• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbaikan Aliran Proses Produksi dari Aspek Tata Cara Kerja dan Tata Letak Pabrik dengan Metode Value Stream Mapping (Studi Kasus PT. X)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbaikan Aliran Proses Produksi dari Aspek Tata Cara Kerja dan Tata Letak Pabrik dengan Metode Value Stream Mapping (Studi Kasus PT. X)"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PERBAIKAN ALIRAN PROSES PRODUKSI DARI ASPEK

TATA CARA KERJA DAN TATA LETAK PABRIK DENGAN

METODE

VALUE STREAM MAPPING

(Studi Kasus PT. X)

GIOVANNI DWI ATMAJA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbaikan Aliran Proses Produksi dari Aspek Tata Cara Kerja dan Tata Letak Pabrik dengan Metode Value Stream Mapping (Studi Kasus PT. X) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

GIOVANNI DWI ATMAJA. Perbaikan Aliran Proses Produksi dari Aspek Tata Cara Kerja dan Tata Letak Pabrik dengan Metode Value Stream Mapping (Studi Kasus PT. X). Dibimbing oleh MACHFUD dan AMINUDIN SOETARA.

Efektivitas dan efisiensi aliran proses produksi dapat dicapai dengan mengeliminasi waste yang teridentifikasi pada aliran proses. Value Stream Mapping (VSM) merupakan sebuah metode dasar pada lean manufacturing system untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi waste. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan perbaikan aliran proses produksi pada PT. X dari aspek tata cara kerja dan tata letak pabrik, sehingga efektivitas dan efisiensinya dapat ditingkatkan. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap penting, yakni pemilihan jenis produk untuk diamati, pembuatan VSM kondisi saat ini terhadap produk terpilih, analisis perbaikan VSM kondisi saat ini, dan kemudian pembuatan VSM kondisi yang akan datang. Hasil penggambaran diagram VSM pada kondisi saat ini menunjukkan lead time produksi untuk jenis produk yang diamati adalah 17 jam 53 menit dan 52 detik, dengan persentase rata-rata pemberian nilai tambahnya sebesar 56,87%. Setelah dilakukan analisis perbaikan didapatkan pengurangan nilai lead time sebesar 13,16%, dan peningkatan persentase waktu pemberian nilai tambah menjadi sebesar 60,26%.

Kata kunci: eliminasi waste, lead time, lean, perbaikan berkelanjutan, value stream mapping

ABSTRACT

GIOVANNI DWI ATMAJA. Production Flow Improvement from Work Procedure and Factory Layout Aspect Using Value Stream Mapping: a case study. Supervised by MACHFUD and AMINUDIN SOETARA.

Effectivity and efficiency of production flow can be achieved by eliminating identified waste in the flow process. Value stream mapping is a fundamental tool in lean manufacturing system to identify and eliminate waste. The objective of this research is to analyze the production flow in PT. X from the work procedure and factory layout aspect, so that the effectivity and efficiency of the flow process can be improved continuously. This research consists of several important steps; choosing a product to be observed, making the current state VSM for the chosen product, analyzing the current state VSM, and then making the future state VSM. The depiction of current state VSM shows that the production lead time for the observed product is 17 hours 53 minutes and 52 seconds, with the percentage of value added time counted 56,87%. The result of improvement analysis in this research shows a reduction of production lead time for 13,16%, and also an improvement of value added time percentage to 60,26%.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

PERBAIKAN ALIRAN PROSES PRODUKSI DARI ASPEK

TATA CARA KERJA DAN TATA LETAK PABRIK DENGAN

METODE

VALUE STREAM MAPPING

(Studi Kasus PT. X)

GIOVANNI DWI ATMAJA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Perbaikan Aliran Proses Produksi dari Aspek Tata Cara Kerja dan Tata Letak Pabrik dengan Metode Value Stream Mapping (Studi Kasus PT. X)

Nama : Giovanni Dwi Atmaja NIM : F34100127

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Machfud, MS Pembimbing I

Ir Aminudin Soetara, MM Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Perbaikan Aliran Proses Produksi dari Aspek Tata Cara Kerja dan Tata Letak Pabrik dengan Metode Value Stream Mapping (Studi Kasus PT. X)” ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalah mengenai perbaikan aliran proses produksi.

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada: 1. Prof Dr Ir Machfud, MS, selaku Pembimbing Akademik atas perhatian dan

bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi

2. Ir Aminudin Soetara, MM, selaku Pembimbing II atas bimbingan dan pengenalannya terhadap lean manufacturing system

3. Kedua orang tua; Bapak Emanuel Tunggul Praseno dan Ibu Maria Marwanti, yang selalu memberikan dukungan selama ini

4. Dr Ir Hartrisari Hardjomidjojo, DEA, selaku dosen penguji atas saran dan masukannya terhadap skripsi ini

5. Bapak Suwito, selaku Pembimbing Lapangan atas segala saran dan bantuannya selama penelitian

6. Teman-teman TIN 47 atas kebersamaannya selama menjalani kuliah 7. Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE PENELITIAN 4

Lokasi dan Waktu Penelitian 6

Jenis dan Sumber Data 6

Metode Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Pemilihan Jenis Produk 8

Penggambaran VSM Kondisi Saat Ini 8

Perhitungan Lead Time Kumulatif 10

Analisis Value Stream Kondisi Saat Inidari Aspek Tata Cara Kerja 12

Perbaikan dari Aspek Tata Cara Kerja 14

Analisis Value Stream Kondisi Saat Ini dari Aspek Tata Letak Pabrik 17

Perbaikan dari Aspek Tata Letak Pabrik 18

Perhitungan Hasil Perbaikan terhadap Lead Time Kondisi Saat Ini 18

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

(10)

DAFTAR TABEL

1 Definisi value dari konsumen dalam aktivitas di pabrik 12 2 Rangkuman hasil analisis perbaikan dari aspek tata cara kerja 17

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir metode penelitian 5

2 Meranti doors model A 9

3 Susunan komponen core, outer, dan end cap 9 4 Gambaran umum current state VSM produk model A 10 5 Current state VSM proses produksi meranti doors model A 11

