• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi adaptasi kelompok musik gambang kromong dalam menghadapi perubahan sosial (Studi Kasus kelompok musik gambang kromong Mustika Forkabi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi adaptasi kelompok musik gambang kromong dalam menghadapi perubahan sosial (Studi Kasus kelompok musik gambang kromong Mustika Forkabi)"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN SOSIAL

( Studi Kasus Kelompok Musik Gambang Kromong

Mustika Forkabi)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)

Oleh

Rizkiyah Hasanah NIM: 106032201121

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 23 Mei 2012

(5)

i

Rizkiyah Hasanah

Strategi Adaptasi Kelompok Musik Gambang Kromong Dalam Menghadapi Perubahan Sosial ( Studi Kasus Kelompok Musik Gambang Kromong Mustika Forkabi)

Seiring kemajuan zaman, beragam kesenian Betawi kini mulai tergeser karena keberadaan kesenian modern, sehingga kesenian-kesenian tradisional mulai punah dan kurang dilirik oleh generasi muda, yang seharusnya melestarikan kebudayaan nenek moyangnya. Dengan adanya berbagai macam pengaruh, termasuk seperti kemajuan teknologi, maka pelaku Gambang Kromong harus melakukan adaptasi untuk tetap bertahan. Maka, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan strategi adaptasi yang dilakukan kelompok musik Gambang Kromong dalam menghadapi perubahan.

Teori menggunakan pemikiran August Comte dan Piritim Sorokin tentang perubahan sosial. Auguste Comte dan Piritim Sorokin tentang perubahan sosial. Dalam hal ini Comte lebih mengusulkan suatu model linear yang berkulminasi pada munculnya masyarakat positivis, sedangkan Sorokin mengembangkan model siklus perubahan sosial.

Serta menggunakan teori pemikiran Talcott Parsons mengenai adaptasi. Model ini menjelaskan tentang tahapan-tahapan pembangunan dalam sebuah masyarakat, yaitu bermula dari masyarakat tradisional dan diakhiri dengan masyarakat yang memiliki konsumsi tinggi. Dan menggunakan teori Parsons tentang A-G-I-L, (Adaptation, Goal attainment, Integration, latent Pattern Maintenance and tension management. Model ini menjelaskan secara menyeluruh tentang masyarakat dan menjelaskan bagaimana masyarakat dapat bertahan dalam jangka waktu panjang, dalam hal ini adalah kelompok musik Gambang Kromong. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus, dengan metode kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif. Metode kualitatif dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Informan dalam peneltian ini sebanyak 15 orang, terdiri dari 11 orang pemain alat dan tiga penari dan penyayi, dan satu orang pimpinan kelompok musik.

(6)

ii

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., serta shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Rasulullah saw., keluarga dan para sahabatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul, “Strategi Adaptasi Kelompok Musik Gambang Kromong ( studi kasus kelompok musik Gambang Kromong Mustika Forkabi”. Skripsi ini ditulis, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial dalam bidang ilmu sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, seraya memanjatkan puji syukur ke hadiran Allah SWT., dengan penuh ketulusan penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan, kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Bahtiar Efendi MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Jakarta. Bapak Dr. Hendro Prasetyo MA, selaku pembimbing akademik penulis. Bapak Prof. Dr. Yusron Razak MA., selaku dosen pembimbing penulis dan selaku Ketua Jurusan Sosiologi, dan Ibu Iim Halimatusyadiah M.Si., selaku Seketaris Jurusan Sosiologi.

(7)

iii

dalam keperluan literatur untuk penelitian ini. Akhirnya, kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, serta kepada Akbar Syari’ati yang banyak membantu dan turut berperan serta dalam penyelesaian studi ini.

Semoga segala bantuan, dukungan, dan doa yang mereka sumbangkan untuk penulis memperolah ganjaran yang berlipat dari Allah SWT., dan semoga pula bantuan, dukungan, dan doa tersebut dapat bermanfaat bagi penulis. Amin.

Ciputat, 23 Mei 2012

(8)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Pernyataan Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Kajian Teoritis ... 11

G. Metodologi Penelitian ... 23

H. Sistematika Penulisan ... 25

BAB II MUSIK GAMBANG KROMONG DALAM KONTEKS MASYARAKAT BETAWI ... 27

A. Sejarah Singkat Kota Jakarta ... 27

B. Musik-musik Khas Betawi ... 34

1.Tanjidor ... 34

2. Keroncong Tugu ... 35

3. Musik Gambang Rancag ... 35

4. Musik Samrah ... 36

5. Gamelan Ajeng ... 36

6. Gamelan Topeng ... 37

7. Musik Rebana ... 37

a) Rebana Biang ... 38

b) Rebana Ketimpring ... 38

c) Rebana Hadroh ... 39

d) Rebana Ngarak ... 39

(9)

MUSTIKA FORKABI ... 43

A. Musik Gambang Kromong ... 43

1. Susunan Musik Gambang Kromong ... 43

2. Rincian Alat Musik Gambang Kromong ... 44

3. Sistem Nada dan Laras Musik Gambang Kromong ... 46

4. Cara Bermain ... 47

5. Repertoar ... 48

6. Kelengkapan Penyajian Musik Gambang Kromong ... 50

a) Aspek Magis ... 50

b) Kostum ... 51

B. Kelompok Musik Gambang Kromong ... 52

1. Pemimpin Kelompok Musik Gambang Kromong ... 52

2. Pemain Musik Gambang Kromong ... 54

3. Penonton Musik Gambang Kromong ... 55

4. Perias dan Dekorator ... 56

5. Pembinaan Musik Gambang Kromong ... 56

6. Penanggap Musik Gambang Kromong ... 58

7. Profil Pemain Musik Gambang Kromong ... 59

BAB IV STRATEGI ADAPTASI KELOMPOK MUSIK GAMBANG KROMONG DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN ... 65

A. Faktor-faktor Pendukung Kelompok Musik Gambang Kromong .... 66

1. Pembinaan Pemerintah terhadap Kesenian Betawi ... 66

2. Minat Keturunan ... 67

B. Strategi Adaptasi Kelompok Musik Gambang Kromong ... 68

1. Musik Ngamen ke Musik Hajatan ... 70

2. Gambang Kromong Asli ke Gambang Kromong Kombinasi ... 71

(10)
(11)

iv

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Pernyataan Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Kajian Teoritis ... 11

G. Metodologi Penelitian ... 23

H. Sistematika Penulisan ... 25

BAB II MUSIK GAMBANG KROMONG DALAM KONTEKS MASYARAKAT BETAWI ... 27

A. Sejarah Singkat Kota Jakarta ... 27

B. Musik-musik Khas Betawi ... 34

1.Tanjidor ... 34

2. Keroncong Tugu ... 35

3. Musik Gambang Rancag ... 35

4. Musik Samrah ... 36

5. Gamelan Ajeng ... 36

6. Gamelan Topeng ... 37

7. Musik Rebana ... 37

a) Rebana Biang ... 38

b) Rebana Ketimpring ... 38

c) Rebana Hadroh ... 39

d) Rebana Ngarak ... 39

(12)

v

MUSTIKA FORKABI ... 43

A. Musik Gambang Kromong ... 43

1. Susunan Musik Gambang Kromong ... 43

2. Rincian Alat Musik Gambang Kromong ... 44

3. Sistem Nada dan Laras Musik Gambang Kromong ... 46

4. Cara Bermain ... 47

5. Repertoar ... 48

6. Kelengkapan Penyajian Musik Gambang Kromong ... 50

a) Aspek Magis ... 50

b) Kostum ... 51

B. Kelompok Musik Gambang Kromong ... 52

1. Pemimpin Kelompok Musik Gambang Kromong ... 52

2. Pemain Musik Gambang Kromong ... 54

3. Penonton Musik Gambang Kromong ... 55

4. Perias dan Dekorator ... 56

5. Pembinaan Musik Gambang Kromong ... 56

6. Penanggap Musik Gambang Kromong ... 58

7. Profil Pemain Musik Gambang Kromong ... 59

BAB IV STRATEGI ADAPTASI KELOMPOK MUSIK GAMBANG KROMONG DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN ... 65

A. Faktor-faktor Pendukung Kelompok Musik Gambang Kromong .... 66

1. Pembinaan Pemerintah terhadap Kesenian Betawi ... 66

2. Minat Keturunan ... 67

B. Strategi Adaptasi Kelompok Musik Gambang Kromong ... 68

1. Musik Ngamen ke Musik Hajatan ... 70

2. Gambang Kromong Asli ke Gambang Kromong Kombinasi ... 71

(13)

vi

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A.Pernyataan Masalah

Siapa yang tidak senang musik? pada umumnya semua kalangan senang akan musik baik anak-anak, remaja, bahkan orang tua juga menyenangi musik. Musik juga tidak pernah membedakan ras, suku, dan agama. Setiap orang bebas tanpa terikat oleh jarak dan waktu untuk bisa menikmati musik.

