• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL SKRIPSI PROSEDUR PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2004 OLEH: ELBARINO SHAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL SKRIPSI PROSEDUR PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2004 OLEH: ELBARINO SHAH"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL SKRIPSI

PROSEDUR PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2004 Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH: ELBARINO SHAH

NIM 090200117

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PROSEDUR PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2004

JURNAL SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH: ELBARINO SHAH

NIM 090200117

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Disetujui Oleh:

KETUA DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Suria Ningsih, S.H.,M.Hum NIP. 196002141987032002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRACT

DISMISSAL PROCEDURES IF CIVIL SERVANTS BECOME A MEMBER OF A POLITICAL PARTY BY LAW NUMBER 5 YEAR 2014

*) Elbarino Shah **) Suria Ning ***) Erna Herlinda

Civil Servants (PNS) to behave in a professional and impartial in carrying out its duties and responsibilities as a servant of the state. If a civil servant (PNS) a member of a political party, the Civil Servants (PNS) shall be dismissed from government agencies for which he worked and left attributes as a Civil Servant (PNS). Based on that, the need for regulation of the dismissal of Civil Servants (PNS), which became a member of a political party.

The research method chosen by the researchers is normative juridical method that aims to load completely legislation relating to the dismissal of Civil Servants (PNS) as a member of a political party and how the dismissal procedure. The data used in this study are primary data and secondary data. The primary data obtained through field interviews which can be done using interviews with the parties that have relevance to this thesis research. Secondary data are sourced directly from the legislation, literature books of jurisprudence and law magazine article and the articles that are related to the problems examined through library research.

Regulation on the prohibition of Civil Servants (PNS) become members of political parties regulated in Law Number 43 of 1999 on the Reform of Civil State, Act No. 43 of 1999 concerning amendments to the Law No. 8 of 1974 on Discipline of Civil Servants (PNS). However, in its application of the law can not stand alone, because the law is also associated with other regulations that discuss the same issue, namely Regulation No. 32 of 1979, Government Regulation No. 30 Year 1980 and Government Regulation No. 37 of 2004. dismissal of Civil Servants (PNS) as a member of a political party must follow the procedures as stipulated in Law No. 32 of 1979, PP 1980, and PP No. 37 Year 2004 Regulation on remedies for Civil Servants (PNS), which dismissed the stipulated in Government Regulation No. 32 Year 1979 and Government Regulation No. 30 Year 1980.

*) Faculty of Law USU **) Supervisor I

(4)

ABSTRAK

PROSEDUR PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL JIKA MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN

2014 *) Elbarino Shah **) Suria Ningsih ***) Erna Herlinda

Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus bersikap secara profesional dan netral dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang abdi negara. Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi anggota suatu partai politik, maka Pegawai Negeri Sipil (PNS) tersebut harus diberhentikan dari instansi pemerintahan dimana dia bertugas dan

meninggalkan atributnya sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berdasarkan hal itu, perlu adanya pengaturan tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi anggota suatu partai politik.

Metode penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah metode normatif yuridis yang bertujuan untuk memuat secara lengkap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena menjadi anggota suatu partai politik dan bagaimana prosedur pemberhentiannya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh melalui wawancara lapangan yang mana bisa dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dengan pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan penelitian skripsi ini. Data sekunder yang bersumber langsung dari peraturan perundang-undangan, buku-buku literature ilmu hukum dan tulisan majalah hukum serta artikel-artikel yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti melalui penelitian kepustakaan.

Peraturan tentang larangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi anggota dari partai politik diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun, dalam aplikasinya undang-undang tersebut tidak dapat berdiri sendiri, sebab undang-undang-undang-undang tersebut juga terkait dengan peraturan lain yang membahas mengenai permasalahan yang sama, yaitu PP Nomor 32 Tahun 1979, PP Nomor 30 Tahun 1980, dan PP Nomor 37 Tahun 2004. Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena menjadi anggota partai politik harus mengikuti prosedur seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1979, PP Tahun 1980, dan PP Nomor 37 Tahun 2004.

Pengaturan tentang upaya hukum bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberhentikan tersebut diatur dalam PP Nomor 32 Tahun 1979 dan PP Nomor 30 Tahun 1980.