6 Skema aktivitas mesin X-cut 15

7 Skema aktivitas mesin Spindle 15

8 Skema aktivitas mesin Panel Saw 16

9 Future state VSM proses produksi meranti doors model A 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan estimasi penggunaan bahan 23

2 Data hasil pengukuran cycle time dan setup time 24 3 Data hasil pengukuran waktu transportasi dan estimasi setelah perbaikan 29 4 Timeline perhitungan lead time kumulatif 30

5 Data pengamatan tata cara kerja 31

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Proses produksi adalah kegiatan utama pada industri yang berorientasi pada nilai tambah. Kegiatan proses produksi merupakan aliran proses pemberian nilai tambah yang dilalui oleh bahan sampai menjadi produk akhir yang akan dibeli oleh konsumen. Rancangan aliran proses produksi berpengaruh terhadap produktivitas proses, biaya operasional produksi, sistem keamanan kerja, lead time produksi, begitupun juga dengan kualitas produk yang dihasilkan. Aliran proses produksi yang baik adalah aliran proses produksi yang optimum terhadap aspek-aspek tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan yang berkelanjutan terhadap aliran proses produksi sehingga efektivitas dan efisiensi dari aliran proses produksi dapat terus ditingkatkan.

Lean manufacturing merupakan filosofi yang sedang dikembangkan pada banyak industri. Lean manufacturing berprinsip pada eliminasi waste yang terdapat pada proses penghantaran nilai kepada konsumen, terutama pada proses produksi. Waste yang dimaksud adalah segala hal yang terjadi yang tidak memberikan nilai pada produk, sedangkan nilai yang dimaksud adalah hal spesifik yang dihargai oleh konsumen dari produk.

Perbaikan pada aliran proses produksi dapat dilakukan dari berbagai aspek. Tata cara kerja dan tata letak pabrik merupakan dua dari beberapa aspek yang dapat dikaji untuk melakukan perbaikan aliran proses produksi. Salah satu metode dasar pada lean manufacturing yang dapat digunakan untuk melakukan perbaikan aliran proses produksi yang mencakup aspek-aspek tersebut adalah Value Stream Mapping (VSM).

VSM merupakan suatu teknik atau metode dari lean manufacturing system yang efektif dalam mengidentifikasi waste didalam aliran proses produksi. VSM adalah suatu gambaran pemetaan aliran material dan informasi dari suatu proses produksi (Apel et al. 2007; Rosienkiewicz 2012). Tujuan dari pemetaan VSM adalah untuk mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang memberikan nilai dan mengeliminasi aktivitas lain yang tidak memberikan nilai pada suatu aliran proses produksi (Goriwondo et al. 2011).

Penerapan VSM merupakan langkah yang dapat menjamin pengembangan yang berkelanjutan. Penerapan VSM secara umum terbagi kedalam 4 langkah umum, yakni analisis terhadap produk atau famili produk yang bersangkutan, pembuatan Current State VSM, pembuatan Future State VSM, dan pengembangan rencana tindakan untuk membuat future state menjadi current state yang baru (Apel et al. 2007). Keempat tahap tersebut merupakan tahap yang bersifat siklik, yang berarti pengembangannya dapat dilakukan secara berkelanjutan.

(12)

didapatkan aliran proses produksi yang lebih efisien baik dari segi waktu, tenaga kerja, dan biaya.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan dalam latar belakang, maka penelitian ini merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Sejauh mana value stream mapping dapat mengidentifikasi waste, dari aspek tata cara kerja dan tata letak pabrik, yang terdapat dalam aliran proses produksi di PT. X?

2. Sejauh mana perbaikan dari aspek tata cara kerja dan tata letak pabrik yang dapat dilakukan dari penerapan model value stream mapping?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi waste yang berkaitan dengan tata cara kerja dan tata letak pabrik kerja pada aliran proses produksi di PT. X

2. Melakukan rancangan perbaikan aliran proses produksi di PT. X dari aspek tata cara kerja dan tata letak pabrik melalui penerapan metode VSM

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup pemetaan aliran proses produksi terhadap 1 jenis produk yang dipilih berdasarkan tingkat keseringan produksinya. Identifikasi waste dan analisis implementasi perbaikannya dilakukan dari aspek tata cara kerja dan tata letak pabrik. Pada aspek tata letak pabrik dilakukan kajian terhadap waktu transportasi bahan yang terjadi antar proses Pada aspek tata cara kerja dilakukan kajian terhadap penggolongan aktivitas yang memberikan nilai tambah dan yang tidak memberikan nilai tambah yang terjadi pada setiap proses.

Analisis perbaikan yang dilakukan melalui VSM dilakukan dari aspek tata cara kerja dan tata letak pabrik. Analisis dilakukan dengan tujuan utama untuk mengurangi lead time produksi, dan meningkatkan efisiensi setiap proses, dengan mengeliminasi waste yang teridentifikasi.

TINJAUAN PUSTAKA

(13)

3 perlu oleh operator saat bekerja, cacat produksi, dan kreativitas pekerja yang tidak termanfaatkan (Liker 2004). Menurut George (2002) banyak industri yang melakukan pengembangan terhadap aktivitas pemberian nilai tambahnya, padahal penghematan yang jauh lebih besar bisa didapat dari identifikasi dan eliminasi waste.

Value Stream adalah semua aktivitas yang dibutuhkan pada suatu aliran proses produksi, baik yang memberikan nilai tambah maupun yang tidak memberikan nilai tambah. Nilai atau value tersebut ditentukan oleh konsumen paling akhir dari produk yang dibuat (Womack dan Jones 1996). Value Stream Mapping adalah sebuah metode kualitatif yang menggambarkan secara rinci bagaimana seharusnya suatu aliran proses produksi berjalan agar membentuk aliran yang efektif dan efisien (Rother dan Shook 1999). VSM memperlihatkan hubungan antara aliran bahan dengan aliran informasi, selain itu VSM tidak hanya membantu mengidentifikasi adanya waste, tetapi juga memperlihatkan sumber waste tersebut.

