IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR 996 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN OPRASIONAL
PEMERIKSAAN REGULER INSPEKTORAT KOTA BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk menempuh Ujian Akhir Sarjana
Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia
Disusun oleh: PRADITA RIFQIYA
41709030
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG
Bahwa yang bertanda tangan di bawah ini, penulis dan pihak instansi Pemerintah tempat penelitian, bersedia:
“Bahwa hasil penelitian dapat diOnlinekan sesuai dengan peraturan yang berlaku, untuk kepentiangan riset dan pendidikan”.
Bandung, 10 September 2013
Penulis,
Pradita Rifqiya NIM : 41708025
Catatan :
ix DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSEMBAHAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Kegunaan Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 9
2.1.1 Implementasi ... 9
2.1.2 Kebijakan Publik ... 16
2.1.3 Implementasi Kebijakan ... 21
2.1.4 Jabatan fungsional dalam penyelenggaraan pemerintahan .. 24
2.1.5 Pengawasan Pemerintahan ... 25
2.1.6 Urusan Pemerintahan Daerah... 32
2.1.7 Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan... 34
2.2 Kerangka Pemikiran ... 35
x
3.1.4 Pengawasan Inspektorat Kota Bandung... ... 48
3.1.4.1 Dimensi Pengawasan Inspektorat Kota Bandung.... 48
3.1.4.2 Lingkup Pengawasan Inspektorat Kota Bandung.... 49
3.1.4.3 Pelaksanaan Pengawasan Fungsional Inspektorat Kota Bandung ... 50
3.1.4.4 Cara Pengawasan Fungsional Inspektorat Kota Bandung... ... 50
3.1.4.5 Cara Pengawasan Legislatif Inspektorat Kota Bandung ... 50
3.1.4.6 Cara Pengawasan Masyarakat Inspektorat Kota Bandung... ... 51
3.1.4.7 Tindak lanjut Hasil Pengawasan Inspektorat Kota Bandung... ... 52
3.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi Inspektorat Kota Bandung ... 53
3.1.5 Tugas Pokok Pengawas Pemerintahan ... 53
3.1.6 Struktur Organisasi Inspektorat Kota Bandung ... 54
3.1.7 Job Description Inspektorat Kota Bandung ... 56
3.2 Metode Penelitian ... 60
3.2.1 Desain Penelitian ... 60
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 61
3.2.2.1 Studi Pustaka ... 61
3.2.2.2 Studi Lapangan ... 61
3.2.3 Teknik Penentuan Informan ... 62
3.2.4 Teknis Analisa Data ... 64
xi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Ukuran – ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan P2UPD di Kota
Bandung ... 67
4.1.1 Kesesuian Program (kebijakan) P2UPD di Kota Bandung . 70 4.1.2 Ketetapan Sasaran pada P2UPD di Kota Bandung ... 73
4.2 Sumber Daya dalam P2UPD di Kota Bandung ... 81
4.2.1 Sumber Daya Manusia pada P2UPD di Kota Bandung ... 84
4.2.2 Sumber Daya Waktu pada P2UPD di Kota Bandung ... 87
4.2.3 Sumber Daya Anggaran pada P2UPD di Kota Bandung .... 89
4.3 Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan dalam P2UPD di Kota Bandung... 92
4.3.1 Transmisi dalam P2UPD di Kota Bandung ... 97
4.3.2 Kejelasan dalam P2UPD di Kota Bandung ... 102
4.3.3 Konsistensi dalam P2UPD di Kota Bandung ... 104
4.4 Karakteristik Badan-badan Pelaksana dalam P2UPD di Kota Bandung ... 108
4.4.1 Tingkat Pendidikan dalam P2UPD di Kota Bandung... 110
4.4.2 Kejujuran dalam P2UPD di Kota Bandung ... 113
4.5 Kondisi ekonomi, sosial dan politik dalam P2UPD di Kota Bandung ... 115
4.5.1 Sumber Ekonomi (anggaran) dalam P2UPD di Kota Bandung ... 117
4.5.2 Tanggapan Masyarakat dalam P2UPD di Kota Bandung .. 120
4.5.3 Kekuasaan dalam P2UPD di Kota Bandung ... 122
4.6 Kecendrungan Pelaksana dalam P2UPD di Kota Bandung ... 127
4.6.1 Pemahaman (kognisi) dalam P2UPD di Kota Bandung ... 131
4.6.2 Tanggapan dalam P2UPD di Kota Bandung ... 134
xii
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
Gambar 2.1 A model of The Implementation Proses ... 14
Gambar 3.1 Model Direct and Indirect Impact of Implementation ... 15
Gambar 2.3 Proses Pembuatan Kebijakan... 20
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pedoman Wawancara Aparatur ... 147
Lampiran 4 Transkip Wawancara ... 149
Lampiran 5 Data Informan ... 157
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian ... 158
Lampiran 7 Surat Telah Melaksanakan Penelitian ... 160
Lampiran 8 Peraturan Walikota Bandung Nomor 996 Tahun 2009... 161
vii
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum wr,wb.
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T, shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W karena dengan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan Skripsi.
Skripsi ini berjudul “Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Bandung Nomor 996 Tahun 2009 tentang Pedoman Oprasional Pemeriksaan Reguler Inspektorat Kota Bandung”. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi isi, cara penyajian maupun penulisan dan masih jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang peneliti miliki. Untuk itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak - pihak yang terkait.
Penyusunan Skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan, dorongan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu tidaklah berlebihan bila dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
viii
Ayah dan Ibu yang selalu memberikan dorongan dengan do’a, moril maupun materil yang tidak ternilai dan sangat berarti bagi peneliti. Adikku, yang selalu memberikan dorongan yang sangat Luar Biasa.
Sahabat-sahabat peneliti yang selalu memberi dukungan kepada peneliti. Teman-teman seperjuangan angakatan 2009 di Program Studi Ilmu Pemerintahan. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, dorongan dan bantuan bagi peneliti dalam penyusunan Skripsi ini.
Semoga Skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya bagi peneliti dan bagi pihak Inspektorat Kota Bandung. serta pembaca pada umumnya.
Wassalamuallaikum Wr. Wb
Bandung, September 2013
144
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab. Solichin. 1990. Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara. Rineka Cipta. Jakarta.
________________ 2001. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Edisi kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
Ali, Lukman. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Basu Swastha, 1996, Azas-Azas Marketing, Edisi Ketiga, Liberty,Yogyakarta. Cochran, Charles L. 1999. Public Policy. McGraw: Hill College
Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik edisi kedua. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Dye, Thomas R., 1995, Understanding Public Policy, New Jersey: Prentice Hall Edward III, C Gorge. 1980. Implementing Public Policy. Washington DC:
Congressional Quartely Inc.
Friedrich, Carl J. 1963. Man and His Government. Newyork:McGraw-Hill.
Hadari Nawawi, 1991. Administrasi Personnel untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, PT. Gramedia, Jakarta
_____________, Penelitian Terapan. Cet. 1. Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1994.
Handayaningrat. 1997. “Pengetahuan Studi Ilmu dan Manajemem” PT. GunungAgung, Jakarta.
Henry, Nicholas. 1995. Public Administration and Public Affairs. Sixth Edition. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall International, Inc.
Islamy, Irfan M. 1997. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara
_____________ 1998. Agenda Kebijakan Reformasi Admisintrasi Negara. Malang: Fakultas Ilmu Administrasi – Universitas Brawijaya
145
Jenkins, W.I. 1978. Public Analysis. Oxford: Martin Robertson.
