• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembinaan Pembekalan Penanggulangan Benc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembinaan Pembekalan Penanggulangan Benc"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH STAF DAN KOMANDO _______________________________________________________

KONSEPSI PEMBINAAN PEMBEKALAN TNI ANGKATAN LAUT GUNA MEWUJUDKAN EFEKTIFITAS DUKUNGAN LOGISTIK TNI DALAM

RANGKA PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN

1. Umum. Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap bencana, ancaman secara relatif cukup jelas lebih disebabkan oleh kondisi geografis dan komposisi demografinya. Dengan adanya kondisi tersebut, Indonesia diprediksi masih akan terus mengalami dan mengelola bencana, adapun bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah banjir, kebakaran, angin topan, longsor, kekeringan, gempa bumi, gunung berapi dan tsunami. Dalam upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana1 tersebut diperlukan dukungan semua komponen bangsa untuk bekerja secara terencana, terkoordinasi dan terinterasi untuk memberikan bantuan kemanusiaan, khususnya TNI melalui operasi militer selain perang (OMSP)2 dan melalui penggunaan Alutsista yang dimiliki TNI AL dengan pembinaan pembekalan3 yang efektif.

Dalam pelaksanaan tugas OMSP penyelenggaraan penanggulangan bencana, bekal4 bantuan yang disiapkan TNI harus dapat disiapkan secara cepat, tepat, efektif dan efisien dengan mengerahkan segala kemampuan. Bekal bantuan dibutuhkan di setiap tahapan kegiatan penanggulangan bencana, baik pada tahap kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi. Peningkatan kesiapsiagaan logistik pra bencana khususnya pada saat terjadi potensi bencana akan memperlancar Penanggulangan tanggap darurat, sebaliknya keterbatasan logistik pada saat tanggap darurat akan mempersulit pemberian bantuan khususnya pada pemberian pelayanan kebutuhan dasar korban bencana, baik kebutuhan pangan, sandang dan logistik lainnya.

Dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan logistik bencana maka diperlukan sebuah konsep nyata dalam sistem logistik di lingkungan TNI yang dapat diaktualisasikan

1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. hal.2. 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.

3 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. hal. 4.

(2)

untuk dapat mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana. Adapun konsep yang dapat segera diaktualisasikan yaitu suatu aplikasi sistem informasi perencanaan logistik operasi yang berbasis web yang dapat merencanakan dan menghitung segala bekal operasi dan bantuan bencana secara cepat dan tepat. Aplikasi ini dapat pula digunakan untuk memuat semua informasi yang dibutuhkan oleh para stakeholder penanggulangan bencana, yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan SAR Nasional (Basarnas), sektor non-pemerintah, sektor swasta dan masyarakat.

Adapun alasan pemilihan judul diatas yaitu karena di dalam Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut didalamnya telah diatur diantaranya tentang asas, fungsi, dan prinsip pembinaan pembekalan, namun pada pelaksananaannya pembinaan pembekalan saat ini masih belum mampu mendukung logistik penyelenggaraan penanggulangan bencana secara optimal. Adapun gap antara peraturan perundang-undangan dengan pelaksanaan dalam dukungan logistik penanggulangan bencana yaitu karena belum adanya konsep sistem informasi logistik di lingkungan TNI Angkatan Laut, pembinaan logistik dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana belum terlaksana secara terencana dan terkoordinasi dengan baik, dan fungsi penyimpanan di setiap pangkalan TNI Angkatan Laut belum dimanfaatkan untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana.

2. Maksud dan Tujuan

a. Maksud. Maksud penulisan Kertas Karya Kelompok (Taskapok) ini untuk memecahkan persoalan yang muncul dalam dukungan logistik penanggulangan bencana.

b. Tujuan. Tujuan dari penulisan Taskapok ini agar dapat dijadikan bahan masukan bagi pimpinan TNI AL dan TNI dalam pembinaan logistik untuk mewujudkan manajemen logistik penanggulangan bencana yang efektif.

3. Metode dan Pendekatan.

a. Metode. Metode yang digunakan dalam menyusun Taskapok ini yaitu menggunakan metode penulisan induktif dengan deskriptif analisis.

(3)

3. Ruang Lingkup dan Tata Urut.

a. Ruang lingkup.Penulisan Taskapok ini dibatasi pada pemecahan permasalahan logistik yang dihadapi TNI pada umumnya dan TNI AL pada khususnya dalam tugas OMSP penyelenggaraan penanggulangan bencana. Dalam hal ini meliputi pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut guna mewujudkan efektifitas dukungan logistik TNI dalam rangka penanganan penanggulangan bencana.

b. Tata Urut. Adapun tata urut dalam penulisan Taskapok ini disusun sebagai berikut :

1) Bab I Pendahuluan.

2) Bab II Landasan Pemikiran.

3) Bab III Kondisi Pembinaan Pembekalan TNI AL Saat Ini. 4) Bab IV Faktor yang Mempengaruhi.

5) Bab V Pembinaan Pembekalan TNI AL yang Diharapkan. 6) Bab VI Pemecahan Masalah.

(4)

BAB II

LANDASAN PEMIKIRAN

4. Umum. Adapun landasan berpikir penulisan Taskapok penanggulangan bencana ini yaitu terdiri dari Landasan Idiil Pancasila, Landasan Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945, Landasan Visional Wawasan nusantara, Landasan Konseptual Ketahanan Nasional, peraturan perundang-undangan tentang TNI dan penanggulangan bencana, serta teori-teori yang mendukung penyelenggaraan dukungan logistik yang efektif dalam penanganan penanggulangan bencana.

5. Paradigma Nasional.

a. Landasan Idiil. Pancasila merupakan pandangan hidup, jiwa, kepribadian bangsa, tujuan dan cita-cita hukum bangsa dan negara, serta cita-cita moral bangsa Indonesia. Sila kedua Pancasila yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung makna yang mendalam dan menjadi dasar dalam penanganan penanggulangan bencana. Dengan dasar tersebut maka sudah menjadi kewajiban TNI dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana untuk Memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya, Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira, Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, dan Merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

(5)

c. Landasan Visional. wawasan nusantara memiliki dimensi kewilayahan yang harus diatur bebas dari berbagi macam ancaman untuk menjamin keutuhan wilayah negara, kedaulatan negara, dan ketertiban di kawasan demi kepentingan kesejahteraan segenap bangsa. Dalam konteks penanganan penanggulangan bencana maka wawasan nusantara dijadikan sebagai landasan setiap warganya untuk melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana secara cepat dan tepat dalam rangka mengembalikan keutuhan wilayah negara yang terdampak bencana.

d. Landasan Konseptual. Dalam penanggulangan bencana, Ketahanan Nasional pada hakekatnya adalah kemampuan dan ketangguhan bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan dan kebanggaan bangsa dan negara. Oleh karena itu agar penanggulangan bencana dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efesien, maka perlu dihindarkan dan dicegah sedini mungkin berbagai bentuk bencana baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Berhasilnya penanganan penanggulangan bencana akan dapat meningkatkan Ketahanan Nasional, dan Ketahanan Nasional yang tangguh akan dapat menjadi indikator keberhasilan suatu Ketahanan Nasional.

7. Peraturan Perundang-Undangan.

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Undang-undang ini mempertimbangkan bahwa pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara yang merupakan usaha untuk mewujudkan satu kesatuan pertahanan negara guna mencapai tujuan nasional, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Dalam Undang-undang ini disebutkan dalam Pasal 7 bahwa Tugas Pokok Tentara Nasional Indonesia dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yaitu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan. Dan disebutkan pula dalam pasal 9 bahwa tugas TNI AL adalah:

(6)

2) Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut Yurisdiksi Nasional sesuai dengan Hukum Nasional dan Hukum Internasional yang telah diratifikasi.

3) Melaksanakan tugas Diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah. 4) Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut.

