• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLIKASI HUKUM PENCABUTAN IZIN USAHA BANK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLIKASI HUKUM PENCABUTAN IZIN USAHA BANK"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

IMPLIKASI HUKUM PENCABUTAN IZIN USAHA BANK

Oleh

RIYAN PRAYOGA

Pencabutan izin usaha bank membawa konsekuensi yang cukup besar. Banyak hal yang harus diselesaikan berkaitan dengan akibat pencabutan izin usaha tersebut. Diantaranya terhadap nasabah penyimpan dana dan pemegang saham minoritas, keduanya akan menjadi pihak yang tidak diuntungkan. Kemungkinan nasabah penyimpan dana akan kehilangan dana yang jumlahnya tidak sedikit. Oleh karena itu apabila seseorang mempunyai simpanan di sebuah bank maka hukum akan memberikan hak kepada orang yang menyimpan dana, dalam arti bahwa kepentingan nasabah penyimpan dana mendapatkan perlindungan hukum. Selain itu pemegang saham minoritas pun, kemungkinan menanggung akibat yang berupa kerugian dana yang diinvestasikan dari pencabutan izin tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah perlindungan hukum yang diberikan terhadap nasabah penyimpan dana dan pemegang saham minoritas.

Penelitian ini merupakan penilitian normatif dengan tipe penelitian bersifat deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui studi kepustakaan dan studi dokumen. Teknik analisis data secara kualitatif.

(2)

pengembalian dana investasi yaitu melalui dana sisa setelah proses likuidasi. Jika tidak terpenuhi, maka pemegang saham minoritas dapat mengajukan gugatan langsung (Direct Suit) berdasarkan Pasal 61 UUPT. Pemegang saham minoritas pun secara pidana dapat melaporkan kepada pihak berwajib berdasarkan ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Perbankan.

(3)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP

PERSEMBAHAN MOTTO

SANWACANA

Halaman

I. PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar belakang ... Error! Bookmark not defined.

B. Permasalahan dan ruang lingkup ... Error! Bookmark not defined.

C. Tujuan penelitian ... Error! Bookmark not defined.

D. Kegunaan penelitian ... Error! Bookmark not defined. II. TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. A. Pengertian bank ... Error! Bookmark not defined.

C. Kesehatan bank ... Error! Bookmark not defined.

D. Pencabutan izin usaha bank ... Error! Bookmark not defined.

E. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ... Error! Bookmark not defined.

F. Likuidasi Bank ... Error! Bookmark not defined.

G. Alur pikir ... Error! Bookmark not defined. III. METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. A. Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

B. Jenis Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

C. Tipe Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

D. Pendekatan Masalah ... Error! Bookmark not defined.

E. Data dan Sumber Data ... Error! Bookmark not defined.

F. Metode Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined.

G. Metode Pengolahan Data ... Error! Bookmark not defined.

(4)

Bookmark not defined.

(5)

Judul Skripsi : IMPLIKASI HUKUM PENCABUTAN IZIN USAHA BANK

Nama Mahasiswa : Riyan Prayoga

Nomor Pokok Mahasiswa : 0812011272

Bagian : Hukum Keperdataan

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Hj. Ratna Syamsiar, S.H.,M.H Dita Febrianto, S.H.,M.H

NIP 19550428 198103 2001 NIP 19840130 200812 1004

2.Ketua Bagian Hukum Keperdataan

Dr. Wahyu Sasongko, S.H.,M.Hum

(6)

MENGESAHKAN

1.Tim Penguji

Ketua : Ratna Syamsiar, S.H.,M.H ………

Sekretaris : Dita Febrianto, S.H.,M.H ………

Penguji Utama : Rilda Murniati, S.H.,M.Hum ………

2.Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S

NIP 19621109 198703 1 003

(7)

MOTTO

“Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan” (Anonim)

“Sesali masa lalu karena ada kekecewaan dan kesalahan, tetapi jadikan penyesalan itu sebagai senjata untuk masa depan agar tidak terjadi kesalahan

lagi” (Anonim)

(8)

PERSEMBAHAN

Atas berkah dan Ridho Allah SWT, Ku persembahkan karya sederhana ini kepada

Semua pihak yang telah mendukung dan menyemangatiku..

Papa, Mama yang selalu berdoa atas keberhasilan, dan kebahagiaanku, semoga suatu saat nanti aku dapat menggapai impian-impian terbaiku

Keluarga Besar Prof. Dr. Gurisiani, S.H dan sanak saudara yang telah memberikan motivasi, kepercayaan, dan perhatiannya.

Dan

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, pada tanggal 19 Oktober 1990, sebagai anak pertama dari enam bersaudara dari Bapak Mat Rohim dan Ibu Ria Sukma.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Sriwijaya Sukarame Bandar Lampung diselesaikan tahun 1996, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD N 1 Sukarame Bandar Lampung pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N 4 Prabumulih pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA N 2 Prabumulih pada tahun 2008.

(10)

Puji serta syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan berkah, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul :

“Implikasi Hukum Pencabutan Izin Usaha Bank”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelsaikan studi Strata 1 dan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum, Universitas Lampung. Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak memperoleh bimbingan, saran, motivasi dan kritik membangun dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.

Berkaitan dengan hal tersebut, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1.Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S sebagai Dekan Fakultas Hukum Unila.

2.Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum sebagai Ketua Bagian Hukum Keperdataan.

3.Ibu Aprilianti, S.H., M.H sebagai Sekretaris Bagian Hukum Keperdataan. 4.Ibu Ratna Syamsiar, S.H., M.H sebagai Pembimbing I yang senantiasa

memberikan waktu, saran, masukan dan bimbingannya yang sangat bermanfaat selama proses perbaikan dan penyelesaian penulisan skripsi ini.

(11)

7.Ibu Kasmawati, S.H., M.Hum sebagai Pembahas II yang telah memberikan waktu, saran dan bimbingannya guna perbaikan dan penyelesaian skripsi ini. 8.Seluruh dosen Fakultas Hukum Unila, terima kasih atas setiap ilmu yang telah

diberikan selama proses pendidikan di Fakultas Hukum Unila.

9.Bapak Sutarno, Ibu Siti, dan Pak Tris terima kasih atas arahan dan bantuan yang diberikan selama ini.

10.Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Unila atas segala bantuan dan kemudahan selama proses pendidikan.

11.Yogi, Reza, Ulil, Dika dan Pelangi yang senantiasa menyayangi dengan tulus, memberikan waktu dan tenaga untuk motivasi dan mendoakan keberhasilan. Semoga kelak dapat mempersembahkan kebahagian untuk kalian, aminn. 12.Febri Andela, Rendi Rega, Perry, Adit, Jay, Dewi Clara serta Puteri Puspa Sari

yang telah memberikan semangat dan duukungannya.

13.Teman-teman Fakultas Hukum Unila atas dukungan dan semangat yang diberikan.

14.Teman-teman KKN desa Tirtalaga Kabupaten Mesuji atas semua kebersamaan serta dukungannya.

(12)

Amin.

Bandar Lampung, Maret 2013 Penulis

(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu Negara, bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank telah menjadi bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter dari negara yang bersangkutan, bank tersebut menjadi milik masyarakat. Oleh karena itu eksistensinya bukan saja hanya harus dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri dan pengurusnya, tetapi juga oleh nasabah pada bank tersebut.

