• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN DESKRIPTIF TENTANG SISTEM PEWARISAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN DESKRIPTIF TENTANG SISTEM PEWARISAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Tinjauan Deskriptif Tentang Sistem Pewarisan Pada Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

Oleh

DAHLIANASARI NASUTION

Pembagian harta waris adat batak Toba adalah hanya anak laki-laki saja yang mendapat harta waris orangtuanya dan yang perempuan hanya di berikan sebagai

hadiah atau hibah. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “sistem

pewarisan pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan apakah masih mengikuti ketentuan hukum adat Batak Toba ?”. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem pewarisan hukum adat dalam masyarakat Batak Toba di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Metode yang digunakan adalah metode Deskriptif. Teknik pengumpulan datanya dengan observasi, dokumentasi, kepustakaan dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif.

Sistem pewarisan individual pada masyarakat Batak Toba di kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan masih menggunakan pembagian harta waris sesuai dengan ketentuan hukum adat Batak Toba. sistem pewarisan individul ini tidak ada perubahan yang terjadi pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Sistem pewarisan mayorat dalam keluarga Batak perantau perlahan-lahan akan terjadi sebuah perubahan dimana anak laki-laki dan perempuan akan sama-sama mendapat bagian harta waris orangtuanya. Sistem pewarisan minorat, dimana sistem pewarisan minorat ini adalah rumah peninggalan orangtua akan diberikan kepada anak laki-laki. Akan tetapi orang Batak Toba yang tinggal di ke camatan Natar sudah ada yang memberikan rumah terhadap anak perempuannya.

(2)

9I0Z

cNodllrvl

uvGNVS

cNndrilvl

svIrsugAINO

NVXTqICNSd

olltlr

Nvq

Nvnuncgll svJ,l0xvJ

3undu.re1 selrsre^run ue{rprpuad ntull uep uerun8ay se}ln{pd

qe:efag uelrprpuad lpnls urerto:4

IErsoS uenqelatued nurll ue>ltprpued uesrunf

BPPd

rE r

ac,"o,."Im1f,l,1*$f#X{}.o$,,,,

re'eq e g

ISdIx{S

NOITNSVN

IUVSVNVITHV(I

qalo

NVIV'IfiS

CN0dI,{V'I

NgMngV}I

uvlvN

NVJ.-VCSX

Ic V80I

XVJ-

J,-wvlsvru

(3)

tr

'lersog uengepEued

nuql

rrs{Tp1puad rrBsrlJtlf' Enlax

pqrleiue3f

'Z

I00

I

t0L86l

2060696I

'dIN

IS S'ru

'EIsrIr

IAolEoJ,

'a'C

r-'l

turqurqrua6

ftrgqugqued

IsIrEqH

'I

mmJgil[sr

rre>Ilplpued nur11 uep

uenrntay

IBIsoS

rrenqelatued mr4l

Tre>IrpIpusd

gBrBfeS ue:pplpued

,00€€0€T0T

IIoIlnsBl[

ITBSBIIBIITII'(I

I{v.wTgs

efindmru

Ng.LvdnglrlE

utr.Lvl{

Ifir&vnvfirx

Ic xv.wg J,ulrvu\rrs\m

VGVd

I[IilSTulIILgd

NSJ,SIS

cNv.tNg.[

drJdlu]Isgc

l{Ynvfl{rr

sslln)[Bd

rrBsrunr

1pryS ure:Eor4

Brr,sIsBgBI [ {o>Iod rorrroN

BdrsIsBqBIA[ ErrrBl[

ISdIDIS Inpn1.

(4)

sloz

lrEnJqed

g

: BdIxrIS rrelln snln'I 1effilus;

I

eoorsoss6rgrroo!

J'!S'n'uuruqu11

turfng

'.,

rrErllplpued

nqII

uep

nen

a;

sE}[n{Bd r,rB>lec -z

11'19'quds

Eurqqlqued

rrw1ng

1[n8ue4

g:'19'crqqse1g'srrr

i slJBlarrtas

!s'If

.EISIEII!&OIEO.L .3rC :

Bnlex

rfn8ue6

rur;

'[

(5)

Sl0Z

usruqed

'Eunduml xupusg

rr,p

rq

r{n,rssu umpp ncerp sqnuq Br,ces ftruz(

rpncel:#,1'?lffi#ffil1}li

ru4p srlnlrp rlBured Euu{ pdepued nup

edrq

pdeprq rypq e8nf efes uuntlepEued

Eueftredes trup 'tEEun uetun8rad nlsns Ip treeueftese>1re1eE qoloredureur {n1rm ue4nferp

qutued Ewd

udrq

pdeprq

rypp

[uI rsdprls rrrelgp

"/*\quq uapledueur rur ueEueq

(dryd1o;) nms Etrndnrqx

*dl3!'''r'f{

1:3

t11'te oN

I

IIBBI I Frrng uepp,(ul mums uo{ed BIIUn drxc /sdl us)rplpued

qureteg uu>lrp1pued

,00tg0gr0t

uo4nseN lJ?seuurpc

lBruuly

's

ssxln)lBc rrBs&rnf 'v

rpnlg uerEor6 'g

I,{dN

'Z

srrrEN

'I

:tIBI€pe 1ul quaeq Ip ueEuel Bprruueq Euu,( ur(eg

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Hutalombang, pada tanggal 04 April 1991, anak ketujuh dari delapan bersaudara, dari pasangan Bapak Ridoan Nasution dengan Ibu Ratna Pulungan.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negri 172 Hutalombang yang diselesaikan pada tahun 2004. Tahun 2007, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di MTsN Panyabungan dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Plus Sipirok yang diselesaikan pada tahun 2010. Tahun 2010, penulis tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur (PKAB).

Penulis aktif dalam kegiatan Forum Komunikasi Mahasiswa dan Alumni (fokma) Pendidikan Sejarah. Penulis pernah menjadi Staff di Fokma Sejarah tahun 2012/2013. Penulis pernah melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dengan tujuan Jogjakarta

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan

karuniaNYa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Sesungguhnya ilmu yang aku peroleh belum lagi sempurna, dan

perjalanan hidup masih panjang. Namun sampai saat ini segelintir

kebahagiaan telah aku temukan.

Dengan rasa haruku yang mendalam kupersembahkan skripsi ini

kepada Emak dan Ayah tercinta, Ibu Ratna Pulungan dan Ayah

Ridoan Nasution. Sebagai tanda bakti, hormat dan pengabdian yang

tulus dari ananda.

Abangku Darwin dan Azwar, kakakku Afni, Milah, Rani, Nelli

Adik tersayang “

Fitri

, dan kerabat-kerabatku yang selalu

mendorongku dan memotivasiku demi keberhasilanku.

Para pendidikku, dosen dan guru-guruku yang telah memberikan ilmu

kepadaku

(8)

MOTTO

Sungguh bersama kesukaran dan keringanan. Karna itu bila

kau telah selesai (mengerjakan yang lain). Dan kepada Tuhan,

berharaplah.

