BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara yang memegang teguh perlindungan
hak asasi manusia dan berkomitmen untuk melindungi warga negaranya dan
memperjuangkan perlindungan hak asasi manusianya. Perlindungan tersebut
diwujudkan dengan meratifikasi konvensi dan perjanjian internasional yang
diikuti Indonesia terutama dalam hal perlindungan para perempuan dan anak. Ada
beberapa konvensi internasional berkaitan dengan perlindungan hak asasi manusia
terhadap perempuan dan anak misalnya Konvensi pemberantasan perdagangan
manusia dan eksploitasi prostitusi pada tahun 1949, konvensi 100 ILO tentang
persamaan pendapatan pada tahun 1951, Konvensi tentang hak politik perempuan
pada tahun 1952, Konvensi tentang hak kewarganegaraan perempuan yang
menikah pada tahun 1957, Deklarasi perlindungan perempuan dan anak dalam
situasi darurat konflik bersenjata pada tahun 1974, Beijing Platform untuk melihat isu perkembangan perempuan dan anak dalam berbagai bidang pada tahun 1995,
dan Konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap perempuan (Convention on The Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women/CEDAW) yang telah diratifikasi menjadi
Kasus kekerasan fisik dan psikis sering terjadi berulang di angkutan umum
marak dibicarakan media surat kabar dan internet selama dua bulan ini dari bulan
Agustus 2011 lalu. Kasus kekerasan itu terjadi kembali di angkutan umum dari
daerah lain masih sekitar Jakarta dan belum ada jaminan rasa aman terhadap
perempuan. Penegakan hukum sebagai upaya penanganan kasus kekerasan
merupakan petunjuk penting bagi keseriusan para aparat penegak hukum maupun
pejabat publik dalam menjalankan mandat berdasarkan konstitusi untuk
memberikan perlindungan dan rasa aman terhadap warga negaranya terutama
perempuan.
Keterbatasan kapasitas para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya
dan payung hukum untuk melindungi para perempuan belum memadai menjadi faktor muara persoalan kekerasan yang dialami para perempuan. Selain itu faktor
budaya juga ikut membuat persoalan tersebut menjadi rumit karena ada stigma
penyangkalan korban bahwa korban kekerasan itu merupakan orang yang lemah
terutama pada korban kekerasan seksual yang dianggap tidak suci lagi karena
harga dirinya sudah hancur luluh lantak akibat peristiwa pemerkosaan yang
dialami.
Dalam kasus yang terjadi pada Livia Pavita Soelistio seorang mahasiswi
Universitas Bina Nusantara Jakarta yang diperkosa, dirampok, dan dibunuh di
dalam Mikrolet M-24, peneliti beranggapan bahwa layanan angkutan umum
sekarang berbeda dengan dulu. Artinya bahwa sekarang layanan angkutan umum
rawan menjadi korban kekerasan pemerkosaan meskipun tidak menutup
kemungkinan siang hari terjadi hal yang sama.
Peneliti memiliki anggapan layanan angkutan umum sekarang tidak
bersahabat dengan perempuan karena merupakan sikap pembiaran pemerintah
atau masyarakat yang menjadi penyebab kekerasan tersebut berulang kali terjadi
di angkutan umum. Kasus ini berawal dari kejadian mahasiswi Universitas di
Jakarta yang terjadi pada tanggal 16 Agustus 2011 lalu dan belum lama sekitar
dua bulan lalu menjadi bahan pembicaraan media surat kabar dan dunia internet.
Berbicara tentang dunia mahasiswa, peneliti menganggap bahwa mahasiswa
dan mahasiswi universitas merupakan generasi muda dipersiapkan untuk terjun ke
dunia kerja. Dunia persaingan selalu mewarnai kehidupan para mahasiswa dan mahasiswi universitas. Setelah mereka lulus dari almamater mereka, mereka
merasakan kebahagiaan karena kelulusan mereka yang mereka raih. Sayangnya
sebagian kecil nasib mereka hancur karena kasus kekerasan yang mereka alami
sampai nyawa mereka melayang karena perbuatan pidana yang dilakukan oleh
orang yang berniat jahat.
