ABSTRACT
Performance Accountability of civil society organizations ( Case Study at Indonesian Young Enterpreneur Association of Kota Bandar Lampung Representative office)
By Agusetiawan
The emergence of young generation was marked by the emergency of some young generation association (OKP) such as Indonesian Young Enterpreneur Association (HIPMI). HIPMI is an association which concern with enterpreneurship and expected to participate on the development of it among young people. HIPMI of Kota Bandar Lampung Representative office (BPC HIPMI Kota Bandar Lampung) is also expected on youth capacity building in term of Enterpreneurship in Bandar Lampung region through various kinds of program created by HIPMI. The high number of poverty, high unemployment rate and least number of UMKM at Kota Bandar Lampung shows a mismatch of the role of OKPs that actually OKPs are expecting to help government on reducing poverty by improving Enterpreneurship capacity among societies especially among young people. By this situation, researcher is interested on research about performance accountability of OKPs especially BPC HIPMI Kota Bandar Lampung.
ABSTRAK
AKUNTABILITAS KINERJA ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL
(Studi Kasus di BPC Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar lampung)
Oleh Agusetiawan
Indonesia mencatat, kemunculan generasi muda tersebut ditandai dengan adanya beberapa perkumpulan para generasi muda atau organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP). Munculnya ditandai dengan adanya, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Salah satu masalah yang ada di segi ekonomi Indonesia adalah mengenai kewirausahaan. OKP sebagai wadah generasi muda diharapkan ikut berpartisipasi di dalam pengembangannya. OKP yang memiliki konsentrasi mengenai kewirausahaan adalah HIPMI. Pada pasal 3 Peraturan Organisasi HIPMI Nomor : I/PO/HIPMI/VI/2012 tentang petunjuk pelaksanaan pengelolaan organisasi, Salah satunya yaitu di Kota Bandar Lampung adalah BPC HIPMI Kota Bandar Lampung. BPC Hipmi Kota Bandar Lampung diharapkan partisipasinya juga di dalam pengembangan kapasitas kepemudaan dalam masalah kewirausahaan di kota ini melalui berbagai program yang diciptakan. Tingginya angka kemiskinan, angka pengangguran dan masih sedikitnya sejumlah UMKM di Kota Bandar Lampung menyebabkan ketidaksesuaian dengan peran Organisasi Kemasyarakatan Pemuda dimana peran OKP diharapkan dapat membantu Pemerintah dalam mengurangi kemiskinan dengan cara meningkatkan kemauan masyarakat terutama para pemuda untuk berwirausaha. Dengan adanya ketidaksesuaian yang peneliti dapat dengan peran OKP maka peneliti berusaha untuk meneliti dari segi akuntabilitas kinerja OKP itu sendiri.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah pengumpulan, pengolahan, analisis, dan pemeriksaan keabsahan data. Berdasarkan hasil penelitian, Akuntabilitas Kinerja Organisasi Masyarakat Sipil Dalam Kewirausahaan yang dilaksanakan pada BPC HIPMI Kota Bandar Lampung, belum berjalan baik (khususnya dalam akuntabilitas profesional dan akuntabilitas legal). Hal tersebut dapat dilihat dari 3 akuntabilitas, yaitu Pada akuntabilitas demokrasi telah berjalan, Pada akuntabilitas profesional tidak berjalan, dan Pada akuntabilitas legal tidak berjalan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1991 di
Tanjung Karang, Bandar Lampung. Penulis tumbuh
dan dibesarkan di sebuah keluarga sederhana dari
pasangan Bapak Ujang Rusli dan Ibu Fatmawati.
Penulis merupakan anak kedua dari empat
bersaudara.
Pendidikan Sekolah Dasar di SD Al-Kautsar, Tanjung Karang, Bandar Lampung
dari tahun 1997 hingga tahun 2003. Kemudian penulis menyelesaikan Sekolah
Menengah Pertama di SMP Al-Kautsar dari tahun 2003 hingga 2006, dan Sekolah
Menengah Atas di SMA N 5 Bandar Lampung dari tahun 2006 hingga 2009.
Setelah lulus di bangku SMA.
Akhirnya dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, pada tahun 2009 penulis
diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP Unila.
Selama menjadi mahasiswa, penulis berkesempatan berorganisasi dalam
Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara (HIMAGARA). Pada periode
2011/2012, penulis tercatat sebagai sebagai Kabid Minat dan Bakat dalam
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT
Kupersembahkan karyaku ini untuk:
Bapakku tercinta Ujang Rusli dan Widi Prasetya,
Ibuku tercinta Fatmawati dan Ismaria,
Kakakku dan Adik-Adikku tersayang Ade Kelana, Melati
Marliana dan Aditya
Keponakanku Keisha Safitri
Para dosen dan guruku, serta Almamater tercinta,
Yang telah memberi dukungan dan do’a
MOTO
“Barang siapa menolong agama ALLAH, niscaya ALLAh akan menolong mu dan
meneguhkan kedudukan mu.” (Qur’an Surat Muhammad; 7)
“Lihatlah orang
-orang yang dibawahmu dalam urusan harta dunia, dan jangan
sekali;kali melihat yang berada diatasmu, supaya kamu tidak meremehkan karunia
ALLAH yang diberikan kepadamu “ (Rasulullah SAW)
“
Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan
baginya jalan ke surga
”
(HR. Muslim)
DAFTAR ISI
A. Penelitian Terdahulu ... 8
B. Konsep Akuntabilitas Kinerja ... 10
1. Kinerja ... 10
1.1. Pengertian Kinerja ... 10
1.2. Jenis-jenis Kinerja ... 11
1.3. Pengukuran Kinerja ... 14
1.4. Elemen-elemen Pokok Kinerja ... 16
2. Akuntabilitas ... 17
2.1. Pengertian Akuntabilitas ... 17
2.2. Jenis Akuntabilitas ... 19
2.3. Lingkungan Akuntabilitas ... 21
2.4. Kendala-kendala Akuntabilitas ... 26
2.5. Faktor-faktor keberhasilan Akuntabilitas... 29
C. Organisasi Masyarakat Sipil ... 31
1. Pengertian Organisasi Masyarakat Sipil ... 31
2. Lingkup Kegiatan Organisasi Masyarakat Sipil ... 34
D. Kewirausahaan ... 37
1. Pengertian Kewirausahaan ... 37
2. Tujuan Kewirausahaan ... 38
3. Sasaran Kewirausahaan... 39
4. Asas Kewirausahaan ... 40
5. Manfaat Kewirausahaan ... 40
E. Kerangka Pikir ... 43
III. METODE PENELITIAN ... 46
A. Tipe Penelitian ... 46
B. Fokus Penelitian ... 46
C. Informan Penelitian ... 47
D. Lokasi Penelitian ... 48
E. Teknik Pengumpulan Data ... 49
F. Teknik Analisis Data ... 50
G. Teknik Keabsahan Data ... 52
IV. GAMBARAN UMUM ... 55
A. Gambaran Umum BPC HIPMI Kota Bandar Lampung ... 55
1. Sejarah BPC HIPMI Kota Bandar Lampung ... 56
2. Visi dan Misi BPC HIPMI Kota Bandar Lampung ... 57
3. Struktur BPC HIPMI Kota Bandar Lampung ... 58
4. Program Kerja BPC HIPMI Kota Bandar Lampung ... 75
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 78
A. HIPMI sebagai Organisasi Masyarakat Sipil ... 78
B. Deskripsi Hasil Penelitian Akuntabilitas Kinerja Organisasi Masyarakat Sipil ... 81
1. Akuntabilitas Demokrasi ... 81
2. Akuntabilitas Profesional ... 91
3. Akuntabilitas Legal ... 93
C. Pembahasan Hasil Penelitian Akuntabilitas Kinerja Organisasi Masyarakat Sipil ... 96
1. Akuntabilitas Demokrasi ... 96
2. Akuntabilitas Profesional ... 101
3. Akuntabilitas Legal ... 103
D. Deskripsi Lingkungan Akuntabilitas Kinerja Organisasi Masyarakat Sipil ... 106
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 113
A. Kesimpulan ... 113
B. Saran ... 114
DAFTAR PUSTAKA ... 116
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar
1. Model Kerangka Pikir ... . 45 2. Logo HIPMI ... 59 3. Kegiatan Musyawarah Cabang HIPMI di bulan April ... 79 4. Pengurus dan Anggota HIPMI dalam acara Musyawarah Cabang
Bulan April ... 80 5. Anggota HIPMI sedang mengikuti pemaparan Rapat Kerja pengurus
LAMPIRAN 1 :
PEDOMAN WAWANCARA
Informan : Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung Fokus: Akuntabilitas demokrasi
1. Bagaimanakah bentuk tanggung jawab pimpinan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung terhadap anggota-anggotanya dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?
