• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWENANGAN KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN ASET DESA PADA DESA TEGAL GONDO KECAMATAN PURBOLINGGO KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEWENANGAN KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN ASET DESA PADA DESA TEGAL GONDO KECAMATAN PURBOLINGGO KABUPATEN LAMPUNG TIMUR"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KEWENANGAN KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN ASET DESA PADA DESA TEGAL GONDO KECAMATAN PURBOLINGGO

KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Oleh

ABU DZAR AL GHIFARI

Desa yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Disatu posisi, para perangkat desa menjadi bagian dari birokrasi negara, yakni menjalankan birokratisasi dilevel desa, melaksanakan program-program pembangunan, memberikan pelayanan administratif kepada masyarakat. Sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 salah satu tugas kepala desa ialah memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa. Kekayaan desa atau yang biasa disebut aset desa merupakan harta yang dimiliki oleh desa dan hal itu yang membedakan antara desa dan kelurahan. Pengelolaan aset desa yang baik dilakukan ini berdasarkan pada peraturan yang berlaku dan memiliki pedoman dalam pengelolaan nya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kewenangan kepala desa dalam mengelola aset desa dan mengidentifikasi faktor penghambat pengelolaan aset desa.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari studi lapangan, yaitu hasil wawancara dengan responden sedangakan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kepala desa berwenang dalam pengelolaan aset desa, yang meliputi tanah bengkok dan tanah makam. Kewenangan kepala desa tersebut dilaksanakan dengan cara membuat berita acara musyawarah sewa tanah bengkok dan tanah makam. Faktor penghambat pengelolaan aset desa adalah tidak adanya modal atau biaya yang cukup untuk mengelola aset desa yang ada di desa tersebut, sumber daya manusia yang kurang berkompeten dalam pengelolan aset desa dan tidak adanya peraturan desa yang dibentuk dalam rangka pengelolaan aset desa.

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah Kewenangan Kepala Desa dalam pengelolaan aset Desa Tegal Gondo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur adalah sebagai pelaksana sekaligus pengawas atas kegiatan atau usaha desa dalam pengelolaan aset desa.

(2)

ABSTRACT

THE AUTHORITY OF VILLAGE HEAD IN MANAGING VILLAGE ASSETS IN TEGAL GONDO VILLAGE, DISTRICT OF PURBOLINGGO,

EAST LAMPUNG By

ABU DZAR AL GHIFARI

A village is also known as a cluster of law society which has borders area and are capable of controling and managing the local society interests. In one side, the village boards are part of the nationalbirocracy who are executing the birocracy in village level, implementing the programs for development, and serving administration to society/residents. In accordance with ACT No. 26 of 2014, one of the authority of village head is to hold power of financial management and village assets. The village wealths or village assets are wealths owned by the village which separates between a 'desa' (village)and a 'kelurahan' which has less autonomy than a village. The proper management of village assets has been regulated in the prevails policy and it has its own guidelines. The objectives of this research were to find out the authority of the village head in managing village assets and also to find out factors that may hamper the management.

The methods used in this research were juridical normative and juridical empiric. The data collection was done through primary and secondary data sources. The primary source was taken from field study, that was interviews with respondents; while the secondary sourcewas gathered from literature study which consists of primary law material, secondary law material, and tertiary law material.

The result revealed that the village head has an authority in managing village assets which includes the treasury lands of village (in Indonesia it is called 'tanah bengkok) and also graveyard. There were several factors that hampered the implementation of village assets management, they were: lack of capital or fund to manage the assets, lack of human resources, and lack of village regulation on assets management.

The researcher drew a conclusion that the authority of the village head in managing the village assets in Tegal Gondo village, district of Purbolinggo, East Lampung, are as an executor as well as supervisor of the village assets management.

(3)

KEWENANGAN KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN ASET DESA PADA DESA TEGAL GONDO KECAMATAN PURBOLINGGO

KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh:

ABU DZAR AL GHIFARI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 18 Maret 1993, merupakan putra ke-2 (dua) dari 4 bersaudara diantaranya Bharata Sena Kesuma Youdha, S.Kep, Mutia Adillah dan Alma Savira dari keluarga Bapak H. Yurni Kesuma Youdha dan Ibu Hj. Hartini, A.Md.,Keb.

Riwayat pendidikan penulis diawali dari pendidikan, pada Taman Kanak-Kanak TK Kautsar Bandar Lampung lulus tahun 1999; Sekolah Dasar Swasta Al-Kautsar Bandar Lampung lulus pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Negeri 21 Bandar Lampung lulus pada tahun 2008, Sekolah Menengah Atas Negeri 13 Bandar Lampung lulus pada tahun 2011, kemudian pada tahun 2011 penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung dan pada tahun 2014 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Desa Tegal Gondo Kec. Purbolinggo Kab. Lampung Timur.

(8)

PERSEMBAHAN

Dengan kerendahan hati dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT kupersembahkan skripsiku yang sederhana ini kepada :

Kedua orangtuaku yang sangat ku sayangi, Ayahanda (H. Yurni Kesuma Youdha) dan Ibunda (Hj. Hartini, A.Md.,Keb), yang telah melahirkan, merawat, mendidik,

memberikan do’a, kasih sayang, motivasi, dan bekal kehidupan yang tak henti-hentinya, yang selalu ada disampingku serta selalu memberikanku yang terbaik

untuk menjadikanku sesuatu yang terbaik dalam kehidupan ini.

Kakakku, adikku serta saudara-saudaraku yang selalu memberi warna dalam hidupku.

Keluarga besar dan sahabat-sahabatku yang memberikan semangat, dukungan, nasihat, dan setia menemaniku dalam suka maupun duka.

Para dosen yang telah mendidikku memberikan ilmu dan pesan moral untuk melangkah kedepan.

