• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pembaca Remaja Terhadap Cerpen “Robohnya Surau Kami” Karya A.A Navis Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respons Pembaca Remaja Terhadap Cerpen “Robohnya Surau Kami” Karya A.A Navis Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN SASTRA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

Riana Puspita Sari

109013000035

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Nama : Riana Puspita Sari NIM : 109013000035

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Alamat : Jalan Bijaksana 2 RT 02/03 No. 48

Kelurahan Cipadu Jaya Kecamatan Larangan Tangerang 15155

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Respon Pembaca Remaja terhadap Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A Navis adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama Pembimbing : Rosida Erowati, M.Hum

NIP : 19771030 200801 2 009

Jurusan Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

(3)
(4)

i

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN SASTRA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

Riana Puspita Sari

NIM: 109013000035

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(5)

ii

Terhadap Pembelajaran Sastra”, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing: Rosida Erowati, M.Hum.

Pembaca merupakan bagian terpenting bagi sastrawan dan juga karya sastra. Salah satu fungsi pembaca adalah memberikan penilaian terhadap karya sastra. Pembaca itu dibagi atas pembaca ahli dan pembaca awam. Salah satu pembaca awam adalah pembaca remaja. Pembaca remaja cenderung membaca karya sastra hanya sebagai suatu kesenangan karena pengetahuan pembaca remaja yang tidak terlalu luas mengenai sastra. Salah satu penyebab ketidaktahuan pembaca remaja dikarenakan kurangnya peran guru bahasa dan sastra indonesia dalam memperkenalkan karya-karya kanon. Salah satu karya kanon tersebut adalah adalah cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis. Penelitian ini menggunakan metode pengisian angket yang diberikan kepada responden yaitu pembaca remaja yang sebelumnya telah membaca cerpen tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pragmatik. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan evaluasi teks sastra Hasil penilitian ini menunjukkan: Pertama, faktor bahasa dan faktor keterlibatan emosional merupakan faktor yang paling menarik dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis. Kedua, 75% responden menyatakan setuju bahwa cerpen ini menyajikan potret watak manusia yang mudah dikenali; 80% responden menyatakan setuju bahwa cerpen ini menyajikan bahasa yang terampil dengan sikap yang jelas dan meyakinkan; 80% responden menyatakan setuju bahwa cerpen ini cukup menarik untuk membawa pembaca ke arah refleksi analisis lebih lanjut; 80% responden menyatakan setuju bahwa cerpen ini menyajikan bagian-bagiannya sehingga terintegrasi dengan baik dan koheren; 80% responden menyatakn setuju bahwa cerpen ini membangkitkan jenis ketegangan tertentu bagi pembaca; 70% responden menyatakan setuju bahwa cerpen ini membawa pembaca pada berbagai jenis ketelibatan personal dalam hal karakter dan tindakan; 65% responden menyatakan setuju bahwa cerpen ini berdampak emosi pada pembaca; 75% responden menyatakan setuju bahwa cerpen ini menyajikan action yang terbatas & bergerak cepat; 75% responden menyatakan setuju bahwa cerpen ini memberikan perspektif yang segar dan berbeda bagi pembaca; 85% responden menyatakan setuju bahwa tema atau gagasan utama yang dikembangkan jelas; 60% responden menyatakan setuju bahwa garis action yang dikembang jelas; serta 70% responden menyatakan setuju bahwa cerpen ini bagi pembaca dapat dipercaya.

(6)

iii

skripsi yang berjudul “Respons Pembaca Remaja terhadap Cerpen “Robohnya Surau Kami” Karya A.A Navis dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra”. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Saw, yang telah memberikan keteladanan tingkah laku kepada kita semua dalam segi kehidupan khususnya dalam berinteraksi dengan masyarakat.

Peneliti menyusun skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Peneliti berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembacanya dan bagi kemajuan pendidikan serta pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti tidak luput dari berbagai hambatan dan rintangan. Tanpa bantuan dan peran dari berbagai pihak, skripsi ini tidak mungkin terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengungkapkan rasa terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Mahmudah Fitriyah, ZA, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

3. Rosida Erowati, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing yang sangat berpengaruh dalam penyelesaian skripsi ini. Beliau telah memberikan arahan terhadap skripsi, memberikan ilmu, serta memberikan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi. Terima kasih atas bimbingan, arahan, motivasi, serta kesabaran ibu selama membimbing.

(7)

iv

6. Reza Singgih yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat tercinta Raras Oktaviany, Dewi Setiawati dan Ummul Kulsum yang selalu memberikan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan selama ini.

8. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya kelas A angkatan 2009-2010 yang telah banyak memberikan pengalaman dan kenangan berharga yang tak terlupakan.

9. Kawan-kawan di Pojok Seni Tarbiyah (POSTAR) dan kawan-kawan Tari Tradisional POSTAR yang telah banyak memberikan pengalaman berharga dan juga rasa kekeluargaan.

10. Seluruh pihak yang telah membatu dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa hormat dan rasa terima kasih yang mendalam atas bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

Peneliti juga memohon maaf apabila skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu dengan kerendahan hati peneliti menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan perbaikan-perbaikan dalam dunia pendidikan khususnya pada bidang studi bahasa dan sastra Indonesia.

Jakarta, 20 Juni 2013

Peneliti

(8)

v

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Metodologi Penelitian ... 8

1. Pendekatan Penelitian ... 8

2. Metode Penelitian ... 9

3. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 10

4. Populasi dan Sampel... 10

5. Sumber Data ... 10

6. Teknik Pengumpulan Data ... 11

7. Teknik Analisis Data ... 12

8. Prosedur Penelitian ... 12

BAB II LANDASAN TEORI A. Jenis Sastra ... 14

B. Cerpen... 15

C. Pendekatan Teori ... 21

1. Pendekatan Pragmatik ... 21

(9)

vi

E. Penelitian Relevan ... 30

F. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra ... 31

BAB III BIOGRAFI DAN SINOPSIS A. Biografi ... 34

B. Sinopsis... 40

BAB IV PEMBAHASAN A. Struktur Cerpen Robohnya Surau Kami ... 43

1. Tokoh dan Penokohan ... 43

2. Sudut Pandang ... 45

3. Alur ... 46

4. Latar ... 49

5. Tema ... 50

B. Respon Pembaca Remaja Terhadap Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A Navis ... 52

1. Kuesioner A ... 52

2. Kuesioner B ... 70

3. Hasil Penelitian ... 85

C. Implikasi Penelitian Terhadap Pembelajaran Sastra ... 86

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 91

B. Saran ... 93

(10)

vii

1. Tabel 1.1 Pertanyaan Pertama Kuesioner A ... 53

2. Tabel 1.2 Pertanyaan Kedua Kuesioner A ... 54

3. Tabel 1.3 Simpulan Tabel 1.2 ... 69

4. Tabel 2.1 Pertanyaan Pertama Kuesioner B... 71

5. Tabel 2.2 Pertanyaan Kedua Kuesioner B ... 71

6. Tabel 2.3 Pertanyaan Ketiga Kuesioner B ... 72

7. Tabel 2.4 Pertanyaan Keempat Kuesioner B ... 73

8. Tabel 2.5 Pertanyaan Kelima Kuesioner B ... 74

9. Tabel 2.6 Pertanyaan Keenam Kuesioner B ... 75

10. Tabel 2.7 Pertanyaan Ketujuh Kuesioner B ... 76

11. Tabel 2.8 Pertanyaan Kedelapan Kuesioner B ... 77

12. Tabel 2.9 Pertanyaan Kesembilan Kuesioner B ... 78

13. Tabel 2.10 Pertanyaan Kesepuluh Kuesioner B... 79

14. Tabel 2.11 Pertanyaan Kesebelas Kuesioner B ... 80

15. Tabel 2.12 Pertanyaan Keduabelas Kuesioner B ... 81

16. Tabel 2.13 Pertanyaan Ketigabelas Kuesioner B ... 82

17. Tabel 2.14 Pertanyaan Keempatbelas Kuesioner B ... 83

(11)

viii

3. Lampiran 3: Kuesioner B (Responden 1—20) 4. Lampiran 4: Uji Referensi

5. Lampiran 5: Surat Keterangan Penelitian dari MAN 4 Jakarta 6. Lampiran 6: Surat Izin Penelitian MAN 4 Jakarta

7. Lampiran 7: Surat Rekomendasi Penelitian dari KANWIL Jakarta 8. Lampiran 8: Surat Izin Penelitian PENMAD

(12)

