• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN IZIN KEIMIGRASIAN MENURUT UNDANG-UNDANG KEIMIGRASIAN (Studi Putusan Nomor 103/PID/2010/PT.TK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN IZIN KEIMIGRASIAN MENURUT UNDANG-UNDANG KEIMIGRASIAN (Studi Putusan Nomor 103/PID/2010/PT.TK)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN

Upaya penegakan hukum di bidang keimigrasian perlu dioptimalkan secara menyeluruh oleh aparat penegak hukum. Pada era sekarang ini masih ditemui kasus terkait bidang keimigrasian seperti kasus yang terjadi adalah tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian yakni dilakukan oleh Warga Negara Asing (WNA) di wilayah hukum Indonesia sebagaimana dapat dilihat dari Putusan Perkara Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor 103/Pid/2010/PT.TK tentang kasus penyalahgunaan izin keimigrasian. Penegakan hukum pidana terhadap peyalahgunaan izin keimigrasian berlandaskan pada dasar yuridis Undang-Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian. Upaya penegakan hukum pidana terhadap peyalahgunaan izin keimigrasian merupakan suatu upaya yang cukup sulit di dalam era kemajuan teknologi yang ada pada saat ini, hal ini karena masih banyak terdapat berbagai hambatan dalam penegakan hukumnya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undang-Undang Keimigrasian, dan apakah apakah faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undang-Undang Keimigrasian?

(2)

Penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undang-Undang Keimigrasian seperti dalam Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK dilaksanakan dengan menggunakan sarana hukum pidana/dengan cara upaya hukum. Dalam perkara tersebut terdakwa dijatuhi hukuman 1 (satu) tahun pidana penjara.Penegakan hukumnya juga dapat dilakukan dengan upaya preventifyakni dengan pengawasan orang asing (Bab VI Undang-Undang Keimigrasian) yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Imigrasi berkoordinasi dengan badan dan instansi yang terkait (Pasal 41 Undang-Undang Keimigrasian). Adapun tindakan-tindakan represif yang dapat diambil adalah pemidanaan, pengusiran (deportasi) dan memasukkan orang asing yang terlibat ke dalam daftar pencegahan dan penangkalan atau cekal (black list). Penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian juga meliputi beberapa hal yakni pemantauan keimigrasian dan operasional keimigrasian, dan kerjasama pengawasan, serta dengan menerapkan sanksi hukum secara tegas terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian yang dapat dilakukan dengan cara Pro justitia dan Non pro justitia. Faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undang-Undang Keimigrasian antara lain faktor hukum yaitu rendahnya sanksi pidana dan belum memberikan efek jera, faktor penegak hukum yaitu belum adanya aparat penegak hukum yang sungguh-sungguh dalam dalam memberantas tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian, faktor fasilitas yaitu tidak adanya anggaran khusus dari negara untuk penegakkan di bidang keimigrasian yang khusus mengawasi keberadaan dan kegiatan orang asing yang ada di Indonesia, faktor masyarakat yaitu masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemahaman keimigrasian, faktor budaya yaitu budaya masyarakat Indonesia yang pada umumnya senang bergaul dengan Warga Negara Asing tanpa mengetahui dengan jelas maksud dan tujuan kedatangannya ke Indonesia.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keimingrasian merupakan salah satu bagian terpenting bagi suatu Negara, mengingat tugas dan tanggung jawab yang diembannya sangat menentukan keberadaan dan kewenangan Negara yang bersangkutan. Seluruh Warga Negara Indonesia maupun warga negara asing setiap kali keluar-masuk wilayah Indonesia pasti berurusan terlebih dahulu dengan bagian keimigrasian. Tidak jarang persoalan kewarganegaraan suatu negara akan berkembang menjadi persoalan besar akibat kelengahan dari bagian keimigrasian Negara tersebut. Kompleksnya masalah dalam tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian, mulai dari penggunaan visa yang tidak sesuai, masalah minimnya pengetahuan masyarakat, sampai peranan aparat penegak hukum, menjadikan tindak pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian sebagai suatu tindak pidana memerlukan penangan khusus.

(4)

faktor yang dominan sebagai penyebab terjadinya suatu tindak pidana adalah faktor ekonomi (www.kontras.org, 21 November 2011, 07.30 WIB).

Sehubungan dengan hal tersebut, tidak bisa dipungkiri pada masa saat ini bahwa dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi banyak penduduk Negara kita maupun di Negara berkembang lainnya mengalami kesulitan, hal ini disebabkan karena sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak. Sebagai akibat maka banyak orang yang menggunakan cara pintas seperti melakukan tindak pidana guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain faktor yang menjadi motif terjadinya tindak pidana, tindak pidana juga dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara atau modus operandi maupun pelaku melakukan suatu tindak pidana tersebut.

Perkembangan zaman yang juga diikuti oleh perkembangan tingkat kejahatan, maka kemampuan penegak hukum dalam melakukan penangkalan dan penanggulangan terhadap berbagai kejahatan baik yang bersifat konvensional maupun bersifat transnasional crime sangat diharapkan masyarakat agar lebih ditingkatkan. Penegakan hukum dilakukan dengan pendayagunaan kemampuan berupa penegakan hukum dilakukan oleh profesionalisme yang benar-benar ahli di bidangnya serta memiliki pengalaman praktek berkaitan dengan bidang yang ditanganinya.

(5)

itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa (Barda Nawawi Arif, 2002: 47).

(6)

Kronologis singkat dalam perkara tersebut yaitu berawal pada hari rabu tanggal 10 Maret 2010 sekira jam 11.00 WIB saksi Masnun Bin Kemas Hasan menelepon saksi A. Rahman yang mengatakan bahwa temannya dari Jakarta bernama Aisyah bersama terdakwa Dabre Sahabou hendak menjalankan usaha di Lampung. Sekira pukul 15.00 WIB mereka berkumpul di Hotel Amalia Bandar Lampung. Saksi Aisyah bersama terdakwa Dabre Sahabou membawa tas warna hitam dan berbincan-bincang dengan menggunakan bahasa Inggris. Keesokan harinya saksi A. Rahman dan Saksi Aisyah sepakat sore harinya sekira pukul 15.00 WIB bertemu kembali di Hotel Amalia Bandar Lampung. Karena saksi A. Rahman curiga terhadap keberadaan terdakwa Dabre Sahabou maka saksi A. Rahman menghubungi temannya yaitu saksi Ikhlas (Anggota Kepolisian) mengenai terdakwa dan bisnis yang terdakwa lakukan. Sekira pukul 15.00 WIB saksi A. Rahman bersama saksi Ikhlas kembali ke Hotel Amalia Bandar Lampung. Untuk bertemu saksi Aisyah dan saksi saksi A. Rahman memperkenalkan saksi Ikhlas kepada saksi Aisyah sebagai pengusaha Wallet dan beras dari Metro.