Musik itu sifatnya universal, dan pada dasarnya setiap orang menyukai suara yang indah, dalam hal ini nada-nada yang tersusun secara rapi sehingga menghasilkan musik yang enak didengar. Musik juga tidak memilih pendengarnya baik dari lapisan atas, menengah ataupun bawah dan tanpa mengenal strata dan golongan mana berasal, dan secara langsung musik dapat menyatukan dan menjangkau masyarakat.1

Pada dasarnya manusia juga menyukai keindahan, dan musik adalah bagian dari keindahan itu. Bahkan setiap negara, wilayah dan daerah memiliki lagu kebangsaannya sendiri, yang terdiri dari nada-nada yang indah. Melalui lagu dari masing-masing negara, wilayah dan daerah otomatis sebagai rakyatnya akan bangga bila lagu di negara, wilayah, dan daerahnya dikumandangkan di negara orang. Tak jarang pula melalui musik, berbagai penyuluhan dan informasi yang sifatnya persuasi atau ajakan kerap digunakan khususnya di masyarakat pedesaan. Jadi musik kini merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, tanpa musik maka dunia

1

(15)

akan hambar. Dengan musik, kita bisa mengekspresikan diri baik sedih dan senang. Musik milik setiap orang, dan musik berhak dinikmati semua orang.2

Keberadaan dan wujud musik Indonesia serta cara penilaian, dasar dan parameter estetik yang melandasinya, dengan demikian sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang baru. Kedatangan orang atau elemen budaya dari

“luar” atau asing, seperti India, Cina, Arab, Eropa, Jepang dan Amerika

melalui hubungan dagang, agama, dan politik kebeberapa daerah wilayah budaya yang berbeda di Indonesia beserta perangkat nilai dan sistem kepercayaan, sosial, dan kebudayaannya. Selain itu tidak dapat dapat dipungkiri akan terjadinya pergeseran fungsi, dampak dan pengaruh yang cukup signifikan terhadap perkembangan kehidupan budaya kesenian (musik) di Indonesia.3

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki cakupan wilayah geografi dan budaya (musik) yang sangat luas, kaya dan beragam. Bentuk dan karakter musik yang majemuk atau beragam itu tidak terlepas dari situasi dan kondisi geografis serta sejarah pertumbuhan dan perkembangan Indonesia yang panjang dan beragam. Musik cabang kesenian yang menggunakan media suara merupakan bentuk ungkapan perasaan dan nilai kejiwaan manusia yang dianggap paling tua. Musik (seni suara) mulai ada bersamaan dengan lahirnya (peradaban) manusia di bumi. Perkembangannya sangat tergantung dari sikap, pandangan, cara bekerja

2 Henna,”

Mengapa musik adalah jalan yang terbaik untuk menjangkau masyarakat,” artikel

diakses pada 2 Maret 2012 dari

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20071209191029AAlv6Dh.

3

(16)

dan gaya hidup dari para pelaku atau pekerja musik, dengan mempertimbangkan atau pengaruh dari lingkungan alam serta masyarakat pendukungnya dalam hidup beragam, berkeluarga, bermasyarakat dan berpemerintahan.4

Sama halnya pada Kesenian Betawi yang terlahir dari perpaduan berbagai unsur etnis suku bangsa yang ada di Betawi. Seni musik Betawi tidak terhindar dari proses perpaduan itu. Musik Betawi dipengaruhi dari Eropa, Tionghoa, Arab, Melayu, Sunda dan lain-lainnya.5

Kesenian-kesenian Betawi merupakan perpaduan dari Eropa, Tionghoa, Arab, Melayu, Sunda dan lain-lainnya. Pertama kesenian Gambang Rancag. Gambang Rancag sendiri terdiri dari dua unsur, yaitu Gambang dan Rancag. Gambang berarti musik pengiringnya dan Rancag adalah cerita yang dibawakannya dalam bentuk pantun berkait. Umumnya membawakan lakon-lakon jagoan, seperti Si Pitung, Si Jampang, dan Si Angkri. Pantun berkait ini dinyanyikan oleh dua orang bergantian, sama dengan berbalas pantun.6 Contoh:

Ambil simpang asalnya kerang Pasang pelita terang digantung Pasang kuping yatalah biar terang

Di gambang rancag buka rancag jago bang Pitung

Pasang pelita terng digantung Pisang kapok yang mude-mude Buka rancag jago bang Pitung

Segalenye Pitung ngerampog di wetan bagian Marunde”7

4

Mukhlis Paeni, Sejarah Kebudayaan Seni Pertunjukkan dan Seni Media. Edisi 1 (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 3-4.

5

Yahya dan Nurzain, Profil Seni Budaya Betawi (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, 2009), h. 5.

6

Yahya dan Nurzain, Profil Seni Budaya Betawi), h. 8-9. 7

(17)

Kedua Orkes Samrah yang berkembang sejak abad ke-17, Orkes ini berasal dari Melayu. Kata Samrah berasal dari bahasa arab “samarokh” yang berarti berkumpul atau berpesta dan santai. Kata “samarokh” oleh

orang Betawi diucapkan menjadi “samrah” atau “sambrah”. Dalam kesenian Betawi, samrah menjadi orkes samrah dan tonil samrah serta tari samrah.8

Ketiga, Keroncong Tugu yang merupakan perpaduan dari Portugis-Arab. Keroncong Tugu dahulu sering disebut Cafrinho Tugu. Orang-orang keturunan Portugis (mestizo) telah memainkan musik ini sejak tahun 1661. Ketika itu masih disebut keroncong asli. Karena musik ini diperkenalkan oleh keturunan Portugis, jenis iramanya dipengaruhi unsur kesenian bangsa Portugis. Misalnya moresko, frounga, kafrinyo, dan nina bobo. Pada umumnya Keroncong Tugu tidak jauh beda, akan tetapi juga tidak sama persis. Keroncong Tugu berirama lebih cepat dikarenakan oleh suara ukulele yang cara memainkannya digaruk seluruh senarnya. Sementara Keroncong Solo dan Yogya berirama lebih lambat.9

Keempat Tanjidor berasal dari bangsa Portugis. Tanjidor adalah sebuah kesenian yang berbentuk orkes. Kesenian ini dimulai sejak abad ke-19. Alat-alat musik yang digunakan biasanya terdiri dari penggabungan alat-alat musik tiup, alat-alat-alat-alat musik gesek dan alat-alat-alat-alat musik perkusi. Biasanya kesenian ini digunakan untuk mengantar pengantin atau dalam acara pawai daerah. Tapi pada umumnya kesenian ini diadakan disuatu tempat yang akan dihadiri oleh masyarakat Betawi secara luas layaknya sebuah orkes.

8

Yahya, Profil Seni Budaya Betawi, h. 18.

9

(18)

Kesenian tanjidor juga terdapat di Kalimantan Barat, sementara di Kalimantan Selatan sudah punah.10

Kelima, Gambang Kromong sendiri berasal dari seni musik Tiongkok. Gambang Kromong sendiri diambil dari nama alat musik yaitu gambang dan kromong. Gambang Kromong merupakan paduan yang serasi antara unsur pribumi dan Cina. Unsur Cina tampak pada instrumen seperti tehyan, kongahyan, dan sukong, sementara unsur pribumi berupa kehadiran instrumen seperti gendang, kempul, gong, gong enam, kecrek, dan

ningnong.11

Seiring kemajuan zaman beragam kesenian Betawi diatas, kini mulai tergeser keberadaannya oleh kesenian-kesenian modern, kesenian-kesenian itu mulai punah dan kurang dilirik oleh para generasi muda yang seharusnya melestarikan kebudayan nenek moyangnya dikarenakan mereka beranggapan bahwa kesenian-kesenian itu ketinggalan zaman, sehingga mereka kurang tertarik untuk mempelajarinya. Seperti pada kesenian musik Gambang Kromong, karena banyaknya aliran-aliran musik yang baru dan lebih modern yang telah menghipnotis semua orang, sehingga banyak orang yang telah melupakan musik tradisional dan beralih pada musik modern, sehingga remaja-remaja sekarang kurang mengenal akan kesenian dari daerahnya sendiri.

Anggapan-anggapan seperti ini jelas akan membuat kesenian-kesenian tradisional Betawi mengalami kepunahan, untuk itu kiranya perlu

10 Tabe Jali, “

Tanjidor,” Tabloid Suara Forkabi : Aspiratif, Interaktif, dan Kreatif. Edisi

23/TH.III, September 2010, h. 15.

11

(19)

upaya pencegahan baik dari pemerintah maupun dari pelaku seni, mengingat kesenian-kesenian tradisional Betawi tersebut merupakan kesenian daerah yang diwariskan secara turun temurun sehingga perlu di jaga kelestriannya.