Serta

(9)

MOTTO

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri”

(Q.S. Ar-Ra’d:11)

“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya “Jadilah!”maka terjadilah ia”

(10)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kewenangan Kepala Desa Dalam Pengelolaan Aset Desa Pada Desa Tegal Gondo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur”.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan dari beberapa pihak, yang penulis yakin bahwa tanpa bantuan tersebut skripsi ini tidak akan terwujud. Penghargaan yang tinggi dan rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak Charles Jackson, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing I (satu) dan Bapak Syamsir Syamsu, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing II (dua) yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, serta memberi dorongan semangat dan pengarahan kepada penulis dalam upaya penyusunan skripsi ini. Selain itu Beliau telah membuka wawasan penulis dan menambah pengetahuan yang sangat berharga.

Penghargaan dan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada :

(11)

2. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H. selaku Sekretaris Jurusan Hukum

Administrasi Negara yang selalu memberi motivasi, pencerahan, arahan untuk lebih semangat dan serius dalam mengerjakan segala sesuatu.

4. Bapak Charles Jackson, S.H., M.H. selaku pembimbing satu sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik, yang telah meluangkan waktu, pikiran, serta memberi dorongan semangat dan pengarahan kepada penulis dalam upaya penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Syamsir Syamsu, S.H., M.H. selaku pembimbing dua, yang telah meluangkan waktu, pikiran, serta memberi dorongan semangat dan pengarahan kepada penulis dalam upaya penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Elman Eddy Patra, S.H., M.H. selaku pembahas satu dan juga penguji utama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Eka Deviani, S.H., M.H., selaku pembahas dua yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

8. Bapak Dr. Hamzah, S.H., M.H., Wakil Dekan III dan Bapak Rusmiadi S.H., Kabag kemahasiswaan yang telah banyak memberi dorongan semangat dan pengarahan selama penulis berproses di Lembaga Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(12)

10. Yang tercinta ayahanda H. Yurni Kesuma Youdha dan Ibunda Hj. Hartini, A.Md.,Keb, yang telah bersusah payah mengasuh, mendidik dan membesarkan dengan penuh kasih sayang dan kesederhanaan serta tidak bosan-bosannya mendoakan keberhasilan penulis.

11. Kakak dan Adik-Adik ku tersayang, Bharata Sena Kesuma Youdha, S.Kep, Mutia Adillah dan Alma Savira yang selalu mendukung dan mendoakan keberhasilan ku.

12. Dosen Terdekat Bapak Satria Prayoga, S.H, M.H. yang selalu memberi motivasi, pencerahan, arahan untuk lebih semangat dan serius dalam mengerjakan segala sesuatu.

13. Agustina Ambarwullan, S.Si yang selalu menemaniku, memberikan motivasi dan juga do’a terima kasih atas segalanya.

14. Sahabat-sahabat ku tersayang Advent Pradita, Andrian Riski Pratama, Annisa Dian Permata Herista, S.H, Bripda Debriansyah, Deni Saputra yang selalu mendukungku, memberi semangat, menemani, dan mendoakanku.

15. Sahabat-sahabat seperjuangan: Abi Zuliyansyah, S.H., Aldi Setiawan, S.H., Amilya Rahayu, S.H., Andi Mekar Sari, Beni Yulianto, Dewi Yuliandari AS, S.H., Eka Purnama Sari, S.H., Iis Priyatun Budiono, S.H., Agus Hermawan, Agus Sutedjo, Mardotillah, Fitri Agista, I Made Dopiada, I Wayan Samudera dan Deswandi Ahda, S.H., Satrio Nurhadi, yang telah berjuang bersama-sama dan memberi semangat selama kuliah di Universitas Lampung.

(13)

17. Semua pihak dan rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu saya ucapkan terimakasih.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini kurang sempurna, oleh karenanya kritik dan saran apapun bentuknya penulis hargai guna melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin

Wassalamu”alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, April 2015 Penulis

(14)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

PERSETUJUAN ... iv

PENGESAHAN ... v

PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

MOTTO ... ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 6

1.3.Ruang Lingkup Penelitian... 7

1.4.Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 7

1.4.1. Tujuan Penelitian ... 7

1.4.2. Kegunaan Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Kewenangan... 9

2.2.Pengertian Pengelolaan ... 10

2.3.Pengertian Desa ... 11

2.4.Pemerintahan Desa... 14

2.4.1. Pengertian Pemerintahan Desa ... 14

2.4.2. Kepala Desa ... 14

2.4.3. Badan Permusyawaratan Desa ... 18

2.4.4. Perangkat Desa ... 21

2.5.Otonomi Desa ... 22

2.6.Aset Desa ... 29

2.6.1. Pengertian Aset Desa ... 29

2.6.2. Jenis-Jenis Aset Desa ... 29

2.6.3. Kekayaan Desa lain-lain ... 29

2.7.Sistem Penggunaan Dan Pelaporan Aset ... 30

(15)

2.7.2. Pelaporan Aset Desa ... 33

2.8.Dasar Hukum Berdirinya Pemerintahan Desa Dan Kewenangan Pengelolaan Aset Desa ... 33

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Pendekatan Masalah... 34

3.2.Sumber Data... 34

3.3.Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ... 36

3.3.1. Prosedur Pengumpulan Data ... 36

3.3.2. Prosedur Pengolahan Data ... 36

3.4.Analisis Data ... 37

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Desa Tegal Gondo ... 38

4.1.1. Keadaan Wilayah ... 38

4.1.2. Keadaan Penduduk ... 39

4.1.3. Jenis Mata Pencaharian Menurut Sektor ... 39

4.1.4. Sarana Peribadatan ... 40

4.1.5. Sarana Perhubungan dan Transportasi ... 41

4.1.6. Sarana Pendidikan, Olahraga, Sosial Budaya dan Kesehatan .. 41

4.1.7. Sarana dan Prasarana Ekonomi ... 42

4.1.8. Susunan Organisasi Pemerintah Desa ... 42

4.2. Kewenangan Kepala Desa Dalam Pengelolaan Aset Desa Pada Desa Tegal Gondo Kecamatan Purbolinggo Kabuapten Lampung Timur ... 45

4.3. Faktor Penghambat Dalam Pengelolaan Aset Desa Tegal Gondo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur ... 49

BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 51

5.2. Saran ... 52 DAFTAR PUSTAKA

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desentralisasi dan otonomi daerah sangat berkaitan erat dengan desa dan pemerintahan desa. Desa merupakan organisasi komunitas lokal yang mempunyai batas-batas wilayah dihuni oleh sejumlah penduduk dan mempunyai adat-istiadat untuk mengelola dirinya sendiri1. Inilah yang disebut dengan self-governing community. Sebutan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum, baru dikenal pada masa kolonial Belanda. Desa pada umumnya mempunyai pemerintahan sendiri yang dikelola secara otonom tanpa ikatan hirarkhis-struktural dengan struktur yang lebih tinggi2.