(7)

Masnun, saksi Aisyah, saksi Ikhlas dan terdakwa Dabre Sahabou bertemu di kamar hotel nomor 308 dan terdakwa melakukan penggandaan uang. Pada saat sedang penggandaan uang berlangsung saksi Ikhlas menelpon kedua anak buahnya yang kemudian saksi Yudi dan saksi Chandra masuk dan menanyakan paspor dan visa dari terdakwa tetapi terdakwa tidak bisa menunjukkannya sehingga terdakwa dibawa oleh pihak Kepolisian ke Polda Lampung. Selanjutnya saksi Ouadraogo Doauda als Mr. Daud datang ke Polda Lampung membawa paspor dan visa milik terdakwa. Setelah dilakukan pemeriksaan paspor dan visa terdakwa oleh saksi Syuaib Lamidi dari kantor Direktorat Keimigrasian Kelas I Propinsi Lampung terdakwa masuk ke Indonesia melalui Bandara Internasional Sukarno-Hatta pada tanggal 22 Januari 2010 penerbangan dari Singapura, paspor dan visa terdakwa juga tidak sesuai dengan maksud pemberian izin keimigrasian yang diberika kepada terdakwa di dalam visa tertulis visamultipletetapi terdakwa di Indonesia melakukan kegiatan penggandaan uang. Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. Sebagai akibat dari perbuatan terdakwa maka dijatuhi hukuman 1 (satu) tahun pidana penjara (Putusan Perkara Nomor 103/Pid/ 2010/PT.TK).

(8)

Orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud pemberian izin keimigrasian yang diberikan kepadanya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah)”.

Meningkatnya arus lalu-lintas barang, jasa, modal, informasi dan arus orang asing ke wilayah RI sering mengandung pengaruh negatif, seperti:

a. Dominasi perekonomian nasional oleh perusahaan transnasional yang bergabung dengan perusahaan Indonesia (melalui Penanaman Modal Asing dan/ atau Penanaman Modal Dalam Negeri, pembelian saham atau kontrak lisensi).

b. Munculnya Transnational Organized Crimes (TOC), mulai dari perdagangan wanita dan anak-anak, pencucian uang, narkotika, dan obat terlarang, imigran gelap, sampai ke perbuatan terorisme internasional.

c. Munculnya berbagai tindak pidana terkait Keimigrasian seperti penyalahgunaan izin keimigrasian, menyalahgunakan surat perjalanan Internasional milik orang lain dan sebagainya.

(www.kontras.org, akses 21 November 2011, 07.30 WIB).

(9)

pada modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan adalah keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai suatu sistem peradilan pidana.

Sanksi pidana terhadap pelaku penyalahgunaan izin keimigrasian tersebut diterapkan kepada pelaku berkewarganegaraan Asing melalui proses peradilan, sebagaimana telah dilaksanakan oleh Pengadilan Tinggi Tanjung Karang yang termuat dalam Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor 103/Pid/2010/PT.TK. Terdakwa Dabre Sahabou alias Makeraou WZR Ibrahima Bin Yusuf terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud pemberian izin keimigrasian yang diberikan kepadanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian dan dijatuhi pidana penjara oleh majelis Hakim selama 1 (satu) tahun pidana penjara.

(10)

Tanjung Karang Nomor 103/Pid/2010/PT.TK atas permohonan banding. Dalam upaya pengekan hukum terhadap pelaku tindak pidana peyalahgunaan izin keimigrasian tersebut maka Hakim menjatuhkan vonis selama 1 (satu) tahun pidana penjara kepada terdakwa Dabre Sahabou alias Makeraou WZR Ibrahima Bin Yusuf.

Upaya penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana peyalahgunaan izin keimigrasian maka hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Dabre Sahabou alias Makeraou WZR Ibrahima Bin Yusuf sangat memperhatikan beberapa unsur kesalahan yang terpenuhi oleh terdakwa agar dapat mempertanggungiawabkan perbuatannya tersebut. Dalam hal ini pelaku tindak pidana peyalahgunaan izin keimigrasian agar dapat mempertanggungiawabkan perbuatannya menurut hukum pidana terdiri atas tiga syarat sebagai berikut: a) Kemampuan bertanggungjawab atau dapat dipertanggungjawabkan dari si

pembuat.

b) Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang berhubungan dengan kelakuannya yaitu disengaja dan sikap kurang hati-hati atau lalai.

c) Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat.

(11)

Penegak hukum terkait kasus di atas yakni kepolisian, aparat imigrasi (customs), kejaksaan, kehakiman dan lembaga pemasyarakatan yang diharapkan masyarakat tentunya mampu melakukan penegakan hukum secara tegas dan proporsional, karena kejahatan di Negara Indonesia kini semakin beragam jenis dan modusnya. Jika selama ini pelaku kejahatan menggunakan kekerasan, atau dengan memanfaatkan kelengahan orang, kini kejahatan beragam jenisnya seperti tindak pidana peyalahgunaan izin keimigrasian yang terjadi dalam perkara Nomor 103/Pid/2010/PT.TK.

Secara konseptual maka penegakan hukum pidana terhadap peyalahgunaan izin keimigrasian berlandaskan pada dasar yuridis Undang-Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian. Penegakan hukum pidana terhadap peyalahgunaan izin keimigrasian tidak terlepas pada asas-asas hukum pidana guna mewujudkan suatu kepastian hukum dari setiap bentuk penyelesaian perkara peyalahgunaan izin keimigrasian berdasarkan sistem hukum Indonesia.

(12)

konteks asas territorialhukum pidana Nasional maka setiap pelaku tindak pidana yang melakukan tindak pidana di Wilayah hukum Indonesia harus menggunakan ketentuan yuridis hukum Indonesia yang berlaku. Sehingga Terdakwa dalam proses persidangan dijatuhi pidana selama 1 (satu) tahun pidana penjara.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis hendak melakukan penelitian yang hasilnya akan dijadikan skripsi dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Keimigrasian (Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK)”.

B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undang-Undang Keimigrasian (Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK)?

(13)

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian skripsi ini terbatas pada penegakan hukum pidana Indonesia khususnya hanya terbatas pada penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undag-Undang Keimigrasian (Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK) dan faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undag-Undang Keimigrasian (Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK). Ruang lingkup penelitian skripsi ini adalah pada wilayah hukum Provinsi Lampung khususnya pada Kepolisian Daerah Lampung, Direktorat Keimigrasian Kelas I Propinsi Lampung dan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undang-Undang Keimigrasian (Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK).