5) Kemampuan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut (Dawilhanla). Dalam masalah ini akan menitikberatkan pada tugas pemberdayaan wilayah pertahanan laut yang difokuskan kepada pemberdayaan logistik wilayah untuk memperkuat konsep penyelenggaraan dukungan logistik penanggulangan bencana.

c. Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-undang ini mengatur tentang pengelolaan hibah yang berasal dari anggaran pemerintah maupun perolehan lain yang sah, sehingga bantuan penanggulangan bencana berupa barang maupun jasa yang dikelola oleh TNI harus dapat dipertanggung jawabkan secara transparan dan akuntabel kepada negara dan masyarakat.

d. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang ini digunakan sebagai dasar atau landasan hukum dalam penanggulangan bencana yang dapat memperkuat dan bersifat menyeluruh serta sesuai dengan perkembangan keadaan masyarakat dan kebutuhan bangsa Indonesia sehingga dapat mendukung segala upaya penanggulangan bencana secara terencana, terkoordinasi, dan terpadu.

e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Peraturan Pemerintah ini disusun dengan mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 50 ayat (2) yaitu untuk memudahkan akses kegiatan penanggulangan bencana, Pasal 58 ayat (2) tentang kegiatan rehabilitasi, dan Pasal 59 ayat (2) tentang kegiatan rekontruksi yang dilakukan oleh BNPB dan BPBD.

(7)

penanggulangan bencana dan Pasal 69 ayat (4) tentang tata cara pemberian dan besarnya bantuan yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah kepada para korban bencana.

g. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional. Peraturan Presiden ini disusun dalam rangka pengembangan Sistem Logistik Nasional sebagai salah satu prasarana dalam membangun daya saing nasional serta mendukung pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Periode 2011-2025. Peraturan ini menjadi landasan hukum bagi perancangan sistem pembinaan logistik di TNI Angkatan Laut sehingga diharapkan dapat mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana khususnya dan dapat mewujudkan Pengembangan Sistem Logistik Nasional pada umumnya.

h. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2011 tentang Pokok-Pokok Penyelenggaraan Bantuan TNI dalam Penanggulangan Bencana Alam, Pengungsian dan Bantuan Kemanusiaan.

Peraturan ini menjelaskan tentang penyelenggaraan tugas bantuan Tentara Nasional Indonesia dalam menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan bantuan kemanusiaan. Dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana diperlukan upaya-upaya yang sistematis dan terpadu antara TNI bersama-sama dengan para pemangku kepentingan.

i. Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/69/XI/2010 Tanggal 2 November 2010 tentang Buku Petunjuk Induk Pembinaan Logistik TNI Angkatan Laut. Peraturan ini mengatur tentang pembinaan logistik yang harus dilaksanakan di lingkup internal unit organisasi TNI AL, dengan mempertimbangkan bahwa pembinaan logistik memiliki nilai yang sangat strategis dalam mendukung tugas TNI AL.

(8)

8. Landasan Teori.

a. Teori Decission Support System (DSS). Little (1970) dalam Turban (2005)5 mendefinisikan DSS sebagai “sekumpulan prosedur berbasis model untuk data pemrosesan dan penilaian guna membantu para manajer mengambil keputusan.” Dia menyatakan bahwa untuk sukses, sistem tersebut haruslah sederhana, cepat, mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan isu-isu penting, dan mudah berkomunikasi. Sementara Moore dan Chang (1980) mendefinisikan DSS sebagai sistem yang dapat diperluas untuk mampu mendukung analisis data ad hoc dan pemodelan keputusan, berorientasi terhadap perencanaan masa depan, dan digunakan pada interval yang tidak reguler dan tak terencana.6

b. Teori Shortest Route Problem. Algoritma untuk mencari rute terpendek ini dikembangkan pada tahun 1959 oleh Dijkstra, dengan batasan/ketentuan yang mengatakan bahwa algoritma Dijkstra ini hanya dapat digunakan bila semua busur pada jaringanya mempunyai bobot non-negatif (Dimyati, 2004).7 Algoritma Dijkstra (juga disebut algoritma Siklis) ini memungkinkan sebanyak mungkin kesempatan sebagaimana yang diperlukan untuk mengevaluasi ulang sebuah node (Taha, 1996).8

c. Teori Linear Programming (LP). LP merupakan suatu model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah-masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal.9 Dalam pembahasan ini akan menggunakan LP untuk menghitung bekal bantuan bencana yang akan dimobilisasi oleh TNI ke daerah bencana, adapun bekal bantuan bencana berupa kebutuhan sandang, papan dan kebutuhan bencana lainnya.

d. Teori Hubungan Sipil Militer. “Maka tanpa ada ketentuan supremasi Sipil dengan sendirinya TNI harus tunduk kepada segala kepatuhan dan perintah yang dikeluarkan oleh pemerintah”. Kepatuhan TNI ini selalu berpedoman pada Panca sila dan memperhatikan berbagai aspirasi yang berkembang dalam masyarakat demi tercapainya keberhasilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.10

5 Turban, Efraim., Aronson, Jay E., Liang, Ting-Peng., (2005). “Decision Support System and Intelligent System” edisi tujuh jilid 1, penerbit Andi, Yogyakarta.

6 Moore, J.H., dan M. G. Chang., (1980),fall. “Design of Decision Support System.” Data Base, Vol 12, Nos.1 and 2.

7 Dimyati,Tjutju, T., dan Dimyati, Akhmad, (2004). “Operation Research: Model-model Pengambilan Keputusan.” Sinar Baru Algesindo, Bandung.

8 Taha, Hamdy A., (1996). “Riset Operasi: Suatu pengantar”, jilid I, Edisi kelima, Binarupa Aksara 9 Subagyo, Pangestu dkk. (1993). Dasar-dasar Operation Research. Edisi kedua. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.

(9)

BAB III

KONDISI PEMBINAAN PEMBEKALAN TNI ANGKATAN LAUT SAAT INI

9. Umum. Kondisi Pembinaan pembekalan TNI AL saat ini yang meliputi Fungsi Sistem Informasi dalam Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut, Hubungan Koordinasi antar Stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam Bidang Pembekalan, dan Pembinaan Pembekalan di Tingkat Pangkalan Angkatan Laut akan dapat menimbulkan implikasi terhadap efektifitas dukungan logistik di lingkungan internal TNI dalam rangka Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

10. Fungsi Sistem Informasi dalam Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut.

Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut mengatur tentang pembinaan materil pembekalan dan pembinaan dukungan pembekalan yang merupakan penjabaran dari pembinaan logistik TNI AL. Pembinaan dukungan pembekalan meliputi dukungan pembekalan untuk pemeliharaan/perbaikan, kesiapan operasi, dan personel, dalam pembahasan ini akan fokus pada dukungan pembekalan untuk kesiapan operasi dan personel dalam rangka mendukung operasi penanggulangan bencana.

Dukungan Pembekalan untuk kesiapan operasi merupakan Pembekalan untuk kesiapan operasi diarahkan dan ditujukan kepada pemberian bekal awal dan bekal ulang baik untuk kebutuhan operasi itu sendiri maupun personelnya. Adapun dukungan pembekalan untuk kesiapan operasi meliputi:

a. Bekal awal kebutuhan operasi terdiri dari:

1) Amonisi dengan tolok ukur Basic Load (B/L) atau sesuai kebutuhan operasi.

2) BBM dan BMP dengan tolok ukur isian tangki (I/T) atau sesuai kebutuhan operasi.

3) Bekal-bekal operasi lainnya di luar amonisi, BBM dan BMP diberikan berdasarkan norma/indeks sesuai ketentuan yang ada atau sesuai dengan kebutuhan operasi.

4) Bekal personel dengan tolok ukur norma/indeks sesuai ketentuan yang ada atau sesuai dengan kebutuhan operasi.

(10)

1) Suku cadang diberikan berdasarkan Buku Dasar Perbendaan (BDP) guna mengisi kembali persediaan yang telah digunakan.

2) Amonisi, BBM dan BMP bekal operasi lainnya serta bekal personel lainnya guna mengisi kembali persediaan yang telah habis dipergunakan selama operasi,

Pelaksanaan dukungan materill perbekalan untuk kesiapan operasi diselenggarakan sebagai berikut:

a. Bekal awal diberikan oleh Depo Pusat Pembekalan atau Badan Pembekalan di darat di mana unsur-unsur berada (home base)

b. Bekal ulang diberikan oleh Badan Pembekalan di daerah operasi atau oleh Kapal Bantuan Logistik Mobil (BLM) untuk mendukung kebutuhan serta menjamin ketahanlamaan operasi.

