• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN USIA MUDA PEREMPUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN USIA MUDA PEREMPUAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN USIA MUDA PEREMPUAN

DESA SUMBERDANTI KECAMATAN SUKOWONO KABUPATEN JEMBER

Rani Fitrianingsih, Sri Wahyuni, Hety Mustika Ani Program Studi Pendidikan Ekonomi, Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember (UNEJ)

Jln. Kalimantan 37, Jember 68121 E-mail: Sri280557@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang wanita yang umur keduanya masih dibawah batasan minimum yang diatur oleh Undang-Undang. Salah satu desa yang masyarakatnya masih banyak yang melakukan pernikahan pada usia muda yaitu Desa Sumberdanti Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Dari hasil wawancara awal dengan beberapa informan di Desa Sumberdanti, penyebab pernikahan usia muda perempuan didesa ini adalah kebiasaan atau tradisi yang sulit untuk ditinggalkan yaitu perjodohan. Hal ini terjadi dikarenakan masih adanya pandangan masyarakat desa apabila anak perempuan tidak segera dinikahkan, mereka akan menjadi perawan tua dan tidak akan laku. Hal ini yang mendorong kebanyakan orang tua di desa menikahkan anak perempuan mereka diusia yang relatif muda. Selain itu, orang tua menikahkan anak perempuan pada usia muda dengan alasan segera dinikahkan agar bisa lepas dari tanggungan orang tua. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat mengetahui faktor-faktor penyebab maraknya pernikahan usia muda perempuan Desa Sumberdanti. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Penentuan tempat penelitian menggunakan metode purposive sampling yaitu perempuan yang menikah pada usia 14-16 tahun di Desa Sumberdanti. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi, wawancara mendalam

(indept interview) dan dokumentasi. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif meliputi proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan pengecekan data. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa faktor-faktor penyebab pernikahan usia muda perempuan Desa Sumberdanti antara lain faktor budaya, faktor rendahnya tingkat pendidikan serta faktor rendahnya tingkat ekonomi. Faktor budaya yang masih berkembang di Desa Sumberdanti menjadi sebuah kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan oleh masyakat.

Kata kunci: Faktor, Pernikahan, Usia Muda, Perempuan Desa

THE FACTORS THAT CAUSE THE MARRIAGE YOUNG AGE VILLAGE WOMEN SUMBERDANTI IN SUKOWONO DISTRICT JEMBER

Rani Fitrianingsih, Sri Wahyuni, Hety Mustika Ani5] Economics Education Program, Sosial Science Major

The Faculty of Teacher Training and Education, Jember University (UNEJ) Jln. Kalimantan 37, Jember 68121

E-mail: Sri280557@yahoo.co.id

ABSTRACT

Marriage a young age is a marriage performed by a man and a woman whose age are both still below the minimum limit set by the Act. Although it has been described the child's age limit can be married in accordance with the Law on marriage, there are still many parents in rural areas girls marry at the age of 14-16 years. From preliminary interviews with several informants in the village Sumberdanti, marriage causes young women of this village is a difficult habit or tradition to be abandoned is match making. This occurs because of the persistence of the view of rural communities where girls are not married soon, they will become an old maid and will not be sold. This led many parents in the village to marry their daughters relatively young age. In addition, parents marry off girls at a young age by reason soon be married in order to escape from the responsibility of parents. The benefits of this study was able to determine the factors causing the rise of young female marriage age Sumberdanti village. This study includes qualitative research. The determination of research using purposive sampling method of married women in the age of 14-16 years in the village of Sumberdanti. Collecting data in this study using the method of observation, in-depth interviews (indept interview), and documentation. The analysis used in this research is qualitative descriptive analysis includes data collection, data reduction, data presentation, drawing conclusions and checking data. From the results of this research is that the factors that cause young age marriage Sumberdanti village women include cultural factors, the causes of low levels of education and low levels of economic factors.

