DAFTAR PUSTAKA
Arsip Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Bungin, Burhan. 2001. Metode Penelitian Sosial. Surabaya: PT Airlangga
University Press.
Departemen Agama Republik Indonesia, Himpunan Peraturan
Perundang-Undangan Pegawai Negeri Sipil. Jakarta: September 2003
Ghufron, Achmad. 2008. Pengelolaan Administrasi Kepegawaian dan
Pengembangan karir Pegawai Negeri Sipil. Jakarta: Inspektorat Jenderal
Departemen Agama.
Mubarok, Mufti M. 2005. Suksesi Pilkada. Surabaya: PT. Java Pustaka Media
Utama.
Nawawi, Hadari. 2006. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2005, tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang
Pemilihan. Pengesahan, Pengangkatan, Pemberhentian Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2005 tantang Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki jabatan rangkap.
Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 10 Tahun 2005 tentang , Pegawai
Negeri Sipil menjadi calon Kepala Daerah / Wakil Kepala Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 56 tahun 2010 yaitu Perubahan atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 57 tahun 2007 tentang, Petunjuk
Prihatmoko, Joko J. 2005, Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Filosofi, system
dan problema penerapan di Indonesia). Semarang: PT. Pustaka Pelajar.
Surat Edaran Nomor 7 Tahun 1999 tentang Netralitas Pegawai Negeri Sipil
dalam Pemilu.
Thoha, Miftah. 2001. Netralitas Birokrasi di Pemerintah Indonesia. Malang:
Pustaka Pelajar.
Tim Fokus Media, Pokok-pokok Kepegawaian edisi lengkap tahun 2007.
Bandung: Fokus Media.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 43 Tahun 1999 pasal 43 Tentang
Pokok-Pokok kepegawaian.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah
Usman, Husaini dan Purnomo. 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: PT.
Bumi Aksara.
JURNAL:
Katharina, Riris. Netralitas Birokrasi Dalam Pemilu Legislatif 2009 (Studi di
Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara). Desember 2010.
Zudi, Mat. Netralitas Pegawai Negeri Sipil Dalam Pemilihan Kepala Daerah.
2012.
SITUS INTERNET:
http/:www.lsi.or.id diakses pada 20 Juli 2013 pukul. 20.30
http/:www.kemenag.go.id diakses pada 20 Juli 2013 pukul 21.00
http/:www.depkeu.go.id diakses pada 21 Juli 2013 pukul 01.25
http/:www.kpu.go.id diakses pada 31 juli 2013 pukul 01.40
htttp/:www.repository.usu.ac.id diakses pada 24 januari 2014 pukul 13.45
BAB III ANALISIS DATA
Pada bab ini akan disajikan data yang diperoleh melalui penyebaran
kuisioner kepada para responden yaitu Pegawai Negeri Sipil pada Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara dengan Sampel sebanyak
68 orang . Adapun populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil
yang tinggal atau menetap di Sumatera Utara. Setelah dilakukan penelitian di
lapangan dengan cara menyebarkan kuisioner ini ke seluruh sampel Pegawai
Negeri Sipil maka di perolehlah berbagai data mengenai keadaan responden
serta jawaban-jawaban dari beberapa pertanyaan yang di ajukan dalam
kuisioner tersebut yang kemudian akan disajikan dalam bab ini.
III.1 Identitas Responden
Berikut ini akan disajikan data yang berkaitan dengan identitas
responden berdasarkan agama, usia, jenis kelamin, dan suku.
Tabel III.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Agama dan Usia
Karakteristik berdasarkan agama
No Agama GOLONGAN Jlh Jlh
(%)
II % III % IV %
1 Islam 12 17,65% 25 36,76% 19 27,95% 56 82,36%
2 Kristen Protestan - 0% 5 7,35% 2 2,94% 7 10,29%
3 Kristen Katholik - 0% 1 1,47% 1 1,47% 2 2,94%
4 Buddha - 0% 2 2,94% - 0% 2 2,94%
5 Hindu - 0% - 0% 1 1% 1 1,47%
6 Konghucu - 0% - 0% - 0% 0 0
TOTAL 68 100%
Karakteristik berdasarkan usia
No Usia GOLONGAN Jlh Jlh
(%)
II % III % IV %
1 20 – 30 10 14,70% - 0% - 0% 10 14,70%
2 31 – 40 2 2,94% 23 33,82% 2 2,94% 27 39,71%
3 41 - 50 - 0% 10 14,70 11 16,18% 21 30.89%
4 51 - 60 - 0% - 0% 10 14,70% 10 14,70%
TOTAL 68 100%
Sumber: Kuesioner Penelitian
Berdasarkan tabel III.1 diatas dapat dilihat bahwa karakteristik responden
berdasarkan agama yang dilakukan secara acak oleh peneliti lebih dominan ke
agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari golongan II dengan 12 responden
(17,65%), golongan III dengan 25 responden (36,76%) dan golongan IV dengan
19 responden (27,95). Peneliti secara acak memberikan kuesioner kepada
responden tidak berdasarkan agama, dengan demikian maka peneliti tidak
bermaksud diskriminasi atau membeda-bedakan agama.
Karakteristik berdasarkan usia yang peneliti temukan dilapangan adalah
rentang usia mulai 20 sampai 60 tahun. Dan pada penelitian kali ini usia
terbanyak yang peneliti temukan adalah usia yang berkisar antara usia 31 – 40
tahun yaitu sebanyak 27 responden yang terdiri dari 2 responden dari golongan II,
23 responden dari golongan III dan 2 responden dari golongan IV. Usia termuda
pada penelitian ini yaitu usia 28 tahun yang terdapat pada golongan II, lebih
tepatnya golongan II/b dengan 1 responden. Sedangkan usia yang terbesar pada
penelitian ini yaitu kisaran usia 51 - 60 tahun dengan 10 responden dari
Tabel III.2
Karekteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin GOLONGAN Jlh Jlh
(%)
II % III % IV %
1 Laki-Laki 9 13,24% 15 22,07% 14 20,60% 38 55,88%
2 Perempuan 3 4,41% 18 26,47% 9 13,24% 30 44,12%
TOTAL 68 100%
Sumber: Kuesioner Penelitian
Diagram III.2
Perbedaan pada tabel jenis kelamin bukanlah suatu ajang perbedaan atau
faktor penentu bagi masyarakat untuk ikut ataupun tidak mau ikut dalam
pemilihan, dimana adanya kesamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam
hal memberikan sikap dalam berpolitik. Namun dalam hal ini, jika kita
memandang dan melihat apa yang terjadi di Negara Indonesia bahwa pada
umumnya laki-laki lebih dominan dan aktif memasuki dunia politik
dibandingkan dengan perempuan. Walaupun demikian dari jumlah responden
yang diambil jumlah laki-laki dan perempuan perbandingan tidak terlalu jauh.
Oleh karena itu, komposisi berdasarkan jenis kelamin masih dianggap
Pada tabel III.2 tentang karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin,
menunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak
bila dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin perempuan.
Sebanyak 38 responden atau 55,88% yang terdiri dari 9 responden (13,24%)
dari golongan II, 15 responden (22,07%) dari golongan III dan 14 responden
(20,60%) dari golongan IV adalah responden yang berjenis kelamin laki-laki.
Sedangkan untuk responden yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 3
responden (4,41%) dari golongan II, 18 responden (26,47%) dari golongan III,
dan 9 responden (13,24%) dari golongan IV.
Tabel III.3
Karakteristik Berdasarkan Suku
No Agama GOLONGAN Jlh Jlh
(%)
II % III % IV %
1 Mandailing 1 1,47% 10 14,71% 6 8,82% 17 25.00%
2 Batak 2 2,94% 6 8,82% 5 7,35% 13 19,12%
3 Karo 2 2,94% 6 8,82% 2 2,94% 10 14,71%
4 Minang 2 2,94% 2 2,94% 2 2,94% 6 8,82%
5 Melayu 2 2,94% 4 5,88 5 7,35% 11 16,18%
6 Jawa 3 4,41% 3 4,41% 2 2,94% 8 11,76
7 Tionghoa - 0% 1 1,47% - 0% 1 1,47%
8 Aceh - 0% 1 1,47% 1 1,47% 2 2,94%
TOTAL 68 100%
Diaram III.3
Berdasarkan tabel III.3 diatas dapat dilihat karakteristik berdasarkan suku
yang dilakukan secara acak oleh peneliti yang paling dominan dianut adalah suku
mandailing dengan 17 responden (25%) yang terdiri dari 1 responden (1,47%)
golongan II, 10 responden (14,71%) dari golongan III dan 6 responden (8,82%)
golongan IV. Dapat dikatakan dalam pemilihan umum atau pemilihan kepala
daerah di Sumatera Utara ini masih tergolong sangat unik, karena sebagian besar
penduduknya akan memilih yang masih memiliki hubungan kesukuan dengan
mereka.
