Indah Wahyu Ariesta
ABSTRAK
EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI SIKAP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIS SISWA
(Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)
Oleh
INDAH WAHYU ARIESTA
Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar atau pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam mengaitkan antara materi pembelajaran atau materi yang di pelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan, sekolah, masyarakat, maupun warga negara dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya dan menjadikannya dasar pengambilan keputusan atas pemecahan masalah yang akan dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Indah Wahyu Ariesta Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji-t, dapat disimpulkan sikap siswa terhadap matematika dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dari sikap siswa terhadap matematika dengan pembelajaran konvensional, dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan pembelajaran konvensional. Dengan demikian pembelajaran dengan pendekatan kontekstual efektif diterapkan pada siswa kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi Besar semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012.
EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI SIKAP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIS SISWA
(Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)
(Skripsi)
Oleh
Indah Wahyu Ariesta
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI SIKAP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIS SISWA
(Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)
Oleh
Indah Wahyu Ariesta
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI SIKAP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA
(Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)
Nama Mahasiswa : Indah Wahyu Ariesta Nomor Pokok Mahasiswa : 0743021027
Program Studi : Pendidikan Matematika
Jurusan : Pendidikan MIPA
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Dra. Arnelis Djalil, M.Pd. Drs. M. Coesamin, M.Pd.
NIP 19530308 198303 2 001 NIP 19591002 198803 1 002
2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA
Drs. Caswitta, M.Si.
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dra. Arnelis Djalil, M.Pd. ____________
Sekretaris : Drs. M. Coesamin, M.Pd. ____________
Penguji
Bukan Pembimbing : Dra. Rini Asnawati, M.Pd. ____________
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... ... 1
B. Rumusan Masalah ... ... 7
C. Tujuan Penelitian ... ... 7
D. Manfaat Penelitian ... ... 8
E. Ruang Lingkup Penelitian ... ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... ... 10
1. Efektivitas Pembelajaran ... ... 10
2. Pembelajaran Konvensional ... ... 11
3. Pendekatan Kontesktual ... ... 13
4. Pemecahan Masalah Matematis... 16
5. Sikap Belajar ... 19
B. Kerangka Pikir ... ... 21
C. Hipotesis Penelitian ... 22
1. Hipotesis Umum ... 22
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel ... ... 24
B. Desain Penelitian ... ... 24
C. Prosedur Penelitian ... ... 25
D. Data Penelitian ... ... 27
E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... ... 27
1. Tes ... 27
2. Angket ... 31
F. Teknik Analisis Data ... 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 38
1. Sikap Siswa ... ... 38
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... ... 40
3. Pengujian Hipotesis Penelitian ... ... 42
B. Pembahasan ... ... 43
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... ... 46
B. Saran ... ... 47 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1. Posttest only Control Design... 24
3.2. Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Tes ... 29
3.3. Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 30
3.4. Data Uji Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis... 31
3.5. Penyekoran Angket Sikap Siswa dengan Tipe Item Positif ... 31
3.6. Penyekoran Angket Sikap Siswa dengan Tipe Item Negatif ... 32
3.7. Data Uji Angket Sikap... 34
4.1. Statistik Deskriptif Data Sikap Siswa ... 38
4.2. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Sikap siswa... 39
4.3. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi Data Sikap Siswa... 40
4.4. Statistik Deskriptif Data kemampuan pemecahan Masalah Matematis... 40
MOTTO
PERSEMBAHAN
Segala Puji hanya milik Allah SWT, atas Rahmat dan Nikmat yang tak terhitung.
Shalawat dan Salam kepada Rasululloh Muhammad SAW
Karya kecilku ini kupersembahkan kepada
Kedua Orangtuaku Bapak Sugeng dan Ibu Suwartini yang telah memberikan kasih sayangnya selama ini, semangat, dan selalu berdoa
tanpa lelah untuk keberhasilanku.
Adikku tersayang (Figur Ari Setiawan) yang senantiasa memberikan perhatian dan mendoakan keberhasilanku
Seluruh keluarga besar, yang terus memberikan doanya, terima kasih.
Para Guru dan Dosen yang telah berjasa memberikan bimbingan dan ilmu yang sangat berharga.
Semua Sahabat yang begitu tulus menyayangiku dengan segala kekuranganku.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tias Bangun, Lampung, pada tanggal 07 April 1989. Penulis merupakan anak pertama pasangan Bapak Sugeng dan Ibu Suwartini. Penulis memiliki satu saudara yaitu Figur Ari Setiawan.
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
2. Bapak Drs. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
4. Ibu Dra. Arnelis Djalil, M.Pd., selaku Pembimbing pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, nasihat dan sumbangan pemikiran dalam penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku pembahas yang telah memberikan bimbingan, saran serta arahan kepada penulis.
7. Seluruh dosen yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menyelesaikan studi.
8. Bapak Drs. Saroni Ak. M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 5 Terbanggi Besar yang telah memberikan izin dan bantuan selama penelitian.
9. Ibu Siti Safangatun, S.Pd., selaku guru matematika kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi Besar yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian. 10.Bapak Drs. Lukman, selaku guru BK SMP Negeri 5 Terbanggi Besar yang
telah membantu selama penelitian.
11. Siswa/ siswi kelas VII-E dan VII-F SMP Negeri 5 Terbanggi Besar tahun pelajaran 2011/2012 atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin.
12.Bapak dan Ibu tercinta, yang tidak pernah lelah selalu mendoakan dengan segala ketulusan dan kasih sayangnya.
13.Adikku tersayang, serta semua keluarga besarku yang selalu menyayangi, mendoakan dan selalu menjadi penyemangat dalam hidupku.
14.Sahabatku Selvia Nata Sari, Fitri Apriani dan Dwi Desmayanasari yang senantiasa memberikan dukungan, dan motivasinya.
15.Teman-teman Pondok Ratu : Dina, Linda, Kepi, Lia, Yuyun, Vani, Erna, Rista, Donna, Yuli dan Rizqun. Tak akan pernah terlupakan canda tawa disaat kita bersama.
Fiska, Marista, Tina, Sevia, Harvi, Ana, Nana, Rita, Mb Eva, Devi, Mira, Mb Yemi, Dina A, Beny, Ali, Ifan, Dani, Komang, Mb Endah, Heru, Ilham, Adi, Robert, Munif, atas semua bantuan yang telah diberikan. Semoga kebersamaan kita selalu menjadi kenangan yang terindah untuk selamanya. 17.Teman-teman seperjuangan PPL di SMA Negeri 15 Bandar Lampung (Mb
Febri, Mb Ucha, Dwi, Yogi, Iis, Ema, Ratu, selvi, Alin, hendri, dan Gede) atas kebersamaan selama 3 bulan yang luar biasa.