(2)

PENDAHULUAN

Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk sebuah keluarga yang akan dapat dilanjutkan dengan memiliki keturunan. Pernikahan juga perlu persiapan matang dalam memasuki jenjang pernikahan. Tidak hanya persiapan materi maupun fisik namun juga persiapan mental. Sehubungan dengan hal tersebut ada batasan usia minimal seseorang untuk melangsungkan pernikahan telah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 bab II pasal 7 ayat 1. Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 tahun. Selebihnya perkawinan dilakukan dibawah batas minimal ini disebut pernikahan dini.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan tersebut tidak memberikan banyak pengaruh pada penekanan keberlangsungan pernikahan usia muda di Desa Sumberdanti Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember ini. Pernikahan muda yang terjadi masyarakat telah menjadi kebiasaan atau tradisi yang sulit untuk ditinggalkan. Apabila anak perempuan tidak segera dinikahkan,mereka akan menjadi perawan tua dan tidak akan laku. Hal ini yang mendorong kebanyakan orang tua di desa menikahkan anak perempuan mereka diusia yang relatif muda.

Meskipun secara ideal seseorang memasuki jenjang pernikahan pada usia dewasa namun kenyataannya banyak ditemui terutama di pedesaan pasangan suami istri berusia muda yang sebenarnya belum siap secara fisik maupun psikis dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Orang tua menikahkan anak perempuan pada usia muda dengan alasan apabila segera dinikahkan, orang tua bisa lepas dari tanggungan. Terkadang orang tua memiliki pilihan sendiri dimana pilihan orang tua dinilai pantas dan layak untuk dinikahkan dengan anaknya. Meskipun tanpa sepengetahuan anaknya, para orang tua menetapkan calon untuk anaknya berdasarkan hubungan kekeluargaan, hubungan emosional, ataupun usaha bersama menjadi kelayakan dalam pernikahan bukan batasan untuk melakukan pernikahan.

Faktor-faktor yang ada membentuk tingkah laku menikah muda sebagai hal yang wajar pada masyarakat pedesaan. Alasan menikahkan anak perempuan pada usia muda akan mengurangi beban ekonomi keluarga karena pada saat anak perempuannya menikah, mereka sudah menjadi tanggung jawab suaminya. Hal tersebut tidak berbeda jauh dengan keadaan yang terjadi di salah satu pedesaan yang terdapat di Pulau Jawa. Tepatnya di Desa Sumberdanti Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Desa ini termasuk dalam desa yang masih melakukan pernikahan usia muda, mayoritas anak perempuan di desa ini menikah di usia 14-16 tahun dan memiliki anak. Melihat rentang usia tersebut termasuk usia sekolah. Namun bagi mayoritas masyarakat Desa Sumberdanti tradisi tersebut merupakan tradisi turun-temurun nenek moyang yang menikahkan anak perempuan pada usia sekolah. Penanganan pernikahan pada usia muda sebenarnya sudah lama dilakukan oleh pemerintah, salah satu diantaranya adalah melalui pembatasan usia pernikahan.

Seperti halnya budaya atau tradisi menikah muda dianggap sebagai harga diri keluarga dan keluarga perempuan akan jatuh harga dirinya apabila menikahkan anak perempuannya di usia tua sehingga takut tidak memiliki pasangan. Seperti yang diungkapkan oleh HN yang menikah pada usia muda.

...Saya dulu menikah di usia 14 tahun mbak, saya menikah kira-kira setelah saya lulus SD. Orang tua saya memasukkan saya ke pondok pesantren setahun setelah mondok, saya dijodohkan oleh orang tua saya dan saya menikah serta sekarang saya memiliki anak mbak. Sebenarnya ada keinginan untuk melanjutkan sekolah tapi orang tua saya lebih menginginkan saya untuk menikah. Biaya juga tidak ada untuk sekolah apalagi bapak saya dulu tidak sekolah mbak ...”(HN, 19th)

Dari pernyataan HN di atas dapat diketahui bahwa orang tua HN masih berpegang teguh pada kepercayaan nenek moyang. Kekompakan orang tua di dalam mengambil keputusan untuk menikahkan anak perempuannya melahirkan sebuah keputusan yang menyebabkan anak perempuan di Desa Sumberdanti tidak dapat memilih. Kendala biaya juga menjadi penyebab HN tidak dapat melanjutkan pendidikannya. Selain itu, HN juga mengemukakan bahwa dulu orang tuanya tidak sekolah.

