PERLINDUNGAN HAK TERKAIT LEMBAGA TELEVISI
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG HAK CIPTA
TESIS
Oleh
MUTIA ULFA
077011047/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERLINDUNGAN HAK TERKAIT LEMBAGA TELEVISI
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG HAK CIPTA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MUTIA ULFA
077011047/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji pada
Tanggal : Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH,MHum
Anggota : 1. Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum
2. Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,MHum
3. Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN
ABSTRAK
Hasil karya cipta yang dihasilkan oleh pencipta ada yang langsung dapat dinikmati,tetapi tetap saja membutuhkan pihak lain untuk mempertunjukkan karya cipta tersebut. Masalah ini menyangkut perubahan bentuk perlindungan bagi karya rekaman suara, karya siaran dan karya pertunjukan. Sesuai Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta,ketiga jenis ciptaan itu dialihkan perlindungannya kedalam rejim hak terkait yang merupakann perlindungan yang hanya ditujukan pada pelaku, produser rekaman dan badan penyiaran. Salah satu lembaga penyiaran adalah lembaga penyiaran. televisi, sebagai sarana elektronik yang paling digemari dan dicari orang.
Adapun permasalahan yang akan dikemukakan dalam tesis ini adalah bagaimanakah bentuk-bentuk hak dari lembaga penyiaran televisi,bagaimanakah perlindungan hak terkait menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan bagaimanakah mekanisme penyelesaian sengketa dalam hal pemberian hak terkait lembaga penyiararan televisi menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptis. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan melakukan penelitian pada stasiun Deli TV sebagai lembaga penyiaran.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk-bentuk hak dari lembaga penyiaran televisi adalah pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau melarang orang lain membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar dari pertunjukannya. Produser rekaman suara memiliki hak eksklusif untuk memeberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem elektromagnetik lain. Perlindungan hak terkait lembaga penyiaran televisi menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta adalah antara lain hak-hak para pelaku artis yang dapat terdiri dari para penyanyi, aktor, musisi, dan sebagainya yang menyampaikan kepada publik suatu pertunjukan hidup, fiksasi dari pertunjukan demikian dan perbanyakan dari pertunjukan-pertunjukannya, juga para produser rekaman suara. Mekanisme penyelesaian sengketa dalam hal pemberian hak terkait lembaga penyiaran televisi menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu: melalui tuntutan pidana, gugatan perdata, dan melalui alternatif penyelesaian sengketa
ABSTRACT
work result create that produced by creator there direct can be enjoyed, but permanent want other party to demonstrate work creates. this problem concerns protection transformation for voice recording work, broadcast work and work shows. appropriate number law 19 year 2002 about copyright, third that creation kind is shifted the protection intoes regime related right merupakann protection only is attributed in executant, produser recording and broadcasting body. one of [the] broadcasting institution institution broadcasting
.
television, as electronic tool most menggemari and looked for person.as to troubleshoot that be proposed in this thesis how does forms belonging of television broadcasting institution, how does related right protection follow number law 19 year 2002 about copyright and how does quarrel completion mechanism in the case of institution related right gift penyiararan television follow number law 19 year 2002 about copyright. this watchfulness belongs watchfulness kind deskriptis. data source in this watchfulness is got with gather primary data and secondary data. primary data is got with do watchfulness in station deli television as broadcasting institution.
result from this watchfulness shows that forms belonging of television broadcasting institution has exclusive right to allow or prohibit another person makes, reproduce, or funnel voice recording and/or picture from show it. produser has exclusive right to memeberi permission or prohibit another person without the sanctions makes, reproduce, and/or funnel to repeat the broadcast work passes transmission with or without cable, or pass electromagnetic system other. television broadcasting institution related right protection follow number law 19 year 2002 about copyright between other rights artist executants that can consist of singers, actor, musicians, and as it submit to public a show alive, fiksasi from show such and perbanya from pertunjukan-pertunjukan, also produser voice recording. quarrel completion mechanism in the case of television broadcasting institution related right gift follow number law 19 year 2002 about copyright can be done to pass three manners that is: pass criminal prosecution, civil accusation, and pass alternative quarrel completion
keyword: Related right protection; Television institution; number law 19 year 2002 about copyright
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur Kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan
karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam
dihaturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang syafa’atnya diharapkan
kelak dikemudian hari
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi salah satu syarat dalam mencapai dan memperoleh gelar Magister
Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi
Magister Kenotariatan.
Adapun judul tesis ini adalah : “PERLINDUNGAN HAK TERKAIT
LEMBAGA TELEVISI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN
2002 TENTANG HAK CIPTA”
Dalam penulisan tesis ini sudah tentu penulis tidak luput dari kehilapan,
kesulitan-kesulitan serta terbatasnya pengetahuan penulis, tetapi atas berkat izin
Allah SWT, serta kesungguhan penulis dan bantuan dari berbagai pihak sangat
membantu dan bermanfaat bagi penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan pada
waktunya.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tiada
terhingga kepada ayah dan bunda beserta keluarga yang telah memberikan dorongan
moril dan materiil sehingga diselesaikannya tesis ini. Penulis menghaturkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya dalam menyelesaikan
tesis ini. Selanjutnya dalam kesempatan ini pula penulis mengucapkan rasa
terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof.Dr.muhammad Yamin,SH,MS,CN,selaku Ketua Program Studi Magister
2. Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH,MHum, selaku ketua dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk membantu dan membimbing penulis dalam
penyelesaian tesis ini
3. Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum, selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk membantu dan membimbing penulis dalam
penyelesaian tesis ini
4. Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,MHum, selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk membantu dan membimbing penulis dalam
penyelesaian tesis ini
5. Ibu Yose Piliang, salaku Executive Produser Deli TV
6. Ibu Ranggini, SE, selaku Kordinator Bidang Pengelolaan Struktur, Komisi
Penyiaran Indonesia¸ Medan.
7. Bapak Enrico M Naibaho selaku Kepala Wilayah Karya Cipta Indonesia
Wilayah Sumatera Utara
8. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan Sumatera Utara
9. Yang terhormat dan ananda cintai Ayahanda H.Achmad Amin dan Hj.Nuraida,
yang tanpa pamrih membesarkan dan mendidik ananda, serta selalu memberikan
doa sehingga ananda selalau dalam rahmat dan lindungan Allah SWT
10. Yang tersayang Abangda Irwansyah Putra, ST, M.T. Dedy Andriansyah, SE,Ak,
Belvy Budiansyah, SE,Ak, dan Kakanda Ika Mustika, S.Si, A.pp. dan Nana
Lisdiana SE,Ak
11. Sahabat setia dan terbaikku Zuhrina Imatama, SE yang senantiasa membantu dan
memberikan nasehat kepada ananda dan selalu menemani ananda dikala senang
dan susah.
12. Yang tercinta Rizky Dermawan, S.kom. terimakasih atas kesabaran, motivasi,
dan dukungan yang selalu diberikan kepada adinda
13. Sahabat seperjuanganku Ira Novianty, SH. Fadly Aryus,SH. Mahruzar, SH
14. Seluruh rekan-rekan MKN stambuk 2007, group-A, group-B, dan terutama
Kak Tina, Vina, Natalia, Deborah, Bangun, Cory, Kak Susy, Pak Mahadi, Kak
Rita, Mami Nina. Kak Suarni Zebua, Aldy, Sherly, Kak Heriani, Eva, Melda,
Dina)
15. Seluruh Staf Pegawai Administrasi ( Ibu Fatimah,Kak Lisa, Kak Winda, Kak
Sari, Kak Afni, Bang Ijal. Bang Aldy)
16. Bapak/ibu dosen serta selueuh staf administrasi Program Studi Magister
Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah
banyak membantu penulis hingga terselesaikannya studi ini.