Upaya pemerintah untuk menjaga dan melestarikan kesenian Betawi sebenarnya telah ada, seperti dibentuknya Lembaga Kebudayaan Betawi, sedangkan dari pelaku seni mereka mengadakan regenerasi pemain, keberadaan lembaga kebudayaan Betawi dan regenerasi di harapkan membawa sedikit angin segar utuk mencegah terjadinya kepunahan terhadap nasib seni tradisional Betawi.

Salah satu kelompok musik yang ingin tetap mempertahankan kesenian tradisional daerahnya, seperti pada kelompok musik Gambang Kromong Mustika Forkabi. Kelompok musik ini terbentuk pada tanggal 1 oktober 2003, karena perihatin akan keadaan musik tradisional yang semakin terlupakan dan untuk mengenalkan kembali musik tradisional yang ada pada masyarakat Betawi, inilah yang menjadi alasan utama kelompok musik ini ada. Untuk mengetahui bagaimana upaya atau strategi adaptasi yang di lakukan oleh kelompok musik Forkabi dalam upaya melestarikan kesenian Betawi Gambang Kromong penulis tertarik melakukan penelitian mengenai strategi adaptasi kelompok musik Gambang Kromong dalam upaya melestarikan kesenian tradisional Betawi dengan judul “Strategi Adaptasi Kelompok Musik Gambang Kromong Dalam Menghadapi

Perubahan Sosial (Studi Kasus Kelompok Musik Gambang Kromong

(20)

B.Pertanyaan Penelitian

Untuk lebih memahami strategi adaptasi kelompok musik Gambang Kromong dalam menghadapi perubahan sosial. Maka dibuatlah pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Strategi adaptasi apa yang digunakan kelompok Gambang Kromong dalam menghadapi perubahan?

2. Faktor apa yang mendukung kelompok musik Gambang Kromong tetap bertahan?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi adaptasi yang dilakukan kelompok musik Gambang Kromong dalam menghadapi arus Modernisasi. Sedangkan tujuan lainnya adalah:

1. Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mendukung kelompok musik ini tetap bertahan

(21)

D.Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat dari hasil penelitian ini adalah:

1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang kebudayaan, dan kesenian Betawi, khususnya bagi mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam kajian sosial, dan kebudayaan sehingga hasil dari penelitian ini nantinya akan dapat dijadikan landasan untuk penelitian selanjutnya.

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak kelompok musik Gambang Kromong untuk meningkatkan strateginya dalam mempertahankan kesenian Betawi.

E.Tinjauan Pustaka

Banyak penelitian yang mencoba mengambil mengenai Kesenian Tradisional Betawi sebagai tema utamanya. Seperti yang dilakukan oleh Murni Sylviana. Program studi : Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik Tahun : 1999. Dengan tesisnya yang berjudul: Strategi pengembangan pusat kesenian Jakarta taman Ismail Marzuki(suatu analisis

kelembagaan).12Menurut hasil yang didapatkan dilapangan, bahwa lembaga-lembaga dalam PKJ TIM tersebut dapat menjadi sinergi bila dilakukan restrukturisasi organisasi untuk mewujudkan keunggulan kompetitif dari Pusat Kesenian lainnya, yang dalam proses perkembangan selanjutnya PKJ TIM dapat melakukan kerjasama kemitraan dengan pihak swasta dan aspek

12 Murni Sylviana, “

(22)

kelembagaan. Dengan demikian akan mengurangi intervensi langsung Pemda DKI Jakarta terhadap PKJ TIM. Sementara itu, bagi PKJ TIM sendiri kerjasama dengan pihak swasta selain sangat positif guna mendorong profesionalisme, juga ketergantungan dana (subsidi) dari Pemda DKI Jakarta akan berkurang, khususnya dengan akan dikembangkannya kebutuhan atas keterpaduan yang terdesentralisasi dalam manajemen PKJ TIM dan pengembangan berbagai kegiatan komersial dan non-komersial secara berkesinambungan dan saling menunjang atau sinergis.

Demikian juga dengan Ali Abdul Rodzik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta Syarif Hidayatullah. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Tahun 2008, ia juga mengambil tema tentang Kesenian Tradisional Betawi dengan judul “Akulturasi Budaya Betawi Dengan Tionghoa ( Studi komunikasi antarbudaya pada kesenian Gambang

(23)

Penelitian tentang Kesenian Tradisional Betawi juga dilakukan oleh Rr. Yvonne Triyoga Hoesodoningsih Fakultas: Fisip UI, Program studi : Antropologi Tahun: 2006. Dengan tesis yang berjudul: Seni pertunjukan topeng Betawi kontinuitas dan perubahannya.13 Terungkap bahwa terdapat perubahan pada orang Betawi sebagai pelaku pertunjukan, perubahan penyelengara pertunjukan dan perubahan struktur pertunjukan.

Penelitian-penelitian yang dipaparkan diatas, mengenai upaya mempertahankan Kesenian Tradisional Betawi. Penelitian-penelitian di atas memiliki kesamaan dengan penelitian yang diteliti oleh peneliti, yaitu sama-sama ingin mengetahui strategi dalam mempertahankan Kesenian Tradisional Betawi. Selain persamaan yang ada, peneliti juga ingin mengungkapkan perbedaan dalam penelitian mengenai kesenian tradisional Betawi terdahulu. Peneilitian yang mengangkat tema kesenian tradisonal Betawi belum ada yang membahas tentang kesenian musik Gambang Kromong secara mendalam, dilihat dari sisi musik Gambang Kromong dan kelompok musik Gambang Kromong, yang secara khusus membahas tentang apa faktor yang mendukung kelompok musik Gambang Kromong tetap bertahan, bagaimana gambaran umum kelompok musik Gambang Kromong, serta bagaimana strategi adaptasi kelompok musik Gambang Kromong dalam menghadapi perubahan sosial dalam masyarakat. Maka penelitian ini menjadi menarik untuk diteliti.

13 Rr. Yvonne Triyoga Hoesodoningsih,”

Seni Pertunjukan Topeng Betawi Kontinuitas dan Perubahannya,” (Tesis Fakultas Fisip UI, Program studi : Antropologi, Universitas Indonesia,

(24)

F. Kajian Teoritis

1. Definisi tentang Strategi Adaptasi Musik

a. Pengertian Strategi

Dalam kamus besar bahasa Indonesia strategi merupakan seni atau ilmu yang menggunakan sumberdaya-sumberdaya manusia untuk melaksanakan kebijakan tertentu. Sedangkan secara umum strategi merupakan suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan, penetapan dalam strategi harus dilalui oleh analisis kekuatan lawan yang meliputi jumlah personal, kekuatan dan persenjataan, kondisi lapangan, posisi musuh dan sebagainya.

Pengertian strategi berbeda-beda, seperti menurut Fuad Amsyari dalam bukunya yang berjudul Strategi Perjuangan Umat Islam Indonesia mengatakan bahwa: strategi dan taktik adalah metode untuk memenangkan suatu persiangan. Persaingan ini berbentuk suatu percampuran fisik untuk merebut suatu wilayah dengan memakai senjata dan tenaga manusia, Sedangkan dalam bidang militer strategi dan taktik adalah suatu cara untuk memenangkan suatu persaingan antara kelompok-kelompok yang berbeda orientasi hidupnya.14

Menurut Stainer dan Minner, dalam bukunya yang berjudul

Manajemen Strategik, menyatakan strategi adalah penempatan misi organisasi, penempatan misi organisasi, dengan mengingat

14 Arip Saripudin, “Strategi Pementasan Grup Musik Islami ‘ DEBU”

Sebagai Media

Da’wah,” (Skripsi S1 Fakultas Da’wah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009),

(25)

kekuatan eksternal dan internal, perumusan kebijakan dan strategi tertentu untuk memastikan sasaran dan memastikan implementasikannya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama organisasi akan tercapai.15

Sedangkan menurut Sondang Siagian dalam bukunya yang berjudul Analisis Serta Kebijakan dan Strategi Organisasi, menyatakan strategi adalah cara terbaik untuk menggunakan dana, daya, tenaga, yang tersedia sesuai dengan tuntunan perubahan lingkungan. Menurut Onong Uchjana dalam bukunya yang berjudul

Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, menyebutkan strategi pada hakikatnya adalah perencanaan suatu tujuan dan manajemen untuk mencapai tujuan.16

b. Pengertian Adaptasi

Adaptasi adalah kemampuan binatang, manusia, dan tumbuh-tumbuhan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi dalam lingkungan hidupnya. Dengan beradaptasi, makhluk hidup dapat berubah bersama dengan lingkungannya, sehingga dapat bertahan sebagai suatu kelompok. Makin besar kemampuan adaptasi suatu jenis, maka akan semakin terjamin kelangsungan hidupnya. Manusia merupakan contoh makhluk yang sangat besar

15

Arip Saripudin, “Strategi Pementasan Grup Musik Islami ‘ DEBU” Sebagai Media

Da’wah”, h. 10

16 Arip Saripudin, “Strategi Pementasan Grup Musik Islami ‘ DEBU” Sebagai Media

Da’wah,” (Skripsi S1 Fakultas Da’wah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009),