Dalam beberapa konteks bahasa, daerah-daerah di Indonesia banyak yang menyebutkan “desa” dalam ragam bahasa yang lainnya, namun tetap sama artinya

dengan desa, misal di masyarakat Padang, dikenal dengan sebutan “nagari”. Namun, jika dilihat secara etimologis kata desa berasal dari bahasa sansekerta, yaitu “deca”, seperti dusun, desi, negara, negeri, negari, naagaro, negory

(nagarom), yang berarti tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran, tanah leluhur

(17)

2

yang merujuk pada satu kesatuan hidup dengan satu kesatuan norma serta memiliki batas yang jelas3.

Pada masa masih berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa, kesatuan masyarakat hukum yang telah dijadikan desa itu harus memiliki pemerintahan yang akan melaksanakan kewenangan, hak dan kewajiban desa serta menyelenggarakan pemerintahan desa.

Kesatuan masyarakat hukum tidak hanya secara formal dan nomenklatur berganti nama menjadi Desa, tetapi harus secara operasional segera memenuhi segala syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979. Namun demikian penyelenggaraan di tingkat desa dengan pendekatan sentralistik dan keseragaman berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tersebut diatas ternyata telah mematikan otonomi dan hak asal-usul dari tiap desa yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda4.

Bagi masyarakat, terutama masyarakat adat di luar Jawa dan Madura, implementasi undang-undang tersebut menimbulkan dampak negatif. Pemerintah daerah di luar Jawa dipaksa berlawanan dengan masyarakat adat karena harus menghilangkan kesatuan masyarakat hukum yang dianggap tidak menggunakan kata desa seperti nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, gampong di Aceh, huta, Sosor dan lumban di Mandailing. Kemudian kuta di Karo, binua di Kalimantan Barat, negeri di Sulawesi Utara dan Maluku, Kampung di Kalimantan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan, yo di Sentani Irian Jaya,

(18)

3

dan lain-lain5. Pada tahun 1998, dengan didahului oleh gerakan reformasi ketatanegaraan yang luar biasa, terjadilah perubahan pendekatan sentralistik kearah desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Desentralisasi dan otonomi daerah kemudian mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap konsepsi desa, otonomi desa, dan perkembangannya dalam bingkai ketatanegaraan Indonesia. Pengaruh tersebut dapat diuraikan ke dalam pengaruh terhadap6:

1. Derajat kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan; 2. Demokratisasi lokal;

3. Sistem admistrasi pemerintahan desa yang partisipatif;

Desa yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai unit terkecil dalam stuktur ketatanegaraan Indonesia desa menjadi arena politik paling dekat bagi relasi antara masyarakat dengan pemegang kekuasaan. Di satu sisi, para perangkat desa menjadi bagian dari birokrasi negara, yakni menjalankan birokratisasi di level desa, melaksanakan program-program pembangunan, memberikan pelayanan administratif kepada masyarakat. Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa harus memenuhi syarat:

5 Ibid.

(19)

4

a. Jumlah penduduk; b. Jumlah wilayah; c. Bagian wilayah kerja; d. Perangkat; dan

e. Sarana dan Prasarana pemerintahan.

Pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih dapat dilakukan setelah mencapai paling sedikit 5 (lima) tahun penyelenggaraan pemerintahan desa. Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan dapat dihapus atau digabung. Dalam wilayah desa dapat dibentuk dusun atau sebutan lain yang merupakan bagian wilayah kerja pemerintahan desa dan ditetapkan dengan peraturan desa. Sebutan bagian wilayah kerja pemerintahan desa disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat yang ditetapkan dengan peraturan desa. Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa pemerintah desa bersama Badan Permusyawratan Desa dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat7. Desa yang berubah menjadi kelurahan, Lurah dan perangkatnya diisi dari pegawai negeri sipil. Pendanaan sebagai akibat perubahan status desa menjadi kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota8.

Berawal dari munculnya sistem pemerintahan yang baru, desentralisasi membagi kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dan pemerintah daerah itu sendiri merupakan bagian dari desentralisasi tersebut. Tumbuhnya desentralisasi disebabkan karena adanya pembangunan yang sepenuhnya tidak

7Ibid. Hlm 85

(20)

5

dapat dikendalikan oleh pemerintah pusat, sehingga membuat pemerintah pusat memberikan wewenang atau otonomi kepada pemerintah daerah untuk mengendalikan dan merencanakan pembangunan daerah.

Tidak jarang ditemukan permasalahan dalam pengelolaan aset desa tersebut. Pengelolaan aset desa dilakukan ketika pemerintah desa telah membaginya dalam beberapa bidang, seperti pembagian untuk kesejahteraan masyarakat, pendidikan, kesehatan, dan mungkin juga untuk perekonomian, namun hal tersebut belum tampak pada desa. Dengan kebutuhan yang dimiliki oleh suatu desa, pemerintah desa perlu mengetahui bagaimana cara untuk mengelola aset desa yang baik dengan menggunakan pedoman yang ada, sama halnya dengan masyarakat desa yang ingin mengetahui bagaimana pengelolaan aset desa yang dilakukan oleh pemerintah desa9.

Sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 salah satu tugas kepala desa ialah memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa. Kekayaan desa atau yang biasa disebut aset desa merupakan harta yang dimiliki oleh desa dan hal itu yang membedakan antara desa dengan kelurahan. Beberapa macam aset desa yang telah disebutkan merupakan hak milik atas desa yang dapat dikelola oleh desa itu sendiri. Pemerintah daerah hanya memberi bantuan dana sesuai kebutuhan desa yang sering disebut dengan dana alokasi desa yang kemudian nantinya akan membantu proses pembangunan desa. Suatu aset desa akan sangat berguna jika dikelola sangat baik pula oleh pemerintah desa10. Pengelolaan aset desa yang baik

9Jimly Asshidiqie. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca sarjana. Jakarta: Sinar Grafika. 2010. Hlm 33.