Laswell, Harold D. dan Abraham Kaplan. 1970. Power and Society. New Haven: Yale University Press
Manullang. M. 2004. Dasar-dasar Manajemen. Yogyakarta: Gajaah Mada University Press
Mater, Donald S. Van dan Horn, Carl E Van. 1975. The Policy Implementation Process: Ohio State University.
Mazmania Daniel. Paul Sabatier. 1983. Implementation and Public Policy, London: Scott, Foressman and Company
Nawawi. 1991. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia
Salindeho, John, 1995, Pengawasan Melekat Aspek - Aspek Terkait dan Implementasinya, Jakarta, Bumi Aksara
Schermerhorn, Jhon R., Jr. 2001. Management. (Terjemahan M. Purnama Putranto) Yogyakarta: ANDI Yogyakarta (Buku asli di terbitkan tahun 1996).
Subarsono, A.G. 2005. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sunggono, Bambang. 1994. Hukum dan Kebijakan Publik. Jakarta: Sinar Grafika Sujamto. 1986. Beberapa Pengantar di Bidang Pengawasan. Jakarta: Graha Indonesia Tachjan, Dr. H, M.Si. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: AIPI
Winardi. 2000. Kepemimpinan dalam manajemen. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Dokumen-dokumen:
Instruksi Presiders No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan pada Pasal 1 Ayat (1)
PP No. 16 tahun 1994 dan Keppres No. 87 tahun 1999 tentang Produk hukum yang mengatur pengangkatan dalam Jabatan Fungsional
undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 218 tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan
Peraturan Mentri Pendayahgunaan Aparatur Nomor 15 Tahun 2009 tentang jabatan fungsional pengawas penyelenggaraan urusan pemerintahan negara (P2UPD) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara
Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Peraturan Walikota Bandung Nomor 996 tahun 2009 tentang Pedoman Oprasional Pemeriksaan Reguler Inspektorat Kota Bandung
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 tahun 2007 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Inspektorat Kota Bandung
Artikel:
Dr. Dewi Kurniasih, S.IP., M.SI “Kebijakan Sistem dan Prosedur Pengawasan Di Lingkungan Inspektorat Kabupaten Bandung Barat”
Rujukan Electronik:
www.wikipedia.com Pemerintahan Daerah di Indonesia, Di akses tgl 6 Februari 2013, pada pukul 15.24 WIB.
http://www.ut.ac.id Pengawasan, Di akses tgl 27 Februari 2013, pada pukul 23.05 WIB
http://www.bandung.go.id Gelar Pengawasan Daerah Kota Bandung, Di akses tgl 27 Februari 2013, pada pukul 19.20 WIB.
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia telah mengalami krisis sejak pasca Orde Baru, yang menyebabkan menurunnya kualitas kehidupan bangsa. Krisis yang di alami bangsa ini menimbulkan perubahan yang mendasar di bidang penyelenggaraan pemerintahan dalam bentuk reformasi di bidang ekonomi, politik, hukum, sosial, dan budaya. Penyebab dari krisis tersebut antara lain karena adanya berbagai penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang dilakukan oleh para aparat penyelenggara pemerintahan dengan bentuk praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kondisi tersebut menjadi semakin parah dengan lemahnya daya dukung kelembagaan organisasi publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang efesien dan efektif yang mengakibatkan sistem pemerintahan menjadi menurun.
terhadap aparat peyelenggara pemerintahan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan. Partisipasi dari berbagai pihak sangat di butuhkan untuk bisa meningkatkan efesien dan efektivitas dalam pelaksanaan pemerintahan daerah.
Penyelenggaran pemerintahan yang efektif merupakan kebutuhan yang sangat medesak khususnya pada masa reformasi sekarang ini. Agenda reformasi yang dilaksanakan secara bertahap oleh pemerintah sejak beberapa waktu lalu telah dan akan terus menghasilkan banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perubahan tersebut menyangkut berbagai bidang termasuk bidang pemerintahan. Pelaksanaan reformasi di bidang pemerintahan yaitu dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008. Dalam Undang-Undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur tentang sistem pemerintahan daerah dan otonomi daerah. Kebijakan otonomi daerah melalui Undang-Undang tersebut memberikan otonomi yang sangat luas kepada daerah kabupaten/kota untuk bertanggung jawab terhadap urusan rumah tangganya sendiri. Tuntutan otonomi di atas bisa memberikan manfaat kepada daerah. Daerah juga dapat meningkatkan kualitas demokrasi, peningkatan reformasi pelayanan publik, peningkatan percepatan pembangunan dan terciptanya pemerintahan yang baik jika dilaksanakan secara sungguh-sungguh.
3
aparat pemerintahan umumnya dan aparat pemerintahan daerah khususnya. Penyimpangan-penyimpangan ini terjadi karena kurang efektifnya pengawasan oleh badan yang ada dalam tubuh pemerintahan itu sendiri.
Penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat di cegah dengan di bentuknya lembaga pengawasan internal pemerintah yang secara khusus melaksanakan fungsi pengawasan pada masing-masing lembaga pemerinthan. Pengawasan khusus ini dilakukan oleh pejabat pengawas pemerintah. Lembaga pengawasan internal pemerintah adalah lembaga yang dibentuk dan secara inheren merupakan bagian dari sistem pemerintahan, yang memiliki tugas pokok dan fungsi dibidang pengawasan. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan oleh Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota.
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah berjalan secara efisien dan efektf sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Artinya pengawasan sebagai salah satu upaya untuk membangun pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Sehingga pemerintahan dapat terselenggara sesuai dengan ketentuan hukum yang belaku. Selain itu, pengawasan merupakan upaya preventif untuk mencegah penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan berupa KKN dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh lembaga pengawasan.
Pelaksanaan pengawasan di Kota Bandung didasarkan kepada Peraturan Walikota Nomor 996 Tahun 2009 tentang pedoman oprasional pemeriksaan reguler Inspektorat Kota Bandung, yang sekaligus pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2007 tentang pembentukan dan struktur organisasi Inspektorat Kota Bandung.
5
pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntabel tidak hanya sebatas wacana dan cita-cita saja.
Berikut ini adalah permasalahan di Kota Bandung yang peneliti temukan pada pegawasan pemerintahan yaitu :
Lahirnya Undang Undang 28/1999 tentang penyelenggaraan pemerintah yang bebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
“Konsekuensinya, mau tidak mau aspek pengawasan harus selalu
berkembang. Apalagi dalam perjalanan beberapa tahun terakhir, banyak peraturan perundang-undangan baru yang harus dilaksanakan. Sementara aparatur belum memiliki pemahaman dan kesiapan yang optimal, sehingga tidak menutup kemungkinan, ditemukannya penyimpangan-penyimpangan yang merugikan masyarakat,” kata Wali Kota Bandung, H Dada Rosada SH, MSi dalam rapat kerja gelar pengawasan daerah Kota Bandung, di Grand Pasundan Hotel, Jalan Peta Bandung, Selasa (30/12/08). Dihadiri oleh para pimpinan SKPD.
Melihat hasil temuan Inspektorat, Dada menilai, masih terdapat beberapa kelemahan dan kurang optimalnya pengendalian serta pengawasan atasan langsung. Terhadap indikasi ini, pimpinan SKPD agar segera menindak lanjuti setiap temuan sesuai saran yang diberikan agar tidak mengabaikan akumulasi permasalahan yang makin serius serta menghambat kinerja pelayanan. Dada juga masih mendapatkan, kondisi lemahnya disiplin pegawai terutama kepatuhan pada jam kerja, yang dimulai dengan absensi apel pagi dan siang.
