• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENCULIKAN BAYI DI RUMAH SAKIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENCULIKAN BAYI DI RUMAH SAKIT"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENCULIKAN BAYI DI RUMAH SAKIT

Oleh

MARLINA SIAGIAN

Kejahatan penculikan bayi yang terjadi di rumah sakit mengalami peningkatan setiap tahunnya. Modus operandi kejahatan penculikan bayi di rumah sakit adalah dengan berpura-pura sebagai dokter, perawat dan/atau petugas rumah sakit. Masih banyak dari kasus penculikan bayi di rumah sakit yang tidak terungkap sehingga bayi tidak dapat kembali kepada orang tuanya. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah apakah yang menjadi faktor penyebab kejahatan penculikan bayi di rumah sakit dan bagaimanakah upaya penanggulangan kejahatan penculikan bayi di rumah sakit.

(2)

Marlina Siagian. penal melalui penegakan hukum pidana yang didasarkan atas mekanisme Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Saran penulis dalam penelitian ini adalah supaya pasangan suami isteri yang belum atau tidak bisa mempunyai anak melakukan adopsi atau melalui proses medis untuk mendapatkan anak, agar rumah sakit memperbaiki sistem keamanan rumah sakit serta agar masyarakat dan LSM anak berperan aktif dalam menanggulangi kejahatan penculikan bayi di rumah sakit.

(3)

ANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENCULIKAN BAYI DI RUMAH SAKIT

Oleh

Marlina Siagian

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 22 Juni 1993, penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Rommel Siagian dan Ibu Esmi Pasaribu.

Penulis memulai pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK. Sejahtera II pada tahun 1998-1999. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar di SDS. Sejahtera II pada tahun 1999-2005. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMPN 29 Bandar Lampung pada tahun 2005-2008. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas di SMAN 5 Bandar Lampung pada tahun 2008-2011.

(8)

PERSEMBAHAN

Puji Syukurku ku panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan anugerahNya kepadaku.

Sebagai perwujudan rasa kasih sayang, cinta, dan hormatku secara tulus. Aku mempersembahkan karya ini kepada:

Bapakku tercinta Bapak Rommel Siagian Mamaku tercinta Esmi Pasaribu

Yang telah memberikan dukungan dan doa serta harapan bagi keberhasilanku kelak.

Kepada abang-abang ku yang ku kasihi

Anto Gala Siagian, S.S.T.Pel dan Heri Prima Siagian

Serta Keluarga besar yang selalu berdoa dan mendukungku dalam meraih cita-cita.

(9)

MOTO

Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku!

(Mazmur 103 : 1)

Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab Tuhan menopang

tangannya. (Mazmur 37 : 23-34)

Pengetahuan diperoleh dengan belajar, kepercayaan dengan keraguan, keahlian dengan berlatih, dan cinta dengan mencintai.

(10)

SANWACANA

Puji syukur selalu penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Kriminologis Kejahatan Penculikan Bayi di Rumah Sakit” sebagai

salah satu syarat mencapai gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, petunjuk dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung dan Dosen Pembahas I yang telah memberikan saran, nasehat, masukan dan bantuan dalam proses penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Ibu Firganefi, S.H., M.H. selaku Sekertaris Jurusan Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung dan Dosen Pembimbing I yang telah memberikan saran, nasehat, masukan dan bantuan dalam proses penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(11)

5. Bapak Budi Rizki, S.H., M.H, selaku Dosen Pembahas II yang telah memberikan nasehat, kritikan, masukkan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Siti Azizah, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan nasehat dan pengarahan selama penulis kuliah di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

7. Bapak Sutaji, S.H., M.H., Bapak Welly Dwi Saputra, S.H., M.H., Bapak Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H., dan Bapak Turaihan Aldy yang telah memberikan izin penelitian, dan membantu dalam penelitian serta penyediaan data untuk penyusunan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas lampung, penulis ucapkan banyak terima kasih.

9. Mbak Sri, mbak Yanti dan mbak Yani, Babeh Narto atas bantuan dan fasilitas selama kuliah dan penyusunan skripsi.

10.Guru-guruku selama menduduki bangku sekolah, TK. Sejahtera II Way Kandis, SDS. Sejahtera II Way Kandis, SMPN 29 Bandar Lampung, SMAN 5 Bandar Lampung. Penulis ucapkan terimakasih atas ilmu, doa, motivasi dan kebaikan yang telah ditanamkan.

(12)

12.Kepada kedua saudara kandungku, abangku Anto Gala Siagian, S.S.T.Pel, dan Heri Prima Siagian yang selalu memberikan motivasi buatku dan memberi dukungan moril, dukungan materil, semangat dan selalu berdoa untukku.

13.Keluarga besarku yang selalu berdoa, memberi dukungan dan motivasi untukku.

14.Untuk temanku Mery Sulistiawati Hutauruk, Mona Angelina Sinaga, Tan Jessica Novia Hermanto, Torang Alfontius, Wardiyanti Sukmaya, Yuniar Ana Fitri, Very Susan dan Ratih Julia yang telah memberikan kenangan indah di masa kuliah.

15.Untuk saudara-saudaraku, Rika Ester, Lita Siagian, Hani Siagian, Ria Sirait, Martha Tobing, Erikha, Riwanti Manik, Ganda, Salomo, Beny, Hendra, Andes, Rico, David, Rolando dan Regen.

16.Untuk teman-teman Formahkris angkatan 2011, Nova, Prisca, Johanna, Bakur, Dopdon, Yossafat Galang, Bram Monang, Lasmaida yang telah memberikan kenangan yang indah selama perkuliahan dan untuk Formahkris angkatan 2012, 2013, dan 2014.

17.Untuk senior di Formahkris Kak Elsie Viana Panggabean yang senantiasa meluangkan waktunya untuk menjadi pendengar yang baik, memberikan masukan dan saran, serta memberi dukungan dan motivasi.

(13)

untuk kebersamaan yang tercipta selama menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

19.Teman-teman KKN Desa Sukajadi, Kec. Bumi Ratu Nuban, Lampung Tengah, Mbak Merisa, Mbak Maul, Maria, Mizaany, Monica, Miftayuni, Gery, Panji, Bang Memed, Azhari, Lutfi, terima kasih untuk kebersamaan dan perjuangannya selama KKN.