(21)

6

dilakukan ini berdasarkan pada peraturan yang berlaku dan memiliki pedoman dalam pengelolaannya.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri R. I. Nomor 4 Tahun 2007, pengertian dari pengelolaan itu sendiri adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Pengelolaan aset desa dilakukan berdasarkan peraturan yang sesuai yang disebutkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri R. I. Nomor 4 Tahun 2007. Dalam pengelolaannya sangat penting bagi desa untuk mengacu pada pedoman pengelolaan aset desa dalam mengelola aset desa. Pengelolaan aset desa adalah salah satu cara bagi desa untuk dapat melakukan suatu pembangunan. Pengelolaan yang baik tentu menggunakan pedoman dalam pengelolaannya.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menuangkan penelitian yang berbrntuk skripsi yang berjudul:

“KEWENANGAN KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN ASET

DESA PADA DESA TEGAL GONDO, KECAMATAN PURBOLINGGO,

KABUPATEN LAMPUNG TIMUR”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(22)

7

2. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat kewenangan kepada desa dalam pengelolaan aset desa pada Desa Tegal Gondo, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian skripsi ini adalah mengenai Kewenangan Kepala Desa Dalam Pengelolaan Aset Desa di Desa Tegal Gondo, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Desa dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Berpedoman dari Peraturan Menteri Dalam Negeri R. I. Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa.

1.4 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1. 4. 1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan pokok bahasan diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah:

(a) Untuk mengetahui kewenangan kepala desa dalam pengelolaan aset desa pada Desa Tegal Gondo, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur

(23)

8

1. 4. 2 Kegunaan Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai berikut: 1 Kegunaan Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memperluas juga memperdalam ilmu hukum termasuk di dalamnya Hukum Administrasi Negara yang berkaitan dengan Hukum Administrasi Daerah.

2 Kegunaan Praktis

a. Upaya peningkatan dan perluasan pengetahuan bagi penulis dalam bidang hukum.

b. Bahan kajian bagi penulis maupun pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan fungsi Kepala Desa dalam pengaturan kewenangan pengelolaan aset desa.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kewenangan

Pengertian kewenangan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah kekuasaan membuat keputusan memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain. Berbicara kewenangan memang menarik, karena secara alamia manusia sebagai mahluk sosial memiliki keinginan untuk diakui ekstensinya sekecil apapun dalam suatu komunitasnya,dan salah satu faktor yang mendukung keberadaan ekstensi tersebut adalah memiliki kewenangan11.

Secara pengertian bebas kewenangan adalah hak seorang individu untuk melakukan sesuatu tindakan dengan batas-batas tertentu dan diakui oleh individu lain dalam suatu kelompok tertentu12. Sementara berbicara tentang sumber-sumber kewenangan, maka terdapat 3 ( tiga ) sumber-sumber kewenangan yaitu :

1. Sumber Atribusi yaitu pemberian kewenangan pada badan atau lembaga/pejabat Negara tertentu baik oleh pembentuk Undang-Undang Dasar maupun pembentuk Undang-Undang. Sebagai contoh: Atribusi kekuasaan presiden dan DPR untuk membentuk Undang-Undang.

11Ibid.

(25)

10

2. Sumber Delegasi yaitu penyerahan atau pelimpahan kewenanangan dari badan/lembaga pejabat tata usaha Negara lain dengan konsekuensi tanggung jawab beralaih pada penerima delegasi. Sebagai contoh Pelaksanaan persetujuan DPRD tentang persetujuan calon wakil kepala daerah.

3. Sumber Mandat yaitu pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab masih dipegang oleh sipemberi mandat. Sebagai contoh: Tanggung jawab memberi keputusan-keputusan oleh menteri dimandatkan kepada bawahannya.

Dari ketiga sumber tersebut maka merupakan sumber kewenangan yang bersifat formal, sementara dalam aplikasi dalam kehidupan sosial terdapat juga kewenanagan informal yang dimiliki oleh seseorang karena berbagai sebab seperti: Kharisma, kekayaan, kepintaran, ataupun kelicikan. Tapi pada kesempatan ini, akan lebih banyak berbicara tentang kewenangan yang bersifat formal dan berkaitan erat dengan konsep hubungan pemerintah pusat dan daerah.

2.2Pengertian Pengelolaan

(26)

11

Inggris tersebut lalu di Indonesiakan menjadi “manajemen” atau “menejemen”13

. Seiring pendapat diatas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengelolaan berarti penyelenggaraan.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan adalah penyelenggaraan/pengurusan agar suatu yang dikelola dapat berjalan dengan lancar, efektif, dan efisien. Menurut Drs. Winarno Hamiseno, pengelolaan adalah substansi dari mengelola. Sedangkan mengelola berarti suatu tindakan yang dimulai dari penyusunan data, merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan sampai dengan pengawasan dan penilaian14.

Sedangkan Pengertian dari pengelolaan itu sendiri menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri R. I. Nomor 4 tahun 2007 adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

2.3Pengertian Desa

Desa sebagai tempat tinggal kelompok masyarakat tertentu ditimbulkan oleh berbagai unsur, yaitu :

a. Sifat manusia sebagai mahkluk sosial; b. Unsur kejiwaan;

c. Alam sekeliling manusia; d. Kepentingan yang sama;

13Surachmin. Azas dan Prinsip Hukum Serta Pembangunan Negara. Jakarta: Yayasan Gema Yustisia Indonesia. 2009. Hlm 14.

(27)

12

e. Bahaya dari luar.