. Penulis menyadari bahwa isi tesis ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
segi isi,tata tulisan,pembahasan maupun analisa yang telah dilakukan. Karena itu
dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat positif dan membangun dari seluruh pembaca demi kesempurnaan tesis ini.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT jugalah berserah diri sembari berdoa
semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua terutama bagi penulis sendiri. Hanya
kepada allah SWT, saya mohon ampun dan kepada pembaca sekalian saya minta
maaf, dan atas perhatiannyaa, saya ucapkan terimakasih.
Medan, Agustus 2009
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
Nama : Mutia Ulfa
Tempat/tanggal lahir : Lhokseumawe/16 November 1983
Alamat : Jln Pahlawan Nomor 14 Medan
Jenis kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Belum Menikah
II. ORANG TUA
Ayah : H.Achmad Amin
Ibu : Hj.Nuraida
III.LATAR BELAKANG PENDIDIDKAN
a.Tahun 1996 : menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di
SD Taman Siswa Lhokseumawe
b. Tahun 1999 : menyelesaikan pendidikan Sekolah
Menengah Lanjut Pertama, SMP Taman Siswa Lhokseumawe
c. Tahun 2002 : menyelesaikan pendidikan Sekolah
Menengah Atas, SMA Negeri 1 Medan
d. Tahun 2007 : Menyelesaikan Pendidikan Strata-1 Fakultas
Hukum,Universitas Syiah Kuala-Banda Aceh
e. Tahun 2009 : Menyelesaikan Pendidikan Strata-2 Magister
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah... 8
Tujuan penelitian ... 8
Manfaat Penelitian ... 8
Keaslian Penelitian ... 9
Kerangka Teori dan Konseptual ... 9
1. Kerangka Teori ... 9
2. Konsepsi ... 25
Metode Penelitian ... 27
1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 27
2. Metode Pendekatan ... 28
3. Sumber Data... 28
4. Teknik Pengumpulan Data... 30
BAB II BENTUK - BENTUK HAK DARI LEMBAGA PENYIARAN
TELEVISI ………... 32
A. Pengertian Lembaga Penyiaran Televisi ... 32
B. Fungsi Sosial Televisi ... 41
BAB III CARA LEMBAGA PENYIARAN UNTUK MENDAPATKAN HAK MENGUMUMKAN KARYA CIPTA SESEORANG …….. 46
A. Peran Komisi Penyiaran Indonesia... 46
B. Perlindungan Hukum Atas Hak Terkait Dalam Lembaga Penyiaran Televisi ... 49
BAB IV BENTUK PERLINDUNGAN HAK TERKAIT LEMBAGA PENYIARAN TELEVISI MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA ... 55
A. Lembaga Penyiaran Televisi Yang Dilindungi Oleh UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ... 55
B. Upaya Hukum dalam Penyelesaian Pelanggaran Hak Terkait (Neighbouring Rights) Dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ... 66
C. Perlindungan Hak Tekait Lembaga Penyiaran Televisi Ditinjau Dari UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta... 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 100
A. Kesimpulan ... 100
B. Saran ... 101
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hak terkait (Neighbouring Rights) merupakan hal baru yang hadir di
tengah-tengah masyarakat Indonesia. Sehingga pemahaman masyarakat terhadap Hak Cipta
dan Hak Terkait yang merupakan bagian dari Hak Atas Kekayaan Intelektual masih
kurang banyak. Masyarakat yang tidak atau bahkan kurang mengetahui betapa
pentingnya Hak Atas Kekayaan Intelektual, bahkan di kalangan pencipta sendiri
seperti seniman, desainer, pengarang dan juga penemu dan pemilik merek sendiri pun
kurang mengetahui secara tepat bahwa pencipta ternyata memiliki hak yang disebut
Hak Atas Kekayaan Intelektual. Pemahaman tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual
saja masih kurang, lantas bagaimana pula harus menegakkan atau mempertahankan
hak-hak tersebut, sehingga tidak jarang terjadi pelanggaran atau penyalahgunaan hak.
Dengan pengalihan itu lantas timbul perbedaan yang signifikan yang
menyangkut addressat perlindungan. Bila dalam konsepsi Hak Cipta yang dilindungi
adalah karya Ciptanya, yaitu ciptaan yang bersifat kebendaan, sebaliknya dalam
konsepsi Hak Terkait yang dilindungi adalah hak orang perorangan, badan hukum
atau lembaga. Perbedaan ini tampak jelas pada definisi Hak Terkait yang dirumuskan
dalam Pasal 1 angka 9 Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta adalah
“Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak
eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya”.
Selanjutnya siapa addressat perlindungan itu, dijelaskan dalam pasal yang
sama angka 10, 11 dan 12 masing-masing sebagai berikut :
1. Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang
menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan,
menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik,
drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya.
2. Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali
merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara
atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun
perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya.
3. Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk
badan hukum, yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan
menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem
elektromagnetik
Salah satu lembaga yang mendapat perlindungan adalah lembaga penyiaran.
Lembaga penyiaran merupakan media komunikasi yang memberikan siaran berupa
suara atau gambar kepada publik. Lembaga penyiaran terdiri dari lembaga penyiaran
penyiaran berlangganan.1 Dalam hak atas kekayaan intelektual, lembaga penyiaran
berhak untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
Saat ini, lembaga penyiaran televisi, menjadi satu instrumen penting dalam
segenap aspek kehidupan masyarakat. Televisi telah memberi andil besar dalam
percepatan demokratisasi bidang politik, ekonomi, pendidikan, hiburan dan aspek
lain. Peran yang dilakukan televisi seperti saat ini, sudah tentu tidak terlepas dari
pilihan ideologis media yang ditransformasikan ke dalam realitas sehari-hari
masyarakat.
Televisi dianggap sebagai media yang paling tepat dalam mentransformasikan
informasi. Di antara beberapa media yang tersedia, televisi memiliki
kelebihan-kelebihan, antara lain:
1. Efisiensi biaya
Televisi media yang paling efektif (jangkauan dibanding media lain seperti radio, media cetak).
2. Dampak yang kuat
Keunggulan kemampuan dilihat dan didengar (audio/visual) 3. Pengaruh yang kuat
Televisi sebagai media yang paling kuat di rumah selesai dari kesibukan dan kepenatan meluangkan waktu. 2
Media penyiaran TV memiliki kelebihan dalam hal ini. Yang disampaikan
adalah gambar visual yang bergerak (life) bukan gambar diam seperti di media cetak.
Media penyiaran TV mampu menyiarkan pesan multimedia yang berupa tex,
1
Memahami Lembaga Penyiaran, http://www.koranpendidikan.com/artikel-1529.html, diakses tanggal 5 Februari 2009.
2
gambar/video dan audio sekaligus. Hal ini sangat menarik bagi pemirsa apalagi
setelah karya animasi komputer berkembang, program siaran TV dan film menjadi
enak dinikmati.3 Sebagai salah satu bagian dari media komunikasi, lembaga
penyiaran tidak begitu saja dapat menyiarkan program yang akan ditayangkannya
kepada khalayak. untuk menggunakan hak siarnya,4 Pasal 43 Undang-undang Nomor
32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menyebutkan setiap mata acara yang disiarkan
wajib memiliki hak siar. Dalam menayangkan acara siaran, lembaga penyiaran wajib
mencantumkan hak siar.
Apabila berbicara tentang persoalan Hak Cipta dan Hak Terkait
(Neighbouring Rights), pada umumnya maka secara tidak langsung akan berkenaan
juga dengan persoalan uang. Untuk merancang, mewujudkan, memasarkan
sedemikian rupa suatu karya cipta, maka dibutuhkan sejumlah uang, apakah dalam
bentuk yang besar atau tidak. Pemegang Hak Cipta berhak mendapatkan sejumlah
uang sebagai penghargaan atas ciptaannya.
Sebagai contoh seorang pencipta lagu yang memberikan Hak Cipta lagu
miliknya pada sebuah perusahaan rekaman musik, si pencipta lagu tentu mendapat
imbalan (royalti) atas setiap rekaman yang terjual atau setiap pertunjukan atas lagu
tersebut. Apabila perusahaan musik itu selanjutnya akan menjual pada sebuah studio
3
Sri Sartono, Teknik Penyiaran Dan Produksi Program Radio, Televisi Dan Film Jilid 1, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta,2008, hlm. 101.
