komodifikasi informasi, dan (4) perubahan peranan

negara dan pemerintah. Tiap proses yang dijelaskan oleh Golding dan

Murdock membuka peluang bagi peneliti media untuk menganalisa lebih

dalam persoalan seperti komodifikasi, spasialisasi, dan strukturisasi.15 Keempat proses menurut Golding dan Murdock yang mengarah

kepada struktur kepemilikan media yang terkosentrasi dan merupakan

salah satu rangkaian dari perubahan yang mencerminkan perubahan basis

ekonomi, yakni: Pertama, produksi dengan skala kecil atau pribadi dari

suatu perluasan produk budaya, distribusi dan penjualan mulai dipisah dan

dikomersialisasikan. Kedua, masuknya teknologi baru ke dalam industri

14

Agus Sudibyo, Ekonomi Politi Media Penyiaran, 2004. h. 9. 15

(39)

media menyebabkan mulai terjadinya industrialisasi dalam proses

produksi maupun distribusi. Ketiga, ketika masalah industri telah

mengalami masa-masa kejunuhan karena tekanan berturut-turut seperti

naiknya harga, menurunnya pendapatan, mengakibatkan munculnya

pemusatan-pemusatan industri. Empat, perkembangan dari ketegangan

antara kemampuan teknologi dan perhatian di bidang ekonomi.16

Mengenai kecenderungan dunia komunikasi saat ini, dimana

kesadaran besar akan kebutuhan untuk menunjukkan secara tepat

bagaimana formasi-formasi ekonomi politik media dihubungkan dengan

isi media, dan kepada diskursus debat publik serta kesadaran privat yang

akan berkelanjutan dari perencanaan dan perluasan berbagai produksi dan

kebudayaan yang dikontrol atau dipengaruhi oleh perusahaan-perusahaan

besar. Maka Cees J. hamelink mencatatnya dalam empat kunci, yaitu:

digitization (digitalisasi), consolidation (konsolidasi), deregulation

(deregulasi), dan globalization (globalisasi). Hamelink melihat bahwa

keempat proses tersebut saling berhubungan satu sama lainnya. Proses

digitalisasi memfasilitasi integrasi teknologi dan konsolidasi institusi,

kemudian mendorong makin besarnya konglomerasi, sehingga kemudian

terjadi globalisasi secara berkelanjutan meyongkong kekuasaan dan

16

(40)

meningkatkan angka pertumbuhan melalui pendapatan dan penetrasi pasar

yang mendorong deregulasi dan privatisasi media.

Golding dan Murdock menunjukkan bahwa berbagai sektor media

tidak dapat dipelajari sendiri-sendiri karena media memiliki keterkaitan

dengan faktor kendali korporasi kegiatan media hanya dipahami apabila

merujuk kepada konteks ekonomi yang luas. Analisa juga diperluas

sampai pada tataran bagaimana praktek ideologi media dalam penyebar

luaskan ide-ide tentang struktu ekonomi dan politik. Dengan begitu studi

ekonomi poltik dari industri media tidak bisa difokuskan hanya pada

produksi, distribusi dari komoditas, tetapi harus mempertimbangkan

bentuk unik dari komoditasi ini dan praktek-praktek ediologi media.

Dengan demikian, apabila dikaitkan dalam konteks perubahan-perubahan

peran dan fungsi media massa dan lingkungan sekitarnya, menjadi

menarik dapat menggunakan pendekatan ekonomi politik media. Tujuan

yang diharapkan adalah untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi

dengan mulai bergesernya peran-peran dalam media massa yang mencoba

menerapkan konsep baru.

