EFEK VARIASI WAKTU ROTARY BALL MILL PADA
SERBUK NdFeB TERHADAP MIKROSTRUKTUR,
DENSITAS, dan SIFAT MAGNETNYA
SKRIPSI
LYA OKTAVIA SIMANJUNTAK
100801032
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
EFEK VARIASI WAKTU ROTARY BALL MILL PADA
SERBUK NdFeB TERHADAP MIKROSTRUKTUR,
DENSITAS, dan SIFAT MAGNETNYA
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
LYA OKTAVIA SIMANJUNTAK
100801032
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERSETUJUAN
Judul : Efek Variasi Waktu Rotary Ball Mill Pada Serbuk
NdFeB terhadap Mikrostruktur, Densitas, dan Sifat Magnetnya
Kategori : Skripsi
Nama : Lya Oktavia Simanjuntak Nomor Induk Mahasiswa : 100801032
Program Studi : Sarjana (S1) Fisika Departemen : Fisika
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Agustus 2014
Disetujui Oleh
Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing, Ketua
PERNYATAAN
EFEK VARIASI WAKTU ROTARY BALL MILL PADA
SERBUK NdFeB TERHADAP MIKROSTRUKTUR,
DENSITAS, dan SIFAT MAGNETNYA
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, Agustus 2014
PENGHARGAAN
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugerahNya penulis dapat menyelesaikan studi selama perkuliahan dan dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul : “EFEK VARIASI WAKTU ROTARY BALL MILL PADA SERBUK NdFeB TERHADAP MIKROSTRUKTUR, DENSITAS, dan SIFAT MAGNETNYA”. Yang dilaksanakan di Laboratorium Keramik dan Gelas P2F LIPI Serpong Tangerang Selatan sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Skripsi ini disusun sebagai syarat akademis dalam menyelesaikan studi program sarjana (S1) Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis menyadari bahwa selama proses hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini banyak sekali bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar – besarnya kepada :
1.
Kedua orang tua saya yang tersayang Ayahanda H.Simanjuntak danIbunda M.Napitupulu yang tulus menyayangi penulis dan tak henti – hentinya memberikan nasehat, Doa, motivasi serta materi maupun moril. Dan kepada yang tersayang Abang (Frenky B.T. Simanjuntak & Agustin J.P Simanjuntak), Kakak (Hotny Elfrida Simanjuntak), Vario, Cindy dan Sikembar Jose-Jessen, dengan segala kelebihan dan kekurangan, kalian membuat penulis bangga mempunyai keluarga seperti kalian.
2.
Bapak Dr. Sutarman M.Sc selaku Dekan Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas suatera Utara, Medan.3.
Bapak Dr. Marhaposan Situmorang selaku ketua Departemen Fisika4.
Bapak Ir. Muljadi M.Si dan Bapak Drs. Syahrul Humaidi M.Sc selaku Dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.5.
Bapak Dr. Bambang Widyatmoko, M.Eng, selaku Kepala Laboratorium Pusat Penelitian Fisika P2F – LIPI Serpong.6.
Bapak Prof. Pardamean Sebayang, Bapak Candra Kurniawan S.Si, Bapak Prof. Masno Ginting, Ibu Ayu Yuswita Sari S.Si, Mas Lukman Faris, Amd, mas Boiran, Mas Ibrahim, selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan bimbingan, waktu dan tenaga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.7.
Ibu Dr. Diana Alemin Barus M.Sc selaku Dosen wali penulis selama mengikuti perkuliahan.8.
Seluruh Staf dosen, Pembantu Dekan, Pegawai Departemen, dan Pegawai Foto Copy (Kak Reni & Kak Ana) Departemen Fisika FMIPA USU9.
Buat „Kurcaci‟ yang selalu memberikan Doa, dukungan, motivasi danwaktu bagi penulis.
10.
Teman – teman Stambuk Lucky (2010) : Ruth Mentari H, Theresya S, Ataran Hadiman M, Samuel H, Dahniar H, Citra Wara, Usi Damayanti, Eka Sari, Juliana S, Lasmini S, Riady S, Marisa M, Zailani R, Siti Nuraini, Gunawan S, Amin O S, Faisal S, Jenery, Sri anugrah, Emidola P, Layla, Riki E, Riki D, Esnaria, Melisa, Roulina, Ririn, Rika, Rahel, Sri Ita, Desi S,Juan, Maysarah, Lamhot, Ronald, Baginda, Wiharja, Fransiskus, Sahat, Rony, Desmar, Jantiber, Jekson, Baik, Anthony, Nasrul, Rumianto, Bewa, Edy, Fadly, Ikhwan, Irman, yang telah memberikan kesan dan kenanganmanis bagi penulis selama masa perkuliahan. “Always Love You All”.
11.
Seluruh Adik – adik FISIKA USU angkatan 2011, 2012, dan 2013.12.
Kakak dan Adek Penghuni “Terompet 11” Kak Hanna, Kak Juni, KakChristin, kak Elva, Sarah Sitorus, Ramona M, Rani, Desti, yang tak henti –
henti memberikan semangat, Doa dan dukungan kepada penulis.
14.
Kak Delovita, Kak Yola dan kepada mereka yang tidak dapat saya sebutkan namanya yang telah mendukung penulis, saya ucapkan terima kasih.Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan terdapat banyak kekurangan. Oeh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Agustus 2014
EFEK VARIASI WAKTU ROTARY BALL MILL PADA
SERBUK NdFeB
TERHADAP MIKROSTRUKTUR, DENSITAS, dan SIFAT
MAGNETNYA
ABSTRAK
Telah dilakukan proses penghalusan serbuk NdFeB dengan menggunakan rotary ball mill dalam kondisi kering (dry milling) dan dalam kondisi basah (wet milling), untuk proses wet milling digunakan media milling cairan toluen. Bahan
yang digunakan adalah Serbuk NdFeB tipe MQP-B+10118-70. Waktu milling
baik secara kering maupun basah di variasi: 1,5,10, dan 20 jam. Kemudian dilakukan karakterisasi diameter partikel serbuk dengan PSA, dan karakterisasi densitasnya menggunakan piknometer. Untuk pengujian mikrostruktur dengan SEM, bulk density, sifat magnet (fluks density) dilakukan pada sampel berbentuk
pelet. Lalu sampel serbuk yang telah di milling dengan berbagai variasi waktu milling, di cetak dengan tekanan 25 kgf/cm2, dan dengan menambahkan bahan perekat celuna sebanyak 5 % berat, hingga membentuk pelet dengan diameter 1 cm. Selanjutnya sampel pelet di keringkan (curing) selama 1 jam pada suhu 1800C. Sampel pelet yang telah kering di analisa mikrostruktur dengan menggunakan SEM, dan diukur bulk density menggunakan metode archimedes. Sebagian sampel pelet yang telah kering lainnya di magnetisasi dengan impulse magnetizer pada tegangan 1300 Volt DC. Sampel pelet yang telah dimagnetisasi
di ukur fluks density menggunakan gaussmeter. Dari nilai densitas fluks magnet sampel, diperoleh sampel terbaik yaitu sampel hasil milling 1 jam yang memiliki nilai densitas fluks magnet sebesar 1917.6 Gauss dalam metode dry mill dan nilai
densitas fluks magnet sebesar 1861.6 Gauss dalam metode wet mill. Sedangkan
sampel terburuk adalah sampel hasil milling 20 jam yang memiliki nilai densitas fluks magnet sebesar 1384.4 Gauss dalam metode dry mill dan nilai densitas fluks
magnet sebesar 1069.8 Gauss dalam metode wet mill.
EFFECT OF TIME VARIATION OF THE ROTARY BALL MILL AT
NdFeB POWDER ON MICROSTRUCTURE, DENSITY AND MAGNETIC
PROPERTIES
ABSTRACT
The milling process of powder NdFeB has been done by using rotary ball mill in dry and wet condition, where milling in wet condition is used liquid toluen as milling media. The NdFeB Powders MQPB+ 10118-70, is used for this experiment. Milling time for dry and wet condition was varried : 1, 5, 10, and 20 hours. Then this powder was characterized particle size distribution used PSA, and characterized powder density by using picnometer. Sample in form pellet was used for measurement of microstructure, bulk density and magnetic properties (flux density). So samples after milling were formed pellet diameter 1 cm with pressure 25 kgf/cm2 and added celuna binder about 5 % wt. Then the sample
pellets were curred at 180oC for 1 hour. The pellet samples were measured microstructure by using SEM and bulk density by using archimedes method. Also pellet samples after curring were magnetized by using impulse magnetizer at 1300 volt DC, and flux density was measured by using the Gaussmeter. From the result of fluks density, The best sample is a sample obtained by milling 1 hour that have magnetic flux density 1917.6 Gauss for dry mill method and 1861.6 Gauss for wet mill method. While the worst sample is a sample obtained by milling 20 hours that have magnetic flux density 1384.4 Gauss for dry millmethod and 1069.8
Gauss for wet mill method.