Adapun dukungan pembekalan untuk kesiapan Personel meliputi:

a. Dukungan pembekalan personel diberikan baik pada saat operasi maupun pada saat tidak operasi yang meliputi:

1) Bekal Kelas I. yaitu makanan dan bahan makanan

2) Bekal Kelas II. yaitu Pakaian, textil, bahan pakaian, perlengkapan perorangan, tenda, perkakas tangan, alat rumah dan kantor, alat pemadam kebakaran, keperluan umum serta pemetaan

3) Bekal Kelas VI. yaitu Kebutuhan umum perorangan yang termasuk perlengkapan TNI.

4) Bekal Kelas VIII. yaitu Obat dan bahan obat

5) Bekal Kelas X. yaitu Semua materiil perbekalan yang tidak termasuk dalam kelas- kelas lain.

b. Kebutuhan umum perorangan yang tidak termasuk perlengkapan perorangan TNI (Bekal Kelas VI) serta materill perbekalan yang tidak termasuk dalam salah satu kelas bekal (Bekal kelas X) diberikan dengan pertimbangan khusus.

c. Tolok ukur dalam melaksanakan pemberian dukungan dalam keadaan tidak operasi sesuai dngan norma/indeks yang berlaku, sedangkan dalam keadaan darurat/operasi disamping berdasrkan norma/indeks juga dengan memperhatikan klasifikasi, tujuan dan ketahanlamaan operasi.

(11)

Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut memberikan pedoman tentang Sistem Informasi pembekalan. Bahwa sistem informasi yang dibangun harus sesuai Azas Ketepatan, yang berarti bahwa Pembinaan materiel perbekalan dan pembinaan dukungan pembekalan harus dapat menjamin ketepatan data/informasi untuk kebutuhan perencanaan maupun pelaksanaan pembekalan.

Azas ketepatan ini digunakan dalam menjalankan fungsi sistem informasi. Sistem Informasi pembinaan materiil perbekalan dilaksanakan melalui otomasi dengan sistem komputerisasi guna memberikan informasi yang cepat dan akurat tentang materiil perbekalan. Azas ketepatan ini juga digunakan dalam menjalankan fungsi administrasi perbendaharaan. Administrasi perbendaharaan materi perbekalan dilaksanakan dengan Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN) dengan wujud kegiatan komputerisasi pencatatan, pelaporan serta pertanggungjawaban secara sistematis sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.

11. Hubungan Koordinasi antar Stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam Bidang Pembekalan. Hubungan yang sinergis antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana akan sangat mendukung keberhasilan operasi, oleh karenanya keterpaduan dan koordinasi menjadi amanat undang-undang yang melandasi kegiatan penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, adapun peraturan perundang-undang tersebut adalah:

a. Undang-undang RI No. 24 Tahun 2007 Pasal 3 huruf c. menjelaskan Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana haruslah terkoordinasi dan terpadu.

b. Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 9 menjelaskan bahwa penanggulangan bencana alam bertujuan untuk menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana alam secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh.

c. Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 10 nomor (2) bahwa dalam Tahap pra bencana harus diselenggarakan tahapan penanggulangan bencana yang meliputi pencegahan/mitigasi, koordinasi dan latihan bersama antar instansi terkait, dan kesiapsiagaan.

(12)

e. Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 13 huruf d. menjelaskan tentang pengorganisasian bahwa Kotama Operasi TNI sebagai pelaksana tugas melaksanakan koordinasi lintas sektoral di tingkat daerah dan sebagai supervisi operasional teknis di lapangan.

f. PP Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 2 menjelaskan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana.

g. Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut memberikan petunjuk agar jajaran TNI AL dalam pembinaan pembekalannya mengadakan koordinasi dan sinkronisasi dengan semua pihak yang terkait dalam semua kegiatan pengerahan dan penyerahan kembali materiil perbekalan yang telah dimobilisasi.

h. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Pedoman Manajemen Logistik Dan Peralatan Penanggulangan Bencana pasal 2 menjelaskan Sistem manajemen logistik dan peralatan penanggulangan bencana, merupakan suatu sistem yang menjelaskan tentang logistik dan peralatan yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana pada masa pra bencana, pada saat terjadi bencana dan pada pasca bencana. Sistem manajemen logistik dan peralatan penanggulangan bencana merupakan suatu sistem yang memenuhi persyaratan antara lain yaitu terlaksananya Koordinasi dan prioritas penggunaan alat transportasi yang terbatas.11

Hubungan yang sinergis antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana harus dapat mendukung BNPB dalam menjalankan perannya, agar BNPB mempunyai kemudahan akses dan koordinasi dengan organisasi yang dapat membantu sistem manajemen logistik dan peralatan untuk bencana. Fungsi Penyelenggaraan Manajemen Logistik dan Peralatan Tingkat Nasional adalah adanya dukungan pemerintah, pemerintah tingkat provinsi, kabupaten/kota atau atau lembaga lain dapat

dikoordinasikan sesuai dengan sistem manajemen logistik dan peralatan.12

12. Pembinaan Pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan Laut. Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut telah memberikan petunjuk pembinaan logistik wilayah/tingkat pangkalan, adapaun petunjuk

11 Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Pedoman Manajemen Logistik Dan Peralatan Penanggulangan Bencana, Lampiran hal 2.

(13)

tersebut berwujud sebagai fungsi penyimpanan. Fungsi penyimpanan bertujuan agar dukungan materiil perbekalan perbekalan dapat memenuhi kebutuhan dukungan pembekalan, diperlukan penyimpanan material perbekalan yang ditempatkan di dalam gudang-gudang penyimpanan sedemikian rupa sehingga materiil perbekalan dapat terpelihara, terhindar dari segala gangguan dan bahaya serta dapat menjangkau Satkai yang membutuhkan.

a. Berdasarkan kedudukan dan fungsinya, gudang penyimpanan terdiri dari : 1. Gudang Persediaan Pusat.

a) Berkedudukan dibawah Mabes TNI Angkatan Laut.

b) Digunakan untuk menyimpan materiil perbekalan yang berasal dari hasil pengadaan tingkat pusat dan atau berasal dari sumber penerimaan lainnya.

c) Melayani pengisian kebutuhan gudang persediaan daerah dan kebutuhan Satuan Pemakai (Satkai), khususnya KRI.

d) Dipimpin oleh Bendaharawan Materiil. 2. Gudang Persediaan Daerah.

a) Berkedudukan di bawah Kotama dan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut.

b) Digunakan untuk menyimpan materiil perbekalan yang berasal dari gudang persediaan pusat serta hasil pengadaan tingkat Kotama dan atau hasil pengadaan lokal, kecuali bekal kelas V hanya berasal dari gudang persediaan pusat (Arsenal).

c) Melayani pengisian kebutuhan gudang pemakaian. d) Dipimpin oleh Bendaharawan Materiil.

3. Gudang Pemakaian.

a) Berkedudukan di bawah Satkai/Satker TNI Angkatan Laut. b) Digunakan untuk menyimpan materiil perbekalan yang berasal dari gudang persediaan pusat dan gudang persediaan daerah serta hasil pengadaan lokal, kecuali bekal kelas V tidak ada pengadaan lokal.

c) Melayani pengisian kebutuhan gudang pemakaian. d) Dipimpin oleh Bendaharawan Materiil

b. Berdasarkan sifat dan karakteristik barang, gudang penyimpanan terdiri dari: 1. Gudang penyimpanan umum (general storage).

(14)

3. Gudang penyimpanan yang didinginkan (cool storage). 4. Tempat penyimpanan terbuka (shed/open storage). 5. Tempat penyimpanan barang berbahaya.

6. Ruang Pengaman (security area).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Dalam Undang-undang ini disebutkan dalam Pasal 7 bahwa Tugas Pokok Tentara Nasional Indonesia dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yaitu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan. Dan disebutkan pula dalam pasal 9 bahwa tugas TNI AL diantaranya adalah meningkatkan Kemampuan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut (Dawilhanla). Salah satu strategi dalam upaya peningkatan kemampuan ini adalah dengan dilakukannya pemberdayaan logistik wilayah yang secara tidak langsung dapat memperkuat konsep dukungan logistik penyelenggaraan penanggulangan bencana.

13. Implikasi.

a. Implikasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut terhadap Efektifitas Dukungan Logistik TNI.

1. Apabila Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut pada tahap perencanaan tidak segera dioptimalkan, maka dukungan pembekalan unsur KRI, prajurit, dan bekal bantuan dalam upaya penanganan bencana akan tetap diselenggarakan secara manual, sehingga akan menghambat kecepatan dan ketepatan dukungan bekal bantuan penanggulangan bencana.

