BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Yogyakarta merupakan salah satu dari beberapa wilayah di Indonesia yang
memiliki status istimewa. Bersama-sama dengan beberapa wilayah di Jawa dan
Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, Yogyakarta
berstatus istimewa berdasar UUD 1945 pasal 18 (Baskoro dan Sunaryo,
2010:3-15). Keistimewaan daerah-daerah tersebut terletak pada kepemilikan “susunan
asli”, yakni bentuk pemerintahan asli sebelum daerah tersebut menjadi bagian dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Bila mendasarkan pemahaman dari pasal 18 UUD 1945, Yogyakarta
memiliki susunan asli tersendiri baik itu dari susunan pemerintahan kerajaan
Kraton maupun dari kerajaan Pakualaman sebelum keduanya melakukan
reunifikasi pada jaman pendudukan Jepang. Hal ini menunjukkan bahwa
pemerintahan yang kini ada di Yogyakarta tidaklah baru tumbuh setelah Republik
Indonesia merdeka, melainkan telah ada jauh sebelum Yogyakarta bergabung
dengan RI. Bila merunut pada UUD 1945 pasal 18 tersebut, maka Yogyakarta
memang sepantasnya mendapatkan status istimewa.
Selain memiliki keistimewaan dalam hal kepemilikan susunan asli
pemerintahan, DIY juga merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
memiliki ciri khas khusus. Ciri khas itulah yang membuat Yogyakarta juga diberi
gelar sebagai Daerah Istimewa dan membedakan dengan provinsi lainnya. Ciri
Sultan Hamengku Buwono sebagai gubernur dan Sri Paku Alam sebagai wakil
gubernur pertama di Yogyakarta setelah menggabungkan diri dalam NKRI.
Dengan sistem pemerintahan yang demikian, tentunya membuat tradisi
serta adat istiadat Jawa (khususnya Yogyakarta) masih sangat kental
dipertahankan oleh seluruh masyarakat DIY. Olehnya, ketika muncul isu bahwa
Sri Sultan HB tidak lagi akan menjadi gubernur Yogyakarta, masyarakat pun
menjadi sangat resah. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka DPRD
menyusun Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta,
dimana RUU tersebut dianggap sebagai perwakilan aspirasi masyarakat yang
diharapkan menjadi pendorong lahirnya Undang-Undang Keistimewaan DIY.
Komponen-komponen dalam RUUK yang telah disusun diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi penggambaran keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Namun, hal tersebut menjadi sulit tercapai karena belum adanya
kesepakatan tunggal antara pemerintah pusat dan masyarakat Yogyakarta
mengenai komponen-komponen yang mengisi Rancangan Undang-Undang
Keistimewaan (RUUK) DIY. Salah satu komponen yang masih menjadi bahan
perdebatan antara pihak akar rumput dengan pembuat kebijakan adalah
permasalahan mekanisme kepemimpinan di Yogyakarta.
Sebagian besar masyarakat DIY menginginkan dilakukannya penetapan
Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri PA IX sebagai gubernur dan wakil
gubernur di DIY, sedangkan pemerintah pusat menginginkan adanya pemilihan
(pilkada) untuk memilih Gubernur dan wakil gubernur. Perbedaan pendapat ini
Halley dalam penelitiannya yang berjudul Framing Opini Masyarakat
tentang Polemik Jabatan Gubernur DIY dalam Koran Lokal DIY memaparkan
berbagai hasil jajak pendapat yang dilakukan secara independen oleh Litbang
Kompas Jogja, dimana hasilnya menunjukkan bahwa terdapat 2 (dua) pendapat
yakni pro penetapan dan pro pilkada gubernur dan wakil gubernur di DIY. Dari
tiga kali jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas Jogja, masyarakat yang
mendukung penetapan Sultan berkisar 70-80 %. Ini menunjukkan masyarakat
yang pro penetapan memang jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang pro
pilkada. Namun, dengan ditemukannya pendapat masyarakat yang pro terhadap
pilkada yakni sebesar 20-30 % maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua
masyarakat Yogyakarta mendukung penetapan, tapi juga terdapat masyarakat
Yogyakarta yang pro pemilihan untuk menentukan gubernur dan wagub DIY.
Setiap masyarakat DIY tentunya memiliki argumen tersendiri dalam
pengungkapan dukungannya baik itu pro penetapan ataupun pro pemilihan. Hal
ini akan menjadi landasan mereka dalam beropini.
Permasalahan Keistimewaan Yogyakarta tidak hanya mengundang
ketertarikan masyarakat Yogyakarta saja, namun juga mengundang ketertarikan
dari media massa baik cetak maupun elektronik, baik lokal maupun nasional
untuk dijadikan sebagai topik pemberitaan. Hal ini disebabkan karena Yogyakarta
merupakan salah satu kota besar di Indonesia dan memegang peranan penting
dalam kancah pemerintahan dengan sosok Sri Sultan HB X yang juga merupakan
Salah satu media cetak berjenis surat kabar yang cukup gencar dalam
memberitakan polemik keistimewaan Yogyakarta adalah Surat Kabar Harian
Kedaulatan Rakyat. Iswara (2009:6), dalam penelitiannya mengemukakan
terdapat 93 pemberitaan mengenai Rancangan Undang-Undang Keistimewaan
DIY pada tahun 2007. Selain itu KR tidak jarang memposisikan pemberitaan
seputar keistimewaan DIY sebagai headline. Baru-baru ini KR juga membuat
sebuah rubrik khusus yang diterbitkan hampir setiap hari mulai dari 15 Januari
sampai dengan 12 Maret 2011. Rubrik tersebut diberi nama rubrik Aspirasi
Keistimewaan.
Latar belakang pembuatan rubrik Aspirasi Keistimewaan adalah untuk
menampung aspirasi berupa tanggapan masyarakat Yogyakarta mengenai
keistimewaan DIY, khususnya mengenai tanggapan masyarakat terhadap tata cara
pemilihan pemimpin daerah yang seharusnya dilakukan di Yogyakarta. Pada
rubrik tersebut, KR menampilkan public figure yang ada di Yogyakarta.
Kemunculan rubrik Aspirasi Keistimewaan di SKH Kedaulatan Rakyat,
menunjukkan bahwa KR menempatkan permasalahan keistimewaan DIY sebagai
berita yang bernilai tinggi yang memerlukan pemuatan khusus. Hal ini tidak
terlepas dari sejarah perjalanan KR yang merupakan koran lokal tertua di DIY dan
lahir dimasa-masa perjuangan tempo dulu. KR juga menjadi saksi perjalanan
terbentuknya Daerah Istimewa Yogyakarta yang pada saat itu Sultan Hamengku
Buwono IX menjabat sebagai gubernur pertama DIY dan Sri Paku Alam VIII
sebagai wakil gubernur DIY. Dengan demikian, peneliti menilai bahwa KR
tahun 1948 Sultan HB IX selaku gubernur pernah ikut membantu terbitnya
kembali KR tahun 1949 yakni dengan mengijinkan media tersebut menggunakan
percetakan negara. Hal itulah yang juga menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan KR cenderung mengarah pada aspirasi penetapan gubernur.
Rubrik Aspirasi Keistimewaan yang berlogo Kesultanan Yogyakarta
secara resmi dipublikasikan pada tanggal 15 Januari 2011 dan tidak terbit lagi
pada 13 Maret 2011. Dalam jangka waktu kurang lebih dua bulan tersebut, rubrik
ini terbit hampir setiap hari dan terkadang berada pada beberapa halaman berbeda
seperti Kota Yogya, Lingkar Jogja, dan DIY (Sumber: SKH Kedaulatan Rakyat).
Rubrik ini menampilkan 1 narasumber (public figure Yogyakarta) dan 1 berita
pada setiap pemuatannya.
Kehadiran setiap narasumber dalam rubrik Aspirasi Keistimewaan
ditentukan oleh media (KR) sebagai pemilik rubrik. Peneliti beranggapan bahwa
narasumber yang ditampilkan dalam rubrik tersebut adalah pihak yang dianggap
KR memiliki kualifikasi tertentu untuk memberikan opininya tentang
keistimewaan DIY. Hal ini dapat terlihat dari tidak terdapatnya masyarakat awam
(individu tanpa atribut) yang ditampilkan dalam rubrik. KR hanya menampilkan
para tokoh masyarakat (public figure) dalam setiap terbitannya.