Dalam mempengaruhi proses historis maka ada dua aspek penting

yang mempengaruhi yaitu inovasi teknologi dan privatisasi.17 Revolusi teknologi membuka kemungkinan bagi beragam aktivitas produksi baru

demi menciptakan peluang-peluang maksimalisasi dan perluasan proses

produksi dan distribusi. Dalam mendukung ekspansi teknologi serta

17

(41)

mendorong perkembangan industri modern, bahkan dibutuhkan

perubahan-perubahan dalam konteks politik, terutama regulasi-regulasi

yang mengakomodasi prinsip-prinsip liberal. Terminologi privatisasi,

terutama merespon berbagi bentuk intervensi yang meningkatkan

kapasitas pasar dalam industri komunikasi dan informasi, serta

meningkatkan kapasitas pelaku pasar untuk melakukan ekspansi bisnis.

Kajian ekonomi politik media bermula dari pengakuan bahwa media

adalah sebuah organisasi industri dan komersial utama dan terkemuka

yang memproduksi dan mendistribusikan barang-barang yang ditunjang

oleh proses integrasi (horizontal dan vertikal) dan diversifikasi. Kajian

tentang beragamnya media tidak dapat dilakukan secar sendiri-sendiri atau

tertutup, melainkan harus dipahami dengan konteks ekonomi makro

karena keterkaitan media dengan kontrol perusahaan besar atas media.

Maka dalam hal ini, hukum-hukum pasar juga cenderung membatasi

banyaknya pemain yang bisa bersaing dalam sebuah pasar. Yang lazim

terjadi kemudian adalah dominasi dan monopoli. Integrasi ekonomi yang

terjadi melalui mekanisme merger dan akuisisi membuka jalan bagi

berkembangnya fenomena konglomerasi.

Studi ekonomi politik kritis mempunyai tiga varian, yaitu:

instrumentalis, strukturalis, dan kontrutifis. Perbedaan satu dengan yang

lainnya yaitu terletak pada ide-ide dasar dalam menganalisis permasalahan

pasar dan keterkaitannya dengan lingkungan ekonomi, politik, dan

(42)

instrumen dominasi kelas. Kelas pemodal menggunakan kekuasaan

ekonomi dalam sistem pasar untuk memastikan bahwa arus informasi

publik berjalan sesuai dengan misi dan tujuan mereka. Kedua, analisis

strukturalis cenderung melihat struktur sebagai sesuatu yang monolitik,

mapan, statis, dan determinan. Analisis strukturalis mengabaikan potensi

dan kapasitas agen sosial untuk memberi respons terhadap kondisi-kondisi

struktural. Mereka menafikan terjadinya interaksi antar agen sosial serta

interaksi timbal-balik antara agen dan struktur. Ketiga, analisis

konstruktivis memandang struktur sebagai sesuatu yang belum sempurnan

dan bergerak dinamis. Bahwa kehidupan media tidak hanya dipengaruhi

oleh faktor ekonomi tetapi juga oleh faktor lainnya seperti budaya, politik,

individu, dan seterusnya. Pandangan konstruksionis, negara dan pemodal

tidak selalu menggunakan media sebagai instrumen penundukkan

terhadap kelompok lain. Mereka beroperasi dalam struktur yang bukan

hanya menyediakan fasilitas namun juga hambatan-hambatan bagi praktik

dominasi dan hegemoni.18

B. Pengertian Regulasi Penyiaran

Ada tiga hal regulasi penyiaran dipandang urgent. Pertama, dalam iklim

demokrasi yang menjadi salah satu urgensi mendasari penyusunan regulasi

penyiaran adalah hak asasi manusia tentang kebebasan berbicara (freedom of

18

(43)

speech), yang menjamin kebebasan seseorang untuk memperoleh dan

menyebarkan pendapatnya tanpa adanya intervensi, bahkan dari pemerintah.

Namun pada saat bersamaan, juga berlaku regulasi pembatasan aktivasi media

seperti regulasi UU Telekomunikasi yang membatasi penggunaan spektrum

gelombang radio.19 Nilai demokrasi karenanya menghendaki kriteria yang jelas dan fair tentang pengaturan alokasi akses media.

Regulasi akan menentukan interferensi signal siapa yang berhak

“menyiarkan” dan siapa yang tidak. Alam peran konteks demikian regulasi

berperan sebagai mekanisme kontrol (control mechanism).