(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tinjauan Deskriptif Tentang Sistem Pewarisan Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan”, penulis selesaikan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Terselesaikannya skripsi ini merupakan perjuangan penulis yang tidak pernah lepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada:

1. Bapak Dr.H. Bujang Rahman, M.Si. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si. Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si., Pembantu Dekan II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

(10)

5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si. ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Kegurunan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung; 6. Bapak Drs. H. Maskun, M.H. ketua Program Studi Pendidikan Sejarah

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

7. Bapak Drs. Tontowi Amsia, M.SI., pembimbing I yang dengan ikhlas dan senantiasa sabar membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

8. Bapak Drs. H. Maskun, M.H pembimbing II yang dengan ikhlas dan sabar memberikan arahan, masukan, motivasi dan bimbingannya kepada penulis dengan baik dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak Drs. H. Iskandar Syah, M.H dosen pembahas utama yang dengan ikhlas dan sabar memberikan arahan, masukan, motivasi dan bimbingannya kepada penulis dengan baik dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

11.Bapak dan Ibu staff tata usaha dan karyawan Universitas Lampung.

12.Seluruh informan yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan informasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan: Tulang S. Panjaitan, N. Damanik, Danil Siregar, P. Sidabolak,A. Nainggolan, E. Munte, A. Naenggolan dan lain-lain.

(11)

15.Sahabat terdekatku Mutiara Najla Siahan, terimakasih atas kesetiaan, kesabaran, dukungan dan doanya dalam penyelesaian skripsi ini

16.Sahabatku dalam suka maupun duka Lilis Suryana, Erma Febriyanti, Dista Lia Arum. Terimakasih telah membantu saya.

17.Teman- teman seperjuanganku yang banyak membantu ku, angkatan 2010, Ria, Afni dan Ruma, terima kasih untuk kekeluargaan dan kebersamaan selama ini.

18.Teman-teman seperjuangan KKN dan PPL di Suoh tahun 2013, Beni Munandar, Ike Purnama Sari, Hani, Ades, Arinta, Rohli, Anwar, Aji,Nuri, Marsel dan terakhir Rama, terima kasih atas kekeluargaan kita yang luar biasa selama 3 bulan bersama.

(12)

Pepatah mengatakan “tiada gading yang tak retak”. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak terdapat kekurangan serta kesalahan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, dan penulis sangat mengharapkan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Semoga bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 2015 Penulis,

(13)

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP MOTTO PERSEMBAHAN SANWACANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 11

1.3Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

1.5 Ruang Lingkup ... 12

REFERENSI II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1Tinjauan Pustaka ... 14

2.1.1 Pengertian Sistem Waris... 14

2.1.2 Konsep Hukum Waris ... 15

2.1.3 Konsep Hukum Waris Adat ... 17

2.1.4 Konsep Harta Warisan ... 18

2.1.5Hibah ... 19

2.1.6 Warisan, Pewaris, dan Ahli Waris... ... 20

2.1.6.1 Warisan ... 20

2.1.6.2 Pewaris ... 21

2.1.6.3 Ahli Waris ... 22

2.1.7 Konsep sistem pewarisan dalam hukum adat Batak ... 23

2.2.Kerangka Pikir ... 25

2.3.Paradigma ... 27

REFERENSI III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 29

3.1.1 Pengertian Metode Penelitian ... 29

(14)

3.2 Variabel Penelitian, Defenisi Operasional Variabel dan Sumber

Informan ... 30

3.2.1 Variabel Penelitian ... 30

3.2.2 Defenisi Operasional Variabel ... 31

3.2.3 Informan ... 32

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.3.1 Observasi ... 32

3.3.2 Studi Kepustakaan... 33

3.3.3 Dokumentasi ... 34

3.3.4 Wawancara ... 34

3.4 Teknik Analisis Data ... 35

REFERENSI IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 38

4.1.1 Sejarah Singkat Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. . 38

4.1.2 Letak Geografis ... 38

4.1.3 Jumlah Penduduk Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ... 39

4.1.4 Jumlah Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ... 44

4.1.5 Pembagian Harta Waris Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Natar Kabupaten LampungSelatan ... 44

4.1.6 Data Tentang Sistem pewarisan Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ... 46

4.1.6.1 Sistem Pewarisan Individual ... 46

4.1.6.2 Sistem Pewarisan Mayorat Laki-Laki ... 52

4.1.6.3 Sistem Pewarisan Minorat Laki-Laki... 58

4.2Pembahasan ... 62

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 66

5.2 Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Jumlah penduduk menurut desa dan jenis

kelamin pada awal bulan ... 39 Tabel 2. Jumlah penduduk menurut desa dan jenis kelamin

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keragaman suku juga disertai dengan keragaman budaya. Itulah yang membuat suku budaya Indonesia sangat dikenal bangsa lain karena budayanya yang unik. Berbagai bidang budaya mewarnai keragaman suku ini. Keragaman suku budaya ini harus dilestarikan.

Seorang antropolog yaitu, E.B. Tylor (1871) pernah mencoba memberikan defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

Kebudayaan adalah komfleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai masyarakat (soerjono soekanto 1982 : 150).

(17)

Simalungun, Batak Karo, Batak Pakpak dan Batak Mandailing. Dalam hal ini penulis mengambil pembahasan tentang Batak.

Menurut sejarah di kalangan suku Batak terutama pada suku Batak Toba, tempat perkampungan leluhur suku bangsa Batak yang pertama adalah pada mulanya berada di tepi Danau Toba yang bernama Sianjur Mula-mula, di kaki gunung Pusuk.Adat Batak adalah norma, aturan atau ketentuan yang dibuat oleh penguasa/pemimpin dalam suku Batak untuk mengatur kehidupan atau kegiatan sehari-hari orang Batak di kampungnya dan di dalam keluarga besar orang Batak.

Dapat dikatakan bahwa semua orang Batak bersaudara, karena bangsa Batak berasal dari satu nenek moyang yang menurunkan orang Batak.Pemimpin adat Batak biasanya disebut sebagai Mangaraja Adat yaitu yang diangkat dan diberi gelar Mangaraja yang disandangnya seumur hidup. Hal ini dikarenakan orang tersebut mengetahui seluk-beluk aturan norma-norma, ketentuan, dan hukum yang berlaku dalam adat Batak. Pemimpin adat bukan berarti yang mempunyai kuasa dalam adat, akan tetapi fungsinya adalah memberitahu, mengarahkan cara melaksanakan satu adat tertentu, bentuk, jenis dan sifatnya dan pihak saja yang terlibat dalam lingkaran adat tersebut. Oleh karena itu seorang Mangaraja harus menjadi panutan dan menjadi guru adat di dalam, masyarakat di daerahnya.