Namun perempuan di desa yang menikah pada usia muda tidak tahu apa tujuan dari pernikahan karena mereka belum siap untuk melakukan pernikahan. Mereka hanya mengikuti keputusan dari orang tua meskipun pada kenyataannya mereka ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Kebanyakan orang tua di Desa Sumberdanti mengambil keputusan sepihak. Mereka tidak bermusyawarah dengan anak perempuannya tentang siapa calon suaminya, mereka menganggap bahwa anak adalah hak orang tua jadi orang tua yang menentukan dengan siapa anak mereka harus dinikahkan.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh orang tua dari HN yakni HW, 44 tahun mengenai alasannya menikahkan HN pada usia yang relatif muda.

...Saya menikahkan anak saya bukan karena apa mbak. Anak saya sudah perawan sudah besar sudah saya lulus SD dan saya masukkan ke Pondok Pesantren. Nunggu apalagi kalau tidak saya nikahkan. Kalau dinikahkan terlalu tua takut tidak laku mbak. Mbak tahu orang didesa ini mbak. Selain itu saya tidak punya biaya kalau meneruskan sekolah SMP yang sekarang biayanya mahal apalagi SMP jauh. Jadi saya nikahkan saja... (HW, 44th)

(3)

Dari pernyataan diatas dapat diketahui alasan orang tua menikahkan anaknya pada usia muda. Mereka takut anak-anaknya menjadi perawan tua apabila tidak segera dinikahkan. Alasan biaya juga menjadi alasan mereka tidak dapat menyekolahkan anak perempuannya. Tidak menutup kemungkinan juga, pernikahan yang terjadi karena paksaan dari orang tua.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh salah satu staf KUA Kecamatan Sukowono mengenai pernikahan padaa usia muda. Berikut hasil wawancara dengan staf KUA tersebut.

...Pernikahan di Desa Sumberdanti untuk tahun kemarin lumayan banyak mbak dibandingkan dengan desa lain di Kecamatan Sukowono yang berkisar antara 15-20 orang pertahun mbak berbeda jauh dengan pernikahan yang berlangsung di Desa Sumberdanti untuk tahun 2013 kemarin berkisar 45 orang dan kemungkinan untuk tahun 2014 ini akan bertambah. Hal ini juga dipengaruhi oleh keinginan orang tua untuk segera menikahkan anak perempuan mereka pada rentang usia 14-16 tahun dengan syarat mendapatkan dispensasi dari Pengadilan agama Kabupaten Jember mbak. Faktor lainnya karena orang tua di sana takut anaknya menjadi perawan tua atau tak pajuh lakeh (tidak laku) tidak hanya itu mbak rata-rata mereka yang menikahkan anaknya pada usia muda memiliki pendidikan rendah alasan lainnya adalah mereka masih terkendala biaya...”(HA, 35th)

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti memutuskan melakukan penelitian dengan judul:

Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Muda Perempuan Desa Sumberdanti Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu terkait dengan faktor-faktor penyebab pernikahan usia muda perempuan Desa Sumberdanti Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Peneliti menggunakan metode Purposive Area yaitu di Desa Sumberdanti Kabupaten Jember untuk lokasi penelitian. Untuk penentuan subjek penelitian menggunakan metode Purposive Sampling yaitu perempuan yang menikah pada rentang usia 14-16 tahun dan pendidikan terakhir SD sebagai subjek penelitian pada penelitian ini. Metode pengumpulan data yang akan digunakan antara lain adalah metode wawancara, metode observasi, dan metode dokumen. Data-data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif, melalui reduksi data, penyajian data dengan disajikan dalam bentuk narasi, dan tabel dari sekumpulan data informasi tersusun agar lebih dipahami dan bermakna.