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemilihan umum legislatif tahun 2014 yang diikuti oleh 10 partai nasional dan 3 partai lokal Aceh merupakan sebuah proses demokrasi yang wajib dilaksanakan di Indonesia setiap 5 tahun sekali. Pemilihan ini dilakukan untuk memilih anggota legislatif seperti RI, DPR-Propinsi, DPR-Kabupaten/Kota. Setelah pemilihan legislatif maka akan diselenggarakan pemilihan presiden republik indonesia yang juga dilaksanakan secara langsung. Ketika pada masa orde baru, apabila ada pemilihan legislatif yang di selenggarakan 5 tahun sekali maka setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) wajib untuk memilih partai politik tertentu yaitu partai Golkar. Pada masa orde baru menunjukkan peranan Presiden yang semakin besar. Secara lambat laun tercipta pemusatan kekuasaan ditangan Presiden karena Presiden Soeharto telah menjadi seorang tokoh yang paling dominan dalam sistem politik Indonesia, tidak saja karena pengaruhnya yang dominan dalam elit politik Indonesia.

Perlunya menjaga kestabilan politik, pembangunan nasional, dan integrasi nasional telah digunakan sebagai alat pembenaran bagi pemerintah untuk melakukan tindak-tindakkan politik, termasuk yang bertentangan dengan demokrasi.Cotohnya adalah prinsip monoloyalitas Pegawai Negeri Sipil (PNS).Semula prinsip ini diperlukan untuk melindungu Orde Baru dari gangguan-gangguan yang mungkin timbul dari musuh-musuh Orde Baru dengan mewajibkan semua PNS untuk memilih Golkar dalam setiap pemilihan umum (Pemilu). Kemudian setelah Orde Baru menjadi lebih kuat, ternyata prinsip monoloyalitas tersebut masih tetap digunakan untuk

(6)

mencegah partai politik lain keluar sebagai pemenang dalam Pemilu sehingga Golkar dan Orde Baru dapat selalu berkuasa.1

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 jo UU No 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang kemudian diganti dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) secara jelas menyatakan bahwa dalam upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Hal ini diperkuat Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang pada pasal 41 ayat 2 yang secara tegas melarang Pegawai Negeri Sipil menjadi pelaksana kampanye politik.

Namun undang-undang yang sama pada pasal 41 ayat 4 dan 5 menyebutkan bahwa PNS boleh menjadi peserta kampanye. Dengan prasyarat, tidak boleh menggunakan atribut Partai Politik, Pasangan Calon, atau atribut pegawai negeri sipil.Serta dilarang mengerahkan pegawai negeri sipil di lingkungan kerjanya dan dilarang menggunakan fasilitas negara. Pasal 4 UU No 42 tahun 2008 ini juga memuat topik yang bertema PNS dan kampanye, isinya secara lengkap sebagai berikut:

(1) Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta pegawai negeri lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Pasangan Calon yang menjadi peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye.

(7)

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada pegawai negeri dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

Hal ini diperkuat Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik yang menyatakan sanksi bagi PNS yang terlibat aktif dalam kegiatan politik adalah pemberhentian dengan hormat atau dengan tidak hormat. Sementara bagi PNS yang ingin menjadi anggota atau pengurus partai politik, dapat dilakukan asalkan ia mengundurkan diri sebagai PNS.Larangan yang sama juga tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang melarang PNS memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara ikut serta sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, atau mengerahkan PNS lain sebagai peserta kampanye.

Pelanggaran PNS pada aturan PP di atas akan dikenai hukuman disiplin, seperti yang dijelaskan sebagai berikut:

Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:

1. Hukuman disiplin ringan (teguran lisan; teguran tertulis; atau pernyataan tidak puas secara tertulis).

2. Hukuman disiplin sedang; (penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun; penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun; atau penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun).

(8)

3. Hukuman disiplin berat (penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun; pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; pembebasan dari jabatan; pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS).

Selain Undang-undang dan PP tersebut di atas, netralitas PNS juga diatur oleh Surat Edaran MENPAN Nomor 07 Tahun 2009 tentang Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Umum yang pada dasarnya adalah penjabaran dari aturan-aturan di atasnya. Namun pada Surat Edaran MENPAN ini dimuat aturan yang memperbolehkan PNS menjadi anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam kegiatan pemilu dengan disertai adanya izin dari atasan langsung.

Ketika akan berbicara netralitas PNS terhadap partai politik maka kita harus mengetahui apa itu partai politik dan seperti apa partai politik yang ada di Indonesia. Dapat kita lihat dari Undang-undang Partai Politik No 2 tahun 2011 dimana Pengertian Partai Politik menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No 2 tahun 2011 tentang Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan citacita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, inilah latar belakang yang menjadi alasan dipilih dan diangkatnya penelitian berjudul : “PROSEDUR PEMBERHENTIAN PEGAWAI

(9)

NEGERI SIPIL MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2004”

B. Permasalahan

Berdasarkan hal-hal diatas maka permasalahan yang akan dibahas dalam hal Pemberhebtian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik adalah sebagai berikut

1. Bagaimana pelaksanaan peraturan tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik atau tidak netral dalam pemilu.