2. Apabila Hubungan antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana belum terwujud sinergitasnya, maka bantuan yang dilaksanakan oleh TNI di setiap tahap penanganan bencana tidak akan maksimal karena tiadanya kerjasama yang terencana dan terkoordinasi, sehingga keberhasilan operasi tidak akan terwujud.

(15)

b. Implikasi Efektifitas Dukungan Logistik TNI terhadap Penanganan Penanggulangan Bencana. Apabila dukungan logistik penanggulangan bencana yang dilaksanakan TNI belum efektif yang dipengaruhi oleh belum optimalnya Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut, Hubungan antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana belum terwujud sinergitas, dan belum berjalannya Pembinaan Pembekalan di Tingkat Pangkalan Angkatan Laut, Maka OMSP untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana tidak akan optimal.

14. Permasalahan yang Dihadapi.

a. Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Berdasarkan dari uraian kondisi pembinaan pembekalan TNI AL saat ini sebelumnya, walaupun Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut telah memberikan pedoman tentang sistem informasi pembekalan namun pada pelaksanaannya masih sangat sedikit sekali keberadaannya. Walaupun ada sistem informasi pembekalan namun hanya administratif belaka atau dengan kata lain sedikit sekali yang dapat mendukung operasional TNI Angkatan Laut.

Apabila Sistem logistik penanggulangan bencana tidak dibangun secara terpadu dan mutakhir, maka dukungan logistik penanggulangan bencana tetap tidak efektif, sehingga perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana tidak optimal, dan apabila otomasi perencanaan logistik tidak segera diwujudkan , maka perencanaan kesiapan logistik unsur KRI dan bantuan bencana akan tetap dilakukan secara manual, sehingga akan menghambat kecepatan dan ketepatan dukungan logistik penanggulangan bencana

b. Hubungan antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana. Berdasarkan dari uraian kondisi koordinasi antara TNI AL dengan stakeholder saat ini sebelumnya. Maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan koordinasi merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, oleh karenanya kegiatan koordinasi menjadi amanat peraturan perundang-undang yang mengatur tentang penanggulangan bencana.

(16)

tidak dapat memaksimalkan usaha untuk mitigasi bencana, sehingga keberhasilan operasi tidak akan tercapai secara maksimal.

c. Pembinaan Pembekalan di Tingkat Pangkalan Angkatan Laut. Dari uraian diatas tentang fungsi penyimpanan maupun kegiatan pemberdayaan wilayah dalam konteks logistik belum dimanfaatkan secara optimal oleh TNI Angkatan Laut. Hal-hal lain yang tidak sesuai dengan kondisi yang diharapkan yaitu Kotama Operasi TNI sebagai pelaksana tugas yang melaksanakan koordinasi lintas sektoral di tingkat daerah13 dan sebagai supervisi operasional teknis di lapangan belum berjalan secara konsisten. Apabila usaha-usaha pemberdayaan logistik wilayah tidak segera direlisasikan, maka akan ada hak masyarakat untuk berpartisipasi pada penanggulangan bencana yang tidak dapat disalurkan, sehingga logistik penanggulanan bencana akan tetap bergantung kepada anggaran negara maupun daerah.

Dengan mempertimbangkan peraturan BNPB maka TNI AL pun harus dapat mendukung kegiatan tersebut. Adapun kegiatan Tingkat Provinsi dalam menjalankan Fungsi Penyelenggaraan Manajemen Logistik dan Peralatan adalah Mengkoordinasikan semua pelayanan dan pendistribusian bantuan logistik dan peralatan di area bencana serta Memelihara hubungan dan mengkoordinasikan semua lembaga yang terlibat dalam penanggulangan bencana. Sementara untuk Tingkat Kabupaten/Kota kegiatannya yaitu mengelola dan mengkoordinasikan seluruh aktifitas manajemen logistik dan peralatan, terutama pada masa siaga darurat, tanggap darurat dan pemulihan darurat dan Berkoordinasi dengan instansi/lembaga terkait di pusat operasi BPBD.

BAB IV

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

(17)

15. Umum. Dalam bagian ini akan dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan penanggulangan bencana yang berada di luar dan di dalam lingkup TNI.berskala nasional, serta akan dikupas tentang peluang dan kendala yang dihadapi oleh TNI dalam rangka tercapainya keberhasilan penyelenggaraan penanggulangan bencana.

16. Eksternal. Faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan penanggulangan bencana di lingkup eksternal merupakan faktor yang berada di luar lingkup TNI maupun TNI Angkatan Laut. Faktor-faktor di luar TNI yang berpengaruh terhadap masalah penyelenggaraan penanggulangan bencana yaitu:

a. Kondisi Geografis. Indonesia sebagai salah satu negara yang paling rentan terhadap bencana serta adanya ancaman yang relatif cukup jelas yang disebabkan kondisi geografis dan komposisi demografi, Indonesia masih akan terus mengalami dan mengelola bencana. Berbagai kemajuan signifikan dalam penanggulangan bencana selama beberapa tahun terakhir telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat progresif dalam upaya penanggulangan bencana untuk membangun ketangguhan masyarakatnya.

Bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah banjir, kebakaran, angin topan, longsor, kekeringan, gempa bumi, gunung berapi dan tsunami. Tercatat 2.836 kejadian bencana antara tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 yang menyebabkan 4.216 orang meninggal, 999 orang hilang, 1.067.103 orang mengungsi,dan 653.876 rumah rusak, serta 14.526 unit sarana dan prasarana rusak. Dampak utama bencana seringkali menimbulkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak kerusakan non materi maupun psikologis. Meskipun perencanaan pembangunan di Indonesia telah didesain sedemikian rupa dengan maksud dan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan rasa keadilan, serta meminimalkan dampak perusakan yang terjadi pada lingkungan serta melindungi masyarakat terhadap ancaman bencana.14

b. Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Logistik Nasional. Pada dasarnya terdapat berbagai kebijakan yang terkait erat, serta mempengaruhi kebijakan penanggulangan bencana. Salah satu kebijakan tersebut adalah kebijakan Pemerintah dalam masalah Logistik Nasional, salah satunya adalah diterbitkannya

(18)

Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional.15 Cetak biru sistem logistik ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam pengembangan logistik bagi para pemangku kepentingan terkait, tentunya pengembangan logistik yang diselenggarakan TNI dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana.

c. Sumber Daya Manusia. Penduduk Indonesia yang berjumlah 250 juta jiwa merupakan jumlah yang sangat besar untuk dapat dikelola dalam upaya mitigasi bencana. Pertumbuhan penduduk yang pesat dikaitkan dengan keterbatasan tempat tinggal dan kesempatan berusaha dapat menimbulkan tantangan dan hambatan. Penduduk Indonesia merupakan kebhinekaan suku bangsa yang berbeda agama dan adat istiadat, hal ini pada akhirnya dapat menimbulkan masalah tersendiri bagi TNI yang memiliki jumlah personel yang tidak sebanding. TNI harus senantiasa menambah dan meningkatkan mutu sumber daya prajurit untuk dapat menangani penanggulangan bencana dalam memenuhi standar minimal pelaksanaan penanggulangan bencana.

d. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan memberikan dampak positif bagi peyelenggaraan penanggulangan bencana. Pesatnya perkembangan teknologi tersebut dapat diarahkan untuk dapat menunjang kegiatan di bidang kebencanaan yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi risiko-risiko bencana. TNI sebagai organisasi pengguna teknologi selayaknya harus dapat memiliki suatu peralatan yang berguna baik untuk operasi militer perang maupun operasi militer selain perang, dengan kata lain peralatan ini memiliki interopabilitas yang tinggi untuk digunakan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

17. Internal. Faktor yang mempengaruhi di lingkup internal merupakan faktor yang berada di dalam lingkup TNI maupun TNI Angkatan Laut. Faktor-faktor pembinaan pembekalan yang berpengaruh terhadap masalah penyelenggaraan penanggulangan bencana yaitu:

a. Kebijakan Anggaran. Terbatasnya anggaran yang tersedia untuk kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia dirasakan secara umum oleh masing-masing unit Kementerian/Instansi, begitu juga Kementerian pertahanan dan TNI. Mabes TNI harus dapat menyusun Kegiatan, program,