Jika dilihat dari tabel diatas suku mandailing lah yang paling dominan
diantara yang lainnya. Apakah hubungan kesukuan ini akan mempengaruhi
perilaku mereka dalam memiih? Jawaban dari pertanyaan tersebut akan kita lihat
berdasarkan data-data yang akan dijabarkan selanjutnya.
III.2 Evaluasi Perilaku Pemilih
Berikut ini disajikan data dari jawaban responden terhadap keseluruhan
pertanyaan melalui kuesioner yang telah disebarkan yaitu menyangkut evaluasi
responden tentang perilaku pemilih sebagai Pegawai Negeri Sipil terhadap
Tabel III.4
Jumlah Responden Terdaftar
No Terdaftar GOLONGAN Jlh Jlh
(%)
II % III % IV %
1 Ya 12 17,65% 33 48,53% 23 33,82% 68 100%
2 Tidak - 0% - 0% - 0% 0 0%
TOTAL 68 100%
Sumber: Kuesioner Penelitian
Pandangan Responden dalam Menggunakan Hak Pilih
No Meggunakan Hak Pilih
GOLONGAN
Jlh Jlh (%)
II % III % IV %
1 Ya 10 14,71% 32 47,06% 23 33,82% 65 95,59%
2 Tidak 2 2,94% 1 1,47% - 0% 3 4,41%
TOTAL 68 100%
Sumber: Kuesioner Penelitian
Melalui tabel III.4 dapat dilihat bahwa semua Pegawai Negeri Sipil yang
menjadi responden pada penelitian ini mengaku telah terdaftar untuk
memberikan suaranya pada Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2013.
Tetapi hal ini agak kurang berbanding dengan hak mereka dalam mengunakan
hak pilih. Hanya ada 65 responden yang terdiri dari 10 responden dari golongan
II, 32 responden dari golongan III dan 23 responden dari golongan IV yang
menggunakan hak pilih mereka pada hari pemungutan suara. Dalam hal ini
terlihat bahwa sebagai pemilih yang sebenarnya dituntut harus netral, tingkat
partisipasi politik para Pegawai Negeri Sipil di Kantor Kementerian Agama ini
pun cukup tinggi.
Sedangkan yang tidak menggunakan hak pilih (golput) adalah sebanyak 3
responden yang terdiri dari 2 responden dari golongan II dan 1 responden dari
golongan III meskipun hanya 3 responden (4,41%) saja yang tidak menggunakan
hak pilihnya, angka golput dikalangan Pegawai Negeri Sipil Kanwil Kementerian
Agama ini tergolong rendah.
Pada tabel selanjutnya dapat dilihat alasan-alasan khusus mereka dalam
menggunakan hak pilih dan alasan-alasan khusus bagi yang tidak menggunakan
Tabel III.5
Alasan Responden dalam menggunakan hak pilih
No Alasan GOLONGAN Jlh Jlh
(%)
II % III % IV %
1 Sadar sebagai
WNI 5 7,70% 16 24,61% 11 17,01% 32 49,22%
2 Adanya imbalan 1 1,54% 6 9,23% 3 4,61% 10 15,38%
3 Ajakan orang 4 6,15% 10 15,39 9 13,85% 23 35,40%
TOTAL 65 100%
Sumber: Kuesioner Penelitian
Alasan Responden tidak menggunakan hak pilih
No Alasan GOLONGAN Jlh Jlh
(%)
II % III % IV %
1 Tidak percaya - 0% 1 33,33% - 0% 1 33,33%
2 Tidak sesuai 2 66,67% - 0% - 0% 2 66,67%
3 Ajakan orang - 0% - 0% - 0% 0 0%
TOTAL 3 100%
Sumber: Kuesioner Penelitian
Tabel dan diagram diatas adalah pandangan responden terhadap alasan
khusus mereka dalam menggunakan hak pilih dan alasan khusus mereka bagi
yang tidak menggunakan hak pilih. Dari tabel diatas dapat dilihat sebanyak 65
responden yang menggunakan hak pilih dengan berbagai alasan. Sebanyak 32
responden yang terdiri dari 5 responden (7,70%) dari golongan II, 16 responden
(24,61) dari golongan III dan 11 responden (17,01) dari golongan IV
menggunakan hak pilihnya karena sadar telah memiliki hak sebagai warga
Negara Indonesia. Melihat tingginya persentasi memilih mereka karena
kesadaran sebagai warga Negara ini adalah salah satu bentuk perilaku politik
yang baik, dimana Pegawai Negeri Sipil ini sadar sebagai warga Negara yang
diberikan hak dan kebebasan untuk memilih pemimpin yang sesuai dengan
pilihan mereka.
Sedangkan alasan memilih mereka karena adanya janji diberikan imbalan
kepada pribadi yang memilih. Dimana 10 responden yang terdiri 1 responden
(1,54%) dari golongan II, 6 responden (9,23) dari golongan III, dan 3 responden
(4,61%) dari golongan IV mengikuti pemilu karena akan diberikan imbalan yang
setimpal ini memiliki persentasi cukup tinggi dengan jumlah 15,38%. Hal seperti
ini sangat disayangkan sekali, karena masih menginginkan imbalan sebagai
alasan adanya ajakan keluarga/orang lain. Dimana 4 responden (6,15%) dari
golongan II, 10 responden (15,39%) dari golongan III dan 9 responden (13,85)
dari golongan IV. Dalam hal ini biasanya ajakan berasal dari suami/istri, ataupun
dari keluarga terdekat yang menjadi acuan mereka dalam memilih. Kejadian
seperti ini biasanya dikarenakan minimnya sosialisasi informasi para calon
Pemilukada tersebut.
Alasan bagi mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput
dikarenakan banyak hal, salah satu yang paling dominan adalah calon-calon
kepala daerah yang menurut mereka kurang sesuai di hati. Alasan tidak
sesuai/menarik meliputi 2 responden dari golongan II. Sedangkan 1 responden
dari golongan III memilih alasannya adalah karena tidak percaya terhadap
janji-janji calon-calon Kepala Daerah tersebut. Misalnya saja tidak percaya pada
visi dan misi pasangan calon, dan tidak percaya terhadap program kerja yang
mungkin tidak akan terealisasikan menjadikan alasan bagi mereka untuk tidak
menggunakan hak pilihnya (golput).
III.3 Evaluasi tentang Kampanye
Berikut ini akan disajikan keseluruhan dari jawaban responden yang
berkaitan dengan kampanye pada pemilihan Kepala Daerah Gubernur tahun
2013. Tentang keterlibatan mereka sebagai pemilih pemula didalam kampanye
dan juga apakah kampanye itu nantinya akan mempengaruhi keputusan mereka
ketika proses pemungutan suara itu terjadi.