2. Bagaimana prosedur pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik atau tidak netral dalam pemilu.

Upaya-upaya yang harus dilakukan Pegawai Negeri Sipil terhadap sanksi pemberhentian akibat menjadi anggota partai politik atau tidak netral dalam pemilu.

C. Tujuan Penelitian

Dilihat dari permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan peraturan tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik atau tidak netral dalam pemilu.

2. Untuk mengetahui prosedur pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik atau tidak netral dalam pemilu.

(10)

3. Untuk mengetahui upaya-upaya apa yang harus dilakukan Pegawai Negeri Sipil terhadap sanksi pemberhentian akibat menjadi anggota partai politik atau tidak netral dalam pemilu.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Secara teoritis, hasil penulisan ini nantinya diharapkan dapat memberi masukan bagi pengembangan Hukum Administrasi Negara pada umumnya dan secara khusus diharapkan dapat berguna sebagaiu bahan pengambilan keputusan di setiap instansi atau badan pemerintahan yang berkaitan dengan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik atau karena tidak netral dalam pemilu.

2. Secara praktis, sebagai aplikasi ilmu yang telah dipelajari pada hukum administrasi Negara yang mana hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu hukum, instansi pemerintah, praktisi. Akademisi dan masyarakat mengenai pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik atau karena tidak bersikap netral dalam pemilu.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran perpustakaan, ternyata penulisan yang berkaitan dengan “Prosedur Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Jika Menjadi Anggota Partai Politik Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Aparatur Sipil Negara”, belum pernah ada yang melakukan. Oleh karenanya penulisan skripsi ini asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

(11)

F. Tinjauan Kepustakaan

Pengertian pegawai negeri secara resmi mula-mula ditetapkan dalam Undang Nomor 18 Tahun 1961 (UU Pokok-Pokok Kepegawaian yang pertama) dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, UU No 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang kemudian diganti dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan buku-buku dan artrikel artikel yang berkaitan dengan judul skripsi. Dalam undang-undang tersebut pengertian pegawai negeri dirumuskan sebagai berikut :

Dalam Undang-Undang No 5 tahun 2004 Pasal 1 ayat 1 dan 2 tentang Aparatur Sipil Negara yang dimaksud dengan:

1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.

2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

G. Metodologi Penulisan

Adapun metode yang digunakan penulis adalah normatif analisis yang bertujuan untuk memuat secaqra lengkap dan sistematis mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik serta menganalisisnya.

(12)

1. Data primer adalah data utama yang bersumber langsung dari peraturan perundang-undangan, buku-buku literature ilmu hokum dan tulisan majalah hukum serta artikel-artikel yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti melalui penelitian kepustakaan.

2. Data sekunder adalah data pendukung yang diperoleh melalui penelitian lapangan yang mana bias dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dengan pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan penelitian skripsi ini.

Setelah data primer dan data sekunder diperoleh maka dilakukan analisa data secara kualitatif, kemudian dilakuan pembahasan berdasalkan permasalahan yang diteliti.

H. Sistematika Penulisan

Didalam penulisan skripsi ini dikemukakan sistematika penulisan agar diperoleh suatu kesatuan pembahasan yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan bab lainnya.

BAB I : Bab ini menguraikan bab pendahuluan, dalam hal ini memuat beberapa sub bab yaitu latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan , metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Bab ini menguraikan tentang Pegawai Negeri Sipil dan partai politik yang berkaitan dengan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik yang isinya dimuat di dalam sub-sub bab yaitu pengertian Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan partai politik, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik.

(13)

BAB III : Bab ini menguraikan tentang prosedur pemberhentian Pagawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik, yang isinya dimuat di dalam sub-sub bab yaitu pemberhentian Pegawai Negeri Sipil baik yang diberhebtikan secara hormat maupun tidak hormat, serta prosedur pemberhentiannya.

BAB IV : Bab ini menguraikan tentang upaya uokum yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan sanksi pemberhentian akibat menjadi anggota partai politik yang dimuat dalam sub-sub bab yaitu upaya hokum melalui lembaga peninjauan kembali.