Dalam kelompok masyarakat tersebut kemudian terjalin hubungan antar individu yang melandasi hubungan kekerabatan, tempat tinggal dan kesamaan kepentingan. Dalam desa tersebut terdapat adanya kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum, adat istiadat, dan kebiasaan yang masih hidup dan tetap diakui. Menurut Prof. Ter Haar, yang dimaksud dengan masyarakat hukum yaitu suatu lingkungan kehidupan penduduk yang mempunyai tata susunan sebagai berikut:

a. Tata susunan kekal;

b. Mempunyai harta kekayaan sendiri (wilayah dan sumber kehidupan dab pendapatan);

c. Mempunyai pengurus sendiri;

d. Merupakan suatu unit atau suatu kesatuan yang kompleks terhadap pihak luar.

(28)

13

sama dalam hak dan kewajibannya. Penghidupan mereka berciri komunal, di mana gotongroyong, tolong-menolong, serasa dan semalu mempunyai peranan yang besar.

Adanya sejumlah penduduk dalam suatu wilayah atau tempat tinggal yang permanen, biasanya mempunyai ikatan solidaritas yang sangat kuat sebagai pengaruh kesatuan wilayah tempat tinggal.

Keadaan ini menyebabkan pola tata masyarakat desa mempunyai ciri khas yaitu masyarakat komunal. Manusia dalam masyarakat tersebut merupakan mahkluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat dan kekal. Kondisi ini dapat dilihat dari: a. Hukum adat itu memandang masyarakat sebagai paguyuban, yaitu kehidupan

bersama telah ada dan manusia memandang lainnya sebagai tujuan;

b. Hubungan manusia menghadapi manusia lainnya dilakukan dengan perasaan dan segala sentimennya.

(29)

14

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, desa merupakan sekelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan, kampung, dusun. Dan pedesaan merupakan daerah pemukiman yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim, dan air sebagai syarat penting bagi terwujudnya pola-pola kehidupan agraris penduduk di daerah itu.

2.4Pemerintahan Desa

2.4.1 Pengertian Pemerintahan Desa

Pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemertintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa terdiri dari dari Pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)15. Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsure penyelenggara pemerintahan desa. Sedangkan BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa. Mengenai susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan dengan peraturan desa.

2.4.2 Kepala Desa

Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urtusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Kepala desa mempunyai wewenang:

(30)

15

a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD;

b. Mengajukan rancangan peraturan desa;

c. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD;

d. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APBD Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD;

e. Membina kehidupan mayarakat desa; f. Membina perekonomian desa;

g. Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;

h. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

i. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kepala Desa mempunyai kewajiban16 :

a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat d. Melaksanakan kehidupan demokrasi

(31)

16

e. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme

f. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa g. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan h. Menyelenggarakan administrasi pemerintah desa yang baik

i. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keungan desa j. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa

k. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa l. Mengembangkan pendapatan masyarakat

m. Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat

n. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa dan

o. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup

Secara administratif, kepala desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada bupati/walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat17.

Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa disampaikan kepada Bupati/ Walikota melalui Camat 1 (satu) kali dalam satu tahun. Laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD disampaikan 1 (satu) kali dalam satu tahun dalam musyawarah BPD. Laporan penyelenggaraan pemerintah desa kepada masyarakat, dapat berupa selebaran yang ditempelkan pada pengumuman atau

(32)

17

diinformasikan secara lisan dalam berbagai pertemuan masyarakat desa, radio komunitas atau media lainnya18.

Kepala Desa dilarang :

a. Menjadi pengurus partai politik

b. Merangkap jabatan sebagai Ketua dan/atau Anggota BPD c. Merangkap jabatan sebagai Anggota DPRD

d. Terlibat dalam kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah

e. Merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat, dan mendiskriminasi warga atau golongan masyarakat lain

f. Melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang dan/jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya

g. Menyalahgunakan wewenang dan h. Melanggar sumpah/janji jabatan.

Kepala Desa berhenti, karena : a. Meninggal dunia b. Permintaan sendiri c. Diberhentikan

(33)

18

Kepala Desa diberhentikan karena :

a. Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru

b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atauberhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan

c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa d. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan

e. Tidak melaksanakan kewajiban kepala desa, dan/atau f. Melanggar larangan bagi kepala desa.

2.4.3 Badan Permusyawaratan Desa

Badan Permusyawaratan Desa atau BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya19.

Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan desa.

(34)

19

BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. BPD mempunyai wewenang :

a. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa

b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa

c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa d. Membentuk panitia pemilihan kepala desa

e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan

f. Menyusun tata tertib BPD.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, BPD mempunyai hak : a. Meminta keterangan kepada Pemerintah Desa

b. Menyatakan pendapat

Sementara anggota BPD mempunyai hak, antara lain : a. Mengajukan rancangan peraturan desa

b. Mengajukan pertanyaan

c. Menyampaikan usul dan pendapat d. Memilih dan dipilih , dan

e. Memperoleh tunjangan.

Selain hak, anggota BPD juga mempunyai kewajiban :

(35)

20

b. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa

c. Mempertahankan dan memlihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

d. Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat

e. Memproses pemilihan kepala desa

f. Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan

g. Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat, dan

h. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.

Pimpinan dan Anggota BPD menerima tunjangan sesuai dengan kemampuan keuangan desa. Tunjangan pimpinan dan anggota BPD ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Untuk kegiatan BPD disediakan biaya operasional sesuai kemampuan keungan desa yang dikelola oleh Sekretaris BPD.

Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. Selain itu juga, pimpinan dan anggota BPD dilarang :

a. Sebagai pelaksana proyek desa

(36)

21

c. Melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya

d. Menyalahgunakan wewenang, dan e. Melanggar sumpah/janji jabatan.

BPD sebagai suatu lembaga perwakilan di desa berfungsi sebagai perencana segala hal yang berkaitan dengan pembangunan di desa, kemudian sepenuhnya akan dilaksanakan oleh kepala desa sebagai eksekutif di desa melalui sebuah mekanisme kontrol dari BPD hingga pada penerimaan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan pada BPD. Sebagai prinsip dasar yang diperhatikan bahwa lembaga perwakilan tersebut adalah milik rakyat, maka rakyatlah yang akan menentukan urusan-urusan apa saja yang akan sebaiknya diatur20

2.4.4 Perangkat Desa

Perangkat desa bertugas membantu kepala desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dengan demikian, perangkat desa bertanggungjawab kepada kepala desa.

Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Perangkat desa lainnya terdiri dari :

a. Sekretariat desa

b. Pelaksana teknis lapangan c. Unsur kewilayahan.

(37)

22

Jumlah perangkat desa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Sekretaris Desa diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan, yaitu:

a. Berpendidikan paling rendah lulusan SMU atau sederajat b. Mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan c. Mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran

d. Mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan dan di bidang perencanaan

e. Memahami sosial budaya masyarakat setempat, dan f. Bersedia tinggal di desa yang bersangkutan.

Sekretaris Desa diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota. Perangkat desa lainnya diangkat oleh kepala desa dari penduduk desa dengan keputusan kepala desa. Usia perangkat desa paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahuOn21.

2.5Otonomi Desa

Widjaja (2003: 165) menyatakan bahwa otonomi desa merupakan otonomi asli, bulat, dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa tersebut. Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak istimewa, desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan.

(38)

23

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan landasan kuat bagi desa dalam mewujudkan “Development Community” dimana desa tidak lagi sebagai level administrasi atau

bawahan daerah tetapi sebaliknya sebagai “Independent Community” yaitu desa

dan masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan masyarakat sendiri. Desa diberi kewenangan untuk mengatur desanya secara mandiri termasuk bidang sosial, politik dan ekonomi. Dengan adanya kemandirian ini diharapkan akan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan sosial dan politik.

Bagi desa, otonomi yang dimiliki berbeda dengan otonomi yang dimiliki oleh daerah propinsi maupun daerah kabupaten dan daerah kota. Otonomi yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya, bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari Pemerintah. Desa atau nama lainnya, yang selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hokum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.

Landasan pemikiran yang perlu dikembangkan saat ini adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi, dan pemberdayaan masyarakat. Pengakuan otonomi di desa, Taliziduhu Ndraha (1997:12) menjelaskan sebagai berikut : a. Otonomi desa diklasifikasikan, diakui, dipenuhi, dipercaya dan dilindungi

(39)

24

b. Posisi dan peran pemerintahan desa dipulihkan, dikembalikan seperti sediakala atau dikembangkan sehingga mampu mengantisipasi masa depan.

Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa tersebut. Urusan pemerintahan berdasarkan asal-usul desa, urusan yang menjadi wewenang pemerintahan Kabupaten atau Kota diserahkan pengaturannya kepada desa.

Namun harus selalu diingat bahwa tiada hak tanpa kewajiban, tiada kewenangan tanpa tanggung jawab dan tiada kebebasan tanpa batas. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan hak, kewenangan dan kebebasan dalam penyelenggaraan otonomi desa harus tetap menjunjung nilai-nilai tanggungjawab terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menekankan bahwa desa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa dan negara Indonesia. Pelaksanaan hak, wewenang dan kebebasan otonomi desa menuntut tanggungjawab untuk memelihara integritas, persatuan dan kesatuan bangsa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tanggungjawab untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku (Widjaja, 2003:166).

(40)

25

kewenangan asli yang berasal dari hak asal-usul22. Pengakuan pada kewenangan asal-usul ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menganut prinsip pengakuan (rekognisi). Kensekuensi dari pengakuan atas otonomi asli adalah desa memiliki hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat (self governing community), dan bukan merupakan kewenangan yang diserahkan pemerintahan atasan pada desa.

Adanya dua prinsip/asas dalam pengaturan tentang desa tentu saja menimbulkan ambivalensi dalam menempatkan kedudukan dan kewenangan desa. Pertanyaan yang paling mendasar adalah apakah desa memiliki otonomi? Ketidakjelasan kedudukan dan kewenangan desa dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 membuat Undang-Undang tersebut belum kuat mengarah pada pencapaian cita-cita Desa yang mandiri, demokratis dan sejahtera. Sejak lahir Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, otonomi (kemandirian) desa selalu menjadi bahan perdebatan dan bahkan menjadi tuntutan ril di kalangan asosiasi desa (sebagai representasi desa), tetapi sampai sekarang belum terumuskan visi bersama apa makna otonomi desa23.

Permasalahan dalam memaknai otonomi desa ini pun sebenarnya terkait dengan batasan institusional dikarenakan posisi desa yang sudah baku ditetapkan oleh Undang-Undang 23 Tahun 2014 sebagai desa administratif. Format bakunya adalah desa administratif yang tentu bukan desa adat yang mempunyai otonomi asli (self governing community) dan bukan juga desa otonom (local self

22Ibid.

(41)

26

government) seperti daerah otonom. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tidak menempatkan desa pada posisi yang otonom, dan tidak membolehkan terbentuknya desa adat sendirian tanpa kehadiran desa administratif 24.

Posisi desa administratif ini membawa konsekuensi atas keterbatasan kewenangan desa, terutama pada proses perencanaan dan keuangan. Kewenangan asal-usul (asli) susah diterjemahkan dan diidentifikasi karena keberagamannya. Kewenangan dalam bidang-bidang pemerintahan yang diserahkan oleh/dari kabupaten lebih banyak bersifat kewenangan sisa yang tidak dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota dan mengandung banyak beban karena tidak disertai dengan pandanaan yang semestinya. Keterbatasan kewenangan itu juga membuat fungsi desa menjadi terbatas dan tidak memberikan ruang gerak bagi desa untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri25.

Gagasan utama desentralisasi pembanguanan adalah menempatkan desa sebagai entitas yang otonom dalam pengelolaan pembangunan. Dengan demikian, perencanaan desa dari bawah ke atas (bottom up) juga harus ditransformasikan menjadi village self planning, sesuai dengan batas-batas kewenangan yang dimiliki oleh desa. Desentralisasi pembangunan identik dengan membuat perencanaan pembangunan cukup sampai di desa saja. Desa oleh karenanya mempunyai kemandirian dalam perencanaan pembangunan tanpa instruksi dan intervensi oleh pemerintah supradesa. Disinilah kemudian peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang disebut dengan nama lain, sebagai lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggara

(42)

27

pemerintahan desa. BPD inilah yang harus menjadi motor penggerak otonomi desa, Otonomi desa setidaknya harus melingkupi pada tiga asas hak asal-usul, yaitu:

1. pengakuan terhadap susunan asli;

2. pengakuan terhadap sistem norma/pranata sosial yang dimiliki dan berlaku; serta,

3. pengakuan terhadap basis material yakni ulayat serta aset-aset kekayaan desa (property right).