Kepentingan nasabah untuk menjaga eksistensi suatu bank menjadi sangat penting, lebih-lebih bila diingat bahwa ambruknya suatu bank akan mempunyai akibat rantai, yaitu menular kepada bank-bank yang lain, yang pada gilirannya tidak mustahil dapat sangat mengganggu fungsi sistem keuangan dan sistem pembayaran dari negara yang bersangkutan.1

Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan

1

(14)

mereka pada bank. Oleh karena itu bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dananya, terpelihara dengan baik dalam tingkat yang tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran, yang masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sistem tersebut. Kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, sehingga terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak.

Indonesia pernah mengalami krisis kepercayaan terhadap lembaga perbankan akibat krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 yang diawali dengan krisis nilai tukar.2 Krisis nilai tukar tersebut menyebabkan krisis yang berkepanjangan di berbagai bidang, salah satunya berdampak pada industri perbankan yang ditandai dengan banyaknya bank-bank yang dilikuidasi oleh pemerintah, sehingga berakibat hancurnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan.3 Hancurnya kepercayaan masyarakat ditandai dengan Rush sebagai akibat dari runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan nasional mengingat dana yang disimpan nasabah belum tentu dapat dikembalikan, Rush merupakan peristiwa pengambilan dana secara besar-besaran dan tiba-tiba oleh nasabah penyimpan dari bank-bank yang belum dilikuidasi.4 Oleh karena itu, perlindungan

2

Zulkarnain Sitompul. 2007. Lembaga Penjamin Simpanan : Substansi dan Permasalahan. Book Terrance & Library, Jakarta. hlm. 3.

3

Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank: ”likuidasi bank adalah tindakan penyelesaian seluruh dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank”. 4

(15)

kepada nasabah penyimpan pada saat bank dilikuidasi perlu diberikan, agar kedudukan tagihan dapat dimiliki nasabah penyimpan atas dana simpanannya. Krisis yang terjadi pada industri perbankan ini telah memperlihatkan kebutuhan akan perbaikan ketentuan yang mengatur lembaga perbankan. Untuk mengatasi hal itu pemerintah mengeluarkan kebijakan menjamin pembayaran kewajiban bank umum sebagai tindakan darurat guna mengatasi kekosongan hukum dalam menjamin pengembalian dana nasabah. Hanya saja, untuk memulihkan krisis tersebut tidak cukup dengan pendekatan yang bersifat darurat, namun dibutuhkan suatu sistem hukum yang relatif stabil.

Sebagai contoh Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.11/15/KEP.GBI/2009 tentang pencabutan izin usaha PT BPR Tripanca Setiadana. Pencabutan izin usaha ini merupakan langkah terakhir setelah berbagai langkah penyelamatan telah dilakukan. Hal ini disebabkan karena bank mengalami kesulitan likuiditas sehingga tidak dapat membayar kewajiban kepada supplier karena pembayaran dilakukan atas beban rekening tabungan PSP yang ada di BPR. Pencabutan izin usaha ini dimaksudkan untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat, yang lebih siap bersaing di pasar global.5

Berbagai upaya pembinaan Bank Indonesia terhadap PT BPR Tripanca Setiadana, antara lain meminta pemilik untuk melakukan perbaikan permodalan, menjaga

5

http://www1.lps.go.id/in/web/guest/bank-yang-dilikuidasi/-/asset_publisher/Z7el/content/pt-

bpr-tripanca-setiadana-dl;jsessionid=79AD77612D76E677093A911605BF6447?redirect=http%3A%2F%2Fwww1.lps.go

(16)

likuiditas bank agar tidak mengalami kesulitan likuiditas dan penghentian sementara kegiatan-kegiatan tertentu tidak dilakukan.

Hal tersebut terutama disebabkan karena direksi tidak menunjukan itikad baik untuk mematuhi ketentuan Bank Indonesia, serta melanggar berbagai pernyataan dan komitmen tertulis yang telah ditanda tangani di hadapan pejabat Bank Indonesia.

Bank Indonesia memang mempunyai tugas dan kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank-bank yang ada. Dalam Pasal 26 Undang-Undang No 6 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia ditentukan bahwa Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk :

1. Memberikan dan mencabut izin usaha bank

2. Memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank 3. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank

4. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan tertentu.

Dalam kasus PT BPR Tripanca Setiadana tersebut di atas, pencabutan izin usaha yang dilakukan oleh Bank Indonesia merupakan upaya terakhir untuk menyelamatkan sistem perbankan nasional. Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa Bank Indonesia telah melakukan upaya-upaya guna menyelamatkan bank tersebut, antara lain :6

1. Pemegang saham menambah modal

2. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan/atau direksi bank

6

(17)

3. Bank menghapus kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang macet, dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya

4. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain

5. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban 6. Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban bank keada

bank atau pihak lain.

Namun upaya tersebut tidak berhasil, sehingga Bank Indonesia harus memperhatikan kepentingan yang lebih besar, yaitu sistem perbankan nasional, jika hal tersebut tidak di perhatikan maka akan membahayakan sistem perbankan nasional. Oleh karena itu Pimipinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi.

(18)

orang yang menyimpan dana, dalam arti bahwa kepentingan nasabah penyimpan dana mendapatkan perlindungan hukum. Akan tetapi perlindungan itu tidak hanya ditujukan terhadap kepentingan penyimpanan dana saja melainkan juga kehendak dari penyimpan dana terhadap simpanan yang ada pada bank. Atas dasar hal tersebut maka pemilik simpanan berhak dan dapat melakukan penarikan dana simpanannya atau memberikan kuasa kepada orang lain untuk melakukan penarikan dana dalam hubungannya dengan perlindungan hukum ini.7 Namun aturan hukum mengenai perlindungan nasabah penyimpan dana tersebut telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, demikian juga simpanan nasabah pun telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (selanjutnya disebut UULPS).

Demikian juga dengan pemegang saham minoritas, yang selama ini ikut berinvestasi dalam bank, yang selanjutnya tidak terlibat langsung dalam pengurusan bank akan juga ikut menanggung akibat yang berupa kerugian materi (kehilangan dana yang diinvestasikan) dari pencabutan izin tersebut. Bentuk investasi yang popular saat ini adalah dengan investasi melalui porto folio saham atau dengan kata lain indirect investment. Investasi tersebut dengan menanamkan sejumlah modal kedalam bursa saham di lantai bursa. Selanjutnya pengelolaan investasi dikelola oleh perusahaan yang bersangkutan. Dalam kenyataannya akan membentuk dua komunitas pemegang saham, yaitu pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Terhadap pemegang saham mayoritas pada prinsipnya perlindungan hukum kepadanya cukup terjamin terutama melalui

7

(19)

mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang jika tidak dapat diambil keputusan secara musyawarah, akan diambil dengan keputusan yang diterima oleh mayoritas. Dari sinilah awal masalah terjadi, yakni jika keputusan diambil secara mayoritas, bagaimana kedudukan suara minoritasnya. Padahal suara minoritas juga mesti mendapat perlindungan, meskipun tidak harus sampai menjadi pihak yang mengatur perusahaan.8

Oleh karena itulah perlu dilakukan upaya-upaya hukum untuk memberikan perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana dan pemegang saham minoritas.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengambil penelitian

dengan judul ”IMPLIKASI HUKUM PENCABUTAN IZIN USAHA BANK”

B. Permasalahan dan ruang lingkup

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana akibat hukum dari pencabutan izin usaha bank. Untuk itu pokok bahasan adalah:

1.Bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana pada bank likuidasi ?