4
film dan lagu yang diciptakan tersebut digunakan, maka si pencipta akan mendapat
imbalan berupa sejumlah bagian tertentu dari keuntungan yang diperoleh oleh film itu
berdasarkan jumlah presentase yang disepakati.
Suatu karya yang dipromosikan, dipertunjukkan ataupun diperbanyak dapat
dinilai dari segi ekonomi. Suatu karya yang dihasilkan itu ternyata masih dibutuhkan
individu atau sejumlah individu lain. Individu-individu inilah yang selain pencipta
patut diberikan kepada mereka suatu penghargaan yang sama nilainya dengan
penghargaan yang diberikan kepada seorang pencipta yaitu suatu hak khusus atau hak
eksklusif yang dengan hak eksklusif ini pihak lain tidak dengan sembarangan dapat
membuat, memperbanyak, menyiarkan atau menyiarkan ulang, menyewakan dan lain
sebagainya selain tanpa adanya izin dari pemegang hak eksklusif tersebut.
Hak Cipta dan Hak Terkait (Neighbouring Rights) diatur dalam peraturan
yang sama, yaitu dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Namun di antara keduanya terkesan nyaris tidak berbeda satu sama lain. Padahal jika
ditelusuri, kedua hak itu berbeda. Hal ini dapat dilihat antara lain dari segi kepada
siapa hak itu dapat diberikan.
Seperti yang tertera dalam penjelasan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta bahwa para pembuat Undang-undang mengisyaratkan agar bisa
menegaskan serta memilah kedudukan Hak Cipta di satu pihak dan Hak Terkait di
pihak lain dalam rangka memberikan perlindungan bagi karya intelektual yang
Masih minimnya pemahaman masyarakat akan perbedaan kedua hak tersebut
tentu saja hal ini dapat berpengaruh pada penegakan serta perlindungan hukum atas
hak-hak tersebut. Kelahiran Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta yang merupakan Undang-undang terbaru negara Indonesia di bidang Hak Cipta
sangat membantu untuk dapat menelusuri lebih jauh tentang Hak Cipta dan Hak
Terkait yang terdapat di dalamnya, khususnya terhadap masalah kedudukan Hak
Terkait dan Hak Cipta ini serta masalah perlindungannya di Indonesia.
Karena Hak terkait (Neighbouring Rights) ini merupakan hal baru yang hadir
di tengah-tengah masyarakat Indonesia, masalah penerapan, penegakan serta masalah
perlindungannya pun harus lebih dioptimalkan dengan sebaik mungkin agar dalam
pelaksanaannya ke depan tidak mengalami hambatan apapun. Dalam hal ini
patokan-patokan hukum yang diundangkan memegang peranan yang sangat penting untuk
melindungi hasil suatu karya cipta. Di samping itu peranan Hak Cipta sangat penting
dalam menghadapi mekanisme pemasaran hasil ciptaan manusia, yang semakin lama
semakin membawa pada tingkat kompleksitasnya, yang akhirnya sering
menimbulkan manipulasi terhadap keanekaragaman ciptaan manusia.
Berdasarkan uraian di atas, Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul: ”Perlindungan Hak Terkait Lembaga Televisi Menurut Undang-undang
Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk hak dari lembaga penyiaran televisi?
2. Bagaimanakah perlindungan hak terkait lembaga penyiaran televisi menurut
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta?
3. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa dalam hal pemberian hak terkait
lembaga penyiaran televisi menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk hak dari lembaga penyiaran
2. Untuk mengetahui cara lembaga penyiaran untuk mendapatkan hak
mengumumkan karya cipta seseorang.
3. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hak terkait lembaga penyiaran televise
menurut undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan tesis ini adalah :
a. Secara akademis hasil penelitian diharapkan dapat memberi masukan secara
b. Secara praktis hasil pembahasan dapat dijadikan dasar praktis dalam menghadapi
persoalan yang berhubungan langsung dengan perdungan hak lembaga
penyiaran.
Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan sebelumnya pada
perpustakaan dilingkungan Universitas Sumatera Utara dan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang telah dilakukan sehubungan
dengan PERLINDUNGAN HAK TERKAIT LEMBAGA PENYIARAN TELEVISI
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK
CIPTA dalam topik dan permasalahan-permasalahan yang sama. Penelitian ini
merupakan hal yang baru dan asli sehingga keaslian penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan terbuka bagi kritikan-kritikan yang sifatnya membangun
sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini.
Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Pembahasan hak cipta tidak bisa lepas dari hak yang berkaitan atau biasa
disebut hak terkait. Di dunia internasional sudah ada konvensi tersendiri tentang hak
terkait, yaitu Konvensi Roma, sementara di Indonesia pengaturan hak terkait masih
Hak terkait (neigbouring rights) adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta,
yaitu hak eksklusif bagi hal-hal:5
a. Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya
b. Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau meyewakan rekaman
suara atau rekaman bunyinya, dan
c. Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak atau menyiarkan karya
siarannya.
Salah satu penikmat hak tekait dengan hak cipta adalah lembaga penyiaran.
Tidak sedikit orang sering memiliki kepercayaan dan pandangan yang keliru bahwa
kepentingan umum hanya dapat dipenuhi oleh sektor publik dan bahwa sektor swasta
harus diperbolehkan memiliki kebebasan penuh.6 Karena itu menurut Erich Vogt,
tidaklah mengherankan kalau kita mendengar begitu banyak kelompok kepentingan
dibidang penyiaran yang mengibaratkan lisensi penyiaran/ijin siaran sama seperti
lisensi untuk mencetak uang.
Ketentuan yang mensyaratkan bahwa penyiaran hendaknya melayani publik
dengan baik secara tradisional bertopang pada keyakinan bahwa gelombang udara
adalah milik publik. Sebagai milik publik, spektrum frekuensi juga, sebagaimana
halnya dengan milik publik lainnya, merupakan sumber daya yang terbatas sehingga
5
Noegroho Amien, “Hak Terkait”, makalah lemlit.ugm.ac.id/ makalahhk
i/HAK%20TERKAIT.ppt, diakses tanggal 10 Mei 2009.
6
membatasi jumlah lisensi yang dapat dikeluarkan kepada umum untuk
memanfaatkannya.7
Adanya perubahan besar di era penyiaran satelit dan digital telah
mempengaruhi dan mewarnai sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Dalam
pengamatan Anthony Giddens, televisi memainkan peran langsung dalam revolusi
1989, yang dengan tepat disebut sebagai “revolusi televisi” yang pertama. Protes
turun ke jalan yang terjadi di satu negara disaksikan oleh para pemirsa televisi di
negara lain, dan sebagian besar dari mereka kemudian melakukan hal yang sama di
negara mereka sendiri.8 Tidak ketinggalan dengan penetrasi dari budaya industri
(industry culture) yang memasuki alam bawah sadar pemirsa saban hari dan sedikit
banyaknya berhasil merubah gaya hidup mereka.
Berbeda dengan era sebelumnya, bagaimana tradisi budaya dan moral
benar-benar relatif terjaga. Perbedaannya karena sejumlah faktor terkait. Kebanyakan faktor
tersebut sangat berhubungan dengan dampak pertumbuhan dan mapannya media.
Pertama, produksi budaya hari ini didominasi oleh media sampai ketingkat dimana
tidak ada aktivitas budaya atau produksi yang tidak tersentuh oleh media. Kedua,
media menampilkan segala sesuatu sebagai hal yang menarik pada dan untuk dirinya;
media-media cenderung untuk menghancurkan kemungkinan bahwa sesuatu secara
kualitatif lebih baik dari yang lain. Hal ini dikarenakan oleh media, sesuatu bisa
menjadi menarik atau menjadi membosankan dan seperti itulah sesuatu itu. Ketiga,
7
Ibid
8
faktor inilah yang menciptakan situasi sekarang begitu dari yang lainnya, yaitu
dominasi media dan runtuhnya piranti kritis menjadi sekadar kategori barang-barang
yang menarik atau membosankan, dimana bukan nilai budaya saja yang dihancurkan,
tetapi nilai moralpun tal luput mengalami kerusakan moral.9
Dengan kata lain, hiburan merupakan supra-ideologi segala diskursus dalam
televisi. Tak peduli apa yang ditayangkan dan melaui sudut pandang mana.