(19)

rencana kerja dan anggaran, serta melaksanakan pemantauan, dan evaluasi program penyelenggaraan penanggulangan bencana. Mabes TNI harus mampu melaksanakan pengkoordinasian penyusunan program dan anggaran yang bersumber dari APBN, program dan anggaran lintas sektor, dan program dan anggaran bantuan luar negeri, serta monitoring dan evaluasi.

b. Pembinaan penggunaan kekuatan TNI Angkatan Laut. Pembinaan penggunaan Kekuatan TNI AL telah diatur dalam Surat keputusan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Skep/1020/III/1987 ttg pola pembinaan penggunaan kekuatan TNI AL. Segala bentuk serta pola pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI AL telah dituangkan didalam Surat keputusan Ini, maka dalam rangka melaksanakan dan mengatur kegiatan penanggulangan bencana harus disesuaikan dengan pengerahan dan penggunaan kekuatan unsur KRI sebagaimana tercantum dalam Surat keputusan.

c. Pembinaan Logistik TNI Angkatan Laut. Dalam upaya untuk meningkatnya kecepatan perencanaan pembekalan dalam kesiapan operasi maka diperlukan pengadaan materiil perbekalan dari kelas-kelas bekal tertentu khususnya pembekalan untuk operasi penggunaan kekuatan dengan cara mengajukan permintaan kepada badan pembekalan Mabes TNI, dan ini merupakan wujud dari wewenang dan tanggung jawab pembinaan tingkat Mabesal.16 Oleh karenanya Pembinaan pembekalan TNI juga selayaknya memiliki Sistem informasi logistik yang dapat diaplikasikan di seluruh unit organisasi TNI sebagai realisasi dari pembangunan Sistem Logistik Nasional.

18. Peluang dan Kendala. Adapun peluang dan kendala yang dihadapi oleh TNI dalam rangka tercapainya keberhasilan penyelenggaraan penanggulangan bencana yaitu sebagai berikut:

a. Peluang. Peluang merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi secara positif peyelenggaraan penanggulangan bencana yang dilaksanakan oleh TNI, adapun peluang yang dimiliki yaitu:

1) Adanya existing System SIMAK BMN yaitu sistem Informasi Akuntansi Barang Milik Negara yang dapat dioptimalkan menjadi sistem yang mendukung Sistem Logistik Nasional. Pembinaan Logistik TNI dapat disempurnakan dengan mengikuti SIMAK BMN untuk dapat mengatasi

(20)

permasalahan logistik penanggulangan bencana. Pembinaan pembekalan TNI dapat didukung oleh Sistem Pengambilan Keputusan yang berbasis Web. Sistem ini diaplikasikan di seluruh unit organisasi TNI.

2) Pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut harus dapat membentuk sarana koordinasi dengan para stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana dengan menggunakan dasar hukum Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 3 huruf c. yang menjelaskan bahwa Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana haruslah terkoordinasi dan terpadu. Pembinaan pembekalan TNI dapat disempurnakan untuk dapat menerapkan dukungan silang antar stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana.

3) Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 26 pasal 27 yang menjelaskan bahwa setiap orang berhak berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial dapat menjadi dasar hukum bagi TNI untuk memfasilitasilitasinya.

b. Kendala. Kendala merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi secara negatif dan dapat menghambat penyelenggaraan penanggulangan bencana yang dilaksanakan oleh TNI, adapun kendala yang dimiliki yaitu:

1) Pembinaan pembekalan di tingkat satuan kerja TNI AL belum dapat meningkatkan kapasitas perencanaan pembekalan kesiapan unsur KRI dan personelnya, serta belum dapat meningkatkan ketahanlamaan operasi. 2) Pembinaan pembekalan tingkat pangkalan belum dapat mengoptimalkan pemberdayaan logistik wilayah dan belum menguasai kemampuan untuk melaksanakan proses mobilisasi dan demobilisasi bekal bantuan di daerah bencana.

3) Pembinaan pembekalan tingkat pangkalan melalui pemberdayaan logistik wilayah belum memiliki dasar hukum dan peraturan.

BAB V

PEMBINAAN PEMBEKALAN TNI ANGKATAN LAUT YANG DIHARAPKAN

(21)

meliputi pencegahan/mitigasi, koordinasi dan latihan bersama antar stakeholder penanggulangan bencana terkait, dan kesiapsiagaannya. Pada tahap tanggap bencana pembinaan pembekalan harus mampu menjamin terselenggaranya tahapan tanggap darurat yang meliputi penyelamatan dan evakuasi korban, penanganan pengungsi berupa pemenuhan kebutuhan dasar dan perlindungan terhadap kelompok rentan, dan pemulihan sarana dan prasarana. Selanjutnya pada tahap pasca bencana pembinaan pembekalan harus mampu menjamin terselenggaranya rehabilitasi dan rekontruksi.

20. Pembahasan. Pada bagian ini akan dijelaskan Fungsi Sistem Informasi dalam Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut, Hubungan Koordinasi antar Stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam Bidang Pembekalan, dan Pembinaan Pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan Laut yang diharapkan.

21. Fungsi Sistem Informasi dalam Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut.

Dihadapkan pada tuntutan efektifitas pada penyelenggaraan penanggulangan bencana, maka pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut harus dapat mengaktualisasikan azas-azas dan prinsip dalam pembinaan logistik. Adapun azas-azas-azas-azas yang harus dipedomani adalah azas rencana jauh kedepan, jadwal olah guna, tanggung jawab sosial, legalitas, terarah, ketelitian, keamanan, keseimbangan dan keserasian, kekenyalan, keterpaduan, responsif, perencanaan dan pengendalian terpusat, swasembada, prioritas, ekonomis, dan azas pencapaian sasaran.17 Sedangkan prinsip-prinsip yang berlaku dalam pembinaan pembekalan yaitu manajemen pembinaan materiil perbekalan dan dukungan pembekalan dibina secara profesional, efektif, efisien, dan modern.18 Pembinaan pembekalan harus dapat didukung oleh sistem informasi yang handal, kecepatan dan ketepatan perencanaan pembekalan untuk kesiapan operasi, dan tingginya kesiapsiagaan unsur KRI dan kesiapan personel di setiap tahap penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang Pembangunan Sistem Pengambilan Keputusan (Decission Support system) Logistik yang berbasis Web, Peningkatan Kapasitas perencanaan pembekalan kesiapan operasi, dan Peningkatan kesiapsiagaan bekal unsur KRI dan kesiapan bekal personel.

a. Pembangunan Sistem Pengambilan Keputusan (Decission Support system) Logistik yang berbasis Web. Penyelenggaraan pembinaan materiil

17 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/69/XI/2010 Tanggal 2 November 2010 tentang Buku Petunjuk Induk Pembinaan Logistik TNI Angkatan Laut

(22)

pembekalan harus dapat didukung oleh sistem informasi yang handal. Sistem Informasi pembinaan materiil perbekalan dilaksanakan melalui otomasi dengan sistem terkomputerisasi guna memberikan informasi yang cepat dan akurat tentang materiil perbekalan.19 Pengelolaan piranti lunak Sistem Informasi bidang materiil perbekalan merupakan wujud dari wewenang dan tanggung jawab pembinaan tingkat Mabesal.20 Mabesal harus dapat membuat Cetak biru21 yang mengatur tentang pengembangan logistik di lingkungannya serta koordinasi kebijakan dan pengembangan Sistem Logistik TNI untuk mencapai kondisi yang diharapkan melalui Strategi dan Program serta Peta Panduan (Road Map) dan Rencana Aksi.

Adapun konsep Sistem Informasi Pembekalan Logistik TNI Angkatan Laut diharapkan mampu mewujudkan visi sistem logistik nasional yang terintegrasi secara lokal, terhubung secara global, untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesejahteraan rakyat. Konsep sistem informasi Pembekalan Logistik TNI Angkatan Laut dirancang untuk dapat. Konsep sistem informasi Pembekalan Logistik TNI Angkatan Laut ini merupakan pengembangan Sistem Logistik TNI, yang dapat dituangkan dalam dokumen rencana strategis TNI sebagai bagian dari dokumen perencanaan pembangunan kekuatan TNI22 yang berupa Sistem Informasi pembekalan logistik kesiapan operasi dan Sistem informasi perencanaan logistik bantuan penanggulangan bencana.