2.Bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas pada bank likuidasi ?

8

(20)

Lingkup bidang ilmu penelitian ini adalah hukum perdata, lingkup bahasan khususnya hukum perbankan mengenai perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana serta perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas dari bank likuidasi.

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan permasalahan dan pokok bahasan di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis :

1.Perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana bank likuidasi 2.Perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas bank likuidasi

D. Kegunaan penelitian

Sesuai dengan tujuan dari penelitian yang diuraikan, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, yaitu:

1. Kegunaan secara teoritis

Penelitian ini diharapkan berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dibidang ilmu hukum, yaitu hukum ekonomi khususnya mengenai perbankan terkait dengan perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana serta perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas pada bank yang dicabut izin usahanya.

2. Kegunaan secara praktis

(21)

nasabah penyimpan dana serta pemegang saham minoritas pada bank yang dicabut izin usahanya.

b) Sumber bacaan, referensi, dan khususnya informasi sebagai suatu bentuk dalam penyampaian pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan kepada pihak-pihak yang tertarik terhadap mekanisme perbankan yang dicabut izin usahanya.

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian bank

Menurut Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan Pasal 1 (2) :

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Bank adalah salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit, dan jasa-jasa keuangan lainnya. Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.1

Menurut Tunggal definisi bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dari jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.2

Kata bank berasal dari bahasa Italia ‘banca’ yang berarti ‘bence’ yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab, pada zaman pertengahan, pihak bankir Italy yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di

1

O.P Simorangkir, Kamus Perbankan, Cetakan kedua, Jakarta, Bina Aksara. 1989, hlm. 33. 2

(23)

bangku-bangku di halaman pasar. Istilah bank dimaksudkan sebagai suatu jenis pranata finansial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup beraneka ragam, seperti pinjaman, memberi pinjaman, mengedarkan mata uang, mengadakan pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan untuk benda-benda berharga, membiayai usaha-usaha perusahaan.3

Pengertian Bank Menurut G. M. Verryn Stuart, sebagaimana dikutip dari buku

“Bank Politik” mengatakan Bank adalah suatu badan yang bertujuan memuaskan

kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral.4

Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka pengertian Bank adalah salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa dengan memanfaatkan dana-dana dari pihak ketiga maupun dari modal para pemilik bank sendiri. Usaha tersebut untuk membangun kesejahteraan rakyat pada khususnya dan negara pada umumnya sesuai dengan kebijaksanaan ekonomi dan moneter yang digariskan oleh pemerintah.

Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut dengan hukum perbankan (Banking Law) yakni merupakan seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank,

3

A. Abdurrahman,1993, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Pradnya Paramita,Jakarta, hlm. 80.

4

(24)

perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas, dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut.5

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya bank merupakan suatu lembaga keuangan yang mempunyai fungsi sebagai mediator atau perantara bagi peredaran lalu lintas uang, yaitu dalam bentuk simpanan dan kemudian mengelola dana tersebut dengan jalan meminjamkanya kepada masyarakat yang memerlukan dana.

1. Nasabah penyimpan dana

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (17) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

Pengertian nasabah penyimpan dana (kreditur) yaitu sebagai giran, deposan, penabung ataupun pembeli surat berharga yang diterbitkan oleh bank. Bank selaku penerima dana nasabah sebagai simpanan dikelola oleh bank yaitu menggunakannya untuk ditanamkan sebagai aktiva produktif tanpa mengurangi kewajiban untuk menyediakan dana yang sewaktu-waktu atau pada tanggal jatuh temponya penarikan dana oleh nasabah yang bersangkutan. Penyediaan dana tersebut merupakan penanaman dalam alat likuid, yaitu kas, giro pada bank

5

(25)

Indonesia ataupun bank lain. Undang-Undang mewajibkan kepada bank selaku pengelola dan masyarakat yang dipercayakan kepadanya untuk memelihara kesehatan banknya yang meliputi aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas serta aspek lainnya yang berhubungan dengan usaha bank. Dalam melakukan usahanya bank diwajibkan melaksanakan prinsip kehati-hatian. Hal tersebut ditetapkan dalam Pasal 29 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang No.7 tahun 1992. Selanjutnya dalam pasal tersebut Ayat (4) dan (5) bank dalam memberikan kredit. Kegiatan usaha lainnya diwajibkan menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. Selain itu untuk kepentingan nasabah bank harus menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian transaksi nasabah yang dilakukan melakukan melalui bank.

Berdasarkan uraian di atas nasabah penyimpan dana merupakan nasabah yang mempercayakan dananya untuk disimpan pada bank, dengan ketentuan perjanjian yang telah disepakati oleh nasabah dan bank tersebut, dana yang disimpan dapat berupa tabungan, giro, deposito atau hal lain yang dipersamakan dengan itu sesuai ketentuan undang-undang.

2. Bentuk Hukum Perseroan Terbatas

Kata ’perseroan’ menunjuk kepada modalnya yang terdiri atas sero (saham). Sedangkan kata ’terbatas’ menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham

yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya.6 Perseroan terbatas dapat dibedakan berdasar besarnya modal dan jumlah

6

(26)

pemegang saham serta perolehan sahamnya menjadi PT Tertutup maupun PT Terbuka. Begitu pula dengan Bank yang berbentuk PT dapat berbentuk PT Tertutup maupun PT Terbuka.

Sebelum lahirnya Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pengaturan mengenai perseroan terbatas terdapat pada Undang-Undang No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas serta pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 40 Tahun 2007 (selanjutnya disebut UUPT) menyebutkan bahwa, “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.

Berbeda halnya dengan KUHD yang tidak secara eksplisit menyatakan bahwa PT adalah badan hukum, dalam UUPT dengan tegas dinyatakan bahwa keberadaan PT diakui sebagai badan hukum dan dianggap sebagai ’manusia’. Badan hukum adalah suatu badan yang ada karena hukum, dan memang diperlukan keberadaannya sehingga disebut sebagai legal entity. Oleh karena itu, maka disebut ’artificial person’ atau manusia buatan, atau ’person in law’ atau ’legal

person/rechtpersoon’.7

Dengan status PT sebagai badan hukum, maka sejak saat itu hukum memperlakukan pemilik atau pemegang saham dan pengurus atau direksi, terpisah

7

(27)

dari PT itu sendiri yang dikenal dengan istilah ’separate legal personality’ yaitu

sebagai individu yang berdiri sendiri. Hal ini dengan sebutan Corporate Personality, yang esensinya adalah suatu perusahaan mempunyai personalitas atau

kepribadian berbeda dari orang yang menciptakannya.8

Dari pengertian perseroan terbatas tersebut, maka konsekuensinya:9

1. Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Namun, hal tersebut tidak berlaku apabila pemegang saham yang bersangkutan melakukan beberapa hal sebagai berikut:10

a.persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi. b.langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan

perseroan untuk kepentingan pribadi.

c.terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan. d.langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan

kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

2. Kegiatan perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya. Artinya, perseroan yang bergerak di bidang perbankan maksud dan tujuannya harus sesuai, baik dengan ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Perbankan maupun undang-undang perubahannya. Dengan demikian, apabila suatu

8

Ibid., hlm. 131 9

Ibid., hlm. 132 10

(28)

perseroan terbatas akan bergerak di bidang usaha perbankan, harus menjalankan kegiatannya sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat.