Inspektur Inspektorat Daerah Kota Bandung, Drs H Sukarno MM. Menyebutkan, hasil pemeriksaan berkala (reguler) terhadap SKPD dan Kecamatan, pada Tahun 2008 ini terdapat penurunan yang cukup signifikan, menjadi 365 dari sebelumnya 679 temuan di Tahun 2007.
Sukarno menggambarkan, prosentase paling tinggi, adalah aspek sarana dan prasarana 121 temuan (33,15 %) yang disebabkan kurangnya pemahanan terhadap tata cara pengelolaan barang daerah. Menyusul tugas pokok dan fungsi 92 temuan (25,21 %), aspek keuangan 92 temuan (25,21 %), aspek sumber daya manusia 60 temuan (16,44 %). Dari temuan 365 ini, 357 sudah ditindak lankuti, 6 dalam proses dan hanya 2 yang belum ditindaklanjuti. Penurunan temuan ini dijelaskannya, diantaranya karena pemeriksaan reguler, meningkatnya pemahaman dan kepatuhan SDM terhadap peraturan dan perundang-undangan, peningkatan kinerja aparat Inspektorat dan implementasi pakta integritas dalam upaya percepatan pemberantasan tindak korupsi.
Berita di atas merupakan permasalahan mengenai masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja pemerintahan. Selain itu, kurangnya disiplin para aparat juga menjadi permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan ini. Sehingga Inspektorat Kota Bandung akan lebih meningkatkan perhatiannya pada kualitas sumber daya manusia agar dapat melakukan pedoman oprasional tentang pengawasan tersebut.
Pelaksanaan pengawasan sesuai dengan Peraturan Walikota Nomor 996 Tahun 2009 tentang pedoman oprasional pemeriksaan reguler Inspektorat Kota Bandung tersebut merupakan upaya dalam rangka penyelenggaraan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pemerintahan.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengambil judul skripsi “Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Bandung Nomor 996 Tahun
2009 Tentang Pedoman Oprasional Pemeriksaan Reguler Inspektorat Kota Bandung”.
1.1 Rumusan Masalah
7
1.2 Maksud dan Tujuaan Penelitian
Maksud dari penelitian ini untuk mengetahui implementasi kebijakan peraturan walikota Bandung nomor 996 tahun 2009 tentang pedoman oprasional pemeriksaan reguler Inspektorat Kota Bandung.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui ukuran dan tujuan kebijakan dari pemeriksaan di Inspektorat Kota Bandung ?
2. Untuk mengetahui sumber daya kebijakan dari pemeriksaan di Inspektorat Kota Bandung ?
3. Untuk mengetahui ciri-ciri atau sifat badan/Instansi pelaksana dari pemeriksaan di Inpektorat Kota Bandung ?
4. Untuk mengetahui komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan dari pemeriksaan di Inspektorat Kota Bandung ?
5. Untuk mengetahui sikap para pelaksana dari pemeriksaan di Inspektorat Kota Bandung ?
1.3 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini mempunyai kegunaan, yaitu bersifat praktis dan teoritis yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Kegunaan penelitian bagi diri sendiri adalah sebagai suatu pengalaman yang berharga karena peneliti dapat memperoleh gambaran secara langsung mengenai implementasi kebijakan pemerintah Kota Bandung dalam bidang pengawasan. Selain itu dalam penelitian ini pun peneliti mengimplementasi ilmu-ilmu yang di dapat selama perkuliahan di Ilmu Pemerintahan. Banyak hal baru yang di dapat penulis, sehingga bisa menambah pengetahuan dan dapat secara langsung menerapkan secara langsung berbagai teori yang dipelajari oleh peneliti secara idealis.
2. Pada bidang keilmuan yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber pengetahuan dan sumber pemikiran baru bagi Ilmu Pemerintahan mengenai pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam menunjang pelaksanaan pembagunan daerah.
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Implementasi
Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yaitu yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan setiap kegiatan yang dilakukan menurut rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Upaya untuk memahami adanya perbedaan antara yang diharapkan dengan fakta yang telah terjadi sehingga menimbulkan kesadaran mengenai pentingnya suatu pelaksanaan.
Subarsono dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi mengatakan bahwa:
”Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk mempengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut ”street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku kelompok sasaran (target group)” (Subarsono, 2005:88).
pemerintah maupun swasta, baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Implementasi Riant Nugroho pada prinsipnya adalah cara yang dilakukan agar dapat mencapai tujuan yang dinginkan (Nugroho, 2003:158). Implementasi merupakan prinsip dalam sebuah tindakan atau cara yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan.
Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam bukunya Implementation and Public Policy mengemukakan implementasi sebagai:
“Implementation of the basic policy decision, usually in the form of laws, but can also form the commandments or the decision-keoutusan important executive or judicial bodies or decision. Typically, this decision identifies the problem you want addressed, explicitly mention the purpose or objectives to be achieved, and various ways to structure or organize the implementation process.”(Mazmanian, 1983:61).
Pengertian di atas menjelaskan bahwa, implementasi adalah sebuah program atau sebuah kebijakan yang kelihatannya bagus diatas kertas namun lebih sulit merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang terdengar menyejukkan bagi telinga para pemimpin dan pemilih yang mendengarkannya. Implementasi kebijakan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan semua orang.
11
1. Policy standards and objectives; 2. Policy resources;
3. Interorganizational communication and enforcement activities; 4. The characteristics of the implementing agencies;
5. Economic, social, and political conditions; 6. The disposition of implementors;
(Meter dan Vanhorn, 1975:462-478).
Variabel-variabel implementasi kebijakan di atas maka peneliti uraikan sebagai berikut: Pertama ukuran dan tujuan kebijakan yang diperlukan untuk mengarahkan dan melaksanakan kebijakan. Hal tersebut dilakukan agar ukuraan dan tujuan sesuai dengan program yang sudah direncanakan. Hal yang mempengaruhinya antara lain kesesuaian program dan ketetapan sasaran (Wahab, 2004:79).
Kedua, sumber daya kebijakan merupakan keberhasilan proses implementasi kebijakan yang dipengaruhi dengan pemanfaatan sumber daya manusia, biaya, dan waktu (Agustino, 2006:142). Sumber-sumber kebijakan tersebut sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Sumber daya manusia sangat penting karena sebagai sumber penggerak dan pelaksana kebijakan, modal diperlukan untuk kelancaran pembiayaan kebijakan agar tidak menghambat proses kebijakan. Sedangkan waktu merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan kebijakan, karena waktu sebagai pendukung keberhasilan kebijakan. Sumber daya waktu merupakan penentu pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan.
Ketiga, komunikasi memegang peranan penting bagi berlangsungnya koordinasi implementasi kebijakan. Menurut Wahab bahwa:
“Koordinasi bukanlah sekedar menyangkut persoalan mengkomunikasikan
Menurut Edward III, komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain: dimensi transmisi atau penyampaian informasi kebijakan publik, kejelasan, dan konsistensi (Edward III, 1980:10). Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka terjadinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya
Keempat, keberhasilan kebijakan dapat dilihat dari sifat atau ciri-ciri badan/instansi pelaksana kebijakan. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para badan atau instansi pelaksananya. Menurut Subarsono kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor, kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya (Subarsono, 2006:7).