2. Apakah pernah ada pelanggaran oleh anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan? 3. Apakah sanksi yang diberikan jika ada anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia
Kota Bandar Lampung yang melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?
4. Bagaimanakah pengaturan yang ditetapkan oleh pimpinan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?
5. Apakah prioritas Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?
Fokus: Akuntabilitas Profesional
1. Apakah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung memiliki kode etik dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?
2. Bagaimanakah bentuk kode etik Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?
Fokus: Akuntabilitas Legal
1. Apakah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung bertanggung jawab kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?
2. Bagaimana bentuk tanggung jawab Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan? 3. Kapan dilaksanakannya bentuk tanggung jawab Himpunan Pengusaha Muda
LAMPIRAN 2 :
PEDOMAN WAWANCARA
Informan : Anggota Pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung
Fokus: Akuntabilitas demokrasi
1. Apakah ada bentuk tanggung jawab yang diberikan pimpinan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?
2. Apakah pernah ada pelanggaran dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?
3. Apakah pernah ada yang diberikan sanksi dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?
4. Apakah pimpinan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung menetapkan pengaturan dalam pelaksanaan kegiatan
pengembangan kewirausahan?
5. Apasajakah bentuk kode etik Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan
kewirausahan?
Fokus: Akuntabilitas Profesional
1. Apakah anda mengetahui kode etik Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan
kewirausahan?
2. Apasajakah bentuk kode etik Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan
kewirausahan?
Fokus: Akuntabilitas Legal
1. Apakah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung
pernah melaksanakan tanggung jawab dalam pelaksanaan kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?
SUSUNAN PENGURUS
BADAN PENGURUS CABANG
HIMPUNAN PENGUSAHA MUDA INDONESIA
KOTA BANDAR LAMPUNG
MASA BAKTI 2010-2013
A.BADAN PENGURUS CABANG
Ketua Umum Fauzan Sibron
Ketua Bidang Organisasi Dan Hukum Nova Irawan
Ketua Bidang Pembinaan Usaha Yanwar Irawan
Ketua Bidang Perdagangan Reza Adhitya
Ketua Bidang Sumber Daya Alam, Energi Dan Mineral Surprus Putra
Ketua Bidang Tekhnologi Informasi Faishal Fuadi
Ketua Bidang Infrastruktur Dan Properti Virmansyah
Ketua Bidang Perhubungan Hendra Mukri
Sekretaris Umum Yandra Hardiansyah
Wakil Sekretaris Oman Cik Ardi
Wakil Sekretaris Hesti Feritasari
Bendahara Umum Ihdy Varry Cakradinata
Wakil Bendahara Romi Purnomo
Wakil Bendahara Nizar Romas
KOMPARTEMEN-KOMPARTEMEN
Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Organisasi Dan Hukum
Komp. Organisasi Keanggotaan Dan Kaderisasi Endah Barliyantho
Komp. Pemberdayaan Daerah, Badan
Otonom Dan Kelembagaan Fauzan
Komp. Kerjasama Antar Lembaga Hendry Caisinjer
Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Pembinaan Usaha
Komp.Konsultasi Usaha Dan Asuransi Dila Meilinda
Komp. Jasa Keuangan, Investasi,Dan Pasar Modal Ivan Yusadinandra
Komp. Bantuan Hukum Arnal Sembiring
Komp. Bina UKM Dan Koperasi Amrulloh Ahmad L. Hakim
Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Perdagangan
Komp. Industri Arif Natapraja
Komp. Perdagangan Rudi Putra Nuril Hakim
Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Sumber Daya Alam
Komp. Pertambangan Dan Energi M. Dalton Saputra
Komp. Kelautan dan Perikanan Aryono Agus Prasetyo
Komp. Peternakan Donny Irawan
Komp. Pertanian Desta Pandu Wibowo
Komp. Kehutanan Willy Lesmana Putra
Komp. Perkebunan Rolan Nurfa
Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Tekhnologi Informasi
Komp. Media Massa Adhitya Saputra
Komp. Telekomunikasi Awa Melindra
Komp. Telematika Naldi Rinara
Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Properti
Komp. Perhotelan Arienaldo Rahman
Komp. Konstruksi dan Real Estate Rudy Hartana
Komp. Infrastruktur M. Nasir Jusuf
Komp. Perkantoran A. Oloan Hasibuan
Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Perhubungan
Komp. Pariwisata dan Lingkungan Hidup Turki
Komp. Transportasi Muh. Gatot
Departemen Dalam Lingkup Kerja Bidang Organisasi Dan Hukum
Departemen Organisasi Syamsu Hidayat
Departemen Keanggotaan Dan Kaderisasi Jaidin
Departemen Pemberdayaan Daerah Ahmad Nasir
Departemen Kerjasama Antar Lembaga Agus Nandang Priyanto
Departemen Dalam Lingkup Kerja Bidang Pembinaan Usaha
Departemen Jasa Keuangan Ika Sulistyowati Irawan
Departemen Investasi,Dan Pasar Modal Ari Wibowo
Departemen Bina UKM Dan Koperasi Darmalita
Departemen Bantuan Hukum Ade Rizal
Departemen Konsultasi Usaha Dan Asuransi Aria Mawar Sita
Departemen Dalam Lingkup Kerja Bidang Perdagangan
Departemen Industri Umar
Departemen Perdagangan Dalam Negeri Somas Almayasir
Departemen Perdagangan Luar Negeri Tommi Fernando
Departemen Pergudangan Budi Indarto
Departemen Dalam Lingkup Kerja Bidang Sumber Daya Alam
Departemen Pertanian Yeni Ferini
Departemen Perkebunan Rafli
Departemen Pertambangan Lucky Ariyandi
Departemen Energi Mustafa Ibnu Hariyandi
Departemen Kehutanan Dimas Prama Putra
Departemen Peternakan Melianti
Departemen Dalam Lingkup Kerja Bidang Tekhnologi Informasi
Departemen Media Cetak Maria
Departemen Media Elektronik M. Aditya Karya
Departemen Telematika Adiansyah
Departemen Industri Kreatif Andri
Departemen Hubungan Kemasyarakatan Rizal Pandika
Departemen Dalam Lingkup Kerja Bidang Properti
Departemen Perhotelan Adinda Fitri
Departemen Konstruksi dan Rancang Bangun Irene Fransiska
Departemen Perkantoran Regika Christy
Departemen Real Estate Mia Ayunda Sari
Departemen Infrastruktur Christopan Dewansyah
Departemen Dalam Lingkup Kerja Bidang Perhubungan
Departemen Pariwisata Norma Yulianti
Departemen Ekspedisi Riki Kusuma
Departemen Lingkungan Hidup Dwi Lastono
Departemen Kebudayaan Mad Yani
SUSUNAN PENGURUS
BADAN PENGURUS CABANG
HIMPUNAN PENGUSAHA MUDA INDONESIA
KOTA BANDAR LAMPUNG
MASA BAKTI 2013-2016
A.BADAN PENGURUS CABANG
Ketua Umum Naldi Rinara S. Rizal, SE.,MM.