20.Untuk Almamater Tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah menjadi saksi bisu dari perjalanan ini hingga menuntunku menjadi orang yang lebih dewasa dalam berfikir dan bertindak. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan memberikan balasan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan keilmuan bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Bandar Lampung, April 2015

Penulis,

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kejahatan dan Kriminologi ... 15

B. Pengertian Kejahatan Penculikan Bayi ... 16

C. Aspek Hukum Rumah Sakit ... 22

1. Pengertian dan Fungsi Rumah Sakit ... 22

2. Jenis-Jenis Rumah Sakit ... 23

3. Perizinan dan Tanggung Jawab Rumah Sakit ... 25

D. Teori Penanggulangan Kejahatan ... 26

E. Teori Penyebab Kejahatan ... 29

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 32

B. Sumber dan Jenis Data ... 33

C. Penentuan Narasumber ... 34

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 35

(15)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Narasumber ... 37 B. Faktor Penyebab Kejahatan Penculikan Bayi di Rumah Sakit ... 39 C. Upaya Penanggulangan Kejahatan Penculikan Bayi di Rumah Sakit.. 60

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 72 B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA

(16)

1

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang secara sadar mendapatkan reaksi dari negara berupa pemberian penderitaan (hukuman atau tindakan). Kejahatan sebagai suatu perilaku adalah suatu tindakan menyimpang, bertentangan dengan hukum atau melanggar peraturan perundang-undangan dan merugikan masyarakat baik dipandang dari segi kesusilaan, kesopanan, dan ketertiban anggota masyarakat. Kejahatan dapat didefinisikan secara yuridis dan secara sosiologis. Secara yuridis kejahatan adalah segala tingkah laku manusia yang bertentangan dengan hukum, dapat dipidana, dan diatur dalam hukum pidana. Sedangkan secara sosiologis, kejahatan adalah sebuah perbuatan yang anti sosial yang merugikan anggota masyarakat.

Kejahatan merupakan obyek dari kriminologi, dimana kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menerangkan kejahatan, sebab terjadinya kejahatan serta bagaimana cara melakukan penanggulangan terhadap kejahatan.1 Kejahatan (misdriven/recht delicten) diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai perbuatan yang bertentangan dengan keadilan. Salah satu bentuk kejahatan adalah penculikan. Penculikan adalah perbuatan melarikan orang

1

(17)

2

secara paksa dan melawan hukum dengan maksud menempatkan orang tersebut dibawah kuasanya atau kuasa orang lain.2

Sasaran penculikan melingkupi semua tingkatan umur dan kalangan mulai dari bayi hingga orang dewasa dengan modus operandi dan tujuan yang berbeda. Kejahatan penculikan pada umumnya terjadi pada bayi dan anak. Istilah penculikan bayi dan anak tidak terdapat dalam KUHP, yang ada hanya membawa pergi seseorang secara paksa dan melawan hukum (Pasal 328) dan menarik orang yang belum dewasa dari kekuasaan orang tuanya (Pasal 330 ayat (1)). Ketentuan belum dewasa inilah yang dapat menjadi kategori dari penculikan bayi dan anak. Penculikan dapat terjadi dimana saja, bahkan di tempat-tempat dengan tingkat keamanan yang cukup baik seperti sekolah dan rumah sakit.

Rumah sakit adalah salah satu tempat dimana penculikan bayi sering terjadi. Bayi yang baru dilahirkan biasanya menjadi sasaran utama penculikan dengan tujuan yang berbeda. Akibatnya kejahatan penculikan bayi di rumah sakit menjadi perhatian masyarakat akhir-akhir ini. Penculikan bayi di rumah sakit mencuat pada 23 Oktober 2009 silam di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ketilang, Semarang dimana bayi laki-laki dari pasangan Muhamad Yahron-Dwi Setyowati diculik oleh wanita yang mengaku saudara dari pasangan tersebut yang sedang menjalani perawatan kelahiran di rumah sakit itu. Kemudian pelaku meminta agar perawat menyerahkan bayi tersebut kepadanya.3

Tahun 2012, terjadi tiga kali kasus penculikan bayi di rumah sakit yang menyita perhatian masyarakat yaitu penculikan bayi Cello Aditya di Rumah Sakit Ibu

2

Andi Hamzah. 2007. Terminologi Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 37.

3

(18)

3

Anak (RSIA) Siti Zahroh Bekasi, penculikan bayi Alifa Azahra Aulia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banjar dan penculikan bayi di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar.4 Januari 2013, Kepolisian Resor Tegal berhasil mengungkap kasus penculikan bayi perempuan dari pasangan Tarno-Sri Hartatik di RS dr. Soeselo Slawi.5 Kemudian kasus yang baru-baru ini terjadi adalah penculikan bayi dari pasangan orang tua Toni Manurung-Lasmaria Manullang di RS Hassan Sadikin Bandung pada 25 Maret 2014 lalu.6

Modus operandi penculikan bayi di rumah sakit pada umumnya adalah dengan berpura-pura sebagai dokter, perawat atau petugas rumah sakit. Seperti yang terjadi RSIA Siti Zahroh Bekasi dimana pelaku mengaku sebagai perawat di rumah sakit tersebut agar dapat menculik bayi dari pasangan Sifa Masyatul Khoirot dan Jaja Nurdiansyah. Demikian juga dengan kasus yang terjadi di RSUD Banjar dimana pelaku Dede Wati memakai baju perawat dan mengambil bayi seusai disusui ibunya dengan alasan untuk melakukan pengecakan golongan darah. Penculikan bayi di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar dilakukan oleh seorang perempuan bernama Sulastri Maleng yang mengaku sebagai perawat yang sedang menjaga saudaranya yang sakit di rumah sakit tersebut.

Penculikan bayi di Rumah Sakit dr. Soeselo Slawi dilakukan oleh perempuan bernama Suprapti Takwad yang membawa kain putih polos yang diletakkan di lengan tangan kirinya sehingga korban mengira pelaku adalah perawat di rumah sakit tersebut. Pelaku masuk ke dalam ruang perawatan dan meminta agar bayi tersebut di bawa ke ruang pemeriksaan dan meminta ibu korban untuk kembali ke

4

Artikel berita http://www.lodaya.web, akses 10 September 2014, 20:13 WIB.

5

Artikel berita http://tekno.kompas.com, akses 10 September 2014, 20:22 WIB.

6

(19)

4

ruang perawatan anaknya agar mengambil KTP korban sehingga penculik tersebut bisa melancarkan aksinya. Sementara itu penculikan bayi yang terjadi di RSHS Bandung dilakukan oleh seorang perempuan berkacamata, mengenakan kerudung dan mengaku sebagai dokter dengan mengenakan jas putih. Pelaku sudah ada dan memantau korban sebelum dan setelah korban melahirkan. Pelaku yang diketahui bernama Desi Ariani tersebut memberitahu korban agar ke kamar mandi untuk membasuh darah yang tersisa dikakinya sehingga pelaku dapat dengan leluasa mengambil bayi korban.

Peristiwa-peristiwa tersebut sangatlah memprihatinkan karena pada hakikatnya anak tidak dapat melindungi diris endiri dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan terutama anak yang masih tergolong bayi. Anak harus dibantu oleh orang lain dalam melindungi dirinya, mengingat situasi dan kondisinya, anak perlu mendapatkan perlindungan agar tidak mengalami kerugian, baik mental,fisik maupun sosial.7

Anak terutama yang masih tergolong bayi haruslah diberikan perlindungan sebagaimana yang diatur dalam Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The Right of The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak) yang didalamnya memuat prinsip non diskriminasi (non discriminations), kepentingan terbaik untuk anak (the best interest of the child), hak-hak untuk

7

(20)

5

hidup, bertahan hidup dan pengembangan diri (the rights to life, survival, and development), dan menghargai pendapat anak (respect to the view of child).8

Prinsip-prinsip tersebut juga terdapat dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dibentuk oleh pemerintah agar hak-hak anak dapat diimplementasikan di Indonesia. Namun, hingga keluarnya undang-undang perlindungan anak dan sampai sekarang, kesejahteraan dan pemenuhan hak anak masih jauh dari apa yang diharapkan,9 terlihat dari meningkatnya kasus penculikan bayi yang terjadi di rumah sakit setiap tahunnya.

Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), pada 2009 Komnas PA menerima 102 pengaduan anak hilang dari masyarakat dan sebanyak 22 orang diantaranya hilang di Rumah Sakit, klinik bersalin, dan Puskesmas. Penculikan bayi kembali meningkat manjadi 110 kasus, dimana 26 diantaranya terjadi di Rumah Sakit, klinik bersalin, dan Puskesmas di tahun 2010.10 Sepanjang tahun 2011, Komnas PA menerima pengaduan 120 kasus anak hilang, 35 diantaranya hilang dari Rumah Sakit, klinik maupun Puskesmas.11 Pada 2012 angkanya meningkat menjadi 182 kasus, dan penculikan bayi di rumah sakit, klinik, dan puskesmas kembali mengalami peningkatan menjadi 37 anak.12 Sepanjang tahun 2013, Komnas PA telah menerima laporan sebanyak 39 kasus

8

Tri Andrisman. 2013. Hukum Peradilan Anak. Bandar Lampung: Universitas Lampung, hlm. 13-14.

9

RikaSaraswati, loc.cit.

10

Artikel berita http://wandahamidah.blog.detik.com, akses 24 Oktober 2014, 14:50 WIB.

11

Artikel berita http://komnaspa.wordpress.com, akses 24 Oktober 2014, 15:00 WIB.

12

(21)

6

terkait kasus penculikan bayi yang terjadi di rumah sakit, puskesmas, maupun klinik bersalin atau pun tempat lainnya.13

Peningkatan kasus penculikan bayi yang terjadi di rumah sakit adalah hal yang sangat memprihatinkan karena setiap orang berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan secara khusus diatur di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Setiap orang khususnya pasien di rumah sakit harus menerima pelayanan kesehatan sesuai standar yang berlaku baik dari segi mutu pelayanan, tenaga kesehatan, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi, alat dan teknologi kesehatan sampai dengan standar operasional prosedur keamanaan rumah sakit.

Kasus penculikan bayi di rumah sakit pun semakin memprihatinkan manakala masih saja ada kasus yang belum terungkap, artinya pelaku penculikan bayi tersebut masih bebas berkeliaran di luar sana. Sebut saja kasus penculikan bayi yang terjadi di RSIA Siti Zahroh, Bekasi pada September 2012 silam. Hingga saat ini kasus penculikan bayi yang menimpa pasangan Jaja-Syfah tersebut belum terkuak. Diduga penculik dari bayi mereka adalah sindikat penculikan bayi dan sampai saat ini bayi dari pasangan tersebut tidak juga ditemukan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin mengetahui faktor penyebab dan upaya penanggulangan kejahatan penculikan bayi di rumah sakit, oleh karena itu penulis hendak melakukan penelitian yang hasilnya akan dijadikan

13

(22)

7

skripsi dengan judul “Analisis Kriminologis Kejahatan Penculikan Bayi di Rumah Sakit”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah yang menjadi faktor penyebab kejahatan penculikan bayi di rumah sakit?

b. Bagaimanakah upaya penanggulangan kejahatan penculikan bayi di rumah sakit?

2. Ruang Lingkup Penelitian

(23)

8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan pokok bahasan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui faktor penyebab kejahatan penculikan bayi di rumah sakit.

b. Untuk mengetahui upaya penanggulangan kejahatan penculikan bayi di rumah sakit.

2. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan pokok bahasan tersebut, maka kegunaan dari penelitian ini adalah:

a. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini berguna untuk memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan hukum pidana khususnya di bidang kajian hukum kriminologi yang berhubungan dengan faktor penyebab dan upaya penanggulangan kejahatan penculikan bayi di rumah sakit.

b. Kegunaan Praktis

(24)

9

berguna sebagai bahan bacaan, dan sumber informasi serta bahan kajian lebih lanjut bagi yang membutuhkan.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan logis yang menjadi landasan, acuan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan.14 Kerangka teoritis menurut Soerjono Soekanto adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi yang dianggap relevan oleh peneliti.15

a. Teori Penyebab Kejahatan

Faktor-faktor penyebab suatu kejahatan adalah komponen-komponen yang melatarbelakangi suatu kejahatan dapat terjadi. Teori kriminologi dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang terkait dengan kejahatan dan penyebab kejahatan, yaitu:

1. Teori Sendiri (The Self Theories)

Perilaku kriminalitas terjadi karena pertimbangan akan dirinya sendiri berdasarkan berbagai permintaan atau keinginan pribadi. Penyimpangan perilaku sebagai sesuatu yang muncul dari ketidaklayakan yang

14

Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT Citra Aditya, hlm. 73.

15

(25)

10

dihipotesiskan agar terjadi di antara bayangan sendiri dan berbagai permintaan atau keinginan pribadi seperti aspirasi dan harapan-harapan.16 2. Teori Kesempatan (Opportunity Theory)

Richard A. Cloward dan Lloyd E. Ohlin berpendapat bahwa munculnya kejahatan dan bentuk-bentuk perilakunya bergantung pada kesempatan, baik kesempatan patuh norma maupun kesempatan penyimpangan norma.17

3. Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory)

Pendekatan social learning berpegang pada asumsi bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman kemasyarakatan disertai nilai-nilai dan pengharapannya dalam hidup bermasyarakat.18

Menurut Abdul Syani19, secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan. Pertama adalah faktor yang berasal dari dalam diri si pelaku (faktor internal), yaitu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan kejahatan yang timbul dari dalam diri pelaku itu sendiri yaitu faktor keinginan. Kedua adalah faktor yang berasal dari luar diri pelaku yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan kejahatan (faktor eksternal), yaitu faktor lingkungan dan ekonomi.

b. Teori Penanggulangan Kejahatan

Menurut G. P. Hoefnagels yang dikutip oleh Barda Nawawi, penanggulangan ditetapkan dengan cara:

16

Abintoro Prakoso, op.cit, hlm. 119.

17 Ibid.

18 Ibid. 19

(26)

11

1. Penerapan hukum pidana; 2. Pencegahan tanpa pidana;

3. Memengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media.20

Upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat terbagi dua, yaitu lewat jalur penal (hukum pidana) dan jalur nonpenal (bukan atau di luar hukum pidana). Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif (penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi. Upaya penanggulangan kejahatan secara nonpenal lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan itu terjadi.

2. Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diinginkan atau diteliti.21 Agar dapat memberikan penjelasan yang mudah untuk dipahami, maka akan dijabarkan beberapa pengertian mengenai istilah yang berkaitan dengan judul penulisan penelitian ini, yaitu:

a. Analisis adalah cara menganalisa atau mengkaji secara rinci suatu permasalahan. Analisis dapat juga diartikan sebagai suatu penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab, musabab, duduk perkara dan sebagainya).22

20

Barda Nawawi Arief. 2008. Kebijakan Hukum Pidana. Jakarta: Bunga Rampai, hlm. 41-42.

21

Soerjono Soekanto, op.cit., hlm. 132.

22

(27)

12

b. Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari atau mencari sebab musabab kejahatan, sebab-sebab terjadinya kejahatan, akibat-akibat yang ditimbulkan dari kejahatan untuk menjawab mengapa seseorang melakukan kejahatan.23

c. Kejahatan adalah pola tingkah laku yang merugikan masyarakat, baik secara fisik maupun materi, baik yang dirumuskan dalam hukum maupun tidak.24

d. Penculikan bayi adalah membawa atau melarikanbayisecara paksa dan melawan hukum dengan maksud menempatkan bayi tersebut di bawah kuasanya atau kuasa orang lain.25

e. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan rawat darurat.26

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ditujukan untuk memudahkan pemahaman dan memberikan gambaran secara garis besar mengenai bahasan dalam penelitian ini, yakni:

I. Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

23

O. C. Kaligis. 2009. Antologi Tulisan Ilmu Hukum. Bandung: PT. Alumni Bandung, hlm. 363.

24

Muhammad Mustofa. 2013. Metodologi Penelitian Kriminologi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hlm. 9.

25

Andi Hamzah, loc.cit.

26

(28)

13

II. Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi tentang teori-teori hukum sebagai latar belakang pembuktian pembahasan permasalahan yang ada kaitannya dengan masalah yang akan dibahas yang terdiri dari pengertian kejahatan dan kriminologi, penculikan bayi menurut KUHP dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, aspek hukum rumah sakit berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, teori penyebab kejahatan, serta teori penanggulangan kejahatan.

III. Metode Penelitian

Bab ini berisi tentang metode penelitian yang dipakai untuk memperoleh dan mengolah data yang akurat. Adapun metode yang digunakan terdiri dari pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.

IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

(29)

14

V. Penutup

(30)

15

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kejahatan dan Kriminologi

Kejahatan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis (hukum pidana).27 Menurut Bonger kejahatan adalah perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapatkan reaksi dari negara berupa pemberian derita dan kemudian, sebagai reaksi-reaksi terhadap rumusan hukum mengenai kejahatan.

Richard Quinney berpendapat bahwa kejahatan adalah suatu rumusan tentang perilaku manusia yang diciptakan oleh yang berwenang dalam suatu masyarakat yang secara politis terorganisasi; kejahatan merupakan suatu hasil rumusan perilaku yang diberikan terhadap sejumlah orang oleh orang lain; dengan demikian kejahatan adalah sesuatu yang diciptakan.28

Kriminologi di Indonesia memandang kejahatan sebagai pelaku yang telah diputus oleh pengadilan; perilaku yang perlu dekriminalisasi; populasi pelaku yang ditahan; perbuatan yang melanggar norma; dan/atau perbuatan yang mendapatkan reaksi sosial. Kejahatan dalam KUHP (misdriven/rechtdelicten) diatur dalam Buku II, yaitu Pasal 104 sampai Pasal 488 KUHP.

27

Firganefi dan Deni Achmad. 2013. Buku Ajar Hukum Kriminologi. Bandar Lampung: PKK-PUU Universitas Lampung, hlm. 11.

28

(31)

16

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pola keteraturan, keseragaman, dan sebab musabab kejahatan, pelaku, dan reaksi masyarakat terhadap keduanya serta meliputi cara penanggulangannya.29Secara etimologis, kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan atau penjahat dan

logos yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu pengetahuan tentang kejahatan atau penjahat. Istilah kriminologi pertama kali digunakan oleh P. Topinard seorang antropolog Prancis pada tahun 1879.30 Ruang lingkup kriminologi mencakup mempelajari manusia sebagai pelaku kejahatan, kejahatan sebagai reaksi dari masyarakat serta penanggulangan kejahatan termasuk penegak hukum.

B. Pengertian Kejahatan Penculikan Bayi

Penculikan berasal dari kata culik atau menculik yang berarti mencuri atau melarikan orang lain dengan maksud tertentu (dibunuh, dijadikan sandera), sedangkan penculik berarti orang yang menculik, dan penculikan adalah proses, cara atau perbuatan menculik.

Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) tidak menyebutkan istilah penculikan bayi, tetapi yang ada adalah istilah membawa pergi seseorang dari tempat kediamannya dan tidak menyebutkan ketentuan mengenai umur seseorang yang dibawa pergi. Ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 328 yaitu:

“Barangsiapa membawa pergi seseorang dari tempat kediamannya atau tempat tinggalnya sementara dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum dibawah kekuasaannya atau kekuasaan orang

29

Andi Hamzah, op.cit., hlm. 91.

30

(32)

17

lain, atau untuk menempatkan dia dalam keadaan sengsara, diancam karena penculikan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.

Unsur penculikan dari pasal tersebut adalah:

1. Unsur obyektif, adalah unsur yang terdapat di luar diri si pelaku tindak kriminal yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan dimana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan31, berupa:

a. Barangsiapa

Barangsiapa menunjukkan bahwa siapa saja yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi semu unsur yang dimaksud didalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 328 KUHP, maka ia dapat disebut sebagai pelaku dari kejahatan tersebut.

b. Melarikan atau membawa pergi seseorang dari kediamannya

Delik dalam pasal ini adalah tindakan membawa pergi seseorang dari kediamannya dengan disertai niat untuk merampas kemerdekaan atau kebebasan seseorang tersebut.

c. Melarikan atau membawa pergi seseorang dari tempat tinggal sementara

Melarikan atau membawa pergi seseorang dari tempat tinggal sementara merupakan tindakan merampas hak kemerdekaan si korban yang sedang berada pada tempat kediaman sementaranya ataupun di luar tempat tinggalnya, seperti penculikan yang terjadi di rumah sakit. 2. Unsur subyektif, adalah unsur yang terdapat dalam diri si pelaku untuk

berbuat kriminal32, yaitu:

31

Yesmil Anwar, op.cit., hlm. 230.

(33)

18

a. Dengan maksud

Pada unsur ini si pelaku melaksanakan tindakan terlarangnya disertai dengan kesengajaan atau dengan kesengajaan yang bersumber pada kehendak hatinya untuk melakukan apa yang diperbuatnya tersebut. R. Soesilo menyebutkan bahwa pelaku agar dapat dihukum berdasarkan pasal ini, harus dapat dibuktikan bahwa pada waktu melarikan atau membawa orang tersebut harus mempunyai maksud akan membawa orang itu dengan melawan hak dibawah kekuasaannya sendiri atau kekuasaan orang lain.33

b. Melawan hak

Unsur melawan hak adalah kunci bahwa si pelaku penculikan bersalah, sebab dengan unsur melawan hak tindakan pelaku dikatakan sebagai perampasan kemerdekaan dan sekaligus menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah penculikan (menschenroof).

