iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Discovery Learning Berbasis Budaya Tapsel Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMPN 1 Halongonan”. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah umat.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dengan keikhlasan dan ketulusan, baik langsung maupun tidak langsung sampai selesainya tesis ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khususnya peneliti sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd selaku dosen pemimbing I dan Ibu Ida Karnasih, M.Sc,Ed,Ph.D, M.Pd selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran-saran yang sangat berarti bagi penulisan tesis ini sampai dengan selesai. 2. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd., Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd serta Ibu Dr. Ani Minarni, M.Si selaku dewan penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Mulyono, S.Si, M.Si selaku ketua dan sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan Matematika yang setiap saat memberikan kemudahan, arahan, nasihat serta semangat yang sangat berharga bagi penulis. 4. Direktur, Asisten Direktur I, dan II beserta Staf Program Pascasarjana
iv
5. Kepala Sekolah dan Guru-guru SMP Negeri 1 Halongonan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan.
6. Mertua Parbalasan Siregar dan Husni Dewi Harahap serta Ayahanda Benri Harahap dan Ibunda Julianti Agustina, dan semua adik-adikku yang tidak henti-hentinya memberikan doa dan dukungan.
7. Suami saya Padian Adi Salamat Siregar atas segala motivasi, perhatian dan doanya serta kesabaran. Dan Anakku tercinta Alvaronizam Abqary Siregar. 8. Rekan-rekan tercinta khususnya Ibu Lilis, Ruminda Hutagalung, Kak
Efridayani, Nailul Himmi, Kak Masitah, Kak Maya, Bang Tuani, kak Dahlia yang menjadi tempat bertanya di sela-sela penyusunan tesis ini. Serta keluarga besar Dikmat B-1 stambuk 2014 yang selalu mendukung dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan studinya.
9. Teman-teman satu pembimbing Lia, Ruminda Hutagalung, Pak Nadran, Pak Agus, Aufa, Yussi, Ika, Nisa, Ainsyah, Guntur dan semua yang selalu memberikan motivasi agar tetap semangat dalam menyelesaikan tesis ini. 10.Semua pihak dari rekan-rekan angkatan XXIII Program Studi Pendidikan
Matematika Program Pascasarjana UNIMED yang telah banyak memberikan bantuan, motivasi serta dorongan dalam penyusunan tesis ini.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan masukan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat memperkaya khasanan penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.
Penulis
v DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN ... . 1
1.1.Latar Belakang Masalah ... 1
1.2.Identifikasi Masalah... 17
1.3.Batasan Masalah ... 18
1.4.Rumusan Masalah ... 19
1.5.Tujuan Penelitian ... 19
1.6.Manfaat Penelitian ... 20
BAB II KAJIAN TEORITIS ... 21
2.1.Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 21
2.2.Berpikir ... 27
2.2.1. Pengertian Berpikir Kreatif ... 27
2.2.2. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif ... 31
2.2.3. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 36
2.3.Model Pembelajaran ... 38
2.3.1. Model Discovery Learning ... 39
2.3.2. Tujuan Pembelajaran Discovery Learning ... 42
2.3.3. Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Discovery Learning ... 43
2.3.4. Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran Discovery Learning ... 48
2.4.Budaya ... 50
2.4.1. Budaya Tapsel Dalam Pembelajaran Matematika ... 51
2.5.Teori Belajar Pendukung Model Discovery Learning Berbasis Budaya Tapsel ... 58
2.6.Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 63
2.6.1. Model Thiagarajan dan Semmel ... 64
2.7.Perangkat Pembelajaran... 69
vi
2.6.2. Buku ... 73
2.6.3. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 75
2.6.4. Tes Kemampuan Belajar (TKB) ... 75
2.8.Kriteria Perangkat Pembelajaran ... 76
2.9.Penelitian Yang Relevan... 82
2.10. Kerangka Konseptual ... 87
2.11. Pertanyaan Peneliti ... 94
BAB III METODE PENELITIAN ... 96
3.1.Jenis Penelitian ... 96
3.2.Tempat dan Waktu Penelitian ... 96
3.3.Subjek dan Objek Penelitian ... 96
3.4.Definisi Operasional ... 97
3.5.Prosedur Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 98
3.5.1. Tahap Pendefinisian ... 101
3.5.2. Tahap Perancangan ... 102
3.5.3. Tahap Pengembangan ... 104
3.5.4. Tahap Penyebaran ... 106
3.6.Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 108
3.6.1. Lembar Validasi Perangkat Pembelajaran ... 108
3.6.2. Lembar Penilaian Kepraktisan Pembelajaran ... 112
3.6.3. Lembar Observasi Efektifitas Pembelajaran ... 113
3.6.4. Instrument Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 113
3.6.5. Instument Tes kemampuan Berpikir Kreatif ... 113
3.7.Teknik Analisis Data ... 115
3.7.1. Analisis Data Untuk Menghitung Validitas dan Reabilitas 115 3.7.2. Analisis Data Untuk Kepraktisan Perangkat Pembelajaran 118 3.7.3. Analisis Data Untuk Keefektifitas Perangkat Pembelajaran Matematika ... 119
3.7.4. Analisis Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir Kreatif ... 122
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 123
4.1Hasil Penelitian ... 123
4.1.1 Deskripsi Tahap Pengembangan Perangkat Pembelajaran .... 123
4.1.1.1 Deskripsi Tahap Pendefinisian (Define) ... 124
4.1.1.2 Deskripsi Tahap Perancangan (Design) ... 129
vii
4.1.1.4 Deskripsi Tahap Penyebaran (Diseminate) ... 194
4.1.2 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Perangkat Pembelajaran Model Discovery Learning berbasis budaya Tapsel ... 194
4.1.3 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Menggunakan Perangkat Pembelajaran Model Discovery Learning berbasis budaya Tapsel ... 197
4.2 Pembahasan Penelitian ... 199
4.2.1 Validitas Perangkat Pembelajaran Model Discovery Learning Berbasis Budaya Tapsel yang dikembangkan ... 200
4.2.2 Kepraktisan Perangkat Pembelajaran Model Discovery Learning Berbasis Budaya Tapsel yang dikembengkan ... 202
4.2.3 Efektivitas Perangkat Pembelajaran Model Discovery Learning Berbasis Budaya Tapsel Yang dikembangkan ... 203
4.2.4 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Perangkat Pembelajaran Model Discovery Learning Berbasis Budaya Tapsel yang Dikembangkan ... 206