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak vi
Abstract vii
Daftar isi viii
Daftar Gambar xi
Daftar Tabel xiii
Daftar Lampiran xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Batasan Masalah 3
1.4. Tujuan Penelitian 4 1.5. Manfaat Penelitian 4
1.6. Tempat Penelitian 4
1.7. Sistematika Penulisan 4 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Magnet Secara Umum 6
2.2 Bahan Magnetik 7
2.3 Klasifikasi Soft dan Hard Magnetik Material 10
2.3.1 Magnet Permanen 11 2.3.1.1 Magnet Permanen NdFeB 12 2.3.1.1.1 Unsur Pemadu Pada Magnet NdFeB 12 2.3.1.1.2 Struktur Kristal Magnet NdFeB 15 2.3.1.1.3 Sifat Fisis Magnet NdFeB 16 2.3.1.1.4 Karakteristik Magnet NdFeb
TerhadapTemperatur 17 2.3.1.1.5 Fabrikasi Magnet NdFeB 17 2.3.1.1.6 Ketahanan Magnet NdFeB Terhadap korosi 17
2.3.2 Magnet Remanen 18
2.4 Kurva Histerisis Magnet 18
2.5 Mechanical Milling 21
2.5.1 Bahan Baku 21
2.5.2 Tipe Milling 21
2.6 Proses Kompaksi 25
2.7 Karakterisasi 26
2.7.1 Particle Size Analyzer 26
2.7.2 Densitas 28
2.7.3 XRD (X-Ray Difractometer) 30 2.7.4 SEM (Scanning Electron Microscope) 32 BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 36 3.1.1 Tempat Penelitian 36 3.1.2 Waktu Penelitian 36
3.2 Alat dan Bahan 36
3.2.1 Alat 36
3.2.2 Bahan 37
3.3 Diagram Alir Penelitian 38 3.4 Variabel Eksperimen 39 3.4.1 Variabel Penelitian 39 3.4.2 Variabel Percobaan yang Diuji 39 3.5 Prosedur Penelitian 39
3.5.1 Proses Milling 39
3.5.2. Pembuatan Sampel Uji 40
3.6 Pengujian 40
3.6.1 Analisis Ukuran Diameter Partikel Serbuk
Magnet NdFeB 40
3.6.2 Sifat Fisis 41
3.6.2.1. Analisis Densitas Serbuk Magnet NdFeB 41 3.6.2.2. Analisis Bulk Density Sampel Pelet
Magnet NdFeB 42
3.6.3 Sifat Magnet 43
3.6.3.1 Analisa Densitas Fluks Magnetik Sampel
Pelet Magnet NdFeB 43 3.6.4 Analisa Struktur Serbuk Magnet NdFeB 43 3.6.5 Pengamatan Mikrostruktur Sampel Pelet NdFeB 43 BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi Hasil Penelitian 45 4.1.1 Ukuran Diameter Partikel Serbuk Magnet NdFeB 45
4.1.2 Sifat Fisis 49
4.1.2.1 Densitas Serbuk 49 4.1.2.2 Bulk Density 50 4.1.3 Hasil Pengujian Sifat Magnet 52
4.1.3.1 Pengujian Densitas Fluks Magnetik
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 61
5.2. Saran 62
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Klasifikasi Bahan Magnetik 10 Gambar 2.2. Struktur Atom Unsur Neodymium 12 Gambar 2.3. Struktur Atom Unsur Besi 13 Gambar 2.4 Struktur Atom Unsur Boron 14 Gambar 2.5 (a) Sel Satuan Tetragonal Nd2Fe14B (b) Prisma Trigonal
Yang Mengandung Atom Boron Dalam Struktur Nd2Fe14B 15
Gambar 2.6 Magnet NdFeB Yang Telah Dicoating/Pelapisan 18 Gambar 2.7 (a) Kurva Histerisis Material Magnet Untuk Soft Magnetik 20
(b)Kurva Histerisis Material Magnet Untuk Hard Magnetik 20 Gambar 2.8 Wadah Milling Dalam Alat Rotary Ball Mill 23 Gambar 2.9 Bola Mill Yang Digunakan Dalam Alat Rotary Ball Mill 24 Gambar 2.10 Skema Geometri Difractometer 32 Gambar 2.11 Skema Prinsip Dasar SEM 35 Gambar 3.1. Skema Diagram Alir Penelitian Bonded Magnet
NdFeB Dengan Variasi Waktu Milling 38 Gambar 4.1 Grafik Hasil Pengukuran PSA Serbuk NdFeB Hasil
Milling Dengan Metode Dry Mill 46 Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengukuran PSA Serbuk NdFeB Hasil
Milling Dengan Metode Wet Mill 48 Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Nilai Densitas Serbuk setelah dimilling
Dalam Metode dry Mill dan Metode wet Mill 50 Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Nilai Densitas Fluks Magnetik
Sampel Pelet Magnet NdFeB Setelah Dimilling Dalam
NdFeB Tanpa Milling 55 Gambar 4.7 Hasil Pengamatan Mikrostruktur Dari Bonded Magnet
NdFeB Hasil Milling 56
Gambar 4.8 Grafik Hasil Karakterisasi XRD Untuk Serbuk NdFeB
Tanpa Milling 58
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Perbandingan Karakteristik Magnet Permanen 11 Tabel 2.2 Informasi Dasar Unsur Neodymium 13 Tabel 2.3 Informasi Dasar Unsur Besi 14 Tabel 2.4 Informasi Dasar Unsur Boron 15 Tabel 2.5 Sifat Fisis Magnet NdFeB Tipe MQP-B+10118-70 16 Tabel 4.1 Hasil pengukuran PSA Untuk Serbuk NdFeB Tanpa Milling 46 Tabel 4.2 Hasil pengukuran PSA Untuk Serbuk NdFeB Hasil
Milling Dengan Metode Dry Mill 46 Tabel 4.3 Hasil pengukuran PSA Untuk Serbuk NdFeB Hasil Milling
Dengan Metode Wet Mill 47 Tabel 4.4 Hasil pengujian Densitas Serbuk Hasil Milling Dengan
Metode Dry Mill dan Wet Mill 49 Table 4.5 Hasil pengujian Bulk Density Hasil Milling Dengan
Metode Dry Mill dan Wet Mill 51 Tabel 4.6 Hasil pengujian Densitas Fluks Magnet Hasil Milling Dengan
Metode Dry Mill dan Wet Mill 53
DAFTAR LAMPIRAN
EFEK VARIASI WAKTU ROTARY BALL MILL PADA
SERBUK NdFeB
TERHADAP MIKROSTRUKTUR, DENSITAS, dan SIFAT
MAGNETNYA
ABSTRAK
Telah dilakukan proses penghalusan serbuk NdFeB dengan menggunakan rotary ball mill dalam kondisi kering (dry milling) dan dalam kondisi basah (wet milling), untuk proses wet milling digunakan media milling cairan toluen. Bahan
yang digunakan adalah Serbuk NdFeB tipe MQP-B+10118-70. Waktu milling
baik secara kering maupun basah di variasi: 1,5,10, dan 20 jam. Kemudian dilakukan karakterisasi diameter partikel serbuk dengan PSA, dan karakterisasi densitasnya menggunakan piknometer. Untuk pengujian mikrostruktur dengan SEM, bulk density, sifat magnet (fluks density) dilakukan pada sampel berbentuk
pelet. Lalu sampel serbuk yang telah di milling dengan berbagai variasi waktu milling, di cetak dengan tekanan 25 kgf/cm2, dan dengan menambahkan bahan perekat celuna sebanyak 5 % berat, hingga membentuk pelet dengan diameter 1 cm. Selanjutnya sampel pelet di keringkan (curing) selama 1 jam pada suhu 1800C. Sampel pelet yang telah kering di analisa mikrostruktur dengan menggunakan SEM, dan diukur bulk density menggunakan metode archimedes. Sebagian sampel pelet yang telah kering lainnya di magnetisasi dengan impulse magnetizer pada tegangan 1300 Volt DC. Sampel pelet yang telah dimagnetisasi
di ukur fluks density menggunakan gaussmeter. Dari nilai densitas fluks magnet sampel, diperoleh sampel terbaik yaitu sampel hasil milling 1 jam yang memiliki nilai densitas fluks magnet sebesar 1917.6 Gauss dalam metode dry mill dan nilai
densitas fluks magnet sebesar 1861.6 Gauss dalam metode wet mill. Sedangkan
sampel terburuk adalah sampel hasil milling 20 jam yang memiliki nilai densitas fluks magnet sebesar 1384.4 Gauss dalam metode dry mill dan nilai densitas fluks
magnet sebesar 1069.8 Gauss dalam metode wet mill.