Sebagai suatu badan hukum, pada prinsipnya perseroan terbatas dapat memiliki segala hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh setiap orang-perorangan, dengan pengecualian hal-hal yang bersifat pribadi, yang hanya mungkin dilaksanakan oleh orang-perorangan. Guna melaksanakan segala hak dan kewajiban yang dimilikinya tersebut, ilmu hukum telah merumuskan fungsi dan tugas dari masing masing organ perseroan tersebut, yang berbeda satu dengan yang lainnya.11

Organ-organ tersebut, yakni sebagai berikut: 1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

RUPS merupakan organ perseroan yang paling tinggi dan berkuasa untuk menentukan arah dan tujuan perseroan. RUPS memiliki segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Komisaris perseroan. RUPS mempunyai hak untuk memperoleh segala macam keterangan yang diperlukan yang berkaitan dengan kepentingan dan jalannya perseroan. Kewenangan tersebut merupakan kewenangan eksklusif yang tidak dapat diserahkan kepada organ lain yang telah ditetapkan dalam UUPT dan Anggaran Dasar.12

2. Direksi

Direksi adalah organ atau alat perlengkapan badan hukum sehingga adalah personifikasi dari badan hukum itu sendiri. Direksi PT bertindak mewakili PT sebagai badan hukum.13 Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan dan

11

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hlm. 77 12

Ibid., hlm. 78 13

(29)

jalannya perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Di dalam menjalankan tugasnya tersebut, direksi diberikan hak dan kekuasaan penuh, dengan konsekuensi bahwa setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh direksi akan dianggap dan diperlakukan sebagai tindakan dan perbuatan perseroan, sepanjang mereka bertindak sesuai dengan apa yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Perseroan.14 Direksi perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota direksi atau lebih. Namun, khusus untuk perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota direksi.15 Oleh karena itu, untuk bank berbentuk perseroan terbatas yang merupakan penghimpun dan pengelola dana masyarakat wajib memiliki 2 (dua) orang anggota direksi. 3. Komisaris

Undang-undang Perseroan Terbatas menugaskan komisaris untuk mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi perseroan. Pada umumnya, dalam praktek kegiatan perseroan, komisaris diberikan kewenangan untuk menyetujui atau tidak menyetujui tindakan-tindakan tertentu yang akan dilakukan oleh direksi perseroan, termasuk untuk menyetujui Laporan Tahunan yang akan disampaikan kepada pemegang saham untuk dibahas dalam RUPS Tahunan perseroan. Selain itu, membuka

No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,” Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Vol. 5 No. 3 (Desember 2007), hlm. 15

14

Ibid., hlm. 97 15

(30)

kemungkinan bagi komisaris untuk dalam hal-hal tertentu untuk bertindak mewakili perseroan dan bertindak untuk dan atas nama perseroan.16

1.Pemegang saham minoritas

Secara eksplisit pengertian pemegang saham minoritas tidak begitu dapat di definisikan, dikarenakan antara perusahaan yang satu dengan yang lain seringkali berbeda prosentase antara pemegang saham minoritas dan mayoritasnya.

Definisi minoritas tiap perusahaan pun berbeda-beda, akan tetapi pengertian pemegang saham minoritas dapat kita simpulkan dari ketentuan Pasal 79 Ayat (2) Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu satu orang pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar PT yang bersangkutan.

Pemegang saham minoritas juga dibedakan berdasarkan kedudukan dan kepentingannya, yaitu:17

a. Seluruh pemegang saham minoritas b. Pemegang saham minimal 1 % c. Pemegang saham minimal 10 % d. Pemegang saham minimal 1/3

e. Pemegang saham minoritas independent

16

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hlm. 123 17

(31)

Dalam banyak hal, undang-undang perseroan terbatas hanya membeda-bedakan hak para pemegang saham minoritas sebagai berikut :

a. Seluruh pemegang saham minoritas. Misalnya dalam ketentuan Pasal 62 Ayat (1), Pasal 100 Ayat (3) UUPT

b. Pemegang saham minimal 10 %. Misalnya ketentuan dalam Pasal 138 Ayat (3) huruf a UUPT.

Pemegang saham minoritas dan pemegang saham mayoritas mempunyai kepentingan yang seringkali bertentangan satu sama lain. Untuk itu agar dapat mencapai adanya suatu keadilan maka diperlukan suatu keseimbangan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas mendapatkan haknya secara proporsional.

Untuk menjaga kepentingan di kedua belah pihak dikenal adanya prinsip Majority Rule Minority Protection. Berdasarkan prinsip tersebut, maka setiap tindakan

perseroan tidak boleh membawa akibat kerugian terhadap pemegang saham minoritas perseroan terbatas. Banyak tindakan curang yang dapat dilakukan dalam perseroan oleh direksi yang dikontrol oleh pemegang saham mayoritas.18

Sebagai contoh tindakan yang mempunyai konflik kepentingan dengan direksi atau pemegang saham mayoritas, seperti akuisisi internal, self deadling dan tindakan corporate opportunity, menerbitkan saham lebih banyak sehingga pemegang saham minoritas tenggelam dengan saham yang dipegangnya, mengalihkan asset perusahaan lain sehingga nilai perusahaan yang mengalihkan tersebut menjadi kecil, tawaran berbagai cara untuk membeli saham-saham dari

18

(32)

pemegang saham minoritas, menjalankan perusahaan lain dengan cara membeli saham-saham dari pemegang saham minoritas; membuat pengeluaran perusahaan menjadi besar, seperti membayar gaji yang tinggi, sehingga perusahaan berkurang keuntungannya. Konsekuensinya deviden yang akan dibagikan kepada pemegang saham minoritas menjadi berkurang, tidak membagi deviden dengan berbagai alasan, memecat direktur dan/atau komisaris yang pro terhadap pemegang saham minoritas, menerbitkan saham khusus yang dapat merugikan pemegang saham minoritas dan menghilangkan pengakuan pre-emptive rights dalam anggaran dasar.19

Bagi pemegang saham mayoritas seringkali pihak pemegang saham minoritas seperti duri dalam daging. Terutama ketika perusahaan sudah mulai berkembang, dalam hubungan dengan pihak pemegang saham minoritas, pihak pemegang saham mayoritas mempunyai berbagai kepentingan, antara lain :20

a. Pihak mayoritas berniat untuk menanam lebih banyak lagi uang dalam perusahaan tersebut, tetapi pemegang saham mayoritas segan untuk mempertaruhkan uangnya jika ada pihak lain dalam perusahaan tersebut. b. Pemegang saham mayoritas melalui direksi yang diangkatnya bekerja cukup

keras untuk membesarkan perusahaan, sedangkan pemegang saham minoritas umumnya diam saja, tetapi dia ikut menikmati hasil dari perusahaan atas jerih payah pemegang saham mayoritas tersebut. Jadi dalam hal ini pemegang saham minoritas ibarat “ penunggang bebas ”.

c. Pihak pemegang saham mayoritas cenderung membeli saham dari pihak minoritas pada saat harga masih rendah, tidak masuk akal jika pembelian

19

Ibid, Di akses tanggal 17 febuari 2013. 20

(33)

saham tersebut dilakukan pada saat sahamnya menjadi mahal, dimana mahalnya saham tersebut juga akibat kerja keras dari pemegang saham mayoritas lewat direksi yang di nominasinya.

d. Pihak pemegang saham mayoritas cenderung tidak terlalu terbuka kepada pemegang saham minoritas berkenaan dengan keadaan financial perusahaannya. Hal tersebut agar pihak minoritas tidak memprotes penggunaan pemasukan perusahaan yang dianggap kurang layak, seperti membayar gaji dan bonus yang terlalu besar, jika keadaan keuangan perusahaan berkembang baik, maka membuka informasi kepada pihak minoritas akan cenderung membuat pemegang saham minoritas menjual sahamnya kepada pemegang saham mayoritas dengan harga yang mahal, jika nantinya pihak mayoritas ingin membeli saham tersebut.