Kasus kekerasan sampai menimbulkan korban meninggal dunia ini berawal
dari penculikan Livia Pavita Soelistio pada tanggal 16 Agustus 2011. Livia Pavita
menjadi korban dari pelaku yang ikut menaiki Mikrolet M-24 dan seorang sopir
mikrolet itu juga ikut menjadi pelaku yang menggilir Livia Pavita Soelistio.1
Kasus ini merupakan kasus yang membuat gempar seluruh rakyat Indonesia
1
http://gosiphot.me/kronologi-pembunuhan-livia-pavita-mahasiswa-bina-nusantara.html
sampai ada yang membuat gerakan Facebookers yang mendorong pembunuh
Livia Pavita Soelistio ditangkap.
Kasus ini terjadi pada mahasiswi Universitas Bina Nusantara yang terletak
di Jakarta. Mahasiswi yang bernama Livia Pavita Soelistio (20 tahun ) meninggal
dunia dengan cara tragis. Pihak universitas seakan cuci tangan dengan berita
kematian mahasiswi yang kuliah Sastra Mandarin di Universitas Bina Nusantara,
Jakarta. Peneliti mengatakan bahwa pihak universitas cuci tangan karena
sebenarnya ini di luar wilayah kewenangan pihak kampus karena kejadiannya di
luar kampus.
Livia Pavita Soelistio merupakan mahasiswi angkatan 2007 kuliah di
Fakultas Sastra Mandarin di Universitas Bina Nusantara memiliki ciri-ciri mempunyai darah tionghoa dengan perawakan proposional serta sepasang mata
sipit dan memiliki kulit putih bersih dikabarkan hilang selama 6 hari sejak tanggal
16 Agustus 2011 pukul 13.00 WIB siang hari setelah selesai ujian skripsi dan
dinyatakan lulus menjadi sarjana Sastra Mandarin. Salah satu pelaku pembunuhan
Livia dicurigai mantan pacar Livia Pavita dan ada 4 pelaku yang memperkosa
Livia Pavita Soelistio. Dugaan tersebut tidak terbukti karena semua motif pelaku
secara kebetulan mencari penumpang wanita untuk dirampok di angkutan umum.
Kejadian termasuk dalam unsur-unsur kekerasan meliputi fisik dan psikis yang
mengakibatkan kematian Livia. Kronologis kematian Livia dijelaskan bahwa
Livia menghilang selama 6 hari ketika Livia dibawa kabur oleh sopir Mikrolet
M-24. Putusan pengadilan yang sudah in kracht bahwa pelaku di jatuhi pidana 20
menyebabkan hilangnya nyawa Livia Pavita Soelistio. Dengan penegakan hukum
pidana dalam kasus ini diharapkan bisa membuat para pelaku kekerasan terhadap
perempuan jera dan mampu memperbaiki hidup menjadi lebih baik. Hanya saja
bagi seorang residivis yang masih normal dan sehat jiwanya mungkin dapat
dijatuhi pidana berat bahkan pidana mati karena sudah menghilangkan nyawa
korban perempuan jika diketahui melakukan tindak pidana berulang kali.
Alasan peneliti mengambil kasus Livia Pavita Soelistio yang menjadi
korban kejahatan sebagai bahan acuan peneliti dalam studi kasus ini adalah
peneliti ingin meneliti bagaimana kasus kekerasan fisik dan psikis terjadi pada
para perempuan bahwa pada kenyataannya perempuan cenderung diposisikan
sebagai kambing hitam oleh kaum awam dan terkadang kedudukan perempuan
kurang diuntungkan dalam peradilan pidana.
Mengenai efektif atau tidaknya peranan Hukum Pidana dalam
menanggulangi kekerasan fisik dan psikis beserta peraturan lain sebagai sarana
untuk penyelesaian kasus tersebut, ada 4 peraturan lain yang dapat dipergunakan
untuk melindungi para korban kekerasan. Peraturan lain yang mendukung
penulisan hukum tersebut adalah:
1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana.
3. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1981 tentang
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Beberapa peraturan lain yang dapat dijadikan dasar pertimbangan hukum
dalam penulisan hukum peneliti adalah:
1) Undang Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(HAM).
2) Peraturan Pemerintah RI No. 3 Tahun 2002 Tentang Kompensasi,
Restitusi, Dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi
Manusia Yang Berat jo Ketentuan Pelaksana UU 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM.