Sebagai seorang public figure dalam masyarakat, narasumber dalam rubrik
Aspirasi Keistimewaan tentu memiliki opini tertentu mengenai mekanisme
kepemimpinana DIY. Statusnya dalam masyarakat yang dikenal banyak memiliki
yang dikemukakan bukan lagi berdasarkan atas pemahaman individu melainkan
terdapat pula pertimbangan atas kelompok ataupun institusi yang dipimpin.
Pemilihan narasumber dari tokoh masyarakat ini menunjukkan
kesungguhan KR dalam menunjukkan dukungannya kepada penetapan Sultan
sebagai gubernur. Seperti yang dikemukakan oleh redaktur senior SKH
Kedaulatan Rakyat, Ronny Sugiantoro saat wawancara kepada peneliti berikut ini:
“Media punya misi apalagi KR adalah koran Jogja, jadi kita punya misi
mengegolkan penetapan.” Dari kutipan tersebut dapat secara jelas diketahui
bahwa KR memang memiliki misi untuk mewujudkan penetapan gubernur. Hal
ini dilakukan sebagai bentuk loyalitas KR sebagai koran lokal DIY yang memiliki
hubungan khusus dengan keistimewaan DIY.
Alasan inilah yang mengundang ketertarikan peneliti untuk mengetahui
bagaimana opini yang dikemukakan oleh setiap narasumber (public figure
Yogyakarta) tentang mekanisme kepemimpinan DIY dalam rubrik Aspirasi
Keistimewaan pada SKH Kedaulatan Rakyat periode 15 Januari-12 Maret 2011.
Apakah pengungkapan opini narasumber dalam rubrik tersebut sesuai dengan visi
yang ingin di wujudkan oleh KR atas pendirian rubrik yakni “mengegolkan
penetapan”.
Untuk meneliti opini-opini narasumber tersebut, peneliti akan
menggunakan kutipan langsung yang terdapat pada setiap sampel berita untuk
dijadikan indikator dalam meneliti opini public figure Yogyakarta dalam rubrik
Aspirasi Keistimewaan. Hal ini didasarkan pada teknis penulisan yang dilakukan
dianggap sebagai perwakilan langsung opini public figure dalam berita di rubrik
Aspirasi Keistimewaan.
Pemilihan kutipan langsung sebagai data penelitian juga tidak terlepas dari
kedudukan dan kekuatan kutipan langsung dalam sebuah berita, yakni menandai
kebenaran dan keaslian atau kemurnian sebuah pernyataan dari narasumber (buku,
hasil wawancara) sehingga keberadaan kutipan langsung juga dapat menandakan
objektifnya sebuah berita.
B. Rumusan masalah
Secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
opini public figure Yogyakarta tentang mekanisme kepemimpinan DIY pada
rubrik Aspirasi Keistimewaan SKH Kedaulatan Rakyat periode 15 Januari-12
Maret 2011. Dari pertanyaan di atas, peneliti kemudian menurunkan menjadi
beberapa pertanyaan operasional yakni:
1. Kelompok public figure manakah yang paling banyak dijadikan SKH
Kedaulatan Rakyat sebagai narasumber dalam rubrik Aspirasi
keistimewaan?
2. Isi opini seperti apakah yang paling banyak disampaikan public figure
Yogyakarta dalam menanggapi mekanisme kepemimpinan DIY?
3. Arah opini seperti apakah yang paling banyak disampaikan public figure
Yogyakarta dalam menanggapi mekanisme kepemimpinan DIY?
4. Alasan seperti apakah yang paling banyak disampaikan public figure
Yogyakarta dalam menyatakan dukungannya terhadap penetapan Sri Sultan
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui opini public
figure Yogyakarta tentang mekanisme kepemimpinan DIY pada rubrik Aspirasi
Keistimewaan SKH Kedaulatan Rakyat periode 15 Januari-12 Maret 2011.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Memberikan sumbangan untuk pengembangan ilmu komunikasi dan referensi
bagi penelitian selanjutnya, terutama tentang penelitian pada sebuah berita
yang memuat opini dari narasumber khususnya pada bagian kutipan
langsungnya dengan menggunakan metode analisis isi.
b. Sebagai media latihan untuk mempraktekkan dan mengaplikasikan teori-teori
yang berhubungan dengan tema penelitian.
E. Kerangka Teori 1. Opini
Penjelasan konsep opini berikut ini lebih berfungsi untuk memaparkan
makna “opini” yang tertera dalam judul penelitian sehingga memudahkan
pemahaman opini seperti apa yang dimaksud dalam penelitian ini.
Nimmo dalam Zulkarimen (1989:91) mengemukakan bahwa opini adalah
suatu respon yang aktif terhadap suatu stimulus, suatu respon yang
dikonstruksikan melalui interpretasi pribadi. Kemudian, Cutlip dan Center dalam
Sastropoetro (1990:41) mendefinisikan opini atau opinion sebagai suatu ekspresi
tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial. Opini timbul
menimbulkan opini yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini, opini yang
dimaksud adalah opini yang dikemukakan narasumber yakni public figure
Yogyakarta dalam rubrik Aspirasi Keistimewaan tentang mekanisme
kepemimpinan di DIY.
Menurut Thomson dalam Soemirat (2007:3.21), ada 3 (tiga) sebab yang
menimbulkan perbedaan opini, yaitu: (1) perbedaan pandangan terhadap fakta; (2)
perbedaan perkiraan tentang cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan; (3)
perbedaan motif yang serupa guna mencapai tujuan.
Segala opini mencerminkan suatu organisasi yang kompleks dari tiga
komponen, yakni keyakinan, nilai, dan pengharapan (Nimmo, 1989:12). Ketiga
komponen ini saling lingkup satu dengan yang lainnya. Komponen-komponen
tersebut antara lain:
1. Keyakinan
Menurut Nimmo, keyakinan berkaitan erat dengan kognitif atau pikiran, dari
citra dan interpretasi personal. Artinya, bahwa Keyakinan mengacu pada apa
yang diterima sebagai benar atau tidak benar tentang sesuatu, ia didasarkan
atas pengalaman masa lalu, pengetahuan, dan informasi sekarang, dan persepsi
yang berkembang. Seperti halnya dengan opini yang disampaikan oleh
narasumber dalam rubrik Aspirasi Keistimewaan, komponen keyakinan
ditandai dengan kognisi narasumber terhadap sikap pemerintah pusat yang
menginginkan pemilihan langsung dalam menyelesaikan mekanisme
2. Nilai
Nilai adalah preferensi yang dimiliki orang terhadap tujuan tertentu atau cara
tertentu melakukan sesuatu (Nimmo, 1989:13). Nilai berkaitan erat dengan
afektif atau perasaan, isi dari imej pribadi yang membantu seseorang dalam
mengevaluasi dirinya sendiri ataupun lingkungannya. Misalnya, kesukaan dan
ketidaksukaan, cinta dan kebencian, hasrat dan ketakutan; bagaimana
seseorang menilai sesuatu dan bagaimana intensitas penilaiannya, apakah
kuat, lemah, netral. Seperti halnya dalam opini yang muncul di dalam rubrik
Aspirasi Keistimewaan, komponen nilai ditandai dengan affeksi narasumber
yang dituangkan dalam opini disampaikan oleh narasumber dalam rubrik
Aspirasi Keistimewaan, komponen keyakinan ditandai dengan afeksi
narasumber terhadap sikap pemerintah pusat yang menginginkan pemilihan
langsung dalam menyelesaikan mekanisme kepemimpinan di DIY.
3. Pengharapan
Pengharapan berkaitan dengan aspek konatif, atau kecenderungan, dari citra
personal dan proses interpretatif yang dapat disamakan dengan gerak hati,
hasrat, kemauan, dan dorongan (Nimmo, 1989:17). Pengharapan
menunjukkan akan seperti apa keadaan setelah tindakan; pengharapan
dituturkan dari pertimbangan apa yang terjadi di masa lalu, keadaan sekarang,
dan apa kiranya yang akan terjadi jika dilakukan perbuatan tertentu. Konsep
ini bisa dipahami sebagai penilaian atau evaluasi dengan menggunakan
berbagai argumentasi. Dalam hal ini komponen ekspektasi ditandai dengan
keinginan masyarakat Yogyakarta untuk menetapkan gubernur dan wakil
gubernur di DIY.