Mengingat begitu dominannya posisi pemegang saham mayoritas dalam suatu perusahaan maka prinsip majority rule minority protection memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dengan memberikan hak-hak tertentu kepada pihak pemegang saham minoritas perseroan terbatas yakni dengan memberikan kesempatan kepada pemegang saham minoritas untuk mengambil inisiatif-inisiatif tertentu sehingga pelaksanaan bisnis perusahaan tidak menimbulkan kerugian terhadap kepentingannya.

(34)

hak untuk melarang perusahaan melakukan transaksi yang berbenturan kepentingan dengan direksi atau komisaris atau pemegang saham mayoritas. Selain hal tersebut di atas pemegang saham minoritas juga perlu diberikan hak untuk memaksa perusahaan untuk mengelola perusahaan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan atau dalam peraturan anggaran dasar perusahaan. Hal ini penting karena pelanggaran hukum oleh perusahaan juga akan mengakibatkan kerugian pada pemegang saham minoritas. Perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas diberikan dengan memberikan kompensasi atau ganti kerugian kepada pemegang saham minoritas apabila terbukti adanya suatu kerugian yang diderita.

Hak pemegang saham secara umum dapat disebutkan bahwa hak-hak pemegang saham itu berkaitan dengan antara lain :21

a. Hak untuk mengeluarkan suara

b. Hak untuk mengetahui jalannya perusahaan c. Hak untuk menerima keuntungan

d. Hak untuk memeriksa pembukuan perusahaan

e. Hak-hak yang berhubungan dengan likuiditas perusahaan f. Hak untuk menentukan pengurusan perusahaan.

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa ketujuh hak diatas seharusnya menjadi hak seluruh pemegang saham baik mayoritas maupun minoritas, sehingga tidak ada kesenjangan dalam hal menentukan arah kebijakan perusahaan.

21

(35)

C. Kesehatan bank

Salah satu faktor yang penting dari penyebab dilikuidasinya suatu bank adalah faktor peringkat kesehatan bank. Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia No 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan beberapa ketentuan sebagai berikut :

a. Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.

b. Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.

c. Bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

Sesuai ketentuan tersebut, kesehatan bank merupakan salah satu produk dari Bank Indonesia yang berkaitan dengan tugas pembinaan dan pengawasan. Selain berpegang pada prinsip kehati-hatian, terdapat langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan bank, antara lain :22

1. Menjaga Capital Adequacy Ratio (CAR);

2. Memperhatikan Batas Maksimal Pemberian Kredit (BMPK); 3. Menjaga Likuiditas;

4. Pengelolaan Loan to Deposit Ratio (LDR);

22

(36)

5. Pengelolaan Net Open Position (NOP); 6. Meminimalkan Non Performing Loan (NPL)

Menjaga CAR dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan meningkatkan modal disetor, penyertaan modal atau laba yang ditahan, BMPK harus benar-benar diperhatikan dalam pemberian kredit kepada siapapun, karena dari data yang ada, penyakit pelanggaran BMPK diderita hampir oleh semua bank, terutama dalam pemberian kredit pada perusahaan yang terafiliasi (suatu kelompok). Upaya menjaga likuiditas dilakukan berdasarkan penyebab timbulnya kesulitan likuiditas, apakah karena krisis kepercayaan atau karena mutu pelayanan yang kurang baik.

Pengelolaan LDR nya, misalnya apabila kredit sulit disalurkan, dan yang ada dapat dioperasikan pada Interbank Call Money. Dalam rangka mengelola NOP manajemen bank sebaiknya melakukan nilai lindung (hedging) bagi setiap transaksi yang dilakukannya atau memprioritaskan kredit ekspor yang dapat menghasilkan devisa. Terakhir bank harus berupaya meminimalkan NPL, yaitu dengan cara menganalisis setiap pemberian kredit.

Terkait hal tersebut, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Metode atau cara penilaian tingkat kesehatan bank tersebut di atas kemudian dikenal sebagai metode CAMEL (Capital Assets Management Earnings Liquidity).23

Metode CAMEL berisikan langkah-langkah yang dimulai dengan menghitung besarnya masing-masing rasio pada komponen-komponen berikut :

23

(37)

C : Capital (untuk rasio kecukupan modal bank)

A : Assets (untuk rasio-rasio kualitas aktiva)

M : Management (untuk menilai kualitas manajemen)

E : Earnings (untuk rasio-rasio rentabilitas bank) L : Liquidity (untuk rasio-rasio likuiditas bank)

Kelima faktor tersebut memang merupakan faktor yang menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor tersebut (apalagi apabila suatu bank mengalami permasalahan yang menyangkut lebih dari satu faktor tersebut), maka bank tersebut akan mengalami kesulitan.

Meskipun secara umum faktor CAMEL relevan dipergunakan untuk semua bank, tetapi bobot masing-masing faktor akan berbeda untuk masing-masing jenis bank. Dengan dasar ini, maka penggunaan faktor CAMEL dalam penilaian tingkat kesehatan bank dibedakan antara bank umum dan BPR. Bobot masing-masing faktor CAMEL untuk bank umum dan BPR ditetapkan sebagai berikut :24

No Faktor CAMEL Bank Umum BPR

1 Permodalan 25% 30%

2 Kualitas Aktiva Produktif 30% 30%

3 Kualitas Manajemen 25% 20%

4 Rentabilitas 10% 10%

5 Likuiditas 10% 10%

24

(38)

Dalam penilaian tingkat kesehatan bank, selain faktor CAMEL sebagaimana diuraikan di atas, juga dikaitkan dengan pelaksanaan ketentuan tertentu, yaitu ketentuan BMPK dan ketentuan Posisi Devisa Netto (PDN). Setiap pelanggaran terhadap ketentuan tersebut di atas akan mengurangi nilai kredit dalam penilaian tingkat kesehatan bank.

Berdasarkan penjumlahan nilai kredit dari faktor-faktor CAMEL sesuai bobotnya sebagaimana tabel di atas, kemudian dikurangi dengan penalti karena pelanggaran atas ketentuan yang mempengaruhi tingkat kesehatan, maka akan diperoleh total nilai kredit tingkat kesehatan bank. Total nilai kredit tersebut selanjutnya akan menentukan tingkat predikat kesehatan suatu bank sebagai berikut :25

• 81 – 100 predikat Sehat

• 66 - <81 predikat Cukup Sehat • 51 - <66 predikat Kurang Sehat • 0 - <51 predikat Tidak Sehat

Dengan mendasarkan acuan tersebut, nantinya bank akan dibagi atas beberapa kategori yakni ; sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat. Bank yang dilikuidasi adalah bank yang termasuk bank yang tidak sehat dan sebagian bank yang kurang sehat. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penilaian kesulitan bank yang dapat mengganggu kelangsungan usahanya dan perbankan secara keseluruhan.