1

A. Latar Belakang

Pembaca merupakan bagian terpenting bagi sastrawan dan juga karya sastra. Tanpa pembaca, tidak ada yang akan membaca karya sastra yang ditulis oleh sastrawan. Jika tidak ada pembaca maka tidak ada karya sastra karena sastrawan tidak akan membuat karya sastra jika tidak ada yang akan membacanya. Karya sastra adalah karya yang ditulis sastrawan sebagai karya sastra dan diterima oleh masyarakat atau pembaca sebagai karya sastra. Hal tersebut menunjukkan bahwa jika masyarakat atau pembaca tidak menerima karya sastra tersebut sebagai karya sastra maka karya tersebut dianggap bukan karya sastra. Maka pembaca sangat berperan dalam menentukan sebuah karya itu merupakan karya sastra atau bukan.

Sebagai suatu keutuhan komunikasi yang berasal dari sastrawan yang menciptakan karya sastra yang ditujukan kepada pembaca, pada hakikatnya karya sastra akan sampai pada pembaca. Jika kita bertolak pada abad ke-19, secara historis pun peranan sastrawan, karya sastra, dan pembaca berurutan dalam garis yang lurus (sastrawan-karya sastra-pembaca).

(13)

perkembangan struktur intrinsiknya. Kemudian disusul dengan hadirnya peranan pembaca setelah pemahaman terhadap karya sastra mendominasi.

Berdasarkan hal tersebut, perkembangan yang didominasi oleh pembaca sesungguhnya merupakan perkembangan alamiah, yang terjadi dengan sendirinya. Sejarah sastra menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan peranan pembaca. Bentuk, fungsi dan makna karya sastra menjadi tidak tetap sesuai dengan penerimaan pembaca. Dengan memberikan hak istimewa pada pembaca, maka berdasarkan kerangka pemahaman pembacalah kemudian disusun sejarah sastra.

Dengan membandingkan fungsi dan hakikat pembaca dengan sastrawan dan karya sastra, teori sastra kontemporer jelas menunjukkan bahwa sistem komunikasi didominasi oleh pembaca. Jaringan hubungan dienergisasikan oleh peranan pembaca sebab karya sastra dipahami sesuai dengan kompetensi pembaca. Pembaca bersifat fiksional, mereka lahir terus menerus, kematian pembaca digantikan oleh pembaca lainnya dan selalu lebih baik dari pembaca sebelumnya. Sedangkan sastrawan atau pengarang hanya satu sehingga dapat mati atau dimatikan. Maka jiwa atau roh dari karya sastra terdapat dalam pembaca.

Fungsi terpenting pembaca sebenarnya adalah kemampuan pembaca untuk mengungkapkan kekayaan karya sastra. Secara pragmatis sastrawan mengarang sebuah karya sastra. Karya sastra pun menjadi otonom dan menjadi milik masyarakat sehingga lepas dari pengaruh sastrawan yang mengarang karya sastra tersebut.

Tujuan sastrawan adalah berguna dan memberikan nikmat serta bermanfaat bagi kehidupan. Horatius pun menggabungkan kata utile dan dulce yaitu yang bermanfaat dan yang enak secara bersamaan. Dari pendapat inilah awal mula pendekatan pragmatik. Pendekatan pragmatik ini menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca.

(14)

mengetahui bagaimana reaksi dan tanggapan yang diberikan terhadap karya sastra tersebut. Pentingnya peranan pembaca dapat dilihat pula dari kenyataan bahwa setiap pembaca akan memberikan makna yang berbeda-beda terhadap suatu karya sastra.

Perbedaan-perbedaan penilaian atau pemaknaan terhadap karya sastra terjadi karena keberagaman jenis pembaca. Ini bisa dilihat dari segi usia, jenis kelamin, profesi, kelas sosial, dan wilayah geografis dari pembaca. Jika kita lihat secara sederhana berdasarkan pengetahuan sastra yang dimiliki, pembaca itu dibagi atas pembaca ahli dan pembaca awam. Pembaca ahli yaitu pembaca yang telah memahami sastra secara mendalam seperti para kritikus sastra dan para ahli sastra. Sedangkan pembaca awam adalah pembaca yang membaca karya sastra tanpa memiliki dasar atau pengetahuan tentang sastra secara mendalam. Salah satu pembaca awam adalah pembaca remaja.

Pembaca remaja cenderung membaca karya sastra hanya sebagai suatu kesenangan. Walaupun bisa kita lihat pula banyak pembaca remaja yang juga membaca karya sastra untuk mencari hal keilmuan di dalamnya. Namun hal tersebut tidak terlalu banyak jika dibandingkan pembaca remaja yang membaca demi kesenangan.

Hal tersebut bisa terjadi karena pengetahuan pembaca remaja yang tidak terlalu luas mengenai sastra. Pengetahuan yang tidak terlalu luas tersebut yang menimbulkan beberapa persoalan di kalangan pembaca remaja. Diantaranya, mudahnya pembaca remaja terpengaruh akan bacaan yang mereka baca tanpa ada dasarnya pengetahuan sehingga pembaca remaja lebih memperlakukan karya sastra secara naif.

(15)

tidak mengetahui karya-karya sastra yang bersifat kanon atau karya-karya sastra yang sudah banyak dibicarakan oleh para ahli sastra.

Ketidaktahuan pembaca remaja terhadap karya sastra kanon juga disebabkan karena kuranganya peranan lingkungan sekitar pembaca remaja yang mengarahkan mereka untuk membaca karya-karya tersebut. Misalnya peran serta orang tua dalam memberikan pelajaran kehidupan berdasarkan karya sastra kanon yang biasanya memang berisikan pelajaran-pelajaran kehidupan di masyarakat.

Peran guru juga hal penting dalam memperkenalkan karya-karya sastra kanon terutama guru Bahasa dan Sastra Indonesia. Banyak guru yang hanya memperkenalkan karya-karya yang populer yang mereka ketahui dan karya-karya yang mudah dipahami oleh siswa-siswinya saja tanpa memperkenalkan karya-karya kanon yang mungkin memang lebih sulit untuk siswa-siswi pahami.

Karya-karya kanon sulit dipahami oleh para pembaca remaja dikarenakan karya-karya kanon biasanya merupakan karya-karya yang terbit bukan pada zaman mereka sehingga sulit dipahami karena adanya jarak waktu antara karya sastra kanon tersebut dengan pembaca remaja saat ini. Selain itu karya-karya kanon sulit dipahami karena kurangnya motivasi dari guru agar siswa mempelajari karya-karya kanon tersebut sehingga pembaca remaja pun tidak memiliki motiovasi untuk membaca karya-karya kanon tersebut.

Maka dalam hal ini pembelajaran sastra menjadi hal yang penting di sekolah bagi para pembaca remaja. Dengan adanya pembelajaran sastra, pembaca remaja khususnya siswa-siswi yang mempelajarinya dapat lebih mengenal sastra secara mendalam sehingga mereka pun dapat memilah bacaan mereka khususnya karya-karya sastra yang lebih mendidik salah satunya yaitu karya-karya sastra kanon.