Pemetaan VSM tidak dilakukan didalam satu peta aliran produksi untuk semua jenis produk, melainkan dilakukan per jenis atau famili produk. Famili produk merupakan kelompok produk yang melalui aliran proses produksi dan peralatan proses produksi yang sama atau hampir sama. Menurut Duggan (2002) dalam Nielsen (2008) produk yang berada dalam 1 famili produk setidaknya memiliki kesamaan aliran proses dan peralatan proses sebesar 80%. PT. X merupakan perusahaan yang memproduksi sangat banyak jenis produk. Melakukan pemetaan semua jenis produk pada satu peta akan menjadi sangat rumit, oleh karena itu identifikasi famili produk merupakan tahap awal yang harus dilakukan dalam pembuatan VSM.

Setelah famili produk teridentifikasi tahap berikutnya yang harus dilakukan adalah menggambar Current State Value Stream Mapping. Pemetaan current state VSM ditujukan untuk menggambarkan secara jelas situasi aliran proses produksi yang ada saat ini. Current state VSM merupakan basis pengembangan yang akan dilakukan, oleh karena itu pemetaan ini perlu dilakukan dengan pengamatan langsung untuk mengumpulkan informasi aktual (Chen dan Meng 2010). Menurut Rother dan Shook (1999) pengertian terhadap keseluruhan aliran proses merupakan hal yang menjadi tujuan utama pemetaan VSM, oleh karena itu pemetaan current state VSM perlu dilakukan sendiri walaupun kajian VSM dilakukan dalam tim.

(14)

perubahan aliran proses produksi menjadi lebih efisien (Abdulmalek dan Rajgopal 2006).

Diagram VSM, baik current state VSM maupun future state VSM, digambarkan dengan simbol-simbol yang merupakan bahasa manufaktur. Simbol-simbol dalam VSM dapat dibagi kedalam 3 kategori, yakni Simbol-simbol proses, Simbol-simbol informasi, dan simbol material (MITS 2010). Simbol-simbol pada VSM merepresentasikan data aliran proses produksi. Salah satu simbol yang sangat penting adalah process data box. Simbol ini mengandung data mengenai aliran proses produksi yang diperlukan untuk menganalisis diagram VSM. Data yang umumnya diperlukan diantaranya ialah waktu siklus, waktu setup, jumlah operator, waktu keandalan alat, dan lain-lain.

Langkah terakhir setelah diagram future state VSM tergambarkan adalah melakukan perencanaan tindakan untuk implementasi future state VSM. Tindakan-tindakan implementasi harus fokus kepada perbaikan proses produksi secara keseluruhan dengan cara mengurangi atau mengeliminasi waste. Tindakan-tindakan untuk implementasi future state VSM disajikan secara rinci dengan goal yang dapat diukur. Setelah future state VSM diimplementasikan maka didapati current state VSM yang baru, sehingga dapat dilakukan perbaikan secara berkesinambungan.

METODE PENELITIAN

Perbaikan aliran proses produksi yang dikaji pada penelitian ini dilakukan pada aspek tata cara kerja dan tata letak pabrik. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi aktivitas-aktivitas pada aliran proses produksi yang tergolong memberikan nilai tambah, tidak memberikan nilai tambah, dan tidak memberikan nilai tambah tapi diperlukan. Setelah teridentifikasi maka dapat dianalisis perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau bahkan mengeliminasi waste. Kajian terhadap waste dilakukan dari aspek tata cara kerja dan tata letak pabrik. Pada aspek tata letak pabrik dilakukan kajian terhadap waktu transportasi WIP, sedangkan pada aspek tata cara kerja dilakukan kajian prosedur tahapan kerja.

Penelitian ini dilakukan dengan penerapan metode VSM yang secara umum dilakukan dalam 4 tahap:

1. Memilih kelompok (famili) produk

2. Menggambar current state value stream mapping

3. Menganalisis current state VSM dari aspek tata cara kerja dan tata letak pabrik untuk mengidentifikasi waste

4. Menggambar future state value stream mapping Tahap-tahap penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(15)

5 tahapan proses produksi sebanyak 80% dikelompokkan kedalam satu famili. Setelah itu dipilih famili produk dengan frekuensi produksi paling tinggi berdasarkan data pesanan yang masuk ke PT. X.

Gambar 1 Diagram alir metode penelitian

Pada tahap kedua, yakni menggambar current state VSM, dilakukan dengan pengamatan dan pengukuran langsung terhadap aliran proses produksi. Pengukuran waktu untuk pengisian process data box dilakukan dengan alat stopwatch. Data yang dikumpulkan dalam process data box antara lain ialah jumlah operator, alat atau mesin yang digunakan, cycle time, setup time, ukuran batch yang dikerjakan, dan setiap tahapan aktivitas yang terjadi disetiap prosesnya. Data pengukuran waktu dilakukan sebanyak 3 kali perulangan. Berdasarkan gambar current state VSM akan teridentifikasi aktivitas-aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah dan persentasenya terhadap total lead time.

Tahap selanjutnya dari penelitian ini adalah analisis terhadap current state VSM. Analisis terhadap current state VSM dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi atau mengeliminasi aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (waste) yang teridentifikasi pada current state VSM. Proses analisis current state VSM dilakukan dengan diskusi dengan ahli terkait baik dosen maupun dari pihak PT. X. Analisis current state VSM selanjutnya dilakukan dengan mengeliminasi waste yang dapat dilakukan untuk mengurangi lead time produksi.

(16)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di perusahaan PT. X yang terletak di Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengumpulan data langsung dilakukan di factory plant, dan sudah dilaksanakan mulai bulan Februari 2014.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer didapatkan dari pengamatan dan pengukuran langsung dengan alat bantu stopwatch dan distance measuring wheel. Selain itu, data primer juga didapatkan dari perhitungan matematis dengan formulasi logis yang didapatkan dari pengamatan langsung.