EFFECT OF TIME VARIATION OF THE ROTARY BALL MILL AT
NdFeB POWDER ON MICROSTRUCTURE, DENSITY AND MAGNETIC
PROPERTIES
ABSTRACT
The milling process of powder NdFeB has been done by using rotary ball mill in dry and wet condition, where milling in wet condition is used liquid toluen as milling media. The NdFeB Powders MQPB+ 10118-70, is used for this experiment. Milling time for dry and wet condition was varried : 1, 5, 10, and 20 hours. Then this powder was characterized particle size distribution used PSA, and characterized powder density by using picnometer. Sample in form pellet was used for measurement of microstructure, bulk density and magnetic properties (flux density). So samples after milling were formed pellet diameter 1 cm with pressure 25 kgf/cm2 and added celuna binder about 5 % wt. Then the sample
pellets were curred at 180oC for 1 hour. The pellet samples were measured microstructure by using SEM and bulk density by using archimedes method. Also pellet samples after curring were magnetized by using impulse magnetizer at 1300 volt DC, and flux density was measured by using the Gaussmeter. From the result of fluks density, The best sample is a sample obtained by milling 1 hour that have magnetic flux density 1917.6 Gauss for dry mill method and 1861.6 Gauss for wet mill method. While the worst sample is a sample obtained by milling 20 hours that have magnetic flux density 1384.4 Gauss for dry millmethod and 1069.8
Gauss for wet mill method.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kebutuhan akan magnet permanen setiap tahun semakin meningkat terutama untuk kebutuhan hardware komputer dan energi. Suatu magnet permanen harus mampu menghasilkan densitas fluks,B magnet yang tinggi dari suatu volume magnet tertentu, stabilitas magnetik yang baik terhadap efek temperature dan waktu, serta memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh diamagnetisasi. Pada prinsipnya, suatu magnet permanen haruslah memiliki karakteristik minimal dengan sifat kemagnetan remanen, Br dan koersitifitas intrinsik JHc, serta temperature curie, Tc yang tinggi. Dalam 100 tahun belakangan,
berbagai kelas magnet permanen telah dikembangkan oleh para peneliti. Di awal abad 19 baja martensit digunakan sebagai magnet permanen. Dengan kandungan Co ~ 30 s/d 40 % dapat dihasilkan magnet permanen dengan Br ~0,90 T dan
(BH)max ~7,6 kJ.m-3. (M.M.Ccaig,1987)
Magnet baja martensit dengan kandungan cobalt ini merupakan magnet terbaik pada masa tersebut. Namun dalam beberapa puluh tahun terakhir, telah terjadi perkembangan yang pesat dalam penelitian dibidang magnet permanen sehingga sejumlah fasa magnetik baru dengan energi yang lebih tinggi telah ditemukan. Magnet Alnico misalnya, pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1930-an memiliki nilai (BH)max dua kali lipat magnet baja. Pada tahun 1950-an
dikembangkan magnet permanen kelas keramik dengan formula MO(Fe2O3)6
dimana M adalah Barium atau stronsium yang kemudian dikenal sebagai magnet Ferrite, yang memiliki energi dan remanen yang lebih rendah dari magnet ferrit namun memiliki koersitivitas yang jauh lebih tinggi. Kemudian tahun 1970-an untuk pertama kali ditemukan magnet kelas tanah jarang (rare earth ermanent magnets), yaitu Sm2Co17 yang memiliki polarisasi, remanen dan korsitifitas yang
tinggi. (G.Hoffer,1966)
Sehingga popularitas magnet ini dikalangan industri pemakai menurun. Dalam perkembangannya, dibutuhkan material magnetik dengan kekuatan kemagnetan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Pada tahun 1980 ditemukan magnet Neodymium Iron Boron (NdFeB) yang memiliki sifat magnet yang tinggi (remanensi, koersitivitas, dan BHmaks) jika dibandingkan dengan magnet
permanen yang telah ditemukan sebelumnya. Magnet ini mulai dikomersilkan sejak November 1984 (Novrita,2006)
Karakteristik magnet permanen yang paling tinggi saat ini adalah Neodymium Iron Boron (NdFeB) yang memiliki nilai produk energi maksimum sampai
dengan 450 kJ/m3. (Novrita,2007)
Namun, selain memiliki sifat magnet yang tinggi (remanensi, koersitivitas, dan BHmaks) magnet NdFeB ini memiliki Temperatur Curie (Tc) yang rendah,
sehingga sulit untuk diaplikasikan pada suhu tinggi. Bahan ini juga memiliki ketahanan korosi yang relative rendah sehingga dalam aplikasinya diperlukan
surface treatmen melalui coating atau pelapisan (M.Drak, 2007)
Dalam aplikasinya magnet NdFeB dapat berukuran lebih kecil, dan dapat digunakan dalam berbagai bidang, seperti pada peralatan elektronik, motor listrik, sensor/tranduser, industri otomotif, industry Petrokimia, produk peralatan kesehatan, dll. (Novrita,2006)
Teknologi magnet untuk menghasilkan material magnetik dengan kualitas tinggi sangat ditentukan oleh teknologi proses material. Untuk itu perlu dilakukan penelitian pembuatan magnet ini, mengingat magnet NdFeB memiliki kelebihan dan sangat menguntungkan.
Pada Penelitian ini akan dilakukan pembuatan bahan magnet NdFeB menggunakan metode mechanical milling. Metode mechanical milling ini dipilih
karena metode ini disamping memiliki memiliki beberapa keunggulan untuk skala komersial, diantaranya metode ini sangat sederhana, murah dan loss dari produk
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, maka penulis merumuskan beberapa hal yang menjadi masalah dalam penelitian ini. Diantaranya:
1. Bagaimana efek variasi waktu Rotary Ball Mill serbuk NdFeB dengan
Metode Dry Milling dan Wet Milling terhadap mikrostruktur, densitas dan
sifat magnetik?
2. Bagaimana cara pembuatan magnet NdFeB yang memiliki karakterisasi yang lebih baik dari penelitian – penelitian sebelumnya.
1.3 Batasan Masalah
Untuk mendapatkan suatu hasil penelitian dari permasalahan yang ditentukan, maka perlu ada pembatasan masalah penelitian. Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini yakni :
1. Bahan baku serbuk NdFeB yang digunakan adalah serbuk NdFeB tipe MQP-B+ 10118-70.
2. Variabel – variabel yang mempengaruhi nilai fluks density magnetik sampel adalah waktu milling, temperatur dalam proses curing, dan waktu
penahanan dalam proses curing, namun dalam penelitian ini, variabel yang
divariasikan adalah waktu rotary ball mill. Dalam penelitian ini dilakukan
variasi waktu milling yaitu 1 jam, 5 jam, 10 jam, dan 20 jam dalam kondisi dry mill dan wet mill.
3. Parameter – parameter yang dianalisa antara lain analisa densitas serbuk magnet NdFeB yang digunakan dengan alat piknometer, analisa ukuran partikel serbuk magnet NdFeB menggunakan PSA, analisa struktur serbuk NdFeB yang dilakukan dengan XRD, analisa Bulk Density pelet magnet
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada Penelitian ini adalah:
1. Menguasai preparasi serbuk NdFeB dengan metode Rotary Ball Mill.
2. Mengetahui efek variasi waktu milling serbuk NdFeB dengan variasi
waktu 1 jam, 5 jam, 10 jam, dan 20 jam, dengan metode Dry Milling dan Wet milling terhadap karakterisasi mikrostruktur, densitas, dan sifat
magnetnya.
3. Mengetahui waktu optimum Rotary Ball Mill yang dapat menghasilkan
diameter partikel terkecil.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Menjadi rujukan bagi penelitian – penelitian selanjutnya. 2. Menguasai teknologi pembuatan magnet permanen NdFeB.