Dari ketiga komponen di atas maka dapat disimpulkan bahwa setiap opini
tidak bisa dilepaskan dari keyakinan, nilai-nilai dan pengharapan (ekspektasi)
seseorang terhadap sebuah objek. Komponen keyakinan terkait dengan unsur
kognitif seseorang, nilai berkaitan dengan rasa suka atau tidak suka, sedangkan
pengharapan (ekspektasi) berkaitan dengan harapan seseorang terhadap suatu
objek.
Selain mencerminkan suatu organisasi yang kompleks dari tiga komponen,
yakni keyakinan, nilai, dan pengharapan, opini personal juga memiliki tiga
karakteristik utama, antara lain:
1. Mengandung isi informasi. Opini adalah tentang sesuatu. Publikasi atau
konflik yang berpotensi menjadi isu adalah isi dari sebuah opini (Nimmo,
1989:29). Dengan kata lain, opini adalah respon aktif yang bermuatan isu atau
kabar angin atau apapun itu tentang suatu masalah.
2. Mempunyai arah. Sejak proses pembentukan opini dimulai, opini secara alami
akan mengarah (diarahkan atau tidak) pada sebuah keputusan final atas opini
tersebut.
3. Mempunyai intensitas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
intensitas diartikan sebagai keadaan tentang tingkatan atau ukuran. Dalam
ranah opini, intensitas dapat diartikan sebagai ukuran ketajaman terhadap isu
seperti kuat, sedang dan lemah. Semakin kuat isu maka opini yang terbentuk
Dari ketiga karakteristik yang dimiliki oleh opini maka dapat disimpulkan
bahwa setiap orang memiliki arah tertentu sesuai dengan isu yang dihadapi dan
menunjukkan keberpihakannya.
Sebuah opini yang disampaikan dalam media massa akan memberikan
pengaruh yang besar bagi pembentukan opini publik khalayaknya. Apalagi jika
opini tersebut disampaikan oleh orang-orang tertentu yang juga memiliki
pengaruh besar dalam masyarakat, misalnya para tokoh masyarakat (public
figure). Opini yang disampaikan oleh seorang public figur akan lebih mudah
mempengaruhi bahkan mampu menggiring opini publik ke arah tertentu. Hal ini
karena seorang public figure dipahami sebagai seseorang yang telah memiliki
massa yang akan mengikuti apa yang dikemukakan oleh pemimpinnya. Hal ini
juga yang akan terjadi atas pemuatan rubrik Aspirasi Keistimewaan yang
menampilkan narasumber dari tokoh masyarakat (public figure) yang sudah tentu
memiliki pengikut (massa).
Dengan kekuatan atau otoritas yang dimiliki oleh seorang pelantun opini,
kadangkala membuat membuat media menggunakan orang-orang tersebut untuk
tujuan tertentu. Misalnya untuk menggiring opini publik yang ada dalam
masyarakat. Hal inilah yang kadangkala menimbulkan opini publik yang tidak
murni dalam masyarakat.
Seperti halnya dengan opini narasumber (public figure) yang terdapat
dalam rubrik Aspirasi Keistimewaan. SKH Kedaulatan Rakyat dengan sengaja
membuat sebuah rubrik untuk meletakkan opini-opini public figur tentang
penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Dalam proses pembuatannya opini
tersebut dipengaruhi oleh pihak-pihak yang berwenang dan mempunyai tujuan
tertentu. Pihak yang berwenang atau berotoritas disini adalah pihak yang memiliki
kekuatan atau kekuasaan untuk mempengaruhi orang lain agar bertindak sesuai
dengan apa yang dikehendakinya, dalam hal ini pihak tersebut adalah SKH
Kedaulatan Rakyat.
Seperti yang dikutip oleh Soemirat dan Yehuda dalam bukunya Opini
Publik (2008:3.33) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kriteria pembicara opini
yang dapat memberikan pengaruh atas opini yang disampaikan. Kriteria-kriteria
tersebut antara lain:
1. Tahu benar tentang suatu masalah sehingga dapat menjelaskan secara
mantap dan mempengaruhi orang lain
2. Pandai dan memiliki pengetahuan mendalam sehingga orang-orang
menjadi percaya kepada uraiannya.
3. Memiliki suatu status resmi yang menjadikan orang itu dipandang
sehingga menimbulkan kepercayaan dan pengaruh
4. Memiliki kekuatan fisik yang menyebabkan orang lain takut dan
karenanya menjadi mengikuti penjelasannya dan menerimanya
5. Usianya dipandang lebih tua daripada yang lain yang ada di dalam
kelompok sehingga uraiannya diperhatikan untuk menghormatinya dan
kemudian enerima opininya sebagai sesuatu yang benar
6. Orang yang diketahui terkenal di dalam masyarakat sehingga orang turut
2. Narasumber Berita
Luwi Ishwara dalam bukunya Catatan-catatat Jurnalisme Dasar
(2005:76), menyebutkan bahwa detak jantung dari jurnalisme terletak pada
sumber berita. Hal tersebut dikemukakan sebagai penegasan bahwa sumber berita
adalah sesuatu yang sangat penting dalam dunia jurnalistik. Sumber berita
digunakan sebagai indikator untuk melihat kefaktualan sebuah berita yang
disajikan.
Terdapat berbagai jenis sumber berita yang biasanya digunakan jurnalis
untuk mengembangkan cerita dan memberikan makna yang mendalam terhadap
suatu peristiwa atau keadaan. Berbagai sumber tersebut diantaranya: catatan,
dokumen, referensi, buku, kliping, dan sumber berupa orang atau human sources.
Sumber berita berupa orang inilah yang dinamakan sebagai narasumber.
Untuk memperoleh informasi dari sumber berita berupa narasumber maka
perlu dilakukan wawancara. Wawancara adalah pertemuan tatap muka, yang
melibatkan interaksi verbal antara dua orang atau lebih, tetapi biasanya
diprakarsai untuk suatu maksud khusus dan biasanya difokuskan pada suatu
masalah khusus. Dalam hal ini wawancara yang dimaksud adalah wawancara
yang dilakukan penulis rubrik Aspirasi Keistimewaan dengan narasumber yang
telah ditetapkan.
Pada prinsipnya semakin banyak narasumber yang digunakan untuk
sebuah berita akan lebih baik sebab kemungkinan akan lebih beragam versi yang
bisa dipertimbangkan untuk digunakan. Terkecuali pada berita yang sengaja
Seperti yang terjadi pada rubrik Aspirasi Keistimewaan di SKH Kedaulatan
rakyat, yang setiap terbitan rubriknya hanya menampilkan 1 (satu) narasumber
dengan opininya tentang polemik keistimewaan Yogyakarta khususnya tentang
mekanisme kepemimpinan di DIY.
Menurut Kusumaningrat dalam bukunya Jurnalistik, Teori dan Praktek
(2006:250), narasumber yang paling baik adalah seseorang yang berpengetahuan
dalam sesuatu bidang dan yang memiliki perasaan yang tajam yang sama dengan
sang wartawan tentang perlunya publik mengetahui apa yang sedang terjadi
sebenarnya. Hal lain yang penting untuk diketahui adalah bahwa setiap
narasumber memiliki motif dalam memberikan informasi kepada wartawan.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat dari Kusumaningrat, Anto dan
Pemilianna juga menyebutkan bahwa dasar pemilihan narasumber adalah
kompetensi (2007:77). Semakin terkait seseorang dalam masalah, maka semakin
tepat ia disajikan sebagai narasumber. Dengan kata lain bahwa narasumber adalah
tokoh yang dianggap menguasai sebuah permasalahan atau seorang pakar dalam
bidang permasalahan yang akan dituliskan dalam sebuah berita.
