• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI SIKAP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI SIKAP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

Indah Wahyu Ariesta

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI SIKAP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS SISWA

(Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

Oleh

INDAH WAHYU ARIESTA

Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar atau pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam mengaitkan antara materi pembelajaran atau materi yang di pelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan, sekolah, masyarakat, maupun warga negara dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya dan menjadikannya dasar pengambilan keputusan atas pemecahan masalah yang akan dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari.

(2)

Indah Wahyu Ariesta Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji-t, dapat disimpulkan sikap siswa terhadap matematika dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dari sikap siswa terhadap matematika dengan pembelajaran konvensional, dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan pembelajaran konvensional. Dengan demikian pembelajaran dengan pendekatan kontekstual efektif diterapkan pada siswa kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi Besar semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012.

(3)

EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI SIKAP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIS SISWA

(Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

(Skripsi)

Oleh

Indah Wahyu Ariesta

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI SIKAP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS SISWA

(Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

Oleh

Indah Wahyu Ariesta

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI SIKAP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

(Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

Nama Mahasiswa : Indah Wahyu Ariesta Nomor Pokok Mahasiswa : 0743021027

Program Studi : Pendidikan Matematika

Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dra. Arnelis Djalil, M.Pd. Drs. M. Coesamin, M.Pd.

NIP 19530308 198303 2 001 NIP 19591002 198803 1 002

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Drs. Caswitta, M.Si.

(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dra. Arnelis Djalil, M.Pd. ____________

Sekretaris : Drs. M. Coesamin, M.Pd. ____________

Penguji

Bukan Pembimbing : Dra. Rini Asnawati, M.Pd. ____________

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... ... 1

B. Rumusan Masalah ... ... 7

C. Tujuan Penelitian ... ... 7

D. Manfaat Penelitian ... ... 8

E. Ruang Lingkup Penelitian ... ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... ... 10

1. Efektivitas Pembelajaran ... ... 10

2. Pembelajaran Konvensional ... ... 11

3. Pendekatan Kontesktual ... ... 13

4. Pemecahan Masalah Matematis... 16

5. Sikap Belajar ... 19

B. Kerangka Pikir ... ... 21

C. Hipotesis Penelitian ... 22

1. Hipotesis Umum ... 22

(8)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel ... ... 24

B. Desain Penelitian ... ... 24

C. Prosedur Penelitian ... ... 25

D. Data Penelitian ... ... 27

E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... ... 27

1. Tes ... 27

2. Angket ... 31

F. Teknik Analisis Data ... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 38

1. Sikap Siswa ... ... 38

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... ... 40

3. Pengujian Hipotesis Penelitian ... ... 42

B. Pembahasan ... ... 43

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... ... 46

B. Saran ... ... 47 DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1. Posttest only Control Design... 24

3.2. Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Tes ... 29

3.3. Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 30

3.4. Data Uji Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis... 31

3.5. Penyekoran Angket Sikap Siswa dengan Tipe Item Positif ... 31

3.6. Penyekoran Angket Sikap Siswa dengan Tipe Item Negatif ... 32

3.7. Data Uji Angket Sikap... 34

4.1. Statistik Deskriptif Data Sikap Siswa ... 38

4.2. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Sikap siswa... 39

4.3. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi Data Sikap Siswa... 40

4.4. Statistik Deskriptif Data kemampuan pemecahan Masalah Matematis... 40

(10)

MOTTO

(11)

PERSEMBAHAN

Segala Puji hanya milik Allah SWT, atas Rahmat dan Nikmat yang tak terhitung.

Shalawat dan Salam kepada Rasululloh Muhammad SAW

Karya kecilku ini kupersembahkan kepada

Kedua Orangtuaku Bapak Sugeng dan Ibu Suwartini yang telah memberikan kasih sayangnya selama ini, semangat, dan selalu berdoa

tanpa lelah untuk keberhasilanku.

Adikku tersayang (Figur Ari Setiawan) yang senantiasa memberikan perhatian dan mendoakan keberhasilanku

Seluruh keluarga besar, yang terus memberikan doanya, terima kasih.

Para Guru dan Dosen yang telah berjasa memberikan bimbingan dan ilmu yang sangat berharga.

Semua Sahabat yang begitu tulus menyayangiku dengan segala kekuranganku.

(12)
(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tias Bangun, Lampung, pada tanggal 07 April 1989. Penulis merupakan anak pertama pasangan Bapak Sugeng dan Ibu Suwartini. Penulis memiliki satu saudara yaitu Figur Ari Setiawan.

(14)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Ibu Dra. Arnelis Djalil, M.Pd., selaku Pembimbing pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, nasihat dan sumbangan pemikiran dalam penyusunan skripsi ini.

(15)

6. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku pembahas yang telah memberikan bimbingan, saran serta arahan kepada penulis.

7. Seluruh dosen yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menyelesaikan studi.

8. Bapak Drs. Saroni Ak. M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 5 Terbanggi Besar yang telah memberikan izin dan bantuan selama penelitian.

9. Ibu Siti Safangatun, S.Pd., selaku guru matematika kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi Besar yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian. 10.Bapak Drs. Lukman, selaku guru BK SMP Negeri 5 Terbanggi Besar yang

telah membantu selama penelitian.

11. Siswa/ siswi kelas VII-E dan VII-F SMP Negeri 5 Terbanggi Besar tahun pelajaran 2011/2012 atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin.

12.Bapak dan Ibu tercinta, yang tidak pernah lelah selalu mendoakan dengan segala ketulusan dan kasih sayangnya.

13.Adikku tersayang, serta semua keluarga besarku yang selalu menyayangi, mendoakan dan selalu menjadi penyemangat dalam hidupku.

14.Sahabatku Selvia Nata Sari, Fitri Apriani dan Dwi Desmayanasari yang senantiasa memberikan dukungan, dan motivasinya.

15.Teman-teman Pondok Ratu : Dina, Linda, Kepi, Lia, Yuyun, Vani, Erna, Rista, Donna, Yuli dan Rizqun. Tak akan pernah terlupakan canda tawa disaat kita bersama.

(16)

Fiska, Marista, Tina, Sevia, Harvi, Ana, Nana, Rita, Mb Eva, Devi, Mira, Mb Yemi, Dina A, Beny, Ali, Ifan, Dani, Komang, Mb Endah, Heru, Ilham, Adi, Robert, Munif, atas semua bantuan yang telah diberikan. Semoga kebersamaan kita selalu menjadi kenangan yang terindah untuk selamanya. 17.Teman-teman seperjuangan PPL di SMA Negeri 15 Bandar Lampung (Mb

Febri, Mb Ucha, Dwi, Yogi, Iis, Ema, Ratu, selvi, Alin, hendri, dan Gede) atas kebersamaan selama 3 bulan yang luar biasa.