Pasal lain dalam KUHP yang dapat dijadikan dasar penculikan bayi adalah Pasal 330 KUHP, yaitu:

(1) “Barangsiapa dengan sengaja menarik orang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(2) Bilamana dalam hal ini dilakukan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau bilamana anaknya belum berumur dua belas tahun, dijatuhkan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

Padanan Pasal 330 KUHP terdapat dalam W.v.S. Netherland, yaitu Pasal 279 Sr. yang isinya sama persis dengan Pasal 330 kecuali ancaman pidananya yang di

33

(34)

19

Netherland lebih ringan, yaitu maksimum enam tahun penjara atau denda kategori empat, yang dalam hal pemberatan, maksimum sembilan tahun penjara atau denda kategori lima.34

Berdasarkan Pasal 330 ayat (2) KUHP, unsur kekerasan atau ancaman kekerasan merupakan hal yang memperberat pidana. Tidak perlu ada unsur kekerasan atau ancaman kekerasan di ayat (1). Unsur-unsur kejahatan pada ayat (1), yaitu:

1. Dengan sengaja;

2. Menarik orang yang belum dewasa dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan untuk dirinya atau dari pengawasan orang-orang yang berwenang untuk itu.

Pengertian “menarik” (onttrekken) menurut Hoge Raad, bahwa jika anak itu karena kemauannya sendiri pergi keperlindungan orang lain dan orang ini menolak menyerahkan anak itu, maka penolakan itu tidaklah berarti menarik anak itu dari kekuasaan orang yang berdasarkan undang-undang (Hoge Raad, 2 November 1903, W.7986). Penarikan seseorang yang belum dewasa dari kekuasaan orang berdasarkan undang-undang hanya terjadi jika kekuasaan dan penguasaan nyata suatu perbuatan dilanggar (Hoge Raad, 16 April 1928, N.J. 1928, No. 916). Dibawah kekuasaan orang berdasarkan undang-undang berarti orang tua, atau wali adalah mereka yang berdasarkan putusan hakim mempunyai kekuasaan berdasarkan undang-undang atas anak yang belum dewasa (Pasal 229

34

(35)

20

dan 229 BW). Pengertian anak yang belum dewasa adalah yang belum berumur 21 tahun dan belum kawin.35

Pasal 330 KUHP menurut R. Soesilo adalah:

(1) “Barangsiapa dengan sengaja mencabut orang yang belum dewasa dari kuasa yang sah atasnya atau dari penjagaan orang yang dengan sah menjalankan penjagaan itu, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.

(2) Dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun, jika perbuatan itu dilakukan dengan memakai tipu daya, kekerasan atau ancaman dengan kekerasan atau kalau orang yang belum dewasa umurnya dibawah dua belas tahun”.

Sehingga R. Soesilo berpendapat bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 330 KUHP adalah sebagai berikut:

1. Orang yang dengan sengaja mencabut (melarikan) orang yang belum dewasa dari kekuasaan orang yang berhak yang diancam dengan hukuman. 2. Orang yang belum dewasa adalah orang yang belum berumur dua puluh

satu tahun atau belum pernah kawin baik laki-laki maupun perempuan. 3. Pada waktu melarikan, orang itu harus mengetahui bahwa orang tersebut

belum dewasa.

Ketentuan dalam Pasal 330 menyebutkan bahwa hukumannya diperberat apabila yang dilarikan itu umurnya kurang dari dua belas tahun atau perbuatan tersebut dilakukan dengan memakai tipu daya, kekerasan, ancaman kekerasan. Dalam hal ini tidak perlu dibuktikan, bahwa terdakwa mengetahui bahwa umur anak itu kurang dari dua belas tahun.

(36)

21

4. Dalam hal ini harus dapat dibuktikan, bahwa terdakwalah yang mencabut (melarikan), jadi bukan dengan kemauan anaknya sendiri yang lari dari orang tua tersebut. Jika anak yang belum dewasa dengan kemauannya sendiri melepaskan dirinya dari kekuasaan orang tua atau walinya dan pergi meminta perlindungan kepada orang lain dan orang tersebut menolak untuk menyerahkan kembali anak itu kepada walinya maka tindakan tersebut tidak dapat disebut sebagai tindakan menarik atau mencabut anak yang belum dewasa dari kekuasaan orang tua atau walinya.

5. Tipu daya adalah akal cerdik, muslihat yang dapat memikat atau memasukkan perangkap orang yang ditipu itu.36

Pengertian penculikan tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, hanya saja dalam Pasal 83 undang-undang tersebut dinyatakan sebagai berikut:

“Setiap orang yang memperdagangkan, menjual,atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”

Merujuk pada pasal tersebut, maka unsur-unsur penculikan anak adalah sebagai berikut:

1. Setiap orang

Setiap orang adalah menunjuk kepada seseorang atau pribadi sebagai subyek hukum yang memiliki hak dan kewajiban yang perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

36

(37)

22

2. Memperdagangkan, menjual, atau menculik untuk diri sendiri atau untuk dijual.

3. Anak

Anak yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih di dalam kandungan.

C. Aspek Hukum Rumah Sakit

1. Pengertian dan Fungsi Rumah Sakit

Rumah sakit menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan rawat darurat. Rumah sakit menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Rumah Sakit seluruh Indonesia (PERSI) Bab I Pasal 1 adalah suatu lembaga dan mata rantai Sistem Kesehatan Nasional yang mengemban tugas pelayanan untuk seluruh kesehatan masyarakat.

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan tugas rumah sakit adalah memberikan kesehatan perorangan secara paripurna dan memiliki fungsi sebagai berikut:

a) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

(38)

23

c) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pengaturan penyelenggaraan rumah sakit bertujuan untuk:

a) Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

b) Memberikan perlindungan hukum terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit, dan sumber daya manusia dan rumah sakit.

c) Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.

d) Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, dan sumber daya manusia rumah sakit dan rumah sakit.

2. Jenis-Jenis Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan rujukan, artinya pelayanan rumah sakit, tipe dan tingkat apa pun utamanya melayani rujukan dari berbagai bentuk pelayanan primer atau pelayanan kesehatan dasar seperti puskesmas, klinik, dokter praktik swasta, dan sebagainya.37

a. Rumah sakit berdasarkan jenis penyakit atau masalah kesehatan penderita, dibedakan menjadi:

1) Rumah Sakit Umum (RSU)

Rumah sakit yang melayani segala jenis masalah kesehatan atau penyakit dari masyarakat.

37

(39)

24

2) Rumah Sakit Khusus

Rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

b. Rumah sakit berdasarkan pengelolaannya dikelompokkan menjadi: 1) Rumah sakit publik

Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba, yaitu Badan Layanan Umum (BLU).