Alasannya adalah bahwa semua itu ditayangkan untuk menghibur dan
menyenangkan, sebagaimana pendapat Neil Postman. Lebih dari itu, ketika suatu
masyarakat telah disibukkan dengan hal yang remeh-temeh, saat itu kehidupan
budaya didefinisikan kembali sebagai arus hiburan tanpa henti, bila konversasi serius
publik telah menjadi sebentuk ocehan bayi, singkat kalimat, ketika masyarakat
menjadi sekelompok pemirsa dan urusan publiknya menjadi sebuah pertunjukan
vaudeville, maka sebuah negara akan tiba ditepi jurang kematian kebudayaan.10
a. Peranan Media Massa
Peran media massa dalam kehidupan sosial, terutama dalam masyarakat
modern tidak ada yang menyangkal, menurut McQuail yang dikutip dalam Harjono
Hafdjani, ada enam perspektif dalam hal melihat peran media.11
9
Keith Tester, Media, Budaya Dan Moralitas, Penerj. Muhammad Syukri, Yogyakarta: Kerjasama Juxtapose dengan Penerbit Kreasi Wacana.terj.2003, hal. 4
10
Harjono Hafdjani, Dampak Globalisasi Media Terhadap Masyarakat Dan Budaya, Indonesia, bl.ac.id/wp-content/uploads/2007/04/blcom-04-vol2-no2-april20071.
11
Pertama, melihat media massa seabagai window on event and experience.
Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang
sedang terjadi di luar sana. Atau media merupakan sarana belajar untuk mengetahui
berbagai peristiwa.
Kedua, media juga sering dianggap sebagai a mirror of event in society and
the world, implying a faithful reflection. Cermin berbagai peristiwa yang ada di
masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola
media sering merasa tidak “bersalah” jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik,
pornografi dan berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya
demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak
suka.Padahal sesungguhnya, angle, arah dan framing dari isi yang dianggap sebagai
cermin realitas tersebut diputuskan oleh para profesional media, dan khalayak tidak
sepenuhnya bebas untuk mengetahui apa yang mereka inginkan.
Ketiga, memandang media massa sebagai filter, atau gatekeeper yang
menyeleksi berbagai hal unuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih
issue, informasi atau bentuk content yang lain berdasar standar para pengelolanya. Di
sini khalayak “dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan
mendapat perhatian.
Keempat, media massa acapkali pula dipandang sebagai guide, penunjuk jalan
atau interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai
Kelima, melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan
berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkin terjadinya
tanggapan dan umpan balik.
Keenam, media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat
berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan
terjadinya komunikasi interaktif.
Pendeknya, semua itu ingin menunjukkan, peran media dalam kehidupan
sosial bukan sekedar sarana diversion, pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi isi dan
informasi yang disajikan, mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial. Isi
media massa merupakan konsumsi otak bagi khalayaknya, sehingga apa yang ada di
media massa akan mempengaruhi realitas subjektif pelaku interaksi sosial. Gambaran
tentang realitas yang dibentuk oleh isi media massa inilah yang nantinya mendasari
respon dan sikap khalayak terhadap berbagai objek sosial. Informasi yang salah dari
media massa akan memunculkan gambaran yang salah pula terhadap objek sosial itu.
Karenanya media massa dituntut menyampaikan informasi secara akurat dan
berkualitas. Kualitas informasi inilah yang merupakan tuntutan etis dan moral
penyajian media massa.
b. Hak Cipta dan Perkembangannya
Seiring dengan berkembangnya kehidupan manusia di dunia pada umumnya
dan di Indonesia pada khususnya, tentu saja akan berpengaruh pada perkembangan
tertuang dalam bentuk ide-ide atau gagasan, yang lama kelamaan ide manusia
tersebut dapat dijelmakan ke dalam bentuk ciptaan atau penemuan yang dapat
dimanfaatkan dan digunakan untuk membantu kelangsungan hidup manusia. Hak
Cipta yang merupakan bagian dari karya intelektual juga mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Selain Hak Cipta ada hak-hak lain yang dapat dinikmati hasilnya
baik oleh pencipta sendiri berupa keuntungan (manfaat ekonomi) ataupun oleh pihak
lain berupa hasil ciptaan itu semata.
Hasil karya cipta yang dihasilkan oleh pencipta ada yang langsung dapat
diminati, tapi tetap saja membutuhkan pihak lain untuk mempertunjukkan karya cipta
tersebut. Masalah ini menyangkut perubahan bentuk perlindungan bagi karya
rekaman suara, karya siaran dan karya pertunjukan. Sesuai Undang-undang nomor 19
tahun 2002 tentang Hak Cipta, ketiga jenis ciptaan itu dialihkan perlindungannya
kedalam rejim Hak Terkait (Related Right/ Neighbouring Right). Neighbouring
Rights merupakan perlindungan Hak Cipta yang lebih khusus jika dibandingkan
dengan Hak Cipta pada umumnya, yaitu hanya ditujukan pada pelaku, produser
rekaman dan badan penyiaran..
Sejarah perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual khususnya Hak Cipta
dimulai di Italia pada awal Zaman Renaisance. Pada masa itu konsep Hak Cipta
masih dipahami sebagai satu kesatuan dengan Paten yaitu hak yang diberikan oleh
penguasa negara-negara kota kepada pihak-pihak tertentu. Perlindungan Hak Cipta
dengan Hak Paten dan perlindungan itu pun diberikan kepada pengusaha percetakan
bukan kepada pencipta.” 12
Antara Tahun 1946 dan Tahun 1517 pemerintah negara kota memberi hak
istimewa (priveledge) kepada percetakan. Hak istimewa tersebut meliputi hak
mencetak buku dalam bahasa sendiri maupun dalam bahasa asing tertentu. Pada
tanggal 1 September 1486 Hak Cipta pertama diberikan kepada: ”Marc Antonio
Sabellico untuk buku yang berjudul “Decades Return Venetarum“,13 sehingga ia
mempunyai kewenangan khusus untuk mengontrol percetakan maupun
pendistribusian buku tersebut.
Di Indonesia Hak Cipta dan konsep perlindungannya dikenal pertama kali
pada Tahun 1912 yaitu setelah masuknya Belanda. Maka berdasarkan asas
konkordansi tersebut diberlakukanlah Auterswet 1912. Jadi, pada saat itu pengaturan
secara formal Hak Cipta di Indonesia ini berdasarkan Auterswet Tahun 1912,
sebagaimana dinyatakan dalam Staatsblad Tahun 1912 Nomor 600 dan dinyatakan
berlaku mulai tanggal 23 Sepetember 1912.14
Perkembangan Hak Cipta di Indonesia dapat juga dilihat dari zaman
penjajahan Belanda. Seperti telah diketahui bersama bahwa Indonesia pernah
mengalami masa penjajahan Belanda selama 3½ abad. Selama masa penjajahan
masalah politik, ekonomi, sosial budaya, kedaulatan termasuk dalam hubungan
12
Sanusi Bintang, Hukum Hak Cipta, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.15.