18.Teman-teman angkatan 2007 reguler, kakak-kakakku angkatan 2004 sampai 2006 dan adik-adikku angkatan 2008 sampai 2011 terima kasih atas kebersamaannya.

19.Almamater yang telah mendewasakanku.

20.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Juli 2012 Penulis

(17)
(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia pada dasarnya adalah untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia seutuhnya untuk

kepentingan pembangunan bangsa Indonesia. Hal tersebut, sesuai dengan tujuan

pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan

Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan,

kesehatan jasmani dan rohani kepribadian yang mantap dan mandiri serta

bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah masalah

lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran yang sering

di-lakukan di sekolah, siswa kurang diajak untuk mengembangkan kemampuan

berpikir. Proses pembelajaran masih terpaku pada kemampuan menghafal,

mengingat informasi tanpa mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari. Belajar

bukanlah untuk menghafal kosa kata, mengerjakan latihan soal dan tugas-tugas,

tetapi siswa perlu dilibatkan secara aktif untuk mengaitkan pelajaran akademis

yang diterimanya dengan konteks kehidupan nyata yang dialaminya sehingga

(19)

2

Agar proses pembelajaran lebih menarik serta bermakna bagi siswa, maka

diperlukan suatu pembelajaran yang inovatif yang disajikan dalam setiap

pembelajaran yang dilakukan. Selain harus disajikan dengan menarik,

pembelajaran harus sesuai dengan konteks kehidupan anak. Perlu diingat bahwa

guru bukanlah satu-satunya aktor pendidikan yang mempunyai peranan untuk

keberhasilan suatu pembelajaran, siswa memiliki potensi besar dan mampu

mengembangkan dirinya untuk mencari pengetahuan dan keterampilan baru yang

ada di lingkungan sekitarnya. Jadi, dalam setiap pembelajaran yang dilakukan,

guru hendaknya dapat mengoptimalkan kemampuan berpikir siswa.

Dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual siswa diberi

tanggung jawab untuk melaksanakan suatu proyek atau tugas yang melatih siswa

untuk merencanakan, mengatur, menyusun, menyelidiki suatu topik dan

menentukan kesimpulan dengan mengaitkannya dengan kehidupan mereka

sehari-hari. Penerapan pendekatan pembelajaran yang mengaitkan materi matematika

dengan kehidupan nyata akan mempermudah siswa dalam memahami materi

ter-sebut. Menurut Piaget (dalam Hawa, 2006: 185), siswa sekolah dasar dan

menengah pertama berada pada fase perkembangan operasional konkret dan

kepada siswa sebaiknya diberikan pelajaran yang bersifat konkret dengan

contoh-contoh yang mudah dipahami olehnya. Hal ini akan membuat siswa lebih tertarik

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, siswa tidak hanya

memperoleh pengetahuan tentang pelajaran akademis, tetapi memperoleh

pengalaman atau keterampilan secara langsung yang bermanfaat untuk

(20)

3

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada siswa dari

tingkat sekolah dasar hingga sekolah lanjutan tingkat atas. Matematika

me-rupakan suatu mata pelajaran yang terstruktur, terorganisir dan berjenjang, artinya

antara materi yang satu dengan materi yang lainnya saling berkaitan. Pemecahan

masalah merupakan hal yang sangat penting dalam belajar matematika. Cooney

(Noer, 2010: 26) mengungkapkan bahwa pemecahan masalah merupakan proses

menerima masalah dan berusaha mencari solusi untuk menyelesaikan masalah

tersebut. Adapun masalah dalam matematika adalah ketika seorang siswa

dihadapkan pada suatu persoalan tetapi siswa tidak dapat mencari langsung

solusinya. Oleh sebab itu diperlukan kemampuan siswa dalam berfikir, bernalar,

memprediksi, dan mencari solusi dari masalah yang diberikan, kemudian

dibuktikan kebenarannya. Dengan demikian kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa akan terus berkembang.

Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam proses pembelajaran

ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor internal adalah

sikap pada diri siswa yaitu sikap siswa terhadap matematika, sebagai reaksi afektif

pada diri siswa yang diketahui sebagai kecenderungan mendekati atau

menghindar dari matematika, dan diwarnai oleh unsur senang atau tidak senang

terhadap matematika. Haris dalam Mar'at ( 1981 : 19) menyatakan bahwa sikap

adalah sebagai suatu konstruk psikologik atau variabel tersembunyi yang perlu

ditafsirkan dari reaksi yang dapat diawasi dan memiliki konsistensi. Reaksi

tersebut diketahui sebagai kecenderungan mendekati atau menghindar dari obyek,

disamping diwarnai oleh unsur senang atau tidak senang sesuai dengan

(21)

4

Sikap siswa terhadap matematika merupakan faktor yang mempengaruhi dalam

hasil belajar siswa. Dengan demikian, pembelajaran yang berlangsung

hendak-nya dapat menumbuhkan sikap positif terhadap matematika, sehingga akan

diperoleh hasil yang optimal. Mengingat pentingnya sikap dan kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa dalam proses belajar selanjutnya, maka

masalah rendahnya hasil belajar matematika siswa di SMP perlu diupayakan

pemecahannya.

Sebagai tenaga pengajar/pendidik yang secara langsung terlibat dalam proses

belajar mengajar, maka guru memegang peranan penting dalam menentukan

peningkatan kualitas pembelajaran dan prestasi belajar yang akan dicapai

siswanya. Demikian juga halnya dengan proses pembelajaran. Untuk mencapai

tujuan pembelajaran, perlu disusun suatu strategi agar tujuan itu tercapai dengan

optimal. Tanpa suatu strategi yang cocok, tepat dan jitu, tidak mungkin tujuan

dapat tercapai. (Sanjaya, 2006 : 99).

Pembelajaran yang selama ini dikenal adalah pembelajaran konvensional, yang

mana pembelajaran berpusat pada guru. Dalam pembelajaran konvensional guru

diakui sebagai sumber informasi bagi siswa. Posisi siswa adalah pendengar dan

hanya terkesan menjadi penerima tanpa harus bertanya tentang proses tersebut.

Gaya mengajar seperti ini membuat kreatifitas siswa menjadi terhambat dan

kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika dalam situasi

kehidupan real. Dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada

pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara

(22)

5

Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya,

bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan

materi terbukti berhasil dalam kompetensi. Mengingat jangka pendek, yang gagal

dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.

Pendekatan kontekstual adalah suatu pendekatan pengajaran yang dari

karakteristiknya memenuhi harapan tersebut agar dapat “menghidupkan” kelas

secara maksimal (Nurhadi, 2006 : 3).

Berdasarkan wawancara dengan guru matematika SMP N 5 Terbanggi Besar,

guru masih menggunakan pembelajaran konvensional, dimana guru aktif

memberikan informasi, sedangkan kegiatan siswa menyimak, mencatat, dan

mengerjakan tugas.

