• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Pendengaran Pada Tiga Orang Penderita Tuberkulosis Yang Mendapatkan Pengobatan Streptomisin Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Status Pendengaran Pada Tiga Orang Penderita Tuberkulosis Yang Mendapatkan Pengobatan Streptomisin Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS PENDENGARAN PADA TIGA ORANG PENDERITA TUBERKULOSIS YANG MENDAPATKAN PENGOBATAN

STREPTOMISIN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh:

HAFIZ SYAIFULLAH SIREGAR 090100126

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah dengan Judul :

STATUS PENDENGARAN PADA TIGA ORANG PENDERITA TUBERKULOSIS YANG MENDAPATKAN PENGOBATAN

STREPTOMISIN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

Yang dipersiapkan oleh : HAFIZ SYAIFULLAH SIREGAR

090100126

Telah Diuji dan Disetujui oleh Tim Penguji pada Tanggal 14 Desember 2012 Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Tim Penguji

dr. Aliandri, Sp.THT-KL NIP. 196603092000121007

Penguji I

dr. Nelly Efrida Samosir, Sp.PK NIP. 196909062005012002

Penguji II

dr. Cut Aria Arina, Sp.S NIP. 197710202002122001

Medan, 15 Januari 2013 Fakultas Kedoktertan Universitas Sumatera Utara

(3)

ABSTRAK

Gangguan pendengaran di daerah Asia Tenggara yang diakibatkan oleh ototoksisitas masih belum terdeteksi dengan baik. Terjadinya gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh berbagai faktor resiko, salah satu faktor yang berperan adalah efek samping dari penggunaan streptomisin pada penderita tuberkulosis.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status pendengaran pada tiga orang penderita TB yang mendapatkan pengobatan streptomisin di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan garpu tala didapati bahwa dua dari tiga orang mengalami gangguan pendengaran tipe sensorineural. Keluhan lain yang dialami oleh tiga orang responden adalah tinnitus selama dan sesudah menjalani pengobatan.

(4)

ABSTRACT

Ototoxicity induced hearing loss in South East Asia are still under-reported. hearing loss may happen caused by some risk factors. One factor assumed to be actively taking role is the side-effect of tuberculosis treatment using streptomycin.

The goal of this research is knowing the hearing status of TB diagnosed patient using streptomycin in Department of Pulmonology and Respiratory Medicine Haji Adam Malik Central Hospital. Method of this research is descriptive with case series design.

Based on fork-tuning test, two of three patients had undergone sensorineural hearing loss. The most common complaint was tinnitus in three patients while and after undergoing the streptomycin treatment.

We suggest another research to find relationship of hearing loss using streptomycin and able to get more samples so the result of the research is more representative. Beside, we suggest there is an education to the patient about side effect of streptomycin.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt atas berkat karunia kesehatan dan ilmu-Nya penelitian dengan judul status pendengaran pada tiga orang penderita Tuberkulosis yang mendapatkan pengobatan streptomisin di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dapat diselesaikan dengan lancer dan tepat waktu. Besar harapan penulis penelitian ini dapat bermanfaat dan dilanjutkan dengan penelitian berikutnya demi perkembangan ilmu kedokteran.

Penelitian ini bisa diselesaikan dengan dukungan dari banyak pihak, kepada mereka penulis ucapkan terima kasih di antaranya;

1. dr. Aliandri, Sp.THT-KL selaku dosen pembimbing dalam tugas Karya Tulis Ilmiah, atas ilmu yang diberikan selama proses bimbingan berlangsung.

2. dr. Nelly Efrida Samosir, Sp.PK dan dr. Cut Aria Arina, Sp.S selaku dosen penguji Karya Tulis Ilmiah ini, atas kritik dan saran yang membangun.

3. Pihak RSUP Haji Adam Malik, atas izin penelitian yang diberikan. 4. Ayah dan ibu penulis, Alm. Ahmad Dian Siregar dan Nur Mardi

Astuti, atas segala dukungan doa, materil dan semangat yang tak ada habisnya.

5. Abang dan adik penulis (Indra Januar dan Hudzaifa) atas dukungan doa dan moril untuk menyelesaikan penelitian.

6. Rekan-rekan seperjuangan di PHBI FK USU (Hendro, Nindi, Holan, Dani, Aris, Rizky) yang memberikan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan penelitian ini. We are the best.

7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung ataupun tidak langsung.

(6)

saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna proses penyempurnaan dari karya tulis ilmiah ini. Semoga penelitian ini pada akhirnya dapat memberi manfaat yang bermakna bagi kemajuan ilmu kedokteran.

Medan, 7 Desember 2012 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan………..………. i

Abstrak ………. ii

Abstract ……….... iii

Kata Pengantar……….……… iv

Daftar Isi..……….……….... vi

Daftar Tabel…………..……… viii

Daftar Gambar…….……… ix

Daftar Lampiran……….. x

Daftar Singkatan……….. xi

BAB 1 PENDAHULUAN………. 1

1.1. Latar Belakang………... 1

1.2. Rumusan Masalah……… 2

1.3. Tujuan Penelitian………. 3

1.4. Manfaat Penelitian………... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……… 4

2.1. Tuberkulosis………….……… 4

2.1.1. Defenisi………. 4

2.1.2. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien ………... 4

2.1.3. Pengobatan TB……….. 5

2.2. Streptomisin……… 8

2.2.1. Sifat-Sifat Fisik dan Kimia Streptomisin.……… 8

2.2.2. Mekanisme Kerja………. 9

2.2.3. Farmakokinetik……… 9

2.2.4. Efek Samping……… 10

2.3. Gangguan Pendengaran………. 11

2.3.1. Defenisi……… 11

2.3.2. Klasifikasi Gangguan Pendengaran………. 11

2.3.3. Diagnosis………. 13

2.4. Patofisiologi Gangguan Pendengaran yang Disebabkan Oleh aminoglikosida……….. 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL……… 16

3.1. Kerangka Konsep……… 16

(8)