1) Sistem Informasi pembekalan logistik kesiapan operasi. Konsep Sistem Informasi pembekalan logistik kesiapan operasi memuat informasi sebagai berikut:

a) Bekal awal kebutuhan operasi terdiri dari:

(1) Amonisi dengan tolok ukur Basic Load (B/L) atau sesuai kebutuhan operasi

(2) BBM dan BMP dengan tolok ukur isian tangki (I/T) atau sesuai kebutuhan operasi

(3) Bekal-bekal operasi lainnya di luar amonisi, BBM dan BMP diberikan berdasarkan norma/indeks sesuai ketentuan yang ada atau sesuai dengan kebutuhan operasi.

(4) Bekal personel dengan tolok ukur norma/indeks sesuai ketentuan yang ada atau sesuai dengan kebutuhan operasi.

19 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 18.

20 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 21.

21 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional pasal 1

(23)

b) Bekal ulang kebutuhan operasi terdiri dari:

(1) Suku cadang diberikan berdasarkan Buku Dasar Perbendaan (BDP) guna mengisi kembali persediaan yang telah digunakan.

(2) Amonisi, BBM dan BMP bekal operasi lainnya serta bekal personel lainnya guna mengisi kembali persediaan yang telah habis dipergunakan selama operasiKonsep sistem informasi ini pun harus dapat dibangun di tingkat pangkalan Angkatan Laut untuk memperkuat konsep logistik kewilayahan. Sistem informasi ini diharapkan mampu mendukung bekal ulang materiil perbekalan KRI dan untuk menjamin ketahanlamaan operasional KRI, bekal ulang diberikan oleh badan pembekalan di daerah operasi atau oleh kapal bantuan logistik mobil (BLM)23

c) Perancangan Sistem menggunakan Teori Decission Support System (DSS) dan Teori Shortest Route Problem.

(1) Little (1970) dalam Turban (2005)24 mendefinisikan DSS sebagai “sekumpulan prosedur berbasis model untuk data pemrosesan dan penilaian guna membantu para manajer mengambil keputusan.” Dia menyatakan bahwa untuk sukses, sistem tersebut haruslah sederhana, cepat, mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan isu-isu penting, dan mudah berkomunikasi. Sementara Moore dan Chang (1980) mendefinisikan DSS sebagai sistem yang dapat diperluas untuk mampu mendukung analisis data ad hoc dan pemodelan keputusan, berorientasi terhadap perencanaan masa depan, dan digunakan pada interval yang tidak reguler dan tak terencana.25

(2) Algoritma untuk mencari rute terpendek ini dikembangkan pada tahun 1959 oleh Dijkstra, dengan batasan/ketentuan yang mengatakan bahwa algoritma Dijkstra ini hanya dapat

23 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 20. 24 Turban, Efraim., Aronson, Jay E., Liang, Ting-Peng., (2005). “Decision Support System and Intelligent System” edisi tujuh jilid 1, penerbit Andi, Yogyakarta.

(24)

digunakan bila semua busur pada jaringanya mempunyai bobot non-negatif (Dimyati, 2004).26 Algoritma Dijkstra (juga disebut algoritma Siklis) ini memungkinkan sebanyak mungkin kesempatan sebagaimana yang diperlukan untuk mengevaluasi ulang sebuah node (Taha, 1996).27

Gambar 5.1. Model jaringan Shortest Route Problem Sumber: Taha, Hamdy A., (1996). “Riset Operasi: Suatu pengantar”

Penerapan sistem yang mengotomasi perencanaan logistik unsur KRI dan bantuan bencana sesuai azas rencana jauh kedepan, jadwal olah guna, ketelitian, tanggung jawab sosial, perencanaan dan pengendalian terpusat akan berkontribusi signifikan pada pembinaan logistik di lingkungan TNI AL. Gambar 5.1. Menunjukan teori Shortest Route Problem dengan algoritma Dijkstra, ketika terlihat terdapat jarak terdekat ke sebuah node telah tercapai, node tersebut dikeluarkan dari pertimbangan lebih lanjut. Proses ini berakhir ketika node tujuan dievaluasi. Sementara Gambar 5.2. Menunjukan hasil apabila diaplikasikan dalam sebuah peta, maka unsur KRI yang digunakan pada saat mobilisasi bantuan bencana akan mendapat rute yang paling efektif dan efisien menuju daerah operasi.

26 Dimyati,Tjutju, T., dan Dimyati, Akhmad, (2004). “Operation Research: Model-model Pengambilan Keputusan.” Sinar Baru Algesindo, Bandung.

(25)

Gambar 5.2. Hasil CPM berdasarkan rute untuk jaringan logistik di Pangkalan wilayah Timur Indonesia.

Sumber: Hasil olahan sendiri.

2) Sistem informasi perencanaan logistik bantuan penanggulangan bencana. Perancangan Sistem menggunakan Teori Linear Programming (LP). LP merupakan suatu model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah-masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal.28 Dalam pembahasan ini akan menggunakan LP untuk menghitung bekal bantuan bencana yang akan dimobilisasi oleh TNI ke daerah bencana, adapun bekal bantuan bencana berupa kebutuhan sandang, papan dan kebutuhan bencana lainnya.

Tabel 5.1. Hasil perhitungan Paket Bantuan dengan menggunakan pemrograman linear.

(26)

Tabel 5.1. Merupakan hasil perhitungan pemrograman linear terhadap paket logistik yang berupa sandang pangan dan papan. Sebagai ilustrasi perhitungan akan dijelaskan sebagai berikut:

Apabila diketahui kebutuhan beras untuk 1 orang dewasa adalah 360 gram/hari, sedangkan anak-anak membutuhkan beras sebanyak 240 gram/hari.

Maka Y = Jumlah beras yang dibutuhkan (dalam kg)

(27)

Jadi Y = 5 (0.36 X1 + 0.24 X2) Y = 1.8X1 + 1.2 X2

3) Sistem informasi logistik bantuan penanggulangan bencana yang terintegrasi dengan existing sytem. Sistem informasi yang handal adalah sistem informasi yang mampu memuat semua informasi yang dibutuhkan penggunanya, SIMAK BMN yang merupakan kependekan dari Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara merupakan existing sytem yang telah berjalan sebagai salah satu instrumen dalam sistem pengendalian internal pemerintah.

Seyogyanya kementerian keuangan dapat meningkatkan kapasitas sistem ini sehingga mampu mendukung sistem logistik nasional dan dapat digunakan pada tiap tahapan bencana, baik pada saat pra bencana, tanggap darurat bencana maupun pada saat pasca bencana. SIMAK BMN paling tidak memiliki kemampuan untuk mencatat semua aset yang berguna untuk digunakan pada saat penyelenggaraan penanggulangan bencana.

b. Peningkatan Kapasitas perencanaan pembekalan kesiapan operasi.

Surat keputusan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Skep/1020/III/1987 tentang pola pembinaan penggunaan kekuatan TNI AL telah menjelaskan segala bentuk dan pola pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI AL telah dituangkan didalam Surat keputusan Ini. Maka dalam rangka melaksanakan dan mengatur kegiatan penanggulangan bencana harus disesuaikan dengan pengerahan dan penggunaan kekuatan sebagaimana tercantum dalam Surat keputusan ini.

Dalam upaya untuk meningkatnya kecepatan perencanaan pembekalan dalam kesiapan operasi maka diperlukan pengadaan materiil perbekalan dari kelas-kelas bekal tertentu khususnya pembekalan untuk operasi penggunaan kekuatan dengan cara mengajukan permintaan kepada badan pembekalan Mabes TNI, dan ini merupakan wujud dari wewenang dan tanggung jawab pembinaan tingkat Mabesal.29 Badan pembekalan tingkat mabesal memiliki tanggung jawab untuk mengelola piranti lunak bidang materiil perbekalan, sistem yang dibangun oleh Mabesal harus dapat memuat informasi tentang kesiapan operasi unsur KRI. Sistem informasi yang terintegrasi antara mabesal dengan Komando Armada RI harus dapat meningkatan Kapasitas perencanaan pembekalan baik pada saat melaksanakan bekal awal maupun pada saat bekal ulang.

(28)

c. Peningkatan kesiapsiagaan bekal unsur KRI dan kesiapan bekal personel. Konsep sistem informasi Pembekalan Logistik TNI Angkatan Laut yang terwujud secara handal, maka akan dapat meningkatkan kecepatan perencanaan pembekalan untuk kesiapan operasi dan dapat meningkatkan tingkat kesiapsiagaan unsur KRI dan kesiapan personel di setiap tahap penyelenggaraan penanggulangan bencana. Selanjutnya konsep ini akan menjamin kelancaran mobilisasi bantuan secara efektif dan efisien dan menjamin pemenuhan kebutuhan bantuan penanggulangan bencana.