(14)

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis:

a. Kegunaan Teoritis

Kegunaan penulisan ini secara teoritis adalah memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu hukum pidana, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan beberapa permasalahan tentang penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undag-Undang Keimigrasian.

b. Kegunaan Praktis

Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat dan bagi aparatur penegak hukum dalam memperluas serta memperdalam ilmu hukum khususnya ilmu hukum pidana dan juga dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan bagi aparatur penegak hukum pada khususnya untuk menambah wawasan dalam berfikir dan dapat dijadikan sebagai masukan dalam rangka meminimalisir terjadinya tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian di wilayah hukum Negara Republik Indonesia.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

(15)

identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono Soekanto,1986: 125).

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia dan agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal dan damai tetapi dapat terjadi juga pelanggaran hukum. Hukum yang dilanggar harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum menjadi suatu kenyataan.

Menurut Satjipto Raharjo (1980: 15) dalam usaha menegakkan hukum terdapat tiga hal utama yang harus diperhatikan dan menjadi asas dasar hukum yaitu: 1. Kepastian Hukum(Rechtssicherheit)

2. Kemanfaatan(Zweckmassigkeit) 3. Keadilan(Gerechtigkeit)

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial yang menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakekat dari penegakan hukum.

(16)

perundangan-undangan atau keputusan-keputusan pengadilan, bisa terjadi bahkan justru mengganggu kedamaian dalam pergaulan hidup.

Menurut Sudarto (1986: 111), bahwa upaya penegakan hukum pidana di Indonesia dilaksanakan secara preventif (non penal) yaitu pencegahan sebelum terjadinya kejahatan dengan lebih diarahkan kepada proses sosialisasi peraturan perundang-undangan khususnya yang mengatur mengenai kesusilaan dan secara represif (penal) yaitu pemberantasan setelah terjadinya kejahatan dengan dilakukannya penyidikan oleh penyidik kepolisian yang untuk selanjutnya dapat diproses melalui pengadilan dan diberikan sanksi yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Menurut Barda Nawawi Arif (2002: 157), secara umum dilihat dari segi fungsionalisasi, pengoperasian dan penegakan sanksi pidana dalam suatu peraturan perundang-undangan agar benar-benar dapat terwujud harus melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Tahap formulasi, yaitu tahap perumusan atau penetapan pidana oleh pembuat undang-undang (sebagai kebijakan legislatif).

2. Tahap aplikasi, yaitu tahap pemberian pidana oleh penegak hukum (sebagai kebijakan yudikal).

3. Tahap eksekusi, yaitu tahap pelaksanaan pidana oleh instansi yang berwenang (sebagai kebijakan eksekutif).

(17)

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum secara konkret merupakan berlakunya hukum positif dalam praktek sebagaimana seharusnya dipatuhi. Oleh karena itu memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan menemukan hukum secara nyata dalam mempertahankan dan menjamin dipatuhinya hukum materiel dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. Oleh karena itu keberhasilan penegakan hukum akan dipengaruhi oleh hal-hal tersebut. Masalah penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto (1986: 8) terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor-faktor tersebut mempunyai arti netral, sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

a. Faktor hukumnya sendiri;

b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum;

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan;

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.

(18)

materiil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan, maupun oleh aparatur penegak hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Hukum yang efektif adalah hukum yang mampu melindungi sekaligus mencegah pelakunya untuk melakukan lagi atau munculnya pelaku-pelaku yang lain. Pemberian punishment harus mampu membuat jera para pelaku dan membuat calon pelaku tidak mau melakukan kejahatan karena adanya punishment yang keras serta tegas.

Berkaitan dengan hal di atas, ditinjau dari sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subyeknya tersebut, penegakan hukum hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa (Barda Nawawi Arif, 2002: 47).

(19)

merupakan unifikasi beberapa ketentuan yang berkaitan dengan keimigrasian, yang sebelumnya tersebar dalam beberapa ketentuan perundang-undangan.

Secara faktual harus diakui bahwa peningkatan arus lalu-lintas orang, barang, jasa dari dan ke wilayah Indonesia dapat mendorong dan memacu pertumbuhan ekonomi serta proses modernisasi masyarakat. Peningkatan arus orang asing ke wilayah RI tentunya akan meningkatkan investasi yang dilakukan, serta meningkatnya aktivitas perdagangan yang akan meningkatkan penerimaan devisa, namun peningkatan arus lalu-lintas barang, jasa, modal, informasi dan orang juga dapat mengandung pengaruh negatif.

Dampak negatif tersebut akan semakin meluas ke pola kehidupan serta tatanan sosial budaya yang dapat berpengaruh pada aspek pemeliharaan keamanan dan ketahanan nasional secara makro. Untuk meminimalisasikan dampak negatif yang timbul akibat mobolitas manusia, baik warga negara Indonesia maupun orang asing, yang keluar, masuk, dan tinggal di wilayah Indonesia, keimigrasian harus mempunyai peranan yang semakin besar. Penetapan politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif (selective policy) membuat institusi imigrasi Indonesia memiliki landasan operasional dalam menolak atau mengizinkan orang asing, baik dari segi masuknya, keberadaannya, maupun kegiatannya di Indonesia. Berdasarkan politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif, menurut Hadi Setia Tunggal (2010: 6) menjelaskan ditetapkan bahwa hanya orang asing yang memenuhi syarat sebagai berikut:

(20)

b. Tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum; serta

c. Tidak bermusuhan dengan rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia, diizinkan masuk dan dibolehkan berada di wilayah Indonesia, serta diberi izin tinggal sesuai dengan maksud dan tujuan kedatangannya di Indonesia.

Berdasarkan hal di atas, peran penting aspek keimigrasian dalam tatanan kehidupan kenegaraan akan dapat terlihat dalam pengaturan keluar-masuk orang dari dan ke dalam wilayah Indonesia, dan pemberian izin tinggal serta pengawasan terhadap orang asing selama berada di wilayah Indonesia.

Tindakan aparatur penegak hukum dalam menegakkan hukum pidana di bidang keimigrasian tidak hanya terpaku pada penerapan pasal-pasal dari undang-undang belaka. Langkah-langkah untuk bertindak harus didasari komitmen dan idealisme demi kepentingan masyarakat serta ada kekuatan dalam dirinya untuk merealisir penyalahgunaan izin keimigrasian.

(21)

tersebut hukum tidaklah mandiri, artinya ada faktor-faktor lain yang erat dengan proses penegakan tersebut yang harus ikut serta, yaitu masyarakat itu sendiri dan aparat penegak hukumnya.