Tabel III.6
Jumlah Responden terhadap Pernah atau Tidak Melihat Kampanye
No Kampanye GOLONGAN Jlh Jlh
(%)
II % III % IV %
1 Pernah 12 17,65% 33 48,53% 23 33,82% 68 100%
2 Tidak Pernah - 0% - 0% - 0% 0 0%
Diagram III.6
Kampanye merupakan salah satu usaha dari kandidat/para calon untuk
meyakinkan para calon pemilih untuk mendapat dukungan yang sebesar-besarnya
dengan menawarkan banyak program dan menawarkan pembangunan dan
penawaran yang lain. Melalui kampanye yang dilakukan para kandidat pada saat
inilah mereka menyampaikan s egala banyak hal yang dapat memikat perhatian
masyarakat untuk dapat memilih mereka. Bagi publik/ masyarakat atau calon
pemilih kampanye merupakan sarana untuk melihat, mengamati, menentukan
calon mana yang akan menjadi pilihanya. Begitu juga dengan sebaliknya
kampanye bukanlah hanya sekedar penyampaian visi dan misi dan
menyampaikan janji saja bagi masyarakat supaya dipilih melainkan janji adalah
suatu hal yang akan di tepati.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 68 responden dari
golongan II dengan 12 responden, golongan II dari 33 responden dan golongan
IV dari 23 responden mengaku pernah melihat kampanye dalam berbagai
Tabel III.7
Pasangan Calon yang dipilih responden
No Pasangan Calon GOLONGAN Jlh Jlh
(%)
II % III % IV %
1 Gus - Soekirman 2 2,94% 8 11,76% 5 7,35% 15 22.06%
2 Effendi - Jumiran 1 1,47% 2 2,94% 2 2,94% 5 7,35%
3 Chairuman-Fadly 1 1,47% 2 2,94% 1 1,47% 4 5,88%
4 Amri – RE 2 2,94% 4 5,89% 2 2,94% 8 11,77%
5 Gatot – Erry 6 8,82% 17 25% 13 19,12% 36 52,94%
TOTAL 68 100%
Sumber: Kuesioner Penelitian
Diagram III.7
Dari data tabel III.7 diatas, bahwa 36 responden (52,94%) mengaku
memilih pasangan Calon Gatot Pujonugroho dan Tengku Erry Nuradi. Adapun 6
responden (8,82%) dari golongan II, 17 responden (25%) dari golongan III dan 13
responden (19,12%) dari golongan IV. Di peringkat kedua adalah pasangan calon
Gus Irawan dan Soekirman memiliki 15 responden (22,06%), yaitu 2 responden
(2,94%) dari golongan II, 8 responden (11,76%) dari golongan III dan 5
Amri Tambunan – RE Nainggolan dengan 8 responden (11,77%), dimana
golongan II terdapat 2 responden (2,94%), golongan III memiliki 4 responden
(5,89%), dan golongan IV memiliki 2 responden (2,94%). Di peringkat keempat
memiliki suara 5 responden (7,35%) pada pasangan calon Effendi Simbolon dan
Jumiran, dimana golongan II memiliki 1 responden (1,47%), golongan III
memiliki 2 responden (2,94%), dan golongan IV memiliki 2 responden
(2,94%).Sedangkan di peringkat kelima terdapat pasangan calon Chairuman dan
Fadly terdapat 4 responden (5,88%) dimana golongan II terdapat 1 responden
(1,47%), golongan III memiliki 2 responden (2,94%) dan golongan IV memiliki 1
responden (1,47%).
Tabel III.8
Bentuk kampanye yang sering dilihat responden
No Bentuk Kampanye
GOLONGAN
Jlh Jlh (%)
II % III % IV %
1 Bertatap muka 1 1,47% 2 2,94% 6 8,82% 9 13,23%
2 TV, Iklan, Media 10 14,71% 23 33,82% 11 16,18% 44 64,71%
3 Tokoh masyarakat - 0% 1 1,47% 1 1,47% 2 2,94%
4 Partai pendukung 1 1,47% 7 10,3% 5 7,35% 13 19,12%
TOTAL 68 100%
Diagram III.8
Dari tabel III.7 diatas dapat dilihat bahwa kampanye yang paling sering
dilihat atau didengar para responden adalah kampanye dari berita (tv, koran,
ataupun media-media lain). Sosialisasi para calon dengan bertatap muka dengan
mereka sangatlah minim, lihat saja hanya 9 responden yang mengaku melihat
kampanye dengan bertatap muka dengan para calon kandidat. Kurangnya
sosialisasi langsung dari para pasangan calon ke masyarakat yang membuat
masyarakat tidak begitu tahu bagaimana sosok calon yang akan mereka pilih
nantinya. Mereka hanya membaca janji-janji para pasangan calon tersebut melalui
koran dan internet dan hanya mendangar melalui televisi dan radio. Semakin
majunya teknologi membuat para pasangan calon ini malas untuk
mensosialisasikan kinerja mereka jika terpilih nantinya.
Tabel III.9
Jumlah responden dalam keterlibatan kampanye
No Bentuk Kampanye
GOLONGAN
Jlh Jlh (%)
II % III % IV %
1 Pernah - 0% 1 1,47% - 0% 1 1,47%
2 Tidak 12 17,65% 32 47,06% 23 33,82% 67 98,53%
TOTAL 68 100%
Diagram III.9
Tabel diatas menunjukan bahwa dari para responden yang menggunakan
hak pilihnya sama sekali hamper tidak terlibat langsung dalam proses kampanye
para pasangan calon. Hanya 1 responden saja yang mengaku pernah ikut
berpartisipasi dalam kampanye. Kesibukan diperkantoran dan kurangnya minat
mereka dalam proses kampanye langsung menjadi alasannya. Dan tidak adanya
dari mereka yang aktif di dalam kegiatan partai politik.
Tabel III.10
Motivasi responden dalam memilih
No Motivasi Memilih
GOLONGAN
Jlh Jlh (%)
II % III % IV %
1 Hati Nurani 3 4,41% 17 25% 8 11,77% 28 41,18%
2 Visi dan Misi 6 8,82% 8 11,76% 10 14,71% 24 35,30%
3 Ajakan orang lain 2 2,94% 3 4,41% 3 4,41% 8 11,76%
4 Iklan dan spanduk 1 1,47% 5 7,35% 2 2,94% 8 11,76%
TOTAL 68 100%
Diagram III.10
Dari Tabel III.9 diatas, dapat dilihat bahwa para responden berdarkan
motivasi yang berbeda dalam memilih, diantaranya adalah: 41,18% memilih
berdasarkan hati nurani yaitu golongan II (4,41%) 3 responden, golongan III
(25%) 17 golongan, dan golongan IV (11,77%) 8 responden. Memilih
berdasarkan Visi dan Misi yaitu 35,30% antara lain golongan II (8,82) 6
responden, golongan III (11,76) 8 responden, dan golongan IV (14,71%) 10
responden. Memilih berdasarkan karena adanya ajakan dari orang lain memiliki
11,76% antara lain, golongan II (2,94%) 2 responden, golongan III (4,41%) 3
reponden, dan golongan IV (4.41%) 3 responden. Sedangkan untuk yang memilih
berdasarkan karena melihat iklan dan spanduk memiliki 11,76% antara lain,
golongan II (1,47%) 1 responden, golongan III (7,53%) 5 responden dan golongan
IV terdapat (2,94%) 2 responden.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa responden yang
berasal dari Pegawai Negeri Sipil Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera
Utara memiliki lebih banyak memilih calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
berdasarkan hati Nurani pribadi masing-masing. Karena setiap orang sudah
III.4 Evaluasi tentang Peraturan Pemerintah
Berikut ini disajikan data dari jawaban responden terhadap keseluruhan
pertanyaan melalui kuesioner yang telah disebarkan yaitu menyangkut evaluasi
responden tentang pengetahuan terhadap Peraturan Pemerintah atau
Peraturan-Peraturan lainnya yang menyangkut terhadap Netralitas Pegawai Negeri Sipil
dalam Pemilukada.
Tabel III.11
Jumlah responden mengetahui Peraturan Pemerintah
No Peraturan Pemerintah
GOLONGAN
Jlh Jlh (%)
II % III % IV %
1 Tahu 12 17,65% 33 48,53% 23 33.82% 68 100%
2 Tidak Tahu - 0% - 0% - 0% 0 0%
TOTAL 68 100%
Sumber : Kuesioner Penelitian
Tabel III.10 diatas menunjukkan bahwa Seluruh responden yang
berjumlah 68 responden mengatakan bahwa mengetahui adanya Peraturan
Pemerintah yang mempengaruhi netralitas Pegawai Negeri Sipil terhadap
Pemilukada 2013. Hal seperti ini sangat baik sekali untuk meningkatkan
kedisiplinan terhadap Pegawai Negeri Sipil.
Tabel III.12
Jumlah repsonden yang mengetahui Undang-Undang No. 43 Tahun 1999
No Undang-undang GOLONGAN Jlh Jlh
(%)
II % III % IV %
1 Tahu 12 17,65% 33 48,53% 23 33,82% 68 100%
2 Tidak Tahu - 0% - 0% - 0% 0 0%
TOTAL 68 100%
Sumber : Kuesioner Penelitian
Diagram III.12
Dari Penelitian terhadap Tabel dan Diagram III.11 diatas bahwa 100%
responden mengetahui tentang Undang-Undang Pegawai Negeri Sipil nomor 43
tersebut adalah hal dasar yang dapat membangun netralitas Pegawai Negeri Sipil
terhadap Pemilukada dan hal lain yang hubungan dengan perpolitikan.