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

Banyak faktor yang menyebabkan pernikahan usia muda terjadi dipedesaan. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, faktor yang menyebabkan pernikahan usia muda dipedesaan antara lain budaya, rendahnya tingkat pendidikan serta rendahnya tingkat ekonomi. Jika kita tinjau dalam masalah perkawinan, ada beberapa daerah di Indonesia yang membudayakan perkawinan usia muda dikarenakan oleh alasan-alasan tertentu misalnya perkawianan usia muda terjadi karena orang tua takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dinikahkan, orang tua memilih untuk menjodohkan anak perempuan mereka. Budaya yang seperti ini dapat memberi dampak negatif kepada kita karena bisa menyebabkan bertambah banyaknya perkawinan di usia muda. Keadaan ini tentunya tidak lepas dari kondisi yang membentuk pola kehidupan mereka yang diwarisi secara turun-temurun, yang memandang proses kehidupan itu tidak lebih dari sesuatu yang bersifat rutinitas. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, beberapa responden mengemukakan alasan menikah dan menikahkan anak perempuannya pada usia muda. Berikut hasil wawancara dengan salah satu subjek penelitian.

Saya dulu menikah usia 15 tahun Mbak dan pernikahan saya merupakan hasil perjodohan oleh orang tua. Saya menikah lulus SMP langsung dijodohkan oleh orang tua Mbak daripada jadi omongan orang dan dianggap tidak laku jadi saya memilih untuk dinikahkan saja...(F, 25th)

Berdasarkan hasil wawancara dengan F dapat diketahui tradisi atau kebiasaan menjodohkan anak dalam pernikahan merupakan hal yang wajar. F menikah pada usia yang sangat muda yaitu 15 tahun. F dan orang tuanya masih berpikiran apabila tidak segera menikah, F akan menjadi bahan omongan orang lain dan dianggap tidak laku apabila tidak segera menikah

(4)

pedagang dipasar dan lain-lain. Hal tersebut yang menjadi penyebab orang tua menikahkan anak perempuannya diusia remaja. Orang tua menganggap bahwa apabila anak perempuan mereka telah menikah maka beban dalam keluarga akan berkurang karena anaknya telah memiliki suami yang akan bertanggung jawab terhadap kehidupan anak perempuannya.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, faktor penyebab maraknya pernikahan usia muda yang terjadi di Desa Sumberdanti salah satunya adalah faktor kemiskinan. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara dengan F yang merupakan subjek penelitian I yang melakukan pernikahan pada usia muda. Berikut hasil wawancara dengan F.

Saya dulu manut saja waktu dijodohkan Mbak, sebenarnya saya ingin melanjutkan sekolah tapi karena keterbatasan biaya Mbak...(F, 25th)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui alasan F menikah pada usia muda dilatarbelakangi karena adanya keterbatasan biaya. Keterbatasan biaya disini merupakan indikator penyebab kemiskinan. Keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya terkendala dengan keterbatasan biaya. Hal serupa juga diungkapkan oleh HN. Berikut hasil wawancara dengan HN.

Kalau mau menolak dulu juga saya sungkan dengan Kyai Mbak, saya juga berpikir kalau seandainya saya memilih melanjutkan sekolah lagi pasti butuh biaya sedangkan orang tua tidak punya. Makan saja kadang tidak cukup Mbak apalagi untuk sekolah ...(HN, 20th)

Berdasarkan hasil wawancara dengan HN, HN juga mengemukakan hal yang sama. HN memilih untuk menikah karena keterbatasan biaya. Ketidakmampuan keluarganya untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makan (pangan) menyebabkan tidak adanya investasi untuk masa depan terutama dalam bidang pendidikan. Hal tersebut memberikan asumsi biaya pendidikan yang mahal serta ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari memaksa HN mengikuti keadaan dan guna mengurangi beban orang tua, HN memilih untuk dijodohkan dengan harapan dapat mengurangi beban ekonomi orang tuanya. Beberapa subjek penelitian juga mengemukakan alasan yang sama mengenai alasan mereka memilih menikah pada usia muda. Berikut hasil wawancara dengan HK.

Selain itu saya masih ada keinginan untuk melanjutkan sekolah. Namun orang tua saya tidak ada biaya untuk menyekolahkan saya lagi. Sempat orang tua terutama ibu bilang sama saya bahwa buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau pada akhirnya saya didapur saja nantinya… (HK, 18th)

Berdasarkan hasil wawancara dengan HK dapat diketahui alasan HK menikah pada usia muda tidak jauh berbeda dengan alasan yang dikemukakan oleh subjek sebelumnya, faktor biaya masih menjadi kendala bagi mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan alasan para orang tua menikahkan anak perempuannya pada usia muda. Seperti yang dikemukakan oleh HW.