(18)

3

Menurut Djaren Saragih, dkk pada masyarakat Batak Toba marga ini sangat penting karena nama panggilan seseorang adalah marganya, bukan namanya. Jadi kalau orang Batak yang baru pertama kali bertemu yang ditanya adalah marganya, bukan tempat asalnya. Orang Batak hanya memanggil nama hanya kepada anak-anak. Manfaat marga bagi orang Batak terutama ialah :

1. Mengatur tata pergaulan.

2. Mengatur tata cara adat.

3. Mengatur hubungan kekeluargaan.

Marga menjadi alat penghubung diantara susunan kekerabatan, oleh karena sifatnya adalah Unilateral Patrilineal, maka marga yang sama tidak boleh saling mengawini. Sebab perkawinan adalah eksogami perkawinan diluar marga.

Menurut J. C. VergouwenMarga adalah kelompok orang-orang yang merupakan keturunan dari seorang kakek bersama, dan garis keturunan itu diperhitungkan melalui bapak atau bersifat patrilineal. Semua anggota dari satu marga memakai nama identitas yang dibubuhkan sesudah nama kecil.

(J.C. Vergouven 1986:9)

(19)

Menurut logatnya bahasa Batak dibagi atas 5 (lima) macam sesuai dengan daerah yang menggunakannya, yaitu:

a. Bahasa Batak Pakpak. b. Bahasa Batak Karo. c. Bahasa Batak Simalungun. d. Bahasa Batak Toba. e. Bahasa Batak Mandailing.

( Sabam Huldrick Wesley Sianipar, 1991: 81)

Terjadinya 5 (lima) macam Bahasa Batak tersebut karena pengaruh dari daerah dan para orang pendatang, di samping juga adanya pengaruh dari bahasa asing. Gotong royong pada orang Batak adalah dalam bentuk kebersamaan yang artinya saling membantu dalam hal tertentu yang harus dibayar dengan bantuan pada saat tertentu lainnya.

Masyarakat Batak yang menganut sistem kekeluargaan yang Patrilineal yaitu garis keturunan ditarik dari ayah. Hal ini terlihat dari marga yang dipakai oleh orang Batak yang turun dari marga ayahnya. Melihat dari hal ini jugalah secara otomatis bahwa kedudukan kaum ayah atau laki-laki dalam masyarakat adat dapat dikatakan lebih tinggi dari kaum wanita. Apalagi pengaruh perkembangan zaman yang menyetarakan kedudukan wanita dan pria terutama dalam hal pendidikan. Menutut Sempa Sitepu, Bujur Sitepu dan A.G. Sitepu bila ada warisan yang di tinggalkan orang tua diturunkan kepada anak dan cucunya dan untuk terciptanya suatu kedamaian sesama.(Dikutup dari Sempa Sitepu, Bujur Sitepu dan A.G. Sitepu, pilar budaya Karo, 1996:154-155).

(20)

laki-5

laki akan diwarisi anggota kelurga yang mempunyai keturunan laki-laki terdekat (J.C. Vergowen,1986:297-298).

Pada masyarakat Batak Toba di kenal anak laki-laki dianggap sebagai penerus keturunan (marga) pada suku Batak Toba, sedangkan anak perempuan yang sudah kawin secara jujuran dan oleh karenanya setelah perkawinan masuk kerabat suaminya dan dilepaskan dari orang tuanya yang meninggal dunia. (Soerejo Wingjodipoero, 1995:183)

Hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum keluarga yang memegang peranan sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum warisitu sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia.Setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa, yang merupakan peristiwahukum yaitu disebut meninggal dunia. Apabila terjadi suatu peristiwa meninggalnyaseseorang, hal ini merupakan peristiwa hukum yang sekaligus menimbulkan akibathukum, yaitu tentang bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajibanseseorang yang meninggal dunia itu (Wirjono Prodjodikoro,1983:11).

Penyelesaian hak-hak dan kewajiban seseorang tersebut diatur oleh hukum.Jadi, warisan itu dapat dikatakan ketentuan yang mengatur cara penerusan dan peralihan harta kekayaan (berwujud atau tidak berwujud) dari pewaris kepada parawarisnya (Hilman Hadikusuma,2003:8)

(21)

warisan, itu dialihkan penguasaan dan kepemilikannya dari kepada ahli waris(Hilman Adikusuma, 1983:11).

Hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum keluarga yang memegang peranan sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia.

Setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa, yang merupakan peristiwa hukum yaitu disebut meninggal dunia. Apabila terjadi suatu peristiwa meninggalnya seseorang, hal ini merupakan peristiwa hukum yang sekaligus menimbulkan akibat hukum, yaitu tentang bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia itu(Wirjono Prodjodikoro, 1983:11).

Penyelesaian hak-hak dan kewajiban seseorang tersebut diatur oleh hukum. Jadi, warisan itu dapat dikatakan ketentuan yang mengatur cara penerusan dan peralihan harta kekayaan (berwujud atau tidak berwujud) dari pewaris kepada para warisnya(Hilman Hadikusuma, 2003:8).

Dalam hal ini, bentuk dan sistem hukum khususnya hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan bentuk masyarakat. Bilamana disepakati bahwa hukum di Indonesia hukum waris adat bersifat pluralistik menurut suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Pada dasarnya hal itu disebabkan oleh sistem garis keturunan yang berbeda-beda, yang menjadi dasar dari sistem suku-suku bangsa atau kelompok-kelompok etnik( Soerjono Soekanto, 1966:7).

Dasar hukum berlakunya hukum adat terdapat dalam pasal 131 I.S (Indische Staatssregeling) ayat 2 b (Stb 1925 no .415 jo.577), termasuk juga berlakunya hukumwaris adat yaitu :

“Bagi golongan Indonesia asli (Bumi Putra), golongan Timur Asing dan

(22)

7

yang didasarkan atas agama dan kebiasaan mereka” Hukum waris adat memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud (Immatereriele Goederen) dari suatu angkatan manusia (Generatie) kepada turunannya( Soepomo, 1987:79).

Hukum Waris adat di Indonesia tidak lepas dari pengaruh susunan masyarakat kekerabatannya yang berbeda. Hukum waris adat mempunyai corak tersendiri dari alam pikiran masyarakat yang tradisional dengan bentuk kekerabatan yang sistem keturunannya dibedakan dalam tiga corak yaitu :

a. Sistem patrilineal, yaitu sistem yang ditarik menurut garis keturunan bapak dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya daripada kedudukan anak wanita dalam pewarisan (Gayo, Alas, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram,Nusa tenggara, Irian).

b. Sistem Matrilineal, yaitu sistem yang ditarik menurut garis keturunan ibu

dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya daripada kedudukan anak wanita dalam pewarisan (Minangkabau, Enggano, Timor).

c. Sistem Parental, yaitu sistem yang ditarik menurut garis kedua orangtua, atau menurut garis dua sisi. Bapak dan ibu dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan (Aceh, Riau, Jawa, Kalimantan,Sulawesi) (Hilman Hadikusuma, 2003:23).