(26)

daya adaptasinya. Ia mampu hidup diberbagai lingkungan yang berbeda.17

Sebagian besar makhluk hidup akan mati apabila tidak mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan. Seperti halnya banyak tumbuhan dan binatang yang pernah hidup dibumi ini telah punah, semua itu disebabkan mereka tidak mampu bertahan terhadap perubahan ini sehingga punah. Adaptasi Budaya, merupakan cara beradaptasi manusia terhadap perubahan tatanan sosial budaya. Misalnya diseluruh dunia umumnya orang tidak boleh kawin dengan saudara kandungnya dikarenakan perkawinan demikian sering menurunkan sifat yang lemah atau cacat.dan Adaptasi Sosial, merupakan penyesuain individu terhadap lingkungan sosialnya. Adaptasi seperti ini dapat terjadi pada manusia dan hewan. Misalnya pejantan yang kuat akan menjadi pemimpin dalam kelompok.18

Suatu populasi (sekelompok jenis organisme yang sama) mungkin beradaptasi melalui evolusi (perkembangan bertahap), yang berlangsung selama beberapa generasi. Namun setiap organisme sendiri juga selalu melakukan adaptasi selama hidupnya.19 Jadi jika disimpulkan dari pengertian diatas, strategi adaptasi adalah suatu cara yang dilakukan suatu individu atau

17

E. Nugroho,“ Adaptasi,” dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia ( Jakarta: PT.Delta Pamungkas, 2004), jilid 1 A-AMYO, h. 66-67.

18

E. Nugroho,“ Adaptasi,” dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia ( Jakarta: PT.Delta Pamungkas, 2004), jilid 1 A-AMYO, h. 66-67.

19E. Nugroho, “Adaptasi,” dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia

(27)

kelompok masyarakat untuk dapat menyesuaikan diri dari satu tempat ke tempat yang lain.

c. Pengertian Musik

Musik dapat didefinisikan sebagai sebuah cetusan ekspresi perasaan atau pikiran yang dikeluarkan secara teratur dalam bentuk bunyi. Musik berasal dari kata Yunani mousike yang diambil dari nama dewa mitologi Yunani kuno Mousa, yang memimpin seni dan ilmu. Musik merupakan salah satu seni tertua, bahkan tidak ada sejarah peradaban dunia atau masyarakat yang dilewati tanpa musik.20

Dalam bahasa yunani, musik bukan hanya sekedar seni akan tetapi memiliki beberapa cakupan yaitu, pendidikan, ilmu, tingkah laku yang baik, bahkan dipercayai sebagai sesuatu yang memiliki dimensi ritual, magis, dan etik. Seni musik merupakan bidang seni yang berhubungan dengan alat-alat musik dan irama yang yang keluar dari alat-alat musik tersebut. Selain itu, musik juga membahas cara membuat not dan bermacam-macam aliran musik, seperti musik vocal dan musik instrumentalia.21

Pengertian tentang musik memang bermacam-macam, akan tetapi dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa musik itu merupakan bentuk induksi bunyi yang mempunyai susuanan suara atau nada yang indah, baik musik vocal (tanpa

20E. Nugroho “Musik,” dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 10 M

-MYRDA ( Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 2004), h. 413.

21E. Nugroho “Musik,” dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 10 M

(28)

iringan instrument musik, maupun musik instrumentalia (dengan instrument musik), dan bagi pendengarnya dapat menyentuh perasaan. Terkadang ada sebagian orang yang menganggap musik tidak berwujud sama sekali, artinya tidak dapat didefinisikan. Bangsa yunani menganggap bahwa musik adalah salah satu cabang seni yang sangat penting, sehingga mereka beranggapan bahwa orang-orang yang berpendidikan tinggi dan berbudi luhur disebut orang musikal, sedangkan orang-orang yang bodoh atau berbudi rendah disebutnya sebagai orang yang tidak memiliki musik.22

Secara ontologis, musik merupakan perpaduan antara unsur material dan immaterial. Ia tersusun dari elemen-elemen yang bersifat jasmaniah dan rohaniah. Oleh karena itu musik memiliki kekuatan menspritualkan hal yang materi dan sebaliknya.23

Dalam sejarah musik, kita dapat mengenal adanya tiga jenis musik yang ada dalam dunia musik. Pertama, musik vocal yaitu melagukan sebuah syair yang hanya dinyanyikan dengan dengan pelantaraan oral (suara saja) tanpa iringan instrument musik, seperti paduan suara dan acapela. Kedua, musik instrumentalia yaitu musik yang dihasikan oleh alat-alat musik itu sendiri sehingga terdengar harmonis dan teratur, seperti pertunjukan musik orkestra

22

Zaenal Abidin, Musik Dalam Tradisi Tasawuf: Studi Sama’ Dalam Tarekat Mawlawiyah, Skripsi Jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushulluddin dan Filafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. h, 11-12.

23

(29)

dan musik klasik. Ketiga, musik campuran yaitu perpaduan antara musik vocal dan musik instrumentalia.24

2. Kajian Sosiologi Tentang Teori Adaptasi

Pada umumnya teori adaptasi diilhami oleh pemikiran Talcott Parsons. Sebelum membahas tentang adaptasi, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai budaya dan masyarakat menurut Talcott Parsons. Budaya merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kelompok masyarakat, karena suatu budaya memiliki nilai-nilai penting yang tidak dapat digantikan.25

Kelompok masyarakat tidak dapat hidup dengan sempurna tanpa budaya, begitu juga sebaliknya, suatu budaya tidak akan berjalan tanpa suatu kelompok masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya. Walaupun secara teoritis dan untuk kepentingan analitis, kedua persoalan tersebut dapat dibedakan dan dipelajari secara terpisah. Budaya terbentuk dari berbagai unsur, diantaranya dalam sistem kepercayaan dan politik, adat-istiadat, bahasa, teknologi, pakaian, bangunan, dan karya seni.26

Pemikiran Talcott Parsons, banyak berpengaruh dari teori fungsionalismenya. Baginya masyarakat manusia diumpamakan

24

E. Nugroho, Adaptasi, Ensiklopedia Nasional Indonesia ( Jakarta: PT.Delta Pamungkas, 2004), jilid 1 A-AMYO, h. 413.

25

Alo Leliweri, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya, ( Yogyakarta: Lkis, 2003), h. 10

26

(30)

sebagai organ tubuh manusia, oleh karena itulah masyarakat juga dapat dipelajari seperti tubuh manusia.27

Pertama, tubuh manusia memiliki berbagai bagian yang saling berhubungan. Begitu juga dengan masyarakat, menurut Parsons dalam suatu masyarakat terdapat berbagai kelembagaan yang saling terkait dan bergantung satu sama lain.28

Kedua, pada setiap bagian tubuh manusia memiliki fungsi yang jelas dan khas. Demikian pula dengan bentuk kelembagaan dalam masyarakat. Setiap lembaga masyarakat melaksanakan tugas tertentu untuk stabilitas dan pertumbuhan masyarakat tersebut. Parsons

merumuskan istilah “ fungsi pokok”( fungsional imperative) untuk

menggambarkan empat macam tugas yang harus dilakukan agar

masyarakat tidak “mati,” yang dikenal dengan sebutan AGIL

(adaptation, goal attainment, integration, and latency).29

Pertama, Adaptation adalah suatu tindakan yang ditentukan pada sub sistem sosial agar tercapai suatu tujuan.30 Dengan demikian, adaptasi fokus pada keharusan sistem sosial untuk menghadapi lingkungan dunia seni, yaitu penyesuaian terhadap kondisi perubahan diluar. Oleh karena itu, sistem yang dimaksudkan harus mampu melakukan inovasi dan transformasi aktif dengan menggunakan beberapa perkembangan teknologi dan sumber daya pada kelompok

27

Suwarsono, Perubahan Sosial dan Pembangunan, Teori Modernisasi, Dependensi, dan Sistem Dunia, (Jakarta: LP3ES, 1994), h. 10

28

Suwarsono, Perubahan Sosial dan Pembangunan, Teori Modernisasi, Dependensi, dan Sistem Dunia, (Jakarta: LP3ES, 1994), h. 11.

29

Suwarsono, Perubahan Sosial dan Pembangunan, Teori Modernisasi, Dependensi, dan Sistem Dunia, h.11.

30

(31)

tertentu untuk dimanfaatkan sebagai alat dalam rangka mencapai tujuan yakni penyesuaian dengan perkembangan zaman.

Dalam tataran praktis, adaptasi ini dapat dioperasionalkan sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh suatu kelompok, semisal kelompok musik, dalam menyediakan sarana demi menunjang terealisasinya tujuan. Dalam konteks adaptasi musik tersebut, para actor mencoba mendesain ulang penampilannya dengan keadangan lingkungan.