Mbak tahu orang didesa ini mbak. Selain itu saya tidak punya biaya kalau meneruskan sekolah SMP yang sekarang biayanya mahal apalagi SMP jauh. Jadi saya nikahkan saja... (HW, 45th)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu HW dapat diketahui alasan Ibu HW menikahkan anak HN dan HK pada usia muda dengan alasan keterbatasan biaya. Ibu HW mengemukakan alasan biaya sekolah yang mahal menjadi kendala bagi Ibu HW untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang berikutnya. Selain itu akses menuju ke sekolah juga dirasa jauh. Hal yang sama juga dikemukan oleh Ibu HM yang merupakan orang tua dari F. Berikut hasil wawancara dengan Ibu HM.

Kalau mau sekolah lagi saya tidak punya biaya Mbak apalagi sekolahnya juga jauh Mbak pasti harus tambah biaya lagi sedangkan pekerjaan saya dan suami juga tidak menentu. Penghasilan juga pas-pasan Mbak jadi tidak cukup, apalagi saya sama suami cuma lulusan SD jadi mau kerja apa Mbak. Tanggungan juga banyak ngurusi 3 anak tapi saya bersyukur yang 2 sudah menikah tinggal yang terakhir saja belum… (HM, 53th)

(5)

tidak untuk biaya pendidikan. Hal tersebut dikemukakan oleh salah satu informan. Berikut hasil wawancara dengan informan tersebut.

Saya memikirkan orang tua kalau saya harus sekolah lagi dan orang tua harus mengeluarkan biaya lagi. Saya juga tidak bekerja hanya dirumah saja jadi daripada jadi omongan orang dan dianggap tidak laku jadi saya memilih untuk dinikahkan saja...(F, 25th)

Dari hasil wawancara dapat diketahui alasan F menikah pada usia muda karena F memikirkan masalah biaya yang harus dikeluarkan ketika F harus melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya. Dari pernyataan F bias diketahui maasalah ekonomi terutama dalam pembiayaan maupun investasi untuk pendidikan. Hal yang sama dikemukakan oleh orang tua dari F. Berikut hasil wawancara dengan orang tua F.

Kalau mau sekolah lagi saya tidak punya biaya Mbak apalagi sekolahnya juga jauh Mbak pasti harus tambah biaya lagi sedangkan pekerjaan saya dan suami juga tidak menentu. Penghasilan juga pas-pasan Mbak jadi tidak cukup, apalagi saya sama suami Cuma lulusan SD jadi mau kerja apa Mbak. Tanggungan juga banyak... (HM, 53th)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu HM yang merupakan orang tua dari F dapat diketahui bahwa permasalahan ekonomi, biaya hidup serta biaya pendidikan maasih menjadi kendala HM untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Pekerjaan orang tua F juga tidak menentu menyebabkan pemenuhan akan kebutuhan dasar seperti pangan juga belum terpenuhi begitu juga dengan masalah pembiayaan pendidikan, Ibu HM menyatakan tidak mampu apabila harus mengeluarkan biaya untuk pendidikan bagi anak perempuannya. Rendahnya tingkat ekonomi dalam keluarga menjadi kendala anak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. HN berpikir apabila melanjutkan sekolah lagi tentunya HN akan menjadi bebang bagi orang tuanya. Hal ini dapat diketahui dari pernyataan HN yang menyatakan apabila HN melanjutkan sekolah lagi tentunya bisaya yang nantinya akan dikeluarkan besar maka dari itu HN memilih untuk menikah pada usia muda. Ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan yang pas-pasan merupakan salah satu indikator rendahnya tingkat ekonomi keluarga yang tentunya menyebabkan tidak adanya jaminan investasi pendidikan bagi anak dalam keluarga HN. M juga mengemukakan hal yang sama dengan SN. Berikut hasil wawancara dengan M.