3) Peraturan Presiden RI No. 65 Tahun 2005 Tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Perlindungan Saksi dan Korban.
Untuk penyelesaian kasus kekerasan, dimungkinkan apabila dari pihak yang
mengalami kekerasan melaporkan ke pihak yang berwajib baik fisik dan psikis
atau pemaksaan berupa kekerasan seksual. Mengingat peranan Hukum Pidana
dalam menanggulangi kekerasan yang masih banyak kekurangan, penulis
mencoba menggali, menjabarkan lebih rinci dalam Hukum Pidana terhadap
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, adapun yang menjadi rumusan
masalah dari penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana perlindungan hukum pidana terhadap perempuan korban
kekerasan fisik dan psikis dalam kasus Livia Pavita Soelistio
tersebut?
2. Apa kendala dalam memberikan perlindungan hukum terhadap
perempuan korban kekerasan fisik dan psikis dalam kasus tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan data tentang:
1. Perlindungan Hukum Pidana terhadap perempuan korban kekerasan
fisik dan psikis dalam kasus Livia Pavita Soelistio tersebut.
2. Kendala dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban
kekerasan fisik dan psikis dalam kasus tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian hukum ini dapat dibagi atas dua bagian, antara lain:
a. Manfaat teoritis adalah untuk mengembangkan khususnya
bidang Hukum Pidana, yaitu Hukum Pidana dan Hukum Acara
Pidana serta Viktimologi. Dapat dilihat dari hasil penelitian ini
nantinya bagi pelaksanaan prinsip-prinsip Hukum Pidana dalam
kekerasan fisik dan psikis khususnya mengenai bagaimana
perlindungan hukum pidana.
b. Manfaat praktisnya, antara lain:
1. Bagi pihak aparat penegak hukum, diharapkan bisa
mengatasi kasus kekerasan dengan cepat dan
memberikan perlindungan hukum terhadap para
mahasiswa maupun mahasiswi Universitas Binus,
Jakarta dan para perempuan di seluruh Indonesia.
2. Bagi peneliti, untuk mengetahui sejauh mana
perlindungan yang sudah diberikan oleh aparat
penegak hukum terutama polisi sebagai pengayom masyarakat dalam melaksanakan prinsip
perlindungan Hukum Pidana dalam kasus yang
peneliti teliti ini.
3. Bagi masyarakat, agar dapat mengerti dalam
perkembangan kasus kekerasan korban sampai
nyawa korban melayang dan dapat mencegah kasus
tersebut terjadi di kemudian hari di samping
memberikan fasilitas berupa informasi tentang kasus
E. Batasan Konsep 1. Perlindungan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan pengertian
perlindungan berarti tempat berlindung atau hal (perbuatan);
memperlindungi.
2. Hukum Pidana
Hukum dalam arti Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah peraturan atau
adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa
atau pemerintah bersifat tertulis maupun lisan, bersifat materil dan formil
berupa putusan yang ditetapkan hakim untuk mengatur pergaulan
masyarakat.
Pidana berarti hukum yang menentukan peristiwa (perbuatan criminal) yang
diancam pidana.
Hukum Pidana Formal berarti hukum yang mengatur tata cara penyelesaian
perkara pidana melalui peradilan.
Hukum Pidana materil berarti hukum yang mengatur ihwal yang dilarang
atau yang diharuskan orang yang dapat dipidana dan pidana dapat
dijatuhkan.
Hukum Pidana menurut Kamus Hukum adalah peraturan hukum mengenai
pidana, hukum yang mencangkup keharusan dan larangan serta bagi
pelanggarnya akan dikenakan sanksi hukuman (pidana) terhadapnya.2
3. Korban
2
Marwan, M dan P, Jimmy. 2009. Kamus Hukum; Dictionary of Law Complete Edition. Reality
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian korban adalah orang
yang menderita akibat suatu kejadian atau perbuatan pidana mengakibatkan
kerugian materil maupun immaterial.