Seperti halnya pemilihan narasumber yang dilakukan oleh KR dalam pada
rubrik Aspirasi Keistimewaan. KR memiliki pertimbangan tersendiri dalam
memilih narasumber untuk setiap beritanya, tidak terkecuali pada berita di rubrik
Aspirasi Keistimewaan. Narasumber yang ditampilkan dalam rubrik ini adalah
narasumber-narasumber yang telah melalui proses seleksi dari redaksi KR,
sehingga pemilihannya tentu telah ditentukan berdasarkan standar kebutuhan yang
Idealnya, dalam menentukan narasumber sebaiknya memperhitingkan
beberapa hal seperti misalnya tingkat kredibilitas, keterkaitannya dengan isu yang
dibahas dan kualitas dari pesan tersebut. Penentuan narasumber menjadi penting
dalam upaya mendapatkan perhatian dari publik.
3. Kutipan Langsung
Salah satu hal pokok yang sebaiknya terdapat dalam sebuah berita adalah
kutipan dari sumber berita dalam hal ini narasumber berita. Kutipan adalah
pinjaman kalimat atau pendapat seseorang dari seorang pengarang atau seseorang
yang sangat terkenal, baik terdapat dalam buku, surat kabar, majalah, media
elektronika, atau pun dari hasil wawancara dengan narasumber. Kutipan yang
menarik dapat menambah bumbu dalam berita (Ishwara, 2005:132).
Haris Sumadiria dalam bukunya kalimat Jurnalistik (2006:57),
mengemukakan bahwa kutipan langsung adalah kutipan yang berisi kalimat yang
diambil langsung dari sumber pertama, baik berupa orang (misalnya
diwawancarai) atau dari penulis lewat buku atau karangan yang ditulisnya.
Kutipan semacam ini menuliskan kata demi kata dari apa yang dikatakan
pembicara atau yang diwawancarai. Dengan kata lain kutipan langsung adalah
kutipan yang mengutip pendapat orang lain secara lengkap kata demi kata,
kalimat demi kalimat dari sebuah teks asli atau dari hasil wawancara dengan
narasumber berita. Kutipan ini dibuka dan ditutup dengan tanda kutip. Deviasi
kecil dan kata-kata yang eksak masih dibolehkan oleh kebanyakan surat kabar,
Dalam sebuah berita, kutipan langsung dapat menjadi salah satu indikator
untuk menilai kefaktualan atau juga keobjektifan sebuah berita. Biasanya dalam
penulisan berita, setiap alinea harus memuat subjek pembicara, apalagi untuk
sebuah berita yang khusus berisikan pendapat seseorang untuk sebuah isu khusus
seperti halnya berita pada rubrik Aspirasi Keistimewaan pada SKH Kedaulatan
Rakyat .
Bila dalam sebuah alinea tidak ada petunjuk yang menjelaskan subjek
yang mengeluarkan pernyataan, pembaca akan menarik kesimpulan bahwa
pernyataan itu hanya opini penulis. Oleh karena itu, kutipan langsung yang
memuat pernyataan narasumber dari hasil wawancara perlu dicantumkan sehingga
akan memperkuat kepercayaan pembaca terhadap isu yang sedang dibahas karena
dalam prinsipnya kutipan langsung tidak memperbolehkan penulis untuk
merubah isi kutipan baik redaksinya maupun makna dari opini narasumber. Itu
berarti bahwa hasil wawancara yang ditulis dalam bentuk berita (straight news),
tidak memerlukan imajinasi penulisnya, bahkan tidak boleh memasukkan opini
atau imajinasi.
F. Kerangka Konsep
Opini adalah ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat
kontroversial. Opini timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang
kontroversial, yang menimbulkan opini yang berbeda-beda. Demikian halnya
dengan opini yang dikemukakan oleh narasumber dalam rubrik Aspirasi
Keistimewaan, dimana opini yang dikemukakan tersebut berbeda dalam isi dan
Penyampaian sebuah opini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah
satu cara yang cukup populer adalah dengan menggunakan media massa sebagai
instrumen penyampaian opini. Lazimnya media massa khususnya surat kabar
biasanya menyediakan rubrik atau kolom khusus untuk menampung pendapat
(opini) masyarakat. Berbeda dengan yang dilakukan surat kabar pada umumnya,
selain menyediakan rubrik khusus untuk menampung opini masyarakat, SKH
Kedaulatan Rakyat juga menyediakan rubrik khusus untuk meletakkan opini
public figure Yogyakarta tentang mekanisme kepemimpinan DIY. Public figure
tersebut diposisikan sebagai narasumber berita pada rubrik Aspirasi
Keistimewaan.
Untuk mengetahui opini narasumber berita (public figure Yogyakarta)
dalam penelitian ini, maka dapat dilihat dari 4 (empat) unit analisis yakni:
identitas narasumber, isi opini, arah opini serta alasan penetapan dalam opini.
Detak jantung dari jurnalisme terletak pada sumber berita. Sumber berita
berupa orang dinamakan narasumber. Seseorang dipilih menjadi narasumber
dalam berita bukanlah tanpa alasan. Namun, terdapat kualifikasi tertentu yang
harus dimiliki oleh seorang narasumber sebelum ditetapkan sebagai narasumber,
misalnya seseorang tersebut harus ahli dalam bidang tertentu. Dengan kata lain,
narasumber adalah tokoh yang dianggap menguasai sebuah permasalahan atau
seorang pakar dalam bidang permasalahan yang akan dituliskan dalam sebuah
berita. Terdapat beragam narasumber yang ditampilkan SKH Kedaulatan Rakyat
dalam rubrik Aspirasi Keistimewaan. Narasumber yang ditampilkan tersebut
disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh KR. Narasumber yang
ditampilkan dalam rubrik Aspirasi Keistimewaan periode 15 Januari-12 Maret
2011 dapat digolongkan ke dalam 8 (delapan) kelompok antara lain: pejabat,
pemimpin kelompok masyarakat, akademisi, pengusaha, praktisi, seniman,
pengamat atau ahli serta mantan pejabat.
Dengan mengetahui isi opini dari sampel kutipan langsung berita, maka
dapat pula diketahui seberapa besar intensi narasumber (public figur) terhadap
permasalahan mengenai mekanisme kepemimpinan di DIY baik itu opini berupa
kritik, pujian, saran atau kombinasi antara kategori tersebut.
Setiap opini pasti memiliki arah dan mengarah pada konsensus mengenai
sesuatu. Seperti halnya opini public figure dalam rubrik Aspirasi Keistimewaan.
Terdapat dua arah opini dalam rubrik Aspirasi Keistimewaan yakni pro terhadap
penetapan Sultan dan netral.
Penetapan Sri Sultan HB X dan Sri PA IX sebagai Gubernur dan Wakil
Gubernur DIY merupakan mekanisme yang dipilih oleh sebagian besar
narasumber dalam Aspirasi Keistimewaan. Terdapat tujuh (7) alasan penetapan
dikemukakan oleh narasumber dalam rubrik Aspirasi Keistimewaan. Berbagai
alasan tersebut antara lain : (1) penetapan merupakan inti dari keistimewaan DIY,
(1) unsur kesejarahan, (3) unsur yuridis, (4) cerminan demokrasi Pancasila, (5)
jaminan situasi kondusif, aman dan tentram, (6) figur atau personal Sri Sultan HB
X, serta (7) mendorong peningkatan perekonomian daerah (8) lain-lain.
Oleh karena opini yang dikemukakan oleh narasumber dalam rubrik
pemuatannya, maka secara keseluruhan opini tersebut telah mendapat campur
tangan baik dari wartawan ataupun dari media tempat diterbitkan. Terkecuali
opini yang ditempatkan pada kutipan langsung. Hal ini dikarenakan kutipan
langsung adalah kutipan yang mengutip pendapat orang lain secara lengkap kata
demi kata, kalimat demi kalimat dari sebuah teks asli atau dari hasil wawancara
dengan narasumber berita. Dalam penulisan kutipan langsung, penulis tidak
diperbolehkan mengubah isi kutipan baik redaksinya maupun makna dari opini
narasumber. Dengan pertimbangan tersebut, peneliti akan menggunakan kutipan
langsung sebagai indikator untuk meneliti opini narasumber (public figur
Yogyakarta) dalam rubrik Aspirasi Keistimewaan.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana opini public figure yang
terdapat dalam rubrik Aspirasi Keistimewaan dalam menanggapi mekanisme
kepemimpinan DIY. Untuk meneliti hal tersebut, peneliti menggunakan identitas
narasumber, isi opini, arah opini serta alasan penetapan yang dikemukakan
narasumber sebagai unit analisis penelitian. Selanjutnya, peneliti telah menyusun
unit analisis tersebut ke dalam beberapa kategori dengan batasan-batasan, antara
lain dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Isi Opini 1. Kritik
Alasan penetapan 1. Inti keistimewaan DIY 2. Alasan kesejarahan
3. Cerminan demokrasi Pancasila
4. Situasi kondusif, aman dan tentram telah terjamin
5. Figur atau personal Sri Sultan HB X 6. Mendorong peningkatan perekonomian
daerah 7. Lain-lain Sumber: Kerangka Konsep
G. Definisi Operasional
Unit analisis dan kategorisasi di atas merupakan acuan dalam melakukan
penelitian ini. Diharapkan bahwa unit analisis dan kategorisasi dapat diaplikasikan
sebagai pedoman penelitian untuk melihat opini public figure Yogyakarta tentang
keistimewaan DIY pada rubrik Aspirasi Keistimewaan pada SKH Kedaulatan
Rakyat periode 15 Januari -12 Maret 2011. Berikut ini adalah penjabaran tiap-tiap
unit analisis dan kategorisasi yang digunakan dalam penelitian ini.
Unit analisis identitas narasumber (public figure):
Identitas public figure dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pejabat. Pejabat adalah pegawai pemerintah yg memegang jabatan penting
2. Pemimpin Kelompok Masyarakat. Pemimpin Kelompok Masyarakat adalah
pemimpin kumpulan masyarakat yang merupakan kesatuan beridentitas
dengan sistem norma yang mengatur pola-pola interaksi antar manusia itu.
3. Akademisi. Akademisi adalah orang yang berpendidikan tinggi.
4. Pengusaha. Pengusaha adalah orang yang berusaha dalam bidang
perdagangan.
5. Praktisi. Prakstisi dapat diartikan sebagai pelaksana. Contoh: Praktisi
hukum.
6. Seniman. Seniman adalah orang yang mempunyai bakat seni dan berhasil
menciptakan dan menggelarkan karya seni.
7. Pengamat atau ahli. Pengamat atau ahli adalah orang yang mengambil atau
mengawasi. Orang yang paham tentang sesuatu.
8. Mantan Pejabat. Mantan pejabat adalah bekas pemangku jabatan.
(Sumber: http://kamusbahasaindonesia.org/)
Unit analisis isi opini :
Isi merupakan kriteria pertama dari opini publik. Opini adalah tentang
sesuatu, maka kejelasan isi opini menandakan opini tersebut dapat disebut sebagai
sebuah opini. Dalam penelitian ini, isi opini dibagi menjadi 7 (tujuh) kategori
yakni:
a. Kritik. Kritik adalah kecaman atau tanggapan. Kritik yang dimaksud dalam
karegori ini adalah kritik narasumber (public figure Yogyakarta) terhadap
pemerintah yang menginginkan dilakukannya pemilihan untuk
kepada pihak yang kontra terhadap penetapan Sri Sultan HB X dan Paku
Alam IX sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Contoh isi opini
dalam sampel kutipan langsung berupa kritik misalnya seperti, “Keliru kalau
menganggap kekuasaan Kraton Yogyakarta itu feodal, sejak HB IX
hubungan Kraton dan rakyatnya adalah hubungan dekat yang biasa. Ketika
Sultan lewat di jalan, tidak ada penghormatan yang berlebihan dari
masyarakat, semua berjalan wajar. Itu menunjukkan Kraton Yogyakarta
tidak feodal” yang dimuat pada tanggal 5 Februari 2011, dengan narasumber
Joko Wintolo, Peneliti di Institute of Public Policy and Economic Studies
(Inspect).
b. Pujian. Pujian adalah pernyataan memuji. Contoh isi opini dalam sampel
kutipan langsung berupa pujian terhadap kinerja Sri Sultan HB X sebagai
pemimpin dan gubernur di DIY, misalnya seperti, “Saya kira dalam
persoalan ini tidak hanya sekedar berbicara demokratis atau tidak. Apalagi
jasa Sri Sultan HB sebagai raja di Kraton terhadap keberadaan NKRI
sangat hebat dan tidak bisa ditiru oleh daerah lain. Untuk itu, penetapan
sampai saat ini menjadi pilihan tepat yang tidak bisa ditawar lagi” yang
dimuat pada tanggal 18 Januari 2011, dengan narasumber Prof Dr Djohar
MS, Rektor Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST).
c. Saran, himbauan, usulan, dan atau harapan. Saran adalah pendapat (usul,
anjuran, cita-cita) yg dikemukakan untuk dipertimbangkan. Contoh isi opini
dalam sampel kutipan langsung berupa saran terhadap mekanisme yang
DIY misalnya seperti, “Keistimewaan DIY pada dasarnya jabatan Gubernur
dan Wakil Gubernur DIY yang melekat pada Sri Sultan HB X dan Paku
Alam IX. Bila poin itu tidak masuk dalam draf, semua tidak ada artinya”
yang dimuat pada tanggal 16 Januari 2011, dengan narasumber Prof Dr
Wuryadi, Ketua Keluarga Besar Marhaenis (KBM).
d. Kombinasi kritik dan pujian. Contoh isi opini dalam sampel kutipan
langsung berupa kombinasi kritik dan pujian dinyatakan seperti dalam
sampel kutipan langsung seperti, “Keberadaan raja di Yogya, termasuk
Kraton Yogya itu menjadi daya tarik yang luar biasa. Bahkan wisman juga
tertarik dengan sejarah Yogyakarta, dari masa kerajaan hingga bergabung
dengan NKRI. Kalau pemerintah memaksakan pemilihan, yang terjadi
justru bisa mengurangi nilai sejarah Yogyakarta sendir” yang dimuat pada
tanggal tanggal 25 Februari 2011 dengan narasumber Edwin Himna, Ketua
Association of the Indonesia Tours And Travel (Asita).
e. Kombinasi kritik dan saran. Contoh isi opini dalam sampel kutipan langsung
rubrik Aspirasi Keistimewaan berupa kombinasi kritik dan saran dinyatakan
seperti, “Demokasi berdasarkan pancasila adalah musyawarah mufakat
maka kalau perwakilan rakyat sudah menghendaki penetapan, saya kira
pemerintah pusat tinggal melakukan musyawarah. Rakyat sudah merasakan
model pemerintahan yang baik maka tidak sepatutnya diubah dengan
sesuatu yang belum jelas kebaikannya. Tidak boleh nasib rakyat
dimuat pada tanggal 5 Februari 2011 dengan narasumber Mohammad Jazir
ASP, Ketua Takmir Masjid Jogokariyan.
f. Kombinasi pujian dan saran. Contoh isi opini dalam sampel kutipan
langsung berupa kombinasi kritik dan pujian dinyatakan seperti dalam
sampel kutipan langsung seperti, “Dalam penentuan jabatan, Kraton selalu
menggunakan kriteria tertentu jadi tidak sekadar menunjuk. Karena sosok
seorang Sultan tidak sekadar menjadi gubernur, tetapi juga harus bisa
menjadi pengayom masyarakat. Saya kira baik Sri Sultan Hamengku
Buwono IX maupun X sudah melaksanakan tahta untuk rakyat itu dengan
baik. Saya kira sudah saatnya pemerintah pusat memberikan kepercayaan
pada masyarakat DIY untuk menentukan model dalam pemilhan gubernur
bagi daerahnya sendiri. Oleh karena itu, apabila sebagian besar
masyarakatnya menghendaki adanya penetapan karena dinilai lebih efektif,
tidak ada salahnya jika aspirasi tersebut diakomodir.” yang dimuat pada
tanggal 9 Februari 2011 dengan narasumber Rudiarto, Ketua Paguyuban
Tridarma.
g. Kombinasi kritik, pujian dan saran. Contoh isi opini dalam sampel kutipan
langsung berupa kombinasi kritik, pujian dan saran dinyatakan seperti dalam
sampel kutipan langsung seperti, “Kalau berpegang pada Pancasila
mestinya yang dijunjung tinggi adalah musyawarah mufakat. Saya kira
rakyak DIY tidak akan mudah diadu domba, karena mereka tidak hanya
kritis tapi juga cerdas dalam menyikapi sesuatu hal. Walaupun begitu akan
dimuat pada tanggal 22 Februari 2011 dengan narasumber Djoko Santoso,
Pensiunan Pejabat Bakin ata BIN.