(16)

definisi atau klasifikasi tentang karya sastra dan sejarah sastra. Mereka tidak mempelajari apresiasi atau kritik karya sastra secara langsung.

Sedangkan pendidikan sastra adalah pendidikan yang mencoba untuk mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses kreatif sastra. Dengan pendidikan seperti ini, peserta didik diajak untuk langsung membaca, memahami, menganalisis, dan menikmati karya sastra secara langsung.

Pendidikan sastra ini bisa didapatkan dari pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Secara umum tujuan pembelajaran mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia bidang sastra dalam kurikulum 2004 adalah agar (1) peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan (2) peserta didik menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Pembelajaran sastra hendaknya mempertimbangkan keseimbangan pengembangan pribadi dan kecerdasan peserta didik. Pembelajaran sastra tidak hanya berkaitan dengan estetika atau etika. Dalam kenyataanya, pembelajaran sastra sering hanya untuk mengasah kemampuan estetika dan etika. Pembelajaran sastra sangat strategis digunakan untuk mengembangkan kompetensi spritual. Emosional bahasa atau untuk mengembangkan intelektual dan kinestetika.

Dari penjelasan di atas, maka benarlah jika pembelajaran sastra itu penting bagi pembaca remaja karena dengan adanya pembelajaran sastra, pembaca remaja dapat mencoba mengapresiasi sastra dan mengkritik sastra berdasarkan pemahaman yang mereka miliki tentang sastra. Dengan pembelajaran sastra pula mereka akan dapat memilah karya sastra yang baik dan mendapatkan pengetahuan dari bahan bacaan mereka termasuk karya-karya sastra kanon.

(17)

Kisah pada tahu 1955 yaitu cerpen Robohnya Surau Kami –yang selanjutnya akan disebut RSK- karya dari A.A Navis yang merupakan cerpenis pencemooh.

Cerpen RSK digunakan dalam penelitian ini karena cerpen RSK sudah banyak diteliti dan dikritis oleh para ahli sastra bahkan hingga saat ini. Selain itu cerpen ini juga banyak mengandung unsur kehidupan yang dapat dijadikan pelajaran terutama bagi pembaca remaja. Selain itu gaya penceritaan yang menarik juga merupakan daya tarik dari cerpen ini sehingga cerpen ini sangat perlu dibaca bagi para pembaca remaja. Oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Respons Pembaca Remaja Terhadap Cerpen

Robohnya Surau KamiKarya A.A Navis”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan judul dari penelitian ini yaitu “Respons Pembaca Remaja terhadap Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.

1. Belum mengetahui struktur Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis. 2. Pembaca yang kurang mengenali karya sastra kanon yaitu cerpen Robonya

Surau Kami karya A.A Navis.

3. Pembaca tidak mengetahui cara merespons dan menilai suatu karya sastra. 4. Pendidik kurang memberikan pemahaman mengenai pembelajaran sastra

terhadap siswa yang merupakan bagian dari pembaca.

5. Belum mengetahui implikasi penelitian ini terhadap pembelajaran sastra.

C. Pembatasan Masalah

(18)

dan terfokus. Masalah yang akan menjadi objek penelitian dibatasi sebagai berikut.

1. Menganalisis mengenai respons pembaca terhadap cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis. Pada penelitian ini repon pembaca dibatasi hanya pada

kalangan remaja saja. Dalam menganalisis mengenai respons pembaca terhadap cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis diperlukan pula mengetahu struktur dari cerpen serta implikasi dari penelitian ini terhadap pembelajaran sastra Indonesia.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah struktur cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis?

2. Bagaimakah respons pembaca remaja terhadap cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis?

3. Bagaimanakah implikasi penelitian ini terhadap pembelajaran Sastra Indonesia?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menjelaskan struktur dari cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis. 2. Menjelaskan respons pembaca remaja terhadap cerpen Robohnya Surau Kami

karya A.A Navis.

(19)

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menambah khazanah pengkajian sastra tentang respons pembaca yang bukan merupakan pembaca ahli khususnya pembaca remaja terhadap sebuah cerpen kanon sehingga dapat menjadi masukkan yang berguna bagi para peneliti lainnya dalam melihat respons dari pembaca.

2. Memberikan informasi tentang pentingnya pengetahuan mengenai respons pembaca bagi pembaca khususnya pembaca remaja.

3. Memberikan informasi tentang pentingnya pengetahuan mengenai respons pembaca bagi para pendidik khususnya guru bahasa dan sastra Indonesia. 4. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian yang sudah ada dan

mendorong pembaca dalam meningkatakan daya kreatifitas dan penalaran sastra.

G. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Menurut Siswanto dan Roekhan, sebagai sebuah keutuhan komunikasi sastrawan-karya sastra-pembaca, maka pada hakikatnya karya yang tidak sampai ke tangan pembacanya, bukanlah karya sastra.1 Sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik, karena pendekatan ini memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca.

Berdasarkan uraian di atas maka pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik dalam sastra, yaitu pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati sebuah karya sastra. Pendekatan pragmatik ini digunakan untuk menganalisis cerpen RSK karya A.A Navis.

1

(20)

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dapat menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis. Penggunaan metode ini dikarenakan penulisannya bukan berupa angka-angka.

Menurut Bodgan dan Tylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.2 Kirk dan Miller pun mendefinisikan dengan sejalan yaitu tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.3

Dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif, maka data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinana menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.

Penelitian akan berisi kutipan-kutipan data yang memberi gambaran penyajian penelitian tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya.4

Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara memberikan bahan bacaan cerpen RSK karya A.A Navis kepada responden, kemudian dilanjutkan dengan pengisian kuesioner. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah catatan lapangan.

2

Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:Remaja Rosdakarya, 1993), hlm. 3.

3Ibid

.

4Ibid

(21)

3. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 dan yang menjadi lokasi penelitian adalah Madrasah Aliyah Negeri 4 jakarta.

4. Populasi dan Sampel

Populasi adalah sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi objek penelitian, misalnya lembaga, individu, kelompok dokumen atau konsep. Menurut Suharsini Arikunto “apabila subjek kurang dari seratus orang, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subjeknya besar dapat diambil 10-15% atau tergantung setidak-tidaknya dari segi waktu, tenaga dan dana.5 Dalam penelitian ini sample yang digunakan bejumlah 20 orang sesuai dengan kemampuan waktu, tenaga, dan dana dari peneliti.

5. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland, sumber utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.6 Dalam hal ini jenis data dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik. Untuk penelitian ini yang digunakan adalah berupa kata-kata dan tindakan, serta sumber tertulis. a. Kata-kata dan Tindakan

Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis. Catatan tertulis dalam penelitian ini berupa angket.

b. Sumber Tertulis

Dilihat dari segi sumber data, data tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi. Dalam penelitian ini, sumber tertulis

5

Manase Malo, dkk. Metode Penelitian Sosial (Jakarta: Universitas terbuka, 1997). hlm. 149.

6

(22)

yang digunakan adalah sumber buku dan majalah ilmiah yang tersimpan di perpustakaan dan juga milik pribadi yaitu cerpen RSK karya A.A Navis, buku tentang metode penelitian, buku terbitan pemerintah, serta skripsi. Selain sumber buku, dalam penelitian ini juga menggunakan sumber dari arsip yaitu artikel-artikel dari majalah dan koran.