BAB V : Bab ini merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari seluruh bab pembahasan.

(14)

BAB II

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan peraturan tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik atau tidak netral dalam pemilu.

Soegeng Prijodarminto memberikan pengertian disiplin sebagai “suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian prilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan, dan atau ketertiban”.2Nilai-nilai kepatuhan, ketaatan dan ketertiban itu tercipta dan terbentuk melalui suatu proses. Proses di sini dapat berupa binaan melalui keluarga, pendidikan formal dan pengalaman atau pengenalan dari keteladanan dari lingkungannya. Dengan disiplin dapat membuat seseorang tahu membedakan hal-hal yang seharusnya dilakukan, yang wajib dilakukan, yang boleh dilakukan, yang tidak sepatutnya dilakukan.

Disetiap ada kewajiban yang harus dijalankan, sudah pasti terhadap larangan yang tidak boleh dilakukan, peraturan didiplin bagi pegawai negeri sipil juga memiliki larangan yang tidak boleh dilakukan oleh seorang pegawai negeri sipil. Larangan bagi pegawai negeri sipil (PNS) sebagaimana diatur dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah sebagai berikut:

1. Menyalahgunakan wewenang.

2. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain.

3. Tanpa ijin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional.

(15)

4. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing. 5. Memiliki, menjual, membeli menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang barang

baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah. 6. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan atau orang lain didalam

maupun diluar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara.

7. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung maupun tdk langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan.

8. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya.

9. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya.

10.Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani.

11.Menghalangi berjalannya tugas kedinasan.

12.Memberikan dukungan kepada calon presiden/wakil presiden, DPR, DPD atau DPRD. 13.Memberikan dukungan ke pada calon presiden/wakil.

14.Memberikan dukungan ke pada calon anggota DPRD atau calon kepala daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai fotocopy KTP atau surat keterangan Tanda Penduduk sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

B. PROSEDUR PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL AKIBAT MENJADI ANGGOTA PARTAI ATAU TIDAK NETRAL DALAM PEMILU

(16)

Pegawai negeri sipil (PNS) yang tidak mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dengan baik dapat diberhentikan dari jabatan dan posisinya sebagai seorang pegawai negeri sipil (PNS) baik itu pemberhentian dengan hormat maupun pemberhentian dengan tidak hormat.

Pemberhentian terdiri atas :

1. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan 2. Pemberhentian dari jabatan negeri.

Pemberhentian Dengan Hormat Sebagai Pegawai Negeri Sipil Pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil meliputi :

a. Meninggal Dunia b. Atas permintaan sendiri c. Mencapai Batas Usia Pensiun d. Adanya Penyederhanaan Organisasi.

e. Pemberhentian Karena Tidak Cakap Jasmani Dan Rohani Berdasarkan peraturan undang-undangan yang berlaku

Dalam perihal pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak hormat karena :

a. Melanggar sumpah/janji pegawai negeri sipil dan sumpah/janji jabatan selain pelanggaran sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah; atau

(17)

b. Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya kurang dari 4 (empat) tahun.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat karena :

1. Dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya 4 tahun atau lebih; atau

2. Melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat

Pegawai Negeri Sipil (PNS) diberhentikan tidak dengan hormat karena :

1. Melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;

2. Melakukan penyelewengan terhadap Ideologi Negara, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 atau terlibat dalam kegiatan yang menentang Negara dan Pemerintah; atau

Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.

C. UPAYA-UPAYA YANG HARUS DILAKUKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL TERHADAP SANKSI PEMBERHENTIAN AKIBAT MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK ATAU TIDAK NETRAL DALAM PEMILU

(18)

A. Upaya Hukum Melalui Lembaga Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

Dalam pelaksanaan tugas administrasi pemerintahan yang baik yang menyangkut urusan eksternal (pelayanan umum) maupun yang berkaitan dengan urusan internal (seperti urusan kepegawaian), suatu instansi pemerintah (Badan/Pejabat TUN) tidak dapat dilepaskan dari tugas pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara.

B. Upaya Hukum Melalui Lembaga Banding

Apabila penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara tersbut dilakukan oleh instansi lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan. Upaya hukum melalui lembaga banding menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 1980 sangat selektif dan hanya dilakukan oleh seorang pejabat saja. Selektifnya lembaga banding yang dianut dalam Peraturan.