Unit analisis arah opini :
Opini mempunya arah. Sejak proses pembentukan opini dimulai, opini
secara alami akan mengarah (diarahkan atau tidak) pada sebuah keputusan final
atas opini tersebut. Arah tersebut dapat berupa setuju, tidak setuju, ataupun
ragi-ragu terhadap sesuatu objek. Arah opini dalam penelitian ini dikateorikan sebagai
berkut:
a. Pro Penetapan. Kategorisai ini menjelaskan arah opini yang berpandangan
bahwa penetapan Sri Sultan HB X dan Sri PA IX sebagai Gubernur dan
Wakil Gubernur DIY adalah hal yang semestinya dilakukan, dimana
narasumber berita yang juga merupakan masyarakat DIY mendukung hal
tersebut.
b. Netral. Kategorisai ini menjelaskan arah opini yang berpandangan bahwa
penetapan atau pemilihan gubernur bukanlah menjadi hal utama dari
keistimewaan Yogyakarta sehingga tidak menjadi hal yang perlu
diperdebatkan.
Unit analisis alasan penetapan :
Thomson dalam Soemirat (2007:3.21) menjelaskan bahwa orang-orang yang
mempunyai opini yang tegas, biasanya mendasarkan opininya pada alasan-alasan
yang rasional (rational grounds). Alasan-alasan yang rasional berarti dasar-dasar
yang masuk akal dan dapat dimengerti orang lain. Alasan penetapan dalam
1. Merupakan inti keistimewaan DIY. Kategori ini dimaknai bahwa
menetapkan Sri Sultan HB X dan Sri PA IX sebagai Gubernur dan Wakil
Gubernur DIY adalah merupakan cara yang harus ditempuh untuk menjamin
keistimewaan DIY, mengingat jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur
merupakan kesepakatan Sultan terdahulu dengan Presiden Soekarno.
2. Unsur Kesejarahan. Kategori ini dimaknai bahwa menetapkan Sri Sultan HB
X dan Sri PA IX sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY adalah cara
yang harus ditempuh untuk menghormati sejarah perjalanan keistimewaan
DIY baik ditinjau dari landasan hukum ataupun dari sejarah perjalanan
NKRI.
3. Cerminan demokrasi Pancasila. Kategori ini dimaknai bahwa menetapkan
Sri Sultan HB X dan Sri PA IX sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY
adalah cara yang harus ditempuh untuk mengamalkan nilai-nilai dalam
demokrasi Pancasila misalnya musyawarah mufakat. Hal ini ditunjukkan
dengan kesepakatan bersama dari masyarakat DIY.
4. Jaminan situasi kondusif, aman dan tentram. Kategori ini dimaknai bahwa
menetapkan Sri Sultan HB X dan Sri PA IX sebagai Gubernur dan Wakil
Gubernur DIY adalah cara yang harus ditempuh untuk tetap
mempertahankan situasi yang tenang, aman, dan tentram di DIY yang
selama ini telah dirasakan oleh masyarakat baik pendatang maupun
5. Figur atau personal Sri Sultan HB X. Kategori ini dimaknai bahwa sosok
HB X dan Sri PA IX memiliki pengaruh yang kuat di dalam kehidupan
masyarakat kota Yogyakarta.
6. Mendorong peningkatan perekonomian daerah. Kategori ini dimaknai bahwa
menetapkan Sri Sultan HB X dan Sri PA IX sebagai Gubernur dan Wakil
Gubernur DIY adalah cara yang harus ditempuh untuk meningkatkan
perekonomian DIY. Peningkatan perekonomian tersebut dapat terlihat dari
sektor pariwisata ataupun dari sektor budaya dan pendidikan.
7. Lain-lain. Kategori ini dipakai untuk mewakili alasan-alasan penetapan
lainnya yang dikemukakan oleh narasumber yang tidak tercakup dalam
kesembilancxc alasan diatas.
H. Metodologi Penelitian
H.1 Jenis dan Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode analisis isi.
Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggambarkan atau menjelaskan
suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan. Penelitian ini lebih
mementingkan keluasan data sehingga data atau hasil penelitian dianggap
merupakan representasi dari seluruh populasi (Kriyantono, 2007:57). Penelitian
ini bersifat objektif dan menggunakan uji statistik untuk menganalisis data.
Objektif artinya, hasil analisis tergantung pada prosedur riset. Kategori yang sama
bila digunakan untuk isi dan prosedur yang sama, maka hasilnya juga harus sama,
Peneliti menggunakan metode analisis isi, yakni hanya menganalisis isi
yang nampak, bukan makna yang dirasakan oleh peneliti (Kriyantono, 2007:228).
Menurut Berelson dan Kerlinger dalam Teknik Praktis Riset Komunikasi (2007:
228), analisis isi merupakan suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis
komunikasi secara sistematik, objektif, dan kuantitatif terhadap pesan yang
tampak.
Penggunaan analisis isi mempunyai beberapa manfaat dan tujuan. Seperti
yang dikutip Kriyantono dari buku Mass Communication Theory karya McQuail,
yaitu beberapa tujuan dilakukannya analisis terhadap isi pesan komunikasi
diantaranya ialah untuk mengetahui refleksi dari nilai-nilai sosial dan budaya serta
sistem kepercayaan masyarakat dalam isi media (teks media). Dengan kata lain
bahwa tujuan utama dilakukannya analisis isi adalah untuk mendeskripsikan pesan
berupa nilai sosial dan budaya serta sistem kepercayaan masyarakat dalam ranah
publik dengan perantaraan teks. Atau dengan kata lain, analisis isi digunakan
untuk menganalisis pesan dan bagaimana pesan tersebut disampaikan, olehnya
analisis isi hanya dapat menjawab apa ciri pesan yang tertulis dan bagaimana
pesan tersebut disampaikan. Dalam penelitian ini media analisis adalah kutipan
langsung dari berita dalam rubrik Aspirasi Keistimewaan pada SKH Kedaulatan
Rakyat.
Penelitian ini bersifat deskriptif terutama untuk mendeskripsikan opini
narasumber yang terdapat dalam kutipan langsung rubrik Aspirasi Keistimewaan
dalam menanggapi mekanisme kepemimpinan DIY pada SKH Kedaulatan Rakyat
H.2 Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah berita dalam rubrik Aspirasi
Keistimewaan di SKH Kedaulatan Rakyat periode 15 Januari 2011-12 Maret
2011. Oleh karena opini yang dikemukakan oleh narasumber dalam rubrik
Aspirasi Keistimewaan dituliskan oleh wartawan dalam bentuk berita dalam
pemuatannya, maka secara keseluruhan opini tersebut telah mendapat campur
tangan baik dari wartawan ataupun dari media tempat diterbitkan. Terkecuali
opini yang ditempatkan pada kutipan langsung. Hal ini dikarenakan kutipan
langsung adalah kutipan yang mengutip pendapat orang lain secara lengkap kata
demi kata, kalimat demi kalimat dari sebuah teks asli atau dari hasil wawancara
dengan narasumber berita. Dalam penulisan kutipan langsung, penulis tidak
diperbolehkan mengubah isi kutipan baik redaksinya maupun makna dari opini
narasumber. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan
kutipan langsung sebagai indikator untuk meneliti opini narasumber (public figur
Yogyakarta) dalam rubrik Aspirasi Keistimewaan.
Pemilihan KR ini didasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain
pertimbangan akademik keilmuan, pertimbangan praktis serta disengaja.
Petimbangan akademik maksudnya bahwa objek yang diangkat dalam penelitian
ini sesuai dengan bidang keilmuan yang peneliti tekuni, yaitu bidang jurnalistik.