Sehubungan dengan hal tersebut, tidak berarti pula peraturan-peraturan hukum yang berlaku diartikan telah lengkap dan sempurna, melainkan suatu kerangka yang masih memerlukan penyempurnaan. Untuk merealisasikan tujuan hukum tersebut, sangat ditentukan tingkat profesionalisme aparat penegak hukum yang meliputi kemampuan dan keterampilan baik dalam menjabarkan peraturan-peraturan maupun di dalam penerapannya.

Penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian merupakan tugas aparat penegak hukum. Penegakan hukum harus dilaksanakan dengan tegas dan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hal ini harus sesuai dengan ketentuan Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 yang menetapkan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum, sehingga pemerintah melalui aparat penegak hukumnya harus dapat memberikan jaminan kepastian hukum, tidak hanya kepada masyarakat secara umum tetapi juga kepada masyarakat secara khusus yaitu korban dan tersangka.

2. Konseptual

(22)

Adapun Konseptual yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Penegakan Hukum Pidana

Penegakan hukum pidana adalah upaya untuk menerjemahkan dan mewujudkan keinginan-keinginan hukum pidana menjadi kenyataan, yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum (On Recht) dan mengenakan nestapa (penderitaan) kepada yang melanggar larangan tersebut (Barda Nawawi Arif, 2010).

b. Penyalahgunaan

Penyalahgunaan (wrong feit) adalah suatu perbuatan atau kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud wewenang yang diberikan (tanpa hak atau melawan hokum) dan dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana maupun administratif, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut (M. Marwan, 2009: 38)

c. Izin

Izin adalah suatu persetujuan izin yang diterapkan pada visa atau surat perjalanan untuk memasuki wilayah Indonesia yang diberikan oleh pejabat imigrasi di temapat pemeriksaan imigrasi (Hadi Setia Tunggal, 2010: 3).

(23)

identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan atau kegiatan antar Negara.

d. Keimigrasian

Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau ke luar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal 1 butir 1 Undag-Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian).

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini bertujuan agar lebih memudahkan dalam memahami penulisan skripsi ini secara keseluruhan. Sistematika penulisannya sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang penulisan. Dari uraian latar belakang ditarik suatu pokok permasalahan dan ruang lingkupnya, tujuan dan kegunaan dari penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta menguraikan tentang sistematika penulisan. Dalam uraian bab ini dijelaskan tentang tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undag-Undang Keimigrasian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

(24)

nantinya digunakan sebagai bahan studi perbandingan antara teori yang berlaku dengan kenyataannya yang berlaku dalam praktek. Adapun garis besar dalam bab ini adalah menjelaskan tentang Pengertian Tindak Pidana dan Penegakan Hukum Pidana, Teori-Teori Tentang Pidana Dan Pemidanaan, Pengertian Keimigrasian dan Jenis-Jenis Imigrasi, Keimigrasian dalam Sistem Hukum di Indonesia, Asas-Asas Hukum Pidana dalam Tindak Pidana Di Wilayah Hukum Negara Indonesia.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini memuat pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta tahap terakhir yaitu analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan pembahasan tentang berbagai hal yang terkait langsung dengan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undang-Undang Keimigrasian (Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK), dan faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undag-Undang Keimigrasian (Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK).

V. PENUTUP

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana dan Penegakan Hukum Pidana

Tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan yang padanya diletakkan sanksi pidana. Dengan demikian dilihat dari istilahnya, hanya sifat-sifat dari perbuatan saja yang meliputi suatu tindak pidana sedangkan sifat-sifat-sifat-sifat orang yang melakukan tindak pidana menjadi bagian dari persoalan lain, yaitu pertanggungjawaban pidana. Terdapat pemisahan antara pertanggungajwaban pidana dan tindak pidana, yang dikenal dengan paham dualisme, yang memisahkan antara unsur yang mengenai perbuatan dengan unsur yang melekat pada diri orangnya tentang tindak pidana (C.S.T. Kansil, 2007: 28).

Berkaitan dengan definisi di atas, menurut Moeljatno yang dikutip oleh Tolib Setiady (2010: 9) menerangkan bahwa strafbaar feit(tindak pidana) adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

(26)

materiil maupun kerugian psikis dari korban, oleh karena itu diperlukan upaya penegakan hukum dalam mencegah dan menanggulani tindak pidana yang terjadi dalam tatanan hidup bermasyarakat.

Pengertian penegakan hukum dapat juga diartikan penyelenggaraan hukum oleh petugas penegak hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku (Kartosapoetra, 1988: 43).

Bertolak dari hal di atas, menurut Lawrence M. Friedman yang dikutip oleh Kartosapoetra (1988: 52) dalam menganalisis masalah hukum pidana tidak terlepas dari beroperasinya tiga komponen sistem hukum (legal system) yaitu komponen struktur, substansi dan kultur. Komponen struktur adalah bagian-bagian yang bergerak dalam suatu mekanisme, misalnya Pengadilan. Komponen substansi merupakan hasil aktual yang diterbitkan oleh sistem hukum dan meliputi pula kaidah-kaidah hukum yang tidak tertulis. Sedangkan komponen kultur adalah nilai dan sikap yang mengikat sistem hukum itu secara bersamaan dan menghasilkan suatu bentuk penyelenggaraan hukum dalam budaya masyarakat secara keseluruhan.

(27)

pengaduan atas terjadinya kejahatan pencurian dan kerjasama dengan aparat penegak hukum dalam usaha penanggulangan kejahatan, meskipun komponen struktur dan substansinya tidak begitu baik, dan bahkan masyarakat tidak menginginkan, prosedur formal itu diterapkan sebagaimana mestinya (Kartosapoetra, 1988: 71).

Penegakan hukum pidana berkaitan erat dengan kemampuan aparatur negara dan kepatuhan masyarakat terhadap aturan yang berlaku. Penegakan hukum pidana tersebut merupakan bekrjanya proses peradilan pidana dengan sistem terpadu (Integrated Criminal Justice System) yang dilakukan oleh Polisi dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Jaksa, Hakim, Advokat dan Lembaga Pemasyarakatan atas dasar hukum yang berlaku (Barda Nawawi Arif, 2010: 32).

Bekerjanya peradilan pidana secara terpadu demikian itu akan membawa kita kepada pemahaman secara sistematik, yaitu melihat unsur-unsur penegak hukum itu sebagai sub-sub sistem dari sitem peradilan pidana yang mengarah pada konsep penegakan hukum pidana. Dengan demikian, akan dapat dilihat sub-sub itu kepolisian, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), kejaksaan, kehakiman, dan lembaga pemasyarakatan bekerja dalam suatu proses yang saling berhubungan satu sama lain.