Menurut Kamus Hukum pengertian korban adalah orang atau kelompok
yang mengalami penderitaan secara fisik, mental, maupun emosional serta
mengalami kerugian ekonomi atau mengalami pengabaian, pengurangan dan
perampasan hak-hak dasarnya sebagai akibat langsung dari pelanggaran hak
asasi manusia yang berat.3
4. Kekerasan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kekerasan berarti perbuatan
seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera seseorang atau
kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik orang lain. 5. Fisik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian fisik berarti jasmani
seseorang
6. Psikis
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian psikis berarti kejiwaan
korban.
Dengan demikian yang dimaksud dengan Perlindungan Hukum Pidana
Terhadap Perempuan Korban Kekerasan Fisik dan Psikis adalah perbuatan atau
usaha untuk melindungi seseorang yang menderita fisik dan kejiwaan terutama
perempuan dengan adanya peraturan yang dibuat penguasa secara tertulis atau
3
lisan menangani perkara pidana yang dialami berupa perbuatan yang merusak
jasmani dan kejiwaan yang diteliti oleh peneliti ketika timbul gejala sosial
peneliti menganalisis kasus secara mendalam dan utuh mengenai kasus Livia
Pavita Soelistio yang merupakan mahasiswi telah menjadi Sarjana Sastra
Mandarin Universitas Bina Nusantara yang menjadi korban kekerasan dari
beberapa pelaku salah satunya seorang residivis. Bentuk perlindungan hukum
pidana terhadap korban dari keluarga korban, kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
advokat, lembaga sosial atau pihak lain yang ditetapkan berdasarkan putusan
pengadilan.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif yaitu penelitian
hukum yang dilakukan abstraksi melalui proses deduksi norma hukum positif
yang berupa sistematisasi hukum dan sinkronisasi hukum secara vertical dan
horizontal, dilakukan deskripsi, sistematisasi, analisis, intepretasi, dan menilai
hukum positif terhadap permasalahan yang menyangkut perlindungan hukum
pidana terhadap korban kekerasan fisik dan psikis studi kasus Livia Pavita
Soelistio.
2. Bahan Hukum
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian normatif karena data
yang digunakan peneliti memerlukan data sekunder sebagai bahan hukum utama
a) Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang diperoleh dari
hukum positif Indonesia yang berupa peraturan perundang-undangan
yang berlaku yaitu:
1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981
Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984
Tentang 28 Pengesahan Konvensi mengenai penghapusan
segala bentuk diskriminasi terhadap wanita (Convention on
he Elimination of All Forms of Discrimination Against
Women), Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 29.
4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 Tentang Pengadilan HAM.
5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 165.
6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2002 Tentang Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi terhadap
korban pelanggaran HAM jo Ketentuan Pelaksana Pelaksana
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000
7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
95.
8) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun
2005 Tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan.
9) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
b) Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan hukum yang diperoleh dari segala sumber seperti pendapat hukum, buku-buku pendapat
hukum, karya ilmiah, artikel, website, hasil penelitian ataupun
makalah seminar, hasil wawancara dengan narasumber.
3. Metode Pengumpulan Data
Sebagaimana yang telah peneliti sebutkan sebelumnya, bahwa jenis
penelitian yang akan diteliti adalah penelitian normatif berupa studi kasus, maka
metode pengumpulan data yang akan digunakan oleh peneliti adalah:
a) Studi kepustakaan
b) Wawancara dengan narasumber
Cara pengumpulan data yang dilakukan adalah:
Studi kepustakaan adalah dengan memperoleh data sekunder yang
berasal dari buku-buku, jurnal ilmiah, hasil penelitian yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti.
2) Wawancara
Wawancara dilakukan dengan wawancara bebas kepada narasumber
untuk memperoleh jawaban mengenai permasalahan yang diteliti dan
dimungkinkan ada variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan
situasi pada saat wawancara mengenai kasus yang serupa dengan
Livia.