Berdasarkan uraian di atas kesehatan bank adalah kondisi atau keadaan dimana aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas serta

25

(39)

aspek lainnya yang berhubungan dengan bank yang wajib dipelihara oleh bank tersebut sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

1.Bank yang bermasalah

Suatu bank dikatakan bermasalah jika bank yang bersangkutan mengalami kesulitan yang bisa mebahayakan kelangsungan usahanya, yakni kondisi usaha bank semakin memburuk, yang antara lain ditandai dengan menurunya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan rentabilitas serta pengelolaan bank yang tidak dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat. Ini berarti bank yang tidak bermasalah adalah bank yang kegiatan usahanya berkembang secara wajar, tanpa mengalami kesulitan yang berarti dalam segi permodalan, kualitas aset, likuiditas dan rentabilitas.26

Bank yang bermasalah dapat digolongkan kedalam dua kelompok, yaitu :

1) Bank yang bermasalah struktural, yakni bank yang kondisinya sudah tergolong sangat parah (tidak sehat) dan setiap saat dapat terancam kelangsungan hidupnya. Karakteristik bank yang masuk dalam kategori ini biasanya antara lain kualitas aktiva produktif tidak sehat, akumulasi rugi cukup besar yang mengakibatkan modal menjadi negatif serta likuiditasnya sangat buruk. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh campur tangan pemilik dalam pengelolaan manajemen cukup besar antara lain dapat dilihat dari besarnya kredit yang diberikan kepada grup atau kelompok dari pemilik;

26

(40)

2) Bank yang bermasalah non-struktural, biasanya campur tangan pemilik tidak atau belum terlalu jauh dan kemudian pemilik pemilik menyadari kesalahan tersebut. Sementara itu, meskipun rentabilitas bank cendrung memburuk akibat kualitas aktiva produksi yang juga kurang menggembirakan, namun modal bank masih mencukupi ketentuan penyediaan modal minimum. Bank yang masuk kategori ini tingkat kesehatanya biasanya kurang atau biasa juga tidak sehat.27

D. Pencabutan izin usaha bank

Pembubaran badan hukum bank terjadi karena dicabut izin usahanya, jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir, penetapan Pengadilan. Pembubaran badan hukum dilakukan oleh lembaga tertinggi dalam badan hukum yang bersangkutan, seperti untuk bank yang berbentuk hukum perseroan terbatas maka pembubaran harus oleh Rapat Umum Pemegang Saham, sedangkan untuk bank yang berbadan hukum Koperasi maka pembubaran dilakukan oleh Rapat Anggota.

Pencabutan izin usaha bank dilakukan oleh Pimpinan Bank Indonesia dikarenakan bank tersebut tidak dapat mengatasi kesulitanya atau keadaan bank yang bersangkutan membahayakan sistem perbankan nasional. Keadaan suatu bank dikatakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia, kondisi usaha bank semakin memburuk, antara lain ditandai dengan menurunya permodalan, kualitas aset,

27

(41)

likuiditas, dan rentabilitas, serta pengelolaan bank yang tidak dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat.

Sedangkan kriteria membahayakan sistem perbankan yaitu apabila tingkat kesulitan yang dialami dalam melakukan kegiatan usaha, suatu bank tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibanya kepada bank lain, sehingga pada giliranya akan menimbulkan dampak berantai kepada bank-bank lainya.

Pencabutan merupakan langkah akhir dari usaha untuk menyehatkan bank yang terkena kesulitan tersebut, jadi sebelumnya telah ditempuh langkah-langkah permulaan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 37 Ayat 1 Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang perbankan atas Undang-Undang-Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Bank Indonesia dapat melakukan tindakan baik secara langsung maupun tidak langsung, juga dapat dilakukan secara alternatif maupun kumulatif sesuai dengan kondisi bank yang bersangkutan.

1. Dasar pencabutan izin usaha dan likuidasi bank

Pengaturan mengenai pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi bank menganut beberapa prinsip :28

1). Bersifat lex specialis

Sifat lex specialis Undang-Undang Perbankan yang mendasari segala ketentuan tentang perbankan, tidak membahas mengenai pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi bank secara khusus. Hal ini menyebabkan perlunya pengaturan mengenai pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi bank secara khusus.

28

(42)

2). Memperkuat kedudukan nasabah penyimpan dana sebagai kreditur Usaha bank amat terkait dengan masyarakat, terutama dengan dana masyarakat yang menjadi penyimpan dana. Karena itu, dalam hal dilakukannya pencabutan izin usaha yang diikuti dengan likuidasi pada suatu bank menyebabkan kewajiban pembayaran terhadap nasabah penyimpan dana lebih diutamakan disbanding kreditur-kreditur lainnya. Namun tanpa mengabaikan kewajiban kepada kreditur-kreditur yang memiliki hak istimewa berdasarkan peraturan perundang-udangan yang berlaku seperti kreditur dengan hak tanggungan.

3). Pencabutan Izin Usaha dan Likuidasi merupakan usaha terakhir Pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi bank dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat pada perbankan. Oleh karena itu, sebelum melakukan pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi terhadap bank, maka Bank Indonesia terlebih dahulu akan melakukan upaya-upaya penyelamatan terhadap bank tersebut. Akan tetapi, jika upaya-upaya penyelamatan yang dilakukan ternyata tidak dapat mengatasi masalah yang dihadapi bank tersebut, dan keadaan bank tersebut membahayakan sistem perbankan maka Bank Indonesia dapat melakukan pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi terhadap bank tersebut.

4). Status, Kewajiban dan Tanggung Jawab Direksi, Dewan Komisaris dan Pemegang Saham

(43)

dengan persetujuan Bank Indonesia. Dalam hal harta kekayaan bank dalam likuidasi tidak cukup untuk memenuhi seluruh kewajiban bank dalam likuidasi tersebut maka kekurangannya wajib dipenuhi oleh anggota direksi dan anggota dewan komisaris serta pemegang saham yang turut serta menjadi penyebab kegagalan bank, dalam hal ini merupakan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris dan pemegang saham.

5). Pengawasan Likuidasi

Pengawasan dilakukan oleh Bank Indonesia. Dengan demikian selain pelaksanaan likuidasi dilakukan oleh lembaga yang benar-benar memahami tentang kegiatan usaha perbankan juga adanya kesinambungan pengawasan dari lahirnya suatu bank tersebut sampai pembubaran dan likuidasi bank.

E. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Pemberian jaminan kepada nasabah penyimpanan dana di bank, dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum, dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan terhadap Kewajiban Pembayaran BPR.

(44)

Bank Indonesia No. 31/67/DIR tanggal 11 Desember 1998 tentang Tata Cara Penjamin Pemerintah Terhadap Terhadap Kewajiban Pembayaran BPR Syari’ah.

Program-program penjaminan tersebut hanya bersifat sementara yaitu hanya 2 (dua) tahun sampai tanggal 31 januari 2000 dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 6 bulan.

Dan pada akhirnya setelah diundangkan Undang-Undang No 10 Tahun 1998 pada bank dibentuk lembaga penjamin simpanan hal ini berdasarkan Pasal 37B Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Dalam penyelenggaraan penjamin simpanan dana masyarakat pada bank, lembaga penjamin simpanan dapat menggunakan skim, diantaranya skim dana bersama, skim asuransi atau skim lainnya yang disetujui oleh Bank Indonesia.