Indonesia faktor sistem kekerabatan mempengaruhi berlakunya aneka hukum adat, termasuk hukum waris yang mempunyai corak sendiri-sendiri berdasarkan masyarakat adatnya masing-masing, demikian juga halnya hukum adat dalam masyarakat Batak Karo. Hal ini sejalan dengan pendapat Hazairin yang

mengatakan bahwa “Hukum waris adat mempunyai corak tersendiri ada didalam

pikiran masyarakat yang tradisional dengan bentuk kekerabatan sistem keturunan keturunannya matrilineal, patrilineal, parental masih nampak

kebenarannya.”(Hilman Hadikusuma,2003:24).

(23)

abad ke abad.Adat bangsa Indonesia dikatakan merupakan “Bhinneka” (berbeda -beda di daerah suku-suku bangsanya), “Tunggal Ika” (tetapi tetap satu juga, yaitu dasar dan sifat keindonesiaannya). Adat tersebut tidak mati, melainkan selalu berkembang, senantiasa bergerak serta berdasarkan keharusan selalu dalam keadaan evolusi mengikuti proses perkembangan peradaban bangsanya.

Pembagian warisan orang tua,yang mendapatkan warisan adalah anak laki–laki sedangkan anak perempuan mendapatkan bagian dari orang tua suaminya atau dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah. Pembagian harta warisan untuk anak laki–laki juga tidak sembarangan, karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki–laki yang paling kecil atau dalam bahasa batak nya disebut Siapudan. Dia mendapatkan warisan yang khusus. Dalam sistem kekerabatan Batak Parmalim, pembagian harta warisan tertuju pada pihak perempuan. Ini terjadi karena berkaitan dengan sistem kekerabatan keluarga juga berdasarkan ikatan emosional kekeluargaan. Bukan berdasarkan perhitungan matematis dan proporsional, tetapi biasanya dikarenakan orang tua bersifat adil kepada anak–anak nya dalam pembagian harta warisan.

(24)

9

Jika kasusnya orang yang tidak memiliki anak laki-laki maka hartanya jatuh ke tangan saudara ayahnya. Sementara anak perempuannya tidak mendapatkan apapun dari harta orang tuanya. Dalam hukum adatnya mengatur bahwa saudara ayah yang memperoleh warisan tersebut harus menafkahi segala kebutuhan anak perempuan dari si pewaris sampai mereka berkeluarga. Dalam keluarga Batak sisitem pembagian harta waris di bagi menjadi tiga bagian: 1. Sistem individual, 2. Sistem mayorat, 3. Sistem minorat.

Akibat dari perubahan zaman, peraturan adat tersebut tidak lagi banyak dilakukan oleh masyarakat Batak. Khususnya yang sudah merantau dan berpendidikan. Selain pengaruh dari hukum perdata nasional yang dianggap lebih adil bagi semua anak, juga dengan adanya persamaan gender dan persamaan hak antara laki–laki dan perempuan maka pembagian warisan dalam masyarakat adat Batak saat ini sudah mengikuti kemauan dari orang yang ingin memberikan warisan. Jadi hanya tinggal orang-orang yang masih tinggal di kampung atau daerah lah yang masih menggunakan waris adat seperti di atas.

Beberapa hal positif yang dapat disimpulkan dari hukum waris adat dalam suku Batak yaitu laki-laki bertanggung jawab melindungi keluarganya, hubungan kekerabatan dalam suku Batak tidak akan pernah putus karena adanya marga dan warisan yang menggambarkan keturunan keluarga tersebut. Dimana pun orang

(25)

seseorang akan mendapat harta yang melimpah dan mendapat kedudukan yang lebih baik dikehidupannya nanti.

Ahli waris dalam hukum adat Batak berbeda dengan hukum waris yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hukum adat Batak menempatkan perempuan dan laki-laki dalam kedudukan yang tidak seimbang berkaitan dengan pewarisan.

Sistem pewarisan yang diberlakukan dalam hukum adat Batak adalah berdasarkan sistem patrilineal, yakni sistem keturunan berdasarkan garis keturunan bapak/laki-laki. Konsekuensi dari sistem patirilineal dalam pewarisan adalah anak perempuan bukanlah sebagai ahli waris dalam keluarga. Hanya anak laki-laki dalam keluarga yang dapat menjadi ahli waris. Anak perempuan hanya dapat menikmati /menguasai harta peninggalan pewaris jika diberikan sebagai pemberian.

Kedudukan tersebut tidak hanya terbatas pada anak perempuan tetapi juga istri. Dalam hukum adat batak istri yang ditinggalkan oleh pewaris tidak berhak untuk menguasai harta. Seorang istri yang ditinggalkan oleh pewaris hanya diperkenankan menikmati dan memelihara harta peninggalan pewaris. Itupun selama istri yang ditinggalkan tersebut masih dalam ikatan yang sama atau tidak pernah menikah lagi. Apabila istri yang ditinggalkan tersebut menikah lagi maka penguasaan terhadap harta peninggalan pewaris diserahkan kepada keluarga/saudara kandung pewaris, yakni saudara laki-laki.

(26)

11

keluarganya yang perempuan. Sehingga apabila terjadi sesuatu pada keluarga perempuan, maka laki-laki dalam keluarga itulah yang merasa bertanggung jawab.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya yaitu sistem pewarisan pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan apakah masih mengikuti ketentuan hukum adat Batak Toba?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui sistem pewarisan hukum adat dalam masyarakat Batak Toba di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi semua pihak yang membutuhkan. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Dapat menambah wawasan bagi para pembaca mengenai harta waris masyarakat Batak.

2. Sebagai sumbangan referensi bagi mahasiswa dan masyarakat umum agar mengetahui pembagian harta waris Batak.

3. Kepentingan Akademis

(27)

4. Kepentingan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi masyarakat tentang bagaimana pembagian HartaWaris pada masyrakat Batak Toba di Natar kabupaten Lampung Selatan.

1.5 Ruang Lingkup

Mengingat masalah di atas cukup umum dalam penelitian, maka untuk menghindari kesalah pahaman, dalam hal ini peneliti memberikan kejelasan tentang sasaran dan tujuan penelitian mencakup:

1. Objek penelitian : Pewaris

2. Subjek Penelitian : Masyarakat Batak Toba

3. Tempat penelitian : Kecamatan Natar kabupaten Lampung Selatan

(28)

13

REFERENSI

Wirjono Prodjodikoro,Hukum Warisan Di Indonesia: Sumur Bandung, 1983, Bandung Hal. 11

Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Bandung: Citra Aditya Bakti ,2003, Hal.8

Soerjono Soekanto, Kedudukan Janda Menurut Hukum Waris Adat, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1966, Hal.7

Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Jakarta : Pradya Paramita, 1987, Hal .79

Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Op.Cit. , Hal.23 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Op.Cit. , Hal.24

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1982, Hal 150

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan Di Indonesia, Bandung :Sumur Bandung,1983.hal 11

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian SistemWaris

Sistem mengandung pengertian sebagai kumpulan dari berbagai unsur (komponen)yang saling bergantungan antara satu unsur dengan unsur yang lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

Menurut Yad Mulyadi dan PosmanSimanjuntak (1992:20), sistem berarti keseluruhan yang terpadu atau suatu keseluruhan yang berstruktur.