18.Teman-teman angkatan 2007 reguler, kakak-kakakku angkatan 2004 sampai 2006 dan adik-adikku angkatan 2008 sampai 2011 terima kasih atas kebersamaannya.
19.Almamater yang telah mendewasakanku.
20.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, Juli 2012 Penulis
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia pada dasarnya adalah untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia seutuhnya untuk
kepentingan pembangunan bangsa Indonesia. Hal tersebut, sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani kepribadian yang mantap dan mandiri serta
bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah masalah
lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran yang sering
di-lakukan di sekolah, siswa kurang diajak untuk mengembangkan kemampuan
berpikir. Proses pembelajaran masih terpaku pada kemampuan menghafal,
mengingat informasi tanpa mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari. Belajar
bukanlah untuk menghafal kosa kata, mengerjakan latihan soal dan tugas-tugas,
tetapi siswa perlu dilibatkan secara aktif untuk mengaitkan pelajaran akademis
yang diterimanya dengan konteks kehidupan nyata yang dialaminya sehingga
2
Agar proses pembelajaran lebih menarik serta bermakna bagi siswa, maka
diperlukan suatu pembelajaran yang inovatif yang disajikan dalam setiap
pembelajaran yang dilakukan. Selain harus disajikan dengan menarik,
pembelajaran harus sesuai dengan konteks kehidupan anak. Perlu diingat bahwa
guru bukanlah satu-satunya aktor pendidikan yang mempunyai peranan untuk
keberhasilan suatu pembelajaran, siswa memiliki potensi besar dan mampu
mengembangkan dirinya untuk mencari pengetahuan dan keterampilan baru yang
ada di lingkungan sekitarnya. Jadi, dalam setiap pembelajaran yang dilakukan,
guru hendaknya dapat mengoptimalkan kemampuan berpikir siswa.
Dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual siswa diberi
tanggung jawab untuk melaksanakan suatu proyek atau tugas yang melatih siswa
untuk merencanakan, mengatur, menyusun, menyelidiki suatu topik dan
menentukan kesimpulan dengan mengaitkannya dengan kehidupan mereka
sehari-hari. Penerapan pendekatan pembelajaran yang mengaitkan materi matematika
dengan kehidupan nyata akan mempermudah siswa dalam memahami materi
ter-sebut. Menurut Piaget (dalam Hawa, 2006: 185), siswa sekolah dasar dan
menengah pertama berada pada fase perkembangan operasional konkret dan
kepada siswa sebaiknya diberikan pelajaran yang bersifat konkret dengan
contoh-contoh yang mudah dipahami olehnya. Hal ini akan membuat siswa lebih tertarik
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, siswa tidak hanya
memperoleh pengetahuan tentang pelajaran akademis, tetapi memperoleh
pengalaman atau keterampilan secara langsung yang bermanfaat untuk
3
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada siswa dari
tingkat sekolah dasar hingga sekolah lanjutan tingkat atas. Matematika
me-rupakan suatu mata pelajaran yang terstruktur, terorganisir dan berjenjang, artinya
antara materi yang satu dengan materi yang lainnya saling berkaitan. Pemecahan
masalah merupakan hal yang sangat penting dalam belajar matematika. Cooney
(Noer, 2010: 26) mengungkapkan bahwa pemecahan masalah merupakan proses
menerima masalah dan berusaha mencari solusi untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Adapun masalah dalam matematika adalah ketika seorang siswa
dihadapkan pada suatu persoalan tetapi siswa tidak dapat mencari langsung
solusinya. Oleh sebab itu diperlukan kemampuan siswa dalam berfikir, bernalar,
memprediksi, dan mencari solusi dari masalah yang diberikan, kemudian
dibuktikan kebenarannya. Dengan demikian kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa akan terus berkembang.
Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam proses pembelajaran
ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor internal adalah
sikap pada diri siswa yaitu sikap siswa terhadap matematika, sebagai reaksi afektif
pada diri siswa yang diketahui sebagai kecenderungan mendekati atau
menghindar dari matematika, dan diwarnai oleh unsur senang atau tidak senang
terhadap matematika. Haris dalam Mar'at ( 1981 : 19) menyatakan bahwa sikap
adalah sebagai suatu konstruk psikologik atau variabel tersembunyi yang perlu
ditafsirkan dari reaksi yang dapat diawasi dan memiliki konsistensi. Reaksi
tersebut diketahui sebagai kecenderungan mendekati atau menghindar dari obyek,
disamping diwarnai oleh unsur senang atau tidak senang sesuai dengan
4
Sikap siswa terhadap matematika merupakan faktor yang mempengaruhi dalam
hasil belajar siswa. Dengan demikian, pembelajaran yang berlangsung
hendak-nya dapat menumbuhkan sikap positif terhadap matematika, sehingga akan
diperoleh hasil yang optimal. Mengingat pentingnya sikap dan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa dalam proses belajar selanjutnya, maka
masalah rendahnya hasil belajar matematika siswa di SMP perlu diupayakan
pemecahannya.
Sebagai tenaga pengajar/pendidik yang secara langsung terlibat dalam proses
belajar mengajar, maka guru memegang peranan penting dalam menentukan
peningkatan kualitas pembelajaran dan prestasi belajar yang akan dicapai
siswanya. Demikian juga halnya dengan proses pembelajaran. Untuk mencapai
tujuan pembelajaran, perlu disusun suatu strategi agar tujuan itu tercapai dengan
optimal. Tanpa suatu strategi yang cocok, tepat dan jitu, tidak mungkin tujuan
dapat tercapai. (Sanjaya, 2006 : 99).
Pembelajaran yang selama ini dikenal adalah pembelajaran konvensional, yang
mana pembelajaran berpusat pada guru. Dalam pembelajaran konvensional guru
diakui sebagai sumber informasi bagi siswa. Posisi siswa adalah pendengar dan
hanya terkesan menjadi penerima tanpa harus bertanya tentang proses tersebut.