Kedua, Goal Attainment merupakan suatu pencapaian tujuan. Agenda keteraturan sistem sosial kedua Parson ini ditujukan pada keharusan bagi sistem untuk memiliki kemampuan bertindak, guna mencapai tujuan, terutama pada tujuan bersama pada anggota suatu sistem.31

Titik tekan pada tahapan ini, meliputi pengambilan keputusan dari tujuan utama yang mendasari motivasi untuk melakukan desain ulang terhadap alat-alat, lagu-lagu, kostum, dan regenerasi pemain. Pada tatanan praktis dilapangan, tahap ini diarahkan pada proses perumusan kebijakan oleh pimpinan kelompok musik.

Ketiga, Integration sebagai mekanisme yang mengatur sesuatu agar tidak terjadi pertentangan diantara individu-individu, kelompok, atau subsistem yang ada sehingga terjadi keseimbangan dalam sistem secara keseluruhan.32 Dalam kelompok masyarakat terdapat mekanisme-mekanisme pembagian kerjanya, sehingga tidak terjadi

31

Peter Hamilton, Talcott Parsons dan Pemikirannya Sebuah Pengantar, h. 193.

32

(32)

suatu pertentangan dari berbagai hal. Parsons menyatakan bahwa integrasi ini merupakan persyaratan yang berhubungan dengan internalisasi antara pemimpin dan anggota kelompok, sehingga sistem sosial itu berfungsi efektif sebagai satu kesatuan yang termanifestasi kedalam solidaritas kelompok. Artinya, solidaritas internal dalam kelompok dapat dibangun melalui ikatan emosional untuk menghasilkan kerja sama.

Keempat, Latent Pattern Maintenance and Tension Management

merupakan suatu sistem nilai dan kepercayaan yang beroperasi sebagai rancangan yang melegitimasi dan berkelanjutan bagi institusi utama dan sebagai pola motivasional yang terstruktur bagi anggota-anggotanya.33

Dalam lembaga ekonomi menjalankan fungsi adaptasi lingkungan, pemerintah bertugas untuk pencapaian tujuan umum, lembaga hukum dan agama menjalankan fungsi integrasi, dan yang terakhir, keluarga, dan lembaga pendidikan berfungsi untuk usaha pemeliharaan.34

Analogi dengan tubuh manusia mengakibatkan Parsons

merumuskan konsep “keseimbangan dinamis-stasioner” (homeostatic

equilibrium). Apabila satu bagian tubuh manusia berubah, maka bagian yang lain akan mengikutinya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketegangan intern dan mencapai keseimbangan.

33

Peter Hamilton, Talcott Parsons dan Pemikirannya Sebuah Pengantar ( Yogyakarta: PT. Tiara Wacanayogya), h. 194.

34

(33)

Demikian juga dengan suatu masyarakat. Masyarakat selalu mengalami perubahan, akan tetapi teratur. Perubahan sosial yang terjadi pada satu lembaga akan berakibat pada perubahan di lembaga lain untuk mencapai keseimbangan baru. Dengan demikian, masyarakat bukan sesuatu yang statis, tetapi dinamis, sekalipun perubahan itu amat teratur dan selalu menuju pada keseimbangan baru.35

3. kajian Sosiologi tentang Teori Perubahan Sosial

Setiap saat masyarakat selalu mengalami perubahan. Jika dibandingkan apa yang tejadi saat ini dengan beberapa tahun yang lalu. Maka akan banyak ditemukan perubahan baik yang direncanakan atau tidak, kecil atau besar, serta cepat atau lambat. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan sosial yang ada. Dimana manusia selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu manusia selalu mencari sesuatu agar hidupnya lebih baik. Ada beberapa ahli sosiologi yang memberikan definisi tentang perubahan sosial, antara lain:36

Kingsley, seorang sosiolog dari Barat, sebagaimana yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, mengartikan perubahab sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Dan menurut Mac Lver, sebagaimana yang dikutip oleh Soerjono Soekanto menyatakan bahwa perubahan sosial adalah

35

Suwarsono, Perubahan Sosial dan Pembangunan, Teori Modernisasi, Dependensi, dan Sistem Dunia, (Jakarta: LP3ES, 1994), h. 11.

36

(34)

perubahan-perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan hubungan sosial.37

Auguste Comte berpendapat bahwa perkembangan yang positivisme akan mengakibatkan kemajuan secara terus-menerus, itu adalah pasti. Teorinya mengandung implikasi bahwa sejarah bergerak ke tujuan akhir, dan bahwa tahap-tahap sejarah sebelumnya penting, terutama karena sumbangannya terhadap tujuan akhir ini. Tahap ini merupakan satu masyarakat dimana bimbingan intelektual dan moral yang diberikan oleh para sosiolog akan memungkinkan pemimpin-pemimpin politik untuk mementukan suatu kebijaksanaan yang akan menjamin seseorang untuk hidup bersama secara harmonis. Comte sendiri memakai model kemajuan linier (garis bujur) inilah yang menuju ke satu tujuan.38

Ahli ilmu sosial tidak sependapat dengan Comte tentang masa yang akan datang menjamin kemajuan yang terus-menerus, dan mereka tidak melihat sejarah manusia memperlihatkan suatu pola gerak linier yang luas menuju suatu tahap akhir. Bidang-bidang tertentu dari kemajuan linier dapat dilihat dari kemajuan yang terjadi dalam teknologi.39

Model yang dipakai oleh Comte mengenai kemajuan linier, dapat dipertahankan dengan menggunakan model perubahan

37

Soerjono Soekanto, Pengantar Sosiologi, ( Jakarta: Rajawali Press, 1994), h. 187.

38

Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern ( Jakarta: PT. Gramedia, 1986), h. 94-95.

39

(35)

budaya yang digunakan oleh Sorokin. Pandangan Sorokin mengenai hakekat sosial memiliki hubungan yang sangat erat dengan Comte. Dikarenakan keduanya lebih memusatkan perhatiannya pada tingkat analisa budaya, dan menekankan pentingnya gaya intelektual, dan cara memandang dunia atas bentuk-bentuk pengenalan pola-pola organisasi sosial serta perilaku manusia.40

Perubahan sosial budaya bersifat linier atau berkembang menuju titik tertentu, dapat direncanakan atau diarahkan. Teori Linier dibedakan menjadi dua yaitu: Pertama, Teori Evolusi yaitu, Perubahan sosial budaya berlangsung sangat lambat dalam jangka waktu lama. Perubahan sosial budaya dari masyarakat primitif, tradisional dan bersahaja menuju masyarakat modern yang kompleks dan maju secara bertahap. Comte mengemukakan perkembangan masyarakat mengikuti perkembangan cara berfikir masyarakat tersebut yaitu tahap teologi (khayalan), tahap metafisis (abstraksi) dan tahap ilmiah (positif). Dan kedua, Teori Revolusi yaitu, Perubahan sosial menurut teori revolusi adalah perubahan sosial budaya berlangsung secara drastis atau cepat yang mengarah pada sendi utama kehidupan masyarakat (termasuk lembaga kemasyarakatan).41

Comte juga menjelaskan kemajuan evolusioner umat manusia dari masa primitif sampai ke peradaban Prancis abad kesembilan belas yang sangat maju. Hukum ini menyatakan bahwa

40

Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern ( Jakarta: PT. Gramedia, 1986), h. 95.

41

(36)

masyarakat (umat manusia) berkembang melalui tiga tahap utama. Tahap-tahap ini ditentukan menurut cara berpikir yang dominan: teologis, metafisik dan positif.42

Berdasarkan pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa Comte mengusulkan suatu model linear yang berkulminasi pada munculnya masyarakat positivis, Sorokin mengembangkan model siklus perubahan sosial. Artinya, dia yakin bahwa tahap-tahap sejarah cenderung berulang dalam kaitannya dengan mentalitas budaya yang dominan, tanpa membayangkan suatu tahap akhir yang final. Tetapi siklus-siklus ini tidak sekedar pelipat gandaan saja; sebaliknya ada banyak variasi dalam bentuk-bentuknya yang khusus, dimana tema-tema budaya yang luas dinyatakan.

G.Metodologi Penelitian

1. Metode

Dalam pembahasan skripsi ini, metode yang digunakan untuk menganalisa, mengerjakan, dan mengatasi masalah yang dihadapi dalam penelitian adalah dengan melalukan penelitian jenis kualitatif dengan metode deskriptif. Kualitatif disini, merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa karta-kata yang tertulis dari si pelaku yang sedang diamati.43

42

Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern ( Jakarta: PT. Gramedia, 1986), h. 95.

43

(37)

2. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang akan dipakai dalam penelitian ini diantaranya:

a. Wawancara ( interview), untuk mendukung analisa tersebut, penulis melakukan wawancara langsung kepada (1) orang pemimpin kelompok musik, sebelas ( 11) orang pemain musik, dan (3) tiga orang penyanyi sekaligus penari dalam kelompok musik Gambang Kromong Mustika Forkabi dengan pertanyaan yang telah disiapkan, kemudian setelah itu dijawab oleh pemberi data dengan bebas dan terbuka.