4. Narasumber
Narasumber adalah subyek yang memberikan jawaban atas pertanyaan
peneliti dalam wawancara pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan
hukum yang diteliti. Narasumber yang diwawancarai peneliti dalam penulisan
hukum / skripsi di beberapa tempat penelitian adalah:
a) Ibu Rinna Immawati, S.H, Konselor Hukum Pusat Pelayanan Terpadu
Perempuan dan Anak Provinsi DIY “Rekso Dyah Utami”
b) Bapak Ahmad Ridwan, S.H, selaku Kepala Bagian Data Informasi
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat
c) Ibu Sri Hartati, S.K.M.Kes, tim konselor Badan Pemberdayaan
Perempuan dan Masyarakat
d) Ibu Risty Indrijani, S.H. selaku Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta e) Ibu Wiwik Dwi Purwati, S.H. M.Sos., Kepala Bagian Perlindungan
G. Metode Analisis
Bahan hukum primer didiskripsikan meliputi isi maupun struktur hukum
positif. Secara vertical antara Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan
Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 yang menentukan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana untuk seluruh wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 Tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Pengadilan HAM,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang
Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi terhadap korban pelanggaran HAM jo
Ketentuan Pelaksana Pelaksana Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM, Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 65 Tahun 2005 Tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan , Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 Tentang
28 Pengesahan Konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap wanita (Convention on he Elimination of All Forms of Discrimination
Against Women), Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 29, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165 tidak terjadi antinomy
Dalam hal ini dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 G (1) intinya
menentukan setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak
atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia.
Peneliti menggunakan satu macam intepretasi yaitu intepretasi gramatikal
adalah mengartikan suatu terminology hukum atau satu bagian kalimat menurut
bahasa sehari-hari. Dalam penelitian ini dilakukan juga penilaian antara peraturan
perundang-undangan berupa hukum positif yang berkaitan dengan kekerasan
dalam rumah tangga atau kekerasan lainnya di luar rumah tangga yang
mengandung beberapa penilaian yang mana hal tersebut menyangkut nilai
keadilan dan kesetaraan.
Bahan hukum sekunder yang berupa bahan-bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti artikel-artikel, karya ilmiah,
buku-buku, pendapat hukum, dan website yang berhubungan dengan penelitian ini
diperoleh pengertian, pemahaman, persamaan pendapat ataupun perbedaan
pendapat, sehingga diperoleh suatu abstraksi tentang upaya yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam memberikan
perlindungan hukum pidana terhadap perempuan korban kekerasan fisik dan
psikis dalam kasus Livia Pavita Soelistio.
Langkah selanjutnya adalah membandingkan dengan bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder, membandingkan peraturan perundang-undangan yang
pemahaman atau pengertian yang jelas tentang perlindungan hukum pidana
terhadap perempuan korban kekerasan fisik dan psikis dalam kasus Livia Pavita
Soelistio .
Langkah terakhir yang cukup menarik kesimpulan secara deduktif yaitu
metode penyimpulan yang bertolak dari proposisi umum yang kebenaran telah
diketahui atau diyakini dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat khusus.
Metode penyimpulan yang bertolak dari proposisi yang umum berupa peraturan
perundang-undangan yang berlaku ke hal-hal yang khusus berupa hasil penelitian
tentang perlindungan hukum pidana terhadap perempuan korban kekerasan fisik
H. Sistematika Isi Penulisan Hukum / Skripsi
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini memuat berbagai hal menyangkut latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penulisan,
batasan konsep, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum / skripsi ini.
BAB II: PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA TERHADAP PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN FISIK DAN PSIKIS BESERTA KENDALANYA
Dalam bab ini terbagi dari beberapa bagian:
Bagian pertama mengenai tinjauan umum perlindungan hukum
pidana dan kendalanya serta proses penanganan terhadap perempuan
korban kekerasan fisik dan psikis yang serupa dengan kasus Livia
Pavita Soelistio
Bagian kedua mengenai badan hukum serta undang-undang yang
melindungi korban kekerasan perempuan.
Bagian ketiga mengenai aplikasi dan penerapan KUHAP dan Undang-Undang di luar KUHAP yang mengatur pasal-pasal mengenai
perlindungan hukum pidana terhadap perempuan korban kekerasan
fisik dan psikis yang serupa dalam kasus Livia Pavita Soelistio.
BAB III: PENUTUP
Bab ini mengemukakan mengenai:
Kesimpulan ini memuat efektif atau tidak perlindungan hukum
pidana terhadap perempuan korban kekerasan fisik dan psikis yang
serupa dengan kasus Livia Pavita Soelistio dan penanggulangan
kendalanya.
B. Saran
Saran memuat penanggulangan kendala perlindungan hukum
pidana terhadap perempuan korban kekerasan fisik dan psikis agar