3. Mengetahui korelasi antara ukuran partikel bahan dengan densitas, dan juga mengetahui korelasi antara Ukuran partikel dengan sifat magnet bahan.
1.6Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Uji Material Keramik dan Gelas, kelompok Rekayasa Material, Pusat Penelitian Fisika LIPI Gd. 440 Kawasan PUSPITEK Serpong, Desa Setu, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Kode Pos 15310, Provinsi Banten, Indonesia.
1.7Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada masing – masing bab adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data, serta pembahasan.
Bab III Metodologi Penelitian
Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian, prosedur penelitian, pengujian sampel.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Magnet Secara Umum
Magnet adalah suatu materi yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet juga merupakan material maju yang sangat penting untuk beragam aplikasi teknologi canggih, berfungsi sebagai komponen pengubah energi gerak menjadi listrik dan sebaliknya, seperti: otomotif, elektronik dan energy. (Collocott, S.J.,2007).
Fenomena magnetisme (kemagnetan) sebenarnya telah diamati manusia sejak beberapa abad sebelum masehi. Pada masa lampau magnet dikenal sebagai sebuah material berwarna hitam yang disebut lodestone dan dapat menarik besi
serta benda – benda logam lainnya. Batu magnet ditemukan pertama kali di Magnesia, Asia kecil dan penggunaannya dalam praktek yang pertama dipertunjukkan oleh bangsa Cina pada tahun 2637 sebalum Masehi, berupa kompas kutub (kompas penunjuk kutub bumi).Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam. Sebuah magnet terdiri atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnet-magnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub magnet pada ujung logam.
2.2 Bahan Magnetik
Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap adanya pengaruh kemagnetan, bahan dapat digolongkan menjadi 5 yaitu diamagnetik, paramagnetik, feromagnetik, anti ferromagnetik, dan ferrimagnetik (ferri).
a. Diamagnetik
Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing-masing atom/ molekulya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit dan spin elektronnya tidak nol. Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan mengubah gerakannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan dengan medan magnet luar tersebut. Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron. Karena atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik. Suatu bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya. Permeabilitas bahan ini: µ< , dengan suseptibilitas magnetik bahan < 0. Nilai bahan diamagnetik mempunyai orde -10-5m3/kg. Contoh bahan diamagnetik yaitu: bismut, perak, emas, tembaga dan seng. (Halliday & Resnick, 1978).
b. Paramagnetik
akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan magnet luar.
Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar.Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya. Dalam bahan paramagnetik, medan B yang dihasilkan akan lebih besar dibanding dengan nilainya dalam hampa udara. Suseptibilitas bahan paramagnetik adalah >0 sedangkan permeabilitasnya adalah µ > . Contoh bahan paramagnetik : alumunium, magnesium dan wolfram.
c. Feromagnetik
Bahan ferromagnetik mempunyai resultan medan magnet atomis besar, hal ini disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ini banyak spin elektron yang tidak berpasangan, masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan menimbulkan medan magnetik, sehingga medan magnet total yang dihasilkan oleh satu atom menjadi lebih besar (Halliday & Resnick, 1978). Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi diantara atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok, kelompok inilah yang dikenal dengan domain.
Contoh bahan ferromagnetik : besi, baja.
d. Anti Ferromagnetik
Bahan yang menunjukkan sifat antiferromagnetik, momen magnetik atom atau molekul, biasanya terkait dengan spin elektron yang teratur dalam pola yang reguler dengan tetangga spin (pada sublattices berbeda) menunjuk ke arah yang berlawanan. Hal ini seperti ferromagnetik dan ferrimagnetik, suatu bentuk dari keteraturan magnet. Umumnya, keteraturan antiferromagnetik berada pada suhu yang cukup rendah, menghilang pada dan diatas suhu tertentu. Suhu Neel adalah suhu yang menandai berubahan sifat magnet dari antiferromagnetik ke paramagnetik. Diatas suhu Neel bahan biasanya bersifat paramagnetik.
Pada bahan antiferromagnetik terjadi peristiwa kopling momen magnetik diantara atom – atom atau ion ion yang berdekatan. Peristiwa kopling tersebut menghasilkan terbentuknya orientasi spin yang antiparalel. Satu set dari ion magnetik secara spontan termagnetisasi dibawah temperature kritis (dinamakan temperature Neel). Temperatur Neel menandai perubahan sifat magnet dari anti ferromagnetic ke paramagnetik. Suseptibilitas bahan anti ferromagnetic adalah kecil dan dan bernilai positif. Suseptibilitas material ini diatas temperature Neel juga sama seperti material paramagnetic, tetapi dibawah temperature Neel, Suseptibilitasnya menurun seiring menurunnya temperatur. Contoh bahan anti ferromagnetic adalah : MnO2, MnO, dan FeO. (Nicola,2003).
e. Ferrimagnetik
losses arus eddy. Sehingga banyak diaplikasikan untuk medan magnetik dengan frekuensi tinggi. Ferrimagnetik, material yang mempunyai suseptibilitas yang besar tergantung temperatur.
Gambar 2.1 Klasifikasi Bahan Magnetik (Zakotnik, M, 2004)
2.3 Klasifikasi Magnetik Material
2.3.1 Magnet Permanen
Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena memiliki sifat kemagnetan yang tetap. Magnet permanen mempunyai nilai koersivitas yang tinggi, yaitu diatas 10 kA/m. Magnet permanen dibuat orang dalam berbagai bentuk dan dapat dibedakan menurut bentuknya menjadi :
a. Magnet batang
b. Magnet ladam (sepatu kuda) c. Magnet jarum
d. Magnet silinder e. Magnet lingkaran
Jenis magnet tetap selama ini yang diketahui terdapat pada:
1. Magnet neodymium, merupakan magnet tetap yang paling kuat. Magnet neodymium (juga dikenal sebagai NdFeB, NIB, atau magnet Neo), merupakan sejenis magnet tanah jarang, terbuat dari campuran logam neodymium,
2. Magnet Samarium-Cobalt: salah satu dari dua jenis magnet bumi yang langka, merupakan magnet permanen yang kuat yang terbuat dari paduan samarium dan kobalt.
3. Magnet keramik, misalnya Barium Hexaferrite 4. Plastic Magnets dan Magnet Alnico
Material Induksi Remanen (Br) (Tesla) Koersifitas (Hc) (MA/m) Energi Produk
(BHmax)
(kJ/m3)
Sr Ferit 0,43 0,20 34 Alnico 5 1,27 0,05 44 Alnico 9 1,05 0,12 84
SmCo5 0,95 1,30 176
Sm2Co17 1,05 1,30 208
Nd2Fe14B 1,36 1,03 350
2.3.1.1 Magnet Permanen NdFeB
Magnet NdFeB adalah jenis magnet permanen rare earth (tanah jarang) yang
memiliki sifat magnet yang baik, seperti pada nilai induksi remanen, koersitifitas, dan energy produk yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan magnet permanen lainnya.
2.3.1.1.1 Unsur Pemadu Pada Magnet NdFeB
a. Neodymium (Nd)
Neodymium merupakan salah satu dari unsur tanah jarang yangmemiliki symbol Nd dan nomor atom 60. Neodymium ditemukan pada tahun 1885 oleh kimiawan Jerman Carl Auer von Welsbach. Neoymium tidak ditemukan secara alami dalam bentuk logam, namun dalam bentuk mineral yang merupakan campuran oksida.Meskipun neodymium digolongkan sebagai unsur "tanah jarang", namun Neodymium merupakan unsur yang cukup umum, tidak jarang dari kobalt, nikel, dan tembaga, dan tersebar luas di kerak bumi. Sebagian besar neodymium dunia ditambang di Cina. Unsur ini termasuk kedalam kelompok unsur lantanida atau lanthanos.
[image:30.595.259.365.621.732.2]Unsur – unsur lantanida atau lanthanos dikenal dengan nama fourteen elements, karena jumlahnya 14 unsur, seperti Cerium (Ce), Praseodymium (Pr), Neodymium (Nd), Promhetium (Pm), Samarium (Sm), Europium (Eu), Gadolinium (Gd), Terbium (Tb), Dysprosium (Dy), Holmium (Ho), Erbium (Er), Thulium (Tm), Yterbium (Yb), dan Lutetium (Lu). Unsur ini digunakan dalam keramik untuk warna glasir, dalam paduan untuk magnet permanen, untuk lensa khusus dengan praseodymium.Juga untuk menghasilkan terang kaca ungu dan kaca khusus yang menyaring radiasi inframerah.