Metode Analisis Data Perhitungan Cycle Time dalam Batch

Proses produksi pada PT. X dilakukan dalam sistem batch, oleh karena itu cycle time dihitung dalam ukuran batch. Perhitungan cycle time dalam ukuran batch dibagi menjadi 3 jenis formulasi sesuai dengan sistem kerja mesin.

Jenis mesin yang pertama adalah jenis mesin yang prosesnya automatic 1 by 1. Pada jenis mesin ini proses dalam mesinnya terjadi secara berkelanjutan, dengan proses feeding yang dilakukan satu per satu. Formulasi cycle time untuk jenis mesin ini ialah sebagai berikut.

� = + n + setup time Dimana :

m = waktu yang dihitung mulai dari penanganan satu piece bahan hingga keluar dari mesin

n = waktu yang dihitung mulai dari satu piece bahan keluar dari mesin hingga tersusun didalam palet

x = jumlah perulangan langkah yang dilakukan

Jenis mesin yang kedua adalah jenis mesin yang prosesnya rapid automatic continuous. Pada jenis mesin ini proses dalam mesin dan proses feeding-nya terjadi secara berkelanjutan, dengan kata lain proses penanganan awal (feeding) hanya terhitung pada piece pertama. Formulasi cycle time untuk jenis mesin ini ialah sebagai berikut.

� = + − 1 + setup time Dimana :

p = waktu yang dihitung mulai dari penanganan satu piece bahan hingga tersusun didalam palet

q = jeda waktu antara satu piece tersusun didalam palet hingga piece berikutnya tersusun didalam palet

Jenis mesin yang ketiga adalah jenis mesin yang prosesnya manual 1 by 1. Pada jenis mesin ini prosesnya berulang ketika satu piece sudah selesai ditangani. Jenis mesin ini adalah jenis mesin yang biasanya ditangani hanya oleh 1 orang operator. Formulasi cycle time untuk jenis mesin ini ialah sebagai berikut.

(17)

7 Perhitungan Lead Time Kumulatif

Lead time merupakan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proses produksi suatu produk mulai dari pengolahan pesanan dari customer hingga pengiriman kepada customer (Sayer dan Williams 2007). Lead time yang dilakukan dalam penelitian ini dibatasi dari work order mulai diproses, hingga work order selesai diproses. Perhitungan lead time kumulatif dilakukan dengan penyusunan timeline proses produksi yang tersusun atas cycle time dan waktu transportasi, dengan penyesuaian beberapa asumsi, yakni:

1. Batch produksi jenis produk yang diamati tidak dicampur dengan jenis produk lain

2. Tidak ada aktivitas menunggu didepan mesin selama proses produksi jenis produk yang diamati, yang disebabkan oleh proses produksi jenis produk lain

3. Kinerja operator konstan sesuai waktu yang terukur saat pengamatan 4. Jalur transportasi forklift selalu melalui jalur terpendek dari titik awal

hingga titik tujuan

Perhitungan Value-added Time dalam Batch

Perhitungan waktu pemberian nilai tambah dalam batch terbagi menjadi 2 tipe sesuai dengan sistem kerja mesin. Seperti yang telah dijelaskan pada perhitungan cycle time batch, terdapat 3 tipe sistem kerja mesin yakni automatic 1 by 1, rapid automatic continuous, dan manual 1 by 1.

Pada tipe automatic 1 by 1 dan manual 1 by 1, aktivitas pemberian nilai tambahnya terjadi secara serial antara satu piece dengan piece lainnya. Perhitungan waktu pemberian nilai tambah untuk kedua tipe ini diformulasikan sebagai berikut.

� � � =

Dimana :

v = waktu yang diukur saat terjadi aktivitas pemberian nilai tambah pada 1 piece bahan

Pada tipe rapid automatic continuous, aktivitas pemberian nilai tambahnya terjadi terus tersambung dan paralel antara satu piece dengan piece berikutnya. Perhitungan waktu pemberian nilai tambah untuk tipe ini diformulasikan sebagai berikut.

� � � = � − −

Dimana :

cycle time = hasil perhitungan cycle time dalam batch Analisis Aktivitas didalam Proses

Pada pembuatan suatu produk terdapat beberapa proses yang harus dilalui hingga produk memiliki value yang diinginkan oleh konsumen. Pada masing-masing proses tersebut terdiri dari beberapa langkah aktivitas yang merupakan prosedur atau tata cara kerja. Inti dari setiap proses yang dilalui adalah proses penambahan nilai tambah, akan tetapi pada umumnya sebagian besar aktivitas yang dilakukan pada suatu proses merupakan aktivitas yang tidak termasuk memberikan nilai tambah.

(18)

Perubahan fisik yang dimaksud adalah perubahan yang mengarah pada value yang diinginkan oleh konsumen. Analisis ini dilakukan dalam beberapa tahap yang dilakukan dengan bimbingan pembimbing lapangan, yakni penjabaran value yang diinginkan konsumen, pendefinisian value kedalam bahasa aktivitas pabrik, dan kemudian dibandingkan dengan setiap langkah aktivitas yang terjadi didalam masing-masing proses.

Aktivitas yang tergolong tidak memberikan nilai tambah kemudian diidentifikasi apakah aktivitas tersebut diperlukan atau tidak (waste). Identifikasi ini didasarkan pada apakah aktivitas yang terjadi pada masing-masing proses dapat diganti dengan aktivitas lain yang lebih efisien, atau dihilangkan dari tata cara kerja dengan penambahan atau penggantian alat bantu yang menunjang proses.