Gaya mengajar seperti ini membuat kreatifitas siswa menjadi terhambat dan
kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika dalam situasi
kehidupan real. Dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara
5
Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya,
bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan
materi terbukti berhasil dalam kompetensi. Mengingat jangka pendek, yang gagal
dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan kontekstual adalah suatu pendekatan pengajaran yang dari
karakteristiknya memenuhi harapan tersebut agar dapat “menghidupkan” kelas
secara maksimal (Nurhadi, 2006 : 3).
Berdasarkan wawancara dengan guru matematika SMP N 5 Terbanggi Besar,
guru masih menggunakan pembelajaran konvensional, dimana guru aktif
memberikan informasi, sedangkan kegiatan siswa menyimak, mencatat, dan
mengerjakan tugas.
Memahami kondisi tersebut tentu sebagai guru perlu terus berupaya untuk
mem-perbaiki kualitas pendidikan. Maka perlu ada usaha yang nyata untuk mengatasi
masalah tersebut. Strategi pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengatasi
masalah tersebut adalah strategi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.
Hal ini dikarenakan oleh alasan-alasan sebagai berikut.
1. Pendekatan Konstektual merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
konsep itu, hasil pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa. Berarti,
6
pembelajaran, karena siswa tahu kebermanfaatan yang dipelajarinya dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Dalam pendekatan kontekstual, siswa dilatih untuk dapat memecahkan
masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi, misalnya dalam bentuk
simulasi, dan masalah yang memang ada di dunia nyata. Oleh karena itu,
dalam pembelajaran siswa harus berpikir kritis. Jika dalam pembelajaran
siswa tidak mampu menyelesaikan masalah yang ada, siswa akan aktif
bertanya kepada guru atau temannya.
3. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual akan memberikan lebih banyak
peluang agar siswa berpartisipasi guna berkontribusi dalam upaya
meng-kontruksi pengetahuan yang dikuasainya. Dengan kata lain, matematika yang
diajarkan kepada siswa bukan merupakan suatu bahan jadi, tetapi matematika
itu ditemukan kembali dan dibangun siswa melalui suatu proses yang
memanfaatkan pengalaman keseharian mereka serta pengetahuan awal siswa
yang dipadukan dengan konteks-konteks yang relevan dengan konsep
matematika yang akan dibangun. Disinilah siswa akan aktif berdiskusi dalam
kelompok belajar dengan saling berbagi pengalaman pribadi untuk
menyelesaikan masalah.
Berdasarkan hasil identifikasi masalah, pembelajaran dengan pendekatan
konstektual merupakan pembelajaran yang cocok untuk menindaklanjuti
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Apakah pendekatan kontekstual efektif ditinjau dari sikap
dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?”
Dari rumusan masalah diatas, dapat dijabarkan pertanyaan penelitian secara rinci
sebagai berikut:
1. Apakah sikap siswa dengan mengikuti pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual lebih baik dari sikap siswa dengan mengikuti pembelajaran
konvensional?
2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dari pada
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui efektivitas sikap siswa, antara yang mengikuti pendekatan
kontekstual dengan yang mengikuti pembelajaran konvensional.
2. Untuk mengetahui efektivitas kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa antara yang mengikuti pendekatan kontekstual dengan yang mengikuti
8
D. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru dan peneliti lain. Manfaat
tersebut adalah:
1. Bagi guru
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi guru dalam upaya
memilih/menetapkan pembelajaran untuk mengembangkan sikap dan
kemampuan pemecahan masalah matematis melalui pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual.
2. Bagi peneliti lain
Dapat memberikan sumbangan penelitian dalam pendidikan yang ada
kaitannya dengan masalah upaya peningkatan proses pembelajaran.
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah :
1. Efektivitas pembelajaran adalah ketepatgunaan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas pembelajaran dilihat dari aspek
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang dilihat dari tes akhir
yang diberikan pada akhir pokok bahasan. Pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual dikatakan lebih efektif apabila sikap dan pemecahan masalah
matematis siswa lebih baik dari sikap dan pemecahan masalah matematis
siswa dalam pembelajaran konvensional.
2. Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa diguna-
kan oleh guru dalam pembelajaran. Dalam hal ini, pembelajaran yang
9
guru aktif memberikan informasi, sedangkan kegiatan siswa menyimak,
mencatat, dan mengerjakan tugas.
3. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and
Learning, CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan
mengambil, mensimulasikan, menceritakan, berdialog, bertanya jawab atau
berdiskusi pada kejadian dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami
siswa, kemudian diangkat kedalam konsep yang akan dipelajari dan dibahas.
4. Sikap belajar adalah perasaan senang atau tidak senang, perasaan setuju atau
tidak setuju, perasaan suka atau tidak suka terhadap guru, tujuan, materi dan
tugas-tugas.
5. Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan yang
dimiliki siswa untuk menyelesaikan soal-soal matematika. Kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa ini terdiri dari empat indikator, yaitu
memahami masalah yang ada, merencanakan pemecahan masalah,
menyelesaikan masalah sesuai dengan perencanaannya, dan memeriksa
kembali hasil yang diperoleh. Kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa dalam penelitian ini dapat diketahui dari nilai tes akhir matematika
siswa di kelas VII SMPN 5 Terbanggi Besar yang dilakukan pada akhir
pokok bahasan.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan
dan sasarannya. Sutikno (2005 : 7) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif
merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar
dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai
dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pembelajaran dikatakan efektif
apabila tujuan dari pembelajaran tersebut tercapai. Tujuan dalam pembelajaran
matematika mencakup tujuan kognitif dan afektif. Tujuan kognitif berupa
kemampuan siswa dalam menguasai konsep matematika yang dapat dilihat dari
nilai hasil tes yang diberikan, sedangkan aspek afektif dilihat dari sikap dan
aktivitas siswa saat pembelajaran berlangsung. Efektivitas pembelajaran bukan
semata-mata dilihat dari tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai konsep yang
ditunjukkan dengan nilai hasil belajar tetapi juga dilihat dari sikap siswa terhadap
pembelajaran yang telah diikuti.
Hamalik (2001: 171) menyatakan sebagai berikut:
11
Sedangkan efektivitas menurut Eggen dan Kauchak (dalam Fauzi : 2002)
mengemukakan bahwa :
”Pembelajaran yang efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penentuan informasi (pengetahuan). Siswa tidak hanya pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru. Hasil belajar ini tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi juga meningkatkan keterampilan berfikir siswa.”
Dengan kata lain, pembelajaran efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam
mencari informasi (pengetahuan). Siswa tidak hanya pasif menerima pengetahuan
yang diberikan guru.