4.1. Jenis Penelitian……….. 18

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 18

4.3. Metode Pengumpulan Data………... 18

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 20

5.1. Hasil Penelitian……… 20

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……….. 20

5.1.2. Hasil Laporan kasus……….. 20

5.2. Pembahasan………. 22

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………...……….. 25

6.1. Kesimpulan……….. 25

6.2. Saran………. 25

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Rekomendasi dosis pada OAT untuk orang dewasa 5 Tabel 2.2. Dosis Untuk Paduan OAT KDT Kategori-1 6 Tabel 2.3. Dosis Untuk Paduan OAT KDT Kategori-1 7 Tabel 2.4. Klasifikasi Derajat Gangguan Pendengaran 12

Tabel 5.1 Karakteristik Responden 20

Tabel 5.2 Distribusi Riwayat Pengobatan 21

Tabel 5.3 Distribusi keluhan responden 21

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.2. Struktur Streptomisin 9

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 2 Status Penelitian ( Panduan Wawancara ) Lampiran 3 Lembar Penjelasan (Informed Consent) Lampiran 4 Lembar Persetujuan

(12)

DAFTAR SINGKATAN

E : Etambutol

H : Isoniazid

R : Rifampisin

S : Streptomisin

Z : Pirazinamid

BTA : Basil Tahan Asam

Hz : Hertz

KDT : Kombinasi Dosis Terpadu

MDR-TB : Multi Drug Resistent-Tuberculosis mRNA : messenger Ribonucleic Acid OAT : Obat Anti Tuberkulosis

PNPT : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis RINDU : Rawat Inap Terpadu

TB : Tuberkulosis

(13)

ABSTRAK

Gangguan pendengaran di daerah Asia Tenggara yang diakibatkan oleh ototoksisitas masih belum terdeteksi dengan baik. Terjadinya gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh berbagai faktor resiko, salah satu faktor yang berperan adalah efek samping dari penggunaan streptomisin pada penderita tuberkulosis.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status pendengaran pada tiga orang penderita TB yang mendapatkan pengobatan streptomisin di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan garpu tala didapati bahwa dua dari tiga orang mengalami gangguan pendengaran tipe sensorineural. Keluhan lain yang dialami oleh tiga orang responden adalah tinnitus selama dan sesudah menjalani pengobatan.

(14)

ABSTRACT

Ototoxicity induced hearing loss in South East Asia are still under-reported. hearing loss may happen caused by some risk factors. One factor assumed to be actively taking role is the side-effect of tuberculosis treatment using streptomycin.

The goal of this research is knowing the hearing status of TB diagnosed patient using streptomycin in Department of Pulmonology and Respiratory Medicine Haji Adam Malik Central Hospital. Method of this research is descriptive with case series design.

Based on fork-tuning test, two of three patients had undergone sensorineural hearing loss. The most common complaint was tinnitus in three patients while and after undergoing the streptomycin treatment.

We suggest another research to find relationship of hearing loss using streptomycin and able to get more samples so the result of the research is more representative. Beside, we suggest there is an education to the patient about side effect of streptomycin.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua yang menginfeksi manusia. Sejak tahun 1993, World Health Organization ( WHO ) menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan global bagi kemanusiaan. Indonesia berada pada ranking kelima negara dengan penderita TB tertinggi di dunia. Dengan berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia (WHO, 2009). Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. (PNPT, 2009).

Di Provinsi Sumatera Utara, jumlah cakupan penemuan semua kasus TB Paru meningkat dari 16.815 kasus pada tahun 2009 menjadi 19.673 kasus pada tahun 2010, dengan jumlah penderita TB Paru BTA positif sebesar 16.078 kasus (Depkes RI, 2011).

Prinsip pengobatan kasus TB adalah pemberian obat anti TB dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat dengan jumlah cukup dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Paduan obat anti TB (OAT) yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (PNPT) di Indonesia menggunakan kombinasi obat isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), streptomisin (S), serta etambutol (E) (PNPT, 2009).

(16)

Streptomisin, golongan aminoglikosida, yang berhasil mengobati berbagai macam jenis tuberkulosis ternyata menimbulkan toksisitas irreversibel pada organ koklear dan vestibular pada sejumlah besar pasien (Briggs, 2001). Salah satu studi yang dilakukan di Brazil pada satu kelompok pasien TB yang mendapatkan pengobatan streptomisin 75 % diantaranya mengalami gangguan pendengaran (Vasconcelos et al, 2012).

Laporan WHO tahun 2003 dan 2007 menunjukkan bahwa kejadian ketulian akibat ototoksisitas pada daerah Asia Tenggara masih belum terdeteksi. (WHO, 2007). Literatur internasional lain menunjukkan bahwa kejadian ototoksisitas sebagai efek samping penggunaan aminoglikosida bervariasi dari 5-64 %. Hal ini dapat dikarenakan oleh berbagai faktor, seperti jenis pengobatan/dosis, lama penggunaan obat, umur pasien, komorbiditas, faktor genetik, pemakaian alkohol, merokok, dan kondisi tempat hidup/kerja (Vasconcelos et al, 2012).

Sampai saat ini, belum adanya data pemeriksaan status pendengaran yang berhubungan dengan penggunaan streptomisin pada penderita TB di kota Medan, khususnya di RSUPH Adam Malik, membuat peneliti merasa tertarik untuk meneliti status pendengaran pada penderita TB yang mendapatkan pengobatan streptomisin.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana status pendengaran pada penderita TB yang mendapatkan pengobatan streptomisin di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

(17)

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui lamanya penggunaan streptomisin pada penderita TB yang mengalami gangguan pendengaran.

2. Mengetahui keluhan yang muncul dengan pengobatan streptomisin. 3. Mengetahui pengetahuan penderita TB tentang efek samping

pengobatan streptomisin.

1.4.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1. Bagi Subjek Penelitian

Edukasi tentang efek samping pengobatan penyakit TB agar lebih sadar dengan pengobatan yang dijalani.