Menurut Edward III “Their attitudes in turn will be influenced by their views
toward the policies and by how they see the policies affecting their organizational
and personal interest” hal tersebut bermakna bahwa watak, karakteristik atau ciri-ciri
13
Kelima, kondisi-kondisi ekonomi, sosial dan politik menjadi salah satu hambatan dalam suatu proses kebijakan. Keadaan tersebut secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan suatu kebijakan. Hambatan-hambatan dari kondisi ekonomi dapat berupa kurangnya sumber-sumber ekonomi (dana/anggaran) dalam organisasi pelaksana kebijakan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi. Hambatan dari kondisi sosial yang dapat mempengaruhi implementasi kebijakan dapat berupa tanggapan masyarakat, terutama masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan yang kurang menerima kebijakan tersebut sehingga mereka bersikap tidak peduli. Hambatan dari kondisi politis megandung arti bahwa kebijakan maupun tindakan-tindakan yang diperlukan untuk melaksanakannya tidak disepakati oleh beberapa pihak yang memiliki kepentingan dan kekuasaan untuk membatalkan kebijakan tersebut. Hambatan seperti ini cukup jelas dan mendasar, sehingga para administrator kurang bisa melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Dengan kondisi seperti ini, yang mungkin dapat dilakukan para administrator ialah mempertimbangkan bahwa kemungkinan-kemungkinan semacam itu perlu dipikirkan secara matang ketika merumuskan kebijakan (Winarno, 2004 : 110-119).
tinggi dari para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan tugasnya, disamping para pelaksana harus memiliki ketaatan dan ketegasan dalam mengimplementasikan kebijakan (Winarno, 2004 : 110-119).
Gambar 2.1
A Model of The Policy Implementation
(Sumber: Meter dan Van Horn, 1975)
Proses yang merupakan sebuah performansi dari suatu kebijakan yang pada dasarnya dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi, yang dapat berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini menggambarkan implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.
Pandangan Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi merupakan tindakan oleh individu, pejabat, kelompok badan pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam suatu keputusan tertentu. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan
P
u
b
li
c
p
o
li
cy
Interorganizationa l communication and enforcement
activities Standards and
objectives
characteristics of the implementing
agencies
resources
Economic, social, and political
conditions
The disposition of implementing
p
er
fo
rm
a
n
15
pemerintah yang membawa dampak pada warga negaranya. Namun dalam praktiknya badan pemerintahan itu sering menghadapi pekerjaan di bawah mandat Undang-undang, sehingga menjadikan mereka tidak jelas untuk memutuskan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.
Selain itu ada pula model implementasi yang dikembangkan oleh George C. Edward III disebut dengan Direct and Indirect Impact of Implementation. Dalam pendekatan yang diteorikan oleh George C. Edward III, terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan suatu kebijakan, yaitu:
1. Komunikasi; 2. Sumber Daya; 3. Disposisi; dan 4. Struktur Birokrasi.
(Edward III, 1980:16-20)
Menurut George C. Edward III mengenai pendapatnya di atas, empat variabel tersebut perlu ada pada setiap pembuatan kebijakan karena sebagai penentu keberhasilan kebijakan tersebut.
Gambar 2.2
Model Direct and Indirect Impact of Implementation
(sumber: Edward III, 1980) Komunikasi
Struktur Birokrasi
Sumber Daya
Disposisi
Pada proses yang merupakan sebuah performansi dari suatu kebijakan yang pada dasarnya dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi, yang dapat berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengumpamakan implementasi kebijakan berjalan secara linier dari komunikasi, sumber daya politik yang tersedia dan pelaksanaan implementasi kebijakan.
2.1.2 Kebijakan Publik
Kebijakan pada dasarnya menitikberatkan pada “publik dan masalah -masalahnya”. Kebijakan membahas bagaimana isu-isu dan persoalan tersebut
disusun (constructed), didefinisikan, serta bagaimana persoalan tersebut diletakkan pada agenda kebijakan. Charles L.Cochran mengemukakan inti dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah policy consists of political decision for implementing program to achieve social goal (kebijakan terdiri dari keputusan politis untuk mengimplementasi program dalam meraih tujuan demi kepentingan masyarakat) (Cochran, 1999: 2). Berdasarkan pendapat tersebut kebijakan merupakan suatu program yang dibuat untuk dapat memenuhi kepentingan masyarakat.
17
berikut: “Kebijakan merupakan garis pedoman untuk pengambilan keputusan”
(Sirait, 1991:115). Kebijakan merupakan sesuatu yang bermanfaat, yang merupakan penyederhanaan sistem yang dapat membantu dan mengurangi masalah-masalah dan serangkaian tindakan untuk memecahkan masalah tertentu, maka kebijakan dianggap sangat penting.
George C. Edward III dalam buku Implementing Public Policy mengungkapkan komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain: dimensi transformasi atau penyampaian informasi kebijakan publik, kejelasan, dan konsistensi (Edward III, 1980:10-11). Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka terjadinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.
Kebijakan menurut W.I. Jenkins dalam Public Analysis mengemukakan bahwa:
“Kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang saling terkait yang ditetapkan oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam situasi di mana keputusan-keputusan itu pada dasarnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor”. (Jenkins, 1978:2).
Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan. Umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan.
1970:17). Berdasarkan pengertian tersebut, suatu kebijakan berisi suatu program untuk mencapai tujuan, nilai-nilai yang dilakukan melalui tindakan-tindakan yang terarah.
Thomas R. Dye mengatakan definisi kebijakan sebagai apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan (Dye, 1995:1). Berdasarkan definisi tersebut, penulis mendapat pemahaman bahwa terdapat perbedaan antara apa yang akan dikerjakan oleh pemerintah dan apa yang sesungguhnya harus dikerjakan oleh pemerintah.
Definisi lain mengenai kebijakan yang diungkapkan oleh Carl Friedrich dalam buku Man and His Government, yang mengatakan kebijakan adalah:
“Kebijakan adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud” (Friedrich, 1963:79).
Berdasarkan pengertian di atas, maksud dari kebijakan sebagai bagian dari kegiatan, dimana kebijakan tersebut berhubungan dengan penyelesaian beberapa maksud atau tujuan. Meskipun maksud dan tujuan dari kegiatan pemerintah tidak selalu mudah untuk dilihat, tetapi ide bahwa kebijakan melibatkan perilaku yang mempunyai maksud, merupakan bagian penting dari definisi kebijakan.
19
aturan-aturan yang ada termasuk konteks politik, karena pada dasarnya proses pembuatan kebijakan sesungguhnya merupakan suatu proses politik. Menurut M. Irafan Islamy berpendapat bahwa:
“Kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang lebih jauh lagi (lebih menekankan kepada kearifan seseorang), sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada di dalamnya sehingga policy lebih tepat diartikan sebagai kebijakan, sedangkan kebijaksanaan merupakan pengertian dari kata wisdom”. (Islamy, 1997:5)
Gambar 2.3
Proses Pembuatan Kebijakan
Penyusunan
Agenda
Penyusunan
Agenda
Adopsi
Kebijakan
Implementasi
Kebijakan
Penilai
Kebijakan
Sumber:Dunn, 2003:24
Melengkapi pendapat yang dikemukakan di atas, berikut merupakan penjelasan dari tahap-tahap dalam proses pembuatan kebijakan yaitu:
1. Penyusunan agenda, yaitu para pembuat kebijakan merumuskan masalah sehingga dapat menemukan asumsi-asumsi, mengetahui penyebab-penyebabnya, memadukan pandangan-pandangan yang bertentangan, dan merancang peluang-peluang untuk mengatasi masalah melalui kebijakan yang baru.