13
Ibid
14
internasional, serta masalah hukum dan Hak Cipta seluruhnya dikuasai dan
ditentukan oleh Belanda.15
Hak Cipta di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta. Hanya saja meski Undang-Undang tersebut secara eksplisit
menyebutkan klausul mengenai bagaimana suatu Hak Cipta dapat lahir dan melekat
pada diri seseorang, tidak cukup jelas disebutkan di sana apakah dari ketiga jenis
dasar penentuan atas timbulnya pengakuan terhadap lahirnya Hak Cipta tersebut
(Hak Cipta lahir atau dianggap lahir ketika : diciptakan, diumumkan atau
didaftarkan) bersifat alternatif ataukah prioritas. Undang-Undang mengatur bahwa
Hak Cipta suatu karya cipta lahir ketika karya cipta tersebut diciptakan. Hak Cipta
dapat pula dianggap lahir dengan adanya pengumuman. Secara prinsip kedua hal
tersebut juga diakui dalam konvensi-konvensi Intelectual Property Right (Konvensi
Berne dan WIPO Copy Right Treaty). Sedangkan mengenai pendaftaran,
konvensi-konvensi tersebut tidak mengaturnya. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa
masing-masing negara peratifikasi konvensi-konvensi internasional tersebut dapat
bebas mengatur mengenai pengakuan Hak Cipta berdasarkan pendaftaran. Apakah
pendaftaran tersebut bersifat alternatif ataukan bersifat prioritas. Menjadi pemahaman
umum bahwa yang berlaku di Indonesia adalah tidak adanya keharusan pendaftaran
atas suatu karya cipta.
Memang sukar untuk menafikkan bahwa sebagian esensi dari perbincangan
Hak Cipta suka tidak suka akan selalu diwarnai dengan pembahasan keuntungan
15
material yang bisa diperoleh atas pengakuan suatu Hak Cipta. Akan tetapi adanya
pendapat beberapa pihak yang melihat Hak Cipta lebih pada substansi pengakuan
suatu karya cipta sebagai bentuk pada etika moral manusia, lantas menghadapkan
kita pada pertanyaan besar selanjutnya manakah diantara kedua hak ini yang
seyogyanya didahulukan.
Oleh karena itu konsep perlindungan Hak Cipta di Indonesia lebih banyak
dipengaruhi oleh sistem hukum sipil yang dalam perkembangan selanjutnya
dipengaruhi juga oleh konvensi-konvensi internasional tentang Hak Cipta. Auterswet
1912 ini selain berlaku pada masa penjajahan Belanda, juga terus berlaku pada saat
Indonesia merdeka berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar
1945. Pada saat Belanda menandatangani naskah Konvensi Bern pada tanggal 1 April
1913, Indonesia sebagai negara jajahannya diikutsertakan juga oleh Belanda dalam
Konvensi Bern itu, sebagaimana tersebut dalam Staatsblad Tahun 1914 Nomor 797.
Selanjutnya Konvensi Bern ditinjau kembali di Roma pada tanggal 2 Juni 1928, yang
dinyatakan juga berlaku untuk Indonesia. Konvensi inilah yang kemudian berlaku di
Indonesia sebagai negara jajahan Belanda dalam hubungannya dengan dunia
internasional khususnya mengenai Hak Cipta.
Hak Atas Kekayaan Intelektual dari waktu ke waktu akan terus mengalami
perkembangan di tengah-tengah masyarakat. Hal ini disebabkan karena semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang diikuti dengan bahkan
perkembangan dunia industri dan kebutuhan manusia akan hasil yang dilahirkan dari
Adanya perkembangan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra maka
mempengaruhi pula pada perkembangan Hak Cipta itu sendiri, untuk pertama kali
negara Indonesia mempunyai peraturan perundang-undangan tentang Hak Cipta yaitu
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 masih terdapat pengaturan yang sangat
sederhana, tentang hak terkait (Neighbouring Rights) yang telah ada sekarang ini
dalam Undang-undang Hak Cipta terbaru sama sekali tidak terdapat pengaturannya,
begitu juga dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 yang merupakan perubahan
dan penyempurnaan atas Undang-undang Hak Cipta setidaknya, para pembuat
Undang-undang tidak terpikir untuk menuangkan peraturan tentang Hak Terkait
(Neighbouring Rights) ini.
Hak Terkait, yaitu hak si Pelaku, Produser Rekaman Suara dan Lembaga
Penyiaran. Namun, pada prinsipnya keberadaan Hak Terkait tidak akan pernah
terlepas dari hak si Pencipta sebagai pemilik hak dalam bentuk yang originalnya.
Sebagai contoh, adalah jika seorang dosen memberi kuliah dan kemudian direkam
oleh mahasiswanya. Investasi membeli recorder dan merekam perkuliahan tidak
berarti si mahasiswa memiliki Hak Cipta atas perkuliahan tersebut. Yang dimilikinya
hanyalah kepemilikan atas rekaman bukan substansi perkuliahan itu sendiri.
Demikian pula halnya dengan karya rekam atas lagu, tidaklah mungkin dibuatkan
pementasan dan penyiarannya. Jika ia tidak berkenan maka tidak akan pernah ada
karya rekam, karya pementasan maupun karya siaran tersebut.16
Hadirnya Undang-undang Hak Cipta Nomor 12 Tahun 1997 sebagai
perkembangan mengatur Hak Terkait (Neighbouring Rights). Hal ini disebabkan
negara Indonesia baru meratifikasi konvensi-konvensi internasional yang berkaitan
dengan dua bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual.
Akibat dari baru ditemukannya istilah Neighbouring Rights, istilah
neighbouring rigths tidak begitu meluas di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari
kasus-kasus yang dihadapi oleh para artis misalnya, kebanyakan kasus yang mencuat
adalah masalah pembayaran atau kompensasi yang diterima tidak sesuai dengan apa
yang mereka lakukan. Kasus lain dengan mendapat pembayaran hanya sekali pada
saat mereka menampilkan kreasinya pertama kali dan justru perusahaan penyiaran
yang mendapatkan untung yang berlipat-lipat dari penampilan artis tersebut.
Semakin banyaknya ciptaan-ciptaan yang lahir dari buah pikiran manusia itu
dirasakan perlu adanya suatu perlindungan hukum, agar setiap ciptaan yang lahir
tidak dimanfaatkan oleh pihak lain baik secara moral maupun ekonomi.
Perkembangan masyarakat membawa dampak baik dan buruk. Akibat dari kemajuan
teknologi, kadangkala dalam beberapa hal dapat mengarah pada persaingan yang
tidak sehat untuk mendapatkan keuntungan yang cepat. Dengan melakukan berbagai
cara, dengan mengutip di sana-sini misalnya seseorang dapat mencipta suatu ciptaan
16
atau menampilkannya yang tampak seperti suatu ciptaan yang baru, tetapi pada
dasarnya merupakan tiruan dari karya yang telah pernah diciptakan atau ditemukan
oleh orang lain setidaknya.
”Istilah Hak Cipta mulai dipergunakan dalam Kongres Kebudayaan Indonesia
ke II yang diselenggarakan di Bandung pada bulan Oktober 1951. Setidaknya istilah
yang dipergunakan adalah hak pengarang. Dalam bahasa Inggris istilah yang dipakai
untuk pengertian tersebut adalah copyright.”17
Istilah hak pengarang yang dipergunakan setidak diadakannya kongres
tersebut selintas memberikan arti yang sangat sempit terhadap hak yang dicakupnya,
yaitu hanya mencakup hak pengarang saja, tidak meliputi penciptaan karya-karya
yang lain seperti lukisan, komposisi musik, patung dan sebagainya.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka Kongres Kebudayaan Indonesia
berhasil melahirkan istilah Hak Cipta untuk menggantikan istilah hak pengarang.
Pada akhir abad ke 19 kebutuhan akan perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual
khususnya Hak Cipta berkembang pesat baik dalam lingkup internasional maupun
dalam lingkup nasional. Dalam lingkup internasional misalnya untuk dipenuhinya
kebutuhan dimaksud pada Tahun 1886 dibentuk sebuah konvensi yang mencoba
menentukan satu sistem Hak Cipta secara seragam di seluruh dunia yang dikenal
dengan Konvensi Bern. Pada Tahun 1955, dengan tujuan yang sama dibentuk pula
suatu Universal Convention of Copyright (UCC 1955) dan konvensi-konvensi
lainnya.