Tabel 2.2 Informasi Dasar unsur Neodymium
b. Besi (Fe)
Besi adalah logam transisi yang paling banyak dipakai karena relatif melimpah di alam dan mudah diolah. Biji besi biasanya mengandung hematite (Fe2O3) yang
dikotori oleh pasir (SiO2) sekitar 10 %, serta sedikit senyawa sulfur, posfor,
aluminium dan mangan.(Syukri ,1999).
Besi juga diketahui sebagai unsur yang paling banyak membentuk bumi, yaitu kira-kira 4,7 - 5 % pada kerak bumi. Kebanyakan besi terdapat dalam batuan dan tanah sebagai oksida besi, seperti oksida besi magnetit (Fe3O4) mengandung besi 65 %, hematite (Fe2O3) mengandung 60 – 75 % besi, limonet (Fe2O3.H2O) mengandung besi 20 % dan siderit (Fe2CO3). Dari mineral – mineral bijih besi, magnetit adalah mineral dengan kandungan Fe paling tinggi, tetapi terdapat dalam julah kecil. Sementara hematite merupakan mineral bijih utama yang dibutuhkan dalam industry besi. Dalam kehidupan, besi merupakan logam paling biasa digunakan dari pada logam-logam yang lain. Hal ini disebabkan karena harga yang murah dan kekuatannya yang baik serta penggunaannya yang luas.
[image:31.595.229.401.643.720.2]Tabel 2.3 Informasi Dasar Unsur Besi
c. Boron (B)
Boron adalah unsur golongan 13 dengan nomor atom lima. Boron memiliki sifat diantara logam dan nonlogam (semimetalik). Boron lebih bersifat semikonduktor daripada sebuah konduktor logam lainnya. Boron juga merupakan unsur metaloid dan banyak ditemukan dalam bijih borax. Unsur ini Tidak pernah ditemukan bebas dalam alam.
[image:32.595.233.390.515.672.2]Tabel 2.4 Informasi Dasar Unsur Besi
2.3.1.1.2 Struktur Kristal Magnet NdFeB
Gambar 2.5 (a) Sel Satuan Tetragonal Nd2Fe14B (b) Prisma Trigonal yang
mengandung atom boron dalam struktur Nd2Fe14B.
[image:33.595.127.431.400.605.2]Sel satuan NdFeB memiliki struktur Kristal tetragonal yang kompleks. Gambar (2.5) menunjukkan skema struktur kristal Nd2Fe14B dan prisma trigonal
Ada 6 atom besi pada sisi yang berbeda, 2 atom Neodymium pada sisi yang berbeda seperti „Nd f‟ dan „Nd g‟ dan 1 sisi atom boron yang menempati pusat
prisma trigonal, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.5.b.Prisma trigonal dibentuk oleh 3 atom besi yang terletak diatas dan dibawah bidang, dan pada setiap lapisan bidang tersebut terdapat Nd dan B yang dapat menstabilkan struktur ini. (Abhijit P. Jadhav, 2014).
Jarak antara tetangga terdekat terdekat Fe-Fe antara 2,4 – 2,8 Å. Jarak antara boron dengan atom tetangga terdekat adalah :
B – Fe (k1) = 2,09Å B – Nd (g) = 2,86 Å B – Fe (e) = 2,14 Å B – Nd (f) = 3,34 Å
2.3.1.1.2 Sifat Fisis Magnet NdFeB
[image:34.595.176.456.446.732.2]Sifat Fisis magnet NdFeB adalah seperti table dibawah ini :
2. 3.1.1.4 Karakteristik Magnet NdFeB Terhadap Temperatur
Magnet NdFeB mudah di demagnetisasi pada temperature tinggi., artinya sifat kemagnetan NdFeB mudah hilang pada temperature tinggi, tetapi akan meningkat pada temperature rendah. Pada Tabel diatasdapat dilihat bahwa temperature operasi maksimum adalah 2000C. beberapa cara yang dapat mempengaruhi agar magnet ini dapat digunakan pada temperatur tinggi yaitu bentuk geometri. Magnet dengan bentuk yang lebih tipis akan lebih mudah didemagnetisasi dibandingkan dengan bentuk yang lebih tebal. Bentuk magnet piring datar dan yokes lebih direkomendasikan untuk digunakan pada temperature tinggi.
2.3.1.1.5 FabrikasiMagnet NdFeB
Magnet NdFeB biasanya dibuat dengan cara teknologi logam serbuk (powder metallurgy). Magnet ini dapat dibuat dengan 3 cara yaitu :
1. Teknik sintering, yaitu dengan cara teknologi logam serbuk yaitu dengan
cara milling, dicetak, sintering, surface treatment, magnetisasidan
dihasilkan produk akhir. Magnet yang dihasilkan dengan teknik ini menghasilkan energi produk (BHmax) yang paling tinggi.
2. Teknik Compression bonded, yaitu dengan cara mencampurkan serbuk
NdFeB dengan suatu binder/pelumas, dikompaksi dan kemudian dipanaskan. Energy produk yang dihasilkan dengan teknik ini lebih rendah bila dibandingkan dengan cara teknik sintering.
3. Teknik Injetion molding, yaitu dengan cara mencampurkan serbuk NdFeB
dengan suatu binder/pelumas dan kemudian diinjeksi. Energi produk yang dihasilkan dengan cara teknik ini lebih rendah dibandingkan dengan teknik
sintering dan teknik Compression bonded.
2.3.1.1.6 KetahananMagnet NdFeB Terhadap Korosi
NdFeB adalah magnet yang sangat mudah terkorosi, untuk itu dalam penggunaannya selalu dilakukan coating/pelapisan dengan nikel, tembaga dan
Gambar 2.6 Magnet NdFeB yang telah dicoating/pelapisan
2.3.2 Magnet Remanen
Magnet Remanen adalah suatu bahan yang hanya dapat menghasilkan medan magnet yang bersifat sementara. Magnet ini memiliki koersivitas yang rendah yaitu dibawah 1 kA/m. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila suatu bahan pengantar dialiri arus listrik, besarnya medan magnet yang dihasilkan tergantung pada besar arus listrik yang dialirkan. Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan electromagnet. Keuntungan electromagnet adalah bahwa kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan. Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya.(Halliday & Resnick, 1978).
2.4Kurva Histerisis Magnet
Karakteristik suatu material ferromagnetik dapat dilihat dari bentuk kurva histerisis yang menggambarkan hubungan antara medan magnet luar, induksi magnet dan magnetisasi dengan persamaan :
Dengan : B = Induksi magnet (Tesla)
H = Medan Magnet Luar (A/m) M = Magnetisasi (A/m)
o= Permeabilitas ruang hampa
Karena:
J = oM ………..………..(2.2)
Dengan J merupakan Polarisasi dalam satuan Tesla, maka Persamaan (2.2
)
menjadi :B = oH + J ……….……….(2.7)
Kurva histerisis memiliki dua tipe berbeda, yaitu :
1. B terhadap H (B vs H), loop histerisis disebut loop B-H 2. J terhadap H (J vs H), loop histerisis disebut loop J-H
Perlu diperhatikan bahwa polarisasi magnet, J, dari bahan ferromagnetik tidak selalu berbanding lurus terhadap pengaruh medan magnet luar. Material mula – mula belum termagnetisasi, sehingga dimulai dari titik asal dan kemudian bertambah. Polarisasi dalam magnet mula – mula bertambah agak terhambat karena berkenaan dengan nukleasi magnetisasi. Dalam hal ini pertambahan polarisasi magnet berkenaan dengan pergerakan dinding domain dalam butir kristal sampai tercapai butir dengan domain tunggal dan akhirnya polarisasi magnet menjadi konstan pada medan magnet tertentu. Pada saat ini polarisasi mencapai nilai maksimum, yaitu telah mencapai tingkat saturasi Js atau polarisasi
total. Pada keadaan ini seluruh momen magnet telah terorientasi searah dengan medan magnet luar. Jadi apa yang terjadi dalam proses ini adalah suatu rotasi polarisasi terhadap arah medan magnet luar.
dengan membalik arah medan magnet luar, dan terus ditambah sehingga dicapai nilai fluks magnet B menjadi nol. Nilai medan arah balik H pada saat B = 0 disebut koersitivitas. Koersitivitas pada loop B-H disebut koersitivitas normal sedangkan pada loop J-H disebut koersitivitas intrinsik. Pada keadaan ini, orientasi seluruh momen magnet kembali acak.
Medan arah balik kemudian direduksi menuju nol dan dicapai nilai remanen arah balik, -Br.