Sambas (2009) juga menyatakan bahwa efektivitas berarti kemampuan dalam
melaksanakan pembelajaran yang telah direncanakan yang memungkinkan siswa
untuk dapat belajar dengan mudah dan dapat mencapai tujuan dan hasil yang
diharapakan.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah
ukuran keberhasilan dari suatu proses interaksi antar siswa maupun antara siswa
dengan guru dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Efektivitas pembelajaran dapat dilihat dari sikap siswa terhadap pelajaran
matematika dan pemahaman konsep matematis siswa.
2. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran dengan menggunakan metode
yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi materi melalui ceramah, latihan
soal dan kemudian pemberian tugas. Institute of Computer Technology (dalam
12
Dijelaskan bahwa pengajaran tradisional yang berpusat pada guru adalah perilaku
pengajaran yang paling umum yang diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh
dunia. Pengajaran seperti ini dipandang efektif, terutama untuk berbagai
informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain, menyampaikan informasi
dengan cepat, membangkitkan minat akan informasi, mengajari siswa yang cara
belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai beberapa
kelemahan yaitu tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan
men-dengarkan dan hanya memperhatikan penjelasan guru, sering terjadi kesulitan
untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari, pendekatan
tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis, dan mengasumsikan
bahwa cara belajar siswa itu sama dan tidak bersifat pribadi.
Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pem-belajaran yang digunakan di sekolah yang sedang diteliti. Metode mengajar yang
lebih banyak digunakan guru dalam pembelajaran konvensional adalah metode
ekspositori. Metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa
(tradisional) dipakai pada pengajaran matematika. Kegiatan selanjutnya guru
memberikan contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian memberi soal-soal
latihan, dan siswa mengerjakan soal tersebut. Jadi kegiatan guru yang utama
adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau mencatat apa yang
13
3. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan pembelajaran menurut Syaiful (2003:68) adalah sebagai aktifitas guru
dalam memilih kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran sebagai
pen-jelas dan juga mempermudah bagi para guru memberikan pelayanan belajar dan
juga mempermudah siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru,
dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Landasan filosofi pendekatan kontekstual adalah kontruktivisme, yaitu filisofi
belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi
mengkonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat
fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya (Masnur
2007:41). Tiap orang harus mengkontruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan
bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus
menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang yang ingin tahu amat berperan
dalam perkembangan pengetahuannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu
saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh
masing-masing orang ( Suparno 1996:29 ).
Depdiknas (2002:5) menyatakan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
and Learning) sebagai konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen, yakni:
(1) kontruktivisme (Constuctivism), (2) bertanya (Questioning), (3) menemukan
14
(Modeling), (6) Refleksi (Reflection), (7) penilaian sebenarnya (Authentic
Assessment).
Jonhson (2007:67) menyatakan bahwa :
pendekatan pembelajaran konstekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah sebuah proses pendidikan yang menolong para siswa melihat makna dalam materi akademik dengan konteks dalam kehidupan seharian mereka, yaitu konteks keadaan pribadi, social, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: (1) membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, (2) melakukan pekerjaan yang berarti, (3) melakukan pekerjaan yang diatur sendiri, (4) melakukan kerja sama, (5) berfikir kritis dan kreatif, (6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, (7) mencapai standar yang tinggi, (8) menggunakan penilaian autentik.
Hal di atas senada dengan beberapa hal yang diidentifikasi sebagai unsur
Contextual Teaching and Learning (CTL) menurut University of Washington
dalam Muhfahroyin (2006: 9-10) yaitu:
1. Pembelajaran bermakna
Pembelajaran bermakna meliputi pemahaman, relevansi, dan penghargaan pribadi siswa bahwa mereka berkepentingan terhadap isi materi yang harus dipelajari, dalam hal ini pembelajaran dipersepsikan dengan hidup para siswa.
2. Penerapan pengetahuan
Termasuk dalam unsur ini adalah kemampuan untuk melihat konsep ma-teri yang dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi-fungsi pada masa sekarang dan di masa yang akan datang.
3. Berpikir yang lebih tinggi
Pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) melatih siswa untuk menggunakan cara berfikir kritis, kreatif dan inovatif dalam mengumpulkan data, memahami gejala dan memecahkan suatu permasalahan.
4. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar
Pemgembangan kurikulum mengikuti Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan oleh pemerintah, disamping mengembangkan muatan lokal.
5. Responsif terhadap budaya
15
6. Penilaian autentik
Penilaian proses pembelajaran dilakukan dengan berbagai cara yang valid sehingga mencerminkan hasil belajar yang sesungguhnya dari siswa. Strategi-strategi penilaian meliputi penilaian proyek, penilaian kegiatan siswa, portofolio, rubrik, ceklis, serta lembar observasi.
Selanjutnya, University of Washington dalam Muhfahroyin (2006 : 10-12) telah
mengidentifikasi tujuh kunci pokok dalam pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL), yaitu Inquiri, bertanya, konstruktivisme, masyarakat belajar,
penilaian Autentik, pemodelan, dan refleksi
Hal di atas serupa dengan pendapat Zahorik dalam Muslich (2008 : 52) bahwa ada
lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran CTL, yaitu:
1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara
mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) dengan menyusun
beberapa cara, yaitu:
a. konsep sementara (hipotesis)
b. melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi)
c. Atas dasar validasi tersebut, konsep direvisi dan dikembangkan
4. Mempraktekkan pemahaman dan pengetahuan yang telah dimiliki (applying knowledge)
5. Melakukan refleksi (reflection knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Menurut Sanjaya (2006:118-122) terdapat tujuh komponen utama
pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas.
Ketujuh komponen utama itu adalah :
a. Konstruktivisme (Constructivism)
16
b. Bertanya (Questioning)
Bertanya adalah menggali kemampuan, membangkitkan motivasi dan merangsang keingintahuan siswa. Dengan begitu keingintahuan siswa akan berkembang.
c. Menemukan (Inquiry)
Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencairan dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Inkuiri mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu dan mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Komponen masyarakat belajar sebagai penciptaan lingkungan belajar yaitu menciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam kelompok-kelompok. Dalam hal ini berbicara dan berbagi pengalaman dengan orang lain.
e. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh siswa.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses mengendapkan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilalui.
g. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian sebenarnya adalah proses mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar siswa yang diarahkan pada proses belajar bukan hasil belajar.