Dengan 100% responden yang menyatakan mengetahui tentang
Undangt-Undang tersebut merupakan hal yang sangat baik dalam meningkatkan sifat-sifat
jujur, adil yang sebagaimana diterapkan dalam pokok-pokok Kepegawaian
Tersebut.
Tabel III.13
Jumlah Responden yang mematuhi Peraturan Pemerintah
No Peraturan Pemerintah
GOLONGAN
Jlh Jlh (%)
II % III % IV %
1 Mematuhi 12 17,65% 33 48,53% 23 33,82% 68 100%
2 Tidak Mematuhi - 0% - 0% - 0% 0 0%
TOTAL 68 100%
Sumber: Kuesioner Penelitian
Diagram III.13
Hasil dari Tabel dan Diagram III.12 diatas menunjukkan bahwa 100%
berlaku. Hal ini dinilai baik karena Pegawai Negeri yang terdapat pada Kantor
Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara, mengetahui pasti
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan sifat jujur dan setia sebagai Pegawai Negeri
Sipil.
Tabel III.14
Pelanggaran berat terhadap pelanggaran
No Dilarang kampanye
GOLONGAN
Jlh Jlh (%)
II % III % IV %
1 Tidak Tahu - 0% - 0% - 0% 0 0%
2 Tahu 12 17,65% 33 48,53% 23 33,82% 68 100%
TOTAL 68 100%
Sumber: Kuesioner Penelitian
Diagram III.14
Dari tabel diatas, sama seperti hasil-hasil sebelumnya, bahwa ke 68
responden mengakui mereka mengetahui tentang Undang-Undang yang
terdapat pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Hal ini menunjukkan bahwa Pegawai Negeri Sipil di Kanwil Kemenagsu
termasuk memiliki sifat yang berdisiplin dalam mematuhi dan mengerti tentang
Netralitas maupun Disiplin yang diterapkan oleh Peraturan dan
Perundang-Undangan.
Tabel III.15
Jumlah responden yang tertarik memilih Cagub dan Cawagub
No
Tertarik terhadap Imbalan
GOLONGAN
Jlh Jlh (%)
II % III % IV %
1 Ya 3 4,41% 2 2,94% 2 2,94% 7 10,29%
2 Tidak tertarik 5 7,35% 11 16,18% 3 4,41% 19 27,94%
3 Bisa Saja 4 5,89% 20 29,41% 18 26,47% 42 61,77%
TOTAL 68 100%
Diagram III.15
Data diatas menunjukkan bahwa 42 responden (61,77%) mengaku biasa
golongan II dengan 4 responden (5,89%), golongan II dengan 20 responden
(29,41%) dan golongan III berjumlah 18 responden (26,47%). Hal seperti ini
dapat dinilai cukup bagus, karena dapat meningkatkan kesadaran pribadi
masing-masing Pegawai Negeri Sipil dalam memilih Kepala Daerah yang dirasa layak.
Menurut data tersebut juga menyatakan bahwa 19 responden (27,94%)
mengaku tidak tertarik dengan Kepala Daerah yang memberikan imbalan terhadap
masyarakat. Golongan II terdiri dari 5 responden (7,35%), golongan III terdiri
dari 11 responden (16,18%) dan golongan IV memiliki 3 responden (4,41%).
Angka ini tidak lebih banyak dari responden yang menjawab biasa saja.
Responden yang memilih tidak tertarik terhadap imbalan-imbalan dari calon-calon
Kepala Daerah, memiliki prinsip bahwa suara mereka tidak dapat dibeli ataupun
diuangkan.
Sedangkan yang memilih Ya atau setuju diberikan imbalan-imbalan oleh
Calon Kepala Daerah memiliki 7 responden (10,29%) yang terdiri dari 3
responden (4,41%) golongan II, 2 responden (2,49%) golongan III dan 2
responden (2,49%) golongan IV.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah di lakukan pada Kantor
Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara, Hampir semua responden yang
menerima kuesioner dari peneliti, mengaku bahwa mereka telah mengetahui dan
memahami mengenai peraturan-peraturan maupun Undang-Undang yang berlaku
terhadap Disipin Pegawai Negeri Sipil dan Netralitas Pegawai Negeri Sipil.
Mereka memahami bahwa netrralitas dalam setiap Pegawai Negeri Sipil adalah
penting, karena mengingat Pegawai Negeri Sipil adalah aparatur Negara sebagai
abdi dan pelayan masyarakat.
Mengenai pertanyaan yang sedikit lebih mendalam terhadap responden,
bahwa penulis mendapatkan bahwa tidak sedikit juga responden yang benar-benar
memahami tentang Peraturan maupun Undang-Undang yang berlaku terhadap
netralitas Pegawai Negeri Sipil, terutama pada golongan II atau masih termasuk
golongan rendah pada Pegawai Negeri Sipil. Misalnya saja, masih ada yang ikut
membantu dalam kegiatan kampanye, meskipun mereka hanya menjelaskan
sebelah terhadap Partai Politik atau organisasi apapun. Ataupun adanya
pelanggaran-pelanggaran disiplin ringan yang mereka anggap tidak melanggar
Undang-Undang atau Peraturan-Peraturan yang berlaku.
Hal-hal seperti itu lah yang penulis rasa bahwa adanya indikasi ketidak
netralan para responden itu yang mengaku mengetahui tentang semua Peraturan
maupun Undang-Undang yang berlaku, tetapi tidak sedikit juga yang belum
benar-benar memahami Peraturan tersebut.
Dalam hal ini menurut seorang narasumber dari Pegawai Negeri Sipil
Kanwil Kemenag Prov.SU dan dari data yang pernah saya lihat di website bahwa
yang dimaksud mengikuti kampanye yang tidak melanggar peraturan adalah
“hanya sekedar datang dan meramaikan” kampanye. Tidak memihak, tidak
mempengaruhi orang lain, tidak menggunakan atribut-atribut kampanye, dan tidak
juga mengikutsertakan diri dalam tim sukses calon pada kampanye. Jadi dari hasil
yang saya dapat, bahwa semua aktivitas kampanye dan ikut serta membantu
kampanye itu dilarang keras, sedangkan hanya mendatangi kampanye saja, itu
tidak dilarang dan hal tersebut dilakukan harus diluar jam kerja.
Pada hasil penelitian berikutnya juga, bahwa banyaknya responden yang
memilih calon Incumbent atau dalam hal ini ialah pasangan nomor urut 5 yaitu
Gatot Pujonugroho dan T. Erry Nuradi. Penulis melakukan sedikit wawancara
atau pertanyaan mendalam seputar hal tersebut terhadap salah satu orang penting
dari Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Kementerian Agama Provinsi Sunatera
Utara. Memang beliau mengatakan bahwa banyak Pegawai Negeri Sipil pada
Kantor Kementerian Agama Provsu ini memilih Gatot Pujonugroho dan T. Erry
Nuradi. Beliau memilih pasangan Incumbent ini selain dari visi dan misi yang
meyakinkan, pasangan ini dirasa telah memiliki lebih banyak pengalaman dalam
memimpin Sumatera Utara ini. Meskipun beliau tidak membantah bahwa, belum
terlalu memiliki perubahan yang signifikan terhadap Sumatera Utara ketika Gatot
Beliau menjelaskan bahwa pernah menjadi sebuah tradisi dalam Pegawai
Negeri Sipil memilih calon-calon dari Partai Golkar. Tetapi seiring dengan
berjalannya waktu, hal tersebut dirasa kurang adil dan kurang berkembang.
Sumatera Utara juga membutuhkan suatu perubahan yang mendukung kemajuan
daerahnya. Indikasi lain yang juga penulis tangkap mengenai hal ini, bahwa beliau
memaparkan bahwa Gatot Pujonugroho memiliki sosialisasi yang baik terhadap
Pegawai Negeri Sipil, sehingga hal-hal tersebut lah yang meyakinkan beliau untuk
ikut memilih Gatot-Erry.
Sedangkan pertanyaan lebih mendalam kepada salah seorang responden
mengenai apa alasan mereka dalam memilih dan percaya kepada calon Incumbent,
beliau menjawab bahwa memilih pasangan calon tersebut tidak lain adalah karena
adanya kesamaan etnisitas. Terlebih lagi karena adanya arahan dari atasan-atasan
untuk memiih. Hal-hal seperti ini juga merupakan adanya indikasi ketidak
netralan terhadap Pemilukada Sumatera Utara karena termasuk adanya
pemobilisasian Pegawai Negeri Sipil.