Saya masih punya keinginan untuk sekolah tapi orang tua saya beralasan tidak punya uang. Sebulan setelah itu Tumpengan (lamaran) Mbak, 3 bulan kemudian saya menikah dengan orang itu maksud saya sama akang... (M, 20th)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui permasalahan biaya masih menjadi kendala untuk melanjutkan pendidikan.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, pernikahan usia muda perempuan di Desa Sumberdanti disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang menjadi penyebab pernikahan usia muda masih terjadi didesa ini antara lain:

Faktor pertama, yang menjadi penyebab pernikahan usia muda perempuan di Desa Sumberdanti adalah faktor budaya. Berdasarkan keterangan dari informan, beberapa informan menikah pada usia muda karena masih mengikuti tradisi menikah pada usia muda. Beberapa orang tua informan juga masih berpikiran bahwa apabila anak mereka terutama perempuan mengalami perubahan yang signifikan dari bentuk badan maka anak perempuan mereka harus segera dinikahkan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Jayadiningrat (dalam Suparman, 2000: 45) mengemukakan bahwa salah satu penyebab utama terjadinya pernikahan usia muda disebabkan karena tidak adanya pengertian mengenai pernikahan serta adanya tradisi yang masih berkembang dalam masyarakat akibatnya pernikahan usia muda perempuan di Desa Sumberdanti masih marak terjadi. Pernikahan usia muda di desa ini dianggap sebagai hal yang biasa.

(6)

2. Adanya anggapan dalam masyarakat bahwa anak perempuan yang telah berusia remaja dan belum menikah akan dianggap perawan tua dan tidak laku.

Faktor kedua adalah faktor rendahnya tingkat pendidikan. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh beberapa informan. Tingkat pendidikan informan yang rata-rata hanya lulusan tingkat SD tentunya juga mempengaruhi pola pikir informan mengenai pentingnya penting. Tingkat pendidikan informan yang rata-rata hanya lulusan SD masih belum paham mengenai makna pernikahan itu sendiri. Pendidikan yang merupakan segala upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga dapat melakukan perilaku yang diharapkan pelaku pendidikan dapat dilaksanakan (Soekidjo Notoadmijo dalam T.O Ihromi, 2003: 16) masih belum dilaksanakan sepenuhnya oleh informan di Desa Sumberdanti. Pendidikan informan yang rendah menumbuhkan persepsi mengenai tidak terlalu pentingnya pendidikan khususnya bagi anak perempuan karena pada akhirnya akan kembali ke dapur juga dan menjadi ibu rumah tangga. Orang tua di Desa Sumberdanti memilih memasukkan anak perempuannya ke pesantren lalu dengan pemikiran ilmu agama lebih penting daripada pendidikan disekolah formal. Hal ini yang menjadi penyebab rendahnya motivasi dan keinginan orang tua memberikan pendidikan kepada anak perempuannya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan, informan menikah pada usia muda karena mereka sudah tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya kalaupun ingin melanjutkan, mereka terganjal oleh biaya serta terlanjur dijodohkan oleh orang tua, rendahnya tingkat pendidikan orang tua dan anak perempuan dalam keluarga menyebabkan mereka menikah pada usia muda.

Faktor terakhir yang menjadi penyebab maraknya pernikahan usia muda perempuan didesa ini adalah faktor ekonomi. Tingkat pendapatan rendah serta jenis mata pencaharian orang tua memaksa informan menikah pada usia muda dengan harapan dapat mengurangi beban keluarga. Sejalan dengan pemikiran orang tua mereka yang menganggap apabila anak perempuannya menikah maka beban dan tanggung jawab mereka sebagai orang tua lepas karena anak perempuannya telah memiliki suami yang akan bertanggung jawab terhadap kehidupan anak perempuannya. Namun pada kenyataannya, beberapa orang tua informan mengemukakan bahwa apa yang mereka harapkan tidak terjadi. Orang tua terkadang masih membantu perekonomian anak perempuan mereka karena tingkat pendapatan yang diterima oleh suami anak perempuannya rendah dan tidak menentu.

Menurut Kasmiati (suarantb.com) mengemukakan bahwa dalam lapisan masyarakat tertentu, pernikahan usia muda yang akhirnya menjadi budaya akan selalu dibarengi oleh persoalan-persoalan ekonomi seperti rendahnya tingkat pendapatan karena tidak menentunya pekerjaan suami sebagai kepala rumah tangga. Akibatnya beberapa informan masih bergantung pada orang tuanya.