4.2.5 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Menggunakan Perangkat Pembelajaran Model Discovery Learning Berbasis Budaya Tapsel yang Dikembangkan ... 208
4.3 Keterbatasan Penelitian ... 209
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 210
5.1Simpulan ... 210
5.2Saran ... 212
DAFTAR PUSTAKA ... 213
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning ... 45
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 114
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 114
Tabel 3.3 Kriteria Tingkat Kevalidan ... 116
Tabel 3.4 Interprestasi Koefisien Validitas dan Reabilitas... 118
Tabel 3.5 Persentase Waktu Ideal dan Batas Toleransi Aktivitas Siswa... 121
Tabel 4.1 Tujuan Pembelajaran Materi Persamaan Linier Dua Variabel ... 128
Tabel 4.2 Media dan Alat Bantu Pembelajaran Materi Persamaan Linier Dua Variabel ... 130
Tabel 4.3 Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 144
Tabel 4.4 Hasil Validasi Buku Siswa (BS) ... 148
Tabel 4.5 Hasil Validasi Buku Guru (BG) ... 150
Tabel 4.6 Hasil Validasi Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 151
Tabel 4.7 Hasil Validasi Instrumen Penelitian ... 153
Tabel 4.8 Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 154
Tabel 4.9 Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 155
Tabel 4.10 Rangkuman Hasil Wawancara ... 159
Tabel 4.11 Hasil Pengamatan Keterlaksanaan Pembelajaran ... 161
Tabel 4.12 Deskripsi Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Uji Coba I ... 164
Tabel 4.13 Tingkat Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Hasil Posttest Uji Coba I ... 165
Tabel 4.14 Deskripsi Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Uji Coba I ... 166
Tabel 4.15 Tingkat Penugasan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Hasil Posttest Uji Coba I ... 167
Tabel 4.16 Tingkat Ketuntasan Klasikal Kemampuan Berpikir Kreatif Pada Uji Coba I ... 168
Tabel 4.17 Rata-Rata Persentase Waktu Ideal Aktivitas Siswa Uji Coba I ... 169
Tabel 4.18 Hasil Analisis Respon Siswa Uji Coba I ... 172
Tabel 4.19 Revisi Buku Siswa ... 175
Tabel 4.20 Rangkuman Hasil Wawancara ... 179
Tabel 4.21 Hasil Pengamatan Keterlaksanaan Pembelajaran ... 180
ix
Hasil Posttes Uji Coba II ... 184
Tabel 4.24 Tingkat Ketuntasan Klasikal Kemampuan Komunikasi Matematis Pada Uji Coba II ... 186
Tabel 4.25 Deskripsi Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Uji Coba II . 187
Tabel 4.26 Tingkat Penguasaan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Hasil Posttest Uji Coba II ... 187
Tabel 4.27 Tingkat Ketuntasan Klasikal Kemampuan Berpikir Kreatif Pada Uji Coba II ... 188
Tabel 4.28 Rata-rata Persentase Waktu Ideal Aktivitas Siswa Uji Coba II ... 190
Tabel 4.29 Hasil Analisis Data Angket Respon Siswa Uji Coba II ... 192
Tabel 4.30 Deskripsi Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 196
Tabel 4.31 Rata-rata Kemampua Komunikasi Matematis Siswa Untuk Setiap Indikator ... 196
Tabel 4.32 Deskripsi Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif ... 198
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Proses jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa 6
Gambar 1.2 Jawaban Siswa Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa ... 10
Gambar 1.3 RPP ... 13
Gambar 1.4 Buku Ajar Siswa ... 14
Gambar 2.1 Pola Perilaku Hidup Masyarakat Tapsel ... 55
Gambar 2.2 Benda Konkrit Budaya Tapsel ... 56
Gambar 2.3 Dalihan Natolu ... 56
Gambar 2.4 Oleh-Oleh dan Cindramata Khas Tapsel ... 58
Gambar 2.5 Tahap Pendefinisian dalam Model 4D ... 65
Gambar 2.6 Tahap Perancangan dalam Model 4D ... 66
Gambar 2.7 Tahap Pengembangan dalam Model 4D ... 67
Gambar 3.1 Bagan Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model 4-D ... 100
Gambar 3.2 Prosedur Penelitian Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model discovery Learning berbasis budaya Tapsel ... .. 107
Gambar 4.1 Hasil Analisis Konsep Persamaan Linear Dua Variabel ... 127
Gambar 4.2 Tampilan RPP ... 133
Gambar 4.3 Tampilan Cover Buku Siswa ... 134
Gambar 4.4 Tampilan Peta Konsep Persamaan Linear Dua Variabel ... 135
Gambar 4.5 Tampilan Materi Persamaan Linier Dua Variabel ... 136
Gambar 4.6 Tampilan Isi Buku Guru ... 137
Gambar 4.7 Tampilan Lembar Aktivitas Siswa ... 138
Gambar 4.8 Sebelum dan Setelah Validasi RPP Validator I ... 146
Gambar 4.9 RPP Sebelum dan Setelah Validasi RPP Validator III ... 147
Gambar 4.10 Diagram Nilai Perolehan Keterlaksanaan Pembelajaran ... 163
Gambar 4.11 Tingkat Penguasaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Hasil Postes Uji Coba I ... 166
Gambar 4.12 Tingkat Penguasaan Kemampuan Berpikir Kreatif Hasil Postes Uji Coba I ... 167
Gambar 4.13 Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Berpikir Kreatif Uji Coba I ... 168
Gambar 4.14 Diagram Persentase Waktu Aktivitas Siswa Uji Coba I ... 170
Gambar 4.15 Diagram Nilai Perolehan Keterlaksanaan Pembelajaran ... 183
xi
Gambar 4.17 Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa Pada Uji Coba II ... 186 Gambar 4.18 Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif Hasil Postes
Uji Coba II ... 188 Gambar 4.19 Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis Siswa Pada Uji Coba II ... 189 Gambar 4.20 Persentase Waktu Aktifitas Siswa Uji Coba II ... 190 Gambar 4.21 Rata-Rata Kemampuan Komunikasi Matematis Untuk Setiap
Indikator ... 197 Gambar 4.22 Rata-Rata Kemampuan Berpikir Kreatif Untuk Setiap
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pengembangan kemampuan siswa
secara optimal pada saat ini sangat diperlukan karena seiring dengan
perkembangan ilmu dan teknologi sekarang ini di satu sisi memungkinkan kita
untuk memperoleh banyak informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai
tempat di dunia. Namun, di sisi lain kita tidak mungkin untuk mempelajari
keseluruhan informasi dan pengetahuan yang ada, karena sangat banyak dan
tidak semuanya diperlukan. Untuk menghadapi tantangan tersebut dituntut
sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetisi secara global, yaitu
sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dan keterampilan tinggi yang
melibatkan pemikiran kritis, kreatif, sistematis, logis, dan kemampuan
bekerjasama yang efektif. Kemampuan dan keterampilan ini sangat dibutuhkan
dalam pembelajaran terutama pembelajaran matematika.