Ketua Bidang Organisasi Dan Hukum Wiriawan Sada Melindra
Ketua Bidang Ekonomi Dan Keuangan Surprus P. Prabowo
Ketua Bidang Perindustrian Dan Perdagangan Ihdi Varry Cakradinata
Ketua Bidang Sumber Daya Alam, Energi Dan Mineral Herwan SDA
Ketua Bidang Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Nova Irawan
Ketua Bidang Infrastruktur Dan Properti Khairul Seray
Ketua Bidang Agribisnis Dan Kelautan Nizar Romas
Ketua Bidang UKM Dan Koperasi Dafryan Anggara
Sekretaris Umum Aditya Saputra
Wakil Sekretaris Habrin Trimadhika
Wakil Sekretaris Fitra Al Farisi
Bendahara Umum Oman Cik Ardi Indrawan
Wakil Bendahara Hikmah Sarah Putri
Wakil Bendahara Romi Purnomo
Wakil Bendahara Amrullah Ahmad Elhakim
KOMPARTEMEN-KOMPARTEMEN
Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Organisasi Dan Hukum
1. Komp. Organisasi Keanggotaan Dan Kaderisasi MGS Edwar
2. Komp. Pemberdayaan Daerah, Badan
Otonom Dan Kelembagaan Rezky Wirmandy
3. Komp. Pendidikan Dan Pelatihan Randy Pramana
4. Komp. Hubungan Senior Rudi Hartono
5. Komp. Hukum Dan GCG M. Iqbal Chadafi
Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Ekonomi Dan Keuangan
1. Komp. Perbankan Lembaga Keuangan
Bukan Bank Arie Wibowo
2. Komp. Investasi, Asuransi Dan Pasar Berjangka Firman Ismail
3. Komp. Kebijakan Ekonomi Fiskal Dan Moneter Giri Akbar
4. Komp. Ekonomi Syariah Gerry Izaputra
5. Komp. Pasar Modal Khairiah Ilyas
Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Industri, Perdagangan Dan Perhubungan
1. Komp. Perdagangan Luar Negeri Dan
Pengembangan Ekspor Nonoral Dimas Pramana
2. Komp. Perdagangan Dalam Negeri Maris Yuliana
3. Komp. Logistik Dan Distribusi Andri Saputra
4. Komp. Perhubungan Dan Transportasi Wahyudi
5. Komp. Waralaba Lucky Trisantama
Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Sumber Daya Alam, Energi Dan Mineral
1. Komp. Minyak, Gas Dan Energi Ahmad Firman Adhitama
2. Komp. Pertambangan Andri Surya Praja
3. Komp. Energi Terbarukan Yoza Cripta Utama
4. Komp. Industri Penunjang Energi
Dan Sumber Daya Alam Ario Saputra
5. Komp. Industri Penunjangan Sumber Daya Alam Debby Ayuza
Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif
1. Komp. Telekomunikasi Dan Telematika Muhammad Najib
2. Komp. Kehumasan Dan Media Regika Christie
3. Komp. Industri Kreatif berbasis design
(Design, Fashion. Arsitektur) Fezza Zastadika
4. Komp. Industri kreatif berbasis Elektronik
5. Komp. Industri Kreatif berbasis Budaya
(Kuliner, Kerajinan, Pasar Barang Seni, Musik,
Seni Pertunjukan) Pipit Taufani
6. Komp. Industri Berbasis Media
(Penerbitan, Percetakan, Dan Periklanan) Erwin Warga Negara
7. Komp. Pariwisata Dan Promosi Utari Hardiyanti Setiawan
Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Infrastruktur Dan Properti
1. Komp. Pengembangan Infrastruktur Darat Daniel Jack Canierie
2. Komp. Sumber Daya Air Dan Irigasi Erick Saputra
3. Komp. Pengembangan Sarana Pemukiman
dan Tata Ruang Auriela
4. Komp. Penunjang Infrastruktur Dan Properti Farouk Maulana
Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Agribisnis Dan Kelautan
1. Komp. Pertanian Dan Perkebunan Fitrah Abung Mukmin
2. Komp. Peternakan Dan Pertahanan Pangan Hendry Dwi Kurniawan
3. Komp. Pengelolaan Dan Pemasaran
Produk Agribisnis Reza Singagerda
4. Komp. Perikanan Dan Kelautan Nusantara
Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang UMKM Dan Koperasi
1. Komp. Pembinaan Pengusaha Pemula Andini
2. Komp. Pembinaan UKM Dan Koperasi Derry Zeldianto
3. Komp. Pengembangan Pemodalan UKM Farhan Wasdi
Dan Koperasi
Tabel Triangulasi
Fokus Penelitian Sumber Data
Interview Dokumentasi Observasi
1. Democratic Accountability
- Adanya pelaporan hasil kinerja organisasi BPC
HIPMI Kota Bandar
Lampung kepada
Musyawarah Cabang yang diselenggarakan di akhir kepengurusan.
- Pada Musyawarah Cabang
disebutkan bahwa program
kerja yang terealisasi oleh BPC HIPMI Kota
- hasil evaluasi musyawarah cabang BPC HIPMI Kota Bandar Lampung
- visi BPC HIPMI Kota
Bandar Lampung periode
2010-2013 yaitu
membangun Masyarakat
Kota Bandar Lampung
yang Makmur dan Sejahtera
- Pemerintah Kota Bandar Lampung, Partner HIPMI dan sektor swasta turut diundang dalam kegiatan Musyawarah Cabang BPC
HIPMI Kota Bandar
Lampung.
- Adanya pemberian
tanggung jawab kepada
para anggota sebelum
adanya pelaksanaan
program kerja.
- Ketua umum mempunyai
hak prerogatif untuk
memberiakn tugas kepada anggota-anggotanya.
- Rapat pengurus yang
dilaksanakan BPC HIPMI Kota Bandar Lampung Rapat Kerja pengurus HIPMI
- AD/ART HIPMI
Kewirausahaan dan
Kemandirian Ekonomi
dalam rangka Memasuki Era Pasar Bebas dan misi
masyarakat dunia usaha
dalam bentuk program kerja
nyata.
dilakukan terkait pelaksanaan program kerja
baik konsep maupun
teknis pelaksanaan.
- Program kerja yang
diciptakan didasarkan
untuk mencapai tujuan pokok yang termuat di dalam AD/ART dan visi misi ketua umum
modal kerja bagi pelaku
usaha sektor rill / UKMK.
c. Bersinergi antara HIPMI
Kota Bandar Lampung
dengan kalangan
Pemerintah / kalangan
birokrat dalam
pengaplikasian
program-program kerja Hipmi Kota
Bandar Lampung.
d. Meningkatkan peran serta
pemuda dalam proses
pembangunan di Kota
pemberian pemahaman
guna meningkatkan
keterampilan hidup/ life
skill.
e. Menciptakan iklim usaha yang kondusif guna menarik investor dalam dan luar negeri sebagai upaya untuk menciptakan lapangan kerja bagi generasi muda di kota Bandar Lampung.
- pokok-pokok program BPC
HIPMI Kota Bandar
Lampung sebagai berikut:
1. Penataan organisasi
3. Partisipasi publik
2. Professional Accountablity
- Adanya pedoman
organisasi dan AD/ART di dalamnya yang mengatur tentang kode etik.
- Kegiatan safari ramadhan
dan panti asuhan,
workshop maupun diskusi
diciptkan untuk
mengenalkan HIPMI
kepada Masyarakat dan
menambah wawasan
Organisasi sebagai landasan kode etik HIPMI
induk organisasi dan
sebagai perpanjangan
tangan Pemerintah Kota Bandar Lampung.
- BPC HIPMI Kota Bandar
Lampung melaksanakan
Loka karya dan
memberikan hasil tahunan kepada KNPI.
1. Masih kecilnya kucuran
kredit perbankan, akibat
masih tingginya resiko,
terutama karena instabilitas
kondisi sosial dan budaya
serta kondisi makro
ekonomi.
2. Masih adanya keterbatasan
sarana dan infrastruktur
pembangunan di daerah
3. Sistem dan kebijakan
perpajakan yang
memberatkan para
pengusaha.
4. Tingginya tingkat suku
bunga lembaga keuangan di
daerah ini, semakin
menyulitkan pengusaha
dalam hal permodalan
terutama modal kerja.
5. Peningkatan angka
pengganguran dari waktu ke
waktu.
dengan karyawan dalam
hubungan industri.