2. Formulasi kebijakan, yaitu para pembuat kebijakan merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah.
3. Adopsi kebijakan, yaitu memilih suatu alternatif kebijakan yang terbaik dalam mengatasi masalah.
Perumusan
Peramalan
Rekomendasi
Pemantauan
21
4. Implementasi kebijakan, yaitu suatu tahap dimana kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit eksekutor (birokrasi pemerintah) tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan sumber daya lainnya.
5. Penilaian kebijakan, yaitu suatu proses untuk mengevaluasi/menilai sejauh mana efektifitas dari kebijakan tersebut dalam implementasinya di lapangan. Dengan kata lain apakah kebijakan tersebut sudah dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam mengatasi permasalahan yang terjadi dimasyarakat dan sejauh mana kemajuan dalam pencapaian tujuan yang telah ditempuh.
Berdasarkan pendapat diatas yaitu tahapan-tahapan dibuat agar kebijakan dapat dilakukan dengan baik dan efektif. Kebijakan itu pula dibuat agar suatu pemerintahan dapat melaksanakan kebijakan tersebut dengan sesuai pada aturan yang berlaku.
2.1.3 Implementasi Kebijakan
George C. Edward III dalam buku Implementing Public Policy mengungkapkan komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain: dimensi transformasi atau penyampaian informasi kebijakan publik, kejelasan, dan konsistensi (Edward III, 1980:10-11). Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka terjadinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.
Implementasi merupakan sebuah kegiatan yang memiliki tiga unsur penting dan mutlak dalam menjalankannya. Adapun unsur-unsur implementasi kebijakan meliputi :
1. Adanya program yang dilaksanakan
2. Adanya kelompok target, yaitu masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut.
3. Adanya pelaksanaan, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan maupun pengawasan dari proses penerapan tersebut
Berdasarkan pengertian di atas maka penerapan mempunyai unsur yaitu program, target dan pelaksanaan dalam mewujudkan tujuan yang diinginkan. Sehingga dalam pelaksanaannya kecil kemungkinan terjadi kesalahan, kalaupun ada kesalahan maka akan dapat disadari dengan cepat. Adapun unsur-unsur implementasi kebijakan yang mutlak harus ada yaitu :
1. Unsur pelaksana
2. Adanya program yang dilaksanakan serta 3. Target group atau kelompok sasaran.
(Tachjan 2006:26)
Menurut Tachjan tiga kebijakan di atas wajib ada karena itu merupakan penentu berjalannya suatu kebijakan. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara yang dilaksanakan agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Wahab juga mengungkapkan bahwa implementasi kebijakan yaitu :
“Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-Undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan peradilan. Keputusan tersebut mengidentifikasikan penyelesaian masalah yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan proses implementasinya.(Wahab, 2001:42)
Berdasarkan pendapat di atas, bahwa pelaksanaan keputusan kebijakan dasar dapat berupa bentuk keputusan eksekutif yang penting, dan keputusan tersebut di harapkan dapat mengidentifikasikan penyelesaian masalah yang ingin dicapai. Adapun pendapat Subarsono dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi mengatakan bahwa:
23
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa implementasi merupakan usaha-usaha yang dilakukan oleh para pembuat kebijakan untuk mempengaruhi birokrasi/badan-badan pemerintah agar memberikan pelayanan/pengaturan terhadap kelompok yang menjadi sasaran dari suatu kebijakan. Charles O’Jones dalam bukunya Pengantar Kebijakan Publik (public policy),
mengemukakan :
“Implementasi adalah suatu proses interaktif antara suatu perangkat tujuan dengan tindakan atau bersifat interaktif dengan kegiatan-kegiatan kebijaksanaan yang mendahuluinya, dengan kata lain implementasi merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoprasikan sebuah program dengan pilar-pilar organisasi, interpretasi dan pelaksanaan.”(Jones 1994:88)
Menurut pendapat Charles O Jones, implementasi yaitu kegiatan yang dibuat untuk mengoprasikan sebuah program. Implementasi kebijakan juga menyangkut pelaku kebijakan itu untuk melaksanakan suatu bentuk program dalam rangka mencapai tujuan. Hal ini dikemukakan oleh Islamy, yaitu:
“kelancaran pelaksanaan suatu kebijakan yang ditentukan oleh banyak factor, antara lain dipengaruhi oleh si pelaku kebijakan (policy stake holders) seperti pejabat-pejabat pemerintah/Negara, anggota masyarakat dan lingkungan seperti social, politik, ekonomi, geografis, teknologi dan sebagainya”.(Islamy,1998:61)
terhadap pihak-pihak yang merasa diabaikan karena kebijakan tersebut dan usaha-usaha untuk menghambatnya. Kekurangan atau kesalahan dari suatu kebijakan biasanya dapat diketahui setelah kebijakan tersebut dilaksanakan. Agar pelaksanaan kebijakan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka perlu adanya pedoman berupa faktor-faktor pelaksanaan kebijakan.
2.1.4 Jabatan Fungsional dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. Jabatan fungsional pada hakekatnya adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, namun sangat diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi pemerintah. Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan. Produk hukum yang mengatur pengangkatan dalam Jabatan Fungsional adalah PP No. 16 tahun 1994 dan Keppres No. 87 tahun 1999. Di dalam Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan sesuai Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : KEP/61/M.PAN/6/2004 mengemukakan pengertian jabatan yaitu : “Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab,
25
Jadi cukup jelas bahwa jabatan dimaksud disini adalah jabatan sebagai Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawab menurut tatanan organisasi . jika ditarik suatu pemahaman dari kata dasar “fungsi” itu artinya “guna
atau manfaat”. Itu berarti dalam pengertian fungsional adalah suatu tindakan yang
mengarah kepada perbuatan yang berguna dan memberikan manfaat. Hal ini tidak terlepas dari pemusatan perhatian yang dilaksanakan secara terus-menerus tanpa memandang waktu, yang mengarah kepada kemahiran atau profesional dalam melaksanakan tugas.
2.1.5 Pengawasan Pemerintahan
Pengawas adalah supervisor yaitu pihak yang memegang tanggung jawab untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan suatu kegiatan. Sedangkan pengawasan secara umum diartikan sebagai suatu kegiatan administrasi yang bertujuan mengandalkan evaluasi terhadap pekerjan yang sudah diselesaikan apakah sesuai dengan rencana atau tidak.
tanggungjawab tetapi kemampuan sampai tingkat yang efektif belum dicapai. Dalam hubungan ini, pendayagunaan aparatur pemerintah terkait dengan aspek pengawasan disebabkan lima tantangan yang sering dihadapi, yaitu :
1. Bagaimana meningkatkan sikap dan orientasi aparatur pemerintah terhadap pembangunan sehingga mampu bertindak sebagai pemrakarsa pembaharuan dan penggerak pembangunan.
2. Bagaimana mewujudkan kemampuan aparatur pemerintah agar berhasil mempergunakan sumber-sumber yang tersedia dengan kapasitas dan produktivitas optimal dalam penyelenggaraan administrasi pelaksanaan program-program pembangunan .