Untuk merealisir Pasal 37B diundangkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (selanjutnya disebut UU LPS). Lembaga Penjamin Simpanan ini berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan. Hal ini diatur dalam Pasal 4 huruf a UU LPS. Menurut ketentuan Pasal 5 Ayat 1 UU LPS ini bertugas merumuskan atau menetapkan kebijaksanaan pelaksanaan penjamin simpanan. Akan tetapi yang harus diperhatikan semua bank yang menjalankan kegiatan usaha wajib menjadi peserta penjaminan. Hal ini diatur dalam Pasal 8 Ayat 1 undang-undang tersebut.

Untuk menjadi peserta penjaminan menurut ketentuan Pasal 9 : 1.Bank wajib menyerahkan dokumen sebagai berikut

(45)

b. Salinan dokumen perizinan bank

c. Surat keterangan tingkat kesehatan bank yang dikeluarkan oleh LPS yang dilengkepi dengan data pendukung

d. Surat pernyataan dari direksi, komisaris, dan pemegang saham bank.

2.Membayar kontribusi kepesertaan sebesar 0,1 % (satu per seribu) dari modal sendiri (ekuisitas) bank pada akhir tahun fiscal sebelumnya atau dari modal disetor bagi barang baru.

3.Membayar premi penjaminan

F. Likuidasi Bank

1. Pengertian likuidasi

Keberadaan bank yang berbentuk hukum sebagai perseroan terbatas dapat dihentikan dengan melakukan pembubaran, dimana pembubaran tersebut dapat dilakukan dengan berbagai alasan. Walaupun pembubaran telah dilakukan, biasanya bank tersebut masih memiliki aset, hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, pembubaran biasanya diikuti dengan pemberesan atau lebih dikenal dengan istilah “likuidasi”.29

Likuidasi bank adalah merupakan tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank. Jadi likuidasi bank bukanlah sekedar pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank, tetapi berkaitan dengan proses penyelesaian segala hak dan kewajiban dari suatu bank yang dicabut izin usahanya. Setelah

29

(46)

suatu bank dicabut izin usahanya, dilanjutkan lagi dengan proses pembubaran badan hukum bank yang bersangkutan, dan seterusnya dilakukan proses pemberesan berupa penyelesaian seluruh hak dan kewajiban (piutang dan utang) bank sebagai akibat dari pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank.30

Kemudian dalam perkembangannya, terdapat beberapa istilah yang ada kaitannya dengan likuidasi, yaitu :31

1. Dissolution, yaitu rangkaian proses yang terdiri dari proses pemberhentian badan hukum dan bisnis perusahaan, penjualan aset, pembagian hasil penjualan aset kepada para pihak yang berhak dan dalam proses ini dilakukan juga proses pembubaran. Terdapat 3 (tiga) macam dissolusi, yaitu :

a. Dissolusi Sukarela (voluntary dissolution), yaitu disolusi yang dilakukan atas rekomendasi dari salah satu atau lebih organ perseroan dan diputus oleh RUPS. b. Dissolusi Administrasi (administrative dissolution), yaitu dissolusi yang dilakukan atas perintah pemerintah karena perusahaan tidak memenuhi prosedur hukum tertentu atau karena alasan demi kepentingan umum. Dissolusi ini dilakukan tidak secara sukarela sehingga disebut juga involuntary dissolution. c. Dissolusi judisial (judicial dissolution), merupakan salah satu involuntary dissolution yang diperintahkan oleh Pengadilan karena permohonan dari pemegang saham, kreditor atau negara karena alasan-alasan khusus.

2. Winding up, yaitu suatu proses dimana perusahaan yang sudah diputuskan untuk dilikuidasi diangkat likuidatornya, asetnya dikumpulkan dan dibagikan

30

Ibid, hlm. 58 31

(47)

kepada para kreditor, pemegang saham atau kepada pihak lainnya yang berhak. Istilah ini di beberapa negara disamakan dengan likuidasi, seperti halnya likuidasi disamakan dengan dissolusi.

3. Termination, merupakan pengakhiran suatu perusahaan setelah proses likuidasi selesai. Pengertian ini dapat disamakan dengan pembubaran menurut hukum Indonesia.

G. Alur pikir

Pembinaan dan Pengawasan oleh

BI

Penilaian Tingkat Kesehatan Bank

Bank Sehat

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Dana Perlindungan Hukum Terhadap

Pemegang Saham Minoritas

Bank Bermasalah

Upaya Penyelamatan oleh BI

Pencabutan Izin Usaha

(48)

Keterangan :

(49)

III. METODE PENELITIAN

A. Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologi, sistematis, dan konsisten. Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, maka diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.

(50)

Jenis penelitian adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum. Penelitian asas-asas-asas-asas hukum dilakukan terhadap kaidah-kaidah hukum yang merupakan patokan-patokan berperilaku dan bersikap tindak yang pantas. Penelitian tersebut dapat dilakukan (terutama) terhadap bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, sepanjang bahan-bahan tadi mengandung kaedah hukum.1

Penenitian terhadap asas-asas hukum mungkin bertitik tolak dari bidang-bidang tata hukum(tertulis) tertentu, dengan cara mengadakan identifikasi terlebih dahulu terhadap kaidah-kaidah hukum yang telah dirumuskan, contohnya di dalam perundang-undangan tertentu.2

Dalam konteks penelitian ini, penulis akan memaparkan mengenai perlindungan hukum yang harus diberikan kepada nasabah penyimpan dana serta pemegang saham minoritas, berkenaan dengan pencabutan izin usaha bank yang pernah terjadi, sehingga akan dapat memberikan saran-saran atau pertimbangan-pertimbangan yang harus diperhatikan dalam upaya pencabutan izin usaha bank.

C. Tipe Penelitian

Berdasarkan permasalahan pada pokok bahasan dalam penelitian ini, maka tipe penelitian adalah tipe deskriptif, yaitu mendeskripsikan secara jelas, rinci dan sistematis tentang mekanisme mengenai perlindungan hukum yang harus diberikan kepada nasabah penyimpan dana serta pemegang saham minoritas,

1 Soerjono Soekanto. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

hlm 70. 2

(51)

yuridis yang ada, atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.

D. Pendekatan Masalah

Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif yaitu pendekatan yang berdasarkan pada ilmu tentang kaedah yang membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan rumusan kaedah hukum. Sehingga berpedoman pada studi pustaka, buku-buku dan literatur-literatur serta sumber tertulis lainnya yang berhubungan dengan pencabutan izin usaha bank. Pendekatan pustaka ini dimaksudkan untuk mendapatkan bahan-bahan dari peraturan perundang-undangan, ajaran-ajaran ilmu pengetahuan hukum, doktrin, terutama yang ada di dalam hukum perdata yang berkaitan langsung dengan bahasan pada penulisan skripsi ini.3

E. Data dan Sumber Data

Berdasarkan jenis penelitian yang dikemukan diatas, maka data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer sebagai berikut:

Data primer adalah data yang diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, adapun data yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Bahan Hukum Primer

3

(52)

ini adalah :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.

c. Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

d. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

e. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Iembaga Penjamin Simpanan. f. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1998 tentang

Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.

g. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

h. Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/166/KEP/DIR tanggal 11 Desember 1998 tenang Persyaratan dan Tata Cara Penjamin Pemerintah Terhadap Kewajiban BPR.

i. Surat Keputuan Direksi Bank Indonesia No. 31/67/DIR tanggal 11 Desember 1998 tentang Tata Cara Penjamin Pemerintah Terhadap Terhadap Kewajiban Pembayaran BPR Syari’ah.