7. Tidak adanya pola
kerjasama yang saling
menguntungkan antara
industri besar dengan usaha
mikro, kecil dan menengah
(UMKM).
8. Pengelolaan badan usaha
yang tidak profesional,
mengakibatkan semakin
menumbuh suburkan pola
usaha yang bersifat kolutif,
9. Terbatasnya jumlah dan
jenis pekerjaan yang
disediakan oleh pemerintah,
terutama berkaitan dengan
proyek-proyek
pembangunan.
10.Lemahnya sumber daya
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki masyarakat yang banyak. Hal tersebut
berimplikasi dalam kebutuhan manusia yang juga tinggi. Baik materiil dan
spiritual. Berbagai segi kehidupan juga dijalankan, seperti : segi pendidikan,
ekonomi, hukum, budaya, dan lain-lain. Keseluruhan segala macam segi
kehidupan tersebut memiliki implikasi. Setiap sektor harus mengalami proses dan
pencapaian yang baik, jika tidak maka hal tersebut kemungkinan akan berdampak
buruk.
Tulang punggung dalam menjalankan tongkat estafet kehidupan Indonesia,
khususnya dalam seluruh segi kehidupan adalah generasi muda. Sejak sebelum
Indonesia merdeka, generasi muda telah memiliki peran penting. Walaupun ketika
di zaman tersebut, generasi muda mengalami banyak permasalahan yang dialami.
Sebagai contoh, dalam segi pendidikan, para generasi muda mengalami
2
atau atas), dalam segi ekonomi, keterbatasan dalam hal memperoleh pekerjaan
yang layak serta memunculkan inovasi pekerjaan, dan permasalahan tersebut
terjadi pula dalam segi kehidupan yang lain. Oleh karena itu, muncul beberapa
generasi muda yang memiliki daya juang tinggi untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut.
Indonesia mencatat, kemunculan generasi muda tersebut ditandai dengan adanya
beberapa perkumpulan para generasi muda atau organisasi kemasyarakatan
pemuda (OKP). OKP pada masa sebelum Indonesia merdeka antara lain : Trikoro
Dharmo (Jong Java), Jong Sumateranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa,
Boedie Oetomo, dan lain-lain. Akhirnya, adanya OKP tersebut mewabah sampai
pada masa pasca Indonesia merdeka sampai kini. Munculnya ditandai dengan
adanya, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Himpunan Pengusaha Muda
Indonesia (HIPMI), Pemuda Katholik, Purna Paskibraka Indonesia, Reformasi
Demokrasi, Pemuda Justitia, Generasi Muda Kosgoro, dan lain-lain.
Berdasarkan adanya beberapa OKP yang disebutkan di atas, Pemerintah Indonesia
menetapkan Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2009 (UU RI No. 40 Tahun
2009) tentang kepemudaan untuk mengatur mengenai pembangunan kepemudaan.
Pada pasal 3 UU RI No. 40 Tahun 2009, di jelaskan bahwa pembangunan
kepemudaan bertujuan untuk terwujudnya pemuda yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif,
mandiri, demokratis, bertanggungjawab, berdaya saing, serta memiliki jiwa
3
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Salah satu masalah yang ada di segi ekonomi Indonesia adalah mengenai
kewirausahaan. OKP sebagai wadah generasi muda diharapkan ikut berpartisipasi
di dalam pengembangannya. Di jelaskan pada Pasal 27 ayat ayat 1 dan 2 UU RI
No. 40 Tahun 2009, bahwa : 1. pengembangan kewirausahaan pemuda
dilaksanakan sesuai dengan minat, bakat, potensi pemuda, potensi daerah, dan
arah pembangunan nasional. 2. Pelaksanaan pengembangan kewirausahaan
pemuda sebagaimana dimaksud pada ayat 1 difasilitasi oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, masyarakat, atau organisasi kepemudaan. OKP yang memiliki
konsentrasi mengenai kewirausahaan adalah HIPMI. Pada pasal 3 Peraturan
Organisasi HIPMI Nomor : I/PO/HIPMI/VI/2012 tentang petunjuk pelaksanaan
pengelolaan organisasi dijelaskan bahwa HIPMI memiliki 5 (lima) tugas yaitu :
1. Tugas Pokok HIPMI adalah membina, memajukan, dan mengembangkan
generasi muda pengusaha menjadi pengusaha yang profesional, kuat,
tangguh dan global dalam sektor usaha yang ditekuni.
2. HIPMI juga ikut berperan serta dalam mensukseskan proses pembangunan
nasional maupun daerah menuju terciptanya masyarakat yang makmur dan
berkeadilan.
3. Fungsi HIPMI adalah organisasi kader pengusaha nasional serta wadah
untuk memperjuangkan aspirasi ekonomi para Pengusaha Muda Indonesia.
4. Kegiatan HIPMI adalah meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan
ketrampilan kewirausahaan anggota, penyebaran informasi usaha dalam
4
5. Mengembangkan sistem demokrasi ekonomi, dan memupuk semangat
serta kesadaran nasional para pengusaha muda untuk berjiwa patriot
pejuang serta bertanggung jawab sebagai warga negara yang baik.
Dalam penyebaran tanggung jawab organisasi HIPMI, HIPMI membentuk badan
pengurus cabang (BPC) di tiap daerah diseluruh Provinsi yang ada di Indonesia.
Khusus sebagai pelaksana dan penanggung jawab di Kota Bandar Lampung
adalah BPC HIPMI Kota Bandar Lampung. BPC Hipmi Kota Bandar Lampung
diharapkan partisipasinya juga di dalam pengembangan kapasitas kepemudaan
dalam masalah kewirausahaan di kota ini melalui berbagai program yang
diciptakan.
Menurut Fauzan Sibron (Ketua BPC HIPMI Kota Bandar Lampung periode 2010-2013) di dalam buku “Bunga Rampai Perjalanan Hipmi Lampung”, program
utama yang dilaksanakan oleh BPC HIPMI Kota Bandar Lampung dalam
partisipasinya mengembangkan kewirausahaan adalah pengembangan fasilitasi
interkoneksi (network) antar anggota, mengembangkan fasilitas arus informasi
pengetahuan (knowledge). dan mengembangkan akses birokrasi serta pendanaan.
Lewat ketiga program ini, Hipmi diharapkan dapat menciptkan pengusaha muda
yang mandiri, dan dapat menjawab tantangan zaman globalisasi ini.
HIPMI dalam pelaksanaan program-program tersebut, melakukan hubungan
kerjasama dengan organisasi mahasiswa intra kampus. Sebagai contoh pada
kegiatan stadium general yang diadakan bersama Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Lampung pada tanggal 28 April
5
Kondisi Bandar Lampung memiliki letak strategis yaitu berada diujung Selatan
Pulau Sumatera dan menghadap langsung kearah Teluk Lampung, dengan luas
wilayah ±197,22 km2. Secara demografi, penduduk kota Bandar Lampung terdiri
dari berbagai suku bangsa Heterogen, dari hasil proyeksi jumlah penduduk dari
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung per-oktober tahun
2011 sebanyak 1.311.240 jiwa. Keuntungan sebagai ibukota Provinsi Lampung
tidak lah cukup bagi kota Bandar lampung, hal ini dikarenakan jumlah penduduk
miskin yang masih cukup tinggi di Provinsi Lampung. Data badan pusat statistik
tahun 2011 yang mencatat bahwa jumlah penduduk miskin yang berada di kota
Bandar Lampung mencapai 121,6 ribu jiwa. Angka tersebut mungkin sangat lah
tinggi jika dibandingkan dengan Kota Metro dan Kota Way kanan, Kota Metro
sendiri tercatat 19 ribu jiwa jumlah penduduk miskin dan way kanan tercatat 72,5
ribu jiwa warga miskin. (data BPS Provinsi Lampung).