22. Hubungan Koordinasi antar Stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam Bidang Pembekalan. Untuk mewujudkan Sinergitas antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana maka TNI dapat menerapkan Teori Hubungan Sipil Militer. Dimana pada konteks ini TNI harus menjadi bagian dari pemerintah dalam hal ini dibawah koordinasi BNPB. Sebagaimana teori hubungan sipil militer menyatakan bahwa “TNI harus tunduk kepada segala kepatuhan dan perintah yang dikeluarkan oleh pemerintah”. Kepatuhan TNI ini selalu berpedoman pada Pancasila dan memperhatikan berbagai aspirasi yang berkembang dalam masyarakat demi tercapainya keberhasilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.30

Pada konteks penyelenggaraan penanggulangan bencana TNI Angkatan Laut harus dapat menyesuaikan dengan program dan kegiatan yang diatur oleh BNPB maupun BPBD. Pada lingkup pembinaan pembekalan bantuan bencana, TNI harus dapat mendukung korban bencana secara optimal. Untuk optimalnya dukungan logistik TNI melalui penggunaan unsur KRI dan personelnya maka harus ada kejelasan hubungan, kejelasan pelibatan, dan kejelasan kedudukan TNI apabila dibawah koordinasi BNPB maupun BPBD. Peningkatan sinergitas antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam bidang Pembekalan dapat dilakukan dengan cara Pembentukan sarana koordinasi antara TNI AL dengan para stakeholder bencana, Penerapan Dukungan Silang antar Stakeholder, dan Peningkatan Ketahanlamaan Bekal Unsur KRI dan Personelnya.

a. Pembentukan sarana koordinasi antara TNI AL dengan para

stakeholder bencana. Para stakeholder Penyelenggara penanggulangan bencana yang terdiri dari BNPB, Basarnas, PMI, lembaga swadaya masyarakat, organisasi non pemerintah, dan para individu-individu sukarelawan harus dapat digalang oleh TNI melalui sarana koordinasi dalam bentuk latihan-latihan sesuai kapasitas yang dimiliki TNI AL. pada konteks pembinaan pembekalan maka

(29)

koordinasi dalam bentuk latihan yang bisa diberikan kepada para stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana dapat berupa:

1) Pengendalian Inventori materiil perbekalan bantuan bencana. 2) Pengelolaan gudang-gudang

3) Penomoran atau kodifikasi dan katalogisasi materiil bekal bantuan bencana maupun peralatan yang digunakan pada saat penyelenggaraan penanggulangan bencana.

4) Pencatatan materiil perbekalan yang berasal dari perolehan lain yang sah

Koordinasi dan latihan bersama ini bertujuan agar para stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana memiliki pola tindak yang sama, TNI maupun BNPB dapat menyelenggarakan latihan penanggulangan bencana secara periodik dalam pengelolaan materiil bekal bantuan bencana yang tersedia diluar TNI AL bersama dengan semua stakholder penyelenggara penanggulangan bencana.31

b. Penerapan Dukungan Silang antar Stakeholder. Dukungan silang merupakan dukungan logistik yang dilaksanakan antar stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana dalam rangka penyelenggaraan logistik bantuan bencana yang terpadu, dukungan silang ini dapat diatur oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh BNPB, dukungan silang merupakan salah satu kelanjutan dari proses pembinaan pembekalan Logistik penanggulangan bencana.

perencanaan penanggulangan bencana meliputi penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana serta melaksanakan alokasi tugas, kewenangan, dari sumber daya yang tersedia. Mekanisme kesiapan diarahkan kepada kesiapan bekal bantuan penanggulangan bencana, dan alokasi tugas diarahkan kepada para stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana agar dapat memobilisasi bekal bantuan secara cepat, tepat, dan efektif, dalam hal ini Mabesal maupun Mabes Angkatan lainnya dapat mengaktualisasikan dukungan silang antar stakeholder.32 Selanjutnya pembinaan pembekalan pun mengatur tentang kegiatan untuk mengadakan koordinasi, dan sinkronisasi dengan semua stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana dalam semua kegiatan pengerahan dan penyerahan kembali materiil bekal bantuan bencana.33

Tabel 5.2. Konsep Dukungan Silang Materiil Perbekalan

31 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 19. 32 Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 36 nomor (4) huruf e. dan f.

(30)

antar stakeholder penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

ASSET MABES MABES TNI BNPB LSM/NGO INDIVIDU

TNI AD MABESTNI AL MABESTNI AU

1 2 3 4 5 6 7

PROVINSI KODAM LANTAMAL LANUD (A) BPBD (PROV) LSM (PROV)

1. Gudang 1. Gudang 1. Gudang 1. SDM 1. SDM 1. SDM

2. Perbekalan 2. Fas Labuh 2. Fas Udara 2. Alat 2. Alat 2. Alat 3. Alut 3. Perbekalan 3. Perbekalan 3. Logistik 3. Logistik 3. Logistik

4. Alut 4. Alut 4. Dana 4. Dana

KODYA/KAB KOREM LANAL LANUD (B) BPBD (KOTA) LSM (KOTA)

1. Gudang 1. Gudang 1. Gudang 1. SDM 1. SDM 1. SDM

2. Perbekalan 2. Fas Labuh 2. Fas Udara 2. Alat 2. Logistik 2. Logistik 3. Alut 3. Perbekalan 3. Perbekalan 3. Logistik 3. Dana 3. Dana

4. Alut 4. Alut

Tabel 5.2. Meunjukan aset yang dimiliki oleh masing-masing stakeholder penyelenggaraan Penanggulangan Bencana baik di tingkat pusat maupun daerah atau tingkat provinsi maupun kabupaten /kota, untuk dapat mengoptimalkan penggunaan, pengelolaan, dan pengawasannya dalam mendukung penyelenggaraan Penanggulangan Bencana maka diperlukan landasan hukum untuk mengatur konsep ini.

c. Peningkatan Ketahanlamaan Bekal Unsur KRI dan Personelnya. Konsep hubungan koordinasi antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam bidang Pembekalan yang tersinergi dengan baik, maka akan dapat meningkatkan intensitas koordinasi penyelenggaraan penanggulangan bencana di setiap tahap, selanjutnya akan dapat mewujudkan dukungan silang antar stakeholder penanggulangan bencana, dan dapat meningkatkan ketahanlamaan unsur KRI dan personelnya.

[image:30.595.92.540.76.341.2]
(31)

ketahanlamaan bekal unsur KRI dan personel pengawaknya, salah satu realisasinya adalah adanya Mou antara TNI Angkatan laut dengan Pertamina. Kesepakan bersama ini sangat berguna untuk mendukung bekal ulang Unsur KRI saat melaksanakan tugas operasi di Laut, baik pada saat menuju daerah bencana maupun pada saat di daerah bencana, Pertamina dapat menopang kebutuhan bahan bakar KRI setiap saat.

23. Pembinaan Pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan Laut.

Penyelenggaraan pembinaan materiil pembekalan harus dapat memenuhi fungsi mobilisasi dan demobilisasi.34 Mobilisasi dan demobilisasi bekal bantuan penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat dilaksanakan dengan cara:

1) Pengerahan dan penggelaran semua materiil bekal bantuan bencana di luar TNI AL, mobilisasi ini diperlukan untuk menghadapi keadaan bencana dan darurat /bahaya nasional.

2) Penyerahan kembali materiil bekal bantuan bencana yang telah dimobilisasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku35

3) Menyiapkan berbagai skenario pengerahan yang dapat diproyeksikan dalam keadaan penanggulangan bencana yang sebenarnya.

Organisasi pembina materiil perbekalan tingkat Pangkalan dan tingkat Mabesal merupakan suatu sistem yang terintegrasi, serasi dan seimbang dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia agar materiil perbekalan selalu dalam kondisi siap untuk mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana.36 Keterintegrasian, keserasian dan keseimbangan yang mempertimbangkan sumber daya yang tersedia di setiap wilayah dapat terwujud dengan mendorong pangkalan-pangkalan Angkatan Laut untuk dapat memberdayakan aset maupun logistik yang berada di wilayahnya.