6. Teknik Pengumpulan Data

Keberhasilan dalam suatu penelitian salah satunya ditentukan oleh pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif pengumpulan data sangat penting karena data yang disajikan dalam bentuk kata atau kalimat maka data-data yang dikumpulkan diupayakan valid dan andal (reliabel) sehingga data harus benar-benar memperhatikan langkah-langkah yang telah ditentukan. Adapun langkah-langkah tersebut antara lain:

a. Studi Pustaka

Dalam studi pustaka ini yang dilakukan adalah mencari bahan penelitian yaitu cerpen RSK karya A.A Navis serta data-data mengenai A.A Navis. Kemudian dilanjutkan dengan membaca karya sastra-karya sastra tersebut sampai diperoleh pemahaman isi.

b. Menentukan Subjek dan Fokus Penelitian

Setelah studi pustaka, kita menentukan subjek atau orang yang akan kita teliti. Dalam penelitian ini subjeknya adalah beberapa orang remaja yang memiliki pengetahuan mengenai cerpen. Setelah mendapatkan subjek penelitian menentukan fokus penelitian. Dalam penelitian ini fokus penelitiannya adalah pemahaman mengenai cerpen RSK karya A.A Navis. c. Pengumpulan Data

(23)

catatan tertulis berupa angket mengenai fokus penelitian yang akan disajikan. Selain menggunakan catatan tertulis, penelitian ini juga menggunakan sumber tertulis mengenai data dan kutipan cerpen RSK karya A.A Navis serta data mengenai A.A Navis yang berasal dari buku, artikel majalah dan koran serta dokumen.

7. Teknik Analisis Data

Prosedur analisis data dalam penelian ini sebagai berikut.

1. Membaca teks sastra. Dalam hal ini adalah cerpen RSK karya A.A Navis yang dijadikan objek penelitian. Dalam proses membaca cerpen seperti yang sudah dijelaskan dalam bagian pengumpulan data.

2. Memahami teori pendekatan pragmatik, teori evaluasi sastra dan teori psikologi remaja yang akan digunakan dalam proses pengkajian.

3. Setelah membaca dan memahami teks sastra maupun teori kemudian dilakukan pengumpulan data. Yang kemudian akan diperoleh data berupa data kualitatif. Dari data kualitatif tersebut kemudian direduksi. Diambil data mana yang kira diperlukan dan membuang data mana yang kira-kira tidak diperlukan. Setelah itu dilakukan penarikan simpulan.

8. Prosedur Penelitian

a. Pembacaan data

(24)

b. Reduksi Data

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Jenis Sastra

Pada umumnya pembaca telah mengenal istilah sastra serius dengan sastra populer. Sastra serius merupakan sastra yang mengahadirkan kebaharuan dan keaslian sedangkan sastra populer tidak menghadirkan hal tersebut. Selain itu, sastra serius memiliki mutu yang baik karena dibuat bukan untuk mencari keuntungan tetapi untuk mengahdirkan sesuatu hal misalnya protes sosial.

Menurut Jacob Somardjo, sastra populer yang berkonotasi hiburan dan barang dagangan sudah tumbuh di Indonesia sejak masa jaya Balai Pustaka tahun 1920-an bahkan beberapa puluhan tahun sebelumnya yaitu dalam tradisi sastra Melayu rendah dan sastra Melayu Cina. Pada masa jaya balai Pustaka tahun 1930-an, sastra populer itu disebut juga sastra picisan.7

Sumardjo pun mengatakan ketika dekade 1970-an novel populer masa itu meletakan dasar adanya bacaan populer berbobot yang tidak mengejar faktor pencarian, pembaharuan dan keaslian seperti dikejar oleh kesusastraan. Hanya masih terbatar pada jenis romance yang serba manis, sedangkan jenis populer yang lain seperti detektif, misteri, atau sejarah belum berkembang.8

Pada akhirnya sastra populer makin tidak terbendung lagi pada tahun 1980-an hingga sekarang. Berlimpahannya sastra populer itu akhirnya mengaburkan batasnya dengan sastra serius yang telah memiliki jalur sendiri.

7

Yudiono K.S., Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Grasindo: Jakarta, 2007), hlm. 223.

8Ibid

., hlm. 226.

(26)

B. Cerpen

Cerpen merupakan bagian dari prosa rekaan. Prosa rekaan sendiri bisa dibedakan atas prosa lama dan prosa modern. Prosa lama sering berwujud cerita rakyat (folktale). Bentuk prosa rekaan modern bisa dibedakan atas roman, novel, novelet dan cerpen.9

Cerpen atau cerita pendek adalah rangkaian peristiwa yang terjalin menjadi satu yang di dalamnya terjadi konflik antaratokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar dan alur. Peristiwa dalam cerita berwujud hubungan antartokoh, tempat, dan waktu yang membentuk satu kesatuan. Sama hakikatnya dengan kehidupan nyata, sebuah peristiwa terjadi karena kesatuan manusia, tempat, dan waktu. Dari kesatuan itulah peristiwa terbentuk.10

Cerpen selalu menampilkan diri yang demikian. Bedanya, peristiwa dalam kenyataan bersifat persepsional-komunal, sedangkan peristiwa dalam cerita berisifat imajinasi-individual.11 Dalam cerpen, peristiwa dideskripsikan dengan kata-kata sebagai perasaan imajinasi pengarang terhadap suatu peristiwa yang dibayangkannya. Oleh karena itu, jika puisi kekuatan utamanya pada diksi, kalimat, dan tipografi maka pada cerita terdapat pada deskripsi peristiwa yang baik, yang merupakan perpaduan antara tokoh, latar, dan alur. Rangkain peristiwa itulah yang kemudian membentuk genre cerpen sehingga baik-buruknyasuatu cerpen ditentukan oleh penggambaran-penggambaran peristiwa yang dilukiskan oleh pengarangnya.

Seperti pernah disebutkan oleh Edgar Alan Poe, salah satu ciri khas cerita pendek adalah ia biasanya akan terbaca habis hanya dalam sekali duduk.12 Cerpen cenderung membatasi diri pada rentang waktu yang pendek, ketimbang menunjukkan adanya perkembangan dan kematangan watak pada diri tokoh.

9Ibid.

, hlm. 140.

10

Kurniawan dan Sutardi, Penulisan Sastra Kreatif, hlm. 59.

11

Ibid., hlm. 59.

12

(27)

Cerpen jarang menggunakan plot kompleks karena lebih terfokus pada satu episode atau situasi tertentu saja daripada rangkaian ceritanya.

Unsur-unsur dari cerpen sama seperti unsur-unsur yang dimiliki dari prosa rekaan yang lainnya yaitu terdiri dari unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, Unsur- unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.13 Unsur yang dimaksud, misalnya peristiwa, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalam karya sastra.14 Bagaimanapun unsur ekstrinsik tetap berpengaruh terhadap totalitas cerita yang dihasilkan. Maka unsur ekstrinsik harus tetap dipandang sebagai hal yang penting.

Untuk penelitian ini yang lebih difokuskan adalah penganalisisan unsur intrinsik dari cerpen RSK karya A.A Navis. Untuk unsur intrinsik sendiri yang akan dianalisis dalam penelitian ini hanya penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan tema.

1. Penokohan

Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi sorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita. Seperti dikatakan Jones, penokohan adalah

13

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarya: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 23.

(28)

pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.15

Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan dalam beberapa jenis berdasarkan sudut mana penamaan itu dilakukan.

c. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam cerita tersebut. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek.

d. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

Menurut Altenbernd & Lewis tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi pembaca yang bisa kita sebut hero, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita.16 Pembaca sering mengenalinya sebagai memiliki kesamaan dengannya, permasalahan yang dihadapi seolah-olah juga sebagai permasalahan kita, demikian pula dalam hal menyikapinya sehingga pembaca memberikan empati pada tokoh tersebut. Sedangkan tokoh antagonis yaitu tokoh penyebab terjadinya konflik. Tokoh antagonis bisa dikatakan beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun tidak langsung, bersifat fisik ataupun batin.

e. Tokoh sederhana dan Tokoh Bulat

Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat atau watak tertentu saja. Ia mudah dikenali dan dipahami, lebih familiar dan cenderung steriotip. Sedangkan tokoh bulat atau kompleks adalah tokoh yang memiliki dan diungkap

15Ibid.,

hlm. 165.