Dengan demikian, sebenarnya otonomi desa ini bisa diimplementasikan dengan baik dalam kerangka desa adat, bukan desa administratif.

Gagasan otonomi desa sebenarnya mempunyai relevansi (tujuan dan manfaat) sebagai berikut :

a. Memperkuat kemandirian desa sebagai basis kemandirian NKRI b. Memperkuat posisi desa sebgai subyek pembangunan

c. Mendekatkan perencanaan pembangunan ke masyarakat d. Memperbaiki pelayanan publik dan pemerataan pembangunan

e. Menciptakan efisiensi pembiayaan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan lokal

f. Menggairahkan ekonomi lokal dan penghidupan masyarakat desa

g. Memberikan kepercayaan, tanggungjawab dan tantangan bagi desa untuk membangkitkan prakarsa dan potensi desa

(43)

28

i. Membuka arena pembelajaran yang sangat berharga bagi pemerintah desa, lembaga-lembaga desa dan masyarakat

j. Merangsang tumbuhnya partisipasi masyarakat lokal.

Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa, sedangkan Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat lainnya, yaitu sekretariat desa, pelaksana teknis lapangan dan unsur kewilayahan, yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya setempat26.

Sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 kepala desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Kepala Desa berwenang:

a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan desa; b. mengangkat dan memberhentikan perangkat desa;

c. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa; d. menetapkan Peraturan Desa;

e. menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; f. membina kehidupan masyarakat Desa;

g. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa

(44)

29

2.6Aset Desa

2.6.1 Pengertian Aset Desa

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Aset Desa adalah barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.

2.6.2 Jenis Aset Desa a. Tanah kas desa . b. Pasar Desa . c. Pasar Hewan. d. Tambatan Perahu. e. Bangunan Desa.

f. Pelelangan Ikan yang dikelola oleh Desa g. Lain-lain kekayaan milik desa.

2.6.3 Kekayaan Desa Lain-lain

a. Barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APB Desa/Daerah. b. Barang yang berasal dari perolehan lainnya dan atau lembaga dari pihak

ketiga.

c. Barang yang diperoleh dari hibah / sumbangan atau yang sejenisnya, d. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian kontrak dan

(45)

30

h. Hasil kerjasama desa.

2.7Sistem Penggunaan Dan Pelaporan Aset Desa

2.7.1 Sistem Penggunaan Aset Desa a. sewa;

b. pinjam pakai;

c. kerjasama pemanfaatan; dan

d. bangun serah guna dan bangun guna serah.

Pemanfaatan Kekayaan Desa berupa sewa dilakukan atas dasar: 1. menguntungkan Desa;

2. jangka waktu paling lama ditentukan sesuai dengan jenis kekayaan desa dan dapat diperpanjang; dan

3. penetapan tarif sewa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD.

a. Sewa

Sewa sebagaimana dimaksud dilakukan dengan surat perjanjian sewa menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat:

1. pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian; 2. obyek perjanijian sewa menyewa;

3. jangka waktu;

4. hak dan kewajiban para pihak; 5. penyelesaian perselisihan;

(46)

31

7. peninjauan pelaksanaan perjanjian.

b. Pinjam Pakai

1. Pemanfaatan Kekayaan Desa berupa pinjam pakai hanya dilakukan oleh Pemerintah Desa dengan Pemerintah Desa.

2. Pinjam pakai ialah sebagaimana dimaksud kecuali tanah dan bangunan. 3. Pemanfaatan Kekayaan Desa berupa pinjam pakai sebagaimana dimaksud

dilaksanakan oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD. 4. Jangka waktu pinjam pakai lamanya dapat ditentukan dan dapat

diperpanjang.

5. Pinjam pakai dilakukan dengan surat perjanjian pinjam pakai yang sekurang kurangnya memuat:

a. pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian; b. obyek perjanijian pinjam pakai;

c. jangka waktu;

d. hak dan kewajiban para pihak; e. penyelesaian perselisihan;

f. keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan g. peninjauan pelaksanaan perjanjian.

c. Kerjasama Pemanfaatan

1. Pemanfaatan Kekayaan Desa dilakukan atas dasar:

a. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna kekayaan Desa; b. meningkatkan pendapatan desa;

(47)

32

ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

3. Kerjasama Pemanfaatan Kekayaan Desa dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBDes untuk memenuhi biaya operasional /pemeliharaan/perbaikan Kekayaan Desa; b. penetapan mitra kerjasama pemanfaatan berdasarkan musyawarah

mufakat antara Kepala Desa dan BPD;

c. ditetapkan oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD; d. tidak dibolehkan menggadaikan/memindahtangankan kepada pihak

lain; dan

e. jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sesuai dengan jenis kekayaan desa dan dapat diperpanjang;

4. Kerjasama pemanfaatan Kekayaan Desa dilakukan dengan surat perjanjian kerjasama sekurang-kurangnya memuat:

a. Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian b. Obyek perjanjian pinjam pakai

c. Jangka waktu

d. Hak dan kewajiban para pihak e. Penyelesaian perselisihan

f. Keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan g. Peninjauan pelaksanaan perjanjian

d. Bangun Serah Guna dan Bangun Guna Serah

(48)

33

a. Pemerintah Desa memerlukan bangunan dan fasilitas bagi

penyelenggaraan pemerintahan desa untuk kepentingan pelayanan umum.

b. tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan Belanja Desa untuk penyediaan bangunan dan fasilitas.