Dalam pelaksanaan wawancara penulis menggunakan metode sebagai berikut:

 Wawancara bebas ( inguided interview), dimana penulis

bebas menanyakan apa saja yang berkaitan dengan apa yang diinginkan, tetapi ia juga harus mengingat akan data apa yang akan dikumpulkan. Dalam pelaksanaannya pewawancaratidak tidak membawa pedoman apa yang ditanyakan.

 Wawancara terpimpin (guided interview), suatu

wawancara yang menggunakan sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci.44

b. Observasi merupakan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang terjadi, dan mempertimbangkan hubungan

44

(38)

antara aspek dalam fenomena tersebut.45 Peneliti juga melakukan observasi ini dengan ikut berpartisipasi dalam kegiatan kelompok musik. Yang menjadi pokok observasi penulis dalam hal ini mengenai apa saja yang dipersiapkan pada waktu latihan dan pada waktu pentas.

c. Dokumentasi, teknik ini digunakan dalam penelitian yang akan diteliti untuk melengkapi data yang diperlukan, yaitu dengan cara melihat dan mengambil buku-buku, artikel, dokumen atau arsip-arsip pada kegiatan kelompok musik.

3. Pedoman penulisan

Pedoman dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku pedoman penelitian karya ilmiah CeQDA, Cet-II, Jakarta: 2007 yang disusun oleh tim penulis Hamid Nasuhi, Ismatu Ropi, Oman Fathurrohman, M. Syairoji Dimyati, Netty Hartati, Syopiansyah Jaya Putra.

H.Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman dan penulisan dalam penyusunan skripsi ini, maka dalam penyajiannya penulis membagi secara sistematis ke dalam lima bab yang secara garis besarnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Bab I: Merupakan pendahuluan yang berisi uraian mengenai Pernyataan Masalah, Pertanyaan Penelitian, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kajian Teoritis, Metodologi Penelitian, Sistematika Penulisan.

45

(39)

Bab II: Mengenai musik Gambang Kromong dalam kaitannya dengan masyarakat Betawi, dalam bab ini diperoleh mengenai Sejarah Singkat Kota Jakarta, Musik-musik Khas Betawi, Asal Mula dan Perkembangan Musik Gambang Kromong.

Bab III: Merupakan Gambaran Umum musik Gambang Kromong dan Kelompok Musik Gambang Kromong.

Bab IV: Membahas tentang strategi adaptasi kelompok musik Gambang Kromong, yang membahas tentang faktor-faktor pendukung kelompok musik Gambang Kromong tetap bertahan, dan strategi apa saja yang dilakukan kelompok musik Gambang Kromong dalam menghadapi perubahan.

(40)

27

MUSIK GAMBANG KROMONG DALAM KONTEKS

MASYARAKAT BETAWI DI JAKARTA

A.Sejarah Singkat Kota Jakarta

Jakarta merupakan Ibukota Republik Indonesia yang memiliki sejarah yang unik dan mempesona. Berawal ketika ditemukannya pelabuhan kecil yang bernama Sunda Kelapa pada zaman kerajaan Hindu Pajajaran. Masyarakat yang bertempat tinggal di pelabuhan Sunda Kelapa itu terdiri dari berbagai suku bangsa dan berbeda etnik. Akan tetapi semua itu tidak menimbulkan gejolak sosial dan benturan persepsi. Oleh karena itulah keberadaan pelabuhan Sunda Kelapa dijadikan sebagai acuan asal mula Jakarta yang dapat dilihat dari budaya yang berbeda-beda. Para arkeolog memperkirakan bahwa Jakarta sebagai suatu pemukiman yang beranggotakan permanen, artinya masyarakat itu tinggal dan berakumulasi budaya di tempat itu sudah bertahun-tahun lamanya, tepatnya sejak tahun 4.000 SM. Hal itu terbukti karena adanya penemuan bekas-bekas permukiman dipinggir sungai Ciliwung. Pada abad ke-12 portugis datang ke pelabuhan Sunda Kelapa karena pelabuhan itu bukan hanya menarik dari masyarakatnya. Akan tetapi, pelabuhan itu sudah menjadi pusat perdagangan yang penting di Nusantara dan Asia.1

Tahun 1522 Portugis dan raja Pajajaran mengadakan perjanjian kerja sama, yang isinya antara lain, Portugis diizinkan membangun Benteng di

1

(41)

Sunda Kelapa. Akan tetapi kerajaan Islam menolak perjanjian itu dikarenakan adanya perubahan yang terlihat dari wajah pelabuhan Sunda Kelapa yang menjadi kekotaan dengan menempatkan unsur keraton sebagai unsur penting dari perubahan itu. Pada tahun 1527 dibawah pimpinan Fatahillah kerajaan Islam menyerang dan menduduki pelabuhan Sunda Kelapa dan berganti nama menjadi Jayakarta, yang artinya kemenangan berjaya.2

Pada tahun 1619 terjadi pertempuran antara Belanda dan Inggris. Di bawah pimpinan J.P Coan, pertempuran itu pun dimenangkan oleh Belanda. Kemudian nama Jayakarta berubah menjadi Batavia. Pada abad 17 dan 18, Jakarta menjadi tempat imigrasi orang-orang yang datang dari berbagai daerah di Nusantara, Melayu, Ambon, Bugis, dan Bali. Kedatangan mereka pada umumnya hanya untuk berdagang akan tetapi lama-kelamaan mereka mendirikan pemukiman dengan latar belakang etnik mereka sendiri. Dan sekitar tahun 1840-an muncullah istilah kampung. Istilah kampung ini sendiri dipergunakan untuk mengidentifikasikan permukiman asli. Istilah kampung juga muncul dari istilah Compound. Dan sejak saat itulah banyak orang mengenal istilah kampung Melayu, kampung Bali dan lain sebagainya. Sejak abad 17, berkembangnya kampung-kampung ini bersama-sama baik di daerah dalam maupun di daerah pantai yang kemudian kampung-kampung itu menjadi kampung Betawi seperti yang dikenal sekarang.3

2

Seni Budaya Betawi Menggiring Zaman (Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 2004), h. 3-4.

3

(42)

Pada tahun 1942 Jepang masuk ke Indonesia dan merebut Batavia dari Belanda, dan mengubah kota Batavia menjadi Jakarta. Sejak saat itulah Jakarta dan kampung-kampung yang ada didalamnya berkembang dengan pesat. Perkembangan ini bukan hanya dengan kebetulan saja melainkan karena banyaknya orang-orang Belanda yang datang dan menguasai Jakarta. Banyak diantaranya yang mendirikan pemukiman, pemukiman ini terbentuk berdasarkan pengelompokan etnik yang terdapat di kampung kota dan kampung pinggiran. Sebaliknya kampung-kampung yang sudah masuk ke Jakarta jauh sebelum Belanda datang seperti kampung pedesaan yang keaslian Betawinya sangat tampak dominan dalam kehidupannya.

Jakarta jika dilihat dari bangunan fisiknya dapat dibagi menjadi beberapa periode; Periode pertama yaitu tahun 1619-1830 terbentuknya

molenvleit (sekarang ini lebih dikenal dengan sebutan jalan Gajah Mada dan jalan Hayam Wuruk). Periode Kedua tahun 1830-1905 pada masa

Weltervreder (Lapangan Benteng) sebagai pusat kota, periode selanjutnya yaitu pada 1905-1920 sebagai penataan kota yang lebih teratur melalui kotapraja, yang terakhir periode 1920-1940 sebagai penataan perbaikan sarana kota, perehabilitasian kampung, serta pengembangan kawasan baru. 4

Dengan berjalannya waktu terjadinya pertambahan penduduk dan terjadi perluasan daerah Jakarta dalam rangka perluasan dan pembangunan kota. Kaum Betawi yang bersatu bukan hanya karena proses penyesuaian saja, tetapi juga karena bahasa Melayu, kebudayaan Cina, Eropa, dan keseniannya, disamping itu juga karena perkawinan antar golongan yang

4

(43)

mempercepat terjadinya masyarakat dan kebudayaan baru yang disebut kebudayaan Betawi.

Sifat campur aduk yang terdapat dalam dialek orang Betawi merupakan salah satu cerminan kebudayaan Betawi, yang mana semua itu merupakan hasil perkawinan dari berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun berasal dari kebudayaan asing. Suku bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia dapat dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (Proto Betawi). Adapun bahasa yang digunakan yaitu bahasa Melayu yang sekarang ini dijadikan bahasa Nasional. Menurut sejarah, kerajaan Sriwijaya dari Sumatera dapat menaklukkan kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura dan Sunda Kalapa. Oleh karena itulah bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu dan tidak diherankan jauh sebelum sumpah pemuda etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa sudah menggunakan bahasa Melayu yang pada umumnya digunakan di Sumatera.5

Masyarakat Betawi sangat terbuka akan segala sesuatu yang masuk ketengah kehidupan budayanya, tanpa mempermasalahkan dari mana asal-usul dan unsur-unsur yang telah membentuk kebudayaannya. Demikian pula dengan keseniannya yang merupakan salah satu unsur kebudayaan yang menggambarkan ke Betawi-annya, terutama pada seni pertunjukkannya.