16Ibid.,

(29)

berbagai kemungkinana sisi kehidupannya, sisi keprinadiannya dan jati dirinya.

f. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang

Menurut Altenbernd & Lewis, tokoh statis adalah tokoh cerita yang sangat esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi.17 Sedangkan tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan peristiwa dan plot yang dikisahkan.

g. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral

Altenbernd & Lewis mengatakan, tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. Sedangkan tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi.

Dalam penelitian ini, penamaan tokoh yang digunakan dalam menganalisis penokohan pada cerpen RSK karya A.A Navis adalah tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Dalam menentukan tokoh-tokoh ke dalam tokoh protagonis atau tokoh antagonis tidak mudah. Tokoh yang mencerminkan harapan dan norma, memang dapat dianggap tokoh protagonis. Namun tak jarang tokoh ada tokoh yang tak membawakan nilai-nilai moral tetapi membuat pembaca merasa empati dan simpati pada tokoh tersebut. Maka, jika terdapat dua tokoh yang berlawanan, tokoh yang lebih banyak diberi kesempatan untuk mengungkapkan visinya itulah yang mungkin memperoleh simpati dan empati pembaca.

Seperti halnya dalam cerpen RSK karya A.A Navis terdapat dua tokoh yang memiliki visi yang berlawanan yaitu tokoh Kakek dan tokoh Ajo Sidi. Karena perbedaan visi yang disampaikan tokoh inilah yang membuat peneliti menggunakan penokohan protagonis dan antagonis. Selain itu, dalam penamaan

17Ibid.,

(30)

tokoh pun dapat digabungkan dengan penamaan penokohan yang lainnya. Dalam penelitian ini akan digabungkan antara penamaan penokohan protagonis-antagonis dengan penokohan utama-tamabahan.

2. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang cerita. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri.18 Abrams mengatakan sudut pandang merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan sastrawan sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.19

Sudut pandang cerita itu sendiri secara garis besar dapat dibedakan ke dalam dua macam yaitu persona pertama (first person) atau gaya “aku” dan persona ketiga (third person) atau gaya “dia”. Dalam penganalisisan cerpen RSK karya A.A Navis akan membahas mengenai sudut pandang persona pertama atau gaya “aku” karena di awal cerita pun telah terlihat bahwa A.A Navis menggunakan kata “aku” dalam menceritakan cerpen RSK tersebut.

3. Alur

Abrams mengatakan alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam cerita.20 Alur menjadi rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama yang menggerakan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan penyelesaian. Penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya mendasarkan diri pada urutan waktu saja belum merupakan alur. Agar menjadi alur, peristiwa-peristiwa itu harus diolah secara kreatif.

18

Yudiono K.S., Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Grasindo: Jakarta, 2007), hlm. 151.

19

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarya: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 248.

20Op.cit.,

(31)

Secara teoritis alur dapat diurutkan atau dikembangkan ke dalam tahap-tahap tertentu secara kronologis. Dalam menganalisis alur cerpen RSK karya A.A Navis akan digunakan tahapan alur yang dibagi menjadi lima bagian yang dikemukan oleh Tasrif:

a. Tahap penyituasian (situation). Pada tahap ini yang diutamakan berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita.

b. Tahap pemunculan konflik (generating circumstances). Pada tahap ini masalah dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan.

c. Tahap peningkatan konflik (rising action). Pada tahap ini konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya.

d. Tahap klimaks (climax). Pada tahap ini konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi mencapai titik intensitas puncak.

e. Tahap penyelesaian (deneuement). Pada tahap ini konflik yang mencapai klimaks diberi penyelesaian.

4. Latar

Menurut Abrams, latar atau setting yang disebut juga landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peritiwa yang diceritakan.21 Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasan tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.

Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok yaitu (1) latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi; (2) latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi; dan (3) latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan prilaku

21Op.cit

(32)

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Dalam penganalisisan cerpen RSK karya A.A Navis akan mengungkapkan ketiga unsur latar yang terdapat pada cerpen tersebut.

5. Tema

Menurut Stanton dan Kenny, tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita.22 Untuk menemukan tema sebuah karya fiksi haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema walaupun sulit ditentukan secara pasti bukanlah makna yang “disembunyikan”, walau belum tentu dilukiskan secara eksplisit. Tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan sendirinya ia akan “tersembunyi” di balik cerita yang mendukung.

Tema dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori yang berbeda tergantung dari segi mana penggolangan itu dilakukan. Dalam penganalisisan cerpen RSK karya A.A Navis akan digunakan penggolongan dikhotomis yang bersifat tradisional dan nontradisional.Pada umumnya tema tradisional merupakan tema yang digemari orang dengan status sosial apa pun, di manapun, dan kapanpun. Selain hal-hal yang bersifat tradisional, tema sebuah karya mungkin saja mengangkat sesuatu yang tidak lazim, katakan sesuatu yang bersifat nontradisional. Karena sifatnya yang nontradisional, tema yang demikian, mungkin tidak sesuai dengan harapan pembaca, bersifat melawan arus, mengejutkan, bahkan boleh jadi mengesalkan, mengecewakan atau berbagai reaksi afektif yang lain.

C. Pendekatan Teori

1. Pendekatan Pragmatik

Pendekatan pragmatik adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peran pembaca dalam menerima,

22Ibid

(33)

memahami, dan menghayati karya sastra. Dalam kaitannya dengan salah satu teori modern yang cukup pesat perkembangannya yaitu teori resepsi.23

Pendekatan pragmatik memiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyarakat, perkembangan dan penyebarluasannya sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan. Dengan indikator pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatik memberikan manfaat terhadap pembaca. Pendekatan pragmatik secara keseluruhan berfungsi untuk menopang teori resepsi.

Dalam pendekatan karya sastra hanya dipandang sebagai sarana atau alat untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Oleh karena itu, penilaian karya sastraterutama ditekankan pada tujuan atau fungsi yang hendak disampaikan kepada pembaca. Hal itu berarti bahwa karya sastra yang semakin banyak memuat tujuan tertentu (pendidikan dalam arti luas) dianggap sebagai karya yang semakin bernilai. Dengan demikian, yang terpenting di dalam pragmatik adalah fungsi-fungsi karya sastra yang mempengaruhi pembaca.

Menurut Teeuw, sejarah pragmatik mulai berkembang sejak 14 tahun sebelum Masehi ketika Horace mempertanyakan tugas atau fungsi seorang penyair. Dikatakan bahwa fungsi penyair adalah mengatakan hal-hal yang enak dan berfaedah bagi kehidupan. Agaknya pernyataan Horace tersebut oleh beberapa ahli sastra dan ahli retorika di Barat dinilai cukup mendasar sehingga mereka kemudian tertarik untuk meneliti hal-ihwalnya. Berbagai hal yang kemudian ditelitiadalah sarana-sarana kebahasaan yang bagaimana yang harus dimanfaatkanoleh pemakai bahasa (sastrawan, pengacara, negarawan, dan sebagainya) untuk mencapai efek yang maksimal terhadap pembaca atau pendengar.24

23

Siswanto, Pengatar Teori Sastra, hlm.190 & Nyoman Kutha Ratna. Teori, metode, dan Teknik Penelitian Sastra. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2007), hlm. 71.

24

(34)

Penelitian yang akan mengungkapkan tujuan dan fungsi sastra akan melihat relevansi karya sastra bagi keberadaan masyarakatnya. Dikatakan demikian karena kehadiran sastra dalam masyarakat dipandang mempunyai tujuan. Sebagai sebuah sarana komunikasi, peran karya sastra dapat dikatakan sangat penting karena dapat menggerakan pembacanya agar bersikap, berprilaku, dan bertindak sebagaimana diungkapkan atau “disarankan” oleh teksnya. Dalam konteks inilah, secara pragmatik, karya sastra dipandang sebagai produk yang menawarkan pandangan, saran, harapan, dan langkah-langkah untuk mencapai masyarakat yang dicita-citakan.