Sedangkan pewarisan adalah cara bagaimana melaksanakan penerusan atau peralihan atau pembagian harta peninggalan dari pewaris kepada waris (Hilman Hadikusuma,1996:189)

(30)

15

2.1.2 Konsep Hukum Waris

Hukum adalah sebagai suatu cara untuk mengatur tindak-tanduk manusia dalam masyarakat, selalu dalam keadaan berubah-ubah sesuai dengan lambat cepatnya perubahan tindak-takduk manusia yang bersangkutan dan sesuai dengan pola politik yang menjiwai masyarakat itu(Sunarjati Hartono. 1968:1).

Defenisi hukum menurut beberapa ahli antara lain : 1. Capitant

Hukum adalah keseluruhan daripada norma-norma yang secara mengikat mengatur hubungan yang berbelit-belit antara manusia dalam masyarakat. 2. Drs. C. Utrecht, SH

Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yaitu yang berisi perintah-perintah dan larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dank arena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.

3. Roscoe pound

Hukum adalah sekumpulan penentuan yang berwibawa atau dasar-dasar ketetapan yang di kembangkan dan ditetapkan oleh suatu teknik yang berwenang atas latar belakang cita-cita tentag ketertipan masyarakat dan hukum yang sudah diterima(Sudarsono, 1991 : 1-2).

Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang di maksud dengan hukum adalah atauran tingkah laku anggota masyarakat yang mengandung pertimbangn ke susilaan di tujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat.

Selanjutnya pengertian tentang warisan adalah segala harta kekayaan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang berupa semua harta kekayaan dari yang meninggal dunia setelah dikurangi dengan semua utangnya (Ali Afandi, 1984:7).

(31)

kekayaan/harta benda saja yang dapat diwaris.pasal 830 menyebutkan, “pewarisan

hanya berlangsung karena kematian” (Effendi Perangi 2008:3) .

Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. pada asasnya hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum

kekayaan/harta benda saja yang dapat diwaris.pasal 830 menyebutkan, “pewarisan

hanya berlangsung karena kematian” (Effendi Perangi 2008:3) .

Menurut Mr. A. Pitlo hukum waris adalah suatu rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana berhubungan dengan meninggalnya seseorang, akibat-akibatnya dibidang kebendaan, diatur yaitu: akibat beralihnya harta peninggalan dari seseorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik didalam hubungannya antar mereka sendiri maupun dengan pihak ketiga ( Ali Afandi, 1984:7).

(32)

17

dan lain sebagainya. harta waris ada ketika si pewaris telah meninggal dunia ketika ahli waris masih hidup ketika harta warisan terbuka.

2.1.3 Konsep Hukum Waris Adat

Istilah hukum waris adat dalam hal ini dimaksudkan untuk membedakannya dengan istilah hukum waris Barat, hukum waris Islam, hukum waris Indonesia, hukum waris Batak, hukum waris Minangkabau dan sebagainya.

Hukum waris adat adalah hukum waris yang memuat tentang hukum warisan, siapa pewaris dan ahli waris, serta bagaimana harta waris (hak maupaun kewajiban) itu dialihkan dari pewaris kepada ahli waris (Ariman, 1986:9).

Menurut beberapa para ahli hukum dan sarjana, definisi hukum waris adat : Menurut Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan-ketentuan tentang sistem dan azas-azas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris serta cara bagaimana harta warisan, itu dialihkan penguasaan dan kepemilikannya dari kepada ahli waris (Iman Sudiat, 1981:151).

(33)

Menurut Ter-Haar Hukum waris adat adalah aturan-aturan hokum mengenai cara bagaimana penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yangberwujud dan yang tak berwujud dari satu generasi kegenerasi berikutnya.

(Hilman Hadikusuma, 1996: 6)

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum waris adat adalah aturan-aturan bagaimana cara meneruskan dan mengalihkan harta kekayaan dari pewaris ketika masih hidup atau sudah mati kepada para waris, terutama para ahli warisnya.

2.1.4 Konsep Harta Warisan

Harta warisan adalah : harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat

Harta warisan ialah, bahwa warisan itu adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup (Wirjono Projodikoro, 1976 : 6).

(34)

19

kematian seorang. Selain itu, ada yang mengartikan warisan itu adalah bendanya dan penyelesaian harta benda seseorang kepada warisnya dapat dilaksanakan sebelum ia wafat.

2.1.5 Hibah

Hibah adalah harta kekayaan seseorang yang dibagi-bagikan diantara anak-anaknya pada waktu ia masih hidup(Tamakiran.S 1992:78)

kata hibah berasal dari bahasa arab yang secara epistimologi berarti melesatkan/menyalurkan (Chairuman Suchwardi, 1954:113).

Dengan demekian hibah berarti telah disalurkan dari tangan orang yang memberi ketangan yang diberi. Hibah adalah penyerahan hak milik orang lain selagi masih hidup yang mempunyai hak tanpa adanya satu imbalan (Amir Syarifuddin 1982:252).

Dengan demikian yang dimaksud dengan hibah adalah pelimpahan hak milik seseorang yang masih hidup kepada orang lain tanpa ada imbalan apapun.

Hibah dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Hibah biasa, pada umumnya tidak dapat ditarik kembali.

2. Hibah wasiat, merupakan kemauan terakhir dari seorang manusia sebelum meninggal. Hibah wasiat dapat ditarik kembali oleh penghibah, maka sebetulnya tidak merupakan kemauan terakhir(Soehardi/Van Dijk, 1979:52).

(35)

karena untuk menghindari percekcokan yang ia khawatirkan akan terjadi pada anak-anaknya apabila pembagian harta diserahkan kepada mereka sendiri, bila pemilik harta itu meninggal, atau mungkin juga istrinya adalah ibu tiri dari anak-anaknya. Atau apabila disamping anak kandung ada juga anak angkat yang kemudian di sangkal keanggotaannya.

2.1.6 Warisan, Pewaris, dan Ahli Waris

2.1.6.1 Warisan

Menurut hukum islam, yang dimaksud dengan warisan adalah harta kekayaan yang di tinggalkan pewaris, yang telah bersih dari kewajiban-kewajiban agama dan pihak ketiga yang (akan) beralih dari pewaris yang telah wafat kepada para waris pria dan wanita (Hilman Hadikusuma, 1996:9).

Menurut hukum Barat (dalam kitab Undang-Undang hukum perdata), yang dimaksud warisan adalah harta kekayaan (Vermogen) berupa aktiva atau pasiva atau hak-hak dan kewajiban (yang bernilai uang) yang (akan) beralih (terbagi-bagi) kepada pewaris yang telah wafat kepada waris pria ataupun wanita ( Hilman Hadikusuma, 1966:9).