Proses dilanjutkan dengan medan luar positif sehingga dicapai nilai koersitivitas positif Hc dan terus menuju titik magnetisasi saturasi. Dari bentuk
kurva histerisis tersebut kita dapat membedakan antara soft magnetik dan hard
magnetik. Softmagnetik memiliki nilai koersitivitas dan remanen yang kecil,
sehingga bentuk kurva sangat pipih. Sedangkan untuk hard magnetik memiliki
nilai koersitivitas dan remanen yang cukup besar. Bentuk kurva histerisis magnet permanen terlihat pada gambar 2.7. Kurva kuadran kedua menentukan besarnya nilai energi produk maksimum (BH)max. (Hasan,2008)
Gambar 2.7 (a) Kurva Histerisis Material Magnet Untuk Soft Magnetik dan
[image:38.595.156.450.420.682.2]2.5 Mechanical Milling
Mechanical milling atau dipendekkan menjadi milling adalah proses penghalusan atau penghancuran bahan dengan menggunakan energy mekanik dari tumbukan antara bola – bola atau rod – rod milling dengan jar milling.
Hal – hal yang mempengaruhi proses milling antara lain adalah bahan baku, tipe milling dan parameter milling.
2.5.1Bahan Baku
Distribusi dari ukuran dan area permukaan dari partikel serbuk adalah parameter yang penting dalam mechanical milling dan mechanical alloying. Ukuran –
ukuran partikel akan mempengaruhi reaksi kimia selama proses milling, namun
ukuran tidaklah terlalu kritis, asalkan ukuran material itu haruslah lebih kecil dari ukuran bola grinda. Ini disebabkan karena ukuran partikel serbuk akan berkurang dan akan mencapai ukuran mikron setelah dimilling beberapa jam. Bahan baku yang termasuk untuk kategori diatas antaranya, material murni, campuran logam, serbuk prealloyed, dan efactory compound. Adakalanya serbuk dimillling dengan
media cairan misalnya dengan toluene dan dikenal dengan penggilingan basah.
Dan telah dilaporkan bahwa kecepatan atmosfir lebih cepat selama proses penggilingan basah daripada penggilingan kering. Kerugian dari pengilingan basah adalah meningkatnya kontaminasi serbuk.
2.5.2 Tipe Milling
Tipe – tipe berbeda dari peralatan milling digunakan untuk menghaluskan ukuran
Rotary Ball Mill
Mesin Rotary Ball Mill adalah salah satu jenis mesin penggiling yang digunakan
untuk menggiling suatu bahan material menjadi bubuk yang sangat halus. Mesin ini biasanya digunakan dalam proses mechanical milling. Secara umum, prinsip
kerjanya adalah mengurangi ukuran material dengan memanfaatkan gerakan bola
– bola milling di dalam wadah milling.
Adapun keuntungan memakai mesinrotary ball mill dalam proses produksi antara
lain :
1. Biaya instalasi rendah
2. Energi listrik yang diperlukan relatif rendah
3. Sangat cocok digunakan untuk produksi yang beroperasi secara terus menerus
4. Bisa digunakan untuk segala jenis material dengan kepadatan tinggi 5. Cocok digunakan sebagai mesin penggiling di daerah terbuka
2.5.3 Parameter Milling
Mechanical milling adalah proses yang melibatkan optimasi dari beberapa variabel untuk mencapai tahap produk yang diinginkan dalam ukuran mikrometer. Beberapa parameter yang penting yang memprngaruhi hasil dari proses mlling diantaranya : wadah penggilingan, kecepatan milling, waktu milling, bola milling, perbandingan serbuk dengan bola, dan ruang pada vial.
Wadah Penggilingan
Wadah penggilingan merupakan media yang digunakan untuk menahan gerakan bola – bola giling dan serbuk ketika proses penggilingan berlangsung. Akibat yang ditimbulkan dari proses penahanan gerak bola – bola giling dan serbuk tersebut adalah terjadinya benturan antara bola – bola giling serbuk dan wadah penggilingan sehingga menyebabkan terjadinya proses penghancuran serbuk secara berulang.
Sedangkan jika kedua material yang digunakan tersebut berbeda, maka akan terjadi kontaminasi pada material serbuk yang digiling. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi serbuk akibat benturan yang terjadi selama proses penggilingan berlangsung, maka material yang digunakan sebagai wadah penggilingan harus memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kekerasan material serbuknya.
[image:41.595.232.393.330.508.2]Kontaminasi serbuk juga dapat terjadi akibat perbedaan jenis material yang digunakan sebagai wadah penggilingan dan bola penggiling. Untuk menghindari hal ini, material wadah penggilingan dan bola penggiling yang digunakan terbuat dari jenis material yang sama. Jika menggunakan jenis material yang berbeda, usahakan kekerasan kedua material tersebut tidak jauh berbeda.
Gambar 2.8 Wadah Milling Dalam Alat rotary Ball Mill
Kecepatan milling
Mudah sekali untuk menyatakan bahwa rotasi milling yang cepat akan memberikan energy yang besar kepada serbuk. Akan tetapi berdasarkan tipe milling ada batasan untuk kecepatan maksimum yang dapat digunakan. Karena kecepatan yang tinggi, akan menyebabkan temperature pada vial akan meningkat. Hal ini dapat membuat serbuk yang dimilling terkontaminasi.
Waktu Milling
tergantung dari tipe milling yang digunakan, intensitas milling, dan rasio bola-serbuk. Waktu milling yang lama dari waktu yang diperlukan akan mengakibatkan terjadinya penggumpalan (aglomerasi) serbuk, dan mengakibatkan terjadinya kontaminasi dan beberapa fase yang tidak diinginkan akan terbentuk.
Bola Milling
Fungsi bola giling dalam proses milling adalah sebagai penghancur serbuk atau
digunakan sebagai pengecil ukuran partikel serbuk NdfeB. Oleh karena itu, material pembentuk bola giling harus memiliki kekerasan yang tinggi agar tidak terjadi kontaminasi saat terjadi benturan dan gesekan antara serbuk, bola dan wadah penggilingan.
Ukuran bola yang dapat digunakan dalam proses milling ini bermacam – macam.
[image:42.595.224.402.416.600.2]Pemilihan ukuran bola bergantung pada ukuran serbuk yang akan dipadu. Bola yang digunakan harus memiliki diameter yang lebih besar dibandingkan dengan diameter serbuknya.
Gambar 2.9 Bola Mill yang digunakan dalam Alat Rotary Ball Mill
Perbandingan Bola dan Serbuk
dikarenakan peningkatan berat bola tumbukan persatuan waktu meningkat dan konsekuensinya adalah banyak energi yang ditransfer ke partikel partikel serbuk dan proses milling berjalan lebih cepat.
Ruang Kosong Pada Vial
Terjadinya perubahan ukuran partikel serbuk dalam proses milling dikarenakan
adanya gaya impek yang terjadi terhadap serbuk itu. Dalam proses milling
dibutuhkan tempat yang kosong yang cukup untuk bola – bola milling dan partikel
– partikel serbuk bergerak bebas di dalam wadah milling. Jadi ruang kosong pada vial dengan bola – bola dan serbuk itu penting. Jika jumlah dari bola dan serbuk banyak dan tidak ada cukup tempat untuk bola – bola untuk bergerak, maka energy impek yang dihasilkan sedikit, maka proses milling, tidak berjalan secara
optimal, dan membutuhkan waktu yang lama. Maka perlu diperhatikan ruang kosong vial, dan 50 % tempat yang kosong yang disediakan untuk proses milling.
(Irfan,2010).
2.6 Proses Kompaksi
Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya.
Ada dua macam metode kompaksi, yaitu :
a) Cold compressing, yaitu penekanan dengan temperatur kamar. Metode ini dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi.
b) Hot compressing, yaitu penekanan dengan temperature di atas temperatur kamar. Metode ini dipakai apabila bahan yang digunakan tidak mudah teroksidasi.
yang tidak reaktif terhadap campuran serbuk dan yang memiliki titik leleh rendah sehingga pada proses curing, lubricant/pelumas dapat menguap. Terkait dengan pemberian lubricant/pelumas pada proses kompaksi, maka terdapat dua metode kompaksi, yaitu :
a. Die-wall compressing penekanan dengan memberikan lubricant/pelumas pada dinding cetakan
b. Internal lubricant compressing penekanan dengan mencampurkan lubricant/pelumas pada material yang akan ditekan.