1.4.2. Bagi RSUP Haji Adam Malik Medan

Bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.4.3. Bagi Peneliti

a. Sebagai kesempatan untuk mengintegrasikan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah dalam bentuk melakukan penelitian ilmiah secara mandiri

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis

2.1.1. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang berkembang dari infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Umumnya bakteri ini menyebar dari orang ke orang melalui transmisi udara. (Lobue et al, 2008). Penyakit ini biasanya menyerang organ paru. Walaupun begitu, sepertiga dari jumlah kasus tuberkulosis menyerang organ ekstra paru (Raviglione,2005).

2.1.2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:

Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

(19)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

Kasus lain:

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

Catatan:

TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik (PNPT, 2007).

2.1.3. Pengobatan TB

Dalam guideline WHO tahun 2009 tentang panduan pengobatan tuberkulosis, WHO memberikan rekomendasi dosis untuk tiap jenis obat berdasarkan berat badan seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1. Rekomendasi dosis pada OAT untuk orang dewasa.

Drug

Rekomendasi dosis

Harian 3 Kali Seminggu

Dosis dan rentang ( mg/kgBB )

Maksimum ( mg )

Dosis dan rentang ( mg/kgBB )

Maksimum harian ( mg )

Isoniazid ( H ) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900

Rifampicin ( R ) 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600

Pirazinamid (Z) 25 (20-30) - 35 (30-40) -

Ethambutol (E) 15 (15-20) - 30 (25-35) -

Streptomisin (S) 15 (12-18) - 15 (12-18) 1000

(20)

Untuk streptomisin, pasien yang berumur lebih dari 60 tahun mungkin tidak bisa menoleransi dosis lebih dari 500-750 mg sehari, oleh karena itu direkomendasikan untuk mengurangi dosis 10 mg/kg per hari pada pasien dengan umur tersebut. Selain itu, pasien dengan berat kurang dari 50 kg mungkin tidak bisa menoleransi dosis di atas 500-750 mg sehari (WHO, 2009).

2.1.3.1 Pengobatan TB kategori-1(2HRZE/ 4H3R3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: • Pasien baru TB paru BTA positif.

• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif • Pasien TB ekstra paru

Tabel 2.2. Dosis Untuk Paduan OAT KDT Kategori-1

Berat Badan

Tahap intensif tiap hari selama 56 hari RHZE

(150/75/400/275)

Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150)

30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

( PNPT,2009 )

2.1.3.2. Pengobatan TB kategori-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya :

• Pasien kambuh • Pasien gagal

(21)

Tabel 2.3 Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori-2

Berat badan

Tahap intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275) + S

Tahap lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150)

+ E(400) Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30-37 kg

2 tab 4KDT + 500 mg streptomisin

inj.

2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab etambutol

38-54 kg

3 tab 4KDT + 750 mg streptomisin

inj.

3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab etambutol

55-70 kg

4 tab 4KDT + 1000 mg streptomisin inj.

4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab etambutol

≥ 71 kg

5 tab 4KDT + 1000 mg streptomisin inj

5 tab 4 KDT 5 tab 2KDT + 5 tab etambutol (PNPT, 2009)

2.1.3.3. Pengobatan TB kategori-3

Pasien TBP dengan sputum BTA negatif tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus ekstra pulmonal (selain dari kategori 1). Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2H3R3E3Z3, yang diteruskan dengan fase lanjutan 2HR atau H3R3

(Amin, Zulkifli dan Asril Bahar, 2009).

2.1.3.4. Pengobatan TB kategori-4

(22)

2.2. Streptomisin

Streptomisin di dalam darah hampir seluruhnya terdapat di dalam plasma dan hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam eritrosit maupun makrofag (Istiantoro, 2007 ).

Suntikan intramuskular merupakan cara yang paling sering dikerjakan. Dosis total sehari berkisar 1-2 g (15-25 mg/kgBB); 500-1 g disuntikkan setiap 12 jam. Untuk infeksi berat dosis harian dapat mencapai 2-4 g dibagi dalam 2-4 kali pemberian. Dosis untuk anak ialah 20-30 mg/kgBB sehari, dibagi untuk dua kali penyuntikan (Istiantoro, 2007).

Streptomisin bekerja melalui inhibisi dari sintesis protein. Streptomisin hanya efektif melawan bakteri ekstraseluler di kavitas dimana pH netral. Streptomisin harus diadministrasi secara parenteral, dan tidak diabsorbsi di usus. Puncak konsentrasi serum dari 40 mikrogram/ml muncul kira-kira setelah satu jam 15 mg/kg dosis intramuscular. Banyak dari strain M. tuberculosis diinhibisi dengan konsentrasi 8 mikrogram/ml. waktu paruh streptomisin dalam darah adalah 5 jam (Kreider, 2008).

Kejadian nefrotoksisitas dan ototoksisitas meningkat pada pasien dengan umur lebih dari 50 tahun dan penggunaan streptomisin harus lebih hati-hati pada pasien ini. Pada pengobatan tuberkulosis, penggunaan streptomisin terbatas hanya untuk 2 bulan (Kreider,2008).

2.2.1 Sifat-sifat fisik dan kimia streptomisin

(23)

Gambar 2.2. Struktur Streptomisin

2.2.2. Mekanisme kerja

Aminoglikosida bersifat bakterisid untuk organisme yang peka dengan cara penghambatan irreversible sintesis protein. Namun, mekanisme yang tepat ialah aktivitas bakterisid ini tidak jelas. Proses awal ialah penetrasi melalui selubung sel. Proses ini sebagian berupa transport aktif, sebagian lagi berupa difusi pasif. Karena transport aktif merupakan proses yang bergantung pada oksigen, aminoglikosida relatif tidak efektif terhadap kuman anaerob (Jawetz, 1998).

Setelah memasuki sel, aminoglikosida akan mengikatkan diri dengan reseptor pada subunit 30S ribosom bakteri. Sintesis protein ribosom dihambat oleh aminoglikosida paling sedikit melalui 3 cara : (1) dengan mengganggu “kompleks awal” pembentukan peptida. (2) dengan menginduksi kesalahan membaca kode pada mRNA template, yang menyebabkan penggabungan asam amino yang salah ke dalam peptida; dan (3) menyebabkan suatu pemecahan polisom menjadi monosom yang tak berfungsi (Jawetz, 1998).