Memahami kondisi tersebut tentu sebagai guru perlu terus berupaya untuk

mem-perbaiki kualitas pendidikan. Maka perlu ada usaha yang nyata untuk mengatasi

masalah tersebut. Strategi pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengatasi

masalah tersebut adalah strategi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.

Hal ini dikarenakan oleh alasan-alasan sebagai berikut.

1. Pendekatan Konstektual merupakan konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa

dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan

konsep itu, hasil pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa. Berarti,

(23)

6

pembelajaran, karena siswa tahu kebermanfaatan yang dipelajarinya dalam

kehidupan sehari-hari.

2. Dalam pendekatan kontekstual, siswa dilatih untuk dapat memecahkan

masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi, misalnya dalam bentuk

simulasi, dan masalah yang memang ada di dunia nyata. Oleh karena itu,

dalam pembelajaran siswa harus berpikir kritis. Jika dalam pembelajaran

siswa tidak mampu menyelesaikan masalah yang ada, siswa akan aktif

bertanya kepada guru atau temannya.

3. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual akan memberikan lebih banyak

peluang agar siswa berpartisipasi guna berkontribusi dalam upaya

meng-kontruksi pengetahuan yang dikuasainya. Dengan kata lain, matematika yang

diajarkan kepada siswa bukan merupakan suatu bahan jadi, tetapi matematika

itu ditemukan kembali dan dibangun siswa melalui suatu proses yang

memanfaatkan pengalaman keseharian mereka serta pengetahuan awal siswa

yang dipadukan dengan konteks-konteks yang relevan dengan konsep

matematika yang akan dibangun. Disinilah siswa akan aktif berdiskusi dalam

kelompok belajar dengan saling berbagi pengalaman pribadi untuk

menyelesaikan masalah.

Berdasarkan hasil identifikasi masalah, pembelajaran dengan pendekatan

konstektual merupakan pembelajaran yang cocok untuk menindaklanjuti

(24)

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah pendekatan kontekstual efektif ditinjau dari sikap

dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?”

Dari rumusan masalah diatas, dapat dijabarkan pertanyaan penelitian secara rinci

sebagai berikut:

1. Apakah sikap siswa dengan mengikuti pembelajaran dengan pendekatan

kontekstual lebih baik dari sikap siswa dengan mengikuti pembelajaran

konvensional?

2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dari pada

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui efektivitas sikap siswa, antara yang mengikuti pendekatan

kontekstual dengan yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Untuk mengetahui efektivitas kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa antara yang mengikuti pendekatan kontekstual dengan yang mengikuti

(25)

8

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru dan peneliti lain. Manfaat

tersebut adalah:

1. Bagi guru

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi guru dalam upaya

memilih/menetapkan pembelajaran untuk mengembangkan sikap dan

kemampuan pemecahan masalah matematis melalui pembelajaran dengan

pendekatan kontekstual.

2. Bagi peneliti lain

Dapat memberikan sumbangan penelitian dalam pendidikan yang ada

kaitannya dengan masalah upaya peningkatan proses pembelajaran.

E. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Efektivitas pembelajaran adalah ketepatgunaan pembelajaran untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas pembelajaran dilihat dari aspek

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang dilihat dari tes akhir

yang diberikan pada akhir pokok bahasan. Pembelajaran dengan pendekatan

kontekstual dikatakan lebih efektif apabila sikap dan pemecahan masalah

matematis siswa lebih baik dari sikap dan pemecahan masalah matematis

siswa dalam pembelajaran konvensional.

2. Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa diguna-

kan oleh guru dalam pembelajaran. Dalam hal ini, pembelajaran yang

(26)

9

guru aktif memberikan informasi, sedangkan kegiatan siswa menyimak,

mencatat, dan mengerjakan tugas.

3. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and

Learning, CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan

mengambil, mensimulasikan, menceritakan, berdialog, bertanya jawab atau

berdiskusi pada kejadian dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami

siswa, kemudian diangkat kedalam konsep yang akan dipelajari dan dibahas.

4. Sikap belajar adalah perasaan senang atau tidak senang, perasaan setuju atau

tidak setuju, perasaan suka atau tidak suka terhadap guru, tujuan, materi dan

tugas-tugas.

5. Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan yang

dimiliki siswa untuk menyelesaikan soal-soal matematika. Kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa ini terdiri dari empat indikator, yaitu

memahami masalah yang ada, merencanakan pemecahan masalah,

menyelesaikan masalah sesuai dengan perencanaannya, dan memeriksa

kembali hasil yang diperoleh. Kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa dalam penelitian ini dapat diketahui dari nilai tes akhir matematika

siswa di kelas VII SMPN 5 Terbanggi Besar yang dilakukan pada akhir

pokok bahasan.

(27)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

dan sasarannya. Sutikno (2005 : 7) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar

dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai

dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pembelajaran dikatakan efektif

apabila tujuan dari pembelajaran tersebut tercapai. Tujuan dalam pembelajaran

matematika mencakup tujuan kognitif dan afektif. Tujuan kognitif berupa

kemampuan siswa dalam menguasai konsep matematika yang dapat dilihat dari

nilai hasil tes yang diberikan, sedangkan aspek afektif dilihat dari sikap dan

aktivitas siswa saat pembelajaran berlangsung. Efektivitas pembelajaran bukan

semata-mata dilihat dari tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai konsep yang

ditunjukkan dengan nilai hasil belajar tetapi juga dilihat dari sikap siswa terhadap

pembelajaran yang telah diikuti.

Hamalik (2001: 171) menyatakan sebagai berikut:

(28)

11

Sedangkan efektivitas menurut Eggen dan Kauchak (dalam Fauzi : 2002)

mengemukakan bahwa :

”Pembelajaran yang efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penentuan informasi (pengetahuan). Siswa tidak hanya pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru. Hasil belajar ini tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi juga meningkatkan keterampilan berfikir siswa.”

Dengan kata lain, pembelajaran efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam

mencari informasi (pengetahuan). Siswa tidak hanya pasif menerima pengetahuan

yang diberikan guru.

Sambas (2009) juga menyatakan bahwa efektivitas berarti kemampuan dalam

melaksanakan pembelajaran yang telah direncanakan yang memungkinkan siswa

untuk dapat belajar dengan mudah dan dapat mencapai tujuan dan hasil yang

diharapakan.

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah

ukuran keberhasilan dari suatu proses interaksi antar siswa maupun antara siswa

dengan guru dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Efektivitas pembelajaran dapat dilihat dari sikap siswa terhadap pelajaran

matematika dan pemahaman konsep matematis siswa.

2. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran dengan menggunakan metode

yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi materi melalui ceramah, latihan

soal dan kemudian pemberian tugas. Institute of Computer Technology (dalam

(29)

12

Dijelaskan bahwa pengajaran tradisional yang berpusat pada guru adalah perilaku

pengajaran yang paling umum yang diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh

dunia. Pengajaran seperti ini dipandang efektif, terutama untuk berbagai

informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain, menyampaikan informasi

dengan cepat, membangkitkan minat akan informasi, mengajari siswa yang cara

belajar terbaiknya dengan mendengarkan.

Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai beberapa

kelemahan yaitu tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan

men-dengarkan dan hanya memperhatikan penjelasan guru, sering terjadi kesulitan

untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari, pendekatan

tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis, dan mengasumsikan

bahwa cara belajar siswa itu sama dan tidak bersifat pribadi.

Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pem-belajaran yang digunakan di sekolah yang sedang diteliti. Metode mengajar yang

lebih banyak digunakan guru dalam pembelajaran konvensional adalah metode

ekspositori. Metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa

(tradisional) dipakai pada pengajaran matematika. Kegiatan selanjutnya guru

memberikan contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian memberi soal-soal

latihan, dan siswa mengerjakan soal tersebut. Jadi kegiatan guru yang utama

adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau mencatat apa yang

(30)

13

3. Pendekatan Kontekstual

Pendekatan pembelajaran menurut Syaiful (2003:68) adalah sebagai aktifitas guru

dalam memilih kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran sebagai

pen-jelas dan juga mempermudah bagi para guru memberikan pelayanan belajar dan

juga mempermudah siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru,

dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.

Landasan filosofi pendekatan kontekstual adalah kontruktivisme, yaitu filisofi

belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi

mengkonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat

fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya (Masnur

2007:41). Tiap orang harus mengkontruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan

bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus

menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang yang ingin tahu amat berperan

dalam perkembangan pengetahuannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu

saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh

masing-masing orang ( Suparno 1996:29 ).

Depdiknas (2002:5) menyatakan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching

and Learning) sebagai konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara

materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya

dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen, yakni:

(1) kontruktivisme (Constuctivism), (2) bertanya (Questioning), (3) menemukan

(31)

14

(Modeling), (6) Refleksi (Reflection), (7) penilaian sebenarnya (Authentic

Assessment).

Jonhson (2007:67) menyatakan bahwa :

pendekatan pembelajaran konstekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah sebuah proses pendidikan yang menolong para siswa melihat makna dalam materi akademik dengan konteks dalam kehidupan seharian mereka, yaitu konteks keadaan pribadi, social, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: (1) membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, (2) melakukan pekerjaan yang berarti, (3) melakukan pekerjaan yang diatur sendiri, (4) melakukan kerja sama, (5) berfikir kritis dan kreatif, (6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, (7) mencapai standar yang tinggi, (8) menggunakan penilaian autentik.

Hal di atas senada dengan beberapa hal yang diidentifikasi sebagai unsur

Contextual Teaching and Learning (CTL) menurut University of Washington

dalam Muhfahroyin (2006: 9-10) yaitu:

1. Pembelajaran bermakna

Pembelajaran bermakna meliputi pemahaman, relevansi, dan penghargaan pribadi siswa bahwa mereka berkepentingan terhadap isi materi yang harus dipelajari, dalam hal ini pembelajaran dipersepsikan dengan hidup para siswa.

2. Penerapan pengetahuan

Termasuk dalam unsur ini adalah kemampuan untuk melihat konsep ma-teri yang dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi-fungsi pada masa sekarang dan di masa yang akan datang.

3. Berpikir yang lebih tinggi

Pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning

(CTL) melatih siswa untuk menggunakan cara berfikir kritis, kreatif dan inovatif dalam mengumpulkan data, memahami gejala dan memecahkan suatu permasalahan.

4. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar

Pemgembangan kurikulum mengikuti Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan oleh pemerintah, disamping mengembangkan muatan lokal.

5. Responsif terhadap budaya

(32)

15

6. Penilaian autentik

Penilaian proses pembelajaran dilakukan dengan berbagai cara yang valid sehingga mencerminkan hasil belajar yang sesungguhnya dari siswa. Strategi-strategi penilaian meliputi penilaian proyek, penilaian kegiatan siswa, portofolio, rubrik, ceklis, serta lembar observasi.

Selanjutnya, University of Washington dalam Muhfahroyin (2006 : 10-12) telah

mengidentifikasi tujuh kunci pokok dalam pendekatan Contextual Teaching and

Learning (CTL), yaitu Inquiri, bertanya, konstruktivisme, masyarakat belajar,

penilaian Autentik, pemodelan, dan refleksi

Hal di atas serupa dengan pendapat Zahorik dalam Muslich (2008 : 52) bahwa ada

lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran CTL, yaitu:

1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).

2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara

mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.

3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) dengan menyusun

beberapa cara, yaitu:

a. konsep sementara (hipotesis)

b. melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi)

c. Atas dasar validasi tersebut, konsep direvisi dan dikembangkan

4. Mempraktekkan pemahaman dan pengetahuan yang telah dimiliki (applying knowledge)

5. Melakukan refleksi (reflection knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.

Menurut Sanjaya (2006:118-122) terdapat tujuh komponen utama

pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas.

Ketujuh komponen utama itu adalah :

a. Konstruktivisme (Constructivism)

(33)

16

b. Bertanya (Questioning)

Bertanya adalah menggali kemampuan, membangkitkan motivasi dan merangsang keingintahuan siswa. Dengan begitu keingintahuan siswa akan berkembang.

c. Menemukan (Inquiry)

Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencairan dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Inkuiri mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu dan mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Komponen masyarakat belajar sebagai penciptaan lingkungan belajar yaitu menciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam kelompok-kelompok. Dalam hal ini berbicara dan berbagi pengalaman dengan orang lain.

e. Pemodelan (Modeling)

Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh siswa.

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah proses mengendapkan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilalui.

g. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

Penilaian sebenarnya adalah proses mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar siswa yang diarahkan pada proses belajar bukan hasil belajar.

4. Pemecahan Masalah Matematis

Suatu masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon, tetapi

tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi suatu masalah. Suatu pertanyaan

akan menjadi masalah apabila pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu

tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah

diketahui oleh si pelaku. Termuatnya tantangan serta belum diketahuinya

prosedur rutin pada suatu pertanyaan yang akan diberikan kepada siswa akan

menentukan terkategorikan tidaknya suatu pertanyaan menjadi masalah atau

(34)

17

Suatu masalah bagi seorang siswa dapat menjadi pertanyaan bagi siswa yang lain

karena siswa tersebut telah mengetahui prosedur penyelesaiannya, tetapi suatu

masalah bagi seorang siswa, belum tentu masalah bagi siswa lain. Setiap masalah

yang diberikan harus merupakan tantangan bagi siswa tersebut. Sehingga siswa

menjadi lebih termotivasi untuk menyelesaikan masalah itu dengan kemampuan

dan kemauannya sendiri.