B. Pengertian Keimigrasian dan Jenis-Jenis Izin Keimigrasian

(28)

1 butir 1 menjelaskan bahwa “Keimigrasian adalah hal ikhwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia”.Berdasarkan defenisi tersebut dipahami bahwa perpindahan itu mempunyai maksud yang pasti, yakni untuk tinggal menetap dan mencari nafkah di suatu tempat baru, oleh karena itu, orang asing yang bertamasya, atau mengunjungi suatu konferensi internasional, atau merupakan rombongan misi kesenian atau olahraga, atau juga menjadi diplomat tidak dapat disebut sebagai seorang imigran.

Berdasarkan ketentuan Pasal 24 Undag-Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian dijelaskan bahwa:

(1) Setiap orang yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki izin keimigrasian.

(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri atas: a. Izin Singgah;

b. Izin Kunjungan; c. Izin Tinggal Terbatas; d. Izin Tinggal Tetap.

1. Izin Singgah

(29)

Izin singgah diberikan untuk jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diberikan izin masuk dan tidak dapat diperpanjang. Dalam hal jangka waktu 14 (empat belas) hari izin singgah terlampaui oarng asing belum dapat melanjutkan perjalanan karena suatu keadaan memaksa diluar kemampuannya atau keadaan darurat seperti kerusakan alat angkutm cuaca buruk, sakit dan lain sebagainya dapat diberikan batas waktu izin untuk tetap singgah oleh kepala kantor inigrasi dengan setiap kali pemberian 14 (empat belas) hari sampai paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diberikan izin masuk.

2. Izin Kunjungan

Izin kunjungan diberikan oleh pejabat imigrasi di tempat pemeriksaan imigrasi kepada orang asing mancanegara yang dibebaskan keharusan memiliki visa kunjungan, dan orang asing pemegang visa kunjungan. Izin kunjungan diberikan dalam rangka: Tugas pemerintahan, Usaha, Kegiatan sosial budaya, Kepariwisataan (Hadi Setia Tunggal, 2010: 7).

Izin kunjungan diberikan untuk jangka waktu:

a. Izin kunjungan untuk keperluan tugas pemerintahan tugas pemerintahan, kegiatan sosial budaya atau usaha diberikan selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diberikan izin masuk dan dapat diperpanjang paling banyak 5 (lima) kali berturut-turut, untuk setiap kali perpanjangan selama 30 (tiga puluh) hari.

b. Izin kunjungan untuk keperluan pariwisata diberikan selama 60 (enam) puluh hari terhitung sejak tanggal diberikan izin masuk dan tidak dapat diperpanjang.

c. Izin kunjungan ex visa kunjungan saat kedatangan diberikan selam 30 (tiga puluh) hari dan tidak dapat diperpanjang.

d. Izin kunjungan ex bebas visa kunjungan singkat diberikan selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diberikan izin masuk dan tidak dapat diperpanjang.

(30)

Persayaratan untuk memperoleh izin kunjungan adalah:

1). Memliki surat perjalanan (paspor) yang sah dan masih berlaku minimal 6 (enam) bulan.

2). Memilikithrough ticketatau return ticket yang masih berlaku. 3). Tidak termasuk dalam daftar pencegahan/penangkalan.

4). Memiliki visa kunjungan, kecuali yang dibebaskan dari keharusan memiliki visa dan telah memperoleh izin masuk.

3. Izin Tinggal Terbatas

Izin tinggal terbatas diberikan kepada:

a. Orang asing pemegang izin masuk dengan visa tinggal terbatas

b. Anak yang lahir dan berada di wilayah Indonesia yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin dari orang tua pemegang izin tinggal terbatas.

c. Anak yang lahir dan berada di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin dari ibu warga negara Indonesia dan ayahnya tidak memiliki ijin tinggal terbatas

d. Orang asing yang mendapat alih status izin kunjungan menjadi izin tinggal terbatas.

(31)

dan anak-anak sah di bawah umur dari Orang Asing, dan Repatriasi (Hadi Setia Tunggal, 2010: 8).

4. Izin Tinggal Tetap

Izin tingal tetap diberikan kepada orang asing untuk tinggal menetap di Indonesia. Perpanjangan izin tinggal tetap diajukan paling lama 60 (enam puluh) hari sebelum izin tinggal tetap berakhir. Dalam hal izin tinggal tetap berakhir sedangkan keputusan Direktur jenderal Imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal orang asing yang bersangkutan dapat memberikan perpanjangan sementara izin tinggal tetap paling lama (90) hari terhitung sejak izin tinggal tetap berakhir (Hadi Setia Tunggal, 2010: 8).

C. Keimigrasian dalam Sistem Hukum di Indonesia

Kajian dalam ilmu hukum terdapat beberapa ilmu hukum positif sebagai induk, yaitu ilmu hukum kepidanaan, ilmu hukum keperdataan, ilmu hukum kenegaraan, dan ilmu hukum internasional. Sejalan dengan perkembangan zaman, telah tumbuh pula berbagai cabang ilmu hukum sebagai disiplin hukum baru, seperti hukum administrasi negara, hukum agrarian, hukum pajak, hukum lingkungan, hukum ekonomi, dan hukum keimigrasian. Keimigrasian dapat dilihat dalam persfektif ilmu hukum pidana. Sebagai contoh, kewenangan imigrasi untuk melakukan penegakan hukum pidana yakni dalam hal menangkal dan mencegah penyalahgunaan izin keimigrasian di wilayah Indonesia.

(32)

asing yang berada di wilayah Indonesia, tetapi telah bertalian juga dengan pencegahan orang keluar wilayah Indonesia dan penangkalan orang masuk wilayah Indonesia demi kepentingan umum, penyidikan atas dugaan terjadinya tindak pidana keimigrasian, serta pengaturan prosedur keimigrasian dan mekanisme pemberian izin keimigrasian.

Hukum keimigrasian dalam sistem hukum di Indonesia harus mengikuti dan tunduk pada asas-asas dan kaidah hukum administrasi negara umum (algemene administratiefrecht). Beradasarkan penjelasan ketentuan umum Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian menegaskan bahwa dalam sistem hukum di Indonesia terdapat dua asas umum yang harus diterapkan dalam setiap implementasi peran keimigrasian, yaitu:

(33)

2. Asas legalitas, yaitu setiap tindakan pejabat administrasi negara dilaksanakan menurut ukuran hukum yang berlaku mencakup ukuran kewenangan, ukuran isi tindakan atau isi keputusan, ukuran tata cara melakukan tindakan atau membuat keputusan, sebab tindakan atau keputusan yang bertentangan dengan asas legalitas dapat mengakibatkan tindakan atau keputusan yang bersangkutan batal demi hukum.