2.2.3. Farmamokinetik

Aminoglikosida merupakan persenyawaan yang saat polar sehingga sangat buruk penyerapannya di dalam gastrointestinal. Kurang dari 1% dosis diserap setelah pemberian melalui oral ataupun rectal. Obat tidak diaktivasi di usus dan dieliminasi melalui feses (Chambers, 2006).

(24)

dari obat-obat yang diabsorsi terikat pada protein plasma. (Jawetz dalam katzung, 1998). Pengikatan oleh protein plasma darah hanya jelas terlihat pada streptomisin, yaitu ½ dari seluruh aminoglikosida dalam darah. Yang lain praktis tidak diikat oleh protein plasma (Istiantoro, 2007).

Konsentrasi aminoglikosida yang rendah ada pada sekresi dan di jaringan. Konsentrasi yang tinggi hanya terdapat di korteks ginjal dan di endolimph serta perilimph dari telinga bagian dalam. Konsentrasi obat yang tinggi pada tempat ini menyebabkan nefrotoksisitas dan ototoksisitas (Chambers, 2006).

Aminoglikosida diekskresi hampir seluruhnya melalui filtrasi glomerular, dan konsentrasi urin 50-200 µg/ml tercapai, paling banyak muncul pada 12 jam pertama (Chambers, 2006).

2.2.4. Efek samping

Gangguan pendengaran dan gangguan vestibular muncul pada semua penggunaan jenis aminoglikosida. Hal ini dikarenakan akumulasi di konsentrasi plasma tinggi. Difusi kembali ke aliran darah lambat; waktu paruh aminoglikosida di cairan telinga lima sampai enam kali lebih lama dibanding di plasma. Ototoksisitas cenderung terjadi pada pasien yang menetap peningkatan konsentrasi obatnya di dalam plasma (Chambers, 2006).

Alergi, demam, rash kulit, dan manifestasi alergik lainnya mungkin terjadi karena hipersensitivitas terhadap streptomisin. Hal ini paling sering terjadi pada kontak lama dengan obat ini, baik pasien yang menerima suatu seri pengobatan jangka panjang (misalnya untuk tuberkulosis), maupun pada orang-orang medis yang menangani obat ini (Jawetz, 1998).

(25)

rendah. Setelah obat dihentikan, perbaikan parsial biasanya terjadi (Istiantoro, 2007).

Penggunaan bersamaan atau sekuensial aminoglikosida yang lain dengan streptomisin harus dihindari untuk mengurangi kemungkinan ototoksisitas. Streptomisin yang digunakan selama masa kehamilan dapat menyebabkan ketulian pada neonatus (Jawetz, 1998).

2.3. Gangguan Pendengaran

2.3.1. Definisi

Gangguan pendengaran berbeda dengan ketulian. Gangguan pendengaran (hearing impairment) berarti kehilangan total atau sebagian dari kemampuan untuk mendengar dari salah satu atau kedua telinga. Ketulian (deafness) berarti kehilangan total kemampuan mendengar dari salah satu atau kedua telinga (WHO, 2012).

2.3.2. Klasifikasi Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran dapat berasal dari kelainan pada aurikel, kanal auditori eksternal, telinga tengah, telinga dalam atau jalur sentral auditori. Berdasarkan letak lesi, gangguan pendengaran dibedakan menjadi dua kategori utama, yaitu :

 Gangguan pendengaran konduktif, letak lesi pada aurikel, kanal auditori eksternal atau telinga tengah. Gangguan ini disebabkan adanya obstruksi pada kanal auditori eksternal oleh serumen, debris, atau benda asing; swelling pada kanal; atresia atau neoplasma pada kanal; perforasi

membran timpani; gangguan pada tulang osikular, sebagaimana muncul pada nekrosis tulang incus akibat trauma atau infeksi; otosklerosis; cairan, jaringan parut atau neoplasma pada telinga tengah.

(26)

salisilat, kuinin, dan sintetik analog, antibiotik aminoglikosida, loop diuretic seperti furosemide dan ethacrynic acid, dan obat kemoterapi

seperti cisplatin), fraktur pada tulang temporal, meningitis, otosklerosis koklear, penyakit meniere, dan penuaan.

(Anil, 2005)

Tabel 2.4. Klasifikasi derajat gangguan pendengaran

Derajat Gangguan Nilai ISO audiometric Deskripsi gangguan 0 ( tidak ada gangguan ) 25 dBHL atau kurang

(telinga yang lebih baik)

Tidak atau masalah pendengaran ringan. Dapat mendengar bisikan 1 ( gangguan ringan ) 26-40 dBHL

(telinga yang lebih baik)

Dapat mendengar dan mengulangi kata yang diucapkan secara normal dengan jarak 1 meter 2 ( gangguan sedang ) 41-60 dBHL

(telinga yang lebih baik)

Dapat mendengar dan mengulang kata yang diucapkan dengan suara yang lebih keras dengan jarak satu meter

3 ( gangguan berat ) 61-80 dBHL (telinga yang lebih baik)

Dapat mendengar beberapa kata ketika diteriakkan ke telinga yang lebih sehat

4 ( tuli ) 81 dBHL atau lebih

(telinga yang lebih baik)

Tidak dapat mendengar dan mengerti bahkan dengan suara yang lebih keras

(27)

2.3.3. Diagnosis

Anamnese dilakukan pada pasien untuk mendapatkan karakteristik dari gangguan pendengaran, termasuk durasi ketulian, unilateral atau bilateral, onset kejadiannya ( tiba-tiba atau tersembunyi ), dan perkembangan kejadiannya (cepat atau lambat) (Anil, 2005).

Pemeriksaan telinga penderita harus melihat bagian aurikel, kanal eksternal telinga serta membran timpani. Kanal eksternal telinga pada orang tua sering kering dan rapuh, lebih mudah untuk membersihkan serumen dengan wall-mounted suction dan cerumen loops dan hindari irigasi. Pada pemeriksaan

gendang telinga, bentuk dari membrane timpani lebih penting daripada ada atau tidaknya refleks cahaya (Anil, 2005).

