• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFIKASI JAMUR Beauveria bassiana PADA PENGGEREK BUAH KOPI (Hypthenemus hampei) DARI SUMBERJAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFIKASI JAMUR Beauveria bassiana PADA PENGGEREK BUAH KOPI (Hypthenemus hampei) DARI SUMBERJAYA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

EFIKASI JAMUR Beauveria bassiana

PADA PENGGEREK BUAH KOPI (Hypthenemus hampei) DARI SUMBERJAYA

Oleh NIA MARLENI

Produksi kopi pada tiga tahun terakhir mengalami penurunan dikarenakan

gangguan hama yang sangat merugikan. Hama utama dari perkebunan kopi adalah Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei). Hama ini sulit dikendalikan dengan insektisida kimiawi karena hampir seluruh stadium perkembangan serangga hama ini berada di dalam buah kopi. Salah satu alternatif pengendalian yang diharapkan efektif adalah pengendalian hayati menggunakan jamur Beauveria bassiana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi isolat jamur B. bassiana pada penggerek buah kopi (H. hampei) dari Sumberjaya dan Tegineneng pada skala laboratorium. Dua pengujian terpisah dilakukan di laboratorium, yaitu pengujian isolat jamur dari Sumberjaya dan Isolat dari Tigeneneng. Masing-masing pengujian menggunakan lima perlakuan yaitu kontrol (air steril), suspensi jamur pada berbagai tingkat pengenceran dari

konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi secara berurutan yaitu P1, P2, P3, dan P4.

(2)

dengan Oktober 2012 di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Lampung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamur B. bassiana isolat

Tegineneng dan Sumberjaya dapat mematikan H. Hampei. Kerapatan spora jamur Beauveria bassiana baik isolat dari Tegineneng maupun dari Sumberjaya mempengaruhi mortalitas kumbang PBKo (H.hampei). Semakin tinggi kerapatan spora maka mortalitas H.hampei semakin tinggi dengan slope mortalitas 6,3% untuk jamur isolat Tegineneng, dan 3,2% untuk isolat Sumberjaya. Virulensi jamur B.bassiana isolat Tegineneng mencapai 11% dengan periode letal 9 hari, dan B. bassiana isolat Sumberjaya sebesar 8% dengan periode letal 11 hari.

(3)

EFIKASI JAMUR

Beauveria bassiana

PADA PENGGEREK BUAH KOPI (

Hypothenemus hampei

)

DARI SUMBERJAYA

Oleh

Nia Marleni

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

Judul Skripsi :

EFIKASI JAMUR

Beauveria

bassiana

PADA PENGGEREK BUAH

KOPI (

Hypothenemus hampei

) DARI

SUMBERJAYA

Nama Mahasiswa : Nia Marleni Nomor Pokok Mahasiswa : 0814013188

Jurusan : Agroteknologi

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Gede Swibawa, M.S. Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc. NIP 19601003 198603 1 003 NIP 19620107 198603 2 001

2. Ketua Jurusan

(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. I Gede Swibawa, M.S. . . .

Sekertaris : Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc. . . .

Penguji

Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Ir. F.X. Susilo, M.Sc. . . .

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.

NIP. 19610826 198702 1 001

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 18 Maret 1991, sebagai anak tunggal dari pasangan Bapak Agusman A.Md dan Ibu Dra. Nehlah. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari SD Negri 1 Baradatu sampai dengan kelas 2 SD, kemudian menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negri 1 Tanjung Senang Bandar Lampung dan lulus tahun 2002. Penulis menyelesaikan

pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Al – Kautsar Bandar Lampung. Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negri 10 Bandar Lampung. Setelah menyelesaikan studinya, pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Agroteknologi, Fakultas

Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Nasional).

(7)
(8)

Ilmu itu didapati dengan lidah yang gemar bertanya

dan akal yang suka berfikir

“Lombong emas dalam diri kamu adalah fikiran kamu.

Kamu dapat menggalinya sedalam-dalamnya dan

sepuas-puas yang kamu inginkan.”

(Abdullah Mansur M.H)

Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara. Bisa

jadi anda rasakan dalam semenit, sejam, sehari, atau

setahun. Namun jika menyerah, rasa sakit itu akan

terasa selamanya

(9)

Persembahan

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, kupersembahkan karya kecilku

ini kepada :

1.

Ibunda dan Ayahanda tercinta,

motivator terbesar dalam

hidupku yang tak pernah jemu

mendo’akan dan menyayangiku,

atas semua pengorbanan dan

kesabaran mengantarku sampai

kini. Tak pernah cukup ku

membalas cinta ayah bunda

padaku.

2.

Sahabat

sahabatku yang

(10)

3.

Almamater Tercinta,

(11)

SANWACANA

Puji syukur penulis ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efikasi Jamur

Beauveria bassiana pada Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampeiI) dari Sumberjaya”. Shalawat serta salam semoga senantiasa selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para sahabat, keluarga, dan pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.

Penulis telah banyak menerima bantuan, dukungan, dan bimbingan dari beberapa pihak dalam melaksanakan penelitian hingga menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati sebagai wujud rasa hormat dan penghargaan atas segala bantuan, penulis mengucapkan terima kasih kepada 1. Bapak Dr. Ir. I Gede Swibawa, M.S., selaku pembimbing utama yang telah

membantu memberikan ide, bimbingan, motivasi, arahan, dan saran selama penelitian sampai dengan penyelesaian skripsi ini dengan penuh kesabaran; 2. Ibu Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc., selaku pembimbing kedua yang telah

(12)

3. Bapak Prof. Dr. Ir. F.X. Susilo, M.Sc., selaku dosen penguji yang telah membantu memberikan kritik dan saranya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

4. Ibu Ir. Herawati Hamim, M.P., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasihat, saran dan membimbing penulis selama ini;

5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian;

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

7. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian khususnya jurusan Agroteknologi yang telah membekali penulis dengan ilmu serta memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi selama mengikuti perkuliahan;

8. Kedua orang tua penulis, Bapak Agusman A.Md dan Ibu Dra. Nehlah., yang telah membesarkan penulis dengan cinta kepada-Nya, dengan pengorbanan yang tak ternilai, yang selalu memberikan motivasi dan dorongan baik secara moral amupun materil serta selalu mendoakan setiap langkah kehidupan penulis, semoga Allah senantiasa melindungi, merahamati, dan memuliakan Ibu dan Ayah tersayang;

9. Teman seperjuangan selama penelitian Josua Aeng Raya, atas kerjasama dan semangat yang diberikan;

(13)

11. Kedua sahabatku Annisa Rahmasuri dan Intan Nuraini S.P., yang selalu ada saat suka maupun duka, terimakasih atas persahabatan, kebersamaan, dan keceriaan yang telah terjalin selama ini dengan penulis;

12. Teman-teman seperjuangan Weni Septiana S.P, Risky Ramadhana, Yurres S.W, Devira Janu Ajani, Zaka Saputra, G.A. Oka, Erwan Erdianto, Ayu Sekar Sari, Herlina Levilia, Tria Sita Febriana dan Yunita Fitri serta teman-teman Agroteknologi 2008 dan 2009 yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya, terimakasih atas kebersamaan dan berbagi pengalaman kepada penulis;

13. Keluarga kecil „LIA’, Mr. Novan „babe’, Tika, mas Anggar, Tata, Uti, mba Sianty, mb Mona, kak Harry, Tomi, Helda, mba Ndy, atas kebersamaan dan keceriaan bersama kalian;

14. Seseorang yang saya hormati, terima kasih atas perhatian, kesabaran, dukungan baik tenaga maupun pikiran yang selama ini diberikan kepada penulis;

Penulis selalu berharap semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat serta memberkahi mereka atas kebaikan yang diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semuanya, Amin.

Bandar Lampung, April 2013 Penulis

(14)
(15)

ii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1 Mortalitas Hypothenemus hampei ... 19

4.2 Periode Letal dan Virulensi Jamur Beauveria bassiana ... 23

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

5.1 Kesimpulan ... 27

5.2 Saran ... 27

PUSTAKA ACUAN ... 28

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Periode letal dan virulensi isolat Beauveria bassiana

Tegineneng pada kumbang Hypothenemus hampei. ... 24 2. Periode letal dan virulensi isolat Beauveria bassiana

Sumberjaya pada kumbang Hypothenemus hampei. ... 25 3. Periode letal dan virulensi isolat B.bassiana Tegineneng P4. .... 32

4. Periode letal dan virulensi isolat B.bassiana Tegineneng P3. .... 32

5. Periode letal dan virulensi isolat B.bassiana Tegineneng P2. .... 33

6. Periode letal dan virulensi isolat B.bassiana Tegineneng P1. .... 33

7. Virulensi isolat Beauveria bassiana Tegineneng. ... 34 8. Homogenitas virulensi isolat Beauveria bassiana

Tegineneng. ... 34 9. Analisis ragam virulensi isolat Beauveria bassiana

Tegineneng. ... 34 10. Periode letal isolat Beauveria bassiana Tegineneng. ... 35 11. Homogenitas periode letal isolat Beauveria bassiana

Tegineneng. ... 35 12. Analisis ragam periode letal isolat Beauveria bassiana

Tegineneng. ... 35 13. Mortalitas total Hypothenemus hampei isolat

(17)

iv

14. Analisis regresi total mortalitas Hypothenemus hampei

isolat Beauveria bassina Tegineneg. ... 36 15. Periode letal dan virulensi isolat Beauveria bassiana

Sumberjaya P4. ... 36

16. Periode letal dan virulensi isolat Beauveria bassiana

Sumberjaya P3. ... 37

17. Periode letal dan virulensi isolat Beauveria bassiana

Sumberjaya P2. ... 37

18. Periode letal dan virulensi isolat Beauveria bassiana

Sumberjaya P1. ... 38

19. Virulensi isolat Beauveria bassiana Sumberjaya. ... 38 20. Homogenitas virulensi isolat Beauveria bassiana

Sumberjaya. ... 39 21. Analisis ragam virulensi isolat Beauveria bassiana

Sumberjaya. ... 39 22. Periode letal isolat Beauveria bassiana Sumberjaya. ... 39 23. Homogenitas periode letal isolat Beauveria bassiana

Sumberjaya. ... 40 24. Analisis ragam periode letal isolat Beauveria bassiana

Sumberjaya. ... 40 25. Mortalitas total Hypothenemus hampei isolat

Beauveria bassiana Sumberjaya. ... 40 26. Analisis regresi total mortalitas Hypothenemus hampei

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Hubungan kerapatan spora Beauveria bassiana Tegineneng

dengan mortalitas Hypothenemus hampei (%), data kerapatan spora

ditransformasi ke log 10. ... 20 2. Hubungan kerapatan spora Beauveria bassiana Sumberjaya

dengan mortalitas Hypothenemus hampei (%), data kerapatan spora

ditransformasi ke log 10. ... 21

3. Pengambilan sampel kopi dari Sumber Jaya yang terserang Hypothenemus hampei dan terinfeksi jamur Beauveria bassiana

di kebun I. ... 42 4. Kondisi kebun I di Sumber Jaya. ... 42 5. Kondisi kebun II di Sumber Jaya. ... 42 6. Sampel kopi dari Sumber Jaya Hypotnemus hampei yang

terserang Beauveria bassiana. ... 43 7. Hasil Identifikasi Jamur Beauveria bassiana dari sampel

kopi asal Sumber Jaya. ... 43

8. Reisolasi jamur Beauveria bassiana dari Sumber Jaya. ... 43 9. Hasil Peremajaan Biakkan jamur Beauveria bassiana dari

Tegineneng. ... 44 10. Isolat Beauveria bassiana asal Sumber Jaya. ... 44 11. Konidia Beauveria bassiana. ... 44 12. Hypothenemus hampei yang mati terserang B.bassiana

Tegineneng. ... 45 10.Hypothenemus hampei yang mati terserang B.bassiana

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data tiga tahun terakhir pada Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia menunjukkan bahwa terjadi penurunan ekspor kopi yaitu 478.025 ton pada tahun 2009 tahun 2010 sebanyak 447.494 ton dan tahun 2011 sebanyak 352.007 ton. Negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia adalah Jerman, Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan dan Italia. Ekspor kopi Indonesia hampir seluruhnya dalam bentuk biji kering dan hanya sebagian kecil (< 0,5%) dalam bentuk hasil olahan (Anonim, 2010). Selain sebagai komoditi ekspor, kopi juga merupakan komoditi yang dikonsumsi di dalam negeri (Najiyati dan Danarti, 2001).

(20)

2

Hama penggerek buah kopi (H. hampei) atau PBKo merupakan hama utama yang sangat merugikan petani kopi di Indonesia. Hama ini dilaporkan menyerang seluruh pertanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan. Persentase serangan dapat mencapai 30-60 % yang menyebabkan kehilangan hasil serta penurunan mutu produksi (Sese et al., 2011). Tingkat kerusakan buah kopi robusta akibat

serangan hama ini di Lampung berkisar 28-32% (Swibawa dan Sudarsono, 2011).

Pengendalian secara kimia yang ditujukan terhadap hama H. hampei pada umumnya tidak efektif karena hampir seluruh stadium perkembangan serangga hama ini berada di dalam buah kopi. Di samping itu, petani mengalami kendala dalam aplikasi insektisida karena pada umumnya ketinggian pohon kopi melebihi tinggi manusia. Aplikasi insektisida kimia yang terus menerus juga dapat mendatangkan masalah-masalah baru yang lebih rumit dan sulit diselesaikan, seperti resistensi, resurgensi, munculnya hama baru, tercemarnya lingkungan hidup, dan teracuninya binatang ternak bahkan manusia (Untung, 2001).

Salah satu alternatif pengendalian hama H. hampei adalah pengendalian secara hayati. Pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan penggunaan agensia pengendali hayati seperti jamur entomopatogen. Keberhasilan pemanfaatan jamur entomopatogen sebagai agen pengendali hayati hama di lapangan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Paling tidak ada tiga faktor yang mempengarui keberhasilan tersebut diantaranya yaitu patogen, inang, dan lingkungan ( Robert dan Yendol, 1971 dalam Irianti et al., 2001).

(21)

3

kedua jenis jamur tersebut yang banyak digunakan adalah jamur B. Bassiana. Aplikasi patogen ini dilakukan dengan menyemprotkan suspensi jamur ke buah kopi (Arifin, 2011). Kelebihan jamur entomopatogen B. bassiana adalah kapasitas reproduksi tinggi, siklus hidup pendek, relatif aman, bersifat selektif, kompatibel dengan beberapa jenis insektisida dan mudah diproduksi.

Survei Maharani (2012) pada ekosistem perkebunan kopi agroforesti kompleks di Sumberjaya menunjukkan bahwa sebanyak 45,79% buah kopi yang terserang PBKo terindikasi adanya kumbang PBKo terinfeksi jamur entomopatogen. Sedangkan pada ekosistem kopi agroforesti sederhana terdapat sebanyak 27,23%. Jamur entomopatogen tersebut menunjukkan ciri-ciri jamur B.bassiana, yaitu H. hampei yang terserang ditumbuhi oleh jamur berwarna putih dan berbentuk seperti tepung.

Isolat jamur entomopatogen tersebut berpotensi untuk dikembangkan sebagai agensia pengendali hayati H. hampei pada tanaman kopi. Namun demikian , jamur patogen H. hampei tersebut belum diketahui tingkat patogenisitasnya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menguji isolat jamur tersebut untuk mengetahui efikasi atau kemampuan patogen dalam menimbulkan kematian pada serangga sasaran.

1.2 Tujuan Penelitian

(22)

4

1.3 Kerangka Pemikiran

Pengendalian hama dengan insektisida kimia telah menimbulkan banyak masalah lingkungan, yaitu tercemarnya tanah dan air, rendahnya kepekaan serangga terhadap insektisida kimia, munculnya hama sekunder yang lebih berbahaya, dan bahaya keracunan pada manusia yang melakukan kontak langsung dengan insektisida kimia. Salah satu alternatif pengendalian hama yang cukup potensial sebagai pengganti insektisida kimiawi adalah penggunaan entomopatogen , seperti jamur B. bassiana. Mekanisme infeksi jamur ini yang secara kontak melalui kutikula dan tidak perlu tertelan oleh serangga,

menyebabkan B. bassiana menjadi kandidat utama untuk digunakan sebagai agen pengendalian berbagai spesies serangga hama, baik yang hidup pada kanopi tanaman maupun yang di dalam tanah. Rata-rata patogenisitas B. bassiana terhadap hama sasaran cukup tinggi, sehingga pemanfaatannya dalam

pengendalian serangga hama perkebunan cukup tinggi (Soetopo dan Indriyani, 2007).

(23)

5

Jamur B. bassiana diketahui dapat menginfeksi beberapa ordo serangga (Shepard et al.,1995). Selain itu, jamur B. bassiana memiliki sifat-sifat yang

menguntungkan, antara lain mudah diproduksi, kapasitas reproduksi tinggi, siklus hidup singkat, spora dapat bertahan di alam, relatif aman, dan kemungkinan terjadinya resistensi pada hama sasaran sangat kecil (Pusposendjojo, 1993 dalam Prihartati 2006).

Hasil penelitian Nuryanti (1991) menunjukkan bahwa mortalitas hama H. hampei yang dikendalikan dengan jamur B. bassiana yang diisolasi dari kumbang sejenis adalah sebanyak 49,63 %. Di Colombia diketahui bahwa pengendalian alami B.bassiana dapat menyebabkan kematian H. hampei dewasa sebanyak 80 %. Dari temuan ini disimpulkan bahwa jamur ini adalah faktor biotik terluas

penyebab kematian untuk H. hampei di negara tersebut (Manferd dan Bergleiter, 2003).

Tingkat kerapatan spora B. bassiana mempengaruhi persentase mortalitas H. hampei . Hasil penelitian tingkat laboratorium (Irianti et al.,2001) menunjukkan bahwa kerapatan 6 x 107 spora/ml menyebabkan mortalitas H. hampei sebanyak 56 %, sedangkan dengan kerapatan spora 2 x 107 per ml hanya menyebabkan mortalitas 27 %.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(24)

6

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kopi (Coffea spp.)

Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tingkat konsumsi kopi dalam negeri berdasarkan hasil survei LPEM UI tahun 1989 adalah sebesar 500 gram/kapita/tahun. Dewasa ini kalangan pengusaha kopi

memperkirakan tingkat konsumsi kopi di Indonesia telah mencapai 800

gram/kapita/tahun. Dengan demikian dalam kurun waktu 20 tahun peningkatan konsumsi kopi telah mencapai 300 gram/kapita/tahun. Negara tujuan ekspor adalah negara-negara konsumen tradisional seperti USA, negara-negara Eropa dan Jepang (AEKI, 2011).

Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang, dan tingginya dapat mencapai 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak

(26)

8

kelopak dan mahkota akan membuka, kemudian segera terjadi penyerbukan. Setelah itu, bunga akan berkembang menjadi buah. Waktu yang diperlukan sejak terbentuknya bunga hingga buah menjadi matang sekitar 6 – 11 bulan, tergantung jenis kopi dan faktor lingkungan. Bunga kopi biasanya akan mekar pada awal musim kemarau. Dengan demikian, di akhir musim kemarau telah berkembang menjadi buah yang siap dipetik (Najiyati dan Danarti, 2001)

Buah kopi memiliki dua biji yang posisinya berhadapan satu sama lain dan disatukan oleh kulit yang berwarna merah ketika masak, mengandung pulp yang rasanya manis. Setiap biji tersebut endospermnya terselubung oleh kulit tanduk (parchment) yang keras (Rothfos, 1980 dalam Susilo 2008). Ukuran biji tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi curah hujan saat pembentukan biji, pada daerah yang memiliki tipe curah hujan tinggi ukuran biji lebih besar dibandingkan dengan daerah-daerah kering (Susilo,2008).

2.2 Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei)

Di beberapa perkebunan kopi banyak terdapat gangguan pada tanaman kopi yang sangat merugikan. Gangguan tersebut kebanyakan disebabkan oleh hama. Salah satu hama utama yang menyerang tanaman kopi adalah penggerek buah kopi atau PBKo (H.hampei) (Najiyati dan Danarti, 2001).

(27)

9

tidak dilakukan tindakan pengendalian secara tepat. Tingkat serangan sebesar 20% dapat mengakibatkan penurunan produksi sekitar 10% (Puslitkoka, 2009). Penggerek buah kopi (H. hampei) adalah kumbang berbadan bulat dengan kepala berbentuk segitiga yang ditutupi oleh rambut-rambut halus. Kumbang H. hampei mengalami 4 tahap perkembangan, yaitu telur, larva, pupa dan imago yang memerlukan waktu selama 25-35 hari. Seekor betina dewasa dapat menghasilkan telur sebanyak 37 butir. Stadia telur selama 5-9 hari. Telur diletakkan di dalam biji kopi, menetas dan berkembang di dalamnya sampai buah kopi matang, baik yang masih di pohon maupun yang gugur di tanah. Serangga betina dewasa yang siap bertelur, aktif pada sore hari antara pukul 16.00-18.00 dan dapat terbang sejauh 350 m. Serangga jantan tinggal dalam biji kopi karena tidak dapat terbang. Telur yang telah menetas akan menjadi larva berwarna putih, stadia larva selama 10-21 hari. Larva mengalami fase istirahat (pre pupa) selama 2 hari sebelum menjadi pupa. Stadia pupa berlangsung selama 4-6 hari tetapi ada kalanya sampai 8 hari. Imago hama H. hampei berwarna hitam coklat atau hitam mengkilap, dengan ukuran panjang 1,2-1,7 mm dan lebar 0,6-0,7 mm. Serangga dewasa betina dapat hidup selama 156-282 hari, sedangkan serangga jantan selama 103 hari. Serangga betina selanjutnya membuat lubang pada ujung buah (discus) untuk meletakkan telurnya di dalam biji kopi ( Astuti, 2011).

(28)

10

berkembang biak di dalam biji. Akibatnya, biji menjadi berlubang - lubang, cacat dan busuk (Pracaya,2007).

Hama H. hampei dapat dikendalikan dengan bebagai cara. Salah satu teknik pengendalian hama ini adalah pengendalian hayati. Pengendalian hayati dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami seperti predator, patogen dan parasitoid. Pengendalian hayati dapat dilakukan secara alamiah maupun terapan. Pengendalian secara alamiah dapat terjadi apabila musuh alami dapat bekerja dengan sendirinya karena musuh alami tersebut sudah hidup di ekosistem tersebut. Sedangkan pengendalian hayati terapan adalah pengendalian dengan memperbanyak musuh alami secara massal di laboratorium kemudian dilepaskan di pertanaman. Pengendalian hayati memiliki beberapa keunggulan antara lain: (1) aman terhadap lingkungan dan organisme nir-sasaran sehingga tidak

menimmbulkan pencemaran lingkungan, (2) relatif bersifat permanen dan

pengaruhnya dapat berganda, dan (3) jika musuh alami sudah berkembang di alam maka pengendalian ini akan lebih ekonomis (Hasibuan, 2003).

2.3 Beauveria bassiana

2.3.1 Taksonomi, Morfologi dan Biologi

(29)

11

Jamur B. bassiana mempunyai beberapa nama yaitu B. stephanoderis (Bally) Petch., Botrytis bassiana (Balsamo), dan Botrytis stephanoderis (Bally). Jamur ini mempunyai miselia yang bersekat dan berwarna putih, dan bila menginfeksi ke dalam tubuh serangga, maka jamur ini terdiri atas banyak sel, dengan diameter 4 µm, dan di luar tubuh serangga ukurannya lebih kecil yaitu 2 µm ( Talanca, 2005).

B. bassiana menyerang jaringan yang lunak dan cairan tubuh inangnya, kemudian tumbuh keluar dari tubuh inangnya. Spora B.bassiana terlihat seperti kapur putih pada tubuh wereng batang coklat atau kepinding padi (Shepard etal. ,1995).

2.3.2 Virulensi

Periode inkubasi atau periode letal adalah banyaknya waktu yang dihitung sejak aplikasi sampai serangga mengalami kematian. Virulensi merupakan kemampuan patogen dalam menimbulkan penyakit pada serangga inang. Tingkat virulensi dipengaruhi oleh lingkungan, jika lingkungan mendukung maka virulensi akan tinggi dan sebaliknya, jika lingkungan tidak mendukung maka virulensi akan rendah. Patogen yang mempunyai virulensi tinggi umumnya memiliki masa inkubasi yang pendek dan dapat membunuh inangnya dengan cepat ( Tanada dan Kaya,1993 dalam Prihartati 2006 ).

(30)

12

sehingga menyebar ke seluruh tubuh serangga. Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Di dalam tubuh serangga B. bassiana memperbanyak diri dan memproduksi toksin

Beauverisin. Toksin inilah yang merusak struktur membran sel, sehingga serangga mati (Riyatno dan Suntoro, 1991 dalam Talanca 2005), juga merusak fungsi utama haemolimfa dan menyebabkan perubahan inti dan mempengaruhi

perpindahan sel dalam deretan sel (Tanada dan Kaya, 1983 dalam Talanca 2005).

Hasil penelitian Hosang (1996) menunjukkan bahwa konsentrasi konidia jamur B. bassiana yang dapat digunakan untuk mengendalikan larva Brontispa longissima di lapangan adalah 5 x 103 konidia/µl dan 5 x 104 konidia/µl yaitu sebesar 35 % dan 38,75% sedangkan untuk imago dengan konsentrasi konidia 5 x 105

konidia/µl yaitu sebesar 73,75%. Dengan demikian konsentrasi efektif untuk mengendalikan hama tersebut di lapangan adalah konsentrasi 5 x 105 konidia/µl yang dapat menyebabkan mortalitaas tertinggi pada imago.

(31)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel buah kopi penelitian dilakukan pada perkebunan kopi rakyat di Sumberjaya. Kumbang penggerek buah kopi (H. hampei) diambil dan

dikumpulkan dari buah-buah kopi yang terserang hama tersebut. Isolat jamur B. bassiana dari Sumberjaya didapatkan dari buah kopi yang terserang H. hampei dan kemudian diisolasi serta dibiakkan di laboratorium. Isolat B.bassiana asal Tegineneng didapatkan dari Laboratorium Pengendalian Hayati Hama dan Penyakit Perkebunan di Tigeneneng yang belum diketahui asal serangga inangnya. Isolasi dilakukan secara aseptik di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Petanian, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Oktober 2012.

3.2 Bahan dan Alat

(32)

14

penelitian ini adalah pisau/cutter, spidol, gunting, cawan petri, laminar air flow, bunsen, pinset, nampan plastik, gelas plastik, rotamixer, autoklaf, jarum ose, tabung reaksi, labu erlenmeyer, labu ukur, haemositometer, mikropipet, mikroskop majemuk, danstoples plastik.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakutas Pertanian Universitas Lampung. Dua pengujian terpisah dilakukan yaitu, pengujian isolat jamur dari Sumberjaya dan isolat dari Tigeneneng. Masing-masing pengujian menggunakan lima perlakuan yaitu kontrol (air steril), suspensi jamur pada tingkat pengenceran P1,P2, P3, dan P4. Satuan percobaan disusun

menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 3 kelompok. Pengelompokan berdasarkan waktu aplikasi yang berbeda-beda. Jumlah serangga uji setiap satuan percobaan adalah 20 ekor kumbang H. hampei dewasa yang diambil langsung dari buah-buah kopi terserang di lapangan.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pengambilan Serangga Uji

(33)

15

3.4.2 Pembuatan Media SDA

Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) adalah media yang mengandung pepton dan kasein di dalamnya. Bahan yang digunakan untuk membuat 1 liter media ini dibutuhkan 40 gr gula pasir, 14 gr agar batang, 5 gr pepton, 10 gr kasein dan 1 liter air destilata. Semua bahan dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer

kemudian ditutup menggunakan alumunium foil, serta dikencangkan dengan karet gelang dan dibungkus plastik tahan panas. Selanjutnya, semua bahan yang telah dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer disterilkan selama + 2 jam dengan tekanan 1 atm pada suhu 121oC , kemudian didiamkan sebentar sampai dingin. Empat buah tablet trimizin atnibiotik yang telah dihaluskan ditambahkan ke dalam media, dalam ruangan steril (Laminar Air Flow ) media ini dituangkan ke Petridish.

3.4.3 Isolasi Jamur Beauveria bassiana dari Sumberjaya

Buah kopi yang mengandung H. hampei dan bertanda terinfeksi jamur B.

bassiana diamati di bawah mikroskop sterio binokuler di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan. Setelah diketahui bahwa jamur tersebut B. bassiana,

(34)

16

didapatkan dalam bentuk isolat yang telah murni. Akan tetapi umur dari jamur tersebut sudah tua sehingga dibutuhkan peremajaan. Peremajaan dilakukan dengan mengambil sedikit B. bassiana dari isolat lama kemudian dipindahkan ke media SDA yang baru. Pertumbuhan penuh dari isolat B. bassiana asal

Tegineneng dicapai pertumbuhan pada hari kedua puluh.

3.4.4 Penyiapan Suspensi Jamur

Kultur B. bassiana pada cawan petri dicampur dengan aquades 10 ml, kemudian diaduk hingga rata agar spora terlepas dari media. Suspensi yang diperoleh ini adalah diangggap sebagai suspensi spora dengan tingkat pengenceran 10-1. Selanjutnya suspensi tersebut diencerkan lagi secara berseri sehingga diperoleh pengenceran 10-2, 10-3, dan 10-4, yang selanjutnya disimbolkan pengenceran 10-1 sebagai P4, 10-2 sebagai P3, 10-3 sebagai P2, dan 10-4 sebagai P1.

Kerapatan spora pada setiap tingkat pengenceran secara berurutan dihitung

dengan menggunakan haemositometer. Caranya, suspensi B. bassiana diteteskan ke atas permukaan gelas haemositometer yang diletakkan di bawah mikroskop majemuk dengan perbesaran 400 X. Jumlah spora dihitung dengan bantuan handcounter sebanyak 3 kali. Kerapatan spora, dihtiung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Rata – rata jumlah spora/kotak sedang x 103 Kerapatan Spora = ---

0,04 x 0,1

Keterangan : 0,04 : luas kotak sedang hemositometer 0,1 : kedalaman hemositometer

(35)

17

Masing-masing tingkat pengenceran suspensi diketahui konsentrasinya yaitu berturutan P1 = 105, P2 = 105, P3= 106 dan P4= 107.

3.4.4 Aplikasi Suspensi Jamur

Aplikasi jamur B. bassiana pada kumbang H. hampei dilakukan dengan metode tetes. Sebanyak 20 ekor kumbang H. hampei dewasa diletakkan pada setiap wadah gelas pelastik (cup), yang dialasi kertas saring. Kemudian, dengan cara memiringkan cup kumbang H. hampei uji dikondisikan agar dalam posisi

berkumpul, kemudian ditetesi dengan suspensi jamur sesuai dengan dosis (tingkat pengenceran) sebanyak tiga tetes per satuan percobaan sehingga dapat dipastikan bahwa seluruh kumbang terkena tetesan suspensi jamur. Pada perlakuan kontrol, kumbang ditetesi dengan air steril. Kumbang H. hampei yang telah diberi

perlakuan suspensi jamur, kemudian dipindahkan ke buah kopi sehat sebanyak 20 butir per wadah dan diinkubasi pada suhu ruang.

3.4.6 Pengamatan

(36)

18

Tingkat kematian H. hampei berjamur dihitung dengan rumus :

Keterangan :

M : Persentase kematian akibat Beauveria bassiana (%) n : Jumlah serangga yang mati akibat infeksi jamur (ekor) N : Jumlah serangga yang diuji (ekor)

Selain tingkat mortalitas, variabel lain yang diukur dalam penelitian ini adalah waktu kematian kumbang H. hampei uji yang dihitung melalui periode letal dan virulensi B. bassiana dengan rumus Susilo et al., (1993, dalam Indiyati 2009). Periode Letal (T) = [∑(Hi x Mi)] / [∑(Mi)]

Virulensi (δ) = 1/T dengan

T = Periode Letal

Hi = Waktu kematian (periode letal individu serangga uji) Mi = Jumlah serangga yang mati (terinfeksi)

Dalam analisis data yang disajikan virulensi adalah dalam satuan persen (%) yaitu 1/T X 100%.

3.4.7 Analisis Data

(37)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Kerapatan spora jamur Beauveria bassiana masing-masing isolat mempengaruhi mortalitas kumbang H.hampei. Semakin tinggi kerapatan spora maka mortalitas H.hampei semakin tinggi dengan slope mortalitas 6,3% untuk jamur isolat Tegineneng, dan 3,2% untuk isolat Sumberjaya . 2. Virulensi jamur B.bassiana isolat Tegineneng mencapai 11% dengan

periode letal 9 hari. Virulensi B. bassiana asal Sumberjaya sebesar 8% dan slope mortalitas dengan periode letal 11 hari.

5.2.SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang

(38)

PUSTAKA ACUAN

AAK. 2010. Budidaya Tanaman Kopi. Kanisius. Yogyakarta. 104hlm

AEKI. 2011. Industri kopi di Indonesia. http://www.aekiaice.org/Diakses tanggal 11 Maret 2012.

Anonim. 2010. Perkembangan Ekspor dan Konsumsi Kopi Domestik Indonesia. Artikel Pertanian vol.7. Budiarto. 1 Juni 2006.

http://agriculture.upnyk.ac.id. Diakses tanggal 11 Juni 2012. Arifin, M. 2011. Pemanfaatan Musuh Alami Pengendalian Hama Utama

Tanaman Teh, Kopi, dan Kelapa . http://muhammadarifindrof. blogspot.com/. Diakses tanggal 21 Maret 2012.

Astuti. 2011. Hypotan Senyawa Penarik Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) Hypothenemus hampei . Artikel Pertanian. Astuti.

http://ditjenbun.deptan.go.id/ . Diakses tanggal 15 Maret 2012.

Hasibuan, R. 2003. Pengendalian Hama Terpadu.Universitas Lampung. Bandar Lampung. 103 hlm

Hasyim A. dan Azwana.2003. Patogenisitas isolat Beauveria bassiana (Balsamo) vuillemin dalam Mengendalikan Hama Penggerek Bonggol Pisang (Cosmopolites sordidus) Germar. Jurnal Hortikultura 13(2) : 120-131 Herlinda, S, M. Sari Era, A.P. Yuli, Suwandi, H.N Elisa dan R. Anung. 2005.

Variasi Virulensi Strain – Strain Beauveria bassiana (Bals). Vuill. Terhadap Larva Plutella xylostella (L) (Lepidoptera: Plutellidae). Jurnal Agritrop 24(5): 52-57

Hosang, M. L.A. 1996. Patogenisitas Cendawan B. bassiana (Balsamo) Terhadap Brontispa longissima Gestro (Coleoptera: Hispidae). Jurnal Litri 2(1) : 9-20.