C. Upaya Hukum Melalui Lembaga Peninjauan Kembali

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN), maka sengketa-sengketa tentang kepegawaian banyak yang diselesaikan di pengadilan, sehingga apabila terdapat Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang merasa diperlakukan dan dijatuhkan hukuman disiplin yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan atau tata aturan yag berlaku, maka Pegawai Negeri Sipil (PNS) yag bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

(19)

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN

1. Pengaturan tentang larangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) telah diatur secara umum dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999. Sedangkan tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004. Namun, peraturan tersebut tidak berdiri sendiri, sebab didalam pelaksanaannya tetap berkaitan dengan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Seperti Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 khusus mengatur tentang larangan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk menjadi anggota partai politik, namun untuk mengetahui bentuk-bentuk pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang lainnya yang mungkin terkait dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sedang terkait proses pemberhentian menjadi anggota dan/atau pengurus dapat dilihat di Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat diklasifikasikan yaitu pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak hormat. Bentuk pemberhentian dengan hormat terhadap Pegawai Negeri Sipil yaitu pemnberhentian atas permintaan sendiri (mengundurkan diri), pemberhentian karena mencapai batas usia pensiun, pemberhentian karena adanya penyederhanaan organisasi, pemberhentiam karena tidak cakap jasmani dan rohani, pemberhentian karena meninggal dunia atau hilang dan pemberhentian karena hal-hal lain. Sedangkan pemberhentian dengan tidak hormat terhadap

(20)

Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu pemberhentian karena melakukan pelanggaran/tindak pidana/penyelewengan dan pemberhentian karena meninggalkan tugas

2. Prosedur pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik sudah sangat jelas dan rinci didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004. Namun harus adanya bukti-bukti yang menguatkan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bersangkutan memang menjadi anggota suatu partai politik. Dengan begitu, Pegawai Negeri Sipil (PNS) tersebut dapat diperintahkan untuk membuat surat pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). 3. Upaya hukum bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberhentikan akibat menjadi anggota

dan/atau pengurus suatu partai politik tidak jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 maupun di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004. Namun, mengenai upaya hukum ini terdapat dalam Perturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979. Dalam hal pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS), sifat keputusan pemberhentian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah bersifat final dan tidak ada upaya hukum lain bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberhentikan. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bersamgkutan diberi kesempatan untuk mengajukan banding atau keberatan. Dan menurut Undang-Undang Aparatur Negara (UUPERATUR) dapat saja Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengajukan penyelesaian proses pemberhentian status Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mendapatkan kepastian hukum yang seadil-adilnya.

(21)

B. Saran

1. Saran secara umum pengaturan tentang bentuk-bentuk pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) sudah memadai didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, PP Nomot 32 Tahun 1979, PP Nomor 30 Tahun 1980 dan PP Nomor 37 Tahun 2004. Namun, hendaknya pemerintah lebih terperinci lagi mengatur atau menentukan hal-hal yang menyebabkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) tersebut diberhentikan. Misalnya salah satu pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 yakni Pasal 10 tidak memberikan batasan yang jelas tentang hal-hal atau kegiatan yang menentang negara atau pemerintah. Dimana pasal tersebut bisa saja disalahartikan dan disalahgunakan pihak terkait kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang secara terang-terangan melakukan protes atau unjuk rasa terhadap suatu kebijakan di instansi kerjanya yang bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tersebut akan menimbulkan dampak negatif bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bersangkitan maupun Pegawai Negeri Sipil (PNS) lainnya.

2. Dalam melaksanakan prosedur pemeriksaan terhadap suatu kasus pelanggaran peraturan kepegawaian yang mengakibatkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) termasuk pemberhentian dikarenakan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik dilakukan dengan lebih teliti. Pemeriksa harus salig berkoordinasi satu dengan yang lainnya dan memberikan laporan yang jujur dan pasti, bebas dari tekanan dan ancaman. Kemudian, permasalahan birokrasi yang rumit dan panjang harus bisa diefisienkan dalam memeriksa Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang melanggar ketentuan disiplin kepegawaian dan yang bisa terancam pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) tersebut.

Peraturan tegas dan tidak diskriminasi memang diperlukan di semua bidang, tidak terkecuali di lingkungan Pegawai Negeri Sipil (PNS) khususnya tentang pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal ini agar menjadi perhatian semua pihak bahwa menjadi

(22)

Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak dapat bertindak sesuka hati apalagi melanggar ketentuan disiplin kepegawaian. Hendaknya Pegawai Negeri Sipil (PNS) terhibdar daro tindakan tercela atau yang melanggar peraturan yang ada, sehingga terhindar daru ancaman hukuman disiplin berupa pemberhentian dari Pegawai Negeri Sipil (PNS). Terhadap pejabat terkait, hendaknya terus mensosialisasilan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-Undang 57 Tahun 2010 Disiplin Kepegawaian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), PP Nomor 32 Tahun 1979, PP Nomor 30 Tahun 1980, PP Nomor 37 Tahun 2004 dan perturan lainnya kepada seluruh staff pekerjanya, agar tercipta suasana kerja yang sesuia dengan ketentuan disiplin kepegawaian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia.