Kedua, demokrasi menghendaki adanya “sesuatu” yang menjamin

keberagaman (diversity) politik dan kebudayaan, dengan menjamin kebebasan

aliran ide dan posisi dari kelompok minoritas. Dalam batas tertentu,

kebebasan untuk menyampaikan informasi (freedom of information) memang

dibatasi oleh hak privasi seseorang (right to privacy) dan adanaya hak privasi

seseorang untuk tidak menerima informasi tertentu. Menurut Feintuck

diungkapkan bahwa limitasi keberagaman (diversity) sendiri, seperti

kekerasan dan pornografi merupakan hal yang tetap tidak dapat dieksploitasi

atas nama keberagaman. Dalam perkembangannya aspek diversity, lebih

banyak diafliasikan sebagai aspek politik dan ekonomi dan ekonomi dalam

konteks ideologi suatu negara.20

19

Leen d’Heanans & Frieda Saeys, Western Broadcasting at the Dawn of the 21th Century, (New York: Mouten de Gruyter, 2000), h. 24-26.

20

(44)

Ketiga, terdapat alasan ekonomi mengapa regulasi media diperlukan.

Tanpa regulasi akan terjadi konsentrasi, bahkan monopoli media. dalam hal

ini sinkronisasi diperlukan bagi penyusunan regulasi media agar tidak

berbenturan dengan berbagai kesepakatan internasional, misalnya tentang

pasar bebas dan AFTA.

Menurut Feintuck , dewasa ini regulasi penyiaran mengatur tiga hal yakni

struktur, tingkah laku dan isi.21 Regulasi struktur (structural regulation) berisi pola-pola kepemilikan media oleh pasar, regulasi tingkah laku

(behavioural regulation) dimaksudkan untuk mengatur tata-laksana

penggunaan properti dalam kaitannya dengan kompetitor, dan regulasi isi

(content regulation) bensi batasan material siaran yang boleh dan tidak untuk

disiarkan.

Dalam konteks diversitas politis dan kultural, regulasi penyiaran juga

mesti berisi peraturan yang mencegah terjadinya monopoli atau

penyimpangan kekuatan pasar, proteksi terhadap nilai-nilai pelayanan publik

(public service values) dan pada titik tertentu berisi pula aplikasi sensor yang

bersifat patemalistik.

Menurut Berger&Luckmann, proses mengkonstruksi berlangsung melalui

interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas, yakni symbolic reality,

objective reality dan subjective reality yang berlangsung dalam suatu proses

dengan tiga momen simultan; eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.22

21

Mike Feintuck, Media Regulation, Public Interest and Law, h. 51 22

(45)

Objective reality, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas (termasuk

ideologi dan keyakinan) serta rutinitas tindakan dan tingkah laku yang telah

mapan terpola (tercakup di dalamnya adalah berbagai institusi sosial dalam

pasar), yang kesemuanya dihayati oleh individu secara umum sebagai fakta.

Symbolic reality, merupakan semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati

sebagai 'objectiver reality', termasuk di dalamnya teks produk industri media,

representasi pasar, kapitalisme dan sebagainya dalam media. Sedangkan

subjective reality merupakan kcnstruksi definisi realitas realita (dalam hal ini

misalnya media, pasar, dan seterusnya) yang dimiliki individu dan

dikonstruksi melalui proses internalisasi.