(53)

ilmu pengetahuan hukum khususnya mengenai perbankan serta sumber tertulis lainnya seperti makalah, tulisan, pamplet, dan lain-lain.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum yang melengkapi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier ini dapat diperoleh dari Kamus Besar Bahasa Indonesia.

F. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini digunakan pendekatan teori, metode, teknik, dan analisis normatif. Dan dalam hal ini dipergunakan data sekunder yang diperoleh dari perpustakaan, yaitu berupa peraturan-perturan perundangan, teori-teori hukum normatif dan pendapat para sarjana terkemuka dibidang ilmu hukum, yang dalam hal ini dibatasi sifat keilmuan yaitu hukum perbankan, dengan memperhatikan bidang lain yang mendukung pemecahan masalah.

Penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan serta meneliti bahan-bahan pustaka yang merupakan data sekunder yang berhubungan dengan judul penelitian dan pokok permasalahan. Jika dimungkinkan juga menggunakan data primer sebagai penguat. Bahan- bahan yang dicatat meliputi permasalahan argumentasi, langkah-langkah yang diambil serta konsekuensi dan alternatif pemecahan masalah.

G. Metode Pengolahan Data

(54)

apabila ada data-data yang salah akan dilakukan perbaikan dan terhadap data yang kurang lengkap akan diadakan penambahan.

b. Klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data menurut kerangka yang telah ditetapkan.

c. Sistematika data yaitu penyusunan data secara sistematis yaitu sesuai dengan pokok bahasan sehingga memudahkan analisis data.

H. Metode Analisis Data

Dalam penelitian hukum. Analisis data dapat diperoleh dengan dua macam cara yaitu analisa secara kualitatif dan analisa kuantitatif. Analisa kualitatif yaitu menguraikan data ke dalam bentuk kalimat yang disusun secara terperinci, sistematis, dan analitis. Sedangkan analisa kuantitatif yaitu menguraikan data dalam bentuk kalimat, tabel-tabel, dan angka-angka.

Dalam penelitian ini analisis data dilakukan dengan cara kualitatif yaitu dengan cara menguraikan data dalam bentuk kalimat secara terperinci dan sistematis.

(55)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1.Perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana bank likuidasi dapat dilakukan dengan dua cara, perlindungan secara implisit, yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan, pembinaan bank yang efektif oleh Bank Indonesia. perlindungan secara eksplisit, yaitu dengan melalui Lembaga Penjamin Simpanan. Perlindungan hukum kepada nasabah penyimpan dana dengan pengembalian dana nasabah melalui Lembaga Penjaminan Simpanan yaitu bank berhak mengajukan klaim kepada LPS dan LPS wajib membayar kepada nasabah penyimpan dana apabila telah ada verifikasi berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang No 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

(56)
(57)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993.

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas, Cet. 3, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.

Bank Indonesia, Bank Indonesia : Bank Sentral Republik Indonesia (Tinjauan Kelembagaan, Kebijakan, dan Organisasi), Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia, Jakarta, 2003.

Chatamarrasjid, Penerobosan cadar perseroan dan soal-soal aktual hukum perusahaan. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

____________, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil), Kapita Selekta hukum Perusahaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Dendawijaya, Lukman, Manajemen Perbankan, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor, 2009.

Fenty, Viola, Pemberian Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Dalam Likuidasi, (Jakarta : Skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000).

Fuady, Munir , Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-undang Tahun 1998 Buku Kesatu, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

____________, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas. CV Utomo. Jakarta, 2005.

____________, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung. 1999.

(58)

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional, Prenada Media, Jakarta, 2005.

Husein, Yunus, Masalah Hukum Mengenai Jaminan Dana Masyarakta dan Lembaga Penjamin sinpanan, BPHN, Jakarta, 1999.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2004.

Pramono, Nindyo, Sertifikasi Saham PT Go Publik dan Hukum Pasar Modal di Indonesia. PT Citra Aditya Bakti, Bandung. 2001.

____________, “Tanggung Jawab dan Kewajiban Pengurus PT (Bank) Menurut UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,” Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Vol. 5 No. 3 (Desember 2007).

Prasetya, Rudhi, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Cetakan ketiga, Citra Aditya Bakti, Bandung. 2001.

Purwoningsih, Eko, Pencabutan Izin Usaha Dan Likuidasi PT Bank Asiatic:Kajian Yuridis Praktis, Jakarta : Sripsi pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005

Simorangkir, O.P, Kamus Perbankan, Cetakan kedua, Bina Aksara. Jakarta, 1989. Sitompul, Zulkarnain, Lembaga Penjamin Simpanan : Substansi dan

Permasalahan. Book Terrance & Library, Jakarta. 2007.

____________, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2002.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 1984.

Suyanto, Thomas, dkk, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997.

Tunggal, Dasar-Dasar Akutansi Perbankan. Ghalia Indonesia, Bogor, 1994. Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, PT Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta, 2001.

(59)

No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Iembaga Penjamin Simpanan. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/166/KEP/DIR tanggal 11 Desember 1998 tenang Persyaratan dan Tata Cara Penjamin Pemerintah Terhadap Kewajiban BPR.

Surat Keputuan Direksi Bank Indonesia No. 31/67/DIR tanggal 11 Desember 1998 tentang Tata Cara Penjamin Pemerintah Terhadap Terhadap Kewajiban Pembayaran BPR Syari’ah.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

C. Internet

http://www1.lps.go.id/in/web/guest/bank-yang-dilikuidasi/-

/asset_publisher/Z7el/content/pt-bpr-tripanca-setiadana-dl;jsessionid=79AD77612D76E677093A911605BF6447?redirect=http%3A%2F%2Fww

w1.lps.go.id%2Fin%2Fweb%2Fguest%2Fbank-yang-dilikuidasi%3Bjsessionid%3D79AD77612D76E677093A911605BF6447%3Fp_p_id%3 D101_INSTANCE_Z7el%26p_p_lifecycle%3D0%26p_p_state%3Dnormal%26p_p_mod e%3Dview%26p_p_col_id%3Dcolumn-2%26p_p_col_count%3D1a. Diakses tanggal 2 April 2013.

Referensi

Dokumen terkait

macologic agents for this application: WAY 100635 or other silent antagonists provide superior potentiation of SSRIs’ acute effects on 5-HT transmission compared with pindolol,

[r]

It was subse- quently demonstrated that lithium also increases bcl-2 levels in C57BL/6 mice (Chen et al 2000), and in human neuroblastoma SH-SY5Y cells in vitro (Manji et al 2000b);

Pemilihan model ini adalah lantaran sifat atau gaya pengurusan konflik yang terdapat dalam model ini yang sama dengan apa yang dianjurkan oleh Islam.. Walaupun sudah terdapat

Alsintan yang paling banyak digunakan oleh para petani di lapang berdasarkan hasil wawancara dengan 60 responden secara berurutan adalah: (a) traktor 65%; (b) thresher 53%; (c)

Berdiskusi kegiatan apa saja yang sudah dimainkannya hari ini, mainan apa yang paling disukai.. Bercerita pendek yang berisi

Selain itu, program pelatihan juga akan dilakukan secara rutin, sehingga dapat membantu perusahaan dalam meningkatkan performa kerja karyawan, yang dapat membantu perusahaan

pengetahuan terus berkemabang pesat tidak dapat dihambat dan temuan-temuan baru ditemukan oleh pakar, senjata pembunuh manusia semakin canggih, teknologi informasi seolah-olah