Di sisi lain, jumlah pengganguran usia 15 tahun keatas yang dilansir badan pusat
statistik Provinsi Lampung mencapai 47 825 jiwa. Jumlah pengganguran di kota
bandar lampung menjadi jumlah terbesar di antara kabupaten atau kota lain di
Provinsi Lampung (Data BPS Tahun 2012). Untuk menggurangi jumlah penduduk
miskin serta menekan jumlah pengganguran di kota Bandar Lampung, Pemerintah
dituntut untuk memperluas lapangan kerja dengan memberdayakan Usaha
Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM). Salah satunya dengan memberikan modal
usaha pengembangan usaha yang mampu menyerap angkatan kerja. Seperti yang
6
“Jika Pemkot Bandar Lampung tidak segera berupaya menurunkan tingkat pengangguran yang ada masyarakat akan kesulitan mencukupi kebutuhan hidupnya karena menganggur. hal ini akan menimbulkan efek negatif, yaitu sebagian masyarakat akan berpikiran sempit dalam memilih pekerjaan dan mempertinggi tingkat kriminalitas.”
Jumlah Usaha mikro kecil menengah di kota bandar lampung masih sangat lah
kurang. Pihak Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag)
dan UKM Kota Bandar Lampung mencatat tahun 2010 sedikitnya ada 710 unit
industri rumah tangga di Kota Tapis Berseri ini. (www.Tribun lampung.co.id di
akses tanggal 8 mei 2013). Idealnya jumlah UMKM di Kota Bandar Lampung
memiliki dua persen atau ± 262.248 jiwa dari jumlah populasi jiwa di daerah
tersebut. Hal ini menjadi ketimpangan antara jumlah yang ada, sehingga
diperlukan perhatian lebih Pemerintah terhadap Organisasi Masyarakat Sipil yang
berkonsentrasi pada kewirausahaan agar terjadi sinergisitas kinerja untuk
mencapai target idealnya.
Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa masih terdapat tingginya angka
kemiskinan, angka pengangguran dan masih sedikitnya sejumlah UMKM di Kota
Bandar Lampung. Hal tersebut tidak sesuai dengan peran Organisasi
Kemasyarakatan Pemuda dimana peran OKP diharapkan dapat membantu
Pemerintah dalam mengurangi kemiskinan dengan cara meningkatkan kemauan
masyarakat terutama para pemuda untuk berwirausaha. Dengan adanya
ketidaksesuaian yang peneliti dapat dengan peran OKP maka peneliti berusaha
untuk meneliti dari segi akuntabilitas kinerja OKP itu sendiri. Terkait hal tersebut
partisipasi yang dilaksanakan memiliki pertanggungjawaban dalam bentuk
7
mengenai akuntabilitas kinerja Organisasi Masyarakat Sipil yang nantinya
dilakukan studi pada Badan Pengurus Cabang Himpunan Pengusaha Muda
Indonesia kota Bandar Lampung.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian-uraian yang telah peneliti paparkan dalam latar belakang di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah akuntabilitas kinerja
himpunan pengusaha muda Indonesia Kota Bandar Lampung ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mendeskripsikan dan menganalisis
akuntabilitas kinerja himpunan pengusaha muda Indonesia Kota Bandar
Lampung.
D. Kegunaan atau Manfaat Penelitian
Manfaat atau kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis adalah sebagai masukan bagi pengembangan konsep Ilmu
Administrasi Negara khususnya dalam mata kuliah Manajemen Sumber
Daya Manusia yang dalam hal ini mengetahui akuntabilitas kinerja
Organisasi Masyarakat Sipil.
2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sumbangan pemikiran kepada instansi terkait dalam akuntabilitas kinerja
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan telah mengilhami penelitian ini,
sebagai referensi dalam pemilihan topik penelitian. Diantaranya yaitu:
1. Penelitian yang dilakukan Ivanaly (2007), dengan tujuan penelitian untuk
mendeskripsikan dan menganalisis Peranan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dalam mengembangkan nilai-nilai masyarakat
demokratis. Berdasarkan hasil penelitian, nilai-nilai masyarakat
demokratis yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan
berkelompok, kebebasan berpartisipasi, kesetaraan antar warga, kesetaraan
gender, kedaulatan rakyat, rasa percaya (trust) dan kerjasama telah
dikembangkan dan diterapkannya dalam menjalankan organisasi.
Sedangkan kendala-kendala yang dihadapi oleh LSM Malang Corruption
Watch (MCW) dalam mengembangkan nilai-nilai masyarakat demokratis
adalah : kurangnya respon masyarakat dalam menyampaikan pendapat dan
menerima pendapat, dalam kebebasan berkelompok masih kurangnya
masyarakat yang sadar akan pentingnya berkelompok, kurangnya
9
memiliki), masih banyaknya masyarakat yang merasa dirinya lebih dari
yang lain atau merasa superior, kurangnya SDM perempuan yang mau
melibatkan diri dalam kegiatan yang mengandung nilai-nilai masyarakat
demokratis, kurangnya perhatian dan akuntabilitas dari birokrasi, adanya
krisis kepercayaan terhadap pihak LSM, dan kurangnya kerjasama antara
elemen masyarakat, pemerintah dan LSM.. Penelitian ini menjadi referensi
bagi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai akuntabilitas kinerja
pada organisasi masyarakat sipil yang terfokus pada peningkatan ekonomi
masyarakatnya.
2. Penelitian selanjutnya tentang Negara dan Civil Society dalam Masalah
Disintegrasi Bangsa oleh Yunizir Djakfar Tahun (2010). Berdasarkan
Hasil penelitian Civil society tidak hanya berhenti di aspek perdebatan,
namun hendaknya juga mampu secara cerdas dan jelas, memberikan
sumbangsih pengabdian kepada masyarakat. Konsep Civil Society
memiliki ciri yang otonomi, kemandirian, dan bersikap kritis. Civil society
dan negara mempunyai hubungan sebagai partner yang saling
melengkapi. Dan Civil Society memiliki Peran dalam pemberdayaan yang
nyata dalam mendukung keutuhan negara yang mestinya juga
dilaksanakan, tidak hanya pada wilayah dialektika konseptual. Penelitian
ini juga menjadi sumbe referensi bagi peneliti untuk melakukan penelitian
mengenai akuntabilitas kinerja pada organisasi masyarakat sipil yang
10
B. Konsep Akuntabilitas Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan jembatan antara perencanaan strategis dan
akuntabilitas, sehingga suatu organisasi dapat dikatakan berhasil jika terdapat
bukti-bukti atau indikator-indikator atau ukuran-ukuran capaian yang mengarah
pada pencapaian misi. Menurut Donald dan Lawton dalam Keban (1995: 60)
pengukuran kinerja suatu organisasi dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan
suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu dan penilaian tersebut juga dapat
dijadikan input bagi perbaikan dan peningkatan kinerja organiasi.
Akuntabilitas terkait dengan kinerja organisasi, karena hal inilah yang
membedakan akuntabilitas dengan cara-cara yang lebih tradisional dalam
mempertanggungjawabkan pelaksanaan suatu kebijakan atau program ( Keban,
1995: 58). Dengan adanya akuntabilitas diharapkan kinerja organisasi meningkat.
Karena dalam akuntabilitas, organisasi dihadapkan pada kewajiban yang harus
dilaksanakan secara benar dan baik dan dapat mempertanggungjawabkan dari
tugas tersebut sesuai dengan kewenangannya. Oleh karena itu, lebih jelasnya akan
dibahas lebih detail tentang kinerja dan akuntabilitas sebagai berikut :
1. Kinerja
a. Pengertian Kinerja
Pengertian kinerja menurut A. Dale Timple (1992:231) dipersamakan dalam Bahasa Inggris yaitu “performance”. Kata performance sendiri bila dilihat dalam
Kamus Bahasa Inggris diartikan sebagai daya guna, prestasi atau hasil ( Echols
11
(1999:2) menjelaskan bahwa kinerja adalah sebagai hasil atau unjuk kerja dari
suatu orang yang dilakukan oleh individu, yang dapat ditujukan secara konkrit dan
dapat diukur. Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah
perbuatan, penampilan, prestasi, daya guna dan unjuk kerja dari suatu organisasi
atau individu yang dapat ditujukan secara nyata dan dapat diukur.
Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan atau program serta kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi
dan visi organisasi yang tertuang dalam rencana strategis suatu organisasi. Kinerja
bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai
kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan, kriteria keberhasilan ini berupa
tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai (Mahsun, 2006:25).
Dari pendapat para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja adalah hasil kerja
nyata yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan
kepadanya sesuai dengan kriteria dan tujuan yang ditetapkan oleh organisasi.
b. Jenis-jenis Kinerja
Kinerja suatu organisasi, baik yang bergerak di bidang yang beroerntasi mencari
keuntungan, organisasi pemerintah atau organisasi pendidikan semuanya
tergantung kinerja dari peserta organisasi yang bersangkutan. Meskipun setiap
organisasi memiliki ragam tujuan yang berbeda di nilai berkinerja baik bila
meraih keberhasilan. Dan hal ini disebabkan etos kerja dalam bentuk kinerja
karyawan sebagai pelaku organisasi yang baik. Keberhasilan organisasi dengan
ragam kinerja tergantung kepada kinerja para peserta organisasi yang
12
menentukan keberhasilan mencapai tujuan organisasi. Di dalam organisasi ada
tiga jenis kinerja yakni (Sedarmayanti, 2004: 74):
1. Kinerja strategik
Kinerja strategik biasanya berkaitan dengan strategi dalam penyesuaian terhadap
ligkungannya dan kemampuan di mana suatu organisasi berada. Biasanya
kebijakan strategik dipegang oleh top manajer karena menyangkut strategi
menghadapi pihak luar, dan juga kinerja strategik harus mampu membuat visi
kedepan tentang kondisi makro ekonomi negara yang berpengaruh pada
kelangsungan organisasi.
2. Kinerja administratif
Kinerja administratif berkaitan dengan kinerja administrasi organisasi. Termasuk
didalmnya tentang struktur administratif yang mengatur hubungan otoritas
(wewenang) dan tanggung jawab dari orang yang menduduki jabatan atau bekerja
pada unit-unit kerja yang terdapat dalam organisasi. Disamping itu, kinerja
administratif berkaitan dengan kinerja dari mekanisme aliran informasi antar unit
kerja dalam organisai,agar tercapai sinkronisasi kerja antar unit kerja.
3. Kinerja operasional
Kinerja operasional berkaitan dengan efektifitas penggunaan setiap sumber daya
yang digunakan organisasi.Kemampuan mencapai efektifitas penggunaan
sumberdaya (modal, bahan baku, teknologi dan lain-lain) tergantung kepada
13
Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis-jenis kinerja
ditekankan pada kemampuan organisasi dalam penyesuaian di lingkungan
organisasi tersebut berada, kemampuan mengatur wewenang dan tanggung jawab
di dalam organisasi, dan efektivitas penggunaan sumber daya.
Sedangkan menurut Aman Sudarto (1999:3) Ada beberapa jenis kinerja, yaitu :
1. Kinerja organisasi, yaitu hasil kerja konkrit yang dapat diukur dari organisasi
dan dapat dipengaruhi oleh kinerja sebagai alat ukur, sehingga ukuran kinerja
tersebut dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif dan tidak selalu
mencerminkan potensi orang.
2. Kinerja proses, yaitu hasil kerja konkrit yang dapat diukur dari bekerjanya
mekanisme kerja organisasi dipengaruhi oleh kinerja individu dan
membutuhkan standart kinerja sebagai alat ukur sehingga ukuran kinerja lebih
bersifat kualitatif dan tidak selalu mencerminkan potensi organisasi.
3. Kinerja individu, yaitu hasil kerja konkrit dan dapat diukur dari hasil kerja
individu (produktivitas kerja), dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam diri
individu yang membutuhkan standart kerja sebagai alat ukur sehingga ukuran
kinerja bersifat kualitatif dan tidak selalu mencerminkan potensi individu.
Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis-jenis kinerja
menekankan pada pengukuran kinerja baik dari kinerja organisasi, mekanisme
14
c. Pengukuran Kinerja
Menurut Robertson dalam mahsun (2006:25) pengukuran kinerja adalah suatu
proses penilaian kemajuan pekerjaaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas : efisiensi penggunaan sumber
daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa; hasil kegiatan
dibandingkan dengan maksud diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam
mencapai tujuan. Sementara menurut Lohman dalam mahsun (2006:25)
pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target
tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi. Sedangkan Whittaker
dalam mahsun (2006:25) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan
suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan dan akuntabilitas.
Sedangkan menurut adisasmita (2011:91) pengukuran kinerja merupakan suatu
alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan
akuntabilitas. Pengukuran kinerja merupakan penghubung antara perencanaan
strategis dengan akuntabilitas.tanpa adanya pengukuran kinerja sangat sulit dicari
pembenaran yang logis atas pencapaian misi organisasi instansi. Sebaliknya
dengan disusunya perencanaan strategis yang jelas, perencanaan operasional dapat
diukur, maka dapat diharapkan pembenaran yang logis dan argumentasi yan tepat
untuk mengatakan bahwa suatu pelaksanaan program instansi tersebut berhasil
atau tidak.
Dalam hubungan pengukuran kinerja, beberapa hal penting perlu mendapat
15
1. Penetapan indikator kinerja
Penetapan kinerja merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja
melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data dan informasi untuk
menentukan capaian tingkat kinerja kegiatan atau program. Penetapan indikator
kinerja tersebut didasarkan pada kelompok menurut masukan (input), keluaran
(output), hasil (outcome),manfaat (benefit), dan dampak (impact), serta indikator
proses jika diperlukan untuk menunjukan proses manajemen kegiatan yang telah
terjadi.
2. Penetapan capaian kinerja
Penetapan capaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui dan menilai capaian
indikator kinerja dari pelaksanaan kegiatan atau program dan kebijakan yang telah
ditetapkan oleh suatu instansi pemerintah. Pencapaian indikator-indikator tersebut
tidak terlepas dari proses penyusunan kebijakan atau program yang dianggap
penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan.
3. Formulir pengukuran kinerja
Untuk memudahkan melakukan evaluasi atas kesesuain dan keselarasan antara
kegiatan dan program, atau antara program penunjangan dengan program utama
atau program yang lebih rendah dengan program yang lebih tinggi, atau anatara
kebijakan instansi yang lebih rendah dengan kebijakan instansi yang lebih tinggi,
16
d. Elemen Pokok Pengukuran Kinerja
Menurut mahsun (2006:55) elemen pokok suatu pengukuran kinerja antara lain:
1. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi.
Tujuan adalah pernyataan secara umum tentang apa yang ingin dicapai organisasi.
Sasaran merupakan tujuan organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit
dengan disertai batasan waktu yang jelas. Strategi adalah cara atau teknik yang
digunakan organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran. Berdasarkan tujuan,
sasaran, dan strategi tersebut selanjutnya dapat ditentukan indikator dan ukuran
kinerja secara tepat.
2. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja.
Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. indikator dan
ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan,
sasaran dan strategi. indikator kinerja dapat berbentuk faktor-faktor keberhasilan
utama (critical success factory) dan indikator kinerja kunci (key performance
indicator). indikator kinerja merupakan sekumpulan indikator yang dapat
dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat finansial maupun
nonfinansial untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis.
3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.
Mengukur tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi adalah
membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja yang telah
ditetapkan. Analisis antara hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja ini
17
Penyimpangan positif berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai serta
melampaui indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan negatif
berarti pelaksanaan kegiatan belum berhasil mencapai indikator dan ukuran
kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan nol berarti pelaksanaan kegiatan sudah
berhasil mencapai atau sama dengan indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan.
4. Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima informasi
mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi. Informasi capaian kinerja
dapat dijadikan feedback dan reward-punishment, penilaian kemajuan organisasi
dan dasar peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
2. Akuntabilitas
a. Pengertian Akuntabilitas
Pertanggungjawaban secara tradisional istilah tersebut memiliki makna sebagai
kemampuan untuk memberikan jawaban terhadap perilaku atau tindakan
seseorang (Jabbra & Dwivedi, 1989 : 5). Akuntabilitas menurut Widodo
(2001:30) didefinisikan sebagai perwujudan kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui
media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Menurut
penjelasan Inpres No. 7 Tahun 1999, asas akuntabilitas adalah asas yang
menentukan bahwa setiap kegiatan atau hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan
18
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundangan yang berlaku (LAN, 2000:6).