Matematika seperti yang kita ketahui merupakan mata pelajaran yang telah
di kecap oleh peserta didik mulai dari pertama masuk sekolah, yaitu kelas 1 SD.
Hal ini tentu mempunyai alasan tersendiri, yaitu matematika merupakan ilmu
universal mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting
dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Salah satu tujuan mata pelajaran matematika adalah memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
2
pembelajaran matematika hendaknya dibiasakan dengan mengajukan masalah
nyata, yaitu pembelajaran yang mengaitkan masalah dengan kehidupan
sehari-hari, secara rinci mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan. Tujuan mata pelajaran matematika tersebut masih jauh dari
kenyataan. Sampai dengan saat ini belum ada data atau fakta yang dapat dijadikan
bukti bahwa hasil pembelajaran matematika di Indonesia sudah berhasil baik.
Berdasarkan laporan Trends in International Mathematics and Science
Study (TIMSS) tahun 2011, Indonesia berada pada peringkat ke-38 dari 42 negara
peserta, dengan skor 386 dibawah skor rata-rata 500. Skor Indonesia ini turun 11
poin dari penilaian tahun 2007 (Litibang Kemendikbud 2011). Hal ini merupakan
indikator yang menunjukkan bahwa hasil pembelajaran matematika di Indonesia
belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.
Senada dengan laporan tersebut, PISA (Program for International Student
Assessment) 2009 dalam kemampuan membaca, matematika dan iptek secara
keseluruhan, posisi Indonesia berada pada peringkat 57 dari 65 negara. Skor
tertinggi diraih Kota Shanghai, China kemampuan matematikanya mencapai skor
600 sedangkan skor Indonesia adalah 371. Ini berarti Indonesia berada pada level
rendah dalam kemampuan matematika (Litibang Kemendikbud, 2011).
Sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun
2006, disebutkan bahwa pembelajaran matematika sekolah bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut:
3
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa kemampuan komunikasi matematik
merupakan suatu kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan
strategi matematik, komunikasi matematik juga merupakan wadah bagi siswa
dalam bekomunikasi dengan temannya untuk memeperoleh informasi, bertukar
pikiran dan penemuan serta menilai dan mempertajam ide. Komunikasi matematik
sangat penting karena matematika merupakan bahasa dan alat, matematika
menggunakan definisi-definisi yang jelas dan simbol-simbol khusus serta
digunakan setiap manusia dalam kehidupannya.
Kemampuan Komunikasi Matematik tercantum dalam kurikulum
matematika sekolah menengah (NCTM, 2000). Komponen tujuan pembelajaran
matematika antara lain : dapat mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram atau ekspresi matematik untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan
memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, sikap rasa
ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet
dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Greenes dan Schulman (Ansari, 2009 :10) berpendapat bahwa kemampuan
komunikasi matematik dapat terjadi ketika siswa (1) menyatakan ide matematika
melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam tipe
4
tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual; (3) mengkonstruk, menafsirkan dan
menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya.
Baroody (Ansari 2009:4) menyebutkan sedikitnya ada dua alasan penting,
mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan
siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar
alat bantu berfikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola,
menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga
sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara
jelas, tepat dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity, artinya
sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai
wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa.
Paparan di atas menunjukkan bahwa banyak persoalan ataupun informasi
disampaikan dengan bahasa matematika, misalnya menyajikan persoalan atau
masalah ke dalam model matematika yang dapat berupa diagram, persamaan
matematika, grafik, ataupun tabel. Mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa
matematika justru lebih praktis, sistematis, dan efisien. Begitu pentingnya
matematika sebagai bahasa sehingga bahasa matematika merupakan bagian dari
bahasa yang digunakan dalam masyarakat.
Menurut Saragih (2007) kemampuan komunikasi matematis perlu dikuasai
oleh siswa. Kemampuan komunikasi matematis (mathematical communication)
dalam pembelajaran matematika perlu untuk diperhatikan, ini disebabkan
komunikasi matematis dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir
matematis siswa baik secara lisan maupun tulisan. Apabila siswa mempunyai
5
matematika yang mendalam tentang konsep matematika. Namun kenyataan di
lapangan dalam pembelajaran matematika selama ini kurang memberikan
perhatian terhadap pengembangan kemampuan berkomunikasi matematis, padahal
kemampuan komunikasi matematis perlu ditumbuhkembangkan dikalangan siswa.
Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa juga dapat dilihat
dari hasil observasi guru bidang studi matematika SMPN 1 Halongonan. yang
terdiri dari 25 siswa, diberikan soal kemampuan komunikasi sebagai berikut:
Salah satu soal yang diberikan sebagai berikut:
1. Diketahui segitiga ABC dengan sudut-sudutnya adalah 500, 600 dan 700
a. Berdasarkan besar ketiga sudutnya, jenis segitiga apakah segitiga ABC?
Jelaskan jawabanmu!
b. Berdasarkan panjang ketiga sisinya, jenis segitiga apakah segitiga ABC?
Jelaskan jawabanmu!
c. Dapatkah kamu menggambarkan segitiga dengan besar sudut 300, 400 dan
500? Jelaskan jawabanmu!
Adapun alternatif jawaban dari soal di atas yaitu:
1. a. Jenis segitiga tersebut adalah segitiga lancip karena semua sudutnya
kurang dari 900.
b. Karena ketiga sudutnya berbeda maka panjang ketiga sisi segitiga juga
berbeda. Sehingga jenis segitiga ABC berdasarkan panjang sisi adalah
segitiga sembarang.
c. Tidak, karena jumlah ketiga sudut segitiga harus sama dengan 1800.
6
Salah satu jawaban siswa ditunjukkan pada gambar 1.1. memperlihatkan
bahwa hampir semua siswa mendapatkan kesulitan dalam memahami dan
mengkomunikasikan soal sudut, ini dapat terlihat dari jawaban siswa berikut ini:
Gambar 1.1.