3. Bagaimana mengusahakan agar aparatur pemerintah dapat meningkatkan mobilisasi dana pembangunan yang berasal dari sumbersumber dalam negeri.
4. Bagaimana meningkatkan kemampuan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan pada aparatur pemerintah di tingkat daerah 5. Bagaimana aparatur pemerintah dapat meningkatkan dayaguna sejalan
dengan upaya penyerasian antara pembangunan sektoral dan pembangunan nasional.
Sehubungan dengan kelima deretan tantangan di atas, maka tujuan peningkatan serta pembudayaan pengawasan dimaksud meliputi :
27
meningkatkan disiplin aparatur pemerintah sehingga dapat mendukung terwujudnya disiplin nasional. pengawasan dan otoritas sesuai pandangan Nicholas Henry (1995:119) harus berbuat dengan mengikuti perubahan organisasi. Rangkaian tindakan yang tercakup dalam proses pengawasan tersebut merupakan tindakan untuk menetapkan standar pengawasan. Standar pengawasan dimaksud yaitu suatu standar atau tolak ukur yang merupakan patokan bagi pengawas dalam menilai apakah objek atau pekerjaan yang diawasi berjalan dengan semestinya atau tidak. Jadi dilihat dari tolak ukur ini, hasil pengawasan hanya mempunyai dua kemungkinan yaitu : berjalan sesuai dengan standar atau terjadi penyimpangan.
Pengawasan dalam organisasi pemerintah diperlukan agar organisasi pemerintahan dapat bekerja secara efisien, efektif dan ekonomis. Pengawasan disini merupakan unsur penting untuk meningkatkan pendayagunaan aparatur negara dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan menuju terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Menurut Winardi (2000:585) "Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan". Sedangkan menurut Basu Swasta (1996:216) "Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti yang diinginkan". Adapun pernyataan lain tentang pengawasan menyatakan bahwa :
Berbagai definisi dan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pengawasan pada dasarnya adalah suatu kegiatan yang dilakukan agar pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan rencana sehinga tujuan dapat tercapai. Penggunaan pengawasan terdapat beberapa metode yaitu Metode Pengawasan Preventif dan Metode Pengawasan Refresif
Metode pengawasan preventif yaitu merupakan pengawasan yang dilakukan pada tahap persiapan dan perencanaan suatu kegiatan terhadap sebuah lembaga. Pengawasan ini bertujuan pada aspek pencegahan dan perbaikan, termasuk pula pengusulan perbaikan atau pembentukan regulasi baru untuk berbaikan standar kualitas terhadap layanan publik. Pengawasan preventif dilakukan melalui pra audit sebelum pekerjaan dimulai. Misalnya dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapan-persiapan kerja, rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga, dan sumber-sumber lain.
Metode pengawasan refresif yaitu pengawasan terhadap proses-proses aktivitas pada sebuah lembaga. Pengawasan bertujuan menghentikan pelanggaran dan mengembalikan pada keadaan semula, baik disertai atau tanpa sanksi. Bentuk pengawasan yang dilakukan melalui post-audit dengan melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan ditempat (inspeksi), meminta laporan pelaksanaan, dan sebagainya.
29
Metode pengawasan langsung maksudnya pengawasan yang dilakukan dengan mendatangi unit kerja yang bersangkutan. Pengawasan ini dapat dilakukan dengan mempelajari dan menganalisa berbagai informasi dan data sebagai bahan masukan yang menggambarkan berbagai kegiatan yang hendak diketahui efektifitas dan efisiensi pelaksanaannya. Metode ini bisa juga dilakukan dengan wawancara langsung kepada pelaksana kegiatan atau orang lain yang dianggap mengetahui dengan baik pelaksanaan kegiatan tersebut. Dengan demikian metode pengawasan ini dapat dilakukan dengan pendekatan formal dan informal. Hadari Nawawi (1994:5), pengawasan formal adalah pengawasan yang dilakukan oleh pejabat instansi yang berwenang baik bersifat ekstern maupun intern. Sedangkan pengawasan informal adalah pengawasan yang dilakukan masyarakat (sosial control), misalnya dengan media massa dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat ataupun melalui surat-surat pengaduan.
1. Pengawasan Fungsional, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparatur yang ditugaskan melaksananakan pengawasan seperti BPKP, Irjenbang, Depertemen, dan aparat pengawasan fungsional lainnya di Lembaga Non Departemen dan Instansi Pemerintahan lainnya.
2. Pengawasan Politik, yang dilaksananakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
3. Pengawasan yang dilakukan oleh BPK dan BPKP sebagai pengawasan eksternal eksekutif;
4. Pengawasan Sosial, yaitu pengawasan yang dilakukan media massa, ormas-ormas, individu, dan anggota masyarakat umumnya.
5. Pengawasan melekat, yakni pengawasan yang dilaksanakan oleh atasan langsung terhadap bawahannya.
(Nawawi, 1991:59)
Beberapa macam pengawasan yang mempuyai fungsi atau tugas yang berbeda-beda, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Konsep macam-macam pengawasan yang sedikit agak berbeda dibandingkan macam-macam pengawasan yang telah diutarakan diatas, juga di paparkan oleh Schermerhorn (2001), Schermerhon membagi pengawasan menjadi empat jenis, yaitu :
1. Pengawasan feedforward (pengawasan umpan di depan). Pengawasan ini dilakukan sebelum aktivitas dimulai yang bertujuan untuk menjamin kejelasan sasaran, tersedianya arahan yang memadai, ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan dan memfokuskan pada kualitas sumber daya.
2. Pengawasan concurrent (pengawasan bersamaan). Pengawasan ini memfokuskan pada apa yang terjadi selama proses berjalan yang bertujuan untuk memonitor aktivitas yang sedang berjalan untuk menjamin segala sesuatu sesuai rencana dan juga untuk mengurangi hasil yang tidak diinginkan.
3. Pengawasan feedback (pengawasan umpan balik). Pengawasan ini dilakukan setelah aktivitas selesai dilaksanakan. Dengan tujuan untuk menyediakan informasi yang berguna untuk meningkatkan kinerja di masa depan dan memfokuskan pada kualitas hasil.
4. Pengawasan internal-external. Pengawasan internal memberikan kesempatan untuk memperbaiki sendiri sedangkan pengawasan eksternal melalui supervisi dan penggunaan administrasi formal.
31
Suatu sistem dalam Pemerintahan Daerah, sebuah pengawasan merupakan suatu usaha penertiban untuk menjamin terealisasinya segala ketentuan Undang-Undang, peraturan keputusan kebijaksanaan dan ketentuan daerah itu sendiri. Hasil pengawasan dapat dijadikan bahan informasi atau umpan balik dari penyempurnaan baik bagi rencana itu sendiri maupun dalam mewujudkan rencana itu sendiri.
Tujuan pengawasan itu sendiri adalah agar hasil pelaksana kerja yang dilaksanakan dapat berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan rencana, menurut Handayaningrat tujuan pengawasan adalah agar hasil pelaksanaan pekerjaan di peroleh secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan rencana yang telah di tentukan sebelumnya (Handayaningrat, 1997:193). Tujuan pengawasan yang dapat menghasilkan hasil yang baik adalah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Menurut Manullang tujuan utama dari pengawasan yaitu mengusahakan agar apa yang di rencanakan menjadi kenyataan (Manullang, 2004:173). Merealisasi tujuan tersebut, maka pengawasan pada taraf pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang telah di keluarkan, dan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesuliatan-kesulitanyang di hadapi dalam pelaksanaan rencana berdasarkan penemuan-penemuan tersebut dapat di ambil tindaka untuk memperbaikinya, baik pada waktu itu maupun waktu yang akan datang.