(36)

21

2.1.6.2 Pewaris

Menurut hukum waris yang diatur dalam Al-Qur’n dan Al-hadits, yang dimaksud dengan pewaris adalah orang yang telah wafat dengan meninggalkan harta warisan untuk dibagi-bagikan pengalihannya kepada ahli waris, baik waris laki-laki maupun perempuan (Hilman Hadikusuma, 1996:9).

Sedangkan menurut hukum waris adat, yang dimaksud dengan pewaris adalah orang yang mempunyai harta peninggalan selagi ia masih hidup atau sudah wafat, harta peninggalan mana (akan) diteruskan penguasaan atau pemiliknya, dalam keadaan tidak terbagi-bagi

(Hilman Hadikusuma, 1996:9)

Pendapat lain mengatakan bahwa pewaris adalah seseorang yang telah meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup (Syarifuddin, 1982:56-57)

(37)

2.1.6.3. Ahli Waris

Pengertian ahli waris, yaitu orang-orang yang berhak atas harta warisan yang di tinggalkan oleh orang yang meninggal (Syarifuddin, 1982:56-57).

Ahli waris adalah orang yang berhak menirima warisan dan orang yang tidak berhak atas suatu warisan tetapi mereka bisa mendapatkan bagian ( disebut dengan bukan ahli waris)(Hilman Hadikusuma, 1987:24).

Hilman Hadikusuma mengemukakan, untuk menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris, dalam hukum adat di bagi menjadi dua kelompok besar yaitu: 1. Kelompok garis keutamaan

2. Kelompok garis pengganti(Hilman Hadikusuma, 1957:25).

Kelompok garis keutamaan ialah garis yang menentukan aturan-aturan keutamaan diantara golongan-golongan dalam keluarga pewaris. Kelompok garis keutamaan ini adalah orang yang masih mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Kelompok garis keutamaan ini dibagi dalam beberapa bagian, yaitu:

a. Golongan keutamaan I yaitu: keturunan pewaris b. Golongan keutamaan II yaitu: orang tua pewaris

c. Golongan keutamaan III yaitu: saudara-saudara pewaris dan keturunannya d. Golongan keutamaan IV yaitu: kakek dan nenek pewaris.

Pada kelompok garis keutamaan ini, kelompok diatasnya lebih di dahulukan daripada kelompok yang berada di bawahnya.

(38)

23

di halangi oleh orang lain. Misalnya antara pewaris dengan cucu, bilama anak pewaris ( bapak dari cucu tersebut) telah meninggal dunia lebih dulu maka cucu tersebut sebagai sebagai ahli waris pengganti ayahnya.

2.1.7 Konsep Sistem Pewarisan dalam Hukum Adat Batak

Sistem pewarisan dalam hukum adat Batak: a) Sistem pewarisan individual

Pada keluarga-keluarga Patrilineal di tanah Batak pada umumnya berlaku sistem pewarisan individual ini, yaitu harta warisan terbagi-bagi kepemilikannya kepada masing-masing ahli waris. Salah satu kelebihan sistem pewarisan individual ini adalah dengan adanya pembagian terhadap harta warisan kepada masing-masing pribadi ahli waris, mereka masing-masing bebas untuk menentukan kehendaknya terhadap bagian warisan itu(Hilman Hadikusuma, 1999:15 – 16).

b) Sistem pewarisan mayorat laki-laki

Pada masyarakat suku Batak selain sistem pewarisan individual ada juga sebagian masyarakat yang menggunakan sistem pewarisan mayorat laki-laki, yaitu sistem pewarisan yang menentukan bahwa harta warisan seluruhnya dikuasai dan dipelihara oleh anak laki-laki sulung(A.Ridwan Halim, 1985: 95).

(39)

atau sudah cukup umur maka dia berhak membagikannya kepada adek yang laki-laki.

c) Sistem pewarisan minorat laki-laki

Pada sebagian suku Batak, anak laki-laki bungsu dapat diberi kepercayaan untuk menguasai dan memelihara harta warisan peninggalan orang tuanya. Misalnya ia yang paling lama tinggal di rumah warisan orang tua, dengan demikian ia merupakan orang yang menjaga dan memelihara rumah warisan tersebut.(Bushar Muhammad, 200:44)

Perubahan/perkembangan yang terjadi pada kedudukan anak perempuan dalam hukum pewarisan, saat ini dipengaruhi oleh prinsip-prinsip sistem patrilineal mumi serta asas ketidak setaraan terhadap anak perempuan. Tetapi dengan keluarnya Tap MPRS No II/1960 disusul dengan turunnya Putusan Mahkamah Agung No 179K/Sip/1960 dan Putusan Mahkamah Agung No 179 K/Sip/1961 dan hingga keluarnya UU No. I tahun 1974 tentang UU Perkawinan serta dipengaruhi oleh politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan, kedudukan anak perempuan dalam pewarisan khususnya orang Batak telah mengalami perubahan. Di dalam Tap MPRS No 11/1960 terutama huruf c dikatakan, bahwa terhadap semua harta adalah untuk anak-anak dan janda apabila peninggal harta ada meninggalkan anak dan janda.

Mahkamah Agung di dalam putusan MA No 179K/SIP/ 1961 mempersamakan hak anak laki-laki dan perempuan serta janda di dalam hal warisan.

Di dalam Pasal 35 UU No I Tahun 1974 disebutkan :

(40)

25

2. Harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing.

Adanya perubahan/perkembangan tersebut, sudah terlihat adanya asas kesamarataan atau kesederajatan antara laki-laki dan perempuan, asa keadilan dan persamaan hak serta asas perikemanusiaan. Pengaruh pola berpikir orang yang semakin rasional mengakibatkan perubahan dalam hukum adat Batak, yang disebabkan oleh bermacam-macam faktor. Hal ini bagi hukum adat sendiri pada mulanya dianggap asing, dan pada waktu sebelum keluarnya Tap MPRS Nomor 11 Tahun 1960 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 179K/SIP/1961 harus tunduk pada sistem yang berlaku menurut hukum adat yaitu sistem kekerabatan/sistem kekeluargaan patrilineal yang membuat posisi kaum perempuan di dalam rumah tangga maupun masyarakat tidak bisa bergerak/posisinya lemah.

2.2 Kerangka Pikir

(41)

masing-masing bebas untuk menentukan kehendaknya terhadap bagian warisan itu.b) Sistem pewarisan mayorat laki-laki.Pada masyarakat suku Batak selain sistem pewarisan individual ada juga sebagian masyarakat yang menggunakan sistem pewarisan mayorat laki-laki, yaitu sistem pewarisan yang menentukan bahwa harta warisan seluruhnya dikuasai dan dipelihara oleh anak laki-laki sulung. c) Sistem pewarisan minorat laki-laki Pada sebagian suku Batak, anak laki-laki bungsu dapat diberi kepercayaan untuk menguasai dan memelihara harta warisan peninggalan orang tuanya. Misalnya ia yang paling lama tinggal di rumah warisan orang tua, dengan demikian ia merupakan orang yang menjaga dan memelihara rumah warisan tersebut.