Analisis Transportasi Bahan

Transportasi bahan terjadi diantara masing-masing proses, yang sebagian besar dilakukan dengan menggunakan alat bantu forklift. Transportasi yang terjadi diantara proses ini memiliki pengaruh terhadap lead time. Analisis transportasi bahan dilakukan dengan mengukur jarak dan waktu transportasi dari satu titik ke titik tujuannya pada kondisi tata letak pabrik kondisi saat ini. Waktu transportasi tersebut kemudian dibandingkan dengan waktu transportasi perkiraan dengan tata letak pabrik yang telah disusun ulang. Susunan ulang tata letak pabrik dan data terkait diambil dari penelitian praktik lapang terdahulu tentang analisis tata letak pabrik di PT. X (Atmaja 2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemilihan Jenis Produk

Berdasarkan data pengumpulan jenis produk diketahui bahwa PT. X mengklasifikasikan produk kedalam 5 famili, yakni primed doors, meranti doors, merbau doors, white oak doors, dan red oak doors. Masing-masing famili terdiri dari ratusan jenis model dengan spesifikasi yang berbeda-beda.

Data produksi yang dilakukan oleh PT. X tidak dapat ditampilkan, sehingga pemilihan jenis produk yang diamati hanya berdasarkan wawancara dengan manajer terkait. Berdasarkan wawancara dengan narasumber, famili produk meranti doors merupakan famili produk yang persentase produksinya paling besar dibanding famili produk lain, sehingga kemudian dipilih satu jenis produk dari famili produk meranti doors untuk dilakukan pengamatan, yakni meranti doors model A. Gambar meranti doors model A dapat dilihat pada Gambar 2.

Penggambaran VSM Kondisi Saat Ini

(19)

9 kecuali untuk top rail dan bottom rail alur proses yang sama hanya berbeda dimensinya. Masing-masing komponen tersebut terdiri dari beberapa komponen penyusun yang lebih kecil, yakni core, outer, end cap dan veneer. Komponen core merupakan komponen papan partikel yang berada diinti komponen stile, top rail dan bottom rail. Komponen outer dan end cap merupakan komponen kayu meranti yang menutup bagian samping core. Komponen veneer merupakan lapisan kayu yang menutup bagian atas dan bawah susunan core dan outer. Gambar susunan komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2 Meranti doors model A

Gambar 3 Susunan komponen core, outer, dan end cap

Secara umum proses pembuatan komponen-komponen tersebut dilakukan pada factory A, dan kemudian dirakit menjadi pintu di factory D. Gambaran umum VSM kondisi saat ini untuk produk model A dapat dilihat pada Gambar 4.

Keempat jenis komponen produk model A berjalan pada aliran proses produksi secara paralel, kemudian setelah semua komponen telah selesai dibuat, komponen-komponen tersebut dirakit menjadi pintu. Aliran proses perakitan dilakukan dalam ukuran lot pengerjaan yang lebih kecil, yakni 25 buah pintu dalam 1 palet. Aliran proses produksi pintu produk model A tergambar sebagai current state VSM dapat dilihat pada Gambar 5.

Outer

End cap Core

Top Rail

Bottom Rail Glassbar

(20)

Customer Production Control

Material Supplier

Monthly PO (Purchase Order) 1 month forecast

Material Preparation (Fac. A Line 1)

Laminating (Fac. A Line 3)

Component Making (Fac. Line 2)

Assembling (Factory D)

Shipping Monthly WO (Work Order)

Shipping Plan

Gambar 4 Gambaran umum current state VSM produk model A

Pembuatan diagram VSM dilakukan pada kasus jadwal produksi tertanggal 15 April 2014 dengan tanggal pengiriman 13 Mei 2014, yakni plan no. Apr 15 A. Pada jadwal produksi ini terdapat total pesanan sebanyak 727 pintu yang terbagi kedalam 24 jenis pintu berbeda, salah satunya ialah produk model A sebanyak 75 buah. Perhitungan estimasi penggunaan bahan yang diperlukan untuk membuat 75 buah produk model A dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pada Gambar current state VSM (Gambar 5), tergambarkan secara rinci tahapan proses yang dilalui dalam pembuatan meranti doors model A. Proses produksinya digambarkan secara paralel terhadap komponen-komponen meranti doors model A yang secara berurutan dari paralel paling atas ialah, komponen stile, top rail, bottom rail, glassbar, dan kemudian keempat paralel tersambung ke aliran proses assembling. Pada Gambar 5, dapat dilihat pada process data box proses blanking, cutting, dan ripping pada paralel komponen top rail dan bottom rail diisi dengan tanda “X”, yang maksudnya adalah output dari proses tersebut sudah didapatkan dari proses pembuatan komponen stile. Pada proses pembuatan komponen stile, dari 1 batang kayu bahan, output yang diperoleh tidak hanya potongan komponen stile, melainkan juga potongan komponen top rail dan bottom rail. Perhitungan estimasi hasil potongan ini dapat dilihat pada Lampiran 1 pada perhitungan bagian outer. Data pengamatan aktivitas yang terjadi pada masing-masing proses dapat dilihat pada Lampiran 5.

Perhitungan Lead Time Kumulatif

(21)

11

Sanding Machine (4) Sanding

Koch-bor & H22B2 (4)

Boring+Moulding

Sanding Machine (4) Sanding

5in1 Machine (3) 5in1

Sanding Machine (4) Sanding

5in1 Machine (3) 5in1

(22)

Penggambaran current state VSM menunjukkan bahwa lead time kumulatif produksi untuk jenis produk A ialah 17 jam 53 menit dan 52 detik, seperti yang ditunjukkan gambar timeline pada Lampiran 4. Perhitungan lead time kumulatif dari timeline ini mengikuti 4 asumsi. Asumsi pertama ialah batch produk yang diamati tidak tercampur oleh jenis produk lain, maksudnya adalah ketika proses produksi 75 buah pintu yang diamati telah selesai, batch dapat langsung bergerak ke proses berikutnya. Asumsi yang kedua ialah tidak ada aktivitas menunggu didepan mesin yang diakibatkan oleh proses produksi jenis produksi lain. Asumsi ini diambil karena sistem penjadwalan push yang dilakukan oleh PT. X menyebabkan persebaran waktu WIP yang tidak menentu dan bukan merupakan aspek yang dikaji pada penelitian ini. Asumsi ketiga mengenai kinerja operator yang konstan juga karena penurunan kinerja operator sepanjang hari bukan merupakan aspek yang dikaji pada penelitian ini. Asumsi keempat mengenai jalur transportasi forklift, karena kejadian dilapangan menunjukkan jalur transportasi yang fleksibel membuat jalur transportasi tidak pasti, sehingga untuk pengambilan data dilakukan dengan asumsi pengambilan jalur terpendek.