Berdasarkan pandangan ini pula dilakukan penelitian terhadap cerpen RSK karya A.A Navis dengan pembaca sebagai objek penelitiannya. Dengan

begitu kita dapat mengetahui respons masyarakat atas cerpen RSK karya A.A Navis ini. Bagaimana pengaruh cerpen RSK ini di masyarakat.

2. Respon

Banyak ahli yang memberikan penjelasan tentang teori respons. Scheerer menyebutkan respons merupakan proses pengorganisasian rangsang dimana rangsang-rangsang prosikmal di organisasikan. Sedemikian rupa sehingga sering terjadi representasi fenomenal dari rangsang prosikmal.

Respons pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku kalau ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. Jadi berbicara mengenai respons atau tidak respons tidak terlepas dari pembahasan sikap. Respons juga diartikan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu.

(35)

dan prasangaka, pra pemahaman yang mendetail, ide-ide, rasa takut, ancaman dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus.

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa cara pengungkapan sikap dapat melalui:

1. Pengaruh atau penolakan 2. Penilaian

3. Suka atau tidak suka

4. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respons positif dilihat dari tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya seseorang mempunyai respons negatif apabila informasi yang didengarkan atau perubahan suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau malah menghindar dan membenci objek tertentu.

Terdapat dua jenis variable yang mempengaruhi respons:

1. Variable struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik

2. Variable fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat, misalanya kebutuhan suasana hati, penglaman masa lalu25

3. Estetika Resepsi

Setelah memahami pendekatan pragmatik, selanjutnya teori yang perlu dipahami adalah estetika resepsi. Estetika resepsi atau estetika tanggapan adalah estetika (ilmu keindahan) yang didasarkan pada

25

(36)

tanggapan atau resepsi-resepsi pembaca terhadap karya sastra.26 Jauss dalam bukunya Literaturgeschichte als Provokation mempertimbangkan sejarah sastra terutama sebagai sebuah hasil penulisan dan resepsi yaitu bahwa pengalaman pembaca diterangkan dan dibatasi.27

Cakrawalan atau horizon harapan menjadi kunci bagi teori Jauss. Cakrawala harapan disususun dengan tiga kriteria

a. Norma generik yang terkenal yang dipaparkan oleh teks yang dibaca oleh pembaca;

b. Pengalaman dan pengetahuan pembaca terhadap keseluruhan teks yang telah dibaca sebelumnya;

c. Kontras antara fiksi dan kenyataan, yaitu kemampuan pembaca untuk menerima teks baru di dalam cakrawala harapan yang sempit dan cakrawala harapan yang luas.28

Seseorang dengan orang yang lain itu akan berbeda dalam merespons sebuah karya sastra. Begitu juga, tiap periode itu berbeda dengan periode lain dalam merespons sebuah karya sastra. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cakrawala harapannya (verwachtingshorizon atau horizon of expectation). Cakrawala harapan ini ialah harapan-harapan seseorang pembaca terhadap karya sastra. Tiap pembaca itu mempunyai wujud sebuah karya sastra sebelum ia membaca sebuah karya sastra. Dalam arti, seorang pembaca itu mempunyai konsep atau pengertian tersendiri terhadap suatu karya sastra.

Pengertian karya sastra pun akan berbeda antara satu orang dengan orang lain karena setiap pembaca akan mengharapkan bahwa karya sastra yang dibaca tersebut sesuai dengan pengertian karya sastra yang dimiliki pembaca tersebut. Cakrawala harapan tersebut ditentukan oleh pendidikan,

26

Rachmat Djoko Pradopo. Estetika Resepsi dan Teori Penerapannya dalam buku Bahasa Sastra Budaya (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1991), hlm. 182.

27

Rien T segers, Evaluasi Teks Sastra (Yogyakarta: Adicita, 2000), hlm. 35 dan Rachmat Djoko Pradopo, Estetika Resepsi dan Teori, hlm. 37.

28

(37)

pengalaman, pengetahuan, dan kemampuannya dalam menanggapi karya sastra.

Karl Robert Mandelkow menemukan bahwa landasan konsep Jauss tentang cakrawala harapan terlampau sempit. Ia menjelaskan bahwa alasannya bahwa tidak mungkin untuk membedakan sebuah cakrawala tunggal. Menurutnya ada tiga hal yang perlu diperhatikan.

a. Ada sebuah harapan yang didasarkan atas kriterian periode tertentu pada saat teks ditulis atau dipublikasikan yang disebut harapan periode.

b. Ada harapan yang didasarkan pada teks khusus yang disebut harapan teks. c. Ada harapan yang didasarkan pada kreativitas pengarang disebut harapan

pengarang.29

Dalam metode estetika resepsi pembaca yang diteliti merupakan pembaca yang cakap, bukan awam, yaitu para kritikus sastra dan ahli sastra yang dipandang mewakili para pembaca periodenya. Para pembaca ahli yang dimaksud Vodicka adalah para ahli sejarah, para ahli estetika, dan para kritikus.

Dengan memahami estetika resepsi kita dapat mengetahui bagaimakah respons para ahli sastra dan kritikus sastra dalam menaggapi cerpen RSK karya A.A Navis. Dengan begitu kita dapat mengetahui pengaruh cerpen tersebut bagi para ahli-ahli sastra baik pada zaman cerpen tersebut lahir ataupun ketika dewasa ini.

3. Evaluasi Teks Sastra

Setelah mengetahui repon pembaca ahli dengan teori estetika resepsi, untuk mengetahui respons pembaca yang bukan ahli dengan menggunakan teori evaluasi sastra. Estetika resepsi sangat penting dalam studi sastra modern karena dengan begitu aspek-aspek nilai suatu teks sastra maupun aspek faktualnya dapat diteliti. Tujuan dari eavaluatif yaitu melihat suatu teks

29Ibid

(38)

sastra yang didasarkan pada nilai-nilai namun jika tujuannya hanya deskriptif, teks tersebut hanya dilihat faktanya saja.

Pada proses evaluasi sejumlah pembaca yang memberikan informasikan diminta untuk memberikan putusan nilai mengenai teks-teks tertentu. Reaksi-reaksi pembaca diderivasikan dari keyakinan bahwa putusan nilai yang didasarkan pada pengetahuan tentang objek yang dinilai lebih menarik daripada putusan nilai yang didasarkan pada pengetahuan kecil atau tidak sama sekali tentang objek yang dinilai. Putusan nilai bertumpu pada pengetahuan objek. Karena objeknya adalah teks sastra, pengetahuan yang dibutuhkan adalah sastra termasuk di dalamnya elemen-elemen sistem sastra.30

Masalahnya dapatkah nilai yang diberikan mengukur teks tersebut? Pengukuran keluasan korpus sastra agaknya belum pernah dipermasalahkan. Akan tetapi harus ditekankan bahwa pengukuran adalah hal tertentu, dan putusan nilai hanya signifikasi jika seseorang menyadari bahawa kenyataan parameter pada hakikatnya bersifat arbitrer.

Maka dari itu, penelitian tentang repon pembaca remaja terhadap cerpen RSK karya A.A Navis ini akan menganalisis bagaimana kenyataan respons pembaca yang bukan pembaca ahli menilai cerpen tersebut. Pada penilian respons sendiri parameter yang digunakan merupakan bersifat arbitrer, peneliti akan menggunakan penilaian yang telah dibuat berdasarkan metode yang dianjurkan dalam evalusi sastra mengenai cerpen tersebut. jika hal ini telah dilakukan maka kita dapat melihat respons pembaca bukannya hanya dari pendapat para ahli sastra dan kritikus sastra saja, tetapi juga dapat melihat penilaian cerpen RSK ini berdasarkan pendapat pembaca yang bukan merupakan pembaca ahli.