17
Adapun yang menjadi dasar pertimbangan adanya perkembangan kehidupan
yang berlangsung cepat, terutama di bidang perekonomian di tingkat nasional dan
internasional yang menuntut pemberian perlindungan yang lebih efektif. Selain itu
dikarenakan Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Mengenai Aspek-Aspek Dagang
Hak Atas Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights/TRIPs) yang merupakan bagian dari persetujuan pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan WTO.
Beberapa hal yang mendapatkan perubahan di dalam Undang-undang Hak
Cipta ini adalah:
1. Penyempurnaan
Hal-hal yang sudah lebih disempurnakan adalah menyangkut pengaturan mengenai ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, pengecualian terhadap pelanggaran Hak Cipta, juga waktu perlindungan suatu ciptaan, hak dan wewenang menggugat, dan ketentuan mengenai Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
2. Penambahan
Pengaturan baru di dalam Undang-undangHak Cipta ini adalah menyangkut pengaturan penyewaan ciptaan (rental right) atas rekaman video, film dan program komputer, pengaturan hak yang berkaitan dengan Hak Cipta (Neighbouring Rights) untuk pelaku, produser rekaman dan lembaga penyiaran dan pengaturan lisensi Hak Cipta.18
Mengenai konsep Hak Terkait sebagai bagian dari Hak Cipta (Neighbouring
Rights) ternyata sudah banyak dan diterima bahkan dipergunakan di banyak negara,
yaitu negara-negara yang telah meratifikasi konvensi-konvensi mengenai Hak Terkait
seperti Konvensi Roma Tahun 1961 dan Konvensi Phonogram Tahun 1971.
18
Undang-undang Hak Cipta di Indonesia telah beberapa kali mengalami
perubahan. Pertama kali berlaku Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 (Lembaran
Negara 1982 Nomor 15 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3217).
Undang-undang ini mencabut ketentuan Auterswet 1912 yang pernah berlaku setidaknya
dengan maksud untuk mendorong dan melindungi ciptaan, penyebarluasan hasil
kebudayaan di bidang karya ilmu pengetahuan, seni, dan sastra serta mempercepat
pertumbuhan kecerdasan bangsa.
Pada Tahun 1987, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
disempurnakan dengan Undang-undang baru yakni Undang-undang Nomor 7 Tahun
1987 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak
Cipta (Lembaran Negara Nomor 3362 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor
3362). Adapun maksud dari penyempurnaan ini sebagai upaya mewujudkan iklim
yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembanganya ciptaan di bidang ilmu
pengetahuan, seni dan sastra. Saat ini pelanggaran terhadap Hak Cipta sudah mulai
terlihat bahkan telah sampai pada taraf membahayakan misalnya dalam bentuk tindak
pidana pembajakan.
Penyempurnaan Undang-undang Hak Cipta pada Tahun 1987 lebih diarahkan
pada pengaturan, terutama dalam hal substansi hukumnya. Beberapa hal yang
disempurnakan pengaturannya adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan ancaman hukuman.
2. Perubahan dari tindak pidana aduan menjadi tindak pidana biasa.
4. Adanya hak gugat secara perdata baik bagi pihak yang dirugikan, di samping sekaligus hak negara untuk menuntut secara pidana.
5. Kewenangan hakim untuk memerintahkan penghentian kegiatan
pembuatan, perbanyakan, pengedaran, penyiaran dan penjualan ciptaan hasil pelanggaran setidak putusan pengadilan.
6. Penambahan program komputer sebagai ciptaan yang dilindungi dan penghapusan “paleo antropologi”sebagai ciptaan yang dilindungi karena bukan ciptaan manusia.
7. Lisensi wajib berkaitan dengan penerjemahan dan perbanyakan ciptaan yang dibutuhkan atau pelaksanaan sendiri oleh negara.
8. Peningkatan jangka waktu perlindungan Hak Cipta.19
Kedua produk perUndang-undangan Hak Cipta di atas terlihat bahwa
mengenai ketentuan Hak Terkait (Neighbouring Rights) sama sekali tidak ada
pengaturannya. Pada Tahun 1997 diadakan kembali penyempurnaan dan penambahan
terhadap Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta negara Indonesia
dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 (Lembaran Negara
Tahun 1997 Nomor 29 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3679).
Undang-undang Hak Cipta Nomor 12 Tahun 1997 ternyata tidak berlangsung
lama, dikarenakan masih terdapatnya beberapa hal yang perlu disempurnakan
terutama mengenai perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta.
Sehubungan dengan adanya penyempurnaan di bidang Hak Cipta, selanjutnya sebagai
perkembangan baru, pada tahun 2002 dibentuk Undang-undang Nomor 19 Tahun
2002 sebagai penyempurna ketentuan setidaknya.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ini memuat
beberapa ketentuan baru, antara lain mengenai:
19
Muhammad Djumhana dan Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan
1. Database merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi.
2. Penggunaan alat apapun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet, untuk pemutaran produk-produk cakram optik melalui media audio, media audio visual dan/atau sarana telekomunikasi.
3. Penyelesaian sengketa oleh Pengadilan Niaga, Arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.
4. Penetapan Sementara Pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi pemegang hak.
5. Batas waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait baik di Pengadilan Niaga maupun Mahkamah Agung.
6. Pencantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi.
7. Pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk yang menggunakan sarana produk-produksi berteknologi tinggi.
8. Ancaman pidana atas pelanggaran Hak Terkait. 9. Ancaman pidana dan denda minimal.
10.Ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan program komputer untuk kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum.20
Akibat dari keterbatasan suatu negara terhadap produk hukum Hak Cipta
nasional negaranya masing-masing menyebabkan munculnya kebutuhan pengaturan
secara internasional. Hal ini memberikan dampak bahwa perlindungan Hak Cipta
oleh seseorang di satu negara tidak berarti mendapat perlindungan di negara lain
terhadap hasil karyanya, karena hukum nasional hanya berlaku di wilayah negaranya
saja. Dengan demikian dirasakan perlunya perluasan pengaturan Hak Cipta ini secara
internasional dengan membuat perjanjian atau konvensi internasional khususnya di
bidang Hak Cipta. Perjanjian Internasional (konvensi) adalah: ”Suatu perjanjian yang
diadakan antar anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan mengakibatkan
akibat-akibat hukum tertentu”.21
20
Ibid.
21
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi
dalam penelitian adalah untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak
dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.22
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya
merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis
yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional
yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.23
Pentingnya defenisi operasional bertujuan untuk menghindari perbedaan salah
pengertian atau penafsiran. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam
penelitian ini harus di buat beberapa defenisi konsep dasar sebagai acuan agar
penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, yaitu:
Kerangka konsep yang akan diajukan dalam penelitian tesis ini adalah:
1. Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang
menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara
umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan
berkesinambungan.
22
Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 1998, hal. 28
23
2. Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga negara yang bersifat independen
yang ada di pusat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya diatur dalam
Undang-undang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran.
3. Izin penyelenggaraan penyiaran adalah hak yang diberikan oleh negara kepada
lembaga penyiaran untuk menyelenggarakan penyiaran.
4. Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran
publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun
lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan
tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perUndang-undangan yang
berlaku.
5. Hak cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundangan-undangan yang berlaku.
6. Neighbouring Right atau Related Right atau Hak Terkait adalah hak yang
berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk
memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara
untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman
bunyinya; dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau
Metode Penelitian
Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif yakni suatu metode dalam
meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran ataupun suatu
peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan untuk membuat gambaran secara
sistimatis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki,24 selain itu berupaya mendeskripsikan, mencatat,
menganalisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang terjadi atau ada saat
itu.25 Penelitian ini menggunakan pendekatan dari gejala-gejala subyek suatu
kelompok yang menjadi obyek penelitian atau bersifat fenomenologis, yang berusaha
memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi
tertentu.26
Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif. Dimana Pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan
mengkaji berbagai aspek hukum. Pendekatan yuridis normatif dipergunakan dengan
24
Muh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 63
25
Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial-Format-format Kuantitatif dan Kualitatif, Airlangga University Press, Surabaya, Tahun 2001, hal. 143
26
melihat peraturan perundang-perundangan yang mengatur hak penyiaran di stasiun
Deli TV.