C. Konseptualisasi Konglomerasi

Perkembangan bisnis media melalui bentuk kegiatan korporasi usaha di

Indonesia yang menimbulkan kontroverisal dibanding dengan aktivitas usaha

konglomerasi. Konglomerasi adalah sejumlah pelaku konglomerat yang

menanamkan sahamnya pada tumbuhnya kelompok (Grup) perusahaan dalam

satu tangan, sedemikian rupa sehingga praktis seluruh kebijakan manajemen

yang pokok ditentukan oleh satu pusat.23 Bahwa pengertian konglomerat adalah sebagai kata benda yang artinya pengusaha. Konglomerasi ini

merupakan satu kesatuan yang sangat besar kekuatannya, sehingga mudah

mengalahkan pesaingnya, bisa mengatur harga transaksi antar perusahaan

(untuk menghindari pajak), bisa mengadakan subsidi silang sehingga

23

(46)

harganya selalu bisa bersaing, dan mempunyai “barganing power” yang

sangat kuat. 24

Menurut Anggito Abimanyu, konglomerasi dalam istilah bisnis bisa

diartikan sebagai bentuk usaha yang melakukan kegiatan usaha atau bisnis

dalam berbagai macam bidang yang kurang terkait satu sama lain. Di

Indonesia, khususnya pada negara berkembang, bisnis konglomerat

diasosiasikan dengan bisnis pemilikan keluarga.25 Konglomerat dapat diartikan sebagai seseorang atau unit usaha yang bergerak dalam berbagai

bidang usaha dengan sejumlah perusahaan atau afiliasi bisnisnya.

Kegiatan usaha konglomerasi ini, dalam konteks kegiatan orientasi yang

memiliki kinerja ekonomi atau bisnis yang handal dan hal tersebut dapat

disinyalir kurang sepadan dengan fasilitas yang dimilikinya. Dalam hal

kedudukan swasta semakin kuat, dan konsentrasi berbagai kegiatan semakin

tinggi, dan konglomerasi tumbuh hampir tanpa pengaturan, maka

kebijaksanaan-kebijaksanaan intervensi semakin tinggi investasinya.

D. Industri Media Massa

1. Pengertian Industri Media Massa

Industri media massa memiliki masing-masing populasi terdiri dari

media-media yang secara tidak langsung membentuk suatu kelompok

24

Priasmono P,dkk, Konglomerasi Ekonomi Indonesia dalam Rangka Persatuan Bangsa Suatu Tanggung Jawab Sosial, (Jakarta: LPSI, 1994), h. 17.

25

(47)

yang hidup dari sumber daya yang sama, Misalnya polpulasi radio,

populasi surat kabar, atau populasi televisi.

Pada dasarnya ada tiga sumber utama yang menjadi sumber penunjang

kehidupan industri media, yakni:

a. Modal (capital), Misalnya pemasukkan iklan, iuran berlangganan.

b. Jenis isi Media (Type of Content), Misalnya Quis, Sinetron, informasi.

c. Jenis khalayak sasaran (Types of Audiens), Misalnya Usia, berdasarkan

jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan lain

sebagainya. 26

Smythe membagi tiga hal yang bisa digunakan sebagai patokan untuk

mengidentifikasi karakteristik suatu industri media, yaitu:27

(1) Customer Requirements, (Merujuk kepada harapan konsumen tentang

produk yang mencangkup aspek kualitas, diversitas, dan ketersediaan).

(2) Competitive Environment, (lingkungan pesaing yang dihadapi oleh

perusahaan).

(3) Social Expectation, (Berhubungan dengan tingkat harapan masyarakat

terhadap keberadaan industri).

Pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan persaingan di

Industri penyiaran melalui adanya regulasi lisensi kepemilikan dan

26

Rahcmat Kriyantono, Tekhnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), Edisi Pertama, h. 272.

27

(48)

kepemilikan silang di industri penyiaran dengan tujuan untuk membatasi

konsentrasi (concentration) dan kekuatan pasar (market power)28. Care

yang paling umum untuk mengetahui kemungkinan adanya tindakan anti

persaingan dalam perekonomian adalah dengan melihat tingkat

konsentrasi industri. Industri yang terkonsentrasi tinggi akan memudahkan

perusahaan-perusahaan untuk melakukan kolusi dengan memanfaatkan

kekuatan pasar untuk keuntungan mereka. Meskipun demikian,

konsentrasi yang tinggi bukan merupakan faktor utama atau pun

keharusan yang menyebabkan timbulnya tindakan yang anti persaingan.