Dari hasil penelitian-penelitian inilah didapat bahwa ternyata meskipun
Pegawai Negeri Sipil di Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara
memiliki pengetahuan tentang peraturan dan undang-undang Disipilin Pegawai
Negeri tetapi tidak dapat dipungkiri juga bahwa mereka memiliki
indikasi-indikasi sebuah ketidaknetralan. Bentuk kepatuhan Pegawai Negeri Sipil ini
sendiri juga dapat dinilai baik, karena meskipun tidak terlalu paham secara
mendalam tentang peraturan-peraturan dan sanksi mengenai pelanggaran terhadap
Netralitas, tetapi mereka mengikuti dan patuh terhadap peraturan tersebut karena
mereka mengerti sekali terhadap sanksi-sanksi yang berlaku.
Harus diakui mungkin sedikit mewujudkan netralitas PNS mengingat PNS
Indonesia selama 32 tahun menjadi pendukung utama partai politik yang berkuasa
pada masa itu yang menyebabkan hancurnya tatanan politik yang demokratis.
karena kondisi real dari sistem birokrasi yang lebih berorientasi kepada loyalitas
terhadap pimpinan dari pada negara. Keterlibatan PNS baik secara individu
maupun institusional dalam Pilkada sudah pasti akan menyebabkan terjadinya
BAB IV PENUTUP
Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dari hasil penelitian
mengenai Netralitas Pegawai Negeri Sipil Pada Pemilukada Sumatera Utara 2013.
Kesimpulan ini juga merupakan hasil dari data sebagaimana yang telah di uraikan
di bab tiga. Selain itu penulis juga akan memberikan saran-saran terkait opini dari
para responden tersebut.
IV.1 Kesimpulan
Pegawai Negeri Sipil harus netral dari pengaruh semua golongan dan
partai politik serta tidak diskriminatif dalam tugasnya sebagai pelayan
masyarakat, karena Pegawai Negeri Sipil dalam kedudukannya sebagai unsur
aparatur negara, yaitu bertanggung jawab kepada negara dengan tugas
memberikan pelayanana kepada masyarakat. Upaya menjaga netralitas dari
pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan
persatuan agar Pegawai Negeri Sipil dapat memusatkan segala perhatian, pikiran,
dan tenaganya pada tugas yangdibebankan kepadanya.
Pegawai Negeri Sipil sebagai warga negara yang memiliki hak politik.
Dalam hal ini, hak politik yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil tetap
diberikan, akan tetapi Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kewajiban dalam
kedudukannya sebagai Aparatur Negara.
Netralitas PNS sangat dibutuhkan bagi organisasi pemerintahan yang misi
utamanya aadalah mengatur, melayani dan memberdayakan masyarakat agar
terwujud kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:
- Dengan netralitas, PNS tidak lagi terganggu dengan pekerjaan - pekerjaan
yang diluar tugas dan tanggung jawabnya, sehingga lebih fokus pada
pekerjaannya.
- PNS merasa lebih aman bekerja, punya kepastian masa depan dimana
tergantung kepada hasil kerja dan prestasi kerjanya, tidak ada lagi
- Pemberian pelayanan akan lebih baik, karena tidak ada lagi sikap
sikap yang diskriminatif ataupun adanya intervensi tertentu dalam
memberikan pelayanan.
Seorang Pegawai Negeri Sipil berfungsi sebagai abdi negara yang
memiliki tiga peran: sebagai alat/aparatur negara, sebagai pelayan publik dan
sebagai alat pemerintah. Untuk menyadarkan diri akan fungsi dan peran sebagai
Pegawai Negeri Sipil sebaiknya seorang Pegawai Negeri Sipil memahami betul
aturan-aturan tentang Pegawai Negeri Sipil dan pilkada. Beberapa ketentuan yang
terkai tdengan eksistensi Pegawai Negeri Sipil dalam pemilukada diantaranya :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang
pokok-pokok Kepegawaian.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004
tentang larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi Anggota Partai Politik.
3. Peraturan Mendagri Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil.
4. Surat Edaran Menpan Nomor 7 Tahun 2009 tentang Netralitas
Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Umum.
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 2005 tentang Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki jabatan rangkap.
7. Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2004 tentang Kode Etik
Pegawai Negeri Sipil.
8. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu anggota DPR,
DPD dan DPRD.
Jadi secara jelas, menurut ketentuan-ketentun tersebut, bukan melarang
Pegawai Negeri Sipil dalam berpolitik, tetapi melarang dengan segala
konsekuensi bahwa Pegawai Negeri Sipil tidak dibenarkan menjadi anggota
jelas, karena Pegawai Negeri Sipil masih memiliki hak pilih, tentunya untuk
menentukan hak pilih dalam mewujudkan Pemimpin Pilihan rakyat, seorang
Pegawai Negeri Sipil akan memberikan dan mempoengaruhi nilai suara yang akan
diberikan, tentunya Pegawai Negeri Sipil diberi hak untuk mengetahui figur bakal
calon yang memenuhi sebagai Pemimpin Pilihan Rakyat
Dari hasil penelitian tentang netralitas ini dapat disimpulkan bahwa secara
normatif para Pegawai Negeri Sipil di Kantor Kementerian Agama Provinsi
Sumatera Utara secara peraturan normatif memahami sosialiasasi aturan tentang
perlunya netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam ajang politik seperti Pemilu.
Dan dari hasil penelitian didapati bahwa secara mayoritas Pegawai Negeri
Sipil Kantor Kemenag Provsu melakukan netralitas dalam Pemilukada Sumatera
Utara tahun 2013 dengan persentase 98% yang tidak ikut mendukung secara real
dalam usaha pemenangan salah satu calon walikota Medan atau tidak ikut dalam
kegiatan kampanye.
Tetapi ada satu hal yang mungkin perlu di teliti lebih dalam adalah
bahwa tidak bisa menemukan data yang valid tentang keterlibatan mereka secara
pasti dengan metode kuisioner seperti penelitian yang penulis lakukan. Karena
mendukung atau tidak mendukung itu terkait dengan kerahasian mereka pribadi.
IV.2 Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan maka penulis merasa perlu
memberikan saran kepada pihak-pihak yang terkait dengan Netralitas Pegawai
Negeri Sipil Pada Pemilukada Sumatera Utara 2013:
1. Bagi Pemerintah dalam hal ini Kantor Wilayah Kementerian Agama
Provinsi Sumatera Utara perlu meningkatkan pengawasan terhadap
masalah-masalah keterlibatan Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur
negara. Selain pengawasan, tindakan atau sanksi yang diberikan harus
2. Bagi Pegawai Negeri Sipil, PNS walaupun bisa mengikuti kampanye
tapi juga harus memperhatikan tugas pokok dan fungsinya sebagai
Aparatur Negara yang harus netral dalam arti tidak diskriminatif
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Upaya ini untuk
menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan agar Pegawai Negeri
Sipil dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada
tugas yang dibebankan kepadanya. Oleh karena itulah seorang
Pegawai Negeri dituntut harus bersikap Netralitas dalam Politik
3. Untuk menjamin netralitas PNS, Pegawai Negeri Sipil tidak hanya
dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik namun juga
BAB II
DESKRIPSI PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROV. SUMUT
II.1 PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pegawai Negeri merupakan pekerja di sektor publik yang bekerja untuk
pemerintah pada suatu negara. Pekerja di badan publik non-departemen terkadang
juga dikategorikan sebagai pegawai negeri. Pegawai negeri di Indonesia
menggunakan perpaduan antara sistem karir dan system prestasi kerja. Sistem
karir merupakan suatu sistem kepegawaian, dimana untuk pengangkatan pertama
didasarkan atas kecakapan yang bersangkutan, sedang dalam pengembangannya
lebih lanjut, masa kerja, kesetiaan, pengabdian dan syarat-syarat obyektif lainnya.
Sedangkan sistem prestasi kerja adalah suatu sistem kepegawaian, dimana
pengangkatan seseorang untuk menduduki suatu jabatan atau untuk naik pangkat
didasarkan atas kecakapan dan prestasi yang dicapai oleh pegawai yang diangkat.
Mereka dipilih dalam ujian seleksi tertentu untuk mendapatkan gaji dan tunjangan
khusus, serta memperoleh pensiun. Namun demikian, terdapat jabatan-jabatan
tertentu yang tidak diduduki oleh pegawai negeri, misalnya:
a. Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota- dipilih langsung oleh rakyat
melalui pemilu
b. Menteri ditunjuk oleh Presiden.