2.7.2 Pelaporan Aset Desa

1. Kepala Desa menyampaikan laporan hasil pengelolaan kekayaan desa kepada Bupati melalui Camat setiap akhir tahun anggaran dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

2. Laporan hasil pengelolaan kekayaan desa sebagaimana dimaksud merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban

3. Pelaporan aset desa tertuang dalam Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) dengan persetujuan bersama BPD

2.8 Dasar Hukum Berdirinya Pemerintahan Desa Dan Kewenangan Pengelolaan Aset Desa

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan dua cara, yaitu:

(1) Pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan dengan cara mengumpulkan dan mengkaji peraturan-peraturan tertulis dari buku-buku dan literatur-literaturyang memuat bahan-bahan serta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pokok pembahasan dalam penelitian skripsi ini. (2) Pendekatan yuridis empiris, yaitu dengan mengambil data primer dengan cara survei ke lapangan atau meninjau langsung lokasi serta melakukan wawancara terhadap pihak terkait atau informan (Kepala Desa atau Perangkat Desa) yang ada kaitannya dengan skripsi ini.

3.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.

(50)

35

Sedangkan data sekunder terdiri dari : (a) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan yang bersifat mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain :

1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Desa

6. Peraturan Menteri Dalam Negeri R. I. Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa

(b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan yang berupa literatur-literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan hukum yang ditulis.

(c) Bahan Hukum Tersier

(51)

36

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Untuk membantu dalam proses penelitian ini, maka peneliti menggunakan dua macam teknik pengumpulan data, yaitu :

a. Studi Lapangan

Studi lapangan dimaksudkan untuk mendapatkan data primer, yaitu dengan melakukan observasi dan wawancara dengan mengajukan pertanyaan secara lisan, maupun dengan menggunakan pedoman pertanyaan secara tertulis untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan atau informasi yang diperlukan kepada peneliti.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dimaksudkan untuk mendapatkan data sekunder dengan cara membaca, mempelajari, mengutip, dan merangkum data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data

Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, maka pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

(a) Identifikasi

(52)

37

(b) Editing

Editing data yaitu meneliti kembali data yang diperoleh dari keterangan para informan maupun dari kepustakaan. Hal ini perlu untuk mengetahui apakah data tersebut sudah cukup dan dapat dilakukan.

(c) Klasifikasi data

Klasifikasi data yaitu menyusun data yang diperoleh menurut kelompok yang telah ditentukan secara sistematis sehingga data tersebut siap untuk dianalisis.

(d) Sistematis data

Sistematis data yaitu penyusunan data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisis menurut susunan yang benar dan tepat.

(e) Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan yaitu langkah selanjutnya setelah data tersusun secara sistematis kemudian dilanjutkan dengan penarikan suatu kesimpulan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus.

3. 4 Analisis Data

(53)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang dikemukakan sebelumnya, maka kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kewenangan Kepala Desa dalam pengelolaan aset Desa Tegal Gondo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur adalah sebagai pelaksana sekaligus pengawas atas kegiatan atau usaha desa dalam pengelolaan aset desa.

Kewenangan Kepala Desa Tegal Gondo dalam melaksanakan pengelolaan aset desa meliputi : kewenangan pengelolaan aset desa yang berupa tanah bengkok, tanah makam, yang dimana kewenangan Kepala Desa tersebut sangat menentukan besarnya hasil dari pendapatan aset desa. Selain itu Kepala Desa juga melakukan pertanggung jawaban di setiap akhir tahun anggaran dalam bentuk membuat dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tegal Gondo.

(54)

52

perangkat desa untuk memanfaatkan potensi aset desa serta tidak adanya peraturan desa dalam mengelola aset desa yang ada.

5.2. Saran

1. Kepala Desa serta perangkat Desa Tegal Gondo hendaknya terus melakukan upaya untuk penyediaan modal dan biaya, agar semua aset desa dapat dikelola dengan sendiri oleh perangkat desa sehingga hasilnya lebih bermanfaat dan lebih besar.

2. Kepala Desa Tegal Gondo perlu meningkatkan pembinaan dan penyuluhan kepada perangkat desa dalam tiap-tiap pertemuan desa sehingga perangkat desa sadar untuk turut berpartisipasi dalam meningkatkan pengelolaan aset desa demi kelancaran pemerintahan desa. 3. Kepala Desa Tegal Gondo beserta Badan Permusyawaratan Desa harus

(55)

DAFTAR PUSTAKA

AH. Nasution, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Jogjakarta: Graha Ilmu, 2008

Didik Sukrino, Pembaharuan Hukum Pemerintahan Desa, Malang: Setara Press, 2012

HAW. Widjadja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011

Jimly Asshidiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Sarjana, Jakarta: Sinar Grafika, 2010

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Bandung: PT Alumni, 2008

Martin Jimung, Politik Lokal dan Pemerintah Daerah Dalam Perspektif Otonomi Daerah, Jogjakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 2005

Moch. Solekhan, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Malang: Setara Press, 2012

Ndraha, Taliziduhu. 1997. Metodologi Ilmu Pemerintahan, Jakarta : Rineka Cipta. Rudy, Hukum Pemerintahan Daerah, Bandar Lampung: PKPPUU FH UNILA,

2013

Surachmin, Azas dan Prinsip Hukum Serta Pembangunan Negara, Jakarta: Yayasan Gema Yustisia Indonesia, 2009

(56)

Peraturan Perundang Undangan:

Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Desa

Referensi

Dokumen terkait

a) Error cut scene, artinya agan salah masukin aliases pada fungsi Camera point mengacu pada no.8 atau agan memang tidak meletakan node camera point di map editor utk tiap kota.

HASIL UJI ANAVA WAKTU HANCUR TABLET DENGAN DESIGN EXPERT. Response 3 Waktu

Biaya pengukuran adalah biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan informasi biaya produk yang digunakan oleh perusahaan (Supriyono, 1994:665). Sebelum

Tulisan ini akan menggunakan kacamata pembangunan internasional, dan akan dibagi menjadi tiga bagian, yang pertama adalah bagian pendahuluan yang akan membahas

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh rasio profitabilitas, rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan Economic Value Added terhadap return saham

Perhitungan harga pokok produksi unit rumah pada perumahan Tambarora adalah berdasarkan total biaya produksi yang dibutuhkan untuk satu unit rumah yang sudah dihitung

Pada masing-masing benda kerja (diambil secara terpisah) dalam contoh uji, ketebalan lapisan rata-rata didalam lokasi acuan harus sama atau lebih besar dari nilai ketebalan