2.7 Karakterisasi
Untuk mengidentifikasi suatu material, maka harus dilakukan karakterisasi terhadap material tersebut. Sehingga secara fisis material tersebut dapat dibedakan dengan material lainnya. Oleh karena itu maka dilakukan analisa ukuran partikel serbuk NdFeB menggunakan PSA, pengukuran True density serbuk magnet NdFeB dengan piknometer, pengukuran Bulk Density pelet magnet NdFeB dengan menggunakan alat Archimedes Density, analisa sifat magnet pelet magnet NdFeB menggunakan Gaussmeter Analisa struktur serbuk magnet NdFeB dengan XRD, dan pengamatan mikrostruktur pelet magnet NdFeB menggunakan SEM.
2.7.1 Particle Size Analyzer (PSA)
Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengetahui ukuran suatu partikel yaitu:
1. Metode Ayakan (Sieve Analyses)
2. Laser Diffraction (LAS)
3. Metode sedimentasi
4. Electronical Zone Sensing (EZS)
5. Analisa Gambar (Mikrografi) 6. Metode Kromatografi
7. Ukuran aerosol submicron dan perhitungan
Sieve analyses (analisis ayakan) dalam dunia farmasi sering kali digunakan
gambar (mikrografi). Metode ini meliputi metode mikroskopi dan metode holografi. Alat yang sering digunakan biasanya SEM, TEM, dan AFM. Namun seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang lebih mengarah ke era nanotegnologi, para peneliti mulai menggunakan Laser diffraction (LAS). Metode
ini dinilai lebih akurat bila dibandingkan dengan metode analisa gambar maupun metode ayakan (Sieve analyses), terutama untuk sampel – sampel dalam orde
nanometer maupun submikron. (Lusi,2011).
Contoh alat yang menggunakan Metode LAS adalah particle size analyzer (PSA).
Metode LAS dapat dibagi dalam dua metode :
1. Metode Basah : metode ini menggunakan media pendispersi untuk mendispersikan material uji.
2. Metode Kering : metode ini memanfaatkan udara atau aliran udara untuk melarutkan partikel dan membawanya ke sensing zone. Metode ini baik digunakan untuk ukuran yang kasar, dimana hubungan antar partikel lemah dan kemungkinan untuk beraglomerasi kecil.
Keunggulan penggunaan particle size analyzer (PSA) untuk mengetahui ukuran
partikel :
a. Lebih akurat. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA lebih akurat jika dibandingkan dengan pengukuran partikel dengan alat lain seperti XRD ataupun SEM. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle.
b. Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehinga dapat menggambarkan keseluruhan kondisi sampel.
Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan metode basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan kering ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisa gambar. Terutama untuk sampel – sampel dalam orde nanometer dan submicron yang biasanya memiliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel terdispersi ke dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggupal). Dengan demikian ukuran artikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu
diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel. Beberapa analisa yang dilakukan, antara lain :
1. Menganalisa ukuran partikel.
2. Menganalisa nilai zeta potensial dari suatu larutan sampel.
3. Mengukur tegangan permukaan dari partikel clay bagi industry keramik dan sejenisnya. Dimana hal ini akan berpengaruh pada struktur lapisan clay. Struktur lapisan clay ini sangat berpengaruh pada metode slip casting.
4. Mengetahui zeta potensial coagulant untuk proses coagulasi partikel pengotor bagi industri WTP (Water Treatment Plant)
5. Mengetahui ukuran partikel tegangan permukaan dari densitas pada emulsi yang digunakan pada produk – produk industri beverage. (Nanortim,2010).
2.7.2 Densitas
Densitas bahan merupakan suatu parameter yang dapat memberikan informasi keadaan fisika dan kimia suatu bahan. Dapat pula dikatakan bahwa densitas adalah besaranyang menyatakan jumlah padatan (massa) yang dikandung dalam total volume dari bahan tersebut. Berbagai alat digunakan untuk mengukur densitas bahan yang berukuran kecil antara lain dengan piknometer, floating bulb hydrometer, kolom gradien, , densitimeter tabung osilasi, dan resonator saluran
mikro tersuspensi. (Mirica, Katherine A, 2010). Bentuk – bentuk Densitas antara lain :
True Density
Densitas bahan murni atau bahan komposit yang dihitung dengan memperhatikan massa dan Volume. Dalam penelitian ini pengukuran True Density dilakukan dengan menguunakan Piknometer.
……… (2.1)
Dimana:
ρ
s= densitas serbuk NdFeB (gr/cm3)ρ
toluen= densites toluen 0,867 (gr/cm3)m1 = massa pyknometer kosong (gr)
m2 = massa toluen + pyknometer (gr)
m3 = massa pyknometer + serbuk NdFeB (gr)
m4 = massa pyknometer + serbuk NdFeB + toluen (gr)
Solid Density ( )
Densitas bahan padat (termasuk air) tidak termasuk pori yang terisi udara. Dengan perhitungan : berat dibagi Volume yang diukur dengan metode gas displacement method.
Material (Substance) Density ( )
Densitas bahan yang diukur ketika bahan dihancurkan dalam ukuran yang cukup kecil untuk meyakinkan bahwa tidak ada ori tertutup.
Apparent Density ( )
Densitas bahan termasuk semua pori di dalam bahan (pori internal) Bentuk regular karakteristik dimensi
Bentuk irregular Volume diukur dengan metode solid atauliquid displacement methode.
Bulk Density ( )
Densitas bahan dalam keadaan pelet. Dalam penelitian ini Pengukuran Bulk Density dilakukan dengan metode Archimedes Density.
Persamaan umum densitas (kerapatan massa) ini dinyatakan dalam satuan gr/cm3, dilambangkan dengan
………..……….…………(2.2)
Mk = Massa kering sampel (gram) Mb = Massa Basah sampel
= Bulk Density Sampel
2.7.4XRD (X-Ray Difractometer)
Difraksi sinar-X merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya fasa kristalin di dalam material – material benda dan serbuk, dan untuk menganalisis sifat – sifat struktur (seperti stress,ukuran butir, fasa komposisi
orientasi kristal, dan cacat kristal) dari tiap fasa. Metode ini menggunakan sebuah sinar-X yang terdifraksi seperti sinar yang direfleksikan dari setiap bidang, berturut – turut dibentuk oleh atom – atom kristal dan material tersebut. Dengan berbagai sudut timbul, pola difraksi yang terbentuk menyatakan karakteristik dari sampel. Susunan ini diidentifikasi dengan membandingkannya dengan sebuah data base internasional (Zakaria,2003).
A.Komponen Dasar XRD
Tiga komponen dasar dari XRD yaitu: 1. Sumber sinar-X
Sinar-X merupakan salah satu bentuk radiasi elektromagnetik yang mempunyai energi antara 200 eV–1 MeV dengan panjang gelombang antara 0,5 – 2,5 Å. Panjang gelombangnya hampir sama dengan jarak antara atom dalam kristal, menyebabkan sinar-X menjadi salah satu teknik dalam analisa mineral.
2. Material Uji (specimen)
Sartono (2006) mengemukakan bahwa material uji (specimen) dapat digunakan bubuk (powder) biasanya 1 mg.
3. Detektor
Sebelum sinar-X sampai ke detektor melalui proses optik. Sinar-X
yang panjang gelombangnya dengan intensitas I mengalami refleksi
B. Skema dan Prinsip Kerja Alat Difraksi sinar-X (XRD)
Salah satu teknik yang digunakan untuk menentukan struktur suatu padatan kristalin adalah metode difraksi sinar-X serbuk (X-ray powder diffraction) seperti
terlihat pada gambar 2.11. Sampel berupa serbuk padatan kristalin yang memiliki ukuran kecil dengan diameter butiran kristalnya sekitar 10-7 – 10-4 m ditempatkan pada suatu plat kaca. Sinar-X diperoleh dari elektron yang keluar dari filament panas dalam keadaan vakum pada tegangan tinggi, dengan kecepatan tinggi menumbuk permukaan logam, biasanya tembaga (Cu).
Sinar-X tersebut menembak sampel padatan kristalin, kemudian mendifraksikan sinar ke segala arah dengan memenuhi Hukum Bragg. Detektor bergerak dengan kecepatan sudut yang konstan untuk mendeteksi berkas sinar-X yang didifraksikan oleh sampel serbuk atau padatan kristalin memiliki bidang –
bidang kisi yang tersusun secara acak dengan berbagai kemungkinan orientasi, begitu pula partikel – partikel kristal yang terdapat di dalamnya. Setiap kumpulan bidang kisi tersebut memiliki beberapa sudut orientasi sudut tertentu, sehingga difraksi sinar-X memenuhi Hukum Bragg :
n = 2 dsin θ………..….(2.8)
Dengan : n μ orde difraksi (1,2,3,….)