Camat dan Lurah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), sedangkan Kepala Desa
bukan merupakan PNS karena dipilih langsung oleh warga setempat.
Berdasarkan pengertian pegawai negeri dalam perundang-undangan yang
mengatur tentang pokok-pokok kepegawaian, dapat dilihat bahwa adanya
unsur-unsur yang harus dipenuhi dari seseorang untuk dapat diangkat sebagai pegawai
negeri, yaitu Warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai
persyaratan tentang syarat-syarat seseorang dapat diangkat menjadi pegawai
atas peraturan pemerintah Nomor 89 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri sipil,
yang menentukan persyaratannya sebagai berikut:
1. Warga Negara Indonesia
2. Berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan
setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun.
3. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena
melakukan suatu tindak pidana kejahatan.
4. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat, tidak atas permintaan
sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau
diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta.
5. Tidak berkedudukan sebagai calon/ Pegawai Negeri
6. Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian dan keterampilan yang
diperlukan.
7. Berkelakuan baik.
8. Sehat Jasmani dan Rohani
9. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh pemerintah.
10. Syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan
Berdasarkan kenyataan dan pengalaman sejarah ternyata bahwa kedudukan
dan peranan Pegawai pada setiap negara sangatlah penting dan menentukan,
karena Pegawai adalah unsur aparatur negara dan aparatur pelaksana pemerintah
dalam mencapai tujuan nasional suatu Negara. Di Indonesia Pegawai Negeri Sipil
mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dan menentukan serta
Dalam birokrasi Pemerintahan, dikenal jabatan karier yaitu jabatan dalam
lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil
(PNS). Jabatan karier dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Jabatan Struktural
Yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi, kedudukan
jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah yaitu Eselon
IVb hingga tertinggi dari level Eselon Ia, contoh jabatan struktural di PNS
adalah Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro dan Staf Ahli,
sedangkan contoh jabatan struktural di Pemda adalah Sekretaris Daerah,
Kepala Dinas Kepala Badan dan Kepala Kantor, Kepala Bagian, Kepala
Bidang, Kepala Seksi, Camat, Sekretaris Camat, Lurah dan Sekretaris Lurah.
2. Jabatan Fungsional
Yaitu jabatan yang tidak tercantum dalam struktur organisasi tetapi dari
sudut pandang tugas dan fungsi (tusi) pekerjaannya tidak bisa terlepas dari
struktur organisasi dan sangat diperlukan oleh organisasi dan pelaksanaannya
merupakan satu kesatuan, misalnya auditor (Jabatan fungsional Auditor JFA)
guru,dosen pengajar, arsiparis, perancang peraturan perundang-undangan dan
lain-lain
Dalam rangka kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintah dan
pembangunan nasional seperti yang tertulis dalam penjelasan atas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 alinea 1Tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
yaitu: Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan nasional
sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur Negara khususnya Pegawai Negeri
Sipil. Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional yakni
mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern,
demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi, diperlukan Pegawai Negeri yang
merupakan unsur aparatur Negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang
dengan dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Pegawai Negeri Sipil terdiri atas:
1. Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNS Pusat), yaitu PNS yang gajinya
dibebankan pada APBN, dan bekerja pada departemen, lembaga non
departemen, kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara,
instansi vertikal di daerah-daerah, serta kepaniteraan di pengadilan.
2. Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNS Daerah), yaitu PNS yang bekerja di
Pemerintah Daerah dan gajinya dibebankan pada APBD. PNS Daerah
terdiri atas PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah Kabupaten/Kota.
Pada penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 43 Tahun 1999
aline ke 2 bahwa dalam pelaksanaan desentralisasi kewenangan pemerintahan
kepada Daerah, Pegawai Negeri berkewajiban untuk tetap menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa dan harus melaksanakan tugasnya secara professional dan
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan
pembangunan serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme21
Dalam perwujudannya PNS hanya dapat menjalankan pekerjaan kalau
pekerjaan tersebut untuk kepentingan bangsa dan negara dan kepentingan
kelancaran pemerintahan sesuai dengan peraturan perundangan, bukanlah untuk .
Untuk membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tersebut diatas,
diperlukan upaya meningkatkan manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagai
bagian dari Pegawai Negeri. Manajemen Pegawai Negeri Sipil perlu diatur secara
menyeluruh, dengan menerapkan norma, standar, dan prosedur yang seragam
dalam penetapan formasi, pengadaan, pengembangan, penetapan gaji, dan
program kesejahteraan
Seorang PNS dituntut untuk loyal, namun dalam pengertian ini loyalitas
bukan ditujukan pada kelompok tertentu apalagi pada orang tertentu, tetapi
loyalitas hanyalah kepada pemerintah, bangsa dan negara yang berdasarkan
kepada Pancasila dan UUD 1945.
21
kepentingan subjektif dari seseorang walaupun yang bersangkutan adalah
pimpinannya. Dalam hal ini, loyalitas tidaklah hanya diukur dari segi kepatuhan
seseorang pada pribadi pimpinan, tetapi kepatuhannya menjalankan tugas-tugas
pemerintahan yang dibebankan kepadanya, serta ketaatannya dalam menjalankan
dan menegakkan peraturan perundangan.
Netralitas PNS sangat dibutuhkan bagi organisasi pemerintahan yang misi
utamanya adalah mengatur, melayani dan memberdayakan masyarakat agar
terwujud kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:
- Pertama, dengan netralitas, PNS tidak lagi terganggu dengan pekerjaan
pekerjaan yang di luar tugas dan tanggung jawabnya, sehingga lebih
fokus pada pekerjaannya.
- Kedua, PNS merasa lebih aman bekerja, punya kepastian masa depan
dimana tergantung kepada hasil kerja dan prestasi kerjanya, tidak ada lagi
faktor-faktor subjektif yang tidak punya standar yang pasti.
- Ketiga, PNS akan berkompetisi secara sehat dalam menghasilkan
prestasi, sehingga akan muncul inovasi baru dalam menyelesaikan suatu
persoalan ataupun guna melancarkan penyelenggaraan pemerintahan.
- Keempat, pemberian pelayanan akan lebih baik, karena tidak ada lagi
sikap yang diskriminatif ataupun adanya intervensi tertentu dalam
memberikan pelayanan.
Dalam hal ini, Pegawai Negeri adalah aparatur Negara sehingga dituntut
untuk memiliki rasa bertanggung jawab, profesionalisme dan memiliki kesetiaan
pada masing-masing individu. Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan
pemerintah juga tidak luput dari keseharian Pegawai Negeri Sipil. Seperti
peraturan-peraturan Pemerintah tentang larangan Pegawai Negeri Sipil untuk
masuk kedalam dunia politik, seperti larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi
anggota Partai Politik. Karena Pegawai Negeri Sipil memang diwajibkan harus
netral.
Seperti pada alinea ke 6 Undang-Undang RI nomor 43 Tahun 1999, bahwa
dalam upaya menjaga netralitas Pegawai Negeri Sipil dari pengaruh partai politik
dapat memusatkan segala perhatian, pikiran dan tenaganya pada tugas yang
dibebankan kepadanya, maka Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota
dan/atau pengurus Partai Politik. Oleh karena itu, Pegawai Negeri yang menjadi
anggota dan/atau pengurus parti politik harus diberhentikan sebagai Pegawai
Negeri Sipil. Pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan hormat maupun
dengan tidak hormat.
Hal diatas tersebut sesuai dengan penjelasaan Janji Pegawai Negeri Sipil PP
No. 21 Tahun 1975 disebutkan bahwa sumpah/janji Pegawai Negeri adalah
kesanggupan untuk menaati keharusan atau untuk tidak melakukan
larangan-larangan yang ditentukan dan diikrarkan dihadapan atasan yang berwenang
menurut agama dan kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
mengucapkan sumpah/janji, diharapkan Pegawai Negeri Sipil akan melaksanakan
tugas amanah dengan penuh kesadaran, keikhlasan sesuai dengan hati nurani
individu22
Kementerian Agama disingkat Kemenag yang dahulu adalah Departemen
Agama (Depag) merupakan .
II.2 PROFIL KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROV. SUMATERA UTARA
membidangi urusa
seperti yang diteliti oleh penulis adalah Kantor Kementerian Agama Provinsi
Sumatera Utara.
Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara terletak di. Jl. Jendral.