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data
primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan melakukan penelitian pada
Stasiun Deli TV sebagai lembaga penyiaran,Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Sumatera Utara dan karya Cipta Indonesia. Sedangkan data sekunder merupakan data
yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan mempelajari :
1. Bahan Hukum Primer
Yaitu bahan hukum berupa peraturan perUndang-undangan, dokumen
resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan, berupa
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah Nomor
51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran
Komunitas.
2. Bahan Hukum Sekunder
yaitu semua bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi
meliputi buku-buku, karya ilmiah.27
3. Bahan Hukum Tertier
27
yaitu bahan yang memberikan maupun penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum,
jurnal ilmiah, majalah, surat kabar dan internet juga menjadi tambahan bagi
penulisan tesis ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan
penelitian yang akan ditentukan.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga
sehingga akan diperoleh apa yang menjadi tujuan penelitian. Untuk memperoleh hasil
penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat
dipertanggung jawabkan hasilnya maka dalam penelitian akan dipergunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
a. Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan cara mempelajari, mendalami, dan mengutip
teori-teori atau konsep-konsep dari sejumlah literatur, baik buku, jurnal, majalah,
koran, atau karya tulis lainnya yang relevan dengan topik, fokus atau variabel
penelitian
b. Studi lapangan
Studi lapangan dilakukan dengan menggunakan metode wawancara.
Wawancara akan dilakukan pada beberapa informan sebagai narasumber yaitu
Pimpinan Stasiun Deli TV, Kordinator Bidang Pengelolaan Struktur Komisi
Penyiaran Indonesia Derah Sumatera Utara dan Kepala Wilayah Karya Cipta
yang memberikan keterangan-keterangan demi menjawab permasalahan dalam
penelitian ini.
Analisis Data
Dalam menganalisa data dipakai analisis data deskripstif kualitatif, yaitu data
yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif yaitu dengan
langkah-langkah data diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian,
hasilnya disistematisasikan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar dalam
BAB II
BENTUK-BENTUK HAK DARI LEMBAGA PENYIARAN TELEVISI
A. Pengertian Lembaga Penyiaran Televisi
Televisi saat ini adalah sarana elektronik yang paling digemari dan dicari
orang. Untuk mendapatkan televisi tidak lagi sesusah zaman dahulu dimana
perangkat komunikasi ini adalah barang yang langka dan hanya kalangan tertentu
yang sanggup memilikinya. Saat ini televisi telah menjangkau lebih dari 90 persen
penduduk di negara berkembang. Televisi yang dulu mungkin hanya menjadi
konsumsi kalangan dan umur tertentu saat ini bisa dinikmati dan sangat mudah
dijangkau oleh semua kalangan tanpa batasan usia.28
Dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, pada Pasal
13 ayat 2 ditegaskan bahwa jasa penyiaran diselenggarakan oleh:
1. Lembaga penyiaran swasta
2. Lembaga penyiaran publik
3. Lembaga penyiaran komunitas
4. Lembaga penyiaran berlangganan.
Siaran televisi di Indonesia, mungkin di seluruh dunia, akan menghadapi
kontroversi antara "disukai dan tidak disukai". Di satu sisi siaran tv "disayangi"
28
Dwi Kurnia, “Tugas PTK Televisi”,
karena memberi banyak kenikmatan, di sisi lain, "tidak disenangi" karena dianggap
mendatangkan banyak perubahan yang sering dikaitkan dengan moral, etika,
nilai-nilai tradisi dan dianggap terlalu "agresif" dalam persaingan antarmedia massa,
cetak, elektronik, maupun film.29
Kita juga tidak cukup memberi perhatian pada perkembangan industri televisi
yang kini berjalan bak berprinsip neoliberal, menyerahkan perkembangan industri
sepenuhnya kepada pasar bebas.30
Dalam Kompas 11 Desember 1995 Dirjen Kebudayaan mengatakan,
gencarnya serbuan informasi atau program asing melalui siaran televisi merupakan
masalah paling umum kini. Pernyataan ini kiranya mewakili pendapat betapa siaran
televisi telah membawa banyak masalah dalam kehidupan kebudayaan kita. Apakah
semua masalah itu hanya menjadi "beban" penyelenggara siaran semata? Untuk
menjawab pertanyaan ini, sebaiknya kita tidak hanya menilai keluarannya (out put)
televisi, namun membahas bagaimana sesungguhnya selama ini kita memperlakukan
dan mengatur keberadaan televisi di Indonesia demi terciptanya manfaat yang
optimal dan bukan sebaliknya.31
Media massa umumnya memiliki kebijakan masing-masing dalam
menentukan isi atau program, untuk memperoleh kekhasan profil khalayak sasaran
yang mereka inginkan. Kebijakan tersebut sekaligus menentukan mutu media massa
29
Kuswandi, Wawan. Komunikasi Massa : Sebuah Analisis Media Televisi, Rineka Eka Cipta, Jakarta, 1996, hal. V.
30
Amir Effendi Siregar, “Industri Televisi Kita,” http://www.mail-archive.com/forum-pembaca-kompas@yahoogroups.com/msg84522.html, diakses tanggal 20 Juni 2009.
31
William L Rivers, Jay W. Jensen, Theodore Peterson, Media Massa dan Masyarakat
yang bersangkutan, termasuk iklan-iklan yang dimuat atau ditayang oleh media massa
tersebut.
Pengertian televisi itu sendiri dapat diartikan sebagai sebuah alat penangkap
siaran bergambar. Kata televisi berasal dari kata tele dan vision, yang mempunyai arti
masing-masing jauh (tele) dan tampak (vision).32 Jadi televisi berarti tampak atau
dapat melihat dari jarak jauh. Penemuan televisi itu sendiri dapat disejajarkan dengan
penemuan roda, karena penemuan ini dapat merubah peradaban dunia. televisi selalu
indentik dengan kata siaran televisi, dimana menurut Surat Keputusan Menteri
Penerangan Republik Indonesia Nomor : 54 / B KEP / MENPEN / 1971 Tentang
penyelenggaraan Siaran Televisi di Indonesia siaran televisi berarti siaran-siaran
dalam bentuk gambar dan suara yang dapat ditangkap ( dilihat dan didengarkan ) oleh
umum baik dengan system pamancaran dalam gelombang-gelombang
elektro-magnetik maupun lewat kabel-kabel.
Kritik khalayak tidak hanya terjadi pada segi redaksional (media pers) atau
program (media elektronik), tetapi seringkali juga pada iklan-iklan yang dimuat atau
ditayangkan media massa tersebut. Adakah upaya media massa selama ini untuk
menentukan kebijakan mutu iklan yang dimuat atau ditayangkan oleh mereka?
Sebagai "pintu terakhir" untuk menyaring iklan yang melanggar etika, apa upaya
media massa untuk turut mewujudkan swakrama?
32
Ada kesan, bahwa media massa lebih suka menyerahkan tugas penyaringan
etika iklan kepada pihak lain, misalnya; perusahaan periklanan, pengiklan atau
Lembaga Sensor Film, dan sebagainya.33 Padahal dalam Tata Krama Periklanan
Indonesia jelas-jelas dinyatakan, bahwa Media Periklanan bertanggung jawab atas
kesepadanan antara pesan iklan yang disiarkannya dengan nilai-nilai sosial-budaya
dari profil khalayak sasarannya.