2) Rumah sakit privat

Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero.

c. Rumah sakit berdasarkan kepemilikannya dikelompokkan menjadi: 1) Rumah sakit yang dikelola dan dimiliki oleh Departemen Kesehatan; 2) Rumah sakit yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah (RSUD), yaitu

RSUD Provinsi dan RSUD Kabupaten;

3) Rumah sakit yang dikelola dan dimiliki oleh TNI dan POLRI, yaitu RS Angkatan Darat, RS Angkatan Laut, RS Angkatan Udara dan RS Polri; 4) Rumah sakit yang dikelola dan dimiliki oleh Departemen lain dan

BUMN, seperti RS Pertamina, RS PELNI, dan RS Perkebunan;

(40)

25

3. Perizinan Rumah Sakit Tanggung dan Jawab Rumah Sakit

Perizinan rumah sakit diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang menyatakan bahwa setiap penyelenggaraan rumah sakit wajib memiliki izin, yaitu izin mendirikan dan izin operasional. Izin mendirikan rumah sakit adalah izin yang diberikan untuk mendirikan rumah sakit setelah memenuhi persyaratan untuk mendirikan rumah sakit. Izin operasional rumah sakit adalah izin yang diberikan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan setelah memenuhi persyaratan dan standar.

Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis kesehatan di rumah sakit.38 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit memperoleh perlindungan hukum dan tanggung jawab sebagai berikut:

1) Rumah sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada publik yang berkaitan dengan rahasia kedokteran;

2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut rumah sakit dan menginformasikannya melalui media massa dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum;

3) Penginformasian kepada media massa diartikan sebagai bentuk memberikan kewenangan kepada rumah sakit untuk mengungkapkan rahasia kedokteran pasien sebagai hak jawab rumah sakit;

38

(41)

26

4) Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif;

5) Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.

D. Teori Penyebab Kejahatan

Teori berasal dari kata theoria yang dalam bahasa Latin berarti perenungan yang dalam bahasa Yunani berasal dari kata thea yang berarti cara atau hal pandang. Menurut Soetando Wignjosoebroto, teori adalah suatu konstruksi dimana cita atau ide manusia dibangun dengan maksud untuk menggambarkan secara reflektif fenomena yang dijumpai didalam pengalaman.39 Teori-teori kriminologi dapat digunakan untuk menganalisis sebab-sebab terjadinya suatu kejahatan, yaitu:

1. Teori Sendiri (The Self Theories)

Menurut Carl Roger, teori-teori sendiri tentang kriminalitas menitikberatkan pada interpretasi atau penafsiran individu yang bersangkutan. L. Edward Wells memandang banyak bentuk kesulitan emosional dan penyimpangan perilaku sebagai sesuatu yang muncul dari ketidaklayakan yang dihipotesiskan agar terjadi di antara bayangan sendiri dan berbagai permintaan atau keinginan pribadi seperti aspirasi dan harapan-harapan. Pertimbangan sendiri atau perasaan subyektif tentang diri sendiri cenderung akan negatif dan individu akan lebih condong ke

39

(42)

27

arah bentuk-bentuk penyimpangan sebagai jalan untuk membentuk bayangan sendiri.40

2. Teori Kesempatan (Opportunity Theory)

Richard A. Cloward dan Lloyd E. Ohlin dalam bukunya Delinquency and Opportunity berpendapat bahwa munculnya kejahatan dan bentuk-bentuk perilakunya bergantung pada kesempatan, baik kesempatan patuh norma maupun kesempatan penyimpangan norma. Menurut teori kesempatan terdapat hubungan yang kuat antara lingkungan kehidupan, struktur ekonomi dan pilihan perilaku yang mereka perbuat selanjutnya.41

3. Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory)

Pendekatan social learning berpegang pada asumsi bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman kemasyarakatan disertai nilai-nilai dan pengharapannya dalam hidup bermasyarakat. Kejahatan dapat terjadi melalui observational learning (belajar melalui pengamatan). Teori ini menentang bahwa tidak ada tingkah laku jahat yang diwariskan oleh orang tuanya, akan tetapi dipelajari oleh suatu pergaulan yang akrab. Kejahatan bukan lagi sebagai turunan gen atau produk, melainkan suatu proses atau pembelajaran. Robert J. Havighurst mengatakan bahwa kehidupan adalah belajar, begitu juga dengan kejahatan. Kejahatan adalah proses dari pembelajaran dari orang lain. Menurut teori ini, pelaku kejahatan (penjahat) merupakan orang yang bersifat open minded, yaitu orang yang

40

Abintoro Prakoso, op.cit., hlm. 119.

(43)

28

tidak segan-segan untuk menerima informasi baru maupun ide atau gagasan yang berbeda.42

Menurut Abdul Syani43, secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan, yaitu:

1. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal atau terdapat dalam diri si pelaku yang mempengaruhi pelaku untuk melakukan kejahatan, yaitu keinginan dari dalam jiwa pelaku. Keinginan adalah suatu kemauan yang sangat kuat yang mendorong si pelaku untuk melakukan sebuah kejahatan. Misalnya seseorang yang telah menonton suatu adegan atau peristiwa yang secara tidak langsung telah menimbulkan hasrat yang begitu kuat dalam dirinya untuk meniru adegan atau peristiwa tersebut.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri pelaku yang mempengaruhi pelaku untuk melakukan kejahatan, yaitu faktor lingkungan dan ekonomi. Faktor lingkungan adalah faktor diluar diri pelaku yang menyebabkan keadaan, peluang, dan/atau kesempatan untuk melakukan kejahatan. Kesempatan adalah suatu keadaan yang memungkinkan atau memberi peluang atau keadaan yang sangat mendukung untuk terjadinya kejahatan. Faktor lingkungan yang berperan dalam terjadinya kejahatan penculikan bayi di rumah sakit misalnya keamanan rumah sakit yang

42

Yesmil Anwar, op.cit., hlm. 80.

43

(44)

29

lemah, rasa waspada yang rendah dan keadaan-keadaan lainnya yang memungkinkan penculikan bayi dilakukan.

Ekonomi merupakan salah satu faktor penting di dalam kehidupan manusia yang kerap kali muncul sebagai latar belakang seseorang melakukan kejahatan. Desakan ekonomi yang menghimpit dapat membuat seseorang untuk berbuat nekat dengan melakukan kejahatan, seperti yang disebutkan Plato bahwa kemiskinan menjadi bahaya besar bagi jiwa orang karena yang miskin sukar memenuhi kebutuhan hidupnya dan merasa rendah diri sehingga timbul hasrat untuk melakukan kejahatan.44

E. Teori Penanggulangan Kejahatan

Kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat, tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan.45 Atas hal tersebut, diperlukan adanya suatu upaya penanggulangan kejahatan. Menurut G. P. Hoefnagels yang dikutip oleh Barda Nawawi, penanggulangan ditetapkan dengan cara:

1. Penerapan hukum pidana; 2. Pencegahan tanpa pidana;

3. Memengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media.46

Upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat terbagi dua, yaitu lewat jalur penal (hukum pidana) dan jalur nonpenal (bukan atau di luar hukum pidana). Secara kasar dapatlah dibedakan bahwa upaya penanggulangan kejahatan

44

Noach Simanjuntak. 1984. Kriminologi. Bandung: Tarsito, hlm. 53.