Selanjutnya menurut Sujamto bahwa dalam merencanakan dan melaksanakan pengawasan perlu diperhatikan hal-hal berikut :
1. Agar pelaksanaan tugas umum pemerintah dilakukan secara tertib berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berdasarkan sendi-sendi kewajaran penyelenggaraan pemerintahan agar tercapai daya guna dan tepat guna yang sebaik-baiknya.
2. Agar pelaksanaan pembangunan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan program pemerintah serta peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan.
3. Agar hasil-hasil pembangunan dapat dinilai seberapa jauh tercapai untuk memberi umpan balik berupa pendapat, kesimpulan, dan pelaksana tugas umum pemerintah dan pembangunan
4. Agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran dan penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, uang dan perlengkapan milik negara, sehingga dapat terbina aparatur yang tertib, bersih, berwibawa, berdaya guna dan berhasil guna.
(Sujamto, 1986:157)
Pengertian dari rumusan-rumusan ataupun falsafah-falsafah pengawasan yang telah dikemukakan tadi mau tidak mau harus dipahami oleh semua pihak, baik pihak atau unsur pelaksana pengawasan maupun pihak yang diawasi, sehingga proses-proses pembangunan atau yang terkait dapat berjalan secara maksimal.
2.1.6 Urusan Pemerintahan Daerah
33
terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.
Sedangkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria di atas terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi 16 buah urusan. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan pemerintahan.
2.1.7 Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi:
1. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah; 2. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
35
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota.
2.2 Kerangka Pemikiran
Implementasi merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang/berkepentingan baik pemerintah maupun swasta dengan tujuan untuk mewujudkan cita-cita/tujuan yang telah ditetapkan. Implementasi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu bagaimana program implementasi kebijakan pemerintah Kota Bandung dalam bidang pengawasan yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan/sasaran yang telah ditetapkan.
Suatu kebijakan mengandung unsur tindakan untuk mencapai tujuan. Umumnya tujuan dari kebijakan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Kebijakan pada dasarnya adalah suatu tindakan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu dan bukan sekedar keputusan untuk melakukan sesuatu.
masyarakat dan adanya pengawasan dari pemerintah terhadap jalannya pelaksanaan kebijakan.
Peneliti menggunakan enam komponen model sistem implementasi kebijakan yang dikemukakan Van Meter dan Van Horn sebagai penentu keberhasilan suatu pelaksanaan kebijakan pemerintah Kota Bandung dalam bidang pengawasan, yaitu:
Pertama, ukuran dan tujuan kebijakan diperlukan untuk mengarahkan dalam melaksanakan kebijakan dengan dilakukannya kesesuaian program dan ketetapan sasaran, hal tersebut dilakukan agar sesuai dengan program yang sudah direncanakan. Ukuran kebijakan pemerintah Kota Bandung dalam bidang pengawasan adalah agar pemerintahan di Kota Bandung bisa berjalan dengan baik dan bersih, dengan adanya pengawasan khusus pemerintahan. Kebijakan pemerintah Kota Bandung dalam bidang pengawasan bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih.
Kedua, sumber daya kebijakan merupakan keberhasilan proses implementasi kebijakan yang dipengaruhi dengan pemanfaatan sumber daya manusia, biaya, dan waktu. Sumber-sumber kebijakan tersebut sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
37
Ketiga, Komunikasi mempunyai peranan sangat penting bagi berlangsungnya suatu kebijakan. Hal yang mempengaruhi komunikasi antar organisasi yaitu antara lain adalah kognisi, kejelasan, dan konsistensi. Karena dengan komunikasi yang baik kebijakan itu pun bisa tersampaikan dengan jelas.
Keempat, Keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari sifat atau ciri-ciri badan/instansi pelaksana kebijakan, yang dipengaruhi oleh kognisi (pemahaman), tanggapan, dan intensitas tanggapan dari para pelaksana kebijakan tersebut. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para badan atau instansi pelaksananya.
Kelima, Perubahan kondisi ekonomi, sosial dan politik dapat mempengaruhi interpretasi terhadap masalah dan dengan demikian akan mempengaruhi cara pelaksanaan program diantaranya hal tersebut yaitu sumber ekonomi, tanggapan masyarakat, dan kekuasaan. Variasi-variasi dalam situasi politik ini berpengaruh terhadap pelaksanaan kerja. Peralihan pemerintahan dapat mengakibatkan perubahan-perubahan dalam cara pelaksanaan kebijakan-kebijakan tanpa mengubah kebijakan itu sendiri.
harus merasa memiliki terhadap tugasnya masing-masing berdasarkan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka peneliti merumuskan definisi operasional sebagai berikut :
1. Implementasi Kebijakan yaitu realisasi dari kebijakan yang ditetapkan sebelumnya berisi tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung yang diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan terhadap pengawasan di Kota Bandung, yang diukur berdasarkan:
1) Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan peraturan walikota Bandung yaitu suatu dasar yang dijadikan sebagai ukuran utama untuk melaksanakan pengawasan yang sudah direncanakan dalam pelaksanaan pengawas penyelenggaraan urusan pemerintahan di Kota Bandung, yang terdiri atas beberapa hal yaitu:
a. Kesesuaian Program (kebijakan), yaitu kebijakan pengawasan yang telah berjalan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Bandung.
b. Ketetapan Sasaran, yaitu tindakan Inspektorat Kota Bandung yang dilakukan untuk melaksanakan sebuah kebijakan pengawasan dengan aturan yang telah dibuat oleh Pemerintah Kota Bandung.
39
Sumber daya dapat berupa sumber daya manusia (aparatur), waktu dan biaya.
a. Sumber daya manusia, adalah aparatur yang bertugas menjalankan kebijakan pengawasan pemerintahan di Kota Bandung sesuai dengan ketentuan.