Gatot Subroto No. 261, yaitu sebuah jalan besar menuju Binjai., dikepalai oleh
Ka.Kanwil bapak Drs. H. Abd Rahim, M.Hum sejak 26 Oktober 2011. Kanwil
22
Kementerian Agama ini tepatnya berada di depan Komando Daerah Militer
(Kodam) Bukit Barisan Medan.
Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara memiliki 3 Gedung.
Gedung pertama adalah gedung yang isinya bidang Kesekretariatan. Seperti,
Bagian Umum, Bagian Kepegawaian, Bagian Keuangan dan sebagainya.
Sedangkan untuk gedung kedua dan ketiga Kanwil Kemenag Provsu ini adalah
gedung yang isinya bidang – bidang pendidikan seperti, Pendidikan Agama dan
Keagamaan Islam, Pendidikan Madrasah dan Pendidikan-Pendidikan lainnya.
II.2.1 Sejarah Kementerian Agama Prov. Sumatera Utara
Pada saat berdirinya Kementerian Agama pada tahun 1946, Sumatera
masih merupakan satu provinsi dengan Gubernurnya yang berasal dari Aceh
yaitu Mr. T. Moch. Hasan. Jawatan Agama Sumatera oleh Pemerintah
dipercayakan kepada H. Muchtar Yahya, kedudukannya masih berada di bawah
Gubernur.
Pada Tahun 1964, Sumatera dibagi menjadi 3 Provinsi, yakni Provinsi
Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan, H. Muchtar Yahya
ditunjuk sebagai menjadi koordinator jawatan-jawatan Agama tersebut, bertempat
di Bukit Tinggi23
Sementara itu, pada tahun 1953, Provinsi Sumatera Utara merupakan
gabungan dari Daerah Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli berkedudukan di .
Kepala – Kepala Jawatan Agama di ketiga wilayah Sumatera waktu itu,
Tengku Moch. Daud Beureuh Provinsi Sumatera Utara, Nazaruddin Thoha
Sumatera Tengah dan K. Azhari Sumatera Selatan. Mereka diangkat oleh
Gubernur Sumatera Utara yang mewakili Presiden untuk mengurus
Pemerintahan di wilayahnya. Setelah Kantor – Kantor Jawatan Agama Provinsi
Sumatera Utara ada hubungan dengan Kementerian Agama, yang berkedudukan
di Yogyakarta, H. Muchtar Yahya dipindahkan ke Pusat bertindak sebagai Kepala
Urusan Keagamaan Wilayah Sumatera.
23
Kotaraja (Banda Aceh). Jawatan Agama Provinsi Sumatera Utara dipimpin oleh
Tengku Abdul Wahab Silimeun, sedang koordinator untuk keresidenan Sumatera
Utara H.M Bustami Ibrahim.
Pada tahun 1956 struktur Pemerintahan berubah lagi, Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara, sebagai gabungan dari Keresidenan Sumatera Timur dan
Tapanuli berkedudukan di Medan dan Daerah Aceh dijadikan Daerah Istimewa
Aceh yang berkedudukan di Kotaraja (Banda Aceh). Untuk memimpin Jawatan
Agama Provinsi Sumatera Utara ditunjuk K.H Muslich dan Pimpinan Jawatan
Agama Daerah Istimewa Aceh tetap ditangan Tengku Wahab Silimeun.
Sejak saat itulah Jawatan Agama kedua Provinsi tersebut berdiri
sendiri-sendiri dan untuk perkembangan selanjutnya diatur berdasarkan
peraturan-peraturan yang ditetapkan Kementerian Pusat. Sejak Provinsi Sumatera Utara
berdiri sendiri, pernah menjabat Kepala (dengan beberapa kali mengalami
perubahan struktur) adalah:
1. K.H Muslich
2. H. Miskuddin A. Hamid
3. H.M Arsyad Thalib Lubis
4. Prof. Dr. T.H Yafizham, SH
5. Drs. H.A Djalil Muhammad
6. Drs. H.A Gani
7. Drs. H.M Adnan Harahap
8. Drs. H.A Bidawi Zubir
9. Drs. Nurdin Nasution
10. Prof. Dr. H. Mohd. Hatta
11. Drs. H.Z Arifin Nurdin, SH. Mkn
12. Drs. H. Syariful Mahya Bandar, MAP
II.2.2 Perkembangan Organisasi Departemen Agama Pada Tahun 1965-1974
Berdasarkan Keputusan Menteri Agama 91 Tahun 1965 sampai dengan
1976, tentang struktur Organisasi, Tugas dan wewenang Instansi Departemen
Agama di Daerah. Terdiri dari:
1. Perwakilan Departemen Agama Provinsi
2. Perwakilan Departemen Agama Kabupaten/Kota
3. Kantor Urusan Agama Kecamatan
Perwakilan Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara terdiri dari :
- Jawatan Urusan Agama
- Jawatan Pendidikan Agama
- Jawatan Penerangan Agama
- Jawatan Peradilan Agama dan Pengadilan Agama
- Jawatan Tinggi Agama dan Pesantren Luhur
- Jawatan Urusan Haji
- Jawatan Agama Kristen
- Jawatan Agama Katholik
- Jawatan Agama Hindu dan Buddha
Perwakilan Departemen Agama Kabupaten/Kota terdiri dari:
- Dinas Urusan Agama
- Dinas Pendidikan Agama
- Dinas Penerangan Agama
- Pengadilan Agama
- Dinas Urusan Haji
- Dinas Urusa Agama Kristen
- Dinas Urusan Agama Katholik
- Dinas Urusan Agama Hindu dan Buddha
Kantor Urusan Agama Kecamatan Meliputi :
- Urusan Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk serta bimbingan
kesejahteraan keluarga.
- Urusan rumah Peribadatan, Ibadah Sosial dan Urusan Haji
- Urusan Penerangan dan Penyuluhan Agama
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 53 Tahun 1971
tentang Pembentukan Kantor Perwakilan Departemen Agama Provinsi serta
Kantor Departemen Agama Kabupaten dan Inspektorat Perwakilan, susunannya
terdiri:
1. Perwakilan Departemen Agama Provinsi
2. Perwakilan Departemen Agama Kabupaten
3. Kantor Urusan Agama Kecamatan
4. Urusan Pengawas adalah Inspektorat Perwakilan.
Perwakilan Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara terdiri dari:
1. Unsur Pimpinan adalah Kepala Perwakilan
2. Unsur Pembantu Pimpinan adalah Sekretariat Perwakilan
3. Unsur Pelaksanaan ialah :
- Inspeksi Urusan Agama
- Inspeksi Pendidikan Agama
- Inspeksi Penerangan Agama
- Inspeksi Peradilan Agama.
II.2.3 PERKEMBANGAN PADA TAHUN 1975-1981
1. Keputusan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 1975 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara
terdiri atas:
- Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi
- Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota
2. Keputusan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 1975 (Disempurnakan)
tanggal 16 April 1975, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Agama Provinsi Sumatera Utara sesuai dengan Typologi IV, maka
Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara terdiri
dari:
- Bagian Tata Usaha
- Bagian Urusan Agama Islam
- Bidang Pendidikan Agama Islam
- Bidang Penerangan Agama Islam
- Bidang Urusan Haji
- Pembimbing Masyarakat (Kristen) Protestan
- Pembimbing Masyarakat Katholik
- Pembimbing Masyarakat Hindu dan Buddha
- Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota
- Kantor Urusan Agama Kecamatan
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 45 Tahun 1981
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama
Provinsi Sumatera Utara termasuk pada Typologi I terdiri atas:
- Bagian Sekretariat
- Bidang Urusan Agama Islam
- Bidang Penerangan Agama Islam
- Bidang Urusan Haji
- Bidang Pembinaan Masyarakat (Kristen) Protestan
- Pembimbing Masyarakat Katholik
- Pembimbing Masyarakat Hindu
- Pembimbing Masyarakat Buddha.
Selanjutnya terjadi perubahan struktur sesuai Keputusan Menteri Agama
Agama Provinsi Sumatera Utara termasuk pada Typologi I B. Struktur Typologi
Kanwil Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara:
1. Bagian Tata Usaha
2. Bidang Urusan Agama Islam
3. Bidang Penyelenggaraan Haji, Zakat dan Wakaf
4. Bidang Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada sekolah umum
5. Bidang Pendidikan keagaam, pondok pesantren, pendidikan agama islam
pada masyarakat dan pemberdayaan masjid.