Menurut Suyitno (2010: 5) :

“Suatu soal dapat dikatakan sebagai masalah bagi siswa jika dipenuhi syarat-syarat berikut:

a. Siswa memiliki pengetahuan awal untuk mengerjakan soal tersebut

b. Diperkirakan siswa mampu mengerjakan soal tersebut

c. Siswa belum tahu algoritma atau cara menyelesaikan soal tersebut d. Siswa mau dan berkehendak untuk menyelesaikan soal tersebut.”

Djamarah (2000: 66) mengungkapkan bahwa guru perlu menciptakan suatu

masalah untuk dipecahkan oleh siswa di kelas. Salah satu indikator kepandaian

siswa banyak ditentukan oleh kemampuan untuk memecahkan masalah yang

dihadapinya. Pemecahan masalah dapat mendorong siswa untuk lebih tegar

dalam menghadapi berbagai masalah belajar. Siswa yang terbiasa dihadapkan

pada masalah dan berusaha memecahkannya akan cepat tanggap dan kreatif. Jika

masalah yang diciptakan itu bersentuhan dengan kebutuhannya, siswa akan

bersemangat untuk memecahkannya dalam waktu yang relatif singkat.

Menurut Kantowski (dalam Noer, 2007: 24) mengungkapkan bahwa setelah tahun

1970-an terjadi perkembangan pengertian dari Problem Solving. Bila sebelumnya

Problem Solving diartikan sebagai pemecahan masalah verbal maka sekarang

termasuk di dalamnya adalah pemecahan masalah non rutin dan masalah situasi

(35)

18

bagi penyelesaiannya dan belum ada algoritma yang dapat digunakan untuk

menyelesaikannya. Untuk itu seseorang harus menggunakan segala pengetahuan

yang dimilikinya untuk menemukan solusi dari permasalah tersebut.

Polya (dalam Suyitno, 2010: 6) berpendapat :

“Dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu:

a. Memahami masalah

b. Merencanakan pemecahannya

c. Menyelesaikan masalah sesuai perencanaan d. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh.”

Polya dalam Firdaus (2009) mengartikan “pemecahan masalah adalah suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat dicapai”.

Ruseffendi dalam Firdaus (2009) mengemukakan bahwa “suatu soal merupakan soal pemecahan masalah bagi seseorang bila ia memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk menyelesaikannya, tetapi pada saat ia memperoleh soal itu ia belum tahu cara menyelesaikannya”.

Oleh karena itu dengan mengacu pada pendapat di atas, maka pemecahan masalah

dapat dilihat dari berbagai pengertian, yaitu sebagai upaya mencari jalan keluar

yang dilakukan dalam mencapai tujuan dengan melalui beberapa proses/tahapan

dalam penyelesaiannya. Juga memerlukan kesiapan, kreativitas, pengetahuan dan

kemampuan serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Pentingnya kemampuan pemecahan masalah oleh siswa dalam matematika ditegaskan oleh Branca dalam Firdaus (2009),

1. Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran

matematika,

2. Penyelesaian masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan inti dan utama dalam kurikulum matematika,

(36)

19

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa suatu masalah merupakan

pertanyaan, di mana di dalam pertanyaan tersebut terdapat tantangan yang harus

diselesaikan atau dicari hasilnya dengan sebaik mungkin. Untuk menyelesaikan

masalah tersebut siswa harus bisa memahami masalah yang ada, kemudian

merencanakan penyelesaiannya, melaksanakan perencanaan tersebut sehingga

diperoleh hasil yang terbaik, dan yang terakhir memeriksa kembali hasil yang

diperoleh.

5. Sikap Belajar

Sikap merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha yang

dilakukan seseorang. Sikap menentukan bagaimana individu dalam kehidupan.

“Sikap selalu berkenaan dengan objek, dan sikap terhadap objek ini disertai

dengan perasaan positif dan negative” (Slameto, 1991 : 188). Orang akan

bersikap positif terhadap apa yang dianggapnya penting, dan akan bersikap

negatif terhadap sesuatu yang dianggapnya tidak bernilai atau merugikan bagi

dirinya.

(Azwar, 2007 : 45) Sikap dibagi menjadi tiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif yang merupakan representasi dari apa yang dipercaya oleh orang individu pemilik sikap. Komponen afektif yang merupakan prasaan yang menyangkut aspek emosional. Komponen konatif yang merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.

Menurut Allport dalam (Djaali, 2006:114) “Sikap adalah suatu kesiapan mental

dan saraf yang tersusun melalui pengalaman dan memberikan pengaruh langsung

kepada responden individu terhadap semua objek atau situasi yang berhubungan

(37)

20

belajar. Bila sikap belajar positif, maka kegiatan intensitas belajar yang lebih

tinggi. Bila sikap belajar negatif, maka akan terjadi hal yang sebaliknya. Sikap

belajar yang positif dapat disamakan dengan minat, minat akan memperlancar

proses belajar siswa. Karena belajar akan terjadi secara optimal dalam diri siswa

apabila ia memiliki minat untuk mempelajari sesuatu. Siswa yang sikap

belajarnya positif akan belajar dengan aktif.

Brown dan Holtman dalam (Djaali, 2006:115) mengembangkan konsep sikap

belajar melalui dua komponen yaitu Teacher Approval (TA) dan Education

Acceptance (EA). TA berhubungan dengan pandangan siswa terhadap guru

antara lain tingkah laku guru dikelas dan cara mengajar. Adapun EA terdiri atas

penerimaan dan penolakan siswa terhadap tujuan yang akan di capai, materi yang

disajikan, peraktek, tugas dan persyaratan yang telah ditetapkan disekolah.

Kecenderungan mereaksi atau sikap seseorang terhadap sesuatu hal, orang atau

benda dapat diklasifikasikan menjadi sikap menerima (suka), menolak (tidak

suka), dan sikap acuh tak acuh (tidak peduli). Perwujudan atau terjadinya sikap

seseorang dapat oleh beberapa faktor, yaitu: pengetahuan, kebiasaan, dan

keyakinan ,karena itu untuk membetuk/ membang-kitkan sikap positif dan

meng-hilangkan sikap negatif dapat dilakukan dengan cara menginformasikan manfaat/

kegunaannya, membiasakan, dan memberi keyakinan pada hal tersebut.

Sikap merupakan faktor internal psikologis yang sangat berperan dan akan

mem-pengaruhi proses belajar. Seseorang akan mau dan tekun dalam belajar atau tidak

sangat tergantung pada sikap peserta didik. Dalam hal ini sikap yang akan

(38)

21

pelajaran yang akan dipelajari, terhadap guru yang mengajar, dan terhadap

lingkungan belajar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap belajar adalah perasaan senang

atau tidak senang, perasaan setuju atau tidak setuju, perasaan suka atau tidak suka

terhadap guru, tujuan, materi dan tugas-tugas.

B. Kerangka Pikir

Penelitian tentang efektivitas pendekatan kontekstual ditinjau dari sikap dan

pemecahan masalah matematis siswa ini merupakan penelitian yang terdiri dari

satu variabel bebas dan dua variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel bebas adalah Pendekatan Kontekstual. Sedangkan sikap dan pemecahan

masalah matematis sebagai variabel terikat.

Salah satu faktor yang dapat menunjang keberhasilan belajar siswa adalah

pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru di kelas. Pendekatan

pembelajaran yang baik akan memberikan peluang kepada siswa untuk mencapai

kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik. Pendekatan pembelajaran yang

digunakan di SMP N 5 terbanggi Besar selama penelitian ini dilakukan adalah

pendekatan pembelajaran langsung dan pendekatan pembelajaran kontekstual.

Pendekatan kontekstual adalah salah satu strategi pembelajaran dan

dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan produktif. Pendekatan

pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang lebih didominasi oleh guru

yang aktif dalam menyampaikan informasi sedangkan siswa hanya bertugas untuk

(39)

22

pembelajaran langsung memang guru dapat menguasai kelas yang memiliki

jumlah siswa yang banyak, tetapi guru tidak mampu untuk mengontrol sejauh

mana siswa telah memahami uraian yang telah disampaikan oleh guru.

Sedangkan pendekatan pembelajaran kontekstual dapat membantu siswa untuk

bekerja sama dalam kelompoknya, menghargai pendapat orang lain, aktif

bertanya, dan mau menjelaskan ide atau pendapat. Selama pembelajaran

berlangsung siswa bekerja sama dalam situasi yang semangat sehingga

pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa pun akan meningkat.

Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa merupakan salah satu indikator

dari hasil belajar pada mata pelajaran matematika. Kemampuan pemecahan

masalah matematis terdiri dari empat indikator, yaitu memahami masalah yang

ada, merencanakan pemecahannya, menyelesaikan masalah sesuai perencanaan,

dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Sikap siswa terhadap pembelajaran

matematika akan berpengaruh pada pemecahan masalah matematis siswa.

Melalui pembelajaran dengan pendekatan kontekstual akan mempengaruhi sikap

dan pemecahan masalah matematis siswa menjadi lebih baik.

C. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Umum

Hipotesis dalam penelitian ini adalah Pendekatan Kontekstual efektif jika

(40)

23

Terbanggi Besar semester genap Tahun Pelajaran 2011/ 2012 ditinjau dari sikap

dan pemecahan masalah matematis siswa.

2. Hipotesis Kerja

Hipotesis khusus dirumuskan sebagai berikut :

a. Sikap siswa terhadap matematika dalam pembelajaran dengan pendekatan

kontekstual lebih baik dari sikap siswa terhadap matematika dengan

pembelajaran konvensional.

b. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran kontekstual lebih baik dari pada kemampuan pemecahan

(41)

24

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 5 Terbanggi Besar. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi besar

Tahun Pelajaran 2011/2012. Kelas VII berjumlah 8 kelas. Pengambilan sampel

dalam penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling, yaitu dengan

mengambil 2 kelas secara acak dari 8 kelas yang ada, sehingga diperoleh kelas

VII E kelas sebagai kelas kontrol dan kelas VII F sebagai kelas eksperimen.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment).

Desain yang digunakan adalah posttest only control design. Pada penelitian ini,

diberikan perlakuan kepada kelompok eksperimen dan kemudian membandingkan

hasilnya dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan. Posttest only

control design menurut Furchan (1982: 368) adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1. Posttest only Control Design

Kelas Perlakuan Posttest

E X1 Y1

(42)

25

Keterangan:

E : kelas eksperimen K : kelas kontrol

X1 : perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan pendekata

kontekstual

X2 : perlakuan pada kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran

konvensional

Y1 : Skor posttest pada kelas eksperimen

Y2 : Skor posttest pada kelas kontrol

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan langkah-langkah

penelitian adalah sebagai berikut:

1. Melakukan penelitian pendahuluan.

2. Merencanaan penelitian

a. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

b. Menyusun Lembar Keja Siswa (LKS) yang akan diberikan kepada siswa

pada saat diskusi kelompok.

c. Menyiapkan instrumen penelitian dengan terlebih dahulu membuat

kisi-kisi posttest sesuai dengan indikator pembelajaran dan indikator

pema-haman konsep, kemudian membuat soal esai beserta penyelesaian dan

aturan penskorannya.

3. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) yang telah disusun. Urutan pembelajaran dimasing-masing kelas

(43)

26

a. Kegiatan Awal

1) Mengarahkan siswa untuk berkumpul dengan kelompok yang telah

ditentukan.

2) Memberikan motivasi dan apersepsi yaitu melakukan tanya jawab

untuk menggali kemampuan prasyarat siswa mengenai materi yang

akan dibahas.

b. Kegiatan Inti

1) Guru menyajikan masalah riil yang memiliki keterkaitan dengan

materi yang akan dibahas.

2) Guru membagikan LKK kepada setiap kelompok, meminta siswa

berdiskusi mengerjakan LKK dalam kelompok dan memantau

ja-lannya diskusi kelompok.

3) Perwakilan dari kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan siswa

yang lain menanggapi presentasi.

4) Mengadakan diskusi kelas tentang materi yang telah dipelajari.

5) Guru menyempurnakan hasil diskusi.

c. Kegiatan Penutup

1) Dengan bimbingan guru, siswa membuat kesimpulan dari materi

yang telah dipelajari.

2) Guru memberikan PR dan menginformasikan materi yang akan

di-bahas pada pertemuan berikutnya.

4. Pengumpulan Data

5. Analisis Data

(44)

27

D. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif

yaitu berupa data nilai kemampuan pemecahan masalah matematis siswa,

dimana kemampuan pemecahan masalah matematis siswa ini diperoleh dari

tes yang dilakukan di akhir tahapan pembelajaran. Untuk mendapatkan hasil

yang baik maka tes tersebut harus dapat dibuat dan dikembangkan sesuai

dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

2. Data sikap belajar diperoleh dari angket yang diberikan kepada siswa. Data

ini merupakam data kualitatif.

E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan dua macam instrumen,

yaitu tes dan angket sikap siswa.

1. Tes

Dalam penelitian ini validitas instrumen tes yang digunakan adalah validitas isi.