4. Pemecahan Masalah Matematis
Suatu masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon, tetapi
tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi suatu masalah. Suatu pertanyaan
akan menjadi masalah apabila pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu
tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah
diketahui oleh si pelaku. Termuatnya tantangan serta belum diketahuinya
prosedur rutin pada suatu pertanyaan yang akan diberikan kepada siswa akan
menentukan terkategorikan tidaknya suatu pertanyaan menjadi masalah atau
17
Suatu masalah bagi seorang siswa dapat menjadi pertanyaan bagi siswa yang lain
karena siswa tersebut telah mengetahui prosedur penyelesaiannya, tetapi suatu
masalah bagi seorang siswa, belum tentu masalah bagi siswa lain. Setiap masalah
yang diberikan harus merupakan tantangan bagi siswa tersebut. Sehingga siswa
menjadi lebih termotivasi untuk menyelesaikan masalah itu dengan kemampuan
dan kemauannya sendiri.
Menurut Suyitno (2010: 5) :
“Suatu soal dapat dikatakan sebagai masalah bagi siswa jika dipenuhi syarat-syarat berikut:
a. Siswa memiliki pengetahuan awal untuk mengerjakan soal tersebut
b. Diperkirakan siswa mampu mengerjakan soal tersebut
c. Siswa belum tahu algoritma atau cara menyelesaikan soal tersebut d. Siswa mau dan berkehendak untuk menyelesaikan soal tersebut.”
Djamarah (2000: 66) mengungkapkan bahwa guru perlu menciptakan suatu
masalah untuk dipecahkan oleh siswa di kelas. Salah satu indikator kepandaian
siswa banyak ditentukan oleh kemampuan untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya. Pemecahan masalah dapat mendorong siswa untuk lebih tegar
dalam menghadapi berbagai masalah belajar. Siswa yang terbiasa dihadapkan
pada masalah dan berusaha memecahkannya akan cepat tanggap dan kreatif. Jika
masalah yang diciptakan itu bersentuhan dengan kebutuhannya, siswa akan
bersemangat untuk memecahkannya dalam waktu yang relatif singkat.
Menurut Kantowski (dalam Noer, 2007: 24) mengungkapkan bahwa setelah tahun
1970-an terjadi perkembangan pengertian dari Problem Solving. Bila sebelumnya
Problem Solving diartikan sebagai pemecahan masalah verbal maka sekarang
termasuk di dalamnya adalah pemecahan masalah non rutin dan masalah situasi
18
bagi penyelesaiannya dan belum ada algoritma yang dapat digunakan untuk
menyelesaikannya. Untuk itu seseorang harus menggunakan segala pengetahuan
yang dimilikinya untuk menemukan solusi dari permasalah tersebut.
Polya (dalam Suyitno, 2010: 6) berpendapat :
“Dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu:
a. Memahami masalah
b. Merencanakan pemecahannya
c. Menyelesaikan masalah sesuai perencanaan d. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh.”
Polya dalam Firdaus (2009) mengartikan “pemecahan masalah adalah suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat dicapai”.
Ruseffendi dalam Firdaus (2009) mengemukakan bahwa “suatu soal merupakan soal pemecahan masalah bagi seseorang bila ia memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk menyelesaikannya, tetapi pada saat ia memperoleh soal itu ia belum tahu cara menyelesaikannya”.
Oleh karena itu dengan mengacu pada pendapat di atas, maka pemecahan masalah
dapat dilihat dari berbagai pengertian, yaitu sebagai upaya mencari jalan keluar
yang dilakukan dalam mencapai tujuan dengan melalui beberapa proses/tahapan
dalam penyelesaiannya. Juga memerlukan kesiapan, kreativitas, pengetahuan dan
kemampuan serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah oleh siswa dalam matematika ditegaskan oleh Branca dalam Firdaus (2009),
1. Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran
matematika,
2. Penyelesaian masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan inti dan utama dalam kurikulum matematika,
19
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa suatu masalah merupakan
pertanyaan, di mana di dalam pertanyaan tersebut terdapat tantangan yang harus
diselesaikan atau dicari hasilnya dengan sebaik mungkin. Untuk menyelesaikan
masalah tersebut siswa harus bisa memahami masalah yang ada, kemudian
merencanakan penyelesaiannya, melaksanakan perencanaan tersebut sehingga
diperoleh hasil yang terbaik, dan yang terakhir memeriksa kembali hasil yang
diperoleh.
5. Sikap Belajar
Sikap merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha yang
dilakukan seseorang. Sikap menentukan bagaimana individu dalam kehidupan.
“Sikap selalu berkenaan dengan objek, dan sikap terhadap objek ini disertai
dengan perasaan positif dan negative” (Slameto, 1991 : 188). Orang akan
bersikap positif terhadap apa yang dianggapnya penting, dan akan bersikap
negatif terhadap sesuatu yang dianggapnya tidak bernilai atau merugikan bagi
dirinya.
(Azwar, 2007 : 45) Sikap dibagi menjadi tiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif yang merupakan representasi dari apa yang dipercaya oleh orang individu pemilik sikap. Komponen afektif yang merupakan prasaan yang menyangkut aspek emosional. Komponen konatif yang merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.
Menurut Allport dalam (Djaali, 2006:114) “Sikap adalah suatu kesiapan mental
dan saraf yang tersusun melalui pengalaman dan memberikan pengaruh langsung
kepada responden individu terhadap semua objek atau situasi yang berhubungan
20
belajar. Bila sikap belajar positif, maka kegiatan intensitas belajar yang lebih
tinggi. Bila sikap belajar negatif, maka akan terjadi hal yang sebaliknya. Sikap
belajar yang positif dapat disamakan dengan minat, minat akan memperlancar
proses belajar siswa. Karena belajar akan terjadi secara optimal dalam diri siswa
apabila ia memiliki minat untuk mempelajari sesuatu. Siswa yang sikap
belajarnya positif akan belajar dengan aktif.
Brown dan Holtman dalam (Djaali, 2006:115) mengembangkan konsep sikap
belajar melalui dua komponen yaitu Teacher Approval (TA) dan Education
Acceptance (EA). TA berhubungan dengan pandangan siswa terhadap guru
antara lain tingkah laku guru dikelas dan cara mengajar. Adapun EA terdiri atas
penerimaan dan penolakan siswa terhadap tujuan yang akan di capai, materi yang
disajikan, peraktek, tugas dan persyaratan yang telah ditetapkan disekolah.