Konsentrasi dapat muncul karena perusahaan yang tidak efisien telah

terpaksa keluar dari pasar dan muncul perusahaan yang efisien atau pada

industri padat modal.29

2. Persaingan (Kompetisi) di Industri Penyiaran Televisi

Pasar di industri penyiaran televisi dapat dibedakan menurut bentuk

penyiaran itu sendiri. Jelas radio merupakan subtitusi yang lemah bagi

free-to-air television atau stasiun televisi swasta25.

Share pasar merupakan salah satu aspek yang diperhatikan untuk

mengatur strategi perusahaan dalam meraih keberhasilan. Keberhasilan

sebuah perusahaan biasanya ditunjukkan dengan profit yang diperoleh,

28

Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, (New Jersey: Prentice Hall, 1993), h. 82.

29

(49)

harga saham yang menguat (bagi perusahaan yang telah go public) serta

seberapa besar share pasar perusahaan tersebut dalam industri.

Konsentrasi pasar merupakan penjumlahan pasar dari

perusahaan-perusahaan terbesar, biasanya merupakan penjumlahan dari 4 share pasar

perusahaan terbesar.30 Studi empiris yang dilakukan oleh Bain memperlihatkan adanya hubungan yang positif antara kondisi entry dan

konsentrasi pasar terhadap kekuatan pasar sehingga semakin tinggi

konsentrasi pasar, maka semakin sulit bagi pendatang baru untuk

memasuki pasar. Akibatnya kekuatan pasar akan semakin besar.

3. Faktor-Faktor Penentu Struktur Pasar di Suatu Industri

Bahwa dalam meningkatkan struktur pasar suatu industri dapat

diamati melalui:31 a. Jumlah perusahaan

b. Kondisi entry

c. Ukuran/ besarnya perusahaan

Dalam pasar persaingan sempurna, terdapat banyak penjual dan

pembeli, sehingga tak satu pun dari mereka mampu mepengaruhi harga.

Kondisi pasar persaingan sempurna akan memberikan tingkat persaingan

yang efisien dalam industri. Di sisi lain, pada pasar yang bersifat

monopoli, hanya terdapat satu penjual43 yang memiliki kekuatan pasar

30

Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, h. 113. 31

(50)

untuk menentukan berapa jumlah output dan harga yang akan dilempar ke

pasar.

Beberapa faktor yang menjadi sumber terjadinya konsentrasi industri:

a. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi pada satu sisi berguna untuk meningkatkan,

efisiensi, tetapi di sisi lain menyebabkan tidak semua pengusaha dapat

menguasainya untuk mencapai kinerja yang efisien sehingga

muncul akumulasi modal dan kekayaan di tangan beberapa

orang atau kelompok.

b. Merger

Merger akan menyebabkan peningkatan kekuatan pasar yang

berpotensi mengurangi persaingan sehingga merger harus dibatasi.

Pembatasan merger biasanya didasarkan pada ukuran konsentrasi

(kekuatan pasar yang besar akan menyebabkan perusahaan tersebut

dalam posisi dominan).

4. Jenis Struktur Industri

Struktur industri oleh para ekonom sering diidentikkan dengan

struktur pasar, yang dikategorikan ke dalam jenis pasar berdasarkan

kriteria tertentu. Kriteria yang sering dipakai antara lain berdasarkan

faktor-faktor yang menentukan struktur pasar seperti ukuran dan distribusi

(51)

Indikator untuk mengkategorikan masing-masing pasar ke dalam

jenis-jenis pasar adaiah jumlah penjual dan pembeli, kondisi entry dan exit,

keragaman produk (barang atau jasa) yang dihasilkan, kondisi informasi

serta kemampuan (penjual atau pembeli) untuk mempengaruhi tingkat

harga.