Validitas isi merupakan validitas yang dilihat dari isi suatu tes untuk mengukur

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Validitas ini dapat digunakan

untuk mengetahui apakah isi dari tes tersebut sudah mewakili dari keseluruhan

materi yang telah dipelajari. Validitas isi dari tes kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang

terkandung dalam tes kemampuan pemecahan masalah matematis dengan tujuan

(45)

28

Jadi disini dapat diketahui apakah hal-hal yang terdapat pada tujuan intruksional

khusus sudah dapat mewakili secara nyata pada tes kemampuan pemecahan

masalah matematis atau belum.

Validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran

matematika kelas sub populasi. Jika penilaian guru menyatakan bahwa butir-butir

tes telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang akan diukur maka tes

tersebut dikategorikan valid. Penilaian dila-kukan satu kali, yaitu sebelum

pelaksanaan tes uji coba oleh guru mitra. Berdasarkan hasil penilaian terhadap tes

menunjukkan bahwa tes yang akan di uji cobakan maupun tes yang digunakan

untuk mengambil data telah memenuhi validitas isi.

Tes yang digunakan diuji coba di luar sampel tetapi masih dalam populasi, uji

coba tes dimaksudkan untuk mengetahui tingkat reliabilitas tes, daya beda butir

tes, dan tingkat kesukaran butir tes. Untuk menentukan tingkat reliabilitas tes

digunakan metode satu kali tes dengan teknik Alpha. Rumus Alpha dalam

Sudijono (2003:208-209) dengan kriteria menurut Anas Sudijono suatu tes

dikatakan baik bila memiliki reliabilitas lebih dari 0,70.

r = Reliabilitas yang dicari

(46)

29

Safari (2004:23) menyatakan tingkat kesukaran butir tes adalah peluang untuk

menjawab benar suatu butir tes pada tingkat kemampuan tertentu. Untuk

mengetahui tingkat kesukaran butir tes digunakan rumus berikut:

maks

Penafsiran atas tingkat kesukaran butir tes digunakan kriteria menurut

Witherington dalam Sudijono (2003:374) berikut:

Tabel 3.2 Interprestasi Tingkat Kesukaran Butir Tes

Besar TKi Interprestasi

< 0,25

Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat

membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan

rendah. Untuk menghitung daya pembeda data terlebih dahulu diurutkan dari

siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai

terendah, kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi disebut

kelompok atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut

kelompok bawah). Daya pembeda ditentukan dengan rumus :

(47)

30

Keterangan :

DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

JA = Rata-rata kelompok atas pada butir soal yang diolah JB = Rata-rata kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA = Skor maksimum butir soal yang diolah

Penafsiran interpretasi nilai daya pembeda butir tes digunakan kriteria menurut

Sudijono (2003 : 389) dalam tabel 3.3.

Tabel 3.3. Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

Untuk keperluan pengambilan data dalam penelitian ini digunakan butir soal

dengan daya beda lebih dari atau sama dengan 0,3.

Dari perhitungan tes uji coba yang telah dilakukan, didapatkan data sebagai

berikut:

Tabel 3.4. Data Uji Coba Tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

No

Soal Reliabilitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran

(48)

31

Dari tabel rekapitulasi hasil tes uji coba diatas, seluruh butir soal telah memenuhi

kriteria yang ditentukan sehingga dapat digunakan untuk mengukur kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa.

2. Angket

Angket disusun dalam bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 20 soal,

masing-masing soal mempunyai alternatif jawaban dengan skor yang berbeda. Siswa

diharapkan menjawab pertanyaan dengan keadaan yang sebenarnya. Data sikap

siswa diperoleh dari angket dengan item positif dan negatif. Angket dengan item

positif yang diperoleh diberi skor dengan kriteria seperti terlihat dalam tabel

berikut.

Tabel 3.5 Penyekoran Angket Sikap Siswa dengan tipe item positif

Alternatif Jawaban Skor

Sangat setuju 5

Setuju 4

Ragu-ragu 3

Tidak setuju 2

Sangat tidak setuju 1

Untuk data angket dengan item negatif penyekoran dibalik, sehingga kriteria

penyekorannya menjadi seperti pada tabel berikut.

Tabel 3.6 Penyekoran Angket Sikap Siswa dengan tipe item negatif

Alternatif Jawaban Skor

Sangat setuju 1

Setuju 2

Ragu-ragu 3

Tidak setuju 4

Sangat tidak setuju 5

(49)

32

Pengumpulan data sikap belajar siswa dilakukan dengan cara penyebaran angket.

Agar angket yang dibuat memenuhi validitas isi, maka dilakukan langkah-langkah

sebagai berikut.

a. Membuat kisi-kisi angket sesuai indikator yang telah ditentukan

b. Membuat angket berdasarkan kisi-kisi.

c. Meminta pertimbangan kepada guru mitra yang dipandang sebagai ahli

untuk mendapatkan kesesuaian angket dengan kisi-kisi

d. Memperbaiki angket berdasarkan saran dari ahli.

Kriteria yang digunakan dalam menentukan indeks konsistensi internal

masing-masing butir angket adalah rumus korelasi Karl Pearson dalam Sudjana

n : banyaknya subyek yang dikenai tes

X : skor untuk butir ke-i (dari subyek uji coba) Y : total skor (dari subyek uji coba)

Perhitungan reliabilitas hanya menggunakan tingkat reliabilitas total dari semua

butir pertanyaan angket. Perhitungan reliabilitas angket ini didasarkan pada

pen-dapat Sudijono (2003:208) dengan kriteria menurut Anas Sudijono suatu tes

dikatakan baik bila memiliki reliabilitas lebih dari 0,70, yang menyatakan bahwa

untuk menghitung reliabilitas angket dapat digunakan rumus alpha, yaitu:

(50)

33

Tabel 3.7. Data Uji Coba Angket Sikap

No Item Indeks Konsistensi Reliabilitas Keterangan

1 0.73

0.87 Reliabilitas Tinggi 2 0.63

Dari tabel rekapitulasi data uji angket sikap siswa, untuk setiap nomor item sudah

memenuhi kriteria yang ditentukan sehingga dapat digunakan untuk mengukur

(51)

34

F. Teknik Analisis Data

Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan analisis data dengan

teknik uji kesamaan dua rata-rata dengan uji-t. Sebelum eksperimen dilakukan,

terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis dengan uji normalitas dan uji

homogenitas. Langkah-langkah pengujian hipotesis dalam penelitian ini:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal atau

sebaliknya. Untuk uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat. Uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana

(2005:273) sebagai berikut :

1) Hipotesis Uji:

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

2) Taraf Signifikansi : α = 5%

O = frekuensi pengamatan

i

E = frekuensi yang diharapkan

4) Keputusan uji :

Tolak H0 jika x2hitungx1k3 dengan taraf  = taraf nyata untuk pengujian.