5

(44)

Menurut garis besarnya, orang Betawi di bagi menjadi dua bagian, diantaranya6:

1. Betawi tengah atau Betawi-kota Kawasan wilayah Geemente Batavia (kawasan wilayah pada zaman akhir pemerintah jajahan Belanda).

2. Betawi Pinggiran atau Betawi Ora di luar kawasan Geemente Batavia.

Dari pemakaian bahasa menurut Muhajir wilayah Betawi terbagi atas dua kelompok, yaitu Betawi Tengahan dan Betawi Pinggiran. Betawi Ora termasuk Betawi asli karena masih menjalankan adat-istiadat dari nenek moyangnya. Daerah Betawi tengahan memiliki ciri-ciri sebagai berikut7:

1. Banyak prasarana pendidikan formal

2. Daerah Betawi tengah meliputi: Gambir, Menteng, Senen, Kemayoran, Sawah Besar dan Taman Sari.

3. Menurut sejarahnya, Betawi tengah ini merupakan Batavia bagian dari afdeling stand en voorsteden, yang sekarang ini merupakan pusat kota Jakarta.

6 Raras Miranti, “

Strategi Adaptasi Kelompok Musik Tanjidor Dalam Menghadapi

Perubahan,” ( Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Indonesia, 2003), h. 20

7Raras Miranti, “ Strategi Adaptasi Kelompok Musik Tanjido

(45)

Sedangkan yang menjadi ciri Betawi pinggiran adalah8: 1. Belum terdapat prasarana pendidikan formal

2. Lokasinya bertempat disekitar Pasar Rebo, Pasar Minggu, Pulo Gadung, Jatinegara, Kemayoran, Mampang Prapatan dan sekitarnya.

3. Betawi pinggiran lebih mementingkan pendidikan agama dari pada pendidikan umum.

4. Mata Pencaharian Betawi pinggiran pada umumnya pedagang buah-buahan, dan petani.

Orang Betawi dianggap sebagai penduduk asli Jakarta dan sebagai pendukung kebudayaan Betawi yang saat ini dalam keadaan terdesak di Ibukota Jakarta. banyak diantara mereka yang tinggal diluar wilayah DKI Jakarta atau yang lebih dikenal dengan sebutan Jabotabek.

Selain orang Jawa dan Betawi, orang Tionghoa yang telah hadir sejak abad ke-17, juga menjadi salah satu etnis besar di Jakarta. Mereka biasa tinggal mengelompok di daerah-daerah pemukiman mereka sendiri, yang biasa dikenal dengan istilah Pecinan. Pecinan atau kampung Cina dapat dijumpai di Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara. Namun kini banyak perumahan-perumahan baru yang mayoritas dihuni oleh orang Tionghoa, seperti perumahan di wilayah Kelapa Gading, Pluit, dan Sunter.

Orang Tionghoa umumnya berprofesi sebagai pengusaha. Banyak di antara mereka yang menjadi pengusaha terkemuka, menjadi pemilik perusahaan manufaktur, perbankan, dan perdagangan ekspor-impor.

8Raras Miranti, “ Strategi Adaptasi Kelompok Musik Tanjido

(46)

Disamping etnis Tionghoa, etnis Minangkabau juga banyak yang berprofesi sebagai pedagang. Di pasar-pasar tradisional kota Jakarta, perdagangan grosir dan eceran banyak dikuasai oleh orang Minang. Disamping itu pula, banyak orang Minang yang sukses sebagai profesional, dokter, wartawan, dosen, bankir, dan ahli hokum.

Tabel Hasil Sensus Penduduk 2010 Provinsi DKI JAKARTA9.

No Kota/Kabupaten Jumlah Penduduk Jumlah/

Total

Laki-laki Perempuan

1 Kepulauan Seribu 10,711 10,371 21,082

2 Jakarta Selatan 1,043,675 1,018,557 2,062,232 3 Jakarta Timur 1,372,300 1,321,596 2,693,896 4 Jakarta Pusat 455,326 447,647 902,973 5 Jakarta Barat 1,164,446 1,117,499 2,281,945 6 Jakarta Utara

824,480 821,179 1,645,659

Jumlah/Total 4,870,938 4,736,849 9,607,787

9

(47)

B.Musik-musik Khas Betawi

Beragam seni Betawi diantaranya gambang kromong, keroncong tugu, rebana qasidah, ondel-ondel, dan tanjidor. Musik Betawi lebih menunjukkan cikal-bakal masyarakatnya. Pada orkes samrah unsur melayu lebih dominan. Sedangkan unsur Cina lebih dominan terlihat pada orkes gambang kromong. Pengaruh Eropa pun tampak pada tanjidor baik peralatan maupun pada lagu yang dibawakan. Dan terdapat bermacam-macam rebana dengan lagu-lagu yang khas yaitu lagu-lagu-lagu-lagu yang bernafaskan Islam.

Beberapa orkes Betawi juga biasa dijadikan musik penggiring teater tertentu Gambang Kromong sebagai pengiring lenong. Sedangkan tanjidor biasanya dijadikan pengiring teater jipeng, dan jinong. Dan rebana biang biasanya untuk mengiringi pertunjukan belantek. Dan termasuk topeng Betawi yang memiliki pengiring yang khas.10

1. Tanjidor

Musik tanjidor diduga berasal dari bangsa Portugis yang datang ke Betawi pada abad ke-14 sampai ke-16. Seorang ahli musik dari Belanda bernama Ernest Heinz berpendapat bahwa tanjidor asalnya dari para budak yang ditugaskan main musik untuk tuannya. Alat musik yang mereka mainkan antara lain: klarinet, piston, trombon, tenor, bas trompet, bas drum, tambul, simbal, dan lain-lain. Sedangkan lagu-lagu yang dibawakan adalah Batalion, Kramton, Bananas, Delsi, Was Tak-tak, Welmes, dan Cakranegara. Judul lagu itu sendiri meski

10

(48)

diucapkan dengan ucapan Betawi tetapi tetap berbau Belanda. Lagu-lagu tanjidor juga diperkaya dengan lagu-lagu gambang kromong,karena itu instrumennya bisa ditambah dengan tehyan, rebana, beduk, gendang, kecrek, kempul, dan gong.11

2. Keroncong Tugu

Musik Betawi yang juga mendapat pengaruh dari Barat adalah Keroncong Tugu. Musik Keroncong Tugu ini konon berasal dari Eropa Selatan. Sejak abad ke-17 musik ini berkembang di masyarakat tugu, yaitu sekelompok masyarakat golongan keturunan yang disebut

Mardijkers, bekas anggota tentara Portugis yang dibebaskan dari tawanan Belanda. Pada masa lalu keroncong sering dibawakan sambil

berbiduk-biduk di sungai di bawah sinar bulan. Selain itu keroncong ini juga dipergunakan untuk mengiringi lagu-lagu gerejani. Alat-alat musiknya adalah, biola, ukulele, banyo, gitar, rebana, kempul dan selo.12

3. Musik Gambang Rancag

Gambang rancag bisa disebut juga sebagai pertunjukkan musik sekaligus teater, bahkan sastra. Gambang rancag terdiri dari dua unsur yaitu gambang dan rancag. Gambang berarti musik pengiringnya dan rancag adalah cerita yang dibawakannya dalam bentuk pantun berkait. Umumnya membawakan lakon-lakon jagoan, seperti si Pitung, si

11

Yahya Andi Saputra dan Nurzain, Profil Seni Budaya Betawi (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, 2004), h. 16.

12

(49)

Jampang, dan si Angkri. Pantun berkait ini dinyanyikan oleh dua orang bergantian. Sama dengan berbalas pantun.13

4. Orkes Samrah

Orkes samrah adalah ansambel musik Betawi. Instrument musiknya antara lain harmoni, biola, gitar, string bas, tamburin, marakas, banyo dan bas betot. Musik samrah telah berkembang di Jakarta sejak abad ke-17. Asalnya dari Melayu karena cikal-bakal orang Betawi adalah Melayu. Samrah sendiri berasal dari kata bahasa

Arab “samarokh” yang memiliki arti berkumpul atau pesta dan santai.