Kecenderungan mereaksi atau sikap seseorang terhadap sesuatu hal, orang atau
benda dapat diklasifikasikan menjadi sikap menerima (suka), menolak (tidak
suka), dan sikap acuh tak acuh (tidak peduli). Perwujudan atau terjadinya sikap
seseorang dapat oleh beberapa faktor, yaitu: pengetahuan, kebiasaan, dan
keyakinan ,karena itu untuk membetuk/ membang-kitkan sikap positif dan
meng-hilangkan sikap negatif dapat dilakukan dengan cara menginformasikan manfaat/
kegunaannya, membiasakan, dan memberi keyakinan pada hal tersebut.
Sikap merupakan faktor internal psikologis yang sangat berperan dan akan
mem-pengaruhi proses belajar. Seseorang akan mau dan tekun dalam belajar atau tidak
sangat tergantung pada sikap peserta didik. Dalam hal ini sikap yang akan
21
pelajaran yang akan dipelajari, terhadap guru yang mengajar, dan terhadap
lingkungan belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap belajar adalah perasaan senang
atau tidak senang, perasaan setuju atau tidak setuju, perasaan suka atau tidak suka
terhadap guru, tujuan, materi dan tugas-tugas.
B. Kerangka Pikir
Penelitian tentang efektivitas pendekatan kontekstual ditinjau dari sikap dan
pemecahan masalah matematis siswa ini merupakan penelitian yang terdiri dari
satu variabel bebas dan dua variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel bebas adalah Pendekatan Kontekstual. Sedangkan sikap dan pemecahan
masalah matematis sebagai variabel terikat.
Salah satu faktor yang dapat menunjang keberhasilan belajar siswa adalah
pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru di kelas. Pendekatan
pembelajaran yang baik akan memberikan peluang kepada siswa untuk mencapai
kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik. Pendekatan pembelajaran yang
digunakan di SMP N 5 terbanggi Besar selama penelitian ini dilakukan adalah
pendekatan pembelajaran langsung dan pendekatan pembelajaran kontekstual.
Pendekatan kontekstual adalah salah satu strategi pembelajaran dan
dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan produktif. Pendekatan
pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang lebih didominasi oleh guru
yang aktif dalam menyampaikan informasi sedangkan siswa hanya bertugas untuk
22
pembelajaran langsung memang guru dapat menguasai kelas yang memiliki
jumlah siswa yang banyak, tetapi guru tidak mampu untuk mengontrol sejauh
mana siswa telah memahami uraian yang telah disampaikan oleh guru.
Sedangkan pendekatan pembelajaran kontekstual dapat membantu siswa untuk
bekerja sama dalam kelompoknya, menghargai pendapat orang lain, aktif
bertanya, dan mau menjelaskan ide atau pendapat. Selama pembelajaran
berlangsung siswa bekerja sama dalam situasi yang semangat sehingga
pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa pun akan meningkat.
Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa merupakan salah satu indikator
dari hasil belajar pada mata pelajaran matematika. Kemampuan pemecahan
masalah matematis terdiri dari empat indikator, yaitu memahami masalah yang
ada, merencanakan pemecahannya, menyelesaikan masalah sesuai perencanaan,
dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Sikap siswa terhadap pembelajaran
matematika akan berpengaruh pada pemecahan masalah matematis siswa.
Melalui pembelajaran dengan pendekatan kontekstual akan mempengaruhi sikap
dan pemecahan masalah matematis siswa menjadi lebih baik.
C. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Umum
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Pendekatan Kontekstual efektif jika
23
Terbanggi Besar semester genap Tahun Pelajaran 2011/ 2012 ditinjau dari sikap
dan pemecahan masalah matematis siswa.
2. Hipotesis Kerja
Hipotesis khusus dirumuskan sebagai berikut :
a. Sikap siswa terhadap matematika dalam pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual lebih baik dari sikap siswa terhadap matematika dengan
pembelajaran konvensional.
b. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran kontekstual lebih baik dari pada kemampuan pemecahan
24
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 5 Terbanggi Besar. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi besar
Tahun Pelajaran 2011/2012. Kelas VII berjumlah 8 kelas. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling, yaitu dengan
mengambil 2 kelas secara acak dari 8 kelas yang ada, sehingga diperoleh kelas
VII E kelas sebagai kelas kontrol dan kelas VII F sebagai kelas eksperimen.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment).
Desain yang digunakan adalah posttest only control design. Pada penelitian ini,
diberikan perlakuan kepada kelompok eksperimen dan kemudian membandingkan
hasilnya dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan. Posttest only
control design menurut Furchan (1982: 368) adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1. Posttest only Control Design
Kelas Perlakuan Posttest
E X1 Y1
25
Keterangan:
E : kelas eksperimen K : kelas kontrol
X1 : perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan pendekata
kontekstual
X2 : perlakuan pada kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran
konvensional
Y1 : Skor posttest pada kelas eksperimen
Y2 : Skor posttest pada kelas kontrol
C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan langkah-langkah
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Melakukan penelitian pendahuluan.
2. Merencanaan penelitian
a. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
b. Menyusun Lembar Keja Siswa (LKS) yang akan diberikan kepada siswa
pada saat diskusi kelompok.
c. Menyiapkan instrumen penelitian dengan terlebih dahulu membuat
kisi-kisi posttest sesuai dengan indikator pembelajaran dan indikator
pema-haman konsep, kemudian membuat soal esai beserta penyelesaian dan
aturan penskorannya.
3. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang telah disusun. Urutan pembelajaran dimasing-masing kelas
26
a. Kegiatan Awal
1) Mengarahkan siswa untuk berkumpul dengan kelompok yang telah
ditentukan.
2) Memberikan motivasi dan apersepsi yaitu melakukan tanya jawab
untuk menggali kemampuan prasyarat siswa mengenai materi yang
akan dibahas.
b. Kegiatan Inti
1) Guru menyajikan masalah riil yang memiliki keterkaitan dengan
materi yang akan dibahas.
2) Guru membagikan LKK kepada setiap kelompok, meminta siswa
berdiskusi mengerjakan LKK dalam kelompok dan memantau
ja-lannya diskusi kelompok.
3) Perwakilan dari kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan siswa
yang lain menanggapi presentasi.
4) Mengadakan diskusi kelas tentang materi yang telah dipelajari.