Secara operasional fungsi penegakan hukum yang dilaksanakan oleh institusi Imigrasi Indonesia juga mencakup penolakan pemberian izin masuk, izin bertolak, izin keimigrasian, dan tindakan keimigrasian. Semua itu merupakan bentuk penegakan hukum yang bersifat administratif. Sementara itu, dalam hal penegakan hukum yang bersifatproyustisia (pidana) yang diatur dalam BAB VII Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, yaitu kewenangan penyidikan, tercakup tugas penyidikan (pemanggilan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penggeledahan, pemyitaan), pemberkasan perkara, serta pengajuan berkas perkara ke penuntut umum (Penjelasan BAB VII Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian).

D. Tindak Pidana Penyalahgunaan Izin Kemigrasian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian

(34)

(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

Ketentuan mengenai penyalahgunaan Izin Kemigrasian ditegaskan dalam Pasal 50 BAB VIII Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian yang menegaskan bahwa:

“Orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud pemberian izin keimigrasian yang diberikan kepadanya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).”

Berdasarkan sanksi yang terdapat dalam Pasal 50 BAB VIII Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian di atas merupakan suatu bentuk Undang-Undang yang menerapkan sanksi pidana dan sanksi denda. Menurut Leden Marpaung (2009: 108) memberikan penjelasan bahwa sanksi pidana (imprisonment) adalah suatu bentuk hukuman yang membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang yaitu berupa pidana penjara dan kurungan. Sedangkan hukuman denda (fine) merupakan jumlah yang dapat dikenakan pada pelaku pelanggaran juga diancamkan kejahatan yang adakalanya sebagai alternatif atau kumulatif.

(35)

di dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia baik itu Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA). Penegakan hukum keimigrasian terhadap Warga Negara Indonesia (WNI), ditujukan pada permasalahan:

a. Pemalsuan identitas

b. Pertanggungjawaban sponsor c. Kepemilikan paspor ganda

d. Keterlibatan dalam pelaksanaan aturan keimigrasian.

Penegakan hukum kepada Warga Negara Asing (WNA) ditujukan pada permasalahan:

a. Pemalsuan identitas Warga Negara Asing (WNA)

b. Pendaftaran orang asing dan pemberian buku pengawasan orang asing c. Penyalahgunaan izin tinggal

d. Masuk secara ilegal atau berada secara ilegal e. Pemantauan/razia

f. Kerawanan keimigrasian secara geografis dalam pelintasan.

E. Asas-Asas yang Berlaku dalam Tindak Pidana yang Terjadi Di Wilayah Hukum Negara Indonesia

(36)

ada baiknya bagi kita untuk mengenal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dahulu.

Kitab Undang Hukun Pidana (KUHP) berbeda dengan Kitab Undang-Undang Hukun Acara Pidana (KUHAP). KUHP mengatur mengenai tindakan-tindakan yang dilarang oleh hukum pidana dan hukumannya. Sedangkan KUHAP berisikan pedoman yang mengatur mengenai cara aparat penegak hukum dalam mengungkapkan suatu tindak pidana.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam rangka memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, maka asas-asas penegakan hukum dalam hukum pidana Indonesia guna menjiwai setiap pasal atau ayat agar senantiasa mencerminkan perlindungan terhadap hak asasi manusia dan penegakan hukum pidana di Indonesia, secara ringkas asas-asas tersebut sebagai berikut:

1.Asas legalitas

Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu terjadi (Nullum Delictum, Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali).

2.Asas Lex Certa atau Asas Bestimmtheitsgebot

(37)

3.Asas Non Retroaktif atau Asas Lex Temporis Delicti

Menentukan peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana tidak dapat diberlakukan surut(retroaktif)akan tetapi harus bersifatprospectif.

4.Asas Nullum Crimen, Nulla Poena Sine Lege Stricta

Tidak boleh menggunakan analogi di dalam menerapkan Undang-undang pidana.

5.Asas Nullum Crimen, Nulla Poena Sine Lege Scripta

Bahwa untuk memidana seseorang atau badan hukum harus berdasar atas hukum tertulis (written law), Suatu tindak pidana harus dirumuskan terlebih dahulu dalam Undang-undang pidana.

6.Asas Territorial

Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia. Asas ini diperluas lagi bahwa aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap oarang yang di luar Indonesia melakukan perbuatan pidana di dalam perahu Indonesia.

7.Asas Personalitas(Nasional Aktif)

Peraturan hukum Indonesia berlaku bagi setiap warga negara Indonesia, yang melakukan tindak pidana baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

8.Asas Perlindungan(Azas Nasional Pasif)

(38)

9.Asas Universal

Peraturan-peraturan Hukum pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana baik itu dilakukan di dalam negeri atau di luar negeri dan juga dilakukan oleh warga negara sendiri ataupun warga negara asing.

(Otje Salman, 2010: 83).

Sehubungan dengan asas-asas dalam hukum pidana nasional di atas, pandangan hukum pidana erat sekali hubungannya dengan pandangan umum tentang hukum, negara, masyarakat, dan kriminalitas (kejahatan). Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia. Asas ini diperluas lagi bahwa aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap oarang yang di luar Indonesia melakukan perbuatan pidana di dalam perahu Indonesia.

Asas-asas dan dasar-dasar pokok hukum pidana berdasarkan dan berlandaskan pancasila. Usaha pembaharuan hukum pidana didasarkan pada politik hukum pidana dan politik kriminal yang mencerminkan aspirasi nasional serta kebutuhan masyarakat saat ini dan untuk saat yang akan datang. Atas dasar prinsip itulah, prinsip yang telah ada diteruskan atas dasar prinsip wawasan nusantara di bidang hukum dan kodifikasi atas dasar keanekaragaman masyarakat Indonesia. Pencapaian sasaran ini dimaksudkan untuk menjamin keadilan hukum dan perasaan keadilan oleh masyarakat Indonesia yang beraneka ragam.

(39)

diberlakukan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian menjelaskan bahwa yang dimaksud Wilayah Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat wilayah Indonesia adalah seluruh wilayah Negara Republik Indonesia yang meliputi darat, laut, dan udara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(40)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya (Soerjono Soekanto, 1986: 43).

Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan secara yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara melihat dan menelaah penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undang-Undang Keimigrasian (Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK). Selain itu juga pendekatan ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari terhadap hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas hukum, konsepsi, pandangan, peraturan-peraturan hukum serta hukum yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini.

(41)

terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undang-Undang Keimigrasian (Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK).

B. Sumber dan Jenis Data

Jenis data dapat di lihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka (Soerjono Soekanto, 1986: 11).