Kata “samarokh” oleh orang Betawi diucapkan menjadi “samrah

atau “sambrah”.14

5. Gamelan Ajeng

Gamelan ajeng merupakan musik folkloric Betawi yang mendapat pengaruh dari musik Sunda. Alat musik gamelan ajeng terdiri dari kromong sepuluh pencin, terompet, gendang (dua gendang besar, dua kulanter), dua saron, bende, cemes (semacam cecempres), kecrek dan terkadang ada juga yang menggunakan dua gong (gong laki dan gong perempuan). Gamelan ajeng biasanya digunakan untuk memeriahkan hajatan, seperti khitanan atau perkawinan.15

13

Yahya, Profil Seni Budaya Betawi ( Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, 2004), h. 8.

14

Yahya, Profil Seni Budaya Betawi, h. 18.

15

(50)

6. Gamelan Topeng

Gamelan topeng adalah seperangkat gamelan untuk mengiringi topeng Betawi, sama halnya dengan gambang kromong yang digunakan untuk pengiring lenong. Gamelan topeng merupakan penyederhanaan dari gamelan lengkap. Alatnya terdiri dari rebab, sepasang gendang (gendang besar dan kulanter), ancang kenong berpencong tiga, kecrek, kempul yang digantung dan sebuah gong yang tahang atau gong angkong. Terdapat dua repertoar yang biasa dibawakan gamelan topeng. Pertama, lagu-lagu “dalem” seperti Kang Aji, Gendol Ijo, Glenderani, dan sebagainya. Kedua, lagu-lagu “luar”, yaitu lagu-lagu yang biasa diperdengarkan berdasarkan permintaan penonton. Antara lain, Geseh dan Bongbang.16

7. Musik Rebana:

Rebana terbilang kesenian yang cukup populer di Jakarta. Di daerah lain, terutama di Jawa, alat musik bermembran ini disebut

“terbang”. Sebutan rebana sendiri diduga berasal dari kata Arab

robbana” (Tuhan kami). Sebutan ini muncul dikarenakan lagu-lagu

yang dibawakan biasanya lagu-lagu yang bernafaskan Islam. Dan lama-kelamaan alat musiknya disebut “rebana” atau “robana”, sebagaimana di daerah Ciganjur, Pondok Pinang dan sekitarnya.17

16

Yahya, Profil Seni Budaya Betawi ( Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, 2004), h. 12.

17

(51)

a) Rebana Biang

Di daerah lain rebana jenis ini disebut juga dengan Rebana Gede, Rebana Salun, Gembyung, dan Terbang Selamet. Dikatakan rebana biang karena salah satu rebananya berbentuk besar. Meski bentuknya sama, rebana biang terdiri dari empat jenis. Yang paling kecil berdiameter 20 cm biasa disebut Ketog; yang bergaris tengah 30 cm disebut gendung; yang sedang bergaris tengah 60 cm dinamai kotek; yang paling besar bergaris tengah 60-80 cm dinamai biang. Dikarenakan bentuknya yang besar cara memainkannya sambil duduk dengan cara menyanggahnya dengan telapak tangan.18

b) Rebana Ketimpring

Sebutan rebana ketimpring dikarenakan adanya tiga

pasang “kerincingan” yang dipasang pada badan rebana, yang

terbuat dari kayu yang menurut istilah setempat disebut

“kelongkongan”. Tapi tidak semua rebana berkerincingan

disebut rebana ketimpring, ada pula yang bernama rebana hadroh dan rebana burdah. Rebana ketimpring jenis rebana yang paling kecil, yang garis tengahnya hanya berukuran 20 sampai 25 cm.19

18

Yahya , Profil Seni Budaya Betawi ( Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, 2004), h. 21.

19

(52)

c) Rebana Hadroh

Sama halnya dengan rebana ketimpring akan tetapi ukuran rebana hadroh lebih besar. Garis tengahnya rata-rata 30 cm. rebana hadroh terdiri dari tiga jenis. Pertama, disebut Bawa, irama pukulannya cepat, dan berfungsi sebagai komando. Kedua, disebut Ganjil atau Seling dan berfungsi saling mengisi dengan bawa. Ketiga, disebut Gedug yang berfungsi sebagai bas. Karena itu adapula yang menyebutnya

“rebana gedug”.20

d) Rebana Ngarak

Sesuai dengan namanya, rebana ngarak berfungsi mengarak dalam suatu arak-arakan. Rebana ngarak biasanya mengarak mempelai pengantin laki-laki menuju kerumah mempelai pengantin perempuan. Syair lagu rebana ngarak biasanya shalawatan. Syair shalawat itu biasanya diambil dari kitab maulid Syarafal Anam, Addibai, atau Diwan Hadroh. Karena berfungsi mengarak, itulah rebana ngarak tidak statis di satu tempat saja.21

C.Asal Mula dan Perkembangan Musik Gambang Kromong

Gambang Kromong tercipta ketika orang-orang Tionghoa peranakan sudah semakin banyak di kota ini. Di waktu senggang mereka memainkan lagu-lagu Tionghoa dari kampung halaman moyang mereka di Cina dengan instrumen gesek Tionghoa su-kong, the-hian, dan kong-a-hian, bangsing

20

Yahya , Profil Seni Budaya Betawi ( Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, 2004), h. 26.

21

(53)

(suling), kecrèk, dan ningnong, dipadukan dengan gambang. Gambang diambil dari khazanah instrumen Indonesia digunakan menggantikan fungsi

iang-khim, yakni semacam kecapi Tionghoa, tetapi dimainkan dengan semacam alat pengetuk yang dibuat dari bambu pipih.

Orkestra Gambang sekitar tahun 1880-an mulai ditambah dengan kromong, kendang, kempul, gong, dan kecrek. Dari situlah terciptalah Gambang Kromong. Sebutan Gambang Kromong sendiri di ambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan kromong. Bilahan Gambang yang berjumlah 18 buah, biasa terbuat dari kayu suangking, huru batu atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya bila dipukul. Kromong biasanya dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah (sepuluh pencon). Perangkat musik ini merupakan sebuah produk hasil akulturasi dari budaya Tionghoa dengan pribumi.22

Gambang Kromong sendiri mulai tersebar dari pusat kota Batavia dan

sejak saat itu musik Gambang Kromong mulai tersebar bukan hanya dikenal

dipenjuru kota saja melainkan di Jakarta, di bagian Utara Bogor, Tangerang

dan Bekasi (jabotabek). Oleh karena itu kawasan-kawasan tersebut sekarang

merupakan area budaya.23

Lagu-lagu yang dibawakan Gambang Kromong Belakangan ini selalu lagu-lagu yang berjenis khasanah Cina dan Betawi. Seperti lagu-lagu instrumental (phobin) berjudul Ma Tsu Thay, Kong Ji Lok, Phe Pan Tauw, Ban Kie Hwa, Phe Boo Tan, Ban Liauw, dan “lagu sayur” berjudul, antara

22

Indrasadguna, “Sekilas Tentang Gambang Kromong”, artikel diakses pada 13 mei 2011 dari http://www.wikipedia.com.

23Tabe Jali, “

Gambang Kromong, “ Tabloid Suara Forkabi: Aspiratif, Interaktif, Kreatif. Edisi

(54)

lain, Cente Manis, Kramat Karem, Sirih Kuning, Glatik, Nguknguk, Surilang, Lenggang Kangkung, Kudebel, Stambul Jampang, Jali-jali dan

Kembang Siantan.

Gambang Kromong sangat terbuka akan menerima pengembangan. Itulah sebabnya sekarang ini banyak orang mengenal Gambang Kromong dengan sebutan Gambang Kromong kombinasi atau modern. Dikatakan kombinasi karena susunan alat musik asli ditambah dengan alat musik Barat, seperti gitar, gitar melodi, bass, organ, saksofon, drum, dan sebagainya. Gambang Kromong kombinasi inilah yang dapat memenuhi semua keinginan penonton karena dapat dibawakan jenis lagu dangdut, kroncong, pop, bahkan gambus.

Seniman musik pop pun bisa mempopulerkan lagu-lagu Gambang Kromong, seperti Benyamin S., Ida Royani, Lilis Suryani, Herlina Effendi dan lain-lain. Sementara itu tokoh gambang kromong yang masih terkenal hingga saat ini adalah Liem Lian Pho (Pemimpin Rombongan “Selendang Delima)”, Suryahanda (Pemimpin Rombongan “Naga Mustika)”, Samen, Acep, Marta (Pemimpin Rombongan “Putra Cijantung)”, yang mana sebelumnya itu dipimpin oleh Nya’at), Amsar (Pemimpin Rombongan

“Setia Hati” dari Bendungan Jago), Samad Modo ( Pemimpin Rombongan

“Garuda Putih)”, L. Yu Hap, Tan Kui Hap, dan Jali Jalut.24

Kesenian tradisional Betawi tidak selamanya berada pada posisi yang aman dan tentram. Ada saatnya kesenian tradisional ini mengalami kejayaan dan ada saatnya mengalami kemunduran. Berbagai faktor yang mendorong

24

Gambar

Tabel Hasil Sensus Penduduk 2010 Provinsi DKI JAKARTA9.
GAMBARAN UMUM MUSIK GAMBANG KROMONG

Referensi

Dokumen terkait