5) Guru menyempurnakan hasil diskusi.
c. Kegiatan Penutup
1) Dengan bimbingan guru, siswa membuat kesimpulan dari materi
yang telah dipelajari.
2) Guru memberikan PR dan menginformasikan materi yang akan
di-bahas pada pertemuan berikutnya.
4. Pengumpulan Data
5. Analisis Data
27
D. Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif
yaitu berupa data nilai kemampuan pemecahan masalah matematis siswa,
dimana kemampuan pemecahan masalah matematis siswa ini diperoleh dari
tes yang dilakukan di akhir tahapan pembelajaran. Untuk mendapatkan hasil
yang baik maka tes tersebut harus dapat dibuat dan dikembangkan sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
2. Data sikap belajar diperoleh dari angket yang diberikan kepada siswa. Data
ini merupakam data kualitatif.
E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan dua macam instrumen,
yaitu tes dan angket sikap siswa.
1. Tes
Dalam penelitian ini validitas instrumen tes yang digunakan adalah validitas isi.
Validitas isi merupakan validitas yang dilihat dari isi suatu tes untuk mengukur
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Validitas ini dapat digunakan
untuk mengetahui apakah isi dari tes tersebut sudah mewakili dari keseluruhan
materi yang telah dipelajari. Validitas isi dari tes kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang
terkandung dalam tes kemampuan pemecahan masalah matematis dengan tujuan
28
Jadi disini dapat diketahui apakah hal-hal yang terdapat pada tujuan intruksional
khusus sudah dapat mewakili secara nyata pada tes kemampuan pemecahan
masalah matematis atau belum.
Validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran
matematika kelas sub populasi. Jika penilaian guru menyatakan bahwa butir-butir
tes telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang akan diukur maka tes
tersebut dikategorikan valid. Penilaian dila-kukan satu kali, yaitu sebelum
pelaksanaan tes uji coba oleh guru mitra. Berdasarkan hasil penilaian terhadap tes
menunjukkan bahwa tes yang akan di uji cobakan maupun tes yang digunakan
untuk mengambil data telah memenuhi validitas isi.
Tes yang digunakan diuji coba di luar sampel tetapi masih dalam populasi, uji
coba tes dimaksudkan untuk mengetahui tingkat reliabilitas tes, daya beda butir
tes, dan tingkat kesukaran butir tes. Untuk menentukan tingkat reliabilitas tes
digunakan metode satu kali tes dengan teknik Alpha. Rumus Alpha dalam
Sudijono (2003:208-209) dengan kriteria menurut Anas Sudijono suatu tes
dikatakan baik bila memiliki reliabilitas lebih dari 0,70.
r = Reliabilitas yang dicari
29
Safari (2004:23) menyatakan tingkat kesukaran butir tes adalah peluang untuk
menjawab benar suatu butir tes pada tingkat kemampuan tertentu. Untuk
mengetahui tingkat kesukaran butir tes digunakan rumus berikut:
maks
Penafsiran atas tingkat kesukaran butir tes digunakan kriteria menurut
Witherington dalam Sudijono (2003:374) berikut:
Tabel 3.2 Interprestasi Tingkat Kesukaran Butir Tes
Besar TKi Interprestasi
< 0,25
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat
membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan
rendah. Untuk menghitung daya pembeda data terlebih dahulu diurutkan dari
siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai
terendah, kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi disebut
kelompok atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut
kelompok bawah). Daya pembeda ditentukan dengan rumus :
30
Keterangan :
DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu
JA = Rata-rata kelompok atas pada butir soal yang diolah JB = Rata-rata kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA = Skor maksimum butir soal yang diolah
Penafsiran interpretasi nilai daya pembeda butir tes digunakan kriteria menurut
Sudijono (2003 : 389) dalam tabel 3.3.
Tabel 3.3. Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Nilai Interpretasi
Untuk keperluan pengambilan data dalam penelitian ini digunakan butir soal
dengan daya beda lebih dari atau sama dengan 0,3.
Dari perhitungan tes uji coba yang telah dilakukan, didapatkan data sebagai
berikut:
Tabel 3.4. Data Uji Coba Tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
No
Soal Reliabilitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran
31
Dari tabel rekapitulasi hasil tes uji coba diatas, seluruh butir soal telah memenuhi
kriteria yang ditentukan sehingga dapat digunakan untuk mengukur kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa.
2. Angket
Angket disusun dalam bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 20 soal,
masing-masing soal mempunyai alternatif jawaban dengan skor yang berbeda. Siswa
diharapkan menjawab pertanyaan dengan keadaan yang sebenarnya. Data sikap
siswa diperoleh dari angket dengan item positif dan negatif. Angket dengan item
positif yang diperoleh diberi skor dengan kriteria seperti terlihat dalam tabel
berikut.
Tabel 3.5 Penyekoran Angket Sikap Siswa dengan tipe item positif
Alternatif Jawaban Skor
Sangat setuju 5
Setuju 4
Ragu-ragu 3
Tidak setuju 2
Sangat tidak setuju 1
Untuk data angket dengan item negatif penyekoran dibalik, sehingga kriteria
penyekorannya menjadi seperti pada tabel berikut.
Tabel 3.6 Penyekoran Angket Sikap Siswa dengan tipe item negatif
Alternatif Jawaban Skor
Sangat setuju 1
Setuju 2
Ragu-ragu 3
Tidak setuju 4
Sangat tidak setuju 5
32
Pengumpulan data sikap belajar siswa dilakukan dengan cara penyebaran angket.
Agar angket yang dibuat memenuhi validitas isi, maka dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut.
a. Membuat kisi-kisi angket sesuai indikator yang telah ditentukan
b. Membuat angket berdasarkan kisi-kisi.
c. Meminta pertimbangan kepada guru mitra yang dipandang sebagai ahli
untuk mendapatkan kesesuaian angket dengan kisi-kisi
d. Memperbaiki angket berdasarkan saran dari ahli.