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber pada dua jenis, yaitu: 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di lapangan. Dalam rangka penelitian lapangan terutama yang menyangkut pokok bahasan skripsi ini. Dalam hal ini data diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap beberapa penegak hukum dari Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, dan juga Dosen yang terkait dengan penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undang-Undang Keimigrasian (Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK).

2. Data Sekunder

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip dan menelaah peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen, kamus, artikel dan literatur hukum lainnya yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas, yang terdiri dari :

(42)

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI. 3. Undang-Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian.

4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman.

5. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami bahan hukum primer, seperti literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang di bahas dalam skripsi ini. Bahan hukum sekunder penelitian ini meliputi:

1. Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP.

2. Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Perkara Nomor: 103/Pid/2010/PT.TK.

(43)

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Menurut Ronny Hanitijo Soemitro (1990: 172) menjelaskan yang dimaksud dengan populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama. Populasi dalam penulisan skripsi ini adalah pihak-pihak yang berkaitan dengan penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undang-Undang Keimigrasian (Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK). Penentuan populasi dalam penelitian ini adalah Polisi, Jaksa, Penyidik PPNS Departemen Imigrasi, Hakim, dan Akademisi atau Dosen.

(44)

Adapun Responden dalam penelitian ini sebanyak 5 (lima) orang, yaitu: 1. Penyidik Kepolisian Polda Lampung = 1 orang 2. Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung = 1 orang 3. Penyidik PPNS Departemen Imigrasi Provinsi Lampung = 1 orang 4. Hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang = 1 orang 5. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung = 1 orang +

Jumlah = 5 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan skipsi ini, dilakukan dengan menggunakan dua cara sebagai berikut, yaitu:

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan penulis dengan maksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mencatat dan mengutip dari berbagai literatur, per-undang-undangan, buku-buku, media massa dan bahas tertulis lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.

b. Studi Lapangan (Field Research)

(45)

2. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, baik studi kepustakaan maupun studi lapangan, maka data diproses melalui pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali kelengkapan, kejelasan, dan relevansi dengan penelitian.

b. Klasifikasi data yaitu mengklasifikasi/mengelompokan data yang diperoleh menurut jenisnya untuk memudahkan dalam menganalisis data.

c. Sistematisasi data, yaitu malakukan penyusunan dan penempatan data pada setiap pokok secara sistematis sehingga mempermudah interpretasi data dan tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan.

E. Analisis Data

(46)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

(47)

yuridis (Pasal 50 Undang-Undang Keimigrasian), dan bisa juga bersifat administrasi (Pasal 42 Undang-Undang Keimigrasian).

Penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian sangat berkaitan erat dengan peranan aparatur penegak hukum itu sendiri. Selain itu, penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian meliputi beberapa hal yakni pemantauan keimigrasian dan operasional keimigrasian, dan kerjasama pengawasan, serta dengan menerapkan sanksi hukum secara tegas terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian yang dapat dilakukan dengan caraPro justitiadanNon pro justitia.

2. Faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undang-Undang Keimigrasian dalam Putusan Perkara Nomor 103/Pid/2010/PT.TK sebagai berikut:

a. Faktor hukum

Sanksi pidana dalam Pasal 50 Undang-Undang Keimigrasian masih rendah dan belum memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian.

b. Faktor penegak hukum

Belum adanya aparat penegak hukum yang sungguh-sungguh dalam memberantas tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian. Selain itu, tindakan dan sikap aparatur penegak hukum yang masih koruptif dalam menegakkan hukum.

c. Faktor fasilitas

(48)

berkoordinasi dengan pihak terkait yang khusus mengawasi keberadaan dan kegiatan orang asing yang ada di Indonesia.

d. Faktor masyarakat

Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemahaman keimigrasian. Selain itu masyarakat bersikap acuh tak acuh, tidak ada kepedulian karena perbuatan tersebut oleh masyarakat dianggap bukan merupakan tindak kejahatan.

e. Faktor budaya

Budaya masyarakat Indonesia yang pada umumnya senang bergaul dengan Warga Negara Asing tanpa mengetahui dengan jelas maksud dan tujuan kedatangannya ke Indonesia.

B. Saran

Adapun saran yang akan diberikan penulis berkaitan dengan penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian menurut Undang-Undang Keimigrasian (Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK) sebagai berikut:

(49)

penyalahgunaan izin keimigrasian dengan memperjelas struktur koordinasi antar pihak contohnya dalam menanggulangi penyalahgunaan izin keimigrasian sehingga fungsi hukum pidana dapat berjalan dengan baik. 2. Melalui penerapan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang

(50)

(Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK)

Oleh

Lucky Dina Ristama

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(51)

(Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK) (Skripsi)

oleh

Lucky Dina Ristama

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(52)

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 11

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 12

E. Sistematika Penulisan ... 21

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana dan Penegakan Hukum Pidana ... 23

B. Pengertian Keimigrasian dan Jenis-Jenis Izin Keimigrasian ... 25

C. Keimigrasian dalam Sistem Hukum di Indonesia ... 29

D. Tindak Pidana Penyalahgunaan Izin Kemigrasian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian ... 31

E. Asas-Asas yang Berlaku dalam Tindak Pidana yang Terjadi Di Wilayah Hukum Negara Indonesia... 33

III.METODE PENELITAN A. Pendekatan Masalah ... 38

B. Sumber dan Jenis Data ... 39

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 41

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 42

(53)

B. Gambaran Umum tentang Perkara Penyalahgunaan Izin Keimigrasian di Indonesia dalam Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK ... 46 C. Penegakan Hukum Pidana terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian

Menurut Undang - Undang Keimigrasian (Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK)... 49 D. Faktor - Faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana terhadap

Penyalahgunaan Izin Keimigrasian menurut Undang - Undang Keimigrasian (Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK) ... 72

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 81 B. Saran ... 83

(54)

Marwan, M. 2009. Rangkuman Istilah dan Pengertian Dalam Hukum. Reality Publisher. Surabaya.

Kansil, C.S.T. 2007. Pokok-Pokok Hukum Pidana, Hukum Pidana Untuk Orang. Pradnya Paramita. Jakarta.

Kartosapoetra, Rein. 1988. Pengantar Ilmu Hukum Lengkap. Bina Aksara. Jakarta.

Marpaung, Leden. 2009. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya. Bandung.

Nawawi Arif, Barda. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya. Bakti. Bandung.

_________________. 2010. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan. Kencana. Jakarta.

Raharjo, Satjipto. 1980.Masalah Penegakan Hukum. Sinar Baru. Jakarta. Salman, Otje. 2010.Teori Hukum. Refika Aditama. Bandung.