Proses Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Dari penjelasan di atas terungkap fakta bahwa ada beberapa permasalahan
yang dijumpai dalam pembelajaran matematika, diantaranya: guru masih
mendominasi pembelajaran sehingga siswa cenderung pasif dan menerima saja,
siswa kurang merespon pertanyaan guru saat pembelajaran matematika,
pembelajaran belum diarahkan untuk membangun pengetahuan dalam diri siswa
sehingga proses berpikir siswa cenderung tidak aktif, siswa cenderung mengindari
matematika dan siswa tidak tertarik menjawab soal-soal matematika.
Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Kusmaydi (2010) yang menyatakan
bahwa ada siswa yang mampu menyelesaikan suatu masalah matematika tetapi
tidak mengerti apa yang dikerjakannya dan kurang memahami apa yang
terkandung didalamnya. Selain itu, masih banyak siswa yang tidak mampu
menyatakan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika, dan juga Jawaban siswa salah dan alasan siswa juga masih salah. Dalam hal ini siswa belum dapat menerapkan konsep sudut dalam menentukan jenis segitiga
Jawaban siswa salah. Dalam hal ini siswa belum mampu mengidentifikasi unsur sudut dalam segitiga yang jumlah sudut dalamnya harus 1800
7
tidak mampu menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol
matematis.
Selain kemampuan komunikasi matematis, terdapat satu hal penting
lainnya yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, yaitu kemampuan berpikir
kreatif. Kemampuan berpikir kreatif merupakan suatu proses yang digunakan
ketika kita mendatangkan/memunculkan suatu ide baru. Menurut Siswono (2005:
5), “meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah
matematika. Kemampuan berpikir kreatif itu meliputi kemampuan:
a. memahami informasi masalah, yaitu menunjukan apa yang diketahui dan apa
yang ditanyakan.
b. menyelesaikan masalah dengan bermacam-macam jawaban (kefasihan).
c. menyelesaikan masalah dengan satu cara kemudian dengan cara lain dan siswa
memberikan penjelasan tentang berbagai metode penyelesaian itu
(fleksibilitas).
d. memeriksa jawaban dengan berbagai metode penyelesaian dan kemudian
membuat metode baru yang berbeda (kebaruan).
Siswa dikatakan memahami masalah bila menunjukkan apa yang diketahui
dan apa yang ditanyakan, siswa memiliki kefasihan dalam menyelesaikan masalah
bila dapat menyelesaikan masalah dengan jawaban bermacam-macam yang benar
secara logika. Siswa memiliki fleksibilitas dalam meyelesaikan masalah bila dapat
menyelesaikan soal dengan dua cara atau lebih yang berbeda dan benar. Siswa
memiliki kebaruan dalam menyelesaikan masalah bila dapat membuat jawaban
8
Selanjutnya, Munandar (Sumarmo, 2013:481) merinci ciri-ciri keempat
komponen berpikir kreatif sebagai proses sebagai berikut, Ciri-ciri fluency
meliputi :
1. Mencetuskan banyak ide, banyak jawaban, banyak penyelesaian masalah,
banyak pertanyaan dengan lancar.
2. Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal.
3. Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.
Menurut munandar (1999) menunjukkan indikasi berpikir kreatif dalam
definisinya bahwa “kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah
kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah,
dimana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keberagaman jawaban”.
Pengertian ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif seseorang makin
tinggi, jika ia mampu menunjukkan banyak kemungkinan jawaban pada suatu
masalah. Semua jawaban itu harus sesuai dengan masalah dan tepat. Selain itu
jawaban harus bervariasi. Misalkan anak diminta memikirkan penggunaan yang
tidak lazim dari benda sehari-hari. Sebagai contoh “seorang anak ditanya apa
kegunaan sapu ijuk?”. Jika jawaban anak menyebut: untuk memukul ayam, main
kuda-kudaan, untuk membuat rambut boneka, untuk menyumbat lubang, untuk
menyaring air, atau membuat hiasan. Jawaban itu menunjukkan variasi atau
keberagaman. Jika ia menyebut untuk membersihkan lantai, menyapu halaman,
membersihkan langit-langit, atau mengambil sampah, maka jawaban tersebut
tidak menunjukkan variasi meskipun banyak, karena semua menyangkut sapu ijuk
9
berpikir kreatif seseorang masih rendah, karena ia belum mampu menunjukkan
banyak kemungkinan jawaban pada suatu masalah.
Kenyataan dilapangan dari hasil observasi dengan mengajukan soal yang
mengukur kemampuan berpikir kreatif kepada siswa SMPN 1 Halongonan,
kemampuan berpikir kreatif siswa masih rendah, siswa kesulitan dalam
menyelesaikan soal yang berhubungan dengan kempuan berpikir kreatif
matematis.
Sebangai contoh, salah satu persoalan kemampuan berpikir kreatif yang
diajukan kepada siswa yaitu:
Diketahui persegipanjang berikut:
12
8
a. Buatlah bangun datar yang luasnya sama dengan luas bangun persegipanjang
itu dan tuliskan ukuran-ukurannya.
b. Apakah ada bangun datar lain yang luasnya sama dengan bangun datar itu?
Gambarkan 2 bangun datar itu dan tunjukkan ukuran-ukurannya.
c. Perhatikan satu bangun datar yang telah kamu buat. Tunjukkan cara yang
berbeda untuk mendapatkan bangun datar itu?
d. Buatlah 2 soal berbeda tentang persegipanjang itu dan berikan penyelesaian
soal yang kamu buat.
e. Dari soal yang telah kamu buat, manakah yang penyelesaiannya lebih dari
10
Dari hasil kerja siswa berikut terlihat bahwa hamper semua siswa kesulitan
dalam menjawab soal.
Gambar 1.2
Jawaban Siswa Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Dari penjelasan di atas permasalahan yang dijumpai dalam pembelajaran
matematika adalah pembelajaran belum diarahkan untuk membangun
pengetahuan dalam diri siswa sehingga proses berpikir siswa cenderung tidak
aktif, siswa cenderung mengindari matematika dan siswa tidak tertarik menjawab
soal-soal matematika.