Kriteria yang digunakan dalam menentukan indeks konsistensi internal
masing-masing butir angket adalah rumus korelasi Karl Pearson dalam Sudjana
n : banyaknya subyek yang dikenai tes
X : skor untuk butir ke-i (dari subyek uji coba) Y : total skor (dari subyek uji coba)
Perhitungan reliabilitas hanya menggunakan tingkat reliabilitas total dari semua
butir pertanyaan angket. Perhitungan reliabilitas angket ini didasarkan pada
pen-dapat Sudijono (2003:208) dengan kriteria menurut Anas Sudijono suatu tes
dikatakan baik bila memiliki reliabilitas lebih dari 0,70, yang menyatakan bahwa
untuk menghitung reliabilitas angket dapat digunakan rumus alpha, yaitu:
33
Tabel 3.7. Data Uji Coba Angket Sikap
No Item Indeks Konsistensi Reliabilitas Keterangan
1 0.73
0.87 Reliabilitas Tinggi 2 0.63
Dari tabel rekapitulasi data uji angket sikap siswa, untuk setiap nomor item sudah
memenuhi kriteria yang ditentukan sehingga dapat digunakan untuk mengukur
34
F. Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan analisis data dengan
teknik uji kesamaan dua rata-rata dengan uji-t. Sebelum eksperimen dilakukan,
terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis dengan uji normalitas dan uji
homogenitas. Langkah-langkah pengujian hipotesis dalam penelitian ini:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal atau
sebaliknya. Untuk uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat. Uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana
(2005:273) sebagai berikut :
1) Hipotesis Uji:
H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
2) Taraf Signifikansi : α = 5%
O = frekuensi pengamatan
i
E = frekuensi yang diharapkan
4) Keputusan uji :
Tolak H0 jika x2hitung x1k3 dengan taraf = taraf nyata untuk pengujian.
35
Dari hasil perhitungan data yang telah dilakukan, terlihat thitung = 4,023 dengan α =
5% dan 55, dari tabel distribusi t didapat ttabel = 7,81, karena t berada pada daerah
penerimaan H0 maka dapat disimpulkan bahwa data kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi
normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians dilakukan antara dua kelompok data, yaitu kelompok
Kontekstual dan kelompok model pembelajaran langsung, masing-masing
kelompok tersebut dilakukan untuk variabel terikat kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa.
Uji homogenitas varians yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji Bartlett.
Uji Bartlett menurut Sudjana (2005: 261) sebagai berikut :
1) Hipotesis Uji
H0 : 12 22
H1 :
≠
2) Taraf signifikansi :
= 5%3) Statistik uji
36
Untuk menguji hipotesis tersebut di atas digunakan uji-t. Adapun uji-t menurut
Sudjana (2005: 239) sebagai berikut :
1) Hipotesis uji
H0: = (Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sama dengan
siswa pada pembelajaran konvensional)
H1 : ≠ (Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dari
37
Keterangan :
1
x = rata-rata sampel ke-1
2
x = rata-rata sampel ke-2
2 1
s = variansi sampel ke-1
2 2
s = variansi sampel ke-2
1
n = ukuran sampel ke-1
2
46
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan Pendekatan
Kontekstual lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, baik
ditinjau dari sikap siswa terhadap matematika maupun dari kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa. Hal ini didasarkan pada hal-hal berikut ini :
1. Sikap siswa terhadap matematika dalam pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual lebih baik dari sikap siswa terhadap matematika dengan
pembelajaran konvensional.
2. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran kontekstual lebih baik dari pada kemampuan pemecahan
47
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian di atas dapat dikemukakan saran sebagai
berikut.
1. Agar guru menerapkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, karena
pembelajaran tersebut mengaitkan materi ajar dengan dunia nyata sehingga
memaksimalkan sikap siswa terhadap matematika dan meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam pembelajaran guna
memperoleh hasil yang lebih optimal.
2. Kepada para peneliti yang akan melakukan penelitian yang sama, untuk dapat
mempertimbangkan lama waktu pelaksanaan penelitian dalam pembelajaran
EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI SIKAP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIS SISWA
(Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)
(Skripsi)
Oleh
Indah Wahyu Ariesta
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Moh. 1987. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru. Bandung
Arikunto, Suharsismi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta
Depdiknas. 2002. Contoh-contoh Masalah untuk Peningkatan Kemampuan
Menggunakan Strategi dalam Proses Pemecahan Masalah. Yogjakarta.
Djaali dan Pudji Muljono. 2006. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PPS UNJ. [on line]. Tersedia:
http://www.fai.umj.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3 9&Itemid=54. ( 30 Maret 2012).
Djamarah, Syaiful Bahri. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Usaha Nasional : Surabaya
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta
Hawa, Siti. 2006. Kegiatan Eksperimen Pada Pengajaran Matematika Sebagai
Upaya Meningkatkan Aktivitas Pembelajaran Matematika SD. Forum
Kependidikan. Jakarta.
Herdian. 2010. Kemampuan Pemahaman Matematika. [on line]. Tersedia: http://herdy07. wordpress.com/. (4 Maret 2012)
Johnson, Elaine B. 2007. Contextual Teaching and Learning : Menjadikan
kegiatan belajar-mengajar mengasyikkan dan bermakna. MLC : Bandung
Juliantara, Ketut. 2009. Pembelajaran Konvensional. [on line]. Tersedia: http://www.kompasiana.com/ikpj. ( 4 Maret 2012 )
Mulyasa, E. 2008. Implementasi Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Muslich, Masnur. 2008. KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. PT Bumi Aksara : Jakarta
Noer, Sri Hastuti. 2010. Evaluasi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Jurnal
Pendidikan MIPA Volume 11 Nomor 1. Bandar Lampung. Jurusan
Pendidikan MIPA. Halaman 19-25.
Nurhadi. 2006. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Bandung.
Nurkanca, Wayan dan P.P.N Sumartana.1982. Evaluasi Pendidikan. Surabaya. Usaha Nasional.
Ruseffendi, E.T.1980. Pengajaran Matematika Modern. Tarsito. Bandung.
Sanjaya. 2006. Komponen Utama atau Aspek Pembelajaran. [on line]. Tersedia: http://arisandi.com/?p=915. ( 30 Maret 2012).
Slameto.2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Soedjadi, R. 1999. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Depdiknas
Sudijono, Anas. 2003. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.
Sudjana, Nana. 1987. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Balai Pustaka
Sumanto, Wasty. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara
Sunartombs. 2009. Pembelajaran Konvensional Banyak Dikritik Namum Paling Disukai. [on line]. Tersedia: http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02/ pembelajaran-konvensional-banyak-dikritik-namun-paling-disukai/. (21 April 2012)
Suparno, P. 1996.Pendekatan kontekstual (Filsafat). Jakarta: Bumi Aksara Suryabrata, Sumadi. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali
Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif. NTP Pres. Mataram.