30 Ibid

(39)

D. Psikologi Perkembangan Remaja

Stenley Hall mengatakan bahwa masa remaja dianggap sebagai masa topan-badai dan stres (strom and stress), karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri.31 Remaja sendiri dapat diartikan sebagai masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja berkisar usia 12/13-21 tahun. Untuk menjadi orang dewasa, menurut Erikson maka remaja akan melalui masa kritis di mana remaja berusaha untuk mencari identitas diri (search for self-identity).32

Ada 3 faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja, yaitu:

a. Faktor endogen (nature), dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan-perubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat herediter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya, misalnya postar tubuh, bakat-minat, kecerdasan, kepribadian, dan sebagainya.

b. Faktor eksogen (nurture), dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu itu sendiri, diantaranya (1) faktor lingkungan fisik misalnya letak geografis, cuaca, iklim, dan sebagainnya (2) faktor lingkungan sosial misalnya keluarga, tetangga, teman, lembaga pendididikan, dan sebagainya. c. Interaksi atara endogen dan eksogen, karena kedua faktor ini saling

berpengaruh sehingga terjadi interaksi antara faktor internal maupun eksternal, yang kemudian membentuk dan mempengaruhi perkembangan individu.

31

Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 13.

32Ibid

(40)

Dalam faktor eksogen atau eksternal telah dijelaskan salah satunya yaitu faktor sosial berupa lembaga pendidikan. Dalam penelitian mengenai respons pembaca remaja ini kita juga melibatkan faktor pendidikan maka kita harus mengetahui tentang perkembangan kognitif atau intelegensi dari remaja.

Menurut Thornburg, intelegensi mengandung 4 unsur pengertian yakni: (1) kemampuan untuk berpikir abstraks dan cermat, (2) kemampuan untuk mengambil suatu keputusan (judging), memahami terhadap suatu masalah secara menyeluruh (comprehend), teori yang rumit, serta mengetahui hubungan sebab-akibat suatu fenomena yang ditemui dalam kehidupannya, (3) kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan hidupnya, (4) seluruh kemampuan individu untuk melakukan suatu aktivitas guna mengembangkan potensi dirinya.33

Dalam hal penelitian respons pembaca remaja ini, jika dilihat dari pengertian intelegensi hal yang berkaitan adalah unsur pertama yaitu kemampuan berpikir cermat. Kemampuan berpikir cermat berkaitan karena pembaca remaja harus berpikir dengan cermat ketika mereka membaca suatu bacaan. Dalam penelitian ini yang menjadi bahan bacaan remaja ini adalah cerpen RSK karya A.A Navis.

Kemudian unsur kedua yaitu kemampuan untuk mengambil suatu keputusan (judging), memahami terhadap suatu masalah secara menyeluruh (comprehend), teori yang rumit, serta mengetahui hubungan sebab-akibat suatu fenomena yang ditemui dalam kehidupannya. Dalam hal ini pembaca remaja harus dapat mengambil keputusan ketika memberikan respons terhadap bahan bacaan yang berupa cerpen RSK karya A.A Navis serta memahami secara menyeluruh serta mengetahui hubungan sebab akibat yang disajikan cerpen RSK tersebut.

33Ibid

(41)

E. Penelitian Relevan

Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis pernah diteliti oleh beberapa orang di antaranya pernah diteliti oleh Machsunah Khisabiyah mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul skripsi “QISSATA

THARID AL FIRDAUS LI TAUFIQ AL HAKIM WA ROBOHNYA SURAU

KAMI LI 'ALY AKBAR NAVIS (DIRASAH TAHLILIYAH MUQARINAH)”

pada tahun 2009.34 Dalam penelitian ini, peneliti melihat adanya pengaruh dan keterkaitan unsur-unsur yang terkandung (intrinsik) dalam cerpen Tarid al-Firdausi dan Robohnya Surau Kami. Terutama dalam segi tema, tokoh dan pesan moral yang disampaikan oleh pengarang terhadap pembacanya. Penelitian ini menggunakan analisis komparasi sastra (Adab Maqarran), dimana komparasi sastra merupakan salah satu ragam dari pengetahuan-pengetahuan sastra yang membandingkan antara dua karya sastra atau lebih, dimana masing-masing dari karya sastra itu tumbuh berkembang bersama dalam entitas masyarakat tertentu, yang mana antara salah satu dari kedua karya sastra itu mempunyai keterpengaruhan dan juga keterkaitan. Hasil dari penelitian ini, Dari segi tema, peneliti menemukan adanya keterpengaruhan yang sangat erat. Diantaranya dari tema utama (mayor) kedua cerpen tersebut yaitu persoalan religi antara seorang hamba kepada Tuhannya, begitu pula tema-tema minor yang ada dalam keduanya. Diantaranya: menolak untuk bersenang-senang dan bekerja, gaya hidup dan kegelisahan yang serupa yang dialami kedua tokoh utama dalam kedua cerpen tersebut. Sedangkan dalam segi tokoh, pemeran utama dari masing-masing cerpen tampak sangat terkait antara satu dengan yang lainnya. Terbukti dalam kezuhudan dan karakteristik yang dimiliki oleh tiap pribadi dari kedua cerpen tersebut. Bahkan dalam pesan moral yang disampaikan dari kedua cerpen itu, sama-sama menyampaikan bagaiman hakekat kehidupan di dunia yang fana ini.

34Machsunah Khisabiyah ,“Qissata Tharid Al Firdaus

li Taufiq Al Hakim wa Robohnya Surau Kami li'Aly Akbar Navis (Dirasah Tahliliyah Muqariyah)” (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,

(42)

Selain itu, penelitian juga pernah dilakukan oleh mahasisiwi Universitas Muhammadiyah Malang yaitu Siti Aminah dalam skripsinya yang berjudul “Resepsi PembacaTerhadap Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A Navis (Studi Kasus Pada Anggota UKM-K Jamaah A.R Fachruddin)”.35 Dalam penelitian ini, peneliti melihat bagaimana resepsi Anggota UKM- Kerohanian dalam meresepsi nilai-nilai agama yang terkandung dalam cerpen Robohnya Surau Kami. Nilai-nilai agama yang diresepsi adalah nilai agama ibadah, aqidah

dan mualah. Selain itu peneliti, juga melihat bagaiman resepsi Anggota UKM- Kerohanian dalam meresepsi nilai-nilai budaya yaitu manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam semesta. Kemudian peneliti melihat pula bagaiman respsi Anggota UKM- Kerohanian dalam meresepsi nilai-nilai agama dan budaya yang ada dalam cerpen Robohnya Surau Kami dengan realitas masyarakat sekarang ini.

F. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra Indonesia

Telah dijelaskan pada perkembagan psikologi remaja bahwa lembaga pendidikan ikut berpengaruh dalam perkembangan remaja dari segi sosial. Maka dari itu lembaga pendidikan yang menaungi para remaja khususnya remaja SMA/MA/sederajat perlu dalam memahami bagaimana agar remaja Indonesia menjadi remaja yang kreatif dan bertanggung jawab

Dalam penelitian ini yang menjadi pengaruh pembaca remaja adalah salah satu mata pelajaran yang ada di setiap lembaga pendidikan yaitu bahasa dan sastra Indonesia. Pelajaran bahasa dan sastra Indonesia merupakan pelajaran yang wajib diikuti para remaja yang bersekolah pada lembaga pendidikan formal. Di dalam pelajaran ini terdapat mengenai pembelajaran sastra Indonesia dan salah satunya yaitu pembelajaran mengenai cerpen.