Sedangkan, pertimbangan praktis maksudnya mudah diperoleh (salah satu surat
kabar lokal dimana peneliti berdomisili), dan disengaja maksudnya dipilih karena
faktor-faktor tertentu, yaitu dikarenakan KR merupakan satu-satunya koran lokal
narasumber (public figure Yogyakarta) dalam membahas mekanisme
kepemimpinan di DIY. Selain itu, SKH Kedaulatan Rakyat adalah salah satu dari
berbagai koran lokal di Yogyakarta yang gencar dalam memberitakan tentang
Keistimewaan Yogyakarta dari awal terjadinya polemik hingga saat ini.
Sedangkan, pemilihan time frame dalam penelitian ini yakni 15 Januari-12
Maret 2011 didasarkan pada jumlah seluruh penerbitan rubrik Aspirasi
Keistimewaan, yakni pada 15 Januari 2011 sampai 12 Maret 2011 oleh Surat
Kabar Harian Kedaulatan Rakyat. Tercatat 50 berita sejak hari pertama rubrik
tersebut dimuat di KR yakni 15 Januari 2011 hingga penerbitan terakhir yakni
pada 12 Maret 2011.
H.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek dan fenomena yang diteliti
(Kriyantono, 2007:149). Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah keseluruhan
berita dalam rubrik Aspirasi Keistimewaan selama kurun waktu 15 Januari
2011-12 Maret 2011. Jika dihitung dengan perkalian jumlah kemunculan rubrik
Aspirasi Keistimewaan setiap bulan (tidak termasuk pada Hari Libur Nasional)
maka populasi yang didapat adalah sebagai berikut:
TABEL 2 Populasi Penelitian
Bulan Penelitian Jumlah berita dalam bulan tersebut Januari 2011 16 berita (tidak dimuat tanggal 17)
Februari 2011
25 berita (tidak dimuat tanggal 13, tanggal 3 dan 15 Hari Libur Nasional
sehingga koran tidak terbit) Maret 2011 9 berita (tidak dimuat tanggal 1 dan
0 5 10 15 20 25 30
Januari 2011 Februari 2011 M aret 2011
Jumlah Nasional sehingga koran tidak terbit)
Total Populasi 50 berita
Sumber: SKH Kedaulatan Rakyat
Jika digambarkan dalam grafik maka kemunculan rubrik Aspirasi
Keistimewaan dalam tiga bulan penerbitan (Januari, Februari, Maret) tahun 2011
adalah sebagai berikut:
GRAFIK 1
Jumlah Kemunculan Populasi Penelitian
Rubrik Aspirasi Keistimewaan setiap harinya hanya memuat 1 (satu) berita
dengan narasumber yang berbeda-beda. Jumlah maksimal yang ada adalah 25
berita yakni pada bulan Februari 2011. Dari 28 hari yang terdapat dalam bulan
Februari tersebut, KR tidak menerbitkan rubrik Aspirasi Keistimewaan sebanyak 3
kali yakni pada tanggal 3 dan 5 (bertepatan Hari Libur Nasional), dan pada
tanggal 13 tidak dimuat karena alasan tertentu.
Jumlah minimal berita adalah 9, yakni pada bulan Maret 2011. Salah satu
penyebabnya ialah karena rubrik tersebut sudah tidak diterbitkan lagi sejak 13
Aspirasi Keistimewaan diterbitkan oleh KR. Dimana dalam jangka waktu antara
tanggal 1-12 Maret 2011, KR sebanyak 3 (tiga) kali tidak memuat rubrik ini yakni
tanggal 1 dan tanggal 4 dikarenakan alasan tertentu, dan pada tanggal 5 Maret
bertepatan dengan Hari Libur Nasional, sehingga total berita yang dapat
dikumpulkan pada bulan Maret 2011 hanya berjumlah 9 berita.
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek atau fenomena yang akan
diteliti (Kriyantono, 2007:149). Penarikan sampel dalam penelitian ini
menggunakan rancangan sampling nonprobabilitas, yakni dengan teknik sampling
purposif (purposive sampling). Sampel yang akan dipilih dalam teknik ini
hanyalah sampel-sampel yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang ditentukan
oleh peneliti berdasarkan tujuan penelitian (Kriyantono, 2007:154). Sedangkan
populasi yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut tidak dijadikan sampel. Jika
time frame dalam penelitian adalah 15 Januari 2011-12 Maret 2011 (yang menjadi
populasi dalam penelitian) maka setiap berita yang dihasilkan dalam jangka waktu
tersebut tidak mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel
penelitian ini. Dengan populasi yang berjumlah 50 artikel, peneliti hanya akan
mengambil sejumlah berita yang memenuhi kriteria tertentu untuk dijadikan
sampel dalam penelitian ini.
Alasan dipilihnya teknik sampling purposif adalah terkait tujuan dalam
penelitian yakni untuk meneliti opini dari narasumber mengenai mekanisme
kepemimpinan di DIY. Dimana, opini yang dimaksud peneliti dibatasi pada opini
Dengan teknik pengambilan sampling tersebut maka sampel yang
digunakan peneliti dalam penelitian ini diambil sesuai dengan tema dan tujuan
penelitian yaitu untuk meneliti bagaimana opini public figure Yogyakarta dalam
menanggapi mekanisme kepemimpinan di DIY. Dari teknik pengambilan
sampling tersebut maka dari 50 berita ditemukan sampel sebanyak 44 berita.
Kriteria yang digunakan dalam penentuan sampel yakni yang membahas tentang
mekanisme kepemimpinan DIY dan memiliki kutipan langsung dari tokoh
masyarakat yang menjadi narasumber beritanya. Berikut judul berita yang
didalamnya terdapat kutipan langsung tentang mekanisme kepemimpinan DIY:
TABEL 3
Judul Artikel yang Akan Diteliti
No. Tanggal Judul Artikel Berita di Rubrik Aspirasi Keistimewaan
1. 15 Januari Keistimewaan Tanpa Penetapan, Semu 2. 16 Januari Penetapan, Cermin Demokrasi Pancasila 3. 18 Januari Penetapan DIY Tidak Bisa Ditawar 4. 20 Januari Suara Masyarakat Harus Diapresiasi 5. 21 Januari Kraton dan Masyarakat Sudah Menyatu 6. 23 Januari Rakyat Membela Mati-Matian
7. 24 Januari Efektifnya Implementasi Kebijakan Publik 8. 25 Januari Pemilihan Langsung Terlalu Mahal 9. 26 Januari Warisan Sejarah Harus Dipelihara 10. 27 Januari Pemilihan Belum Tentu Lebih Baik 11. 28 Januari Keistimewaan Sebaiknya Dirembuk 12. 30 Januari Kondisi Tenang Jangan ‘Diutak-atik’ 13. 31 Januari Demokrasi Tak Harus ‘Seragam’ 14. 01 Februari Yogya Asuh Bayi NKRI
15. 02 Februari Demokrasi Yogya Tonjolkan Loyalitas 16. 04 Februari Kraton Menjadikan Warga Tionghoa Nyaman 17. 05 Februari Penetapan Sesuai Kehendak Rakyat
18. 06 Februari Penetapan Sudah Kesepakatan Rakyat DIY 19. 07 Februari Demokrasi di DIY Simbol Kearifan
20. 09 Februari Serahkan Warga DIY untuk Menentukan 21. 10 Februari Demokrasi Tak Harus Pemelihan
23. 12 Februari Pemilihan Tak Menjamin Hasilnya Baik 24. 14 Februari Keistimewaan Yogya, Sejarah Panjang 25. 16 Februari Musyawarah Juga Demokrasi
26. 17 Februari Jangan Lucuti Keistimewaan Yogya 27. 18 Februari Energi Tak Kenal Lelah
28. 19 Februari Percobaan Risakan untuk NKRI
29. 21 Februari Pemilihan Langsung Belum Tentu Lebih Baik 30. 22 Februari Ikuti Keinginan Masyarakat DIY
31. 23 Februari Penetapan, Demokrasi Paling ‘Halus’ 32. 24 Februari Citra Istimewa setelah Penetapan 33. 25 Februari Pemilihan Bisa Kurangi Nilai Sejarah 34. 26 Februari Penetapan, Demokrasi Rakyat Yogya 35. 27 Februari Pemerintah Pusat Ngotot, Bisa Merepotkan 36. 28 Februari Kraton Dukung Iklim Usaha Kondusif 37. 02 Maret Dengar Suara Rakyat Yogya
38. 03 Maret Gelisah Kalau Belum Penetapan 39. 06 Maret Penetapan, Yogya Kondusif
40. 07 Maret Demokrasi Kedepankan Musyawarah Mufakat 41. 08 Maret Jangan Lupakan SG-PAG
42. 09 Maret Kepastian Penetapan, Ditunggu Pengusaha 43. 11 Maret Keistimewaan Ada Argumennya
44. 12 Maret Demokrasi Tak Harus Pemilihan Sumber: SKH Kedaulatan Rakyat
H.4 Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti di
lapangan. Dalam penelitian ini, data yang dimaksud peneliti adalah dokumentasi
sampel berita rubrik Aspirasi Keistimewaan dalam SKH Kedaulatan Rakyat
periode 15 Januari-12 Maret 2011. Selain itu, peneliti juga memasukkan hasil
wawancara terhadap redaksi KR sebagai data tambahan untuk melengkapi data
yang dibutuhkan.