Pemeriksaan dengan otoskopi dilakukan untuk memastikan bahwa kanal telinga terbuka secara penuh. Pemeriksaan ini juga dapat menentukan apakah ada infeksi telinga tengah dengan adanya cairan yang terakumulasi pada telinga tengah (Rubben, 2007).

Tes awal kemampuan dengar dilakukan dengan menggosokkan ibu jari dengan jari telunjuk sekitar 2 inci dari telinga. Jika pasien tidak dapat mendengar gosokan jari, maka dilakukan tes selanjutnya (Greenberg, 2002).

Rinne and weber tuning fork test, dengan garpu tala 256-512 Hz, dapat digunakan untuk skrining gangguan pendengaran, membedakan antara gangguan pendengaran konduktif atau sensorineural, dan untuk memastikan evaluasi audiologi (Anil., 2005).

(28)

tulang lebih nyaring terdengar dibanding stimulus pada hantaran udara (Greenberg, 2002).

Kalau hantaran tulang didengar lebih lemah atau lebih kecil, hasil tes disebut Rinne positif. Hal ini ditemukan pada pendengaran normal dan pada gangguan pendengaran sensorineural. Kalau hantaran tulangnya didengar lebih lama atau lebih jelas, hasil tes disebut Rinne negatif. Hal ini dijumpai pada gangguan pendengaran hantaran (konduktif) (van den Broek, 2007).

Untuk tes weber, gagang pegangan garpu tala diletakkan di garis tengah kepala dan pasien ditanya apakah nada terdengar pada kedua telinga ataukah terdengar lebih jelas pada satu telinga (Anil, 2005). Jika terdapat gangguan pendengaran tipe konduktif pada satu sisi saja, nada akan terdengar pada telinga yang mengalami gangguan. Jika terdapat gangguan pendengaran tipe sensorineural pada satu sisi saja, nada akan terdengar pada telinga yang mengalami tidak mengalami gangguan (Greenberg, 2002).

Langkah berikutnya yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan audiometri. Pada tes ini, pasien menggunakan headphones yang memainkan nada dengan berbagai frekuensi dan lebih nyaring pada telinga. Pasien akan memberikan tanda ketika nada terdengar, biasanya dengan mengangkat tangan. Untuk setiap nada, tes akan mengidentifikasi nada yang paling diam yang bisa didengar oleh tiap telinga. Hasilnya dibandingkan dengan nilai ambang pendengaran normal (Rubben, 2007).

2.4. Patofisiologi Gangguan Pendengaran yang disebabkan oleh Aminoglikosida

Setelah penggunaan sistemik, aminoglikosida akan terdeteksi di dalam koklea dalam beberapa menit. Aminoglikosida masuk ke berbagai struktur koklea melalui mekanisme uptake yang kompleks (Huth et al, 2011).

(29)

selanjutnya memperlama efek toksisitas yang ditimbulkan oleh aminoglikosida. (Hirvonen, 2005)

Mekanisme ototoksisitas aminoglikosida masih belum diketahui secara pasti. Banyak proses seluler terlibat dan diperlukan penelitian lebih lanjut. Penelitian yang ada menunjukkan bahwa berbagai jenis aminoglikosida harus masuk ke dalam sel rambut untuk menginduksi kematian sel (Hiel, 1992). Setelah masuk ke dalam sel rambut, banyak mekanisme dan proses seluler yang terlibat. Gangguan pada sintesis protein mitokondria pembentukan radikal oksigen, aktivasi dari c-Jun N-terminal kinase dan aktivasi caspase dan nuclease. Aminoglikosida juga mempunyai efek langsung pada membrane potensial sel melalui interaksi dengan kanal K+. Sebagai tambahan, aminoglikosida berinteraksi dengan unsur metal seperti besi atau tembaga yang berpotensi untuk membentuk radikal bebas (Leitner, 2011).

(30)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

[image:30.595.234.392.236.433.2]

3.1. Kerangka Konsep

Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasionil 3.2.1. Penderita TB

 Penderita TB adalah responden yang didiagnosa oleh dokter menderita penyakit TB.

 Cara pengukuran dilakukan dengan melihat buku status pengobatan pasien

3.2.2. Pengobatan Streptomisin

 Dalam penelitian ini, sampel diambil dari pasien TB yang sedang menjalani pengobatan dengan streptomisin selama ≥ 1 hari atau pasien TB yang pernah mendapatkan pengobatan dengan streptomisin.

 Lamanya pengobatan dengan streptomisin dihitung dengan satuan hari.  Cara pengukuran dilakukan dengan melihat buku status

pengobatan pasien

Gangguan Pendengaran tipe sensorineural

Penderita TB

(31)

3.2.3. Gangguan Pendengaran Tipe Sensorineural

 Penderita gangguan pendengaran tipe sensorineural adalah responden yang menjalani tes garpu tala dengan hasil positif pada tes rinne dan lateralisasi ke telinga yang sehat pada tes weber

 Cara pengukuran dengan melakukan tes rinne dan tes Weber  Alat ukur yang digunakan adalah garpu tala 512 Hz

 Kategori :

o Ada gangguan pendengaran o Tidak ada gangguan pendengaran

(32)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan disain case series, yaitu untuk mengetahui status pendengaran pada penderita TB yang mendapatkan pengobatan streptomisin.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada bulan Oktober tahun 2012. Rumah sakit ini dipilih karena merupakan rumah sakit pendidikan tipe A dan menjadi rumah sakit rujukan utama untuk wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang didapat langsung dari masing-masing sampel penelitian, meliputi usia, jenis kelamin serta ada atau tidaknya responden mengalami gangguan pendengaran akibat mendapatkan pengobatan streptomisin.

Data identitas dan riwayat pengobatan sampel penelitian ini dikumpulkan dengan melihat data yang ada di buku status pasien serta teknik wawancara langsung kepada sampel penelitian. Data gangguan pendengaran pada sampel penelitian didapatkan melalui pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan garpu tala 512 Hz.