Berdasarkan hasil temuan penelitian tersebut, maka hipotesis yang mengatakan bahwa budaya, rendahnya tingkat pendidikan serta rendahnya tingkat ekonomi memang menjadi faktor penyebab pernikahan usia muda perempuan di Desa Sumberdanti Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pernikahan usia muda perempuan Desa Sumberdanti Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember terpenuhi.

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian tentang faktor-faktor penyebab pernikahan usia muda perempuan Desa Sumberdanti Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember, dari penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa pernikahan usia muda di desa ini, dilatarbelakangi oleh faktor budaya, rendahnya tingkat pendidikan dan rendahnya tingkat ekonomi yang ada di Desa Sumberdanti. Selain itu alasan orang tua yang menikahkan anaknya pada usia muda merasa tidak akan memiliki tanggungan apabila anak perempuannya segera dinikahkan. Serta pemikiran bahwa anak perempuan tidak perlu mendapatkan pendidikan tinggi karena pada akhirnya mereka akan kembali ke dapur juga.

Masyarakat Desa Sumberdanti menganggap pernikahan usia muda sebagai hal yang wajar dan lumrah. Selain itu masih ada anggapan apabila anak perempuan tidak segera dinikahkan, mereka tidak akan laku dan menjadi perawan tua. Disini faktor budaya bukan menjadi satu-satunya alasan perempuan dan orang tua melakukan pernikahan usia muda namun juga disebabkan oleh beberapa faktor yang telah disebutkan di atas.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Hendaknya pemerintah memperhatikan pendidikan di pedesaan agar masyarakat desa memiliki kesadaran terhadap pentingnya pendidikan. Selain itu masyarakat desa bisa memperbaiki keadaan ekonomi serta kualitas SDM dengan pendidikan.

2. Orang tua di pedesaan cenderung terpengaruh oleh lingkungan sosial serta tradisi yang berkembang dilingkungan. Dalam hal ini orang tua menikahkan anak perempuannya diusia yang relatif muda. Seharusnya mereka mengindahkan Undang-Undang perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 7 ayat 2. Setidaknya hal ini dapat mengurangi angka pernikahan usia muda di pedesaan.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Haryanto, Ariel. 2000. Budaya Populer di Indonesia. Jakarta: Jalasutra.

[2] Ihromi, T.O. 2004. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia [3] Pasal 7 Ayat (1) UU No.1 Tahun 74. Batas Umur Pernikahan: Permata

[4] Suparman. Eman 2001. Upaya Mencegah Kebiasaan Kawin Muda Di Kalangan Remaja di Pedesaan.

Referensi

Dokumen terkait

Mereka yang menikah dini merasa menyesal menikah di usia tersebut karena di usia mereka yang muda, mereka masih ingin menikmati masa muda sehingga 81,25% yang menikah dini

Mereka yang menikah dini merasa menyesal menikah di usia tersebut karena di usia mereka yang muda, mereka masih ingin menikmati masa muda sehingga 81,25% yang menikah dini

Wanita yang menikah muda dianggap hal yang wajar dikalangan masyarakat, wanita di dusun ini masih dijumpai wanita yang menikah saat usia 15 tahun keatas, walaupun

Mereka yang menikah dini merasa menyesal menikah di usia tersebut karena di usia mereka yang muda, mereka masih ingin menikmati masa muda sehingga 81,25% yang menikah dini

Yang dimaksud dengan pernikahan usia muda dalam penelitian ini adalah. ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai

Hasil penelitian yang diperoleh dari analisis cluster terhadap pernikahan usia muda di Kabupaten Probolinggo yaitu bahwa variabel psikologi memiliki pengaruh yang

Tidak dapat dipungkiri pernikahan usia muda berdampak positif. Usia sebenarnya bukan patokan untuk menentukan kesiapan pasangan untuk menikah tetapi harus dilihat

Di Desa Nggulanggula Kecamatan Siompu, dalam melakukan wawancara penelitian dengan orangtua yang menikahkan anaknya di usia dini, mereka berpatokan pada pendidikan mereka dahulu yang