Akuntabilitas dapat dipahami sebagai bentuk pertanggung jawaban yang mengacu
pada kepada siapa organisasi (atau pekerja individu) bertanggung jawab dan untuk
apa organisasi (pekerja individu) bertanggungjawab. Dalam arti luas akuntabilitas
dapat dipahami sebagai kewajiban pihak pemegang amanah untuk memeberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala
aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi
amanah yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban
tersebut (Mahsun, 2006: 83).
Sedangkan menurut Kumorotomo (1992: 145) menyatakan bahwa akuntabilitas
atau pertanggungjawaban dalam administrasi publik mengandung tiga konotasi
yaitu :
1. Pertanggungjawaban sebagai akuntabilitas, akuntabilitas berperan jika suatu
lembaga harus bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan tertentu. Dalam
akuntabilitas ini terbagi dua bentuk yaitu, akuntabilitas eksplisit dan
akuntabilitas implisit.
2. Pertanggungjwaban sebagai sebab-akibat, muncul bila suatu lembaga
diharuskan untuk mempertanggungjawabkan jalannya suatu urusan.
3. Pertanggungjawaban sebagai kewajiban, muncul apabila seseorang
19
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa
Akuntabilitas merupakan kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau
penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya dan yang
bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut
pertanggungjawabannya. Akuntabilitas terkait erat dengan kegiatan kontrol
terutama dalam hal pencapaian hasil dan menyampaikannya secara transparan
kepada masyarakat.
b. Jenis Akuntabilitas
Menurut Samuel Paul dalam Adisasmita (2011:81) akuntabilitas dibagi menjadi
tiga macam, yaitu :
1. Democratic Accountability
Akuntabilitas demokratis merupakan gabungan antara administrative dan politic
accountability. Pemerintah yang akuntabel atas kinerja dan semua kegiatannya
kepada pemimpin politik. Penyelenggaraan pelayanan publik akuntabel kepada
pimpinan instansi masing-masing. Dalam kontek ini pelaksanaan akuntabel
dilakukan secara berjenjang dari pimpinan bawah ke pimpinan tingkat tinggi
secara herarkhi.
2. Professional Accountability
Dalam akuntabilitas profesional, pada umumnya para pakar, profesional dan
teknokrat melaksanakan tugas-tugasnya berdasarkan norma-norma dan standar
20
3. Legal Accountability
Berdasarkan berdasarkan katagori akuntabilitas legal ( hukum ), pelaksana
ketentuan hukum disesuaikan dengan kepentingan public goods dan public
service yang merupakan tuntutan ( demand) masyarakat ( customer ). Dengan
akuntabilitas hukum, setiap petugas pelayanan publik dapat diajukan ke
pengadilan apabila mereka gagal dan bersalah dalam melaksanakan tugasnya
sebagaimana diharapkan masyarakat. Kesalahan dan kegagalan dalam pemberian
pelayanan kepada masyarakat akan terlihat pada laporan akuntabilitas legal.
Pendapat lain yang membagi akuntabilitas, seperti yang dikemukakan
Wahyudi Kumorotomo (1992:153-155) bentuk pertanggungjawaban etis dan
pertanggungjawaban rasional. Selain itu tipe sistem pertanggungjawaban dibagi
menjadi :
1. Pertangungjawaban birokratis.
2. Pertanggungjawaban legal, berdasarkan pada keterkaitan antara pengawas
pihakpihak di luar lembaga dengan anggota-anggota organisasi yaitu
seseorang individu atau kelompok yang mempunyai kekuatan untuk
membebankan sanksisanksi hukum atau menuntut kewajiban formal tertentu.
3. Pertanggungjawaban profesional, dicirikan oleh penempatan control atas
aktivitas-aktivitas organisasional ditangan para pejabat yang punya kepakaran
atau keterampilan khusus dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
4. Pertanggungjawaban politis, yang dicirikan dengan adanya tingkat kepekaan
atau daya tanggap terhadap kepentingan publik, sehingga yang muncul
sebagai pertanyaan bagi para administrator adalah untuk siapa mereka
21
masyarakat umum, pejabat-pejabat terpilih maupun generasi-generasi yang
akan datang.
Sedangkan Lembaga Administrasi Negara membedakan akuntabilitas menjadi
tiga macam yaitu :
1. Akuntabilitas Keuangan, merupakan pertanggungjawaban mengenai
integritas keuangan dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
2. Akuntabilitas manfaat, pada dasarnya memberikan perhatian kepada hasil
kegiatan pemerintahan.
3. Akuntabilitas prosedural, yaitu pertanggungjawaban mengenai apakah suatu
prosedur penetapan dan pelaksanaan suatu kebijakan telah
mempertimbangkan masalah moralitas, etika kepastian hukum, dan ketaatan
pada keputusan politis untuk mendukung pencapaian tujuan akhir yang telah
ditetapkan (LAN, 2000:154).
Berdasarkan pendapat diatas, peneliti menggunakan jenis akuntabilitas menurut
Samuel Paul. Jenis akuntabilitas tersebut terdiri atas Democratic Accountability,
Professional Accountability, Legal Accountability.
c. Lingkungan Akuntabilitas
Lingkungan akuntabilitas yang optimal merupakan salah satu akuntabilitas yang
proaktif dimana di dalam individu, tim, dan organisasi memiliki fokus pada
pencapaian hasil yang besar daripada sekedar menggambarkan cara-cara untuk
menjelaskan hasil yang buruk yang diperoleh. Menurut Mahsun (2006: 90) ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menyusun lingkungan
22
1. Leadership
Leadership menjadi hal penting dalam suatu lingkungan. Kepemimpinan diacu
sebagai individu atau group dalam suatu posisi yang memiliki wewenang untuk
mengendalikan dan mengarahkan orang lain. Sesuatu mengenai kepemimpinan
yang dapat dilaksanakan untuk membangun dan memperkenalkan akuntabilitas
lingkungan adalah :
(1) Mengarahkan dengan contoh
(2) Harus memiliki komitmen
(3) Jalur yang bersih
(4) Menjadi seseorang yang mampu menjawab yang baik/menjadi tempat
bertanya.
(5) Menggunakan pertimbangan yang bijaksana atau baik.
2. Reciprocation
Denganmenggunakan konsep Reciprocation accountability, seseorang atau group
atau organisasi dengan yang menerima wewenang dan seseorang atau group atau
organisasi dengan yang menerima delegasi tanggung jawab akan dapat
melaksanakan apa yang dimaksud dengan quid pro quo relationship. Yakni yang
memiliki wewenang tanggungjawab untuk memberikan kecukupan arahan,
pedoman, dan sumber daya begitu juga usaha untuk menghilangkan atau
mengurangi kinerja.
3. Equity
Equity of fairness merupakan pusat perhatian dari konsep akuntabilitas. Asumsi
23
organisasi. Ketidakwajaran seharusnya dihindari karena hal itu akan merusak
kepercayaan dan kredibilitas organisasi.
4. Trust
Kewajaran akan mengarah pada trust (kepercayaan), dan kepercayaan
menunjukan adanya kewajaran. Jika satu atau dua bagian/pihak saling tidak
percaya satu sama lain maka ada kemungkinan kelemahan transparansi, dan
hubungan yang demikian akan mengalami kegagalan.
5. Transparency
Transparency merupakan kondisi adanya keterbukaan secara penuh, juga
merupakan salah satu elemen penopang akuntabilitas. Transparansi berarti bahwa
individu, group, atau organisasi dalam hubungan akuntabilitas diarahkan tanpa
adanya kebohongan atau motivasi yang tersembunyi, dan bahwa seluruh informasi
kinerja lengkap dan tidak memiliki tujuan menghilangkan data yang berhubungan
dengan masalah tertentu.
6. Clarity
Clarity (kejelasan) juga merupakan salah satu elemen penopang akuntabilitas.