6. Bidang Bimbingan masyarakat Kristen
7. Pembimbing masyarakat Katholik
8. Pembimbing masyarakat Hindu
9. Pembimbing masyarakat Buddha
Bagan II.1
II.2.4 Kode Etik PNS Dan Visi Misi Kanwil Kementerian Agama Prov. Sumatera Utara
Dalam kelancaran tugas umum pemerintahan dan pembangunan
nasional, sangat dipengaruhi olh kesempurnaan pengabdian aparatur Negara.
Pegawai Negeri Sipil merupakan unsur aparatur Negara yang bertugas
memberikan pelayanan yang terbaik, adil dan merata. Pembinaan jiwa Korps
atau pegawai akan berhasil dengan baik apabila diikuti dengan pelaksanaan dan
penerapan kode etik dalam kehidupan sehari-hari Pegawai Negeri Sipil. Dengan
upaya meningkatkan kualitas Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan
tugas-tugasnya. Pegawai Negeri Sipil yang baik pun tidak terlepas dari pedoman Visi
dan Misi Kantor Wilayah Kementerian Agama.
Adapun Kode etik PNS dan Visi Misinya adalah sebaqgai berikut:
A. Kode Etik Pegawai
“Kami Pegawai Kementerian Agama yang Beriman dan Bertaqwa Kepada
Tuhan Yang Maha Esa:.
1. Menjunjung Tinggi Pesartuan dan Kesatuan
2. Mengutamakan Pengabdian dan Pelayanan Kepada Masyarakat
3. Bekerja dengan Jujur, Adil dan Amanah
4. Melaksanakan Tugas dengan Disiplin, Profesional dan Inovatif
5. Setia Kawan dan Bertanggungjawab atas Kesejahteraan Korps (Pegawai)
B. Visi dan Misi
VISI : Terwujudnya msyarakat agamis yang berakhlak mulia, rukun dan damai.
MISI :
1. Meningkatkan bimbingan dan pelayanan kehidupan beragama
2. Meningkatkan pemahaman, penghayatan, pengamalan dan
pengembangan nilai-nilai agama.
3. Memperkokoh kerukunan umat beragama
4. Mengembangkan lembaga social keagamaan dan lembaga social
keagamaan
5. Meningkatkan kualitas pendidikan agama pada seklah umum dan
madarasah
II.2.5 Tugas Dan Pokok-Pokok Kebijakan Kanwil Kementerian Agama Prov. Sumatera Utara
Tugas dan fungsi Kantor Kementerian Agama ini adalah berdasarkan
Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dan Kantor Kementerian
Agama Kabupaten/Kota Pasal 2.
A. Tugas dan Fungsi Kanwil Kementerian Agama
1. Perumusan Visi dan Misi dan Kebijakan Teknis dibidang pelayanan dan
bimbingan kehidupan beragama kepada masyarakat di Provinsi.
2. Pembinaan, Pelayanan dan bimbingan, Masyarakat islam pelayanan haji
dan umroh, Pengembangan zakat dan wakaf pendidikan agama dan
keagamaan pondok pesantren, Pendidikan agama islam pada masyarakat
dan pemberdayaan masjid, serta urusan agama, Pendidikan agama,
Bimbingan masyarakat Kristen, katolik, hindu dan Buddha sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
3. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengelolaan administrasi dan
informasi.
4. Pembinaan kerukunan umat beragama.
5. Pengkoordinasian perencanaan, pengendalian dan pengawasan program,
daerah, instansi terkait dan lembaga masyarakat dalam rangka pelaksanaan
tugas Departemen di Provinsi.
6. Pelaksanaan hubungan dengan pemerintah daerah, instansi terkait dan
lembaga masyarakat dalam rangka pelaksanaan tugas departemen di
Provinsi.
B. Pokok-Pokok Kebijakan Kanwil Kementerian Agama Prov. Sumatera Utara
1. Menciptakan iklim yang kondusif bagi proses pemantapan peran, fungsi dan
kedudukan agama sebagai landasan moral spiritual dalam pembangunan di
2. Mengupayakan peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama
sebagai usaha memberikan kemudahan bagi umat beragama melaksanakan
ibadah dan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan kegiatan pelayanan kehidupan beragama.
3. Mengupayakan peningkatan pelayanan dan mutu pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan dengan menitikberatkan kepada peningkatan
partisipasi masyarakat.
4. Mengupayakan pemberdayaan lembaga-lembaga sosial keagamaan dan
lembaga pendidikan keagamaan untuk semakin memantapkan kehidupan
beragama serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan dalam kehidupan beragama.
5. Mengupayakan peningkatan kualitas pemahaman penghayatan dan
pengamalan agama dan kerukunan umat beragama sebagai upaya
meningkatkan harmonis social dan integrasi bangsa.
6. Menata organisasi kegamaan di Lingkungan Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Sumatera Utara sebagai respon terhadap adanya perubahan
structural di tingkat pusat.
7. Meningkatkan kualitas sumber daya di Lingkungan Kanwil Kementerian
Agama Provinsi Sumatera Utara sehingga dapat meningkatkan kinerja untuk
menghasilkan output dan outcome sesuai dengan yang diharapkan.
8. Efisiensi pemanfaatan sumber daya di Lingkungan Kanwi Kementerian
Agama Provinsi Sumatera Utara sebagai respon terhadap berbagai
keterbatasan sehingga dapat dilakukan antisipasi kemungkinan terjadinya
tidak efisien.
9. Menjalin koordinasi dan kerjasama dengan isntansi-instansi baik di
lingkungan pemerintah maupun swasta serta umat beragama.
10.Meningkatkan kehidupan kerukunan umat beragama baik intern antar dan
Antara umat beragama dengan pemerintah.
11.Memberdayakan forum kerukunan umat beragama dalam rangka
II.2.6 Logo Kementerian Agama
Pada logo Kementerian Agama terdapat gambar Al-Qur’an yang terbuka
yang dibawahnya terdapat kata-kata “Ikhlas Beramal”, lalu gambar kapas, padi
dan ada 1 bintang diatasnya. Gambar-gambar tersebut memiliki makna-makna
tersendiri. Adapun makna lambang tersebut adalah:
1. Bintang bersudut lima yang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha
Esa dalam Pancasila, bermakna bahwa karyawan Kementerian Agama
selalu menaati dan menjunjung tinggi norma-norma agama dalam
melaksanakan tugas Pemerintahan dalam Negara Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila
2. 17 kuntum bunga kapas, 8 baris tulisan dalam Kitab Suci dan 45 butir
padi bermakna Proklamasi Kemerdekaan republic Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945, menunjukkan kebulatan tekad para Karyawan
Kementerian Agama untuk membela Kemerdekaan Negara Kesatuan
republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
3. Butiran Padi dan Kapas yang melingkar berbentuk bulatan bermakna
bahwa Karyawan Kementerian Agama mengemban tugas untuk
4. Kitab Suci bermakna sebagai pedoman hidup dan kehidupan yang serasi
Antara kebahagiaan duniawi dan ukhrawi, materil dan spirituil dengan
ridha Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa
5. Alas Kitab Suci bermakna bahwa pedoman hidup dan kehidupan harus
ditempatkan pada proporsi yang sebenarnya sesuai dengan potensi dinamis
dari Kitab Suci.
6. Kalimat “Ikhlas Beramal” bermakna bahwa Karyawan Kementerian
Agama dalam mengabdi kepada masyarakat dan Negara berlandaskan
niat beribadah dengan tulus dan ikhlas.
7. Perisai yang berbentuk segi lima sama sisi dimaksudkan bahwa kerukunan
hidup antar umat beragama RI yang berdasarkan Pancasila dilindungi
sepenuhnya sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
8. Kelengkapan makna lambang Kementerian Agama melukiskan motto :
Dengan Iman yang teguh dan hati yang suci serta menghayati dan
mengamalkan Pancasila yang merupakan tuntutan dan pegangan hidup
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, karyawan Kementerian
Agama bertekad bahwa mengabdi kepada Negara adalah ibadah.
II.3 Penjelasan tentang Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. a. Penjelasan Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 1999 (Pokok-Pokok
Kepegawaian)
Undang-Undang RI Nomor 43 tahun 1999 adalah perubahan dari
undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang RI Nomor 47 Tahun 1974 tentang
pokok-pokok kepegawaian. Penjelasan umum dari Undang-Undang ini adalah
Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan nasional
sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur Negara khusunya Pegawai
Negeri. Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional yakni
mewujudkan masayarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern,