• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPACARA BUKAKAK PADA MASYARAKAT BALI DESA BRAJA FAJAR KECAMATAN WAY JEPARA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPACARA BUKAKAK PADA MASYARAKAT BALI DESA BRAJA FAJAR KECAMATAN WAY JEPARA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2013"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

UPACARA BUKAKAK PADA MASYARAKAT BALI DESA BRAJA FAJAR KECAMATAN WAY JEPARA

KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2013

Oleh Rita Wulan Sari

Pada masyarakat Bali suatu kegiatan upacara atau ritual adat merupakan suatu kewajiban untuk dilakukan seluruh masyarakat yang beragama Hindu. Upacara yang selalu dilakukan pada masyarakat agraris salah satunya upacara Bukakak yaitu upacara permohonan kepada Sang Hyang Widhi untuk kesuburan tanah. Pelaksanaan upacara Bukakak dilakukan satu tahun sekali, karena biaya yang dibutuhkan untuk sesajen cukup mahal. Pelaksanaan upacara Bukakak yaitu Ngusaba Umi, Ngusada dan Gedenin yang dilakukan secara berurutan. Dalam pelaksanaan upacara ini tidak lepas dari sesajen yang akan dipersembahkan untuk Sang Hyang Widhi. Sesajen yang dipersembahkan oleh masyarakat mempunyai makna tersendiri setiap jenis sesajen. Masyarakat Bali banyak yang melaksanakan dan mengikuti upacara Bukakak, tetapi tidak mengerti dan mengetahui apa makna dari setiap sesajen yang dipersembahkan.

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalahnya adalah apakah makna dari simbol sesajen dalam pelaksanaan upacara Bukakak pada masyarakat Bali desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna dari simbol sesajen dalam pelaksanaan upacara Bukakak pada masyarakat Bali desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur. Metode yang digunakan adalah metode hermeneutik. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi partisipan, keperpustakaan dan wawancara, sedangkan untuk menganalisis data menggunakan analisis data kualitatif.

(2)

UPACARA BUKAKAK PADA MASYARAKAT BALI DESA BRAJA FAJAR KECAMATAN WAY JEPARA

KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2013

Oleh : Rita Wulan Sari

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Jarah

Jurusan Pendidikan IPS Pada

Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan IPS

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(3)

UPACARA BUKAKAK PADA MASYARAKAT BALI DESA BRAJA FAJAR KECAMATAN WAY JEPARA

KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2013

(Skripsi)

Oleh

RITA WULAN SARI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOAIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di desa Braja Fajar Kec. Way Jepara, pada tanggal 29 Oktober 1990 merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Budiman dan Ibu Ernik. Pendidikan yang telah diselesaikan oleh penulis adalah:

1. SD Negeri Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur, selesai pada tahun 2003

2. SMP Negeri 1 Way Jepara Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur, selesai pada tahun 2006

3. SMA Negeri 1 Way Jepara Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur, selesai pada tahun 2009

Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosisal Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung Melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB) pada tahun 2009.

(8)

MOTO

Barang siapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan

memudahkan jalannya menuju syurga.

(HR. Abu Daud dan Tarmizi)

Dengan ilmu kehidupan menjadi enak, dengan seni kehidupan menjadi indah dan dengan agama

hidup menjadi terarah dan bermakna.

(9)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan kerendahan hati, kupersembahkan skripsi ini kepada :

1.

Kepada orang tuaku yang telah membesarkan, mendidik dan menyayangiku.

Bapak Budiman dan Ibu Ernik yang senantiasa berdoa dan berjuang

membiayai demi keberhasilanku.

2.

Adik Riki Dwi Firmansyah, yang telah memberiku dukungan serta keluarga

besarku.

3.

Mas Yogiyanto yang telah memberiku semangat dan selalu ada dalam

perjalanan hidupku

(10)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul, Upacara Bukakak Pada Masyarakat Bali Desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung

Timur Tahun 2013, pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari akan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, sehingga penulis mendapat banyak petunjuk dan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si, Dekan FKIP Unila;

2. Bapak Dr. M. Thona B.S. Jaya, M.S, Pembantu Dekan I FKIP Unila; 3. Bapak Drs. Arwin Achmad, M.Si, Pembantu Dekan II FKIP Unila;

4. Bapak Drs. Iskandar Syah, M. H, Pembantu Dekan III FKIP Unila, dosen pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila;

5. Bapak Drs..Buchori Asyik, M.Si, Ketua Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila;

(11)

7. Bapak Muhammad Basri, S.Pd,. M.Pd, dosen pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila, sekaligus Pembimbing Akademik dan Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu , memberikan bimbingan , kritik, saran, dan nasehat dalam proses kuliah dan proses menyelesaikan skripsi; 8. Bapak Drs. Ali Imron, M.Hum, dosen pada Program Studi Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila, sekaligus Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu , memberikan bimbingan , kritik, saran, dan nasehat dalam proses kuliah dan proses menyelesaikan skripsi;

9. Bapak Drs. Wakidi, M.Hum, dosen pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila, sekaligus Penguji Utama dalam ujian skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu , memberikan bimbingan , kritik, saran, dan nasehat dalam proses kuliah dan proses menyelesaikan skripsi;

10.Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Sejarah FKIP yang telah membimbing penulis selama menjadi mahasiswa di program studi pendidikan sejarah;

11.Bapak Sodik Safi’i, Kepala Desa Braja Fajar yang telah memberikan izin untuk penelitian di desa Braja Fajar;

12.Bapak I Nengah Sudarsono, S.Pd, Pemangku Adat Bali yang telah memberikan informasi dan bersedia meluangkan waktunya.

13.Masyarakat Bali di desa Braja Fajar obyek penelitian terima kasih atas waktu dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mendapatkan data dan informasi mengenai permasalahan dalam penelitian skripsi ini;

(12)

15.Teman-teman PPL dan KKN saya, Trisnawati, Evi Masruroh, Restu Fristadi, Widiyanto, Christian, Gita, Lailda Gita, Dwi, Mozes dan Dea. Terima kasih untuk kebersamaan dan kenangan terindah selama ini.

16.Semua pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. terima kasih atas bantuannya.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 1 Februari 2014 Penulis

(13)

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Analisis Masalah... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

5. Konsep Masyarakat Bali ... 17

B. Kerangka Pikir ... 19

C. Paradigma ... 20

III. METODE PENELITIAN ... 23

A. Metode Yang Digunakan ... 23

B. Lokasi penelitian ... 24

C. Variabel denelitian dan definisi operasional variabel ... 25

1. Variabel penelitian ... 25

2. Definsi operasional variabel ... 26

D. Informan ... 26

E. Teknik Pengumpulan Data ... 27

1. Observasi Partisipan ... 27

2. Kepustakaan ... 28

3. Wawancara ... 29

F. Teknik Analisis Data ... 31

(14)

2. Pengajian Data ... 33

3. Verifikasi data Penarikan Kesimpulan ... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. HASIL ... 36

1. Gambaran umum daerah penelitian ... 36

1.1Sejarah singkat desa Braja Fajar ... 36

1.2Letak dan Batasdesa Braja Fajar ... 38

2. Kependudukan ... 38

3. Keadaan geografi ... 40

4. Pelaksanaan upacara Bukakak ... 41

4.1Pelaksanaan Ngusaba Umi ... 41

4.2Pelaksanaan Ngusada ... 42

4.3Pelaksanaan Gedeni ... 47

5. Perlengkapan Dalam Pelakasanaan Upacara Bukakak ... 48

6. Makna Simbol Sesajen ... 52

B. PEMBAHASAN ... 60

1. Makna Sesajen Dalam Upacara Bukakak ... 60

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 70

A. Simpulan ... 70

B. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Daftar Kepala desa Braja Fajar... 37

2. Jumlah penduduk berdasarkan agama... 39

3. Jumlah penduduk berdasarkan usia... 39

4. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencarian... 40

(16)

1

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan manusia. Indonesia adalah Negara kepulauan, yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang akan kebudayaan serta adat istiadat, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan memiliki ciri khas yang menjadi karateristik pokok suatu daerah.

(17)

2

Kehadiran masyarakat Bali ke daerah Lampung telah menjadikan daerah ini kaya akan berbagai kebudayaan, karena kedatangan masyarakat di sini tidak hanya berpindah tempat tetapi juga membawa kebiasaan-kebiasaan atau kebudayaan yang telah mereka lakukan ditempat mereka tinggal sebelumnya. Kebudayaan yang mereka bawa dari daerah asal akan mereka adaptasikan ke dalam daerah baru. Dalam proses adaptasi ini, manusia menggunakan lingkungannya untuk tetap melaksanakan kelangsungan dalam kehidupannya. Adanya kebudayaan baru dari berbagai daerah menjadikan propinsi Lampung sebagai daerah bercirikan majemuk. Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih kelompok yang secara kultural dan ekonomi terpisah-pisah dan memiliki struktur kelembagaan yang berbeda-beda.

(18)

3

Berdasarkan upacara Pitra Yadnya di atas masyarakat Bali dapat disimpulkan bahwa di dalam kehidupan masyarakat selalu berhubungan dengan berbagai upacara atau ritual untuk keselamatan selama hidup di dunia. Upacara dilakukan tidak hanya untuk keselamatan pada diri manusia saja, tetapi juga permohonan untuk lingkungan alam yang ada di sekitar kehidupan. Masyarakat Bali menganggap bahwa segala aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Bali menganggap bahwa semua yang ada di dunia ini adalah pemberian dari Sang Hyang Widhi.

Dalam kebudayaan Bali untuk membangun budaya dan kemakmuran kehidupannya, masyarakat selalu melakukan upacara untuk keselamatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar yang mereka jadikan tempat tinggal agar terhindar dari berbagai bencana yang ada di alam semesta. Masyarakat Bali khususnya di desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur merupakan masyarakat agraris. Masyarakat ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari pertanian. Dalam hal itu, masyarakat selalu melaksanakan upacara permohonan kepada Sang Hyang Widhi untuk lahan pertanian yang digarap yaitu dengan melakukan upacara Bukakak.

(19)

4

seekor ayam hitam pulus yang diproses menjadi dua warna yaitu hitam (warna bulu asli) melambangkan Dewa Wisnu, separuh lagi warna putih (Bulu di bersihkan) melambangkan Dewa Siwa, sedangkan ayam itu sendiri adalah simbul Dewa Brahma (Yayasan Dharma Sarathi , 1989:10)

Upacara Bukakak merupakan upacara permohonan kepada Sang Hyang Widhi sebagai menganalisir bumi untuk lahan pertanian, agar dalam pengarapan sampai panen selalu diberikan keberkahan serta dijauhkan dari berbagai hama penyakit selama pengarapannya. Upacara Bukakak dilakukan satu tahun sekali dalam pelaksanaannya yaitu pada bulan purnama dan dilakukan oleh seluruh masyarakat Bali yang mempunyai lahan garapan pertanian (I Nengah Sudarsono, wawancara dengan Pemangku adat setempat di Desa Braja Fajar Kec. Way Jepara Kab. Lampung Timur, 10 April 2013:08.00).

(20)

5

Lampung Timur dalam persembahannya menyajikan daging ayam sebagai sesajen dengan ketentuan warna yang berbeda-beda.

Upacara Bukukak di desa Braja Fajar di sini berbeda dengan daerah pulau Bali yang dimana merupakan tempat mereka berasal. Pelaksanaan upacara Bukakak yang ada di desa Braja Fajar dalam pelaksanaannya berbeda dengan pelakasanaan upacara di pulau Bali. Upacara Bukakak di pulau Bali menggunakan babi guling sebagai sesajen-nya, tetapi di desa Braja Fajar ini tidak lagi menggunakan babi guling melainkan ayam yang dijadikan sesajen. Perbedaan dalam persembahan ini tidak mengurangi makna dalam pelaksanaan upacara Bukakak sebagai upacara untuk menganalisir bumi dalam lahan pertanian. Dalam sesajen yang akan dipersembahkan semua itu tergantung dengan kemampuan keadaan lingkungan yang ada sekitar, karena setiap wilayah tidak sama dalam memperoleh pendapatan (I Wayan Sutapa, S.Pd, wawancara dengan Pemangku adat setempat di Desa Braja Fajar Kec. Way Jepara Kab. Lampung Timur, 11 April 2013:14.00).

(21)

6

desa Braja Fajar desa yang berada paling ujung Timur dari Kecamatan Way Jepara dalam kehidupannya hanya sebagai petani biasa. Pendidikan para generasi muda penerusnya sangat kurang, sehingga banyak yang tidak mengerti dan memahami setiap makna dalam dari berbagai simbol sesajen yang ada dalam pelaksanaan upacara Bukakak.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian untuk mengetahui apakah makna simbol sesajen dalam upacara Bukakak pada masyarakat Bali desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.

B. Analisis Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasakan latar belakang masalah diatas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Makna simbol sesajen dalam upacara Bukakak pada masyarakat Bali desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.

(22)

7

2. Pembatasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian tidak terlalu luas, maka penulis membatasi masalah dalam penelitian ini adalah pada makna simbol sesajen dalam upacara Bukakak pada masyarakat Bali desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan masalah yaitu apakah makna simbol sesajen dalam upacara Bukakak pada masyarakat Bali desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui latar belakang masyarakat agar tetap melaksanakan upacara Bukakak pada masyarakat Bali desa Braja Fajar Kec. Way Jepara Kab.Lampung Timur.

2. Untuk mengetahui makna simbol sesajen dalam upacara Bukakak pada masyarakat Bali desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.

D.Kegunaan penelitian

(23)

8

1. Untuk menambah wawasan penulis tentang makna simbol sesajen dalam upacara Bukakak pada masyarakat Bali desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.

2. Memberikan gambaran serta mengguraikan mengenai makna simbol sesajen dalam upacara Bukakak pada masyarakat Bali desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur. 3. Sebagai sumbangan pustaka yang dapat dimanfaatkan bagi

mahasiswa Universitas Lampung sebgai informasi wujud ragam budaya Bali.

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Obyek Penelitian : Makna simbol sesajen dalam upacara Bukakak pada masyarakat Bali desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.

2. Subyek Penelitian : Masyarakat Bali di desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur

3. Tempat Penelitian : Desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur

4. Waktu Penelitian : Tahun 2013

(24)

9

REFERENSI

Bambang Suwondo. 1978. Pengaruh Migrasi Penduduk Terhadap Perkembangan Kebudayaan Daerah Propinsi Bali. Departemen Pendidikan dan Budaya. I Nyoman Dhana. 1994. Pembinaan Budaya Dalam Keluarga Daerah Bali.

Departemen Pendidikan dan Budaya. Bali.Hal 84. Sumber Wawancara

Wawancara. I Nengah Sudarsono (Pemangku). Pada tanggal 10 Februari 2013 di desa Braja Fajar. Pukul 08.00

Wawancara. I Wayan Sutapa, S.Pd. (Pemangku) Pada tanggal 11 Februari 2013 di desa Braja Fajar. Pukul 14.00

(25)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Kebudayaan

Menurut ilmu antropologi, “kebudayaan” adalah keseluruhan sistem gagasan

tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Tiap-tiap kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan yaitu wujudnya yang berupa sistem budaya, sistem sosial dan unsur-unsur kebudayaan fisik. Disebutkan bahwa ada tujuh unsur-unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada sema bangsa, ketujuh unsur kebudayaan sebutkan adalah : 1) Bahasa, 2) Sistem pengetahuan, 3) Sistem organisasi sosial, 4) Sistem peralatan hidup dan teknologi, 5) Sistem mata pencarian hidup, 6) Sistem religi, 7) Kesenian (Koentjaraningrat, 2002:203-204),sedangkan Menurut E.B Taylor dalam Soerjono Soekanto kebudayaan adalah kompleks yang mencakup kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kebiasaan serta kemampuan-kemampuan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Soerjono Soekanto, 1990:188-189).

(26)

11

(Soerjono Soekanto, 1990:189), sedangkan menurut Ilmu Antropologi,

“Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya

manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1990: 180)

Jadi yang dimaksud dengan kebudayaan adalah hasil dari pemikiran manusia yang bisa berbentuk abstrak maupun konkrit yang merupakan kreatifitas manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan yang dibahas disini adalah kebudayaan Bali di dalam masyarakat desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur yang telah menjadi sebuah ritual yang harus dilaksanakan setiap satu tahun sekali.

Kebudayaan masyarakat Bali merupakan kebudayaan yang diwariskan dari jaman prasejarah sampai sekarang sangat dipengaruhi oleh keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau kehidupan religi beragama masyarakat Bali, seperti keyakinan terhadap Tuhan Yang maha Esa, percaya dengan adanya satu Tuhan yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa,tapi dengan manifestasi dan perwujudan yang berbeda-beda sesuai dengan fungsinya (file:///D:/budaya bali_ritarosita28.htm) .

Kebudayaan dikatakan bahwa manusia tidak akan bisa hidup tanpa manusia lain dan alam lingkungannya termasuk di dalamnya binatang dan tumbuh-tumbuhan. Perkembangan budaya masing-masing masyarakat berbeda-beda sesuai dengan pola berpikir masyarakat pendukungnya. Masyarakat Bali membagi budaya manusia menjadi tahap mistis, ontologis, dan fungsional (I Nyoman Dhana, 1994 : 84 )

(27)

12

atau kekuasaan kesuburan. Manusia mencari perlindungan dalam menghadapi kedahsyatan alam dengan cara melakukan upacara serta mementaskan cerita mitologi. Hubungan timbal balik antara manusia sebagai penghuni alam ini niscaya dibangun untuk menjaga keharmonisan kehidupan secara menyeluruh. Dalam Hindu ada dijelaskan bahwa tumbuh-tumbuhan hanya memiliki bayu (kehidupan), binatang memiliki bayu dan sabda (suara), sedangkan manusia memiliki ketiganya bayu, sabda, dan idep (pikiran). Dengan kemampuan yang dimilikinya itu, manusia lalu berkewajiban memelihara alam dengan segala isinya untuk kesejahteraan hidupnya. Hal ini tampak pada bentuk budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kebudayaan Bali itu merupakan hasil dari pemikiran manusia yang berupa kreatifitas manusia sebagai anggota masyarakat yang dipengaruhi oleh suatu keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau keagamaan masyarakat Bali.

2. Konsep Makna

(28)

13

yang berkaitan dengan waktu, tempat atau situasi yang dapat mewarnai arti sebuah peristiwa bahasa (E.Sumaryono, 2013: 29-30).

Pendapat senada dikemukakan oleh Mudjia Raharjo, yakni “makna” bukan sekedar isyarat yang dibawa oleh bahasa, sebab bahasa dapat mengungkapkan sebuah realitas dengan sangat jelas, tetapi pada saat yang sama dapat menyembunyikan rapat-rapat, tergantung pada pemakainya. Lebih jauh lagi menurutnya, untuk dapat memahami “makna” maka diperlukan pemahaman konteks; kapan, dimana, dan dalam keadaan apa serta kepada atau oleh siapa kata tersebut dipakai (Mudjia Raharjo, 2008: 39). Maka berdasarkan pendapat di atas, makna suatu bahasa harus dipahami sesuai dengan peristiwanya, atau secara kontekstual

(29)

14

Symbol atau lambang, memiliki pengertian yang berbeda dengan tanda. Perbedaan itu menurut Agus Cremersdan De Santo Johanes, dijelaskan sebagai berikut :

“Simbol adalah tanda konkret dimana suatu penanda (signifiant yang tidak hadir) dihadirkan karena adanya hubungan motivatif (kesamaan ciri-ciri analog danasosiatif) dengan penanda aktual (signifiant yang ada).Linguis F Bresson mengatakan: „simbol merupakan suatu objek, gerak isyarat atau gambaran yang menurut hubungan significant (penanda) dengan signifie (yang ditandakan) mengacu pada suatu objek (tindakan dan sebagainya) lain. Berbeda dengan tanda, symbol memiliki hubungan analogis dengan objek lain itu. Searah dengan definisi linguistis, Levi-Strauss membatasi symbol sebagai ekuivalen signifikatif dari hal yang ditandakan (signifie), dan yang berasal dari tingkatan realitas lain daripada signifie itu” (Budiono Herusatoto, 2001: 154).

Maka menurut pendapat di atas, perbedaan antara lambing atau symbol dengan tanda adalah apa yang ada di dalamnya, yaitu “makna”. Simbol-sombol memliki keterkaitan analogis dengan konsep yang dibawanya. Sedangkan tanda lebih menunjuk pada wujud lahiriah yang dapat diamati, yang tidak memiliki keterkaitan dengan konsep yang ditunjukan oleh keberadaan tanda tersebut.

Untuk mempertegas konsep “makna” sebagai apa yang dibawa oleh simbol, adalah dengan mengikuti Clifford Geerzt yang mendefinisikan konsep makna dalam istilah budaya mengacu kepada apa yang dibawa oleh budaya. Budaya itu sendiri merupakan simbol-simbol yang harus ditafsirkan maknanya (Clifford Geerzt, 2000: 17).

(30)

15

berkaitan dengan subjek yaitu masyarakat sebagai pemberi makna tersebut yang dapat ditafsirkan berdasarkan konteksnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa makna mempunyai arti bahwa makna adalah hasil penafsiran atau interpretasi yang erat hubungannya dengan sesuatu hal atau berang tertentu yang hasilnya relatif bagi penafsiran. Dalam penelitian ini yang dimaksud dalam makna adalah makna dalam simbol sesajen untuk persembahan dalam pelaksanaan upacara Bukakak pada masyarakat Bali di desa Braja Fajar kecamatan Way Jepara kabupaten Lampung Timur.

3. Konsep Sesajen

(31)

16

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sesajen merupakan sebuah sesajian dalam suatu acara ritual yang dibuat sebagai tanda kehormatan atau tanda syukur yang diberikan oleh masyarakat kepada roh–roh atau mahkluk gaib. Sesajen dalam penelitian ini yang dimaksud adalah sesajen yang dibuat oleh masyarakat Bali untuk persembahan dalam pelaksanaan upacara Bukakak di desa Braja Fajar kecamatan Way Jepara kabupaten Lampung Timur.

5. Konsep Upacara Bukakak

Bukakak berasal dari kata Lembu dan Gagak, Lembu melambangkan Siwa dan Gagak melambangkan Wisnu. Bukakak merupakan simbul perpaduan antara sekta Siwa, Wisnu dan juga Brahma. Bukakak ini diwujudkan sebagai seekor burung Garuda yang di buat dari daun enau muda yang dalam bahasa local disebut kelapa. Sarana untuk singgasana yang akan naik di atas garuda adalah seekor ayam hitam pulus yang diproses menjadi dua warna yaitu hitam (warna bulu asli) melambangkan Dewa Wisnu, separuh lagi warna putih (Bulu di bersihkan) melambangkan Dewa Siwa, sedangkan ayam itu sendiri adalah simbul Dewa Brahma (Yayasan Dharma Sarathi , 1989:10),sedangkan Pemangku adat menyatakan bahwa

(32)

17

Kemudian hal senada juga diungkapkan oleh Pemangku Adat lainnya yakni Upacara Bukakak merupakan upacara untuk permohonan kepada Sang Hyang Widhi untuk menganalisir bumi agar memberikan kesuburan kepada lahan pertanian yang akan diolah, agar hasil panennya bisa melimpah luah. Upacara ini dilakukan satu tahun sekali pada bulan purnama yang di ikuti oleh seluruh masyarakat Bali yang mempunyai lahan pertanian. Pelaksanaan upacara ini dilakukan dengan cara membersihkan perlengkapan upacara: upacara Ngusaba Umi di adakan dipura pelinggih. Membuat Dangsil berbentuk segi empat yang terbuat dari pohon pinang, dengan rangkaian bambu dihiasi dengan daun enau tua yang dibuat bertingkat tingkat/berundak-undak seperti anak tangga terdiri dari 7,9 dan 11 tingkat, ini semua melambangkan Tri Murti (Dewa Brahma, Wisnu dan Siwa). Mengadakan upacara Ngusaba di pura yang terdapat di desa setempat. Upacara Gedenin di pura Subak. Pelaksanaan pembuatan sesajen upacara Bukakak sendiri dilakukan di pura setempat, dalam pembuatannya hanya laki-laki yang berperan dalam memasak, sesaji yang akan dipersembahkan adalah daging ayam. Upacara dilakukan di pura setempat dan dilingkungan persawahan. Upacara ini dilakukan semua warga yang mempunyai lahan pertanian (I Nengah Sudarsono, wawancara dengan pemangku adat setempat di Desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur: Januari 2013). Dari penjelasan di atas dapat di artikan bahwa upacara Bukakak adalah upacara permohonan kepada Sang Hyang Widhi Wasa untuk menganalisir bumi agar selalu menjaga keadaan yang ada dibumi dari barbagai hal-hal yang dapat menganggu kelangsungan dalam mengarap lahan pertanian dari berbagai hama penyakit yang dapat merusak tanaman serta memberikan kesuburan tanah garapan. Bukakak ini menjadi upacara yang selalu dilakukan oleh masyarakat agraris, upacara ini bertujuan untuk permohonan untuk memberikan kesuburan tanah agar hasil panennya bisa berlimpah luah.

6. Konsep Masyarakat Bali

(33)

18

secara tepat dan tersusun dalam menjalankan berbagai kegiatan secara kolektif dan merasakan mereka hidup bersama (Josep Roucek, 1994:164).

Jadi masyarakat adalah sekumpulan individu (manusia) yang terikat oleh pemikiran, perasaan dan sistem (aturan) yang sama. Disamping adanya sekumpulan individu didalamnya juga terdapat interaksi antar mereka. Jadi bukan sekedar sekumpulan individu. Sekelompok individu hanya akan menghasilkan jamaah ( sekumpulan) saja, bukan masyarakat. Lagi pula yang membentuk masyarakat adalah interaksi antar anggota masyarakat yang ada di dalamnya.

Masyarakat yang akan diteliti disini adalah masyarakat Bali desa Braja Fajar, menurut Koentjaraningrat bahwa lahirnya masyarakat diawali dengan hubungan tiap-tiap individu yang hanya mencakup kaum keluarga, kerabat dan tetangga dekat saja yang menjadi satu kesatuan. Masyarakat di desa Braja Fajar tentunya masyarakat yang memiliki hukum adat yang hidup dalam masyarakat yang erat hubungannya dengan perilaku budaya dan keagamaan masyarakat.

(34)

19

Dari penjelasan di atas dapat diambil intisarinya bahwa masyarakat Bali adalah sekumpulan manusia yang saling berinteraksi menurut sistem adat atau kebudayaan Bali yang sifatnya terus terikat oleh identitas bersama yaitu kebudayaan Bali. Masyarakat Bali yaitu masyarakat Bali desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur yang mayoritas pekerjaannya sebagai petani.

B. Kerangka Pikir

Bukakak adalah upacara untuk mengalisir tanah dari berbagai hambatan-hambatan yang ada dibumi terhadap lahan pertanian yang akan digarap. Tujuan dari Bukakak ini adalah untuk permohonan Sang Hyang Widhi untuk memberikan kesuburan kepada tanah-tanah pertanian mereka supaya hasil panennya berlimpah ruah.

Upacara Bukakak ini merupakan upacara tradisional yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Bali. Dalam pelaksanaan upacara Bukakak ini terdapat beberapa tahap dalam pelaksanaannya yaitu dari tahap pembersihan lahan sampai pengarapan lahan pertanian. Hal ini dilakukan agar dalam pengarapan lahan pertanian ini keadaan bumi kita benar-benar bersih dan memohon kepada Sang Hyang Widhi agar selalu diberikan kelancaran dalam penanaman sampai panen.

(35)

20

permohonan kepada dewa pencipta alam. Sesajen yang akan di jadikan sebagai persembahan tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan atau mencerminkan latar belakang arwah leluhur atau para dewa. Dari berbagai ragam sesajen tersebut, dapat mengungkapkan tujuan pelaksanaan upacara Bukakak. Ragam sesajen yang terdapat pada pelaksanaan upacara Bukakak dapat diuraikan melalui berbagai jenis sesajen dan warna sesajen yang berbeda, sehingga mempunyai simbol–simbol tertentu. Simbol-simbol ini memiliki makna yang penting bagi tujuan dilaksanakan upacara tersebut.

B. Paradigma

Keterangan:

: Garis Hubungan : Garis Penjabaran

Sesajen Dalam Upacara Bukakak

Keunikan

Makna

(36)

21

REFERENSI

Koentjaraningrat . 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. PT Rineka Cipta. Jakarta.Hal 203-204.

Soerjono Soekanto. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali. Jakarta. Hal 188-189.

Ibid. Hal 189.

Koentjaraningrat . 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. PT Rineka Cipta. Jakarta. Hal 80.

file:///D:/budaya bali_ritarosita.htm. Diakses pada tanggal 20 Februari 2013. Pukul 19.00. Hal 2.

I Nyoman Dhana. 1994. Pembinaan Budaya Dalam Keluarga Daerah Bali. Departemen Pendidikan dan Budaya. Bali.Hal 84.

E. Sumaryono. 1993. Hermeneutik sebuah metode filsafat. Kanisius. Yogyakarta. Hal 29-30.

Budiono Herusatoto. 2001. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Hanindita. Yoyakarta.Hal 154.

Clifford Geertz. 1992. Tafsir Kebudayaan. Kanisius. Yogyakarta. Hal 7.

File:///d:/budaya-adiluhur.com. Diakses pada 19 Februari 2012. Pukul 06.30 AM. Yayasan Dharma Sarathi. 1989. Kitab Weda. Departemen Pendidikan dan

Budaya. Bali. Hal 187. Ibid. Hal 10

Wawancara. I Wayan Sutapa, S.Pd. (Pemangku) Pada tanggal 10 Februari 2013 di desa Braja Fajar. Pukul 14.00.

(37)

22

Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali. Jakarta. Hal 164. Josep Roucek. 1994. Masyarakat dan Adat Budaya. Mandar Maju. Bandung. Hal

765.

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bali. Diakses 22 Februari 2013. Pukul 19.00. Bambang Suwondo,. 1978. Pengaruh Migrasi Penduduk Terhadap

(38)

23

III. METODE PENELITIAN

A. Metode yang Digunakan

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode hermeneutik. Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang masing-masing berarti “menafsirkan” dan “penafsiran”. Dalam tradisi Yunani, istilah hermeneutika diasosiasikan dengan Hermes (Hermeios), seorang utusan (dewa) dalam mitologi Yunani Kuno yang bertugas menyampaikan dan menterjemahkan pesan dewa ke dalam bahasa manusia (Clifford Geertz, 1992: 27-28).

Menurut Sumaryono, hermeneutika merupakan proses mengubah sesuatu atau situasi ketidak tahuan menjadi mengerti (E. Sumaryono, 2013: 24), sedangkan menurut Fakhruddin Faiz, hermeneutika sebagai suatu metode atau cara untuk menafsirkan simbol berupa teks atau sesuatu yang diperlakukan sebagai teks untuk dicari arti dan maknanya, dimana metode ini mensyaratkan adanya kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami, kemudian dibawa ke masa sekarang (Clifford Geertz, 1992: 29).

(39)

24

atau realitas sosial di masa lampau yang asing sama sekali agar menjadi milik orang yang hidup dimasa, tempat dan suasana kultural yang berbeda. Oleh karena itu, kegiatan hermeneutik selalu bersifat triadik, menyangkut tiga subjek yang saling berhubungan. Tiga subjek yang dimaksud meliputi : the world of the text (dunia teks), the world oh the author (dunia pengarang) dan the world of the reader (dunia pembaca) yang masing-masing memiliki titik pusaran tersendiri dan saling mendukung dalam memahami sebuah teks (E. Sumaryono, 2012: 100).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode hermeneutik adalah metode untuk menafsirkan suatu simbol untuk mencari sebuah makna yang terkandung dalam sesajen pada upacara Bukakak yang memiliki sebuah pesan dari dewa untuk diterjemahkan kedalam bahasa manusia. Oleh karena itu, peneliti melakukan kegiatan peneliti dengan cara menafsirkan setiap simbol sesajen dan menafsirkan sesajen itu sendiri bagi kehidupan masyarakat.

B.Lokasi Penelitian

(40)

25

mudah melakukan penelitian karena secara verbal penulis dapat berkomunikasi dengan informan lebih mudah. Informan adalah seluruh masyarakat Bali yang memahami tentang makna sesajen pada upacara Bukakak.

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel C.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah konsep dari gejala yang bervariasi yaitu objek penelitian. Variabel dapat diartikan sebagai gejala sesuatu yang akan menjadikan objek pengamatan (Sumadi Subyabrata, (1983 : 126), sedangkan menurut Hadari Nawawi, Variabel merupakan himpunan sejumlah gejala yang memiliki beberapa aspek atau unsur didalannya yang dapat bersumber dari kondisi objek penelitian, tetapi dapat pula berada diluar dan berpengaruh pada objek penelitian.

(41)

26

C.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konsep dengan cara memberikan arti atau dengan menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tertentu. (Nasir, 1988:152), sedangkan menurut Suryabrata definisi operasional variabel adalah definisi yang diambil berdasarkan sifat-sifat atau hal yang didefiniisikan (Sumadi Subyabrata, 1983:83).

Dari kedua pendapat di atas, maka dapat diperoleh sebuah pemahaman bahwa yang dimaksud dengan definisi operasional variabel adalah definisi yang memberikan arti lebih spesifik tentang variabel yang kita teliti, agar variabel yang kita amati bisa diukur dengan jelas. Dalam penelitian ini penulis merumuskan definisi operasional variabel pada makna simbol sesajen pada pelaksanaan upacara Bukakak di desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.

D.Informan

Penelitian ini merupakan penelitian dengan data kualitatif, maka peneliti memerlukan sumber data yang berasal dari informasi individu manusia yang disebut dengan informan.

(42)

27

Dalam memilih informan, adalah dengan menggunakan teknik snowball sampling, yakni melalui tiga tahapan; pemilihan informan awal (informan kunci), pemilihan informan lanjutan, menghentikan pemilihan informan lanjutan jika sudah tidak terdapat variasi informasi. Pada penelitian kualitatif, bagian yang terpenting adalah menentukan informan kunci (key informan). Dalam menentukan informan kunci tidak dapat menggunakan random sampling/ pemilihan informan acak, tetapi dilakukan secara sengaja dengan memiliki beberapa kriteria. Kriteria tersebut antara lain :

1. Orang yang telah lama mengikuti pelaksanaan upacara Bukakak 2. Memiliki kesediaan dan waktu yang cukup

3. Tokoh masyarakat dan toko adat

4. Memiliki pengetahuan tentang obyekyang diteliti.

Sehingga dalam meneliti tentang Sesajen dalam upacara Bukakak, subjek atau informan kunci yang dirasa tepat oleh peneliti adalah pemangku adat atau Pemangku yang memimpin jalannya upacara Bukakak dalam setiap desa.

E. Teknik Pengumpulan Data

Informasi-informasi yang dibutuhkan untuk memaparkan suatu peristiwa yang diperlukan dalam penelitian tidaklah mudah diperoleh. Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah:

E.1 Teknik Observasi Partisipan

(43)

28

atau daerah lokasi yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini sehingga data yang diperoleh sesuai dengan permasalahan (Nasution, 1996:107), sedangkan menurut Nawawi observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Nawawi, 1991:100).

Berdasarkan pendapat di atas bahwa observasi merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan langsung secara sistematik terhadap suatu gejala pada objek penelitian. Dengan menggunakan teknik observasi ini penulis secara langsung dapat memperoleh gambaran umum mengenai permasalahan yang berhubungan dengan makna simbol sesajen dalam upacara Bukakak dan dapat mengumpulkan data/informasi yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

E.2 Teknik Kepustakaan

Teknik yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang objek-objek yang diamati secara terperinci melalui buku-buku dan brosur-brosur yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti sehingga memperluas pengetahuan dan menganalisis permasalahan.

(44)

29

relevan dengan penelitian (Koentjaraningrat, 1984:81). Teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari buku-buku dalam usaha memperoleh beberapa teori maupun argumen yang dikemukakan oleh para ahli yang ada kaitanya dengan masalah yang akan diteliti.

Menurut Mestika Zed, metode kepustakaan adalah serangkaian kegiatan berkenaan denga metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.

Ciri-ciri pustaka yaitu:

a. Peneliti berhadapan langsung dengan teks atau angka, bukan pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi mata berupa kejadian-kejadian atau benda-benda lainnya.

b. Data pustaka bersifat siap pakai artinya sudah ada diperpustakaan. c. Data umumnya adalah data sekunder.

d. Kondisi data pustaka tidak dibatasi ruang dan waktu. (Mestika Zed,2004:4).

Teknik pustaka ini digunakan untuk mendapatkan berbagai konsep dan informasi yang bersifat teoritis melalui buku-buku sumber yang berkaitan dengan masalah penelitian. Teknik studi pustaka ini dilakukan dengan cara membaca, memahami, dan membuat catatan-catatan teori dari berbagai buku yang berhubungan erat dengan masalah yang diteliti yang dalam hal ini adalah buku-buku tentang budaya, teknik penelitian dan berbagai literatur lainnya yang mendukung tentang masalah yang diteliti.

E.3 Teknik Wawancara

(45)

30

wawancara atau metode Interview mencakup cara yang dipergunakan kalu seseorang untuk tujuan tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden dengan bercakap-cakap dan berhadapan muka (Koentjaraningrat, 1977:126).

Adapun wawancara ini terbagi menjadi dua macam yakni wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur.

a. Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilakukan dengan berlebih dahulu menyusun pertanyaan yang akan diajukan kepada informan, dalam hal ini informan yang diwawancarai adalah masyarakat Bali desa Braja Fajar, yang memahami secara jelas makna sesajen dalam upacara Bukakak dan jawaban dari pertanyaan yang diajukan sudah tersedia dan dibatasi, hal ini dilakukan agar dalam memberikan jawaban informasi tidak meluas serta tidak meluas kemana-mana.

b. Wawancara Tidak Terstruktur

(46)

31

Berdasarkan pendapat di atas maka wawancara adalah cara memperoleh data dengan mengadakan tanya jawab antara pencari informasi dengan responden. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara terarah (directive interview) yang artinya wawancara tanpa daftar pertanyaan, hanya menggunakan suatu pedoman yang berisikan garis-garis pokok masalah yang hendak dan ingin diperoleh informasinya, dimana pertanyaannya akan penulis kembangkan dalam wawancara secara langsung dengan tokoh adat dan masyarakat tentang makna simbol sesajen pada pelaksanaan upacara Bukakak di desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.

F. Teknik Analisis Data

Setelah mendapatkan data-data yang diperoleh dalam penelitian ini,maka langkah selanjutnya adalah mengolah data yang terkumpul dengan menganalisis data, mendeskripsikan data serta mengambil kesimpulan. Karena data-data diperoleh dalam penelitian ini tidak berupa angka-angka tetapi berupa fenomena-fenomena sehingga menggunakan teknik analisis data kualitatif.

(47)

32

1. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan penneliti.

2. Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan anatara peneliti dan responden.

3. Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajakan pengaruh bersama dan terdapat pola-pola nilai yang dihadapi. Adapun ciri-ciri penelitian kualitatif menurut Hadari dalam buku “Instruktur

Penelitian Bidang Sosial” adalah:

a. Sumber data dalam kondisi sewajarnya ( Natural Setting). Penelitian kulitatif bermaksud mengungkapkan masalah nyata di lingkungan sumber datanya.

b. Penelitian tergantung pada kemampuan penelitian dalam menggunakan instrumen (alat) yang tidak merubah situasi sewajarnya menjadi situasi berbeda dari yang berlangsung sehari-hari dilingkungan sumber datanya.

c. Data yang dikumpulkan bersifat diskriptif. Data yang pada umumnya keadaan sebagaimana data dalam hubungannya dengan masalah yang diselidiki.

(Nawawi, 1991:210-211).

(48)

33

Pada peneliti ini data yang telah diolah kemudian dianalisa, kemudian dilanjutkan menarik suatu kesimpulan induktif yaitu cara berfikir didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus yang kemudian diambil suatu kesimpulan secara umum dan dituangkan dalam bentuk tulisan.

F.1. Reduksi Data

Reduksi data meliputi penataan data mentah yang berupa catatan lapangan, rekaman maupun dokumen, pemilihan data yang didasarkan pada hasil penulisan ulang, transkripsi, maupun memeo saat peneliti melakukan pengumpulan data. Reduksi data dilakukan untuk penataan data mentah hasil waawancara dan observasi atas penggunaan Sesajen dalam pelaksanaan upacara Bukakak yang dilakukan oleh masyarakat Bali di Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.

F.2 Penyajian Data

(49)

34

F.3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan

(50)

35

REFERENSI

Clifford Geertz. 1992. Tafsir Kebudayaan. Kanisius. Yogyakarta. Hal 27-28.

E. Sumaryono. 1993. Hermeneutik sebuah metode filsafat. Kanisius. Yogyakarta. Hal 24.

Clifford Geertz. Op. Cit. Hal 29.

E. Sumaryono.Op. Cit. Hal 100.

Sumadi Suryabrata. 1985. Metode Penelitian. Rajawali. Jakarta. Hal 126.

Muhammad Nasir. 1998. Metodelogi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hal 152.

Sumadi Suryabrata. Op. Cit. Hal 83.

Hadari Nawawi. 1991. Metodelogi Penelitian Bidang Sosial. Universitas Gajah Mada.

Yogyakarta. Hal 100.

Koentjaraningrat. 1984. Kamus Istilah Antropologi. Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa. Jakarta. Hal 81.

Hadari Nawawi. Op. Cit.Hal 111.

Koentjaraningrat. 1977. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta. Hal

126.

Hadari Nawawi. Op. Cit.Hal 210-211.

Monografi Desa Braja Fajar, 2012

(51)

70

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa, dalam pelaksanaan upacara Bukakak merupakan suatu acara ritual keagamaan yang melambangkan tiga Dewa Tri Murti ( dewa Wisnu, Siwa dan Brahma) yang merupakan dewa kesuburan bagi masyarakat Bali. Dalam pelaksanaan upacara tidak lepas dari berbagai sesajen yang dijadikan simbol dari persembahan untuk Sang Hyang Widhi.

Sesajen-sesajen tersebut setiap jenis mempunyai makna yang terkandung dalam permohonan kesuburan tanah. Masyarakat Bali percaya dengan melaksanakan upacara Bukakak penanaman padi disawah dapat dilindungi dari berbagai hama penyakit dan diberikan kesuburan dan mendapatkan hasil panen yang berlimpah.

B.Saran

(52)

71

(53)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Arwati, Ni Made Sri, 1973. FungsiKerbauDalamKehidupan Spiritual di Bali, Institut Hindu Dharma Denpasar. 487 hal.

Dhana, I Nyoman. 1994. Pembinaan Budaya Dalam Keluarga Daerah Bali. Departemen Pendidikan dan Budaya. Bali. 826 hal.

Geertz, Clifford. 1992.Tafsir Kebudayaan. Kanisius. Yogyakarta.597 hal.

Herusatoto, Budiono. 2001. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Hanindita. Yoyakarta.476 hal. Koentjaraningrat. 1977. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta. 490 hal.

. 1984. Kamus Istilah Antropologi. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jakarta. 982 hal.

. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. PT Rineka Cipta. Jakarta. 569 hal. Miartha, I Wayan. 2004. UpacaraMapeselangpadaKaryaNgentegLinggihdi

PuraPantiPasekGelgelBengGianyarsebagaiVisualisasiAjaranSivalingga (AnalisisBentuk, Fungsi, danMakna), Tesis: IHD Negeri Denpasar. 973 hal. MonografiDesaBrajaFajar.2012.86 hal.

Nasir, Muhammad. 1998. Metodelogi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. 432 hal. Nawawi, Hadari. 1991. Metodelogi Penelitian Bidang Sosial. Universitas Gajah Mada.

Yogyakarta. 783 hal.

Roucek,Josep 1994.MasyarakatdanAdatBudaya.MandarMaju. Bandung. Hal 765.

Sarathi, Yayasan Dharma. 1989. Kitab Weda. Departemen Pendidikan dan Budaya. Bali. 1752 hal.

Simpen AB, I Wayan, 1985. KamusBahasa Bali, PT. Mabhakti Denpasar. 864 hal. Soerjono, Soekanto. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali. Jakarta.

(54)

Suwondo.,Bambang 1978. Pengaruh Migrasi Penduduk Terhadap Perkembangan Kebudayaan Daerah Propinsi Bali. Departemen Pendidikan dan Budaya.570 hal.

B. Sumber Lain

File:///d:/budaya-adiluhur.com. Diaksespada 19 Februari 2012.Pukul 06.30 AM.

file:///D:/budaya bali_ritarosita.htm. Diaksespadatanggal 20 Februari 2013.Pukul 19.00.Hal 2.

Wawancara. I Wayan Sutapa, S.Pd.(Pemangku) Pada tanggal 10 Februari 2013 di desa Braja Fajar.Pukul 14.00.

Wawancara. I NengahSudarsono(Pemangku). Pada tanggal 09 April 2013 di desa Braja Fajar.Pukul 10.00.

Wawancara. NengahSutar(Pemangku). Padatanggal 11 April 2013 di desa Braja Fajar.Pukul 19.00.

Wawancara. NengahTindeh. Pada tanggal 12 April 2013 di desa Braja Fajar.Pukul 10.00. Wawancara. I Wayan Sutapa, S.Pd.(Pemangku) Pada tanggal 10 April 2013 di desa Braja

Fajar.Pukul 10.00.

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu, Lembaga Pengkajian dan Penelitian Islam (LPPI) berpendapat bahwa “LDII adalah penjelmaan atau wajah baru dari paham agama yang berakar kesejarahan

Akuntan Febrian Kwarto dan membimbing penulis selama kerja

Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar mengalami kenaikan indeks sebesar 0,46 persen dari 179,11 pada bulan Maret 2008 menjadi 179,94 pada bulan April 2008 dengan

Berdasarkan hasil, pembahasan, dan simpulan yang telah dijabarkan, adapun saran yang ingin peneliti sampaikan untuk penelitian lebih lanjut, diantaranya (a) dapat

Beban yang Masih Harus Dibayar per 30 September 2020 dan 30 September 2019 sebesar Rp 0,- dan Rp 0,- merupakan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga yang pada

Penelitian disertasi ini bertujuan mengetahui variabel berperan dalam kejadian leptospirosis yang akan digunakan sebagai indikator surveilans leptospirosis berbasis

1) Game edukasi ini terdiri dari menu papan permainan yang di ambil dari judul sub tema buku anak autis, menu pertama yaitu mengenalkan rumah bersih dan rumah kotor, terdapat

Penelitian ini selaras dengan Oktavianda and Iqbal (2018), Wibowo (2013), dan Koesmono (2005) yang menyatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh terhadap peningkatan