Analisis Value Stream Kondisi Saat Ini dari Aspek Tata Cara Kerja Hasil wawancara dengan manajer terkait menunjukkan bahwa value yang diinginkan oleh konsumen akhir ialah, kualitas bahan, akurasi dimensi, kekuatan sambungan, kualitas sambungan, dan estetika. Value ini kemudian didefinisikan kedalam bahasa aktivitas pabrik, agar dapat digunakan untuk mengidentifikasi waste dalam tata cara kerja pada setiap proses produksi. Definisi value tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Definisi value dari konsumen dalam aktivitas di pabrik

Value Aktivitas

Kualitas bahan Akurasi dimensi

Purchasing Pemotongan Pembelahan Penyerutan Kekuatan sambungan Aplikasi lem

Press time (laminating) Open time (cramping)

Pemasangan konstruksi sambungan Kualitas sambungan Kalibrasi ketebalan

Aplikasi lem veneer Open time (cramping) Aplikasi silikon pada kaca Pemasangan veneer

Penyemprotan air pada veneering Press time (veneering)

(23)

13 Berdasarkan Tabel 1, sebagian besar aktivitas yang terjadi pada masing-masing tahapan proses, seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 5, tidak tergolong aktivitas yang sesuai dengan value yang diinginkan oleh konsumen. Aktivitas-aktivitas tersebut digolongkan sebagai aktivitas non-value added, karena tidak memberikan perubahan fisik yang khususnya tergolong pada aktivitas yang sesuai dengan value yang diinginkan konsumen. Beberapa diantaranya merupakan aktivitas non-value added yang masih diperlukan untuk menunjang terjadinya proses value added, seperti memasukkan bahan kedalam mesin (feeding mesin), mengambil bahan dan hasil potongan (material handling), melakukan pengaturan mesin, membalik bahan, dan lain-lain. Sebagian lainnya merupakan aktivitas non-value added yang tidak diperlukan atau yang dapat langsung dikategorikan sebagai waste, seperti aktivitas menunggu bahan diproses oleh mesin (waiting), berpindah posisi untuk mengambil bahan (unnecessary movement), dan pada kasus-kasus tertentu melakukan perulangan proses (overprocessing) karena output proses tidak sesuai spesifikasi yang diinginkan (defect).

Setelah teridentifikasi mana aktivitas yang memberikan nilai tambah kemudian diukur waktu saat terjadi aktivitas pemberian nilai tambah tersebut. Data waktu pemberian nilai tambah pada masing-masing proses ini (Lampiran 6) kemudian dijumlah untuk masing-masing komponen produknya, dan dibandingkan dengan lead time masing-masing komponen. Persentase aktivitas pemberian nilai tambah terhadap lead time-nya terhitung sebagai berikut, komponen stile 68,33%, komponen top rail 61,38%, komponen bottom rail 58,71%, komponen glassbar 49,15%, dan untuk proses perakitannya 53,51%. Jika diambil rata-rata persentase waktu pemberian nilai tambah terhadap lead time kumulatif pada pembuatan produk model A adalah 56,87%.

Persentase aktivitas pemberian nilai tambah yang terukur pada pembuatan produk model A ini relatif cukup besar. Menurut Kumar (2014) dan Liker (2004), pada umumnya proses industri memiliki persentase aktivitas yang memberikan nilai tambah kurang dari 10%. Besarnya persentase aktivitas pemberian nilai tambah ini dikarenakan sebagian besar mesin pada PT.X yang bekerja secara continuous. Pada mesin yang bekerja secara continuous aktivitas non-value added dilakukan secara paralel dengan saat terjadinya aktivitas value added, dengan kata lain aktivitas value added yang dilakukan oleh mesin tidak berhenti ketika operator melakukan aktivitas non-value added. Besarnya persentase value added time juga tidak terlepas dari pendefinisian aktivitas value added dan non-value added seperti pada Lampiran 5.

(24)

bahan pada konveyor yang menyambungkan mesin dengan area penyusunan hasil terjadi relatif cukup lama.

Nilai persentase aktivitas pemberian nilai tambah yang kecil cenderung didapati pada tipe sistem kerja mesin manual 1 by 1. Hal ini dikarenakan prosesnya kerjanya yang terjadi secara serial, sehingga komposisi waktu pemberian nilai tambah tidak mendominasi persentase cycle time batch-nya. Lain halnya dengan tipe sistem kerja mesin rapid automatic continuous yang nilai persentasenya cenderung besar. Pada tipe ini aktivitas pemberian nilai tambah tersambung sepanjang proses dan aktivitas non-value added-nya terjadi secara paralel dalam satu batch.

Perbaikan dari Aspek Tata Cara Kerja

Berdasarkan hasil analisis tata cara kerja pada VSM kondisi saat ini, persentase rata-rata waktu terjadinya aktivitas pemberian nilai tambah terhadap lead time kumulatifnya adalah 56,87%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat cukup besar ruang perbaikan untuk dilakukakannya perbaikan tata cara kerja.

Berdasarkan persentase yang ditunjukkan pada Lampiran 10, dipilih proses produksi yang memiliki nilai persentase dibawah 50% untuk analisis perbaikannya. Hal ini dilakukan karena proses-proses tersebut relatif memiliki ruang perbaikan tata cara kerja yang lebih besar dibandingkan proses-proses lainnya. Proses-proses tersebut terjadi pada 8 mesin atau departemen kerja yakni, mesin Schelling, mesin X-cut, mesin Spindle, mesin Panel Saw, departemen assembling glassbar, departemen mal glassbar, departemen pre-delivery inspection, dan pada proses packing.