5. Karakteristik dan Kekuatan Struktur Pasar Media

Ada 4 karakteristik utama dari pasar persaingan sempurna yaitu

(Rahardja dan Manurung, 1999: 209-210):

a. Terdapat banyak penjual dan pembeli dan penjual serta pembeli tidak

dapat mempengaruhi tingkat harga (price taker).

b. Produk homogen

c. Bebas dan mudah keluar masuk pasar, yang berarti asset yang

dibutuhkan dalam kegiatan operasi bukan bersifat sunk. Dengan begitu

jika sebuah perusahaan bermaksud untuk menutup usahanya, maka

perusahaan tersebut dapat menjual kembali assetnya tanpa ada modal

yang hilang.

d. Terdapat pengetahuan yang lengkap dan sempurna sehingga

perusahaan mengetahui teknologi yang ada serta Penjual dan pembeli

tahu tingkat harga yang terjadi di pasar.

Kekuatan pasar mempunyai kemampuan mempengaruhi harga oleh

(52)

berbeda-beda di seluruh perusahaan serta mempengaruhi kesejahteraan

konsumen dan produsen yang hal ini dapat dibatasi oleh pemerintah.

Adapun kekuatan struktur pasar di bagi menjadi 4, yaitu:

a. Struktur Pasar Persaingan Monopolistik (Monopolistic Competion)

Terdapat banyak penjual dan pembeli. Setiap perusahaan

menghadapi persaingan dari banyak perusahaan lainnya di pasar

persaingan monopolistik (Sheperd, 1990: 75). Pada struktur pasar ini

dikenal adanya diferensiasi produk sehingga konsumen dapat memilih

produk (di antara yang ditawarkan oleh konsumen) sesuai dengan

preferensinya. Model pasar ini mengakui adanya kekuasaan monopoli,

tertentu yang timbul dari penggunaan merk dan tanda dagang

(brandnames dan Trademarks).

Bahwa suatu pasar yang bersaing secara monopolistik mempunyai

dua karakteristik utama, yaitu: (1) Perusahaan-perusahaan bersaing

dengan menjual produk-produk yang telah terdiferensiasi, yang sangat

dapat digantikan oleh satu sama lain tetapi bukan pengganti yang

sempurna dan (2) Adanya kemungkinan untuk masuk dan keluar

secara bebas: hal ini relatif mudah bagi perusahaan-perusahaan baru

untuk memasuki pasar tersebut dengan mereknya sendiri dan bagi

perusahaan-perusahaan yang sudah ada untuk keluar jika produknya

Gambar

GAMBARAN UMUM MEDIA NUSANTARA CITRA
Tabel 1 Struktur Organisasi MNC Tahun 2009
Tabel 3 5 TOP PROGRAM DENGAN PENGELUARAN OLEH IKLAN –
Tabel 4 5 TOP PROGRAM DENGAN PENGELUARAN OLEH IKLAN –
+7

Referensi

Dokumen terkait

Munculnya Insan Kamil dalam pandangan Iqbal, menuntut untuk mengetahui tokoh sufi yang punya gagasan tentang manusia sempurna (insan kamil), karena dengan mengetahui

Hal ini disebabkan teripang pasir memiliki faktor regenerasi sel (cell growth factor), yang mampu merangsang regenerasi untuk pemulihan sel atau jaringan tubuh yang

Hal ini menunjukkan bahwa metode SDUV dengan teknik zero-crossing dapat digunakan untuk analisis simultan kadar kafein dan B 6 dalam minuman berenergi tanpa. adanya

Penentuan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Metode Full Costing pada Pembuatan Etalase Kaca dan Alumunium di UD.. Istana Alumunium

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra. © Deri Eka Firmansyah 2015 Universitas

monitoring dan evaluasi keberhasilan pembangunan - Menyediakan data rinci tentang kesejahteraan anggota rumah tangga seperti sosial budaya (penyandang masalah kesejahteraan

Oleh sebab itu perlu diadakannya analisis kelayakan yang matang untuk mengembangkan usaha baik dalam aspek finansial maupun aspek non finansial agar hasilnya dapat