Pangkalan TNI Angkatan Laut harus melaksanakan pemberdayaan logistik kewilayahan, pemberdayaan ini untuk dapat mengakomodir hak masyarakat untuk berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial, mereka berkewajiban untuk menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta

34 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 18. 35 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

(32)

melakukan kegiatan penanggulangan bencana.37 Individu-individu yang akan berperan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana harus dapat diwadahi oleh TNI Angkatan laut. individu-individu sukarelawan berpotensi untuk memberikan sejumlah dana maupun barang, maka TNI harus dapat mengakomodir hak masyarakat tersebut sesuai aturan keuangan maupun perbendaharaan yang berlaku yaitu dianggap sebagai hibah. Terlebih lagi apabila ada negara donor atau NGO38 yang akan memberikan bantuan. Salah satu wujud nyata yaitu membentuk MoU dengan Bank pemerintah dan pemerintah daerah setempat untuk menerima dan mengelola dana Corporate social rensponse (CSR) alokasi bencana alam.

Agar dukungan materiil perbekalan dapat memenuhi kebutuhan dukungan pembekalan maka dapat menggunakan gudang persediaan daerah yang berkedudukan di bawah kotama dan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut39 dan dapat pula menggunakan gudang pemakaian yang berkedudukan di bawah satuan pemakai atau satuan kerja TNI Angkatan Laut. Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut ini telah mengatur bahwa gudang pemakai dapat melayani kebutuhan satuan pemakai dan perorangan sehingga sangat mendukung tugas penyelenggaraan penanggulangan bencana.40

a. Pemberdayaan Logistik yang berasal dari Lembaga atau Individu Pendonor yang ada di daerah atau wilayah. Salah satu wujud pembinaan pembekalan di wilayah adalah diterbitkannya aturan Kasal tentang fungsi penyimpanan yaitu gudang pemakaian yang berkedudukan di bawah satuan pemakai atau satuan kerja TNI Angkatan Laut. perwujudan pembinaan logistik wilayah yang baik yaitu dengan adanya suatu informasi yang menerangkan tentang kondisi logistik yang berada di wilayahnya, informasi tersebut dapat berupa Peta/Data Logistik (pangan dan nonpangan), Peta/Data Kebutuhan, Peta/Data Personil, dan Peta/Data Peralatan.

b. Pengendalian inventori bekal bantuan yang berasal dari perolehan lain yang sah. Untuk dapat mengakomodir hak masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana maka dapat dilakukan fungsi pengendalian inventori41 agar pembekalan dapat diselenggarakan secara efektif dan ekonomis. Dimana

37 Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 26 pasal 27 38 Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 pasal 28 dan 29

39 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 13 40 Ibid. hal. 14.

(33)

bekal bantuan yang berasal dari perolehan lain yang sah42 baik masyarakat maupun lembaga internasional akan dapat dijaga keseimbangannya antara kebutuhan dan pemenuhannya. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Menetapkan jumlah aman (safety stock) persediaan bekal bantuan bencana

2) Mengamati laju pengeluaran/penggunaan persediaan bekal bantuan bencana

3) Memperimbangkan tenggang waktu penerimaan bekal bantuan bencana 4) Menetapkan titik penerimaan ulang bekal bantuan bencana

5) Menghitung jumlah persediaan bekal bantuan bencana sesuai komposisi demografi wilayahnya.

6) Memperhatikan kapasitas penyimpanan bekal bantuan bencana

7) Mengetahui kemampuan sumber bekal bantuan bencana yang berasal dari masyarakat maupun lembaga internasional.

Selain pengendalian inventori, TNI AL dapat mengelola bekal yang berasal dari perolehan lain yang sah. Hal ini untuk dapat mengakomodir bekal bantuan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana yang berpola hibah yang berasal dari masyarakat, lembaga non pemerintah, dan pemerintah43 maka dapat diterapkan aturan keuangan pengelolaan hibah. Hibah ini dapat berupa barang maupun uang yang selanjutnya dapat dibuat sistem pembukuan materiil perbekalan dan dilaporkan secara berjenjang44 kepada komando atas sehingga terwujud transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan bekal bantuan penanggulangan bencana.

c. Peningkatan kecepatan proses distribusi bekal bantuan di daerah bencana. Pembinaan pembekalan tingkat kotama atau satuan kerja di pangkalan harus mempertimbangkan penyederhanaan distribusi, penyebaran materiil berbekalan, kemudahan perolehan, lebih ekonomis dan memlihara serta meningkatkan kekuasaan lapangan satuan kerja dan para prajurit di daerah.45 Dalam konteks penyelenggaraan penanggulangan bencana melalui pemberdayaan logistik wilayah, maka pembinaan bekal bantuan bencana akan dapat mendukung

42 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

43 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana pasal 1 no.6.

(34)

kecepatan distribusi dan peyebarannya, kemudahan dalam memperoleh bekal bantuan, dan meningkatnya kemampuan prajurit dalam penguasaan daerah bencana.

Konsep Pembinaan Pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan Laut yang terwujud dengan baik melalui Pemberdayaan logistik wilayah, maka akan didapat banyaknya jenis pemberdayaan logistik yang berasal dari lembaga atau individu pendonor yang ada di setiap daerah atau wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, hak masyarakat untuk memberikan bantuan bencana akan terakomodir, dan akan mempercepat proses distribusi bekal bantuan di daerah bencana. Di sisi lain, Konsep Pembinaan Pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan Laut yang terwujud dengan baik melalui Pemberdayaan logistik wilayah, maka akan dapat mengurangi beban anggaran pemerintah pusat maupun daerah karena satuan kerja TNI yang berada di daerah-daerah dapat mengelola dana yang berasal dari perolehan lain yang sah dan akan dialokasikan untuk penyelenggaraan bantuan bencana.

[image:34.595.103.524.578.794.2]
(35)

Gambar 5.3. Ilustrasi konsep jaringan logistik kewilayahan TNI Angkatan Laut. Sumber: Hasil olahan sendiri

24. Konstribusi.

a. Konstribusi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut terhadap Efektifitas Dukungan Logistik TNI.

1) Apabila pembinaan pembekalan logistik TNI Angkatan Laut yang didukung dengan Sistem Informasi dapat diwujudkan, maka dapat mempercepat perhitungan bekal logistik pada tahap perencanaan kesiapan logistik unsur KRI dan bantuan bencana, sehingga akan menunjang kecepatan dan ketepatan dukungan logistik yang diselenggarakan TNI. 3) Apabila sinergitas antar stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana dalam bidang pembekalan telah terwujud, maka TNI akan dapat memaksimalkan usaha untuk mitigasi bencana, sehingga keberhasilan operasi dalam dukungan logistik yang diselenggarakan TNI akan tercapai secara maksimal.

4) Apabila pembinaan pembekalan pangkalan Angkatan Laut guna pemberdayaan logistik wilayah telah berjalan dengan baik, maka beban anggaran pemerintah dan anggaran pemerintah daerah untuk menyelenggarakan penanggulangan bencana akan berkurang karena adanya bekal bantuan maupun logistik bencana yang didapat dari perolehan lain yang sah, sehingga logistik penanggulanan bencana tidak akan bergantung kepada anggaran negara maupun daerah

b. Konstribusi Efektifitas Dukungan Logistik TNI terhadap Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Apabila dukungan logistik penanggulangan bencana yang dilaksanakan TNI telah efektif yang dipengaruhi oleh pembinaan pembekalan logistik TNI Angkatan Laut yang didukung dengan Sistem Informasi dapat diwujudkan, sinergitas antar stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana dalam bidang pembekalan telah terwujud, dan pembinaan pembekalan pangkalan Angkatan Laut guna pemberdayaan logistik wilayah telah berjalan dengan baik, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana akan optimal.

(36)

a. Sistem Inform

Gambar

Gambar 5.1. Model jaringan Shortest Route ProblemSumber: Taha, Hamdy A., (1996). “Riset Operasi: Suatu pengantar”
Gambar 5.2. Hasil CPM berdasarkan rute untuk jaringan logistik di Pangkalan
Tabel 5.1. Merupakan hasil perhitungan pemrograman linear terhadap paketlogistik  yang  berupa  sandang  pangan  dan  papan
Tabel  5.2.  Meunjukan  aset  yang  dimiliki  oleh  masing-masing  stakeholder
+2

Referensi

Dokumen terkait