H.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data. Maksimal atau tidaknya hasil dari sebuah penelitian sangat
dalam penelitian ini adalah observasi tidak langsung (indirect observation) di
mana peneliti akan meneliti produk komunikasi, dalam hal ini teks berita (Frey,
1991: 144).
Berikut adalah teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti
dalam meneliti bagaimana opini narasumber (public figure Yogyakarta) tentang
mekanisme kepemimpinan di DIY pada SKH Kedaulatan Rakyat periode Januari
2011-Maret 2011.
a. Dokumentasi
Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan dokumen tertulis (data primer)
berupa sampel rubrik Aspirasi Keistimewaan dalam SKH Kedaulatan Rakyat
periode 15 Januari -12 Maret 2011. Berdasarkan beberapa kriteria yang ditentukan
oleh peneliti, maka dari keseluruhan populasi yang ditentukan, peneliti hanya
mengambil 44 berita untuk dijadikan sampel penelitian.
b. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan cara mempelajari, mendalami, dan
mengutip teori-teori atau konsep-konsep dari sejumlah literatur, baik buku, jurnal,
koran, karya tulis lainnya yang relevan dengan topik, fokus dan variabel
penelitian.
c. Wawancara
Wawancara perlu dilakukan dengan tujuan memperoleh informasi
langsung dari SKH Kedaulatan Rakyat mengenai data-data terkait subjek dan
H.6 Pengkodingan
Pengkodingan dalam melakukan analisis dan pengukuran terhadap opini
narasumber (publik) dalam menanggapi mekanisme kepemimpinan DIY akan
dilakukan dengan memilih 2 (dua) orang yang dianggap memiliki kemampuan
dalam memahami topik penelitian serta memiliki latar belakang pendidikan Ilmu
Komunikasi dan telah menagmbil mata kuliah Analisis Isi dan Framing. Dari
kriteria tersebut maka peneliti memilih Jimmy Fernanda dan Hendy Aditya
sebagai pengkoder dalam penelitian ini. Kegiatan pengkodingan dimulai dengan
memberikan penjelasan mengenai batasan dan definisi unit analisis. Pengkoder
dalam penelitian ini ialah mahasiswa angkatan 2005 Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, konsentrasi studi Jurnalistik.
H.7 Uji Reliabilitas
Melakukan uji reliabilitas sangat penting dalam penelitian kuantitatif.
Tujuannya adalah agar penelitian ini mencapai hasil yang objektif dan reliabel.
Kategorisasi dalam analisis isi merupakan instrumen pengumpul data. Fungsinya
identik dengan kuisioner dalam survei. Supaya objektif, maka kategorisasi harus
dijaga reliabilitasnya. Terutama untuk kategorisasi yang dibuat sendiri oleh periset
sehingga belum memiliki standar yang teruji, maka sebaiknya dilakukan uji
reliabilitas sebelum data diolah. Salah satu uji reliabilitas yang dapat digunakan
adalah rumus Ole R. Holsty (Kriyantono, 2007:234).
Uji reliabilitas memunculkan indeks yang menunjukkan sejauh mana
pengukur (kategori) dapat dipercaya atau diandalkan. Prinsip dari uji reliabilitas
maka semakin reliabilitas kategori yang telah disusun. Derajat kesamaan dinilai
memenuhi syarat kepercayaan apabila hasilnya diatas 0,6 atau 60%.
Untuk melihat apakah data yang digunakan dalam analisis ini dapat
memenuhi harapan, maka dipakai metode uji reliabilitas berdasarkan rumus Ole
R. Holsty. Peneliti akan melakukan pretest dengan cara mengkoding sampel ke
dalam kategorisasi. Kegiatan ini tidak hanya dilakukan oleh peneliti tapi juga
dilakukan oleh seseorang yang lain yang ditunjuk peneliti sebagai pengkoding
atau intercoder. Kemudian hasil pengkodingan dibandingkan dengan
menggunakan rumus Holsty, dengan menggunakan data nominal dalam bentuk
presentase pada tingkat persamaan atas kategori yang digunakan, yaitu:
Reliability (CR)= 2M
N1+N2
M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh pengkoding (hakim) dan peneliti
N1,N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding (hakim) dan peneliti
Data hasil penelitian akan dioleh secara kuantitatif dengan cara mencatat
frekuensi kemunculan unit analisis yang telah ditetapkan melalui lembar koding,
kemudian disusun ke dalam tabel untuk mempermudah penelitian.
H.8 Teknik Analisis Data
Setelah melakukan pretest pengkodingan sampel kutipan langsung dan
distribusi frekuensi dan tabulasi silang. Teknik analisis data dipaparkan sebagai
berikut:
a. Distribusi Frekuensi
Analisis data dilakukan dengan menggunakan distribusi frekuensi, yaitu
dengan mengklasifikasikan data pada masing-masing kategori, serta dimasukkan
ke dalam lembar koding untuk dijumlahkan dan dipersentase menggunakan
distribusi frekuensi berdasarkan kategori jenis tema yang ada. Distribusi frekuensi
merupakan tabel ringkasan data yang menunjukkan frekuensi atau banyaknya item
pada setiap kelas yang ada. Selanjutnya, hasil olahan kemudian dianalisis dengan
melakukan perbandingan antara data dengan dasar teori yang dijadikan acuan
dalam penelitian. Dari setiap tabel, diberikan penjelasan dalam bentuk uraian yang
disusun sistematis.
b. Tabulasi Silang
Analisis data dengan tabulasi silang adalah sebuahh teknik statistik yang
menjelaskan dua atau lebih variabel secara bersamaan dan hasil dalam tabel
tersebut mencerminkan distribusi gabungan dua atau lebih variabel yang
mempunyai kategori terbatas atas nilai yang berbeda. Tabulasi silang adalah
penggabungan distribusi frekuensi dari dua atau lebih variabel dalam sebuah tabel.
Tabulasi silang menghasilkan tabel-tabel yang mencerminkan distribusi
gabungan dua atau lebih variabel dengan jumlah kategori atau nilai pembeda yang
terbatas. Tabel tabulasi silang juga disebut tabel kontingensi. Data tersebut
dianggap data kualitatif atau data kategori karena masing-masing variabel
terakhir dari pengolahan data. Setelah data diolah kemudian data tersebut akan
dianalisis.
Analisis data dengan tabulasi silang digunakan peneliti dalam penelitian
ini untuk lebih memperdalam dan memperjelas hasil temuan ynag peneliti
dapatkan. Misalkan untuk unit analisis isi opini dengan sub unit analisis opini
dalam bentuk saran, dari temuan yang sudah peneliti dapatkan melalui teknik
analisis data distribusi frekuensi, peneliti ingin mengetahui data pendukung
informasi seperti opini yang berupa kritik baik terhadap pemerintah pusat maupun
terhadap masyarakat yang kontra penetapan paling banyak disampaikan oleh
narasumber dengan identitas sosial sebagai apa dalam masyarakat.
H.9 Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Kantor Redaksi Surat Kabar Harian