Adapun sampel penelitian yang diambil memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

(33)

2. Pasien tuberkulosis yang pernah mendapatkan pengobatan streptomisin.

b. Kriteria Eksklusi

1. Pasien tuberkulosis yang mendapatkan pengobatan streptomisin yang mengalami gangguan pendengaran konduktif.

2. Pasien tuberkulosis yang sedang menjalani terapi loop diuretic.

3. Pasien tuberkulosis yang menggunakan salisilat dengan dosis 925 mg 4 kali sehari.

4. Pasien tuberkulosis yang sedang menjalani terapi cisplatin dengan dosis > 60 mg/m2.

(34)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Berikut ini akan dijelaskan tiga laporan status pendengaran pada penderita tuberkulosis yang mendapatkan pengobatan streptomisin di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan sepanjang bulan Oktober 2011- September 2012. 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Pengambilan data responden penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pendidikan tipe A.

Identitas responden penelitian diambil dari rekam medik yang tersedia di instalasi rekam medik RSUP Haji Adam Malik. Nomor rekam medik responden penelitian diambil dari instalasi RINDU A dan Poliklinik Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. Nomor rekam medik responden kemudian ditindaklanjuti dengan mencari rekam medik dari setiap responden. Pemeriksaan status pendengaran dengan garpu tala dilakukan di alamat masing-masing responden. 5.1.2. Hasil Laporan Kasus

Hasil yang didapat dari setiap kasus dipaparkan di dalam tabel seperti yang tertera di bawah ini.

Tabel 5.1 Karakteristik Responden

No Responden I Responden II Responden III

[image:34.595.116.511.548.743.2]

1. 2. 3. 4. Usia Jenis Kelamin Berat badan Pekerjaaan 49 tahun Laki-laki 51 kg Wiraswasta 32 tahun Laki-laki 60 kg Wiraswasta 21 tahun Laki-laki 65 kg Mahasiswa Tabel 5.2 Distribusi Riwayat Pengobatan

Riwayat Pengobatan Responden I Responden II Responden III

(35)
[image:35.595.122.502.275.430.2]

Dosis Efek samping 750 mg Tidak tahu 1000 mg Tidak tahu 1000 mg Tidak tahu Tabel 5.2 menunjukkan bahwa ada perbedaan lama pengobatan yang dialami oleh masing-masing responden. Tabel 5.2 juga menunjukkan bahwa tiga orang responden tidak mengetahui efek samping dari pengobatan dengan streptomisin yang pernah dijalaninya.

Tabel 5.3 Distribusi Keluhan Responden

Keluhan Responden I Responden II Responden III

Sulit mendengar Tinnitus Demam Ruam kulit Sakit Kepala Mual (+) (+) (+) (-) (+) (+) (-) (+) (-) (-) (-) (-) (+) (+) (-) (-) (-) (-)

(36)
[image:36.595.117.507.161.297.2]

Tabel 5.4 Distribusi Hasil Pemeriksaan Pendengaran

Hasil Pemeriksaan Responden I Responden II Responden III

Tes Rinne Tes Weber Kesimpulan (+) Lateralisasi ke kanan Tuli sensorineural (+) Tidak ada lateralisasi Normal (+) Lateralisasi ke kiri Tuli sensorineural

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari tiga orang responden penelitian didapati sejumlah dua orang responden menderita tuli sensorineural, dan satu orang responden tidak mengalami ketulian.

5.2. Pembahasan

Pencarian data di instalasi rekam medik dilakukan sebanyak 4 kali dan terakhir diambil pada tanggal 24 November 2012. Dari 55 arsip rekam medik pasien tuberkulosis yang mendapatkan pengobatan streptomisin di RSUP Haji Adam Malik, hanya terdapat 33 arsip rekam medik yang tersimpan di instalasi rekam medik. Beberapa kali kunjungan ke instalasi tersebut, 22 arsip rekam medik yang sama masih belum dapat ditemukan.

Dari 33 rekam medik yang ditemukan, empat orang responden tereksklusi dikarenakan umur >50 tahun, tiga orang responden tidak bersedia menjalani pemeriksaan, dua orang responden meninggal dunia. Tujuh orang responden ketika dihubungi melalui telepon dan dikunjungi langsung ke alamat yang bersangkutan, peneliti tidak menemukan pasien yang dimaksud.

(37)

Otoksisitas dapat menyebabkan selain gangguan keseimbangan juga berbagai derajat ketulian. Frekuensi yang bertanggung jawab menyebabkan gangguan bicara biasanya terganggu paling akhir, hal ini mengakibatkan ketidaksadaran penderita bahwa mereka telah mengalami ketulian (Vasconcelos et al, 2012).

Responden yang diambil hanya pada pasien di bawah usia 50 tahun dikarenakan gangguan pendengaran tipe sensorineual pada frekuensi tinggi juga terjadi pada kondisi prebiakusis (Anil, 2005). Proses penuaan berefek pada sensitivitas pendengaran frekuensi tinggi terjadi di bagian basal koklearis (Vasconcelos et al, 2012).

Absorbsi obat jenis aminoglikosida berlangsung baik dan mempunyai waktu puncak 30-90 menit (Istiantoro, 2007) sehingga keluhan dirasakan penderita beberapa saat setelah dilakukan penyuntikan streptomisin secara intramuskular.

Setelah dilakukan pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala, peneliti mendapatkan hasil dua dari tiga orang responden mengalami gangguan pendengaran tipe sensorineural. Gangguan pendengaran yang dialami oleh responden dikarenakan kehilangan permanen pada sel rambut sensori di koklea dan vestibular apparatus berujung pada gangguan pendengaran permanen dan gangguan keseimbangan (Selimoglu, 2007).

Setiap responden menjalani lama pengobatan yang berbeda. Perbedaan dalam lama pengobatan disebabkan oleh karena responden tersebut harus diganti regimen pengobatannya. Gangguan pendengaran terjadi pada responden berusia 49 tahun yang menjalani pengobatan selama 31 hari dengan dosis 750 mg serta responden berusia 21 tahun yang menjalani pengobatan selama 56 hari dengan dosis 1000 mg. Gangguan pendengaran tidak terjadi pada responden berusia 32 tahun yang menjalani pengobatan selama 28 hari dengan dosis 1000 mg.