(23)

DAFTAR PUSTAKA Ali, Zainuddin, 2006. Sosilogi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Budiarjo, Mariam. 2002. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Djatmika, Sastra, Marsono, 1995. Hukum Kepegawaian di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Hartini, Sri, Hj. Setiajeng Kadarsih, Tedi Sudrajat, 2008. Hukum Kepegawaian di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

M. Situmorang, Victor. 1994. Tindak Pidana Pegawai Negeri Sipil Cetakan II, Jakarta: Rineka Cipta.

Marzuki Peter, Mahmud, 2008. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana. Ridwan, 2002. Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: UII Press.

Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press Sudarsono. 2002. Kamus Hukum Cetakan III. Jakarta : Rhineka Cipta.

Tjandra, W. Riawan, 2008. Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: Universitas Atmajaya. Warassih. 2011. Pranata Hukum (Sebuah Telaah Sosiologis). Semarang : Badan-Badan Penerbit

UNDIP

Peraturan Perudang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN)

Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik.

(24)

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/ Pemberhentian Sementara

Pegawai Negeri

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 04/SE/1980 tanggal 11

Pebruari 1980 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.

Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 02/SE/1987 tanggal 8 Januari 1987 tentang Batas Usia Pensiun Pegawai Negeri Sipil.

Undang-Undang : 43 Tahun 1999 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

Undang-Undang Nomor : 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor : 32 Tahun 2004.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai Dan Pensiun Janda/Duda Pegawai

Website

http://bkd.sumedangkab.go.id/profile/index.php?option=com_content&view=article&id=111&It emid=192. Diunduh Pada tanggal 7 Oktober 2014 Pukul 14.45

http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Kepegawaian_Negara#Tugas_dan_Fungsi. Diunduh Pada tanggal 7 Oktober 2014 Pukul 20.00.

(25)

http://nasional.kompas.com/read/2014/05/28/1226045/MK.Anggota.TNI.Polri.Tak.Punya.Hak.Pi lih.dalam. Pilpres diunduh pada tanggal 6 agustus 2014 pukul 15.20 WIB http://bkn.go.id/kanreg06/en/profile/sdm.html. Diunduh Pada tanggal 8 Oktober 2014 Pukul 16.10

http://www.indonesia.go.id/in/lpnk/badan-kepegawaian-negara/2477-profile/363-badan-kepegawaian-negara. Diunduh Pada tanggal 6 Oktober 2014 Pukul 12.20

http://www.mediapendidikan.info/2010/11/kewajiban-dan-larangan-bagi-pegawai-negeri-sipil.html. Diunduh Pada tanggal 6 Oktober 2014 Pukul 12.08

Referensi

Dokumen terkait

 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1674/Menkes/Per/XII/2005 tanggal 27 Desember 2005 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat Dr..

Dalam kebudayaan tertentu warna juga memiliki arti dan makna tersendiri, sehingga dalam pemilihan warna kita harus memperhatikan berbagai aspek seperti apakah warna yang

Hasil analisis General Linear Model (GLM) terhadap semua parameter karakteristik kualitas yoghurt dari ketiga bangsa kambing menunjukkan bahwa kadar lemak dan total

Total Utility merupakan kegunaan yang diperoleh dari konsumsi dan Marginal Utility adalah tambahan.. kegunaan karena tambahan konsumsi

fungsi konveks kuat dengan modulus 1, akan ditunjukkan adalah suatu ruang hasil kali dalam. Berdasarkan pernyataan terbukti maka pernyataan. pada poin 7

Kendati tidak beriman, terdapat pengaruh wibawa kebenaran beliau saw, yang menggetarkan hati para penentang. Dan mereka senantiasa dalam keresahan bahwa seandainya

Science (Physics) learning process conducted by the science teacher by using PISA-based teaching materials could enhance the ability of junior high school students

Hubungan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan seperti yang dinyatakan oleh Robbins (1998: 24) yang menyatakan bahwa disadari atau tidak seseorang dalam bekerja akan