Dari kasus-kasus dan temuan-temuan di lapangan, rendahnya kemampuan
komunikasi matematik dan berpikir kreatif siswa disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain : pertama, rencana pembelajaran yang dimiliki guru tidak sesuai
dengan kriteria pengembangan perangkat pembelajaran yang baik. Rencana
pembelajaran yang ada hanya sebagai pelengkap administrasi, guru tidak
mengembangkan rencana pembelajarannya sendiri, proses pembelajaran terkesan
situasional dan tidak terarah. Hal ini menyebabkan siswa pasif dan kurang
termotivasi dalam pembelajaran. Kedua, siswa tidak memiliki lembar aktivitas
siswa atau yang sering disebut LKS sehingga proses pengembangan kemampuan
11
masalah-masalah yang disajikan pada buku pendukung pembelajaran yang
digunakan belum mampu mengukur kemampuan komunikasi matematik dan
berpikir kreatif sesuai dengan indikator yang diharapkan. Keempat, tes
kemampuan belajar yang diberikan guru masih kurang dalam hal pengembangan
kemampuan komunikasi matematik dan berpikir kreatif. Dari beberapa faktor di
atas, perangkat pembelajaran menjadi faktor dominan rendahnya kemampuan
komunikasi matematik dan berpikir kreatif siswa.
Menurut Wahyudi (2010:107) “kualitas pendidikan ditentukan oleh
berbagai faktor dominan antara lain; guru, kepemimpinan kepala sekolah, sarana
dan perasarana sekolah termasuk kelengkapan buku, media/alat pembelajaran,
perpustakaan sekolah, tanpa terkecuali kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan
peserta didik”. Dari pendapat Wahyudi salah satu komponen yang sangat penting
dalam kualitas pendidikan adalah perangkat pembelajaran. Kualitas perangkat
pembelajaran yang digunakan juga menentukan kualitas pembelajaran.
Untuk dapat menumbuh kembangkan kemampuan komunikasi dan
berpikir kreatif matematis, diperlukan suatu perangkat pembelajaran yang
mendukung. Bertolak dari hal tersebut, adalah suatu tantangan bagi para guru
untuk dapat mengembangkan perangkat pembelajarannya sendiri.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang berkaitan dengan
standar nasional pendidikan mengisyaratkan bahwa guru diharapkan dapat
mengembangkan perencanaan pembelajaran, yang kemudian dipertegas melalui
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang standar proses. Untuk memenuhi
standar proses tersebut, maka pembelajaran harus direncanakan, dinilai, dan
12
(2013:64) adalah sebagai acuan kepada peserta didik dalam posisi membantu
terlaksananya dengan efektif suatu pembelajaran. Salah satu perencanaan
pembelajaran adalah menyusun perangkat pembelajaran.
Perangkat pembelajaran menurut Trianto (2011:201) “perangkat
pembelajaran yang diperlukan dalam mengelola proses belajar mengajar dapat
berupa: silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan
Siswa (LKS), Instrumen Evaluasi atau Tes Hasil Belajar (THB), media
pembelajaran serta buku ajar siswa”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perangkat pembelajaran meliputi sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan
pedoman yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Beberapa perangkat
pembelajaran yang lazim didengar adalah silabus, RPP, LKS, bahan ajar dan alat
evaluasi. Perangkat yang berkualitas adalah perangkat pembelajaran memenuhi
kriteria valid, praktis dan efektif.
Dari pernyataan Akker (Rochmad, 2012: 68) disimpulkan bahwa kriteria
kualitas suatu perangkat yaitu kevalidan (validity), kepraktisan (practically), dan
keefektifan (effectiveness). Sehingga dapat dinyatakan bahwa perangkat yang
berkualitas adalah yang memenuhi ketiga aspek tersebut. Selanjutnya dari
pernyataan Tati, dkk. (2009: 78) disimpulkan bahwa validitas diperoleh dari
validasi perangkat oleh pakar (expert) dan teman sejawat berisikan validasi isi
(content), konstruk dan bahasa. Selanjutnya kepraktisan berarti bahwa perangkat
pembelajaran dapat diterapkan oleh guru sesuai dengan yang direncanakan dan
mudah dipahami oleh siswa. Sedangkan keefektifan dilihat dari hasil penilaian
13
Berdasarkan analisis yang peneliti lakukan terhadap perangkat yang
digunakan di SMPN 1 Halongonan terdapat beberapa kelemahan pada perangkat
pembelajaran.
Gambar 1.3 RPP
Dari hasil pengamatan dan analisis terhadap Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang ada, masih terdapat beberapa kekurangan: Pertama,
RPP yang digunakan guru masih merupakan hasil copy dari guru lain yang masih
bersifat umum dan kurang sesuai dengan karakteristik siswa di SMPN 1
Halongonan. Kedua, langkah-langkah pembelajaran tidak mengacu pada model
pembelajaran yang tercantum dalam RPP namun masih bersifat teacher centered.
Langkah-langkah pembelajaran tidak memuat alokasi waktu yang jelas pada
setiap prosesnya. Ketiga, masalah-masalah untuk menilai hasil belajar masih
minim dan tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran serta kurang mendukung
pengembangan kemampuan komunikasi matematik dan berpikir kreatif siswa.
Keempat, tidak adanya rubrik penskoran pada penilaian hasil belajar siswa.
Kelemahan selanjutnya terkait dengan buku siswa. Dari analisis yang
14
memaparkan materi lingkaran secara langsung dan tidak mengarahkan siswa
membangun pengetahuannya sendiri. Buku tidak menyajikan masalah-masalah
yang dapat melatih kemampuan berpikir siswa. Buku tidak menyajikan peta
konsep sehingga materi belum dipetakan secara jelas dan guru tidak memiliki
buku pegangan guru sehingga aspek kepraktisan buku belum terpenuhi. Selain itu,
contoh soal pada buku siswa juga masih soal-soal rutin. Oleh sebab itu, buku guru
dan siswa perlu dikembangkan untuk memperbaiki kondisi di atas. Kondisi buku
siswa dapat dilihat pada gambar 1.4.
Gambar 1.4 Buku Ajar Siswa
Kelemahan selanjutnya adalah lembar kerja siswa (LKS) yang dipakai
siswa berisi soal-soal rutin yang dapat diselesaikan dengan hanya menggunakan
rumus, sedangkan kemampuan berpikir kreatif dilatih dari pemberian soal-soal
nonrutin. LKS juga tanpa warna dan tidak menarik. Selanjutnya hasil belajar
siswa dari pemberian latihan soal dari LKS belum memuaskan, sehingga aspek
efektivitas dari LKS belum tercapai. Oleh sebab itu, perlu dikembangkan LKS
15
Kelemahan-kelemahan ini menunjukkan perangkat pembelajaran yang
digunakan guru dalam proses pembelajaran belum memenuhi kriteria valid,
praktis dan efektif. Oleh sebab itu wajarlah jika kemampuan komunikasi dan
berpikir kreatif siswa masih rendah. Dengan mengembangkan perangkat
pembelajaran yang memenuhi kriteria tersebut di atas diharapkan menjadi solusi
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan berpikir kreatif matematis
siswa.