Biasanya yang menjadi ahli waris dari harta peninggalan orang tuannya adalah anak kandung, yaitu anak yang lahir dari kandungan ibunya dan ayah kandungnya, bisa juga disebut sebagai anak sah. Anak angkat bisa juga menjadi ahli waris dari orang tuanya angkatnya, tapi tidak bisa mewaris dari orang tua kandungnya.

(42)

27

2.3 Paradigma

Keterangan:

1. : garis kegiatan 2. : garis penghubung

Sistem Pewarisan

Masyarakat Batak Di Kecamtan Natar Kabupaten

Lampung Selatan

Sistem

Pewarisan

Individual

Sistem

Pewarisan

Minorat

Sistem

(43)

REFERENSI

Sunarjati Hartono. 1997.Dari Hukum Antar Golongan Ke Hukum. Alumni. Bandung. Halaman 1

Sudarsono. 1991. Pengantar tata hukum Indonesia. PT Rineka Cipta. Jakarta Halaman 1-2

(Ali Afandi. 1984. Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian. Bina Aksara. Jakarta. Halaman 7

Ariman. 1986. Hukum Waris Adat Dalam Yurisprudensi. Bina Cipta. Bandung. Halaman 9

Hilman Hadikusuma. 1999. Hukum Waris Adat. PT Aditya Bakti. Halaman 7 Hilman Hadikusuma. 1996. Hukum Waris Indonesia, Hukum Adat, Hukum Agama Hindi, Islam. Citra Aditya Bakti. Bandung. Halaman 6

Nani suwondo. 1981. Dari Hukum Antar Golongan Ke Hukum. Alumni. Bandun. Halaman 109

Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 1999, hal 15 – 16

A.Ridwan Halim, Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1985, hal 95

(44)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

3.1.1 Pengertian Metode Penelitian

Metode merupakan fakor penting dalam memecahkan masalah dan menentukan keberhasilan suatu penelitian. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah – langkah sistematis(Husaini Usman, 2008 :41).

Menurut pendapat lain Husin Sayuti metode merupakan suatu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Sugiyono metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Husin Sayuti, 1989 :32) .

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode adalah cara yang digunakan untuk memecahkan masalah dan menentukan keberhasilan penelitian. Sedangkan dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif.

3.1.2 Metode Yang Di Gunakan

(45)

untuk menggambarkan atau melukiskan suatu fenomena sosial dari individu, lembaga maupun masyarakat. Menurut Mohamad Ali ( 1980: 142) metode penelitian deskriptif adalah metode yang digunakan dalam upaya memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi(Hadari Nawawi, 1994: 73, dan Mohamad Ali, 1980: 142).

Jadi dapat disimpulkan bahwa Penelitian deskriptif merupakan sebuah metode yang digunakan untuk meneliti suatu objek dengan cara menafsirkan data yang ada, yang pelaksanaannya melalui pengumpulan, penyusunan, analisis, dn interpretasi data yang pada masa sekarang. Metode ini di anggap relavan untuk dipakai karena dapat menggambarkan objek yang ada sekarang secara kualitatif berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang di selidiki, yaitu sistem pewarisan pada masyarakat Batak.

3.2 Variabel Penelitian, Defenisi Operasional Variabel dan Sumber Informasi

3.2.1 Variabel Penelitian

(46)

31

menyebabkan aneka perubahan pada fakta–fakta suatu gejala tentang kehidupan(Sugiyono, 2006 :42 dan Ariyono Suyono, 1985: 431).

Berdasarkan pendapat para ahlidiatas dapat disimpulkan bahwa variable adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang dipelajari yang dapat menyebabkan perubahan pada kehidupan.

3.2.2 Defenisi Operasional Variabel

Defenisi operasional variabel merupakan suatu defenisi variiabel yang di berikan kepa sesuatu variabel atau kontraks dengan cara memberikan arti atau mengisfirasikan kegiatan untuk mengukur variabel tertentu.

Menurut Mashir Singarimbun dan Sumadi Suryabrata menjelaskan bahwa, defenisi operasional variabel adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel atau dengan kata lain suatu petunjuk pelaksanaan bagaimana mengukur variabel. Menurut Sumadi mengemukakan bahwa, defenisi operasioanal merupakan defenisi berdasarkan atas sifat-sifat yang akan di defenisikan, di amati dan diopservasi.

(Masri Singarimbun, 1981:152 dan Sumadi Suryabrata, 1983:83)

(47)

3.2.3 Informan

Informan dalam penelitian ini adalah orang yang memiliki kaitan langsung dengan dan mengerti tentang sistem pewarisan. Informan diambil dari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dan dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria-kriteria sumber tersebut adalah:

1. Orang yang bersangkutan merupakan tokoh masyarakat adat Batak, dan orang Batak asli yang tinggal di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

2. Orang yang bersangkutan memiliki pengetahuan yang luas mengenai objek permasalahan yang akan di teliti

3. Orang yang bersangkutan memiliki pengalaman pribadi sesuai dengan permasalahan yang akan di teliti.

4. Informan memiliki kesediaan dan waktu yang cukup

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis memakai tehnik pengumpulan data tersebut:

3.3.1 Observasi

(48)

33

sistematis mengenai penomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan (Sutrisno Hadi, 1990:120 dan P. Joko Subagyo, 1997:62).

Dengan demikian tehnik observasi ini dilakukan adalah untuk memperoleh data yang di lakukan dengan cara pengamatan secara langsung tergadap kejadian-kejadian terhadap objek yang akan di teliti dengan tujuan untuk mempermudah peneliti dalam mengamati secara langsung objek yang akan di teliti mengenai sistem waris masyarakat Batak.

3.3.2 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penelitian, khususnya penelitian akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek teoritis maupun aspek manfaat praktis. (Sukardi, 2009)

(49)

3.3.3 Dokumentasi

Menurut Arikunto (2006:158) “Dokumentasi adalah mencari dan mengumpulkan

data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,

notulen, rapot, agenda dan sebagainya.”

Metode dokumentasi ini dimaksudkan untuk memperoleh data berdasarkan sumber data yang ada di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan, yaitu berupa :

a) Profil daerah kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

b) Data Jumlah penduduk Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan c) Data mata pencaharian penduduk Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Selatan

Metode dokumentasi merupakan metode yang digunakan dengan mencari data melalui peninggalan tertulis seperti arsip dan termasuk juga buku- buku tentang pendapat, teori dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dokumen yang dikumpulkan berupa profil daerah Kecamatan Natar, Data Jumlah penduduk Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan, Data mata pencaharian penduduk Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan, hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan penelitian.

3.3.4 Wawancara

(50)

35

percakapan langsung dengan masyarakat Batak yang ada di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

Menurut Koentjaraningrat dan Mohammad Ali bahwa, wawancara adalah salah satu tehnik pengumpulan data, ini merupakan suatu cara yang digunakan seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu tentang untuk mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari responden, dengan cara bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu atau resfonden. Menurut Mohammad Ali menyatakan bahwa, wawancara merupakan salah satu tehnik pengumpulan data yang di lakukan dengan cara mengadakan tanya jawab dengan sumber data (Koentjaraningrat, 1997:162 dan Mohammad Ali, 1985:83).