Pada proses pemotongan pada mesin Schelling, sebagian besar aktivitas selama proses dilakukan oleh mesin. Aktivitas yang dilakukan operator hanya melakukan perintah komputer dan saat pengambilan hasil. Prosedur kerja mesin tidak dapat diubah ataupun dipercepat, karena sudah merupakan spesifikasi dari mesin tersebut. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan kerja operator. Mesin Schelling dioperasikan oleh 3 orang operator, yakni 2 orang untuk mengambil hasil potongan, dan 1 orang leading-hand yang melakukan perintah komputer. Operator leading-hand adalah yang juga memastikan suplai input bahan untuk diproses pada mesin Schelling, sehingga terkadang mesin idle karena leading-hand tidak ada untuk melakukan perintah komputer. Hal ini dapat dihindari dengan mengoptimalkan 2 orang operator lainnya agar dapat melakukan perintah komputer sesuai dengan work order.

Pada proses pemotongan di mesin X-cut, proses pemberian nilai tambah hanya sebesar 5% dari cycle time-nya. Proses pemberian nilai tambah pada proses ini hanya terjadi ketika pisau mesin memotong kayu, yang terjadi sangat singkat, total waktu pisau memotong kayu untuk 1 kayu hanya 2 detik. Secara umum aliran aktivitas pada proses pemotongan di mesin X-cut (Gambar 6) sudah cukup baik.

(25)

15 yang cukup panjang terlebih dahulu baru sampai pada operator yang menyusun pada palet hasil. Penggunaan konveyor ini merupakan inovasi kaizen yang dilakukan oleh tim dari PT. X, yang dengan penggunaan konveyor ini dapat dilakukan pengurangan jumlah operator pada mesin X-cut, karena konveyor tersambung untuk 4 mesin X-cut sehingga secara keseluruhan operasinya lebih efisien.

No. Aktivitas Skema aktivitas

1 Mengambil kayu dari antrian mesin 2 Memposisikan kayu pada stopper

mesin

3 Pisau mesin memotong kayu 4 Hasil potongan dibawa konveyor 5 Mengambil dan menyusun hasil

potongan pada palet hasil

Gambar 6 Skema aktivitas proses pemotongan pada mesin X-cut kondisi saat ini Proses pemotongan pada mesin Spindle merupakan proses yang aktivitasnya dari awal hingga akhir siklusnya dilakukan oleh 1 orang operator. Mesin Spindle dioperasikan secara manual oleh operator, sehingga memiliki cycle time yang relatif cukup lama. Aktivitas non-value added yang dilakukan pada mesin ini masih dapat digolongkan sebagai aktivitas yang neccesary, atau dengan kata lain masih diperlukan. Dapat dilihat pada Gambar 7 bahwa aliran aktivitas-nya pun masih dapat dikatakan baik, yakni satu arah per piece. Pada mesin ini tim dari PT. X telah melakukan kaizen dengan memodifikasi mesin sehingga dapat mengerjakan 2 piece per tahapnya, sehingga cycle time proses ini dapat direduksi hingga 50%.

No. Aktivitas Skema aktivitas

1 Mengambil bahan dari meja 2 Memposisikan bahan pada mesin 3 Memotong bahan

4 Menyusun hasil potongan pada meja hasil

Gambar 7 Skema aktivitas proses pemotongan pada mesin Spindle kondisi saat ini

Proses pemotongan pada mesin Panel Saw merupakan proses pemotongan yang hampir sama dengan pemotongan pada Spindle, hanya saja dilakukan oleh 2 operator. Dimensi dan bentuk mesin membuat operasi proses ini membutuhkan 2 orang agar operator tidak banyak berjalan. Pada skema yang dapat dilihat pada

5 konveyor

mesin

1-3

4

Palet hasil

Palet bahan

mesin

1-4

Meja hasil

Meja bahan

Palet hasil

(26)

Gambar 8, dapat terlihat masih ada sedikit pergerakan operator dalam pengambilan bahan maupun pengangkatan hasil. Hal ini dapat direduksi dengan perancangan tata letak area kerja untuk lebih memudahkan operator untuk mengambil bahan maupun menyusun hasil.

No. Aktivitas Skema aktivitas

1 Mengambil bahan dari palet 2 Memposisikan bahan pada mesin 3 Memotong bahan

4 Mengambil dan Menyusun hasil potongan pada palet hasil

Gambar 8 Skema aktivitas proses pemotongan pada mesin Panel Saw kondisi saat ini

Proses assembling glassbar merupakan proses yang dilakukan tanpa bantuan mesin. Proses ini sama seperti proses pada Spindle yang dilakukan oleh 1 orang operator dari awal hingga akhir. Pada proses ini dilakukan aktivitas pemilihan kecocokan antara komponen vertikal dan horizontal yang didasarkan pada warnanya. Hal ini cukup menyita banyak waktu, akan tetapi berkaitan dengan value estetika. Berdasarkan informasi dari narasumber diketahui bahwa terdapat beberapa produk akhir yang akan dilapisi cat oleh konsumen. Hal ini membuat aktivitas pemilihan kecocokan warna glassbar menjadi redundant. Apabila dapat diketahui jumlah produk yang memerlukan value estetika kecocokan warna, maka cycle time pada proses ini akan dapat direduksi.

Proses mal glassbar adalah proses yang dilakukan untuk memastikan ukuran tempat kaca sudah tepat sesuai dengan ukuran kaca. Proses ini merupakan proses yang tidak memberikan nilai tambah, akan tetapi perlu untuk dilakukan untuk menunjang proses berikutnya yaitu proses pemasangan kaca. Proses ini dilakukan secara terpisah dengan proses pemasangan kaca. Rangkaian proses ini dapat dilakukan secara lebih efisien dengan cara menggabungkan kedua proses tersebut. Hal ini akan mengurangi waktu yang diperlukan untuk mengangkat WIP ke dan dari atas meja, yang tadinya dilakukan dua kali karena prosesnya terpisah, menjadi satu kali. Penggabungan proses ini dapat mereduksi cycle time per piece-nya kurang-lebih 8 detik.