45

Saparinah Sadli. 1976. Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang. Jakarta: Bulan Bintang. 1976, hlm. 56.

46

(45)

30

lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif (penindasan) sesudah kejahatan terjadi.47 Penanggulangan kejahatan dengan menggunakan (hukum) pidana atau penal merupakan cara yang paling tua, setua peradaban manusia itu sendiri.48 Penanggulangan kejahatan secara penal dilakukan melalui pemberian sanksi pidana.

Roeslan Saleh yang dikutip oleh Shafruddin, mengemukakan beberapa alasan penggunaan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan, yaitu:

a. Perlu tidaknya hukum pidana tidak terletak pada persoalan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, tetapi terletak pada persoalan seberapa jauh untuk mencapai tujuan itu boleh menggunakan paksaan; persoalannya bukan terletak pada hasil yang akan dicapai, tetapi dalam pertimbangan antara nilai dari hasil itu dan nilai dari batas-batas kebebasan pribadi masing-masing.

b. Ada usaha-usaha perbaikan atau perawatan yang tidak mempunyai arti sama sekali bagi si terhukum; dan disamping itu harus tetap ada suatu reaksi atas pelanggaran-pelanggaran norma yang telah dilakukannya itu dan tidaklah dapat dibiarkan begitu saja.

c. Pengaruh pidana atau hukum pidana bukan semata-mata ditunjukkan pada si penjahat, tetapi juga untuk mempengaruhi orang-orang yang tidak jahat yaitu warga masyarakat yang tidak mentaati norma-norma masyarakat.49

Menurut Nigel Walker yang dikutip oleh Barda Nawawi, dalam menggunakan sarana penal haruslah memperhatikan “prinsip-prinsip pembatas (the limiting principles)”, berupa:

a. Jangan hukum pidana digunakan semata-mata untuk tujuan pembalasan;

b. Jangan menggunakan hukum pidana untuk memidana perbuatan yang tidak merugikan atau tidak membahayakan;

c. Jangan menggunakan hukum pidana untuk mencapai suatu tujuan yang dapat dicapai secara lebih efektif dengan sarana-sarana lain yang lebih ringan;

47

Ibid, hlm. 42.

48

Abintoro Prakoso, op.cit., hlm. 156.

49

(46)

31

d. Jangan menggunakan hukum pidana apabila kerugian atau bahaya yang timbul dari pidana lebih besar daripada kerugian atau bahaya dari perbuatan atau tindak pidana itu sendiri;

e. Larangan-larangan hukum pidana jangan mengandung sifat lebih berbahaya dari perbuatan yang akan dicegah;

f. Hukum pidana jangan memuat larangan-larangan yang tidak mendapat dukungan kuat dari publik.50

Upaya penanggulangan kejahatan secara nonpenal lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan itu terjadi. Upaya penanggulangan secara nonpenal lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan.51

Sarana-sarana untuk menanggulangi kejahatan dengan nonpenal dilakukan dengan penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat melalui pendidikan moral, agama dan sebagainya; peningkatan usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja; kegiatan patrol dan pengawasan lainnya secara kontinyu oleh polisi dan aparat keamanan lainnya. Upaya nonpenal dapat meliputi bidang yang sangat luas diseluruh sektor kebijakan sosial.52 Upaya-upaya nonpenal dapat ditempuh dengan menyehatkan masyarakat lewat kebijakan sosial dan dengan menggali berbagai potensi yang ada di dalam masyarakat itu sendiri.53

50

Barda Nawawi Arief. 2005. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 76.

51

Barda Nawawi Arief. Kebijakan Hukum Pidana, loc. cit.

52

Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung, 1998, hlm. 149.

53

(47)

32

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

(48)

33

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data adalah tempat dari mana data tersebut diperoleh. Dalam penelitian ini data yang diperoleh berdasarkan data lapangan dan data pustaka. Jenis data pada penulisan ini menggunakan dua jenis data, yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber pertama. Dengan demikian data primer merupakan data yang diperoleh dari studi lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penulisan. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan narasumber terkait dengan analisis kriminologis terhadap faktor penyebab dan upaya penanggulangan kejahatan penculikan bayi di rumah sakit.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dengan melakukan studi dokumen, arsip, dan literatur-literatur dengan mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis, konsep-konsep dan pandangan-pandangan, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan analisis kriminologis terhadap kejahatan penculikan bayi di rumah sakit.

Jenis data sekunder dalam penulisan penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuataan hukum yang mengikat. Dalam penelitian ini, terdiri dari:

(49)

34

b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Undang-Undang Hukum Pidana.

c) Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

e) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. f) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya

dengan bahan hukum primer dan dapat membantu dalam menganalisis serta memahami bahan hukum primer, seperti literatur dan norma-norma yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini. 3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, media massa, artikel, makalah, jurnal dan lain-lain yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.54

C. Penentuan Narasumber

Narasumber yang dijadikan responden dalam penelitian ini sebagai berikut:

54

(50)

35

1. Polisi unit PPA Polresta Bandar Lampung = 1 orang 2. Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang = 1 orang 3. Koordinator Program LAdA Bandar Lampung = 1 orang 4. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum

Universitas Lampung = 1 orang+

= 4 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan (library research), yaitu data yang diperoleh berdasarkan studi kepustakaan baik dari bahan hukum primer berupa undang-undang dan peraturan pemerintah maupun bahan hukum sekunder berupa penjelasan bahan hukum primer, dilakukan dengan cara mencatat dan mengutip buku dan literatur maupun pendapat para sarjana ahli hukum lainnya yang berhubungan dengan penulisan ini.

(51)

36

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengolah data primer dan data sekunder yang diperoleh dengan menggunakan metode sebagai berikut:

a. Editing, yaitu data yang diperoleh kemudian diperiksa untuk diketahui apakah masih terdapat kekurangan ataupun apakah data tersebut sesuai dengan penulisan yang akan dibahas.

b. Sistematisasi, yaitu data yang diperoleh dengan dan telah diediting kemudian dilakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistematis.

c. Klasifikasi data, yaitu penyusunan data dilakukan dengan cara mengklasifikasi, menggolongkan dan mengelompokkan masing-masing data pada tiap-tiap pokok bahasan secara sistematis sehingga mempermudah pembahasan.

E. Analisis Data

(52)

72

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan yang dikemukakan sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor penyebab kejahatan penculikan di rumah sakit adalah faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri pelaku, berupa keinginan untuk memiliki anak dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri pelaku berupa ekonomi dan lingkungan. Seperti kasus yang terjadi RS Hasan Sadikin, Bandung dimana pelaku menculik bayi karena mengaku hamil agar kekasihnya menikahi pelaku yang adalah seorang janda. Penculik bayi di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo menculik bayi agar orangtuanya menyetujui hubungannya dengan kekasihnya karena pelaku pernah hamil tapi keguguran.