(38)

langsung diganti dengan yang lain. Responden yang lain juga mengeluhkan pandangan sering terasa kabur selama beberapa menit kemudian kembali normal.

Keluhan yang paling sering muncul yaitu tinnitus sebanyak tiga orang responden selama menjalani pengobatan dan terkadang masih muncul walaupun sudah tidak menjalani pengobatan lagi. Keluhan tinnitus yang dikeluhkan responden seperti terdengar suara berdengung atau suara bising padahal responden berada di tempat yang tenang. Patofisiologi dari tinnitus sampai saat ini masih belum dapat dipahami dengan jelas (Anil, 2005). Kejadian tinnitus bisa dikaitkan dengan gangguan pendengaran tipe konduktif ataupun tipe sensorineural, tergantung dari penyebab utamanya.

(39)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Pemeriksaan pendengaran dilakukan terhadap tiga dari 55 orang responden.

2. Gangguan pendengaran tipe sensorineural terjadi pada dua dari tiga orang responden penderita TB dan mendapatkan streptomisin.

3. Keluhan gangguan pendengaran muncul dengan lama pengobatan yang berbeda.

4. Keluhan terbanyak akibat pengobatan streptomisin pada penelitian ini adalah tinnitus sebanyak tiga orang.

6.2. Saran

1. Bagi rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya

o Edukasi mengenai efek samping dari pengobatan streptomisin harus

diberikan oleh petugas medis kepada pasien.

o Informed consent harus diberikan kepada setiap pasien yang

mendapatkan tindakan atau pengobatan.

o Manajemen administrasi rekam medik dilakukan dengan lebih efektif

sehingga memudahkan pencarian data pasien.

o Data personal yang tertulis di rekam medik tidak boleh berbeda dengan

kondisi lapangan. Hal ini untuk memudahkan dilakukannya pengawasan minum obat dalam rangka mencegah terjadinya resistensi OAT.

2. Bagi pasien/masyarakat

o Pasien atau masyarakat diharapkan lebih proaktif untuk

(40)

mengetahui hal tersebut karena dianggap bahwa semua obat untuk menyembuhkan penyakit, padahal terdapat resiko untuk mengalami efek samping dari obat tersebut.

o Perlu dilakukan pemeriksaan gangguan pendengaran pada setiap

pasien sebelum dan selama menjalani pengobatan dengan streptomisin.

3. Bagi penelitian selanjutnya

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zulkifli dan Asril Bahar. 2009. Pengobatan TB Termutakhir. In : Buku ajar IPD. Jakarta: Interna Publishing.

Anil K. Lalwani, James B. Snow, Jr. 2005. Disorder of Smell, Taste and Hearing. In: Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th edition. USA : McGraw-Hill. 176-185.

Briggs, Russel D. 2001. Ototoxicity. Available from : www.utmb.edu/otoref/grnds/Ototox-011107/Ototox-2001-11.htm

[Accessed 13 Agustus 2012]

Chambers, Henry F. 2006. Aminoglycosides. In: Goodman & Gillman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics 11th ed. USA: McGraw-Hill.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Available from: www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf [Accessed 18 April 2012] Greenberg, David A., Michael J. Aminoff, Roger P. Simon. 2002. The Neurologic

Examination. In: Clinical Neurology 5th ed. USA: McGraw-Hill.

Hiel H, Schamel A, Erre JP, Hayashida T, Dulon D, Aran JM. Cellular and subcellular localization of tritiated gentamicin in the guinea pig cochlea following combined treatment with ethacrynic acid. Hear Res. Jan 1992; 57(2):157-65. Available from : emedicine.medscape.com/article/857679-overview [Accesed 25 agustus 2012]

(42)

emedicine.medscape.com/article/857679-overview [Accesed 25 agustus 2012]

Huth, M. E., A.J. Ricci, A.G. Cheng. 2011. Mechanisms of Aminoglycoside Ototoxicity and Targets of Hair Cell protection. Available from : www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3202092/?tool=pubmed

[Accessed 18 April 2012]

Istiantoro, Yati H., Vincent H.S.Gan.2007. Aminoglikosid. In : Farmakologi dan Terapi Ed 5. Jakarta. Gaya Baru. 705-717.

Jawetz, Ernest. 1998. Aminoglikosida dan Polimiksin. In : Katzung, Bertram G., ed. Farmakologi Dasar dan Klinik Ed 6. Jakarta : EGC. 729-736.

Jawetz, Ernest. 1998. Obat-obat Antimikrobakterial. In : Katzung, Bertram G., ed. Farmakologi Dasar dan Klinik Ed 6. Jakarta : EGC. 737-745.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Available from : http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/STRANAS_TB.pdf&sa=U [Accessed 18 April 2012]

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Available from :

perpustakaanhb.wordpress.com/2011/11/12/profil-kesehatan-indonesia-2010/ [Accessed 18 April 2012]

Kreider, Mary E., Millton D. Rossman. 2008. Clinical Presentation and Treatment of Tuberculosis. In: Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders 4th edition.USA : McGraw-Hill. 2467-2487.

(43)

Rubben, Robert J. 2007. Hearing Loss and Deafness. Available from : www.merckmanuals.com/home/ear_nose_and_throat_disorders/hearing_lo

ss_and_deafness/hearing_loss_and_deafness.html?qt=&sc=&alt=

[Accessed 18 April 2012]

Selimoglu E. Aminoglycoside-induced ototoxicity. Curr Pharm Des. 2007; 13(1):119-26. Available from : emedicine.medscape.com/article/857679-overview [Accesed 25 agustus 2012]

Van Den Broek, P., L. Feenstra. 2007. Anamnesis dan Pemeriksaan. In: Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung dan Telinga Ed 12. Jakarta : EGC. 1-21.