b. Sumber daya biaya, merupakan anggaran yang digunakan untuk mendanai agar kebijakan pengawasan dapat berjalan dengan baik di Kota Bandung
c. Sumber daya waktu, merupakan unsur yang di jadikan patokan dalam berjalannya suatu kebijakan pengawasan di Kota Bandung 3) Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
merupakan cara yang dilakukan para aparatur kebijakan peraturan walikota Bandung untuk menyampaikan maksud dan tujuan dari dibentuknya pengawasan tersebut di Kota Bandung, yang terbagi atas: a. Transmisi, adalah penyampaian informasi kebijakan pengawasan
yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan agar implementasi kebijakan pengawasan dapat berjalan dengan baik di Kota Bandung b. Kejelasan, merupakan proses penerimaan informasi kebijakan pengawasan oleh aparatur pemerintahan yang tidak berlawanan dengan kebijakan pengawasan di Kota Bandung
4) Kecenderungan Pelaksana (implementor) adalah sikap yang dominan dari aparat pengawasan pemerintahan di Kota Bandung, yang dapat dilihat dari beberapa hal yaitu:
a. Kognisi (pemahaman), yaitu pemahaman para aparatur kebijakan tentang pengawasan pemerintahan di Kota Bandung
b. Tanggapan, merupakan reaksi pelaksana kebijakan pengawasan yang ditunjukan berkaitan dengan pemahaman tentang kebijakan pengawasan oleh Pemerintah Kota Bandung
c. Intensitas tanggapan, merupakan reaksi pelaksana kebijakan pengawasan mengenai pemahaman yang di timbulkan tentang kebijakan pengawasan dari Pemeritah Kota Bandung
5) Kondisi-kondisi ekonomi, sosial dan politik yaitu suatu kondisi pemerintahan yang sangat berpengaruh penting pada berjalannya kebijakan pengawasan di Kota Bandung. Hal ini dapat dilihat dari: a. Sumber ekonomi, merupakan sumber anggaran yang di perlukan
untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan kebijakan pengawasan di Kota Bandung
b. Tanggapan masyarakat, yaitu reaksi yang ditunjukan oleh masyarakat mengenai kebijakan pengawasan yang dapat berpengaruh pada kondisi sosial di Kota Bandung
41
6) Karakteristik badan pelaksana yaitu sikap dari masing-masing pelaksana peraturan Walikota Bandung dalam menentukan keberhasilan suatu pengawasan. Sikap ini dapat dijadikan patokan dari para pelaksana peraturan walikota Bandung tersebut. Hal ini terlihat dari:
a. Tingkat pendidikan, yaitu suatu jenjang pada Kebijakan pengawasan yang harus di lalui oleh para aparatur kebijakan pengawasan di Kota Bandung
b. Kejujuran, yaitu suatu sikap yang wajib dimiliki oleh para aparatur pengawas pemerintahan, agar pemerintahan ini bebas dari korupsi di Kota Bandung
2. Jabatan Fungsional merupakan jabatan yang diberi tanggung jawab atau wewenang khusus oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan sebuah kegiatan pada instansi pemerintahan, misalnya pada suatu kebijakan P2UPD di Kota Bandung.
3. Pengawasan adalah proses dalam penetapan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil kinerja yang telah ditetapkan dalam kebijakan pengawasan pada pemerintah Kota Bandung. 4. Urusan pemerintahan daerah yaitu peraturan yang bersifat mengikat yang
dibuat pemerintah, baik pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang berupa kebijakan P2UPD dilaksanakan di Kota Bandung.
dan sesuai dengan tujuan pemerintah untuk memajukan daerahnya. Pengawasan ini di lakukan agar tidak terjadi penyelewengan dalam jalannya pemerintahan dengan dibuatnya kebijakan P2UPD di Kota Bandung.
43
Gambar 2.2
Model Kerangka Pemikiran
Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Bandung dalam
Bidang Pengawasan
P2UPD yang efektif di Kota Bandung Ukuran-ukuran dasar dan
tujuan-tujuan Kebijakan
Komunikasi antar organisasi Kecenderungan
pelaksana
Kondisi-kondisi ekonomi, sosial dan
politik Karakteristik badaan
pelaksana kebijakan
169
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Pradita Rifqiya Ulisshofa
Nama Panggilan : Kiki
Tempat, Tgl Lahir : Pati, 7 Januari 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Kawin
Nama Ayah : Drs. Syaefulloh.
Pekerjaan : PNS
Nama Ibu : Istiyanah Am.Keb
Pekerjaan : Swasta
Alamat Orang Tua : Kp. Cilaja RT/RW : 01/13
Desa Sindanglaya, Kec. Cimenyan Kab. Bandung
170
PENDIDIKAN FORMAL
No Tahun Uraian Keterangan
1 2009 - sekarang
Strata 1 Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unikom Bandung
2 2006 - 2009 SMA Pasundan 6 Bandung Berijazah 3 2003- 2006 SLTP Negeri 22 Bandung Berijazah 4 1997 - 2003 SDN Negeri 2 Panggilingan Berijazah
PELATIHAN DAN SEMINAR
No Tahun Uraian Keterangan
1 2010 Peserta Table Manner Class Prodi Ilmu Pemerintahan Universitas Komputer Indonesia
Bersertifikat
2 2010 KuliahUmum : “Peningkatan Pelayanan Publik Melalui Pemanfaatan Aplikasi ICT”, Auditorium Unikom
Bersertifikat
3 2011 Diskusi Politik : “Kesiapan Pemerintah Indonesia dalam aspek pertahanan dan keamanan NKRI dalam menghadapi gejolak politik Timur Tengah”, Gedung Indonesia Menggugat, Bandung
Bersertifikat
4 2012 KuliahUmum : “Pelaksanaan E-KTP GunaMenigkatkanPelayananPublik”, Auditorium Unikom
Bersertifikat 5 2012 Peserta Diskusi Poblik Calon Presiden
2014 “Upaya Peningkatan Kualitas
PENGALAMAN BERORGANISASI
No Tahun Uraian Keterangan
1 2010 - 2011 Anggota Departemen Minat dan Bakat Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fisip Unikom
-
2 2011 - 2012 Anggota Departemen Pengabdian Kepada Masyarakat Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fisip Unikom
-
Bandung, Juli 2013
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR 996 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN OPRASIONAL
PEMERIKSAAN REGULER INSPEKTORAT KOTA BANDUNG PRADITA RIFQIYA ULISSHOFA
41709030
e-mail :rifqiyapradita@yahoo.com
ABSTRAK
Pelaksanaan pengawasan sesuai dengan Peraturan Walikota Nomor 996 Tahun 2009 tentang pedoman oprasional pemeriksaan reguler Inspektorat Kota Bandung tersebut merupakan upaya dalam rangka penyelenggaraan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pemerintahan.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Implementasi Kebijakan menurut Donald S. Van Meter dan Carl E.Vanhorn dalam bukunya The Policy Implemetation Process yang menyatakan bahwa yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi meliputi ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya kebijakan, komunikasi antar organisasi dan kegiatan kebijakan, karakteristik badan pelaksana, kondisi ekonomi, sosial dan politik, dan kecendrungan pelaksana (implementor).
Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah studi pustaka, studi lapangan, observasi dan wawancara. Informan dalam penelitian ini adalah aparatur Inspektorat dan aparatur SKPD terkait pengawasan. Penentuan informan dengan menggunakan teknik purposive.
Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaan implementasi kebijakan peraturan walikota nomor 996 tahun 2009 tentang pedoman oprasional pemeriksaan reguler inspektorat Kota Bandung, belum dilakukan secara maksimal karena masih kurangnya sumber daya manusia. Sehingga tidak memaksimalkan jalannya pegawasan pemerintahan. Sistem dan prosedur pengawasan harus mengikuti petunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Inspektorat berwenang merekomendasikan tindakan perbaikan guna peningkatan kegiatan SKPD yang diperiksa. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan Ilmu Pemerintahan khususnya dalam hal pengawasan.
Kata kunci : pengawasan, pedoman oprasional 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia telah mengalami krisis sejak pasca Orde Baru, yang menyebabkan menurunnya kualitas kehidupan bangsa. Krisis yang di alami bangsa ini menimbulkan perubahan yang mendasar di bidang penyelenggaraan pemerintahan dalam bentuk reformasi di bidang ekonomi, politik, hukum, sosial, dan budaya.
memiliki kompetensi dan pemahamaan yang kurang terhadap konsep pelaksanaan pemerintahan yang baik, ini menyebabkan buruknya citra kinerja aparat penyelenggaran pemerintahan. Pemerintahan juga melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan citra aparat tersebut dengan penindakan hukum bagi pelaku KKN di lingkungan aparat penyelenggara pemerintahan, pembenahan kembali di bidang perundang-undangan yang di anggap tidak sejalan dengan kehendak dan perkembangan kebutuhan masyarakat, selain itu pem