Melihat kenyataan di atas untuk dapat meningkatkan hasil belajar diperlukan metode pembelajaran yang efektif. Metode pembelajaran yang relevan untuk mengatasi hal ini yaitu metode discovery learning. Metode Discovery
Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri (Depdikbud, 2013:1). Metode discovery
learning merupakan suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri agar anak dapat belajar sendiri. Metode yang dipilih
adalah metode discovery learning karena dengan menggunakan metode ini, siswa dapat dilibatkan dalam proses kegiatan mental sehingga siswa lebih bersemangat dan antusias untuk belajar serta kemungkinan hasil belajar siswa meningkat itu
tinggi.
16
Indonesia untuk memelihara dan mengembangkan kebudayaan nasional Indonesia dengan berbagai cara. Salah satu cara sebagai tindak lanjut dari amanat dalam pasal 32 tersebut adalah melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Tapsel sebagai bagian dari kebudayaan nasional Indonesia melalui jalur pendidikan.
Pemerintah melalui Kemendikbud telah berupaya melestarikan
kebudayaan lokal di setiap daerah melalui jalur pendidikan, yaitu dengan
menyisipkan mata-mata pelajaran dalam kurikulum yang berkaitan dengan
budaya, seperti kesenian dan muatan lokal. Namun tetap saja usaha ini belum
efektif karena alokasi waktu untuk dua mata pelajaran tersebut masih terlalu
sedikit bila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Untuk itu perlu strategi
yang efektif, yaitu menyisipkan budaya dalam mata-mata pelajaran yang memiliki
alokasi waktu yang banyak dalam pembelajaran di sekolah. Salah satu mata
pelajaran yang memiliki alokasi waktu yang besar adalah matematika. Dengan
demikian, salah satu cara efektif untuk melestarikan budaya adalah melalui
pembelajaran matematika berbasis budaya.
Pembelajaran matematika berbasis budaya atau lebih dikenal dengan
istilah Etnomatematika pertama kali dicetuskan dan dikembangkan oleh seorang matematikawan Brasil yaitu Ubiratan D’Ambrosio. Menurut D’Ambrosio, etnomatematika adalah suatu studi tentang pola hidup, kebiasaan atau adat istiadat
dari suatu masyarakat di suatu tempat yang memiliki kaitan dengan konsep-konsep matematika namun tidak disadari sebagai bagian dari matematika oleh masyarakat tersebut. Sejak pertama kali dicetuskan hingga saat ini,
17
Menyikapi peranan Etnomatematika untuk melestarikan kebudayaan di berbagai belahan dunia dan kondisi real dari eksistensi kebudayaan Tapsel yang
perlahan-lahan mulai terancam oleh kemajuan IPTEK, maka untuk melestarikan kebudayaan Tapsel dapat dilakukan melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan etnomatematika. Implementasi nyata yang dapat dilakukan dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan Etnomatematika di Tapsel,
diantaranya adalah mengenalkan bangunan-bangunan tua yang merupakan warisan masa lampau dan mengkaitkannya dengan konsep bangun-bangun
geometri pada siswa sekolah dasar. Contoh sederhana tersebut menunjukkan bahwa budaya Tapsel dapat dikembangkan dan dilestarikan melalui pembelajaran Matematika berbasis budaya.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang berfokus pada pengembangan model pembelajaran yang diharapakan dapat meningkatakan kemampuan komunikasi matematis, berpikir kreatif, dan sikap positif dalam matematika yang akhirnya akan memperbaki hasil belajar matematika, menjadi penting untuk
dilakukan. Oleh karena itu, penelitian yang berjudul Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Model Discovery Learning Berbasis Budaya Tapel Untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Dan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMPN 1 Halongonan daharapkan dapat menjawab permasalah.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah,
dapat dilakukan identifikasi masalah:
1. Penguasaan siswa terhadap matematika masih belum memuaskan.
2. Prestasi belajar matematika masih rendah.
18
4. Rendahnya kemampuan berpikir kreatif siswa.
5. Respon siswa terhadap pembelajaran matematika masih bersifat negatif.
6. Strategi pembelajaran matematika kurang sejalan dengan tujuan pembelajaran
7. Siswa tidak menggunakan LAS sebagai pendukung pembelajaran.
8. Buku pegangan siswa belum efektif dalam mendukung pengembangan
kemampuan-kemampuan matematika siswa.
9. RPP yang digunakan guru belum memenuhi kriteria RPP yang baik.
10. Pembelajaran matematika disekolah-sekolah saat ini masih cenderung
menerapkan pembelajaran langsung.
1.3 Batasan Masalah
Berbagai masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup
luas dan kompleks, agar penelitian ini lebih fokus dan mencapai tujuan, maka
peneliti membatasi masalah penelitian ini pada :
1. Perangkat pembelajaran Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku
Siswa (BS), Lembar Aktivitas Siswa (LAS) serta Tes Kemampuan Belajar
(TKB) yang digunakan saat ini belum memenuhi kriteria perangkat
pembelajaran yang baik.
2. Aktivitas siswa dalam belajar matematika masih pasif.
3. Kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah.
4. Kemampuan berpikir kreatif siswa masih rendah.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, identifikasi masalah, serta
pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang dikemukakan pada
19
1. Bagaimana validitas perangkat pembelajaran discovery learning berbasis
budaya Tapsel yang dikembangkan?
2. Bagaimana efektivitas perangkat pembelajaran discovery learning berbasis
budaya Tapsel yang dikembangkan?
3. Bagaimana kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan model
discovery learning berbasis budaya Tapsel dikembangkan?
4. Bagaimana peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa melalui
perangkat pembelajaran discovery learning berbasis budaya Tapsel?
5. Bagaimana peningkatan berpikir kreatif siswa melalui perangkat
pembelajaran discovery learning berbasis budaya Tapsel yang
dikembangkan?
1.5 Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan perangkat
pembelajaran matematika menggunakan model pembelajarn discovery learning
untuk meningkatakan kemapuan komunkasi matematis dan berpikir kreatif siswa.