Berdasarkan pernyataan diatas, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan tehnik wawancara untuk berkomunikasi secara langsung dengan responden, tokoh-tokoh adat yang ada di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan mengenai sistem waris masyarakat Batak. Dengan menggunakan tehnik wawancara penulis mendapatkan informasi secara langsung melalui tanya jawab dan tatap muka dengan responden sehingga informasi lebih jelas.

3.4 Teknik Analisis Data

(51)
(52)

37

REFERENSI

Husaini Usman Purnomo. 2008. Metode Penelitian Sosial. Bumi Aksara. Jakarta. halaman 41

Husin Sayuti. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Pajar Agung. Jakarta. Halaman 32

Hadari Nawawi. 1994. Penelitian Terapan. Gajah Mada Press. Yogyakarta. halaman 73

Mohamad Ali. 1980 Penelitian Pendidikan dan Strategi. Ehalian Idonesia. Jakarta. Halaman 142

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung. halaman42

(53)

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis data hasil penelitian yang telah dilakaukan terhadap para informan yang bermukim di kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan tentang sistem pewarisan pada masyarakat Batak Toba di perantau, maka diperoleh kesimpulan, antara lain:

1. Sistem pewarisan individual pada masyarakat Batak Toba di kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan masih menggunakan pembagian harta waris sesuai dengan ketentuan hukum adat Batak Toba. Jadi sistem pewarisan individul ini tidak ada perubahan sama sekali yang terjadi pada masyarakat Batak Toba yang tinggal di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ini.

2. Sistem pewarisan mayorat dalam keluarga Batak perantau perlahan-lahan akan terjadi sebuah perubahan dimana anak laki-laki dan perempuan akan sama-sama mendapat bagian harta waris orangtuanya. Karna sebagian masyarakat Batak menganggap bahwa pembagian harta waris terhadap anak perempuan lebih adil di banding dengan hukum adat dimana hanya anak laki-laki saja yang mendapat harta warisan.

(54)

67

Batak Toba yang tinggal di ke camatan Natar sudah ada yang memberikan rumah terhadap anak perempuannya.

Jadi dari ketiga sistem pewarisan diatas maka dapat di simpulkan bahwa sistem pewarisan masyarakat Batak Toba yang tinggal di kecamatan Natar Kabupaten Lampung selatan masih menggunakan sistem pembagian harta waris sesuai dengan ketentuan hukum adat Batak Toba, karena yang membagikan harta warisan terhadap anak perempuan hanya dua (2) informan saja, dan empat (4) informan lainnya masih menggunakan pembagian harta waris sesuai dengan kektentuan hukum warsis adat Batak Toba.

5.2 SARAN

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan terkait dengan hasil akhir penulisan ini antara lain:

1. Bagaimanapun sistem pembagian warisnya, masyarakat batak hendaknya mengikuti aturan-aturan adat yang telah ditentukan. Sehingga tidak terjadi perpecahan dan perselisihan mengenai pembagian waris. Dan agar tetap terjaganya kebudayaan batak di Indonesia.

2. Bagi masyarakat Batak Toba baik yang ada di Lampung/perantau maupun yang ada di kampung halaman (Sumatera Utara), hendaknya meninjau kembali hukum pewarisan adat agar hukum adat ini di pakai terus sampai keturunan selanjutnya.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Afandi. 1984. Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian. Bina Aksara. Jakarta.

Ariman. 1986. Hukum Waris Adat Dalam Yurisprudensi. Bina Cipta. Bandung. A.Ridwan Halim. 1985. Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, Jakarta,

GhaliaIndonesia.

Bushar Muhammad. 2000. Pokok – Pokok Hukum Adat, Jakarta, Pradnya Paramita.

Hadari Nawawi. 1994. Penelitian Terapan. Gajah Mada Press. Yogyakarta. Husaini Usman Purnomo. 2008. Metode Penelitian Sosial. Bumi Aksara. Jakarta. .

Hilman Hadikusuma. 2003.Hukum Waris Adat, Bandung: Citra Aditya Bakti. Hilman Hadikusuma. 1999. Hukum Waris Adat. PT Aditya Bakti.

Hilman Hadikusuma. 1996. Hukum Waris Indonesia, Hukum Adat, Hukum Agama Hindi, Islam. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Hilman Hadikusuma. , 1999. Hukum Waris Adat, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti Husin Sayuti. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Pajar Agung. Jakarta.

Nani suwondo. 1981. Dari Hukum Antar Golongan Ke Hukum. Alumni. Bandun. Masri Singarimbun. 1981. Metode Penelitian Survai. Pp3es. Jakarta.

Mohamad Ali. 1980 Penelitian Pendidikan dan Strategi. Ehalian Idonesia.

(56)

2

Soepomo. 1987. Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Jakarta : Pradya Paramita.

Soerjono Soekanto.1982Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Wirjono Prodjodikoro. 1983.Hukum Warisan Di Indonesia, Bandung :Sumur Bandung.

Sunarjati Hartono. 1997.Dari Hukum Antar Golongan Ke Hukum. Alumni.

Bandung.

Sudarsono. 1991. Pengantar Tata Hukum Indonesia. PT Rineka Cipta. Jakarta. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

Referensi

Dokumen terkait

4.0 KEMAHIRAN YANG DIUKUR DALAM UJIAN APTITUD AM TAHUN 3. Kemahiran yang diukur dalam Ujian Aptitud Am Tahun

Responden dalam penelitian tentang Hubungan Persepsi Pengguna Layanan Tentang Mutu Pelayanan Unit Rawat Inap VIP (Gryatama) Dengan Minat Pemanfaatan Ulang di BRSU

Tujuan penelitian ini adalah untuk membangun sebuah model yaitu goal program- ming dalam meminimumkan debit air irigasi dan meminimumkan penyimpangan pelepasan waduk pada

Perlakuan jerami dengan NaOH 2% dengan waktu pendiaman 1 jam menunjukkan aktivitas penjerapan Cd yang paling tinggi, tetapi dengan peningkatan konsentrasi jerami dari 1% ke

Etika (ilmu akhlak) bersifat teoritis sementara moral, susila, akhlak lebih bersifat praktis. Artinya moral itu berbicara soal mana yang baik dan mana yang

Setelah dirawat inap selama 3 hari, dilakukan pembukaan perban dan terlihat luka bekas inisisi pada Boli sudah mulai mengering, tidak ditemukan adanya seroma

Praktik Pengalaman Lapangan adalah kegiatan intra kurikuler yang wajib diikuti oleh mahasiswa Program Kependidikan Universitas Negeri Semarang, sebagai pelatihan untuk

This method is based on the maximum a posteriori (MAP) framework, which has the performance to fuse images from arbitrary number of optical sensors.. IMAGE