Agar individu atau group melaksanakan wewenang dan/atau memenuhi tanggung
jawab, mereka perlu gambaran yang jelas mengenai apa saja yang mereka akan
24
7. Balance
Balance yang dimaksud adalah keseimbangan antara akuntabilitas dan otoritas,
antara ekspektasi dan kapasitas, dan antara upah dan kinerja.
8. Ownership
Kinerja yang optimal dapat dicapai dengan memberikan Ownership atas setiap
tindakan pada individu-individu dan group. Rasa kepemilikan akan meningkatkan
perilaku, tanggung jawab, dan sikap. Pengembangan rasa kepemilikan pada
individu dan group dapat dicapai melalui proses yang disebut menting. Proses
menting adalah :
(1) Komitmen
Komitmen merupakan poin awal dalam menumbuhkan rasa kepemilikan.
Manajemen harus menunjukan pada induvidu atau group dan juga harus
memperoleh komitmen mereka untuk mencapai ekspetasi kinerja.
(2) Persetujuan
Persetujuan atas hubungan akuntabilitas ini harus dilaksanakan terlebih
dahulu sebelum kerja dilaksanakan. Jika ada persetujuan, maka akan ada
kejelasan dan pemahaman yang lebih baik. Tnpa hal itu maka akan muncul
ketidakpastian dan ketiadaan akuntabilitas. Sebagai tambahan persetujuan
tersebut akan membuat seseorang atau group memiliki keterikatan dan
25
(3) Keterlibatan
Keterlibatan dalam proses perencanaan dan proses pelaksanaan kerja, dan
aktivitas lain akan mampu membangun rasa pemilikan adanya
bertanggung jawab terhadap proses dan aktivitas tersebut.
(4) Pemberdayaan
Pemberdayaan diibaratkan sebagai pertalian darah atas pembagian
wewenang antara manajemen dengan individu dan group. Pemberdayaan
individu dan group merupakan bentuk keterlibatan, dan hal ini
menciptakan rasa pemilikan serta meningkatkan komitmen.
(5) Investasi
Tingkat investasi organisasi (pelatihan, sumber daya kerja, upah, dan
sebagainya) pada karyawan menunjukan suatu tingkatan bahwa organisasi
memiliki komitmen pada karyawan.
(6) Usaha yang berkelanjutan
Usaha yang berkelanjutan akan memberikan peluang pada karyawan untuk
berbuat lebih baik dan hanya dengan jalan tersebut keberlangsungan kerja
saat ini akan meningkat dan akan menunjukan kemampuan untuk
mencapai kinerja yang lebih baik.
(7) Penghargaan
Penghargaan kinerja merupakan kunci lingkungan akuntabilitas. Hal ini
merupakan sal;ah satu konsekuensi akuntabilitas. Ketika karyawan
26
mereka akan komit terhadap pelaksanaan kinerja dan memiliki rasa
pemilikan terhadap setiap tindakannya.
9. Consequence
Konsekuensi dapat berupa penghargaan atau sanksi. Konsekuensi membantu
mendorong pelaksanaan wewenang, pemenuhan tanggung jawab, dan peningkatan
kinerja. Dalam membangun kerangka konsekuensi jika tidak berjalan sesuai
dengan arah kerangka tersebut maka akan memiliki dampak uang menurunkan
makna dan tingkat pentingnya akuntabilitas.
10. Consistency
Penerapan yang inkonsiten terhadapa kebijakan, prosedur, sumber daya, dan atau
konsekuensi dalam suatu organisasi akan menurunkan atau melemahkan
lingkungan akuntabilitas dan kredibilitasnya.
11. Follow-up
Bagian-bagian yang melakukan review atas hasil memerlukan pertimbangan
apakah pencapaian hasil tersebut sesuai dengan ekspetasinya dan lingkungan yang
ada, dan kemudian mengakuinya sebagai usaha yang tercapainya sepenuhnya.
Hubungan akuntabilitas tanpa follow-up merupakan hasil yang jelas tidak
lengkap dan tidak efektif.
d. Kendala-kendala Akuntabilitas
Menurut Mahsun (2006:83) dalam mengimplementasikan akuntabilitas pada
27
hubungan akuntabilitas yang tidak efektif. Beberapa hal yang menjadi kendala
akuntabilitas yaitu :
1. Agenda atau rencana yang tidak transparan
Agenda atau rencana yang disusun secara tidak transparan akan mengarahkan
organisasi dalam suatu kondisi yang hanya menguntungkan perseorangan.
Akuntabilitas mensyaratkan transparansi dan transparansi berarti keterbukaan.
2. Favoritsm
Favoritsm merupakan isu yang licik. Manajemen dapat saja melakukan kinerja
secara lebih unggul dan meninggalkan karyawan yang lainnya. Favoritsm tidak
mendukung inklusivitas dan kerja tim, padahal terwujudnya akuntabilitas
memerlukan kedua hal tersebut.
3. Kepemimpinan yang lemah
Komitmen kepemimpinan untuk membangun suatu lingkungan yang memiliki
akuntabilitas merupakan hal yang krusial. Tanpa kepemimpinan yang kuat, hasil
kinerja akan kurang dari yang diharapkan.
4. Kekurangan sumber daya
Hal ini akan menjadi kurang berguna jika individu atau tim tidak didukung
sumber daya untuk melaksanakan pekerjaannya. Untuk memperoleh hasil yang
28
5. Lack of Follow-Through
Ketika manajemen mengatakan bahwa mereka akan mengerjakan sesuatu dan
mereka tidak akan mengerjakan sesuatu, hal ini berarti manajemen mengatakan
pada karyawan bahwa manjemen tidak dapat dipercaya untuk menindaklanjuti.
6. Garis wewenang dan tanggung jawab kurang jelas
Jika garis wewenang dan tanggung jawab anggota organisasi ditetapkan dengan
tidak jelas maka akan sulit untuk menentukan letak akuntabilitasnya. Kejelasan
wewenang dan tanggung jawab merupakan inti dari suatu bentuk hubungan
akuntabilitas.
7. Kesalahan Penggunaan data
Informasi kinerja harus lengkap dan memiliki kredibilitas serta harus dilaporkan
secara tepat waktu. Tanpa menggunakan data secara menyeluruh akan
mendatangkan pemahaman yang kurang bermakna atas kinerja dan hal ini akan
menjadi tidak berarti bagi organisasi.
Sedangkan menurut Agus Suryono (2001:5) dampak dari adanya akuntabilitas
adalah meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, sehingga
kredibilitas pemerintahan dapat diakui dan keberadaannya akan selalu
didambakan. Hal itu menyebabkan masyarakat untuk ikut peduli dan memberikan
partisipasinya dalam setiap program pemerintahan. Akan tetapi dalam prakteknya
menjalankan asas akuntabilitas, sering kali mendapat hambatan-hambatan, hal-hal
29
1. Tekanan dari lingkungan, dimana faktor lingkungan sangat mempengaruhi
kinerja organisasi pelayanan dalam transaksi dan interaksinya antara
lingkungan dengan organisasi publik.
2. Budaya patrimonial, dimana budaya organisasi penyelenggara pelayanan
publik di Indonesia masih banyak terikat oleh tradisi politik dan budaya
masyarakat setempat yang sering tidak kondusif dan melanggar peraturan
yang telah ditetapkan.
e. Faktor-faktor keberhasilan akuntabilitas
Menurut Adisasmita (2011: 87) untuk mencapai keberhasilan akuntabilitas perlu
diperhatikan faktor-faktor berikut ini:
1. Kepemimpinan yang berkemampuan.
Untuk menyelenggarakan akuntabilitas yang baik di instansi pemerintah
diperlukan pemimpin yang sensitif, responsif, dan akuntabel serta transparan
kepada bawahannya maupun kepada masyarakat.
2. Debat publik.
Sebelum kebijakan disyahkan seharusnya dilakukan debat publik terlebih dahulu
untuk memperoleh masukan yang maksimal. Dengan demikian akan diketahui apa
dan bagaimana indikator kinerja yang harus dicapai organisasi, masyarakat akan