Tujuan umum ini dapat dijabarkan kedalam tujuan-tujuan yang lebih khusus
sebagai berikut:
1. Menghasilkan perangkat pembelajaran discovery leaning berbasis budaya
Tapsel yang valid.
2. Mendeskripsikan efektivitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan
dengan model discovery leaning berbasis budaya Tapsel.
3. Mendeskripsikan kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan
20
4. Mendeskripsikan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
melalui perangkat pembelajaran discovery leaning berbasis budaya Tapsel
yang dikembangkan.
5. Mendeskripsikan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui
perangkat pembelajaran discovery leaning berbasis budaya Tapsel yang
dikembangkan.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi guru, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengembangkan
profesi guru serta mengubah pola dan sikap guru dalam mengajar yang
semula berperan sebagai pemberi informasi menjadi berperan sebagai
fasilitator dan mediator yang dinamis dengan menerapkan pembelajaran
model discovery learning berbasis budaya sehingga kegiatan belajar mengajar
yang dirancang dan dilaksanakan menjadi lebih efektif, efisien, kreatif dan
inovatif
2. Bagi siswa, melalui pembelajaran model discovery learning berbasis budaya
dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kreatif.
3. Bagi peneliti, memberi gambaran atau informasi tentang peningkatan
kemampuan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kreatif selama
pembelajaran berlangsung dan variasi jawaban siswa dalam menyelesaikan
213 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Validitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan termasuk dalam kategori valid dengan nilai rata-rata total validitas RPP sebesar 4,60, buku siswa sebesar 4,60, LAS sebesar 4,60, butir soal tes kemampuan komunikasi dan berpikir kreatif matematis juga telah berada pada kategori valid.
2. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan melalui perangkat pembelajaran model discovery learning berbasis budaya Tapsel kriteria praktis ditinjau dari: (1) penilaian ahli/praktisi menyatakan bahwa perangkat pembelajaran berbasis budaya Tapsel yang dikembangkan dapat digunakan dengan sedikit revisi; dan (2) keterlaksanaan perangkat pembelajaran telah mencapai kategori sangat tinggi, yaitu pada uji coba I sebesar 4,04 dan pada uji coba II sebesar 4,22 serta lembar observasi keterlaksanaan perangkat pembelajaran telah mencapai reliabilitas yang baik, yaitu pada uji coba I sebesar 99,52% dan pada uji coba II sebesar 99,55%.
214
4. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan perangkat pembelajaran model discovery learning berbasis budaya Tapsel pada materi persamaan linear dua variable adalah rata-rata pencapaian kemampuan komunikasi matematis siswa pada uji coba I sebesar 80,9 meningkat menjadi 85,5 pada uji coba II. Disamping itu, rata-rata setiap indikator kemampuan komunikasi matematis meningkat dari uji coba I ke uji coba II.
5. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa menggunakan perangkat pembelajaran model discovery learning berbasis budaya Tapsel pada materi persamaan linear dua variable adalah kategori yang paling dominan berada pada tingkat tinggi/positif, pencapaian kemampuan berpikir kreatif siswa pada uji coba I sebesar 51,80 meningkat menjadi 81,5 pada uji coba II. Di samping itu, rata-rata setiap indikator kemampuan berpikir kreatif siswa meningkat dari uji coba I ke uji coba II.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut:
215
2. Perangkat pembelajaran model discovery learning berbasis budaya Tapsel yang dihasilkan dapat disebarluaskan mengingat tahap penyebaran (disseminate). Sehingga terbuka peluang bagi peneliti lain untuk mengkaji
lebih jauh tentang keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan. 3. Perangkat pembelajaran model discovery learning berbasis budaya Tapsel
216
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, Saragih. 2012. Peningkatan Pemahaman Konsep Grafik Trigonometri Siswa SMK Melalui Penemuan Terbimbing Melalui Penemuan Terbimbing Berbantuan Software Autograph. (Online). e-journal.unimed.ac.id, Diakses pada Desember 2015
Ahmadi, A. 2007. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya
Akbar, S. 2013. Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya
Akanmu, M. A. 2013. Guided discovery Learning Strategy and Senior School Students Performance in Mathematics in Ejigbo, Nigeria. Journal of Education and PracticeIISTE, (Online), Vol.4 No.12. (http://www.iiste.org/sub/PaperSubmissionGuide.doc), diakses pada 1 Oktober 2015.
Akker, J, V, D. 1999. Principle and Methods of Development Research. First Edition Illionis: F. E Peacock Publishers, Inc.
Ansari, B.I. 2009. Komunikasi Matematik. Banda Aceh: Yayasan Pena. Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: Bumi
Aksara.
Arrend, I. A. 2008. Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi Ketujuh Buku Dua. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Asmin., & Abil, M. 2014. Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan Analisis Klasik dan Modern. Medan: LARISPA.
Balim, A. G. 2009. The Effects of Discovery Learning on Students’ Success and Inquiry Learning Skills. Egitim Arastirmalari-Eurasian Journal of Educational Research, Issue 35, Spring 2009, 1-20. (Online), (http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM) Diakses pada Januari 2016.
Baroody, A.J. 1993. Problemsolving, Reasoning, and Communicating, K-8, Helping Children Think Mathematically. New York: Merril, an in print of Macmillan Publishing, Company.
217
Creswell, J. W. 2008. Research Questions and Hypotheses. USA: Sage Publications, Inc.
Dahar, R.W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga.
Daryanto. (2009). Panduan Proses Pembelajaran Kreatif & Inovatif. Jakarta:Publisher.
Danoebroto, Sri Wulandari. 2012. Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Multikultural. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi. (Online), Volume 1, Nomor 1, Juni, 2012, (http://journal.uny.ac.id/index.php/jppfa/article/download/1054/856) Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Matematika untuk Sekolah Lanjutan Tingkat. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
D‟Ambrosio. 2006. The Program Ethnomathematics: A Theoretical Basis of
the Dynamics of Intra-Cultural Encounters. The Journal of Mathematics
and Culture, (Online), Vol 6. hal.1-7(http://nasgem.rpi.edu/files/1437)
diakses 20 September 2015)
Habibi, M. 2012. Pengembangan Modul Pecahan berbasis Konstruktivisme dengan Sisipan Karikatur untuk Kelas IV Sekolah Dasar. Tesis. Padang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang.
Hamzah, A & Muhlisraini. 2014. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hartono. 2009. Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Aplikasi Matematika Mahasiswa pada Pembelajaran Open-Ended dengan Konvensional di Sekoalah Menengah Pertama. Disertasi. SPS. UPI. Tidak Dipublikasikan.
Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dam Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21, Bogor: Ghalia Indonedia.
218
Karim, A. 2011. Penerapan Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar. Seminar nasional matematika terapan, diseminarkan pada September 2011. Kaya, Defni & Aydin, Hasan. 2014. Elementary Mathematics Teachers'
Perceptions and Lived Experiences on Mathematical
Communication. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2016, 12(6), 1619-1629 doi:
10.12973/eurasia.2014.1203a. (Online),
(www.ejmste.com/Makale.aspx?kimlik=2536) diakses 05 Oktober 2016
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning).
Kuhlthau, C. C. dkk, 2007. Guided Inquiry: Learning in the 21st Century School, USA: Libraries Unlimited.
Lin-Shih, Cheng & Wei-Wu, RanYing. 2016. Effects of Web-Based Creative Thinking Teaching on Students’ Creativity and Learning Outcome. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2016, 12(6), 1675-1684 doi:
10.12973/eurasia.2016.1558a. (Online),
(ejmste.com/Makale.aspx?kimlik=2540) diakses 05 Oktober 2016 Mann, E. 2005. Mathematical Creativity and School Mathematics.
Indicators of Mathematical Creativity in Middle School Students. Dissertation University of Connecticut. (Online). (http://www.gifted.uconn.edu/Siegle/Dissertations/Eric%20Mann. Pdf).
Markaban, 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing. Yogyakarta: Depdiknas PPPG Matematika.
Marvin, H. 1999. Theories of Culture in Postmodern Times - Marvin Harris, University of Florida - Google Buku. (diakses pada 28 September 2015).
Marzuki. 2012. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Antara Siswa yang diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Langsung. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED.
219
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 1998. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. [Online]. Tersedia: http://www.nctm.org/focalpoints. (3 September 2015). NCTM. 2010. Why is Teaching with Problem Solving Important to Students
Learning?. Problem Solving Reasearch Brief.
Pakpahan, F. B. 2013. Fungsi Komunikasi Antar Budaya Dalam Prosesi Pernikahan Adat Batak di Kota Samarinda. e-Journal Ilmu Komunikasi, (Online), 2013, 1 (3): 234-248, (http://www.e-jurnal.com/2014/05/fungsi-komunikasi-antar-budaya-dalam.html) di akses 20 September 2015.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 41 Tahun 2007. Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Permendiknas.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.
Pisa Tahun 2012 Result in Focus OECD
Rahman & Amri. 2013. Strategi dan Desain Pengembangan Sistem Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Riyanto, Agus. 2009. Pengolahan Data Dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Rochmad. 2012. Desain Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran. Jurnal Kreano, (Online). Vol. 3 No. 1. Juni 2012, ISSN:2086-2334, (http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kreano/article/view/2613/2672, diakses 20 15 September 2015).
Rohmah, M. S. 2015. Pendekatan Brain storming round-Robin untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, (Online), Vol. 4 No. 2, September 2015.
(http://ejournal.stkipsiliwangi.ac.id/index.php/infinity/article/view/82)
diakses 20 September 2015.
220
Rusman. 2012. Model-Model pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Dua. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran Bororientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung.
Sefalianti, B. 2014. Penerapan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan dan Keguruan . ISSN : 2356-3915 , Vol. 1 No. 2.
Setyosari, P. 2012. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Shadiq, F . 2003. Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Silver, E.A. 1997. Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Thinking in Problem Posing. (http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volum 29 June 1997) Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X.
Simamora, R, 2014. Pengembangan Perangkat Pembelajaran dan penilaian Otentik Melalui Penerapan Model PBM untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis pada Pokok Bahasan Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Satu Variabel di Kelas VII SMP Negeri 1 Siantar. Tesis tidak diterbitkan. Medan: PPs UNIMED.
Sinaga, B. 2007. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak (PBM-B3). Disertasi. Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. Sinaga, C. V. R. 2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Berdasarkan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Negeri 1 Gunung Malela. Tesis tidak diterbitkan. Medan: PPs Unimed.
221
Slavin, R. E. 2006. Educational Psychology, Theories and Practice. Eighth Edition. Masschusetts: Allyn and Bacon Publishers.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sumanto. 2014. Teori dan Aplikasi Metode Penelitian Psikologi, Pendidikan, Ekonomi Bisnis, dan Sosial. Yogyakarta: CAPS.
Sumarmo. U. 2010. Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah Menengah. Bandung: FMIPA UPI, melalui (http://math.sps.upi.edu)[ diakses 20 Desember 2015)
Suprijono, A. 2009. Teori dan Aplikasi. Tersedia http:history22education.wordpress.com-blog history education (diakses 23 maret 2010).
Sternberg, R. J. 2007. Psikologi kogitif. (4th ed). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Syahbana, A. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Kontekstual untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP. Edumatica, (Online), Vol. 02 No. 02, Oktober 2012, ISSN:2088-2157, ( http://online-journal.unja.ac.id, diakses 9 September 2015).
Tall,D. 1991. Advanced Mathematical Thinking. London: An ICMI Study. Thiagarajan, S., Semmel, D. S., & Semmel, M. I. 1974. Instructional
Development for Training Teachers of Exceptional Children: A sourcebook. Indiana: Indiana University.
Tran, T. et al. 2014. Discovery Learning with the Help of the GeoGebra Dynamic Geometry Software. Vietnam: International Journal of Learning, teaching and Educational Research Vol. 7, No. 1, pp. 44-57, August 2014.
222
Wahyuni, A., dkk. 2013. Peran Etnomatematika dalam Membangun Karakter Bangsa. Prosiding diseminarkan FMIPA UPI, 12 september 2014.
Yuliani, K dan Saragih, S. 2015. The Development of Learning Devices Based Guided Discovery Model to Improve Understanding Concept and Critical Thinking Mathematically Ability of Student at Islamic Junior High School of Medan. Journal of Education and Practice IIST. Vol. 6, No.24:116-128.(Online)
(http://iiste.org/Journals/index.php/JEP/article/viewFile/25266/2586) diakses pada 29 September 2015.
Yang, Liao, dkk 2010. The Effectiveness of Inductive Discovery Learning in 1: 1 Mathematics Classroom. Eurasian Journal Physics and Chemistry Education 2(1):16-25, (Online).
(http://www.eurasianjournals.com/index.php/ejpce/article/view/28) Diakses pada Januari 2016.