Setiady, Tolib. 2010. Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia. Alfabeta. Bandung.

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1989.Metode Penelitian Survey. Jakarta. Sudarto.1986.Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni. Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990.Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,

Ghalia Indonesia. Jakarta.

(55)

Universitas Lampung. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung Press. Bandar Lampung.

Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian.

Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Perkara Nomor: 103/Pid/2010/PT.TK.

(56)

Nomor 103/Pid/2010/PT.TK)

Nama Mahasiswa :Lucky Dina Ristama

No. Pokok Mahasiswa : 0812011206

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. NIP 19620817 198703 2 003 NIP 19600406 198903 1 003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(57)

1. Tim Penguji

Ketua :Diah Gustiniati M., S.H., M.H.

...

Sekretaris/Anggota :Gunawan Jatmiko, S.H., M.H.

...

Penguji Utama :Tri Andrisman, S.H., M.H.

...

2. Pj. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 19621109 198703 1 003

(58)

Lucky Dina Ristama dilahirkan di Bandar Lampung 9 Desember 1989, yang merupakan anak tunggal pasangan Bapak Sukoco dan Ibu Risma Bandarsyah, S.H.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Taruna Jaya Bandar Lampung pada tahun 1996, Sekolah Dasar Negeri 1 Wayhalim Bandar Lampung pada tahun 2002, penulis menyelesaikan studinya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 19 Bandar Lampung pada tahun 2005 dan Sekolah Menengah Atas YP Unila Bandar Lampung pada tahun 2008. Dengan mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa akhirnya penulis diterima di Fakultas Hukum Universitas Lampung pada Tahun 2008.

(59)

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNYA, maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerih payahku,

aku persembahkan sebuah karya ini kepada :

Papa dan Mama yang kuhormati, kusayangi, dan kucintai

Terima kasih untuk setiap pengorbanan kesabaran, kasih sayang yang tulus serta do’a demi keberhasilanku

Keluargaku yang senantiasa menemaniku dengan keceriaan dan kasih sayang

Guru-guruku

Semoga ilmu yang telah kalian berikan dapat berguna bagiku dan menjadi ladang amal bagimu

Sahabat-sahabatku yang selalu hadir menemaniku dalam suka maupun duka

(60)

Kunci sukses adalah kegigihan untuk memperbaiki diri, dan kesungguhan untuk mempersembahkan yang terbaik dari hidup ini.

“ Keberhasilan tak akan ada tanpa adanya usaha dan do’a ”

Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat, maka tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras; dan keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan

(61)

Alhamdulillahirobbil’alamien. Segala puji syukur hanyalah milik Allah SWT,

Rabb seluruh Alam yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyeleasaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul : PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN IZIN KEIMIGRASIAN MENURUT UNDANG-UNDANG KEIMIGRASIAN (Studi Putusan Nomor 103/Pid/2010/PT.TK).

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Pj. Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(62)

ini.

4. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. dan Ibu Dona Raisa, S.H., M.H. sebagai Pembahas Pertama dan Pembahas Kedua yang telah banyak memberikan kritikan, koreksi dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Sri Sulastuti, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

6. Bapak AKP Iryouw Sem Yohanis selaku responden dari Ditreskrim Polda Lampung, Ibu Jaksa Pratama Yuni Kusumardiati Ningsih, S.H. selaku responden dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Bapak Sutarto KS., S.H., M.H. selaku responden dari Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Bapak Kustono, S.H. selaku responden dari Wasdakim Imigrasi Kelas I Propinsi Lampung serta Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H. yang telah meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara demi penelitian skripsi ini.

7. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa disebutkan satu persatu, atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung dan Seluruh staf dan karayawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam proses akademis dan kemahasiswaan atas bantuannya selama penyusunan skripsi

(63)

Itu semua berkat dirimu.Iloveyou mama ku ....

9. PAPA ku tercinta yang tidak berhenti memberikan yang terbaik untuk diriku hingga aku dapat menyelesaikan kuliahku dengan baik dengan segala kasih sayang yang engkau berikan dari hari ke hari hingga aku mendapatkan gelar Sarjana Hukum.I love you papa ...

10. Seluruh saudaraku yang telah memberikan dukungan kepadaku.

11. M. Sofie Armando S.Ked. sii sapiikk putih ku tersayang yang telah banyak membantu memberikan dukungan waktu, semangat, dan perhatian begitu melimpah serta tiada hentinya mendengarkan keluh kesah ku dalam menyelesaikan skripsi ini.

(64)

14. Rekan-rekan Kampus ku , khusus nya anak-anak fakultas Hukum angkatan 2008. Viva justicia Hukum Jaya, Rekan-rekan Donkrak ku Terimakasih sudah menjadi kakak-kakak ku yang baik, Rekan-rekan Tunas Indonesia (TIDAR) kalian sahabatku tersayang, Teman-teman ku SMA YP UNILA Bandar Lampung, Buat rekan-rekan KKN Bandung Baru Pringsewu widia, tiara, tiia frestiia, robin, ronal, amal. Terimakasih sudah menjadi teman yang kompak, dan susah senang sudah banyak yang kita lalui di KKN.

15. Almamaterku tercinta yang sudah memberi banyak wawasan dan pengalaman berharga.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan tugas akhir ini di susun dalam rangka memenuhi syarat menyelesaikan perkuliahan guna memperoleh gelar Ahli Madya Komunikasi Terapan Fakultas Ilmu Sosial

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh sifat fisis, anatomi, dan sifat pengeringan tiga jenis kayu kurang dikenal dari hutan alam Papua, yaitu; briya

Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis skor dari metoda latihan lay up shoot dan metoda bounce and shoot terhadap keterampilan lay up shoot pada permainan bola basket

senam aerobik low impact terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan Hipertensi di Posyandu Lansia Desa Campurejo Kabupaten Bojonegoro.. Jenis penelitian adalah

Dari sisi tata guna lahan pertanian untuk budidaya tanaman, seluruh wilayah kecamatan di kabupaten Boyolali memiliki kesesuaian untuk dibudidayakan tanaman semusim, dan tanaman

Dari 17 jenis asam lemak yang terdapat pada daging ikan sidat sungai Palu dan danau Poso terdapat perbedaan kadar yang signifikan antara 16 jenis asam lemak

proses pendinginan mesin dengan memodifikasi saluran oli menuju ke sistem permesinan telah dilakukan oleh Suparmin Tedjo, dkk (2006) [3] menyatakan bahwa dengan

Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2012, dengan kami ini minta kepada Saudara Direktur untuk hadir dalam melakukan Pembuktian Kualifikasi dengan membawa berkas asli data perusahaan pada