Salah satu lembaga penyiaran yang ada di Indonesia adalah Deli TV. Deli TV
(DTV) adalah stasiun televisi lokal pertama di Medan dan Sumatra Utara. Memiliki
stasiun pemancar di Sibolangit dan Studio & kantor di jl.wartawan simp.intertip
Nomor1 Medan, Indonesia . Diluncurkan tgl 18 Desember 2005. Siaran dimulai jam
10.00 - jam 24.00 , dengan kontent hampir 50% program lokal. Hanya dalam 2 tahun,
Delitv telah eksis dengan didukung hampir 70% sponsor atau iklan lokal.34
Tak diragukan lagi, bahwa sebenarnya tujuan diciptakan televisi memiliki
banyak manfaat yang positif. Setidaknya seperti apa yang dikatakan oleh Drs. Wawan
Kuswandi dimana dikatakakan bahwa tujuan dari media televisi seharusnya (hal ini
dalam konteks luas, tetapi tak tertutup juga dalam konteks keindonesiaan) :35
1. Sebagai alat informasi
Hasil wawancara dengan ibu Yose Piliang, Executive Produser Deli TVMedan, tanggal 2 Juni 2009.
35
4. Penghubung wilayah secara geografis.
Mari kita lihat apakah tujuan dari media televisi sudah sesuai dengan apa yang
diharapkan khususnya dengan porsi acara televisi di Indonesia yang disuguhkan oleh
beberapa stasiun televisi di Indonesia, khususnya stasiun televisi swasta yang tumbuh
menjamur baik coverage nasional maupun lokal. Bila ia sebagai alat informasi tak
jarang hanya lebih banyak diisi dengan berita infotainment, berapa banyak berita
yang bersifat interaktif dan memperkaya wawasan seseorang justru tidak ditempatkan
pada slot acara yang dikategorikan prime time, berarti hal ini secara tidak langsung
menjadikan sisi hura-hura (lepas dari hasrat para pemasang iklan) lebih banyak
diangkat di televisi dibandingkan dengan sisi yang seharusnya menjadikan rakyat
Indonesia lebih merasakan dan sensitif terhadap permasalahan sosial di sekitarnya.
Masyarakat lebih suka dan lebih peduli dengan siapa selebritis yang hari ini bercerai
dibandingkan dengan kasus mengapa seorang ibu tega membunuh ketiga anaknya. 36
Bila sebagai hiburan, maka tak jauh hiburan yang disuguhkan lebih banyak
kepada fokus acara sinetron (sinema elektronik). Adapun sinetron yang ada, sangat
tak mewakili seluruh provinsi di Indonesia, yang ada hanya lingkup sentralistik
Jakarta dan memukul rata seluruh provinsi di Indonesia. Lihatlah sinetron ‘remaja’
yang muncul belakangan telah menjadikan para remaja menjadi sosok-sosok yang
hedonis dan egois. Lihat pula dengan trend ‘terkenal-instan’ yang telah menjadikan
masyarakat Indonesia berharap menjadi masyarakat instant pula, lihat juga trend
dengan sinetron yang katanya ‘religius’ dan mengingatkan orang akan mati menjadi
36
latah di seluruh stasiun televisi swasta membuat sinetron ‘islami’ yang sama, dan
sederetan hiburan yang tak jelas nilai pendidikkannya apalagi hubungan sosial yang
ada di masyarakat Indonesia.
Bila ia sebagai kontrol sosial, rasanya tujuan ini jauh dari harapan.
Disebabkan televisi telah menjadikan masyarakat Indonesia individu-individu yang
hedonis, kapitalis, bahkan egois. Televisi telah berhasil menempatkan posisinya di
hati rakyat Indonesia sebagai guide life yang rasanya ‘kotak ajaib’ itu mesti ada di
rumah-rumah keluarga Indonesia, bayangkan dari mulai rumah gedongan sampai
bantaran sungai dan kolong jembatan, dari yang bermerek asli sampai imitasi, dari
yang bergaransi sampai hasil mencuri, televisi sudah menjadi hajat hidup orang
banyak. Lantas bagaimana mau menjadi kontrol sosial, yang ada justru malah
menjadikan masyarakat Indonesia para social climber dalam memperlebar stratifikasi
sosial dan diferensiasi sosial di masyarakat Indonesia ketika melihat realita bahwa
mengikuti televisi sudah menjadi kewajiban tersendiri. Jadi jangan harap televisi
menjadi sebuah kontrol sosial, yang ada malah masalah sosial selama tayangan
televisi yang ada masih seperti ini.
Siaran-siaran televisi akan memanjakan orang-orang pada saat-saat luang
seperti saat liburan, sehabis bekerja bahkan dalam suasana sedang bekerjapun
orang-orang masih menyempatkan diri untuk menonton televisi. Suguhan acara yang
variatif dan menarik membuat orang tersanjung untuk meluangkan waktunya duduk
memberikan banyak pengaruh negatif dalam kehidupan manusia baik anak-anak
maupun orang dewasa.
Hadirnya teknologi komunikasi telah membawa perubahan yang besar bagi
kehidupan. Banyak sisi positif yang dihasilkan dari hadirnya teknologi televisi
sekarang ini, namun sisi negatifnya tidak sedikit juga. Televisi yang berfungsi
sebagai alat hiburan, penyampai informasi, pengetahuan/pendidikan, membujuk
namun juga dapat menyesatkan dan membohongi publik dengan program-program
acara tertentu.37 Komunikasi tanpa batas telah banyak mengakibatkan pergeseran
moral. Banyak teyangan televisi saat ini yang sudah kehilangan fungsi. Sebagai lat
komunikasi yang seharusnya memberikan manfaat positif, memberikan hiburan yang
membangun akhlak namun justru melukai pemirsa baik anak-anak maupun orang
dewasa.
Di antara media yang ada, televisi dipandang yang paling mempunyai
kelebihan, karena mampu memvisualisasikan barang yang ditawarkan secara nyata,
membentuk “image”, juga dilengkapi suara. Penyebaranyapun sangat luas, hampir ke
seluruh pelosok nusantara. Untuk itu, televisi telah dimanfaatkan oleh kalangan bisnis
umumnya untuk promosi atau iklan, dan nonbisnis untuk kepentingan pendidikan,
kampanye/propaganda, penyampaian hasil pembangunan serta lainnya.
Keampuhan televisi seperti itu, tentu akan bermanfaat dan tidak berdampak
negatif., jika kita mampu menyajikan pesan-pesan iklan yang benar dan tidak
37
tendensius. Namun sebaliknya, jika iklan tersebut hanya menyajikan mimpi , maka
hal itu akan berdampak merugikan konsumen.
Pada Bab I angka 1 TKTCPI (Tata Krama dan Tata Cara Periklanan
Indonesia) dinyatakan tentang definisi periklanan sebagai : “salah satu sarana
pemasaran dan sarana penerangan”. Dengan demikian bagi perlindungan konsumen,
iklan adalah alat pemasaran produk konsumen dan juga alat penerangan (informasi)
produk konsumen yang ditawarkan. Sebagai sarana pemasaran, peran iklan adalah
untuk mendorong penciptaan kebutuhan produk konsumen yang diiklankan,
memantapkan dan atau meningkatkan pangsa pasar produk tersebut.
Mungkin harapannya adalah fungsi televisi sebagai penghubung wilayah
geografis, dalam hal ini khususnya Indonesia yang wilayahnya luas dan terbagi
menjadi beribu-ribu pulau (sampai banyak pulau yang belum diberi nama dan pulau
yang hilang ketika pasirnya digerus negara tetangga). Setidaknya televisi dapat
menjadi bermanfaat dengan tayangan breaking news-nya baik ketika gempa dan
tsunami di NAD, gempa dan tsunami di Yogyakarta, gempa dan tsunami di
Pangandaran. Televisi menjadi sarana yang efektif dalam menayangkan berita
tersebut dengan sangat cepat (walaupun untuk mengatakan tepat sangat disangsikan,
sebab seringkali informasinya meleset).38 Termasuk juga dengan adanya beberapa
stasiun televisi yang menayangkan program acara petualangan ke daerah-daerah
terpencil di Indonesia sehingga dapat memperkaya wawasan dan menjadikan
38