Vasconcelos, Karla A., Afranio L. Kritski, Antonio R. Netto, Silvana Frota, Marco Antonio de M Tavares de Lima. 2012. Audiometric Evalution of Patients Treated for Pulmonary Tuberculosis. Available from : www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S180637132012000100 012&lng=en&nrm=iso&tlng=en [Accessed 18 April 2012]

World Health Organization. 2007. Situtation Review and Update on deafness, Hearing Loss and Intervention Programmes. New Delhi. Available from :

www.searo.who.int/LinkFiles/Publications_SEA-Deaf-10.pdf [Accessed 13 Agustus 2012]

World Health Organization. 2009. Global Tuberculosis Control 2009. Available from : www.who.int/tb/publications/global_report/2009/en/index.html [Accessed 18 April 2012]

(44)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hafiz Syaifullah Siregar

Tempat, Tanggal Lahir : Pontianak, 6 Oktober 1991

Alamat : Kompleks Taman Setiabudi Indah blok MM no.15

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri 08 Sanggau Kapuas Tahun 1997-1999 2. Sekolah Dasar Negeri 01 Singkawang Tahun 1999-2003

3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 03 Singkawang Tahun 2003-2006 4. Sekolah Menengah Atas Negeri 01 Singkawang Tahun 2006-2007 5. Sekolah Menengah Atas Bina Mulia Pontianak Tahun 2007-2009 6. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Program Studi

Pendidikan Dokter Tahun 2009-2013 Riwayat Organisasi :

1. Ketua Divisi Pembinaan Panitia Hari Besar Islam (PHBI) FK USU 2011-2012

2. Ketua Divisi Kreativitas dan Kemahasiswaan Panitia Hari Besar Islam (PHBI) FK USU 2010-2011

(45)

4. Anggota Divisi Hari Besar Islam-Pengabdian Masyarakat Panitia Hari Besar Islam (PHBI) FK USU 2009-2010

5. Ketua Komisi 1 Majelis Permusyawarata Mahasiswa Fakultas Kedokteran 2010-2012

(46)

STATUS PENELITIAN (PANDUAN WAWANCARA)

Status Gangguan Pendengaran pada Tiga Penderita Tuberkulosis yang Mendapatkan Pengobatan Streptomisin di

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Nama : ………..

Jenis Kelamin : ………..

Usia : ………..

Pekerjaan : ………..

Alamat : ………..

1. Berapa lama Bapak/Ibu menjalani terapi OAT dengan streptomisin? Sejak kapan?

2. Apakah Bapak/Ibu merasakan keluhan sulit mendengar setelah mendapatkan terapi OAT dengan streptomisin? Jika ya, sejak kapan? 3. Apakah Bapak/Ibu mempunyai keluhan telinga berdenging setelah

mendapatkan terapi OAT dengan streptomisin? Jika ya, sejak kapan? 4. Apakah ada keluhan lain yang Bapak/ibu rasakan?

5. Pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala : - Tes rinne :

- Tes weber : - Kesimpulan :

(47)

LEMBAR PENJELASAN

Assalamu’alaikum wr wb.

Saya adalah mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang melakukan penelitian berjudul Status Pendengaran pada Tiga Orang Penderita Tuberkulosis yang Mendapatkan Pengobatan Streptomisin di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar angka kejadian gangguan pendengaran pada pasien tuberkulosis yang mendapatkan pengobatan dengan streptomisin.

Oleh karena itu, saya meminta kesediaan Bapak/Ibu untuk ikut serta menjadi subyek penelitian ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada saat wawancara serta pemeriksaan kemampuan pendengaran dengan menggunakan garpu tala. Adapun data individu dalam penelitian ini tidak akan dipublikasikan.

(48)

LEMBAR PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

nama : ………..

umur : ………..

pekerjaan : ………..

alamat :………...

setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan dengan ini menyatakan SETUJU/ MENOLAK* untuk ikut serta menjadi subyek penelitian dan menjawab pertanyaan-pertanyaan pada saat wawancara serta menjalani pemeriksaan kemampuan pendengaran dengan garpu tala.

Medan, ………2012

Peneliti, Yang membuat pernyataan,

Hafiz Syaifullah Siregar ………

(49)

Karakteristik Responden

Karakteristik Responden I Responden II Responden III Usia Jenis Kelamin Berat badan Pekerjaaan 49 tahun Laki-laki 51 kg Wiraswasta 32 tahun Laki-laki 60 kg Wiraswasta 21 tahun Laki-laki 70 kg Mahasiswa

Distribusi Riwayat Pengobatan

Riwayat Pengobatan Responden I Responden II Responden III Lama Dosis Efek samping 31 hari 750 mg Tidak tahu 28 hari 1000 mg Tidak tahu 56 hari 1000 mg Tidak tahu

Distribusi Keluhan Responden

(50)

Distribusi Hasil Pemeriksaan Pendengaran

Hasil Pemeriksaan Responden I Responden II Responden III Tes Rinne

Tes Weber

Kesimpulan

(+) Lateralisasi ke

kanan Tuli sensorineural

(+) Tidak ada lateralisasi

Normal

(+) Lateralisasi ke

(51)
(52)
(53)

Gambar

Tabel 2.1. Rekomendasi dosis pada OAT untuk orang dewasa.
Tabel 2.2. Dosis Untuk Paduan OAT KDT Kategori-1
Tabel 2.3 Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori-2
Gambar 2.2. Struktur Streptomisin
+6

Referensi

Dokumen terkait

To obtain well-distributed, stable and quantity controllable features, UR-SIFT algorithm is adopted in source image, meanwhile, SIFT with lower contrast threshold

Sehubungan hal tersebut di atas, maka Pokja akan melakukan verifikasi terhadap semua data dan informasi yang ada dalam formulir isian kualifikasi dengan memperlihatkan dokumen

[r]

BALAI NIKAH DAN MANASIK HAJI KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) KECAMATAN PONRE KABUPATEN BONE.. SAHRULI ASMAR,

[r]

Bila dalam rencana kerja dan syarat-syarat disebutkan nama dan pabrik pembuatan dari suatu bahan dan barang, maka hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahan dan barang

[r]

Sehubungan dengan selesainya pelaksanaan Evaluasi Administrasi, Teknis, Harga dan Kualifikasi untuk Pekerjaan REHAB BERAT RUANG KELAS MAN BUNTOK 3 RUANG, maka dengan