Acuan dalam penelitian ini adalah rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) dari SMA/MA/Sederajat di kelas X (sepuluh), yang akan dilampirkan pada

35Siti Aminah, “Resepsi PembacaTerhadap Cerpen Robohnya Surau Kami

(43)

lampiran 1. Pada RPP tersebut pembahasan mengenai cerpen terdapat pada SK (Standar Kompetensi) yang keenam yaitu membahas cerita pendek melalui kegiatan diskusi. Dari SK tersebut dibagi dalam dua KD (Kompetensi Dasar) yaitu:

1. Mengemukakan hal-hal yang menarik atau mengesankan dari cerita pendek melalui kegiatan diskusi. Dalam menemukan hal-hal menarik pada cerpen tersebut, siswa dituntut untuk dapat menentukan salah satunya yaitu unsur-unsur intrinsik. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, siswa yang diposisikan sebagai remaja harus dapat membaca dengan cermat cerpen tersebut kemudian memberikan respons dengan cara mengungkapkan unsur-unsur intrinsik cerpen dalam hal ini adalah cerpen RSK karya A.A Navis.

2. Menemukan nilai-nilai cerita pendek melalui kegiatan diskusi. Dalam hal ini siswa dituntut untuk dapat menemukan nilai-nilai yang terdapat pada cerpen kemudian membandingkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika dikaitkan dengan penelitian ini maka siswa yang diposisikan sebagai pembaca remaja harus dapat memberikan respons berupa pengamatan terhadap cerpen yang dibacanya kemudian mengemukakan nilai-nilai serta kaitannya dengan cerpen dalam hal ini cerpen RSKdalam kehidupan sehari-hari.

Pendekatan utama yang selama bertahun-tahun digunakan untuk mendidik siswa adalah pendekatan interaksi langsung (direct instruction approach), yaitu suatu pendekatan yang berpusat pada guru, di mana guru yang mengarahkan dan mengendalikan, menguasai keterampilan akademis, memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap siswa, serta memaksimalkan waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas belajar. Sampai sekarang pendekatan ini masih ditekankan di banyak sekolah.

(44)

mengkonstruksi dan memahami pengetahuannya yang dilakukan secara kognitif. Guru berperan dalam mendukung siswa ketika mereka melakukan eksplorasi dan berusaha memahami dunianya. Teori Piaget yang merupakan teori perkembangan utama berkaitan dengan pendekatan konstruktif kognitif.

Pendekatan konstruktif sosial (social construktivist approach) berfokus pada pentingnya kolaborasi dengan orang lain untuk menghasilkan pengetahuan dan pemahaman. Implikasinya adalah bahwa guru sebaiknya memberikan banyak kesempatan kepada para siswa untuk belajar bersama guru dan kawan-kawan sebaya dalam menyusun pemahaman. Teori Vygotsky merupakan teori pengembangan utama yang berperan sebagi landasan dari pendekatan kostruktif sosial.36

36

(45)

BAB III

BIOGRAFI DAN SINOPSIS

A. Biografi A.A Navis

Nama lengkapnya adalah Ali Akbar Navis, tetapi sepanjang karirnya ia lebih dikenal dengan namanya yang lebih simpel A.A Navis. A.A Navis lahir pada 17 November 1924 di Padang Panjang, Sumatra Barat.37 Putera dari St. Marajo Sawiyah merupakan anak sulung dari lima belas bersaudara38.

Kesenangan A.A. Navis terhadap sastra dimulai dari rumah. Pada saat itu, orang tuanya berlangganan majalah Panji Islam dan Pedoman Masyarakat. Kedua majalah itu sama-sama memuat cerita pendek dan cerita bersambung di setiap edisinya. A.A Navis selalu membaca cerita-cerita itu dan lama kelamaan ia pun mulai menggemarinya. Ayahnya mengetahui dan mau mengerti akan kegemaran A.A Navis itu. Ayahnya pun lalu memberikan uang agar Navis bisa membeli buku-buku bacaan kegemarannya. Itulah modal awal A.A Navis untuk menekuni dunia karang-mengarang di kemudian hari.

A.A Navis memulai pendidikan formalnya dengan memasuki sekolah Indonesisch Nederiandsch School (INS) di daerah Kayutanam selama 11 tahun. Kebetulan jarak antara rumah dan sekolah A.A Navis cukup jauh. Perjalanan panjang yang ditempuhnya setiap hari itulah yang kemudian dimanfaatkannya untuk membaca buku-buku sastra yang dibelinya itu.

Selama sekolah di INS, selain mendapat pelajaran utama, A.A Navis juga mendapat pelajaran kesenian dan berbagai keterampilan. Pendidikan A.A Navis secara formal hanya sampai di INS, selanjtunya ia belajar secara otodidak. Akan

37

A.A Navis, Robohnya Surau Kami (Jakarta: Gramedia, 2010), hlm. 139.

38

Sman 1 praya timur, “Biografi A.A Navis,” artikel diakses pada 26 September 2011.

http://sman1prayatimur.blogspot.com/2011/09/biografi-aa-navis.html

(46)

tetapi, kegemarannya membaca buku (bukan hanya buku sastra, juga berbagai ilmu pengetahuan lain) memungkinkan intelektualnya berkembang. Bahkan, terlihat agak menonjol dari teman-teman seusianya.

Dasar-dasar kesenian A.A Navis boleh jadi diperoleh dari perguruan INS Kayutanam yang ditamatkan pada tahun 1943. Selebihnya ialah pergulatan pribadi yang tak henti-hentinya untuk menguasai dan menekuninya. Maka menjadilah A.A Navis seorang seniman komplet: pelukis, pematung, pemusik, penulis dan sastrawan andal. Kepada semuanya ini patut ditambahkan perannya sebagai wakil rakyat ketika ia duduk sebagai anggota DPRD Tk. I Sumatera Barat di bawah panji-panji Golongan Karya.39

Pada tahun 1958 terjadi pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia). Pemberontakan ini berakhir pada akhir tahun 1961. Sejak berakhirnya pemberontakan itu, kita dapat melihat tugu-tugu pembebasan. Namun tugu-tugu tersebut sudah diruntuhkan semasa gubernur Drs. Harun Zain.

Barangkali “karya” besar A.A Navis untuk masyarakat Minang ada hubungannya dengan runtuhnya tugu-tugu tersebut. Saat A.A Navis menjadi anggota DPRD Tk. I Sumatera Barat, ia termasuk salah seorang yang diam-diam mendesak gubernur dan eksekutif lainnya agar tugu-tugu pembebasan itu dihancurkan. Langkah tersebut diambil karena ia melihat kehadiran tugu-tugu tersebut akan memperpanjang trauma masyarakat Minang.

Dalam hidupnya, A.A Navis pernah menjadi guru. Belakangan ia bahkan mengajar di perguruan tinggi dalam mata kuliah sosiologi Minagkabau. Kiprahnya di bidang pendidikan ini rupanya tidak pernah dilepaskannya. A.A Navis tercatat sebagai salah satu pengurus inti badan yang mengelola perguruan tinggi INS Kayutanam, yang merupakan almamaternya.

Menurut usianya, A.A Navis itu sebenarnya lebih tepat digolongkan kepada angkatan ‘45, tetapi ia baru muncul dalam gelanggang sastra Indonesia

39Soewardi Idris “A.A Navis dan Cerpen Dunia Akhirat”, Otobiografi A.A. Navis

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.2
Tabel 1.3 Kriteria Intelektual
Tabel 2.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah resepsi siswa terhadap cerpen Mata yang Enak Dipandang karya Ahmad Tohari dan implikasinya pada pembelajaran sastra di

Sebagai pembaca karya sastra, khususnya drama, tugas kita tidaklah habis hanya dengan membaca saja, akan tetapi ada hal-hal yang harus kita ketahui atau kita pelajari,

Biya Ebi Praheto, Konflik Psikologis Tokoh Kakek Garin 181 pula merupakan konfliks psikologis yang dialami oleh tokoh dalam cerita.. Salah satu cerpen dengan konfliks psikologis yang