(53)

73

keadaan untuk melakukan kejahatan, yaitu lokasi penempatan bayi, keamanan rumah sakit yang lemah, dan rasa waspada yang rendah. Sedangkan faktor ekonomi adalah faktor penyebab kejahatan karena adanya desakan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Penculikan bayi yang didasari motif ekonomi menjurus pada tindak pidana perdagangan orang untuk praktik adopsi ilegal. Seperti yang terjadi di RS Ibu dan Anak (RSIA) Siti Zahroh, Bekasi dan RSUD Ketileng, Semarang.

2. Upaya penanggulangan kejahatan penculikan bayi di rumah sakit dilakukan dengan upaya penal dan nonpenal. Upaya nonpenal yang bersifat preventif dilakukan untuk menutup celah yang ada di diri pelaku dan lingkungan untuk melakukan kejahatan penculikan bayi di rumah sakit dengan membuat aturan-aturan baru terkait standar operasional prosedur rumah sakit sehingga keamanan rumah sakit dan bayi serta keluarganya dapat terjaga, berupa perbaikan sistem keamanan rumah sakit dengan memasang CCTV di lokasi-lokasi rumah sakit yang strategis khususnya di ruang bayi, penempatan petugas keamanan di pintu masuk rumah sakit, pemakaian kartu identitas petugas rumah sakit, serta pengamanan khusus ruang bayi.

(54)

74

diatur dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Seperti pada kasus penculikan bayi yang terjadi di RS. dr. Soeselo, pelaku dijatuhi pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta) subsider 2 (dua) bulan pidana kurungan. Sementara itu Sulastri Maleng, pelaku penculikan bayi di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo divonis hakim dengan hukuman 4 (empat) tahun penjara, denda Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta) subsider 1 (satu) bulan pidana kurungan. Pelaku penculikan di RS Hasan Sadikin, Bandung divonis hakim dengan pidana 4 (empat) tahun penjara dan denda Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta) subsider 2 (bulan) bulan pidana kurungan.

B. Saran

Penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis guna untuk mengetahui faktor penyebab dan upaya penanggulangan kejahatan penculikan bayi di rumah sakit, penulis memberikan saran sebagai berikut:

(55)

75

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Literatur:

Andrisman, Tri. 2013. Hukum Peradilan Anak. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Anwar, Yesmil. 2013. Kriminologi. Refika Aditama. Bandung.

Firganefi dan Deni Achmad. 2013. Buku Ajar Hukum Kriminologi. PKK-PUU Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hamzah, Andi. 2009. Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP. Sinar Grafika. Jakarta.

---. 2007. Terminologi Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta.

Kaligis, O. C. 2009. Antologi Tulisan Ilmu Hukum. PT. Alumni Bandung. Bandung.

Muladi dan Barda Nawawi. 1998. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Muhammad, Mustofa. 2013. Metodologi Penelitian Kriminologi. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Nawawi Arief, Barda. 2008. Kebijakan Hukum Pidana. Bunga Rampai. Jakarta. ---. 2005. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan

Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika & Hukum Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Prakoso, Abintoro. 2013. Kriminologi dan Hukum Pidana. Laksbang Grafika.

(57)

Sadli, Saparinah. 1976. Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang. Bulan Bintang. Jakarta.

Santoso, Topo. 2001. Kriminologi. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Saraswati, Rika. 2009. HukumPerlindunganAnak.PT CitraAdityaBakti. Bandung. Shafruddin. 1998. Politik Hukum Pidana. Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Simanjuntak, Noach. 1984. Kriminologi. Tarsito. Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1986. Penelitian Hukum Normatif. Rajawali Press. Jakarta. Soesilo, R. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Politea. Bogor. Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta. Ghalia

Indonesia.

Syani, Abdul. 1987. Sosiologi Kriminalitas. Ramadja Karya. Bandung.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Triwibowo, Cecep. 2014. Etika dan Hukum Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta.

Undang-Undang:

Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

(58)

Penelusuran Internet:

(Artikel berita http://m.tempo.co, akses 10 September 2014, 19:50 WIB).

(Artikel berita http://news.okezone.com, akses 10 September 2014, 20:05 WIB). (Artikel berita http://www.lodaya.web, akses 10 September 2014, 20:13 WIB). (Artikel berita http://tekno.kompas.com, akses 10 September 2014, 20:22 WIB). (Artikel berita http://www.news.liputan6.com, akses 17 Oktober 2014, 12:36

WIB).

(Artikel berita http://Pshk.or.id, akses 17 Oktober 2014, 12:43 WIB).

(Artikel berita http://wandahamidah.blog.detik.com, akses 24 Oktober 2014, 14:50 WIB).

(Artikel berita http://komnaspa.wordpress.com, akses 24 Oktober 2014, 15:00 WIB).

(Artikel berita http://www.lean-Indonesia.com, akses 15 Februari 2015, 17:00 WIB).

(Artikel berita http://tekno.kompas.com, akses 20 Februari 2015, 16:04 WIB). (Artikel berita http://regional.kompas.com, akses 20 Februari 2015, 22:05 WIB). (Artikel berita http://news.liputan6.com, akses 21 Februari 2015, 08.22 WIB). (Artikel berita http://megapolitan.kompas.com, akses 21 Februari 2015, 10:10

WIB).

(Artikel berita http://megapolitan.kompas.com, akses 21 Februari 2015, 10:20 WIB).

(Artikel berita http://harapanrakyat.com, akses 21 Februari 2015, 13:18 WIB). (Artikel berita http://news.okezone.com, akses 21 Februari 2015, 20:05 WIB). (Artikel berita http://trans7.co.id/redaksisoretrans7, akses 22 Februari 2015, 16:22

Referensi

Dokumen terkait

This thesis focuses on the character analysis of Pak Dogol and Wak Long as clowns in wayang kulit Kelantan. The three objectives of this thesis are: 1) to explore the

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa penerapan tutor sebaya disertai topical review dapat meningkatkan proses pembelajaran dari aspek

(4) perbedaan hasil belajar fisika antara siswa yang diberikan umpan balik tes formatif segera dengan siswa yang diberikan umpan balik tes formatif tertunda,

C.2 Peran Metode Hypnoteaching untuk meningkatkan motivasi Belajar dalam pembelajaran IPS.... Megannuary Ruchwanda Putra Sae, 20155. Penerapan Metode HypnoTeaching Untuk

Afrianto dan Peningkatan suhu akan mempercepat laju respirasi dan dengan demikian laju penggunaan oksigen juga meningkat Hal tersebut dapat dibuktikan adanya nilai

Penanda penggunaan fitur tindak tutur perempuan dalam wujud tuturan memuji langsung imperatif ditinjau dari fitur yang digunakan, yaitu (1) superpolite form dan (2) tag

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah

setelah sampai di Perpustakafe milik kerjasama aku dan kedua tmanku yang tergabung dalam AII COLLECTION (nama dari 3 orang pmilik perpustakafe), kami membuat minuman sendiri