(52)

35

Dari hasil perhitungan data yang telah dilakukan, terlihat thitung = 4,023 dengan α =

5% dan 55, dari tabel distribusi t didapat ttabel = 7,81, karena t berada pada daerah

penerimaan H0 maka dapat disimpulkan bahwa data kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi

normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians dilakukan antara dua kelompok data, yaitu kelompok

Kontekstual dan kelompok model pembelajaran langsung, masing-masing

kelompok tersebut dilakukan untuk variabel terikat kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa.

Uji homogenitas varians yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji Bartlett.

Uji Bartlett menurut Sudjana (2005: 261) sebagai berikut :

1) Hipotesis Uji

H0 : 12 22

H1 :

2) Taraf signifikansi :

= 5%

3) Statistik uji

(53)

36

Untuk menguji hipotesis tersebut di atas digunakan uji-t. Adapun uji-t menurut

Sudjana (2005: 239) sebagai berikut :

1) Hipotesis uji

H0: = (Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada

pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sama dengan

siswa pada pembelajaran konvensional)

H1 : ≠ (Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada

pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dari

(54)

37

Keterangan :

1

x = rata-rata sampel ke-1

2

x = rata-rata sampel ke-2

2 1

s = variansi sampel ke-1

2 2

s = variansi sampel ke-2

1

n = ukuran sampel ke-1

2

(55)

46

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan Pendekatan

Kontekstual lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, baik

ditinjau dari sikap siswa terhadap matematika maupun dari kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa. Hal ini didasarkan pada hal-hal berikut ini :

1. Sikap siswa terhadap matematika dalam pembelajaran dengan pendekatan

kontekstual lebih baik dari sikap siswa terhadap matematika dengan

pembelajaran konvensional.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran kontekstual lebih baik dari pada kemampuan pemecahan

(56)

47

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian di atas dapat dikemukakan saran sebagai

berikut.

1. Agar guru menerapkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, karena

pembelajaran tersebut mengaitkan materi ajar dengan dunia nyata sehingga

memaksimalkan sikap siswa terhadap matematika dan meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam pembelajaran guna

memperoleh hasil yang lebih optimal.

2. Kepada para peneliti yang akan melakukan penelitian yang sama, untuk dapat

mempertimbangkan lama waktu pelaksanaan penelitian dalam pembelajaran

(57)

EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI SIKAP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIS SISWA

(Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

(Skripsi)

Oleh

Indah Wahyu Ariesta

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Moh. 1987. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru. Bandung

Arikunto, Suharsismi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta

Depdiknas. 2002. Contoh-contoh Masalah untuk Peningkatan Kemampuan

Menggunakan Strategi dalam Proses Pemecahan Masalah. Yogjakarta.

Djaali dan Pudji Muljono. 2006. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PPS UNJ. [on line]. Tersedia:

http://www.fai.umj.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3 9&Itemid=54. ( 30 Maret 2012).

Djamarah, Syaiful Bahri. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Usaha Nasional : Surabaya

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta

Hawa, Siti. 2006. Kegiatan Eksperimen Pada Pengajaran Matematika Sebagai

Upaya Meningkatkan Aktivitas Pembelajaran Matematika SD. Forum

Kependidikan. Jakarta.

Herdian. 2010. Kemampuan Pemahaman Matematika. [on line]. Tersedia: http://herdy07. wordpress.com/. (4 Maret 2012)

Johnson, Elaine B. 2007. Contextual Teaching and Learning : Menjadikan

kegiatan belajar-mengajar mengasyikkan dan bermakna. MLC : Bandung

Juliantara, Ketut. 2009. Pembelajaran Konvensional. [on line]. Tersedia: http://www.kompasiana.com/ikpj. ( 4 Maret 2012 )

(59)

Mulyasa, E. 2008. Implementasi Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Muslich, Masnur. 2008. KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. PT Bumi Aksara : Jakarta

Noer, Sri Hastuti. 2010. Evaluasi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Jurnal

Pendidikan MIPA Volume 11 Nomor 1. Bandar Lampung. Jurusan

Pendidikan MIPA. Halaman 19-25.

Nurhadi. 2006. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Bandung.

Nurkanca, Wayan dan P.P.N Sumartana.1982. Evaluasi Pendidikan. Surabaya. Usaha Nasional.

Ruseffendi, E.T.1980. Pengajaran Matematika Modern. Tarsito. Bandung.

Sanjaya. 2006. Komponen Utama atau Aspek Pembelajaran. [on line]. Tersedia: http://arisandi.com/?p=915. ( 30 Maret 2012).

Slameto.2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta

Soedjadi, R. 1999. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Depdiknas

Sudijono, Anas. 2003. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.

Sudjana, Nana. 1987. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Balai Pustaka

Sumanto, Wasty. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara

Sunartombs. 2009. Pembelajaran Konvensional Banyak Dikritik Namum Paling Disukai. [on line]. Tersedia: http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02/ pembelajaran-konvensional-banyak-dikritik-namun-paling-disukai/. (21 April 2012)

Suparno, P. 1996.Pendekatan kontekstual (Filsafat). Jakarta: Bumi Aksara Suryabrata, Sumadi. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali

Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif. NTP Pres. Mataram.

(60)

Gambar

Tabel 3.1. Posttest only Control Design
Tabel 3.2  Interprestasi Tingkat  Kesukaran Butir Tes
Tabel 3.4.  Data Uji Coba Tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
Tabel 3.6 Penyekoran Angket Sikap Siswa dengan tipe item negatif
+2

Referensi

Dokumen terkait

3) Blok yang sudah disiapkan dipotong dengan ketebalan 5 mikron, lalu dimasukkan air panas ±60 o C. Setelah jaringan mengembang, jaringan diambil menggunakan kaca

A poli- tikai részvétel és a demokratikus intézmények stabilitása csökkent, valamint a jogállamiság területén is visszafejlődés volt tapasztalható (Bertelsmann Stiftung

Dari hasil wawancara para santri putra dan putri pondok pesantren Kyai Gading, diketahui bahwa para santri rata- rata dalam melaksanakan shalat tahajud,

Sedangkan Sistem anti lock adalah sistem untuk menghentikan kendaraan dilakukan dengan cara mempertahankan roda tidak lock atau dalam keadaan slip tertentu dimana

Kondisi optimum pembuatan arang aktif dihasilkan pada suhu 850 C yang direndam dalam larutan H PO 10% dengan waktu aktivasi uap air panas selama 90 menit, sebab nilai daya jerap

Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A,

Hal ini berarti belanja modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Utara ditentukan oleh PAD, DAU dan DAK, yakni terlihat dari koefisien determinasi sebesar

Orang tua menanyakan kesulitan pada saat saya mempelajari mata pelajaran ekonomi.. Orang tua selalau menaggapi apabila saya mengeluh mengalami kesulitan belajar dalam