(39)

29

Irianti, T. P. A., F.X. Wagiman dan M. Toekido. 2001. Faktor- faktor yang mempengaruhi patogenitas Beauveria bassiana terhadap bubuk buah kopi (Hypothenemus hampei). Jurnal Argosains, 14(3) : 285-296 Maharani, J. S. 2012. Keteradian penyakit tersebab jamur pada Hama Penggerek

Buah Kopi (Pbko) dipertanaman kopi Agroforestri. (Skripsi). Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung.

Manferd,F. and S. Bergleiter. 2003. Biological Control of Coffee Berry Borer in Organic Coffee. Naturland Association, Gräfelfing, Germany.

Najiyati, S. & Danarti. 2001. Kopi : Budidaya dan Penanganan Pascapanen. Penebar Swadaya. Jakarta. 210 hlm

Nuryanti. N. S. P. 1991. Uji Virulensi Beauveria bassiana (Bals) Vuill. Dengan Penambahan Cittowett Terhadap Mortalitas Hypothenemus hampei Ferr. Pada Buah Kopi. (Skripsi) Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung.

Prayogo, Y. 2006. Upaya Mengendalikan Hama Tanaman Pangan. Jurnal Litbang Pertanian. 25(2) : 47-54

Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. 434hlm Prihartati, W. 2006. Uji Virulensi Cendawan Patogenik Beauveria bassiana

(Bals) Vuill. Terhadap Kepik Hijau(Nezara viridula). (Skripsi) Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung.

Puslitkoka.2009. Macam-Macam Hama Tanaman Kopi. WWW. ICCRI.NET. Diakses Tanggal 11 Maret 2012

Rahayuningtias dan K.S.M. Julyasih. 2010. Pengaruh Tingkat Kerapatan Spora Jamur Beauveria bassiana (Balls) vuill Terhadap Mortalitas Imogo Wereng Coklat (Nilavarpata lugens) diLaboratorium. Seminar Nasional HPTI. Surabaya. Hal: 87-90

Sabbahi, R., A. Merzouki dan C. Guertin. 2008. Efficacy of Beauveria bassiana against the strawberry pest, Lygus lineolaris, Anthonomus signatus and Othiorhynchus ovatus. J. Appl. Entomology 132(2):151 – 160.

Sese, L.M., A. Nuriaty dan S. P. Annie. 2011. Aplikasi Konsep Pengendalian Hama Terpadu untuk Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei). Jurnal Fitomedika 7(3): 162 - 166.

Shepard, B. M., A. T. Barion., dan J.A. Listinger. 1995. Helpful Insect, Spiders and Pathogens. Lembaga Penelitian Padi Inter nasional Philipina.

(40)

30

Soetopo, D. dan Indriyani. 2007. Status Teknologi dan Prospek Beauveria bassina untuk pengendalian serangga hama tanaman perkebunan yang ramah lingkungan.Perspektif 6(1): 29-46.

Susilo, A. Wahyu. 2008. Ketahanan Tanaman Kopi (Coffea spp.) Terhadap Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei). Review Penelitian Kopi dan Kakao. 24,(1) : 1-15

Swibawa, I G. dan H. Sudarsono. 2011. Serangan hama bubuk buah kopi

(Hypothenemus hampei, Coleoptera; Scolytidae) pada sistem agroforestri sederhana VS agroforestri kompleks di Lampung. Prosiding Seminar Sains dan Teknologi IV, Lampung. Hal 329-337

Talanca A. H. 2005. Bioekologi Cendawan Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin. Prosiding Seminar Nasional Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hal 482-487

Untung K. 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 273hlm.

Gambar

Tabel
Gambar

Referensi

Dokumen terkait

Pertumbuhan ikan dapat dimodelkan dengan kurva regresi non linier VBGF sehingga ukuran panjang ikan pada saat umur tertentu ( length at age atau L t , satuan cm) dapat

The purpose of this research was to analyze the development model of quality of bureaucratic tourism service to enhance tourist visit in Lake Toba Parapat North Sumatera. The

suatu daerah dan mengenal lebih dekat melalui Media Massa Harian (Tribun Timur), utamanya kegiatan yang dilakukan anggota DPRD Kota Makassar, maka masalah pokok yang

Angket ditujukan kepada anggota Koperasi Mitra Duta Pontianak agar diperoleh data penelitian yang menunjukkan persepsi anggota atas kinerja pengurus dalam

ketidak tanggung jawaban Mr.X kepada Mrs.Y karena orang tua Mrs.Y menilai Mr.X tidak melihat faktor-faktor mudharat bila si Mrs.Y melakukan hal tersebut, dan orang tua

7 Hamidiyah Desy Wulandari SMPN 2 Tiris Probolinggo 22. 8 Afrilia Nuril Fatimatuzzahra SMPN

Sosok H. Chassan sudah sangat melekat dengan masyarakat Banten, bahkan mereka sebenarnya mengetahui mengenai kasus korupsi dan kejanggalan proyek pembangunan yang

Penyelenggaraan Penguatan Pendidikan Kararker (PPK) dilakukan melalui tiga jalur, yakni: berbasis kelas, dilakukan terintegrasi dalam mata pelajaran, optimalisasi