μ Panjang sinar-X
d : Jarak kisi θ μ Sudut difraksi
Bentuk keluaran dari difraktometer dapat berupa data analog atau digital. Rekaman data analog berupa grafik garis – garis yang terekam per menit sinkron, dengan detektor dalam sudut 2θ per menit, sehingga sumbu-x setara dengan sudut
2θ. Sedangkan rekaman digital menginformasikan intensitas sinar-X terhadap jumlah intensitas cahaya per detik. Pola difraktogram yang dihasilkan berupa deretan puncak – puncak difraksi dengan intensitas relative bervariasi sepanjang
bergantung pada kisi kristal, unit parameter dan panjang gelombang sinar-X yang digunakan. Dengan demikian, sangat kecil kemungkinan dihasilkan pola difraksi yang sama untuk suatu padatan kristalin yang berbeda (Warren,1969).
Gambar 2.10 Skema Geometri Difraktometer
2.7.5 SEM (Scanning Electron Microscope)
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang
didesain untuk mengamati permukaan objek solid secara langsung. SEM memiliki perbesaran 10 – 3.000.000 kali, depth of field 4 – 0.4 mm dan resolusi
sebesar 1 – 10 nm. Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of field yang
besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk mengetahui komposisi dan informasi kristalografi membuat SEM banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan industri.
A. Komponen Utama SEM
SEM memiliki beberapa peralatan utama, antara lain : 1. Penembak elektron (electron gun)
Ada dua jenis atau tipe dari electron gunyaitu :
a. Termal
elektron yang pada ahirnya terlepas keluarmelalui permukaan bahan. Bahan yang digunakan sebagai sumber elektron disebut sebagai emiter
atau lebih sering disebut katoda. Sedangkan bahan yangmenerima elektron disebut sebagai anoda. Dalam konteks tabung hampa (vacuum tube) anoda lebih sering disebut sebagai plate.
b. Field emission
Pada emisi jenis ini yang menjadi penyebab lepasnya elektron dari bahan ialahadanya gaya tarik medan listrik luar yang diberikan pada bahan. Pada katoda yangdigunakan pada proses emisi ini dikenakan medan listrik yang cukup besarsehingga tarikan yang terjadi dari medan listrik pada elektron menyebabkanelektron memiliki energi yang cukup untuk lompat keluar dari permukaan katoda.Emisi medan listrik adalah salah satu emisi utama yang terjadi pada vacuum tubeselain emisi thermionic. 2. Lensa magnetik
Lensa magnetik yang digunakan yaitu dua buah Condenser lens. Condenser lens kedua (atau biasa disebut dengan lensa objektif)
memfokuskan elektron dengan diameter yang sangat kecil yaitu sekitar 10
– 20 nm.
3. Detektor
SEM memiliki beberapa detektor yang berfungsi untuk menangkap hamburan elektron dan memberikan informasi yang berbeda-beda. Detektor-detektor tersebut antara lain:
a. Backscatter detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi
mengenai nomor atom dan topografi.
b. Secondary detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi
mengenai topografi.
4. Sample Holder
Sample Holder digunakan untuk meletakkan sampel yang akan dianalisis
5.Monitor CRT (Cathode Ray Tube)
Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar dapat dilihat.
a) Topografi, yaitu ciri-ciri permukaan dan teksturnya (kekerasan, sifat memantulkan cahaya, dan sebagainya).
b) Morfologi, yaitu bentuk dan ukuran dari partikel penyusun objek (kekuatan, cacat pada Integrated Circuit (IC) dan chip, dan sebagainya).
c) Komposisi, yaitu data kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung di dalam objek (titik lebur, kereaktifan, kekerasan, dan sebagainya).
d) Informasi kristalografi, yaitu informasi mengenai bagaimana susunan dari butir-butir di dalam objek yang diamati (konduktifitas, sifat elektrik, kekuatan, dan sebagainya) (Prasetyo, 2011).
B. Prinsip Kerja SEM
Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:
1. Electrongun menghasilkan electron beam dari filamen. Pada umumnya electron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun dengan filamen
berupa lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda. Tegangan yang
diberikan kepada lilitan mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk gaya yang dapat menarik elektron melaju menuju ke anoda.
2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju suatu titik pada permukaan sampel.
3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel
dengan diarahkan oleh koil pemindai.
4. Ketika elektron mengenai sampel, maka akan terjadi hamburan elektron, baik Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dari
Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh gambar dibawah ini:
Gambar 2.11 Skema Prinsip Dasar SEM (Wordpress,2011)
Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X. Sedangkan dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered elektron.
Elektron sekunder menghasilkan topografi dari benda yang dianalisa, permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah. Sedangkan
backscattered elektronmemberikan perbedaan berat molekul dari atom – atom
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Magnet Pusat Penelitian Fisika LIPI Puspitek Serpong, Tangerang , Banten.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini di mulai pada bulan Maret 2014 sampai dengan Juni 2014.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Rotary Ball Mill
Berfungsi sebagai alat penggiling serbuk magnet NdFeB menjadi serbuk yang sangat halus.
2. Vacum Oven Furnace
Berfungsi sebagai pengering sampel dan sebagai alat yang digunakan untuk proses curing
3. Micro-Computer Universal Testing Machines
Berfungsi untuk menekan pada proses cold compression sampel yang telah
dimasukkan ke dalam cetakan dengan kekuatan tekanan 25 kgf/cm2. 4. Impulse Magnetizer
Berfungsi sebagai alat magnetisasi sampel bonded magnet NdFeB 5. Fiber Glass Vacuum Desicator
6. Cetakan sampel terbuat dari baja
Berfungsi sebagai cetakan untuk sampel uji berbentuk silinder dengan diameter 1 cm.
7. Neraca Digital
Berfungsi untuk menimbang massa serbuk magnet NdFeB 8. Beaker Glass
Berfungsi untuk menghomogenkan serbuk NdFeB dengan bider seluna. 9. Spatula
Berfungsi untuk memindahkan sampel 10.Piknometer
Berfungsi untuk menganalisa True Density serbuk magnet NdFeB
11.PSA (Particle Size Analyzer)
Berfungsi untuk menganalisa ukuran partikel serbuk magnet NdFeB 12.XRD (X-Ray Difractometer)
Berfungsi untuk menganalisa struktur serbuk magnet NdFeB. 13.SEM (Scanning Electron Microscope)
Berfungsi sebagai alat untuk mengamati mikrostruktur sampel bonded magnet NdFeB
14.Archimedes Density
Berungsi untuk menganalisa Bulk Density pelet magnet NdFeB
15.Gaussmeter
Berfungsi untuk menganalisa sifat magnet pelet magnet NdFeB.
3.2.2. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Serbuk NdFeB tipe MQP-B+ 10118-70
Berfungsi sebagai bahan baku dalam pembuatan magnet permanen. 2. Celuna (WE-518)
Berfungsi sebagai pereket atau matrix pengikat bahan NdFeB 3. Toluen
3.3DIAGRAM ALIR PENELITIAN
Gambar 3.1 Skema Diagram Alir Pembuatan Bonded magnet NdFeB dengan Variasi Waktu Milling
Karakterisasi PSA, XRD, , Densitas serbuk
SERBUK NdFeB MURNI
Di Milling Dengan Rotary Ball Mill
Pengeringan dengan Oven Pada Suhu 600C
Karakterisasi PSA, XRD, dan, Densitas serbuk
Pencampuran Seluna (Serbuk + Seluna = 3 gram) serbuk 95% , Seluna 5 %
Cetak Isotropi P = 25 Kgf/cm2
Curing T = 1800C, t = 1 Jam
Karakterisasi SEM, Bulk Density
Magnetisasi (V = 1300 Volt)
Karakterisasi Sifat Magnet Karakterisasi PSA, XRD, dan, Densitas serbuk Sampel DRY MILL
1 jam, 5 jam, 10 jam, dan 20 jam
WET MILL (ditambah Toluen)
3.4 Variabel Eksperimen
3.4.1 Variabel Penelitian
Variabel dari penelitian ini adalah waktu milling yang ditetapkan dengan
waktu 1 jam, 5 jam, 10 jam dan 20 jam dengan metode Dry Mill dan Wet Mill.
3.4.2 Variabel Percobaan yang diuji
Variabel yang digunakan dalam percobaan ini adalah : a. Sifat Fisis