Proses pre-delivery inspection merupakan proses yang dimaksudkan untuk memastikan produk akhir sudah sesuai dengan kualitas standar yang diinginkan oleh konsumen sebelum di-packing. Proses ini sebagaimana inspeksi adalah proses yang seharusnya sebagian besar aktivitasnya adalah aktivitas memeriksa, akan tetapi pada praktiknya berbeda. Proses PDI ini seringkali mengulang semua proses finishing hanya saja dengan waktu yang relatif lebih singkat. Hal ini dinilai kurang efisien, terutama karena peralatan yang digunakan mengambil dari meja finishing, sehingga terkadang mengganggu proses finishing. Hal ini dapat menjadi

mesin Palet

hasil

Palet bahan 4

(27)

17 lebih efisien apabila proses finishing dilakukan lebih hati-hati dan melibatkan tim quality control pada proses finishing, sehingga proses PDI hanya melakukan aktivitas pemeriksaan dan hanya melakukan proses finishing ulang jika benar-benar diperlukan. Konsekuensi peringkasan proses PDI ini adalah proses finishing yang sedikit lebih lama, akan tetapi reduksi cycle time total yang didapatkan lebih besar.

Hasil analisis yang telah diuraikan diatas dirangkum pada Tabel 2 dan kemudian digambarkan pada future state VSM yang dapat dilihat pada Gambar 9. Reduksi waktu yang tergambarkan pada future state VSM pada penelitian ini merupakan estimasi dari implementasi perbaikan yang telah dianalisis. Gambar future state VSM ini yang nantinya akan dijadikan acuan perbaikan berikutnya.

Tabel 2 Rangkuman hasil analisis perbaikan dari aspek tata cara kerja

Proses Mesin Waste Perbaikan

Cutting Schelling Waiting Pengoptimalan kerja operator untuk input perintah komputer pada mesin

Cutting X-Cut Unnecessary movement

Penambahan konveyor untuk penanganan bahan pasca-proses pemotongan

Cutting Spindle Idle capacity Modifikasi feeder mesin menjadi 2 pieces per langkah

Cutting Panel Saw

Unnecessary movement

Pemindahan letak palet bahan menjadi lebih dekat dengan operator

Assembling glassbar

Manual Unnecessary movement

Konfirmasi value estetika color matching glassbar

Mal glassbar Manual Unnecessary movement

Penggabungan proses mal glassbar dengan proses finishing Pre-delivery

inspection

Manual Overprocessing Penyederhanaan proses inspeksi sehingga tidak perlu mengulang proses finishing

Analisis Value Stream Kondisi Saat Ini dari Aspek Tata Letak Pabrik Rancangan tata letak pabrik memiliki dampak pada transportasi bahan yang terjadi selama proses produksi, terutama pada PT. X yang perpindahan bahannya menggunakan alat bantu forklift. Salah satu faktor yang dapat diukur adalah waktu transportasi. Waktu transportasi ini berkaitan dengan jarak transportasi dan kecepatan forklift dalam perpindahannya dari satu titik ke titik lainnya. Prosedur keselamatan kerja mengharuskan forklift beroperasi didalam pabrik dengan kecepatan yang relatif rendah, sehingga faktor jarak transportasi yang menjadi acuan perbaikan waktu transportasi.

(28)

unnecessary movement yang terjadi akibat penyusunan WIP yang ditumpuk antara 1 palet dengan palet lainnya. Hal ini menyebabkan pengambilan WIP yang dibutuhkan perlu dilakukan pengangkatan WIP lain yang berada pada tumpukan yang sama, akan tetapi hal ini tidak dibahas lebih lanjut karena perhitungan lead time yang dilakukan mengasumsikan WIP langsung bergerak dari satu proses ke proses berikutnya (tidak ditumpuk dengan WIP produk lainnya).

Kondisi tata letak pabrik saat ini dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan kondisi tata letak pabrik tersebut, waktu transportasi dalam 1 batch produksi 75 buah produk model A dapat dilihat pada Lampiran 7. Waktu transportasi bahan dalam proses produksi komponen produk meranti doors model A adalah sebagai berikut, komponen stile 349 detik, komponen top rail 269 detik, komponen bottom rail 269 detik, komponen glassbar 334 detik, dan proses assembling 40 detik, dengan total jarak tempuh sebesar 1600,7 meter. Persentase waktu transportasi tersebut terhadap lead time-nya adalah sebagai berikut, komponen stile 1,41%, komponen top rail 2,29%, komponen bottom rail 2,72%, komponen glassbar 1,32%, dan pada proses perakitan 0,11%. Jika diambil nilai rata-ratanya waktu transportasi yang terjadi selama proses terhadap lead time kumulatif produk relatif cukup rendah, yakni 1,57%. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh waktu transportasi terhadap lead time kumulatif cenderung tidak signifikan, akan tetapi perbaikannya tidak hanya berdampak pada pengurangan waktu transportasi, melainkan juga biaya operasional forklift yang bergerak dengan bahan bakar bensin.

Perbaikan dari Aspek Tata Letak Pabrik

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk perbaikan tata letak pabrik adalah dengan melakukan rancangan ulang tata letak pabrik. Rancangan ulang tata letak pabrik diarahkan kepada pengurangan total jarak tempuh forklift dalam melakukan proses perpindahan bahan selama proses produksi. Agar dapat terukur maka diasumsikan bahwa forklift selalu mengambil jalur dengan jarak terpendek antara titik awal sampai titik tujuannya. Rancangan ulang tata letak pabrik (Lampiran 9) dibuat dengan analisis from-to chart, dengan mengalikan jarak dengan frekuensi transportasi antara satu mesin dengan mesin lainnya, yang hasilnya kemudian dikonversi kedalam bentuk diagram total closeness rating dan menjadi acuan pemindahan mesin dari kondisi saat ini ke area rekomendasi.

Berdasarkan hasil rancangan ulang tata letak pabrik, terjadi perubahan jarak transportasi antar proses (Lampiran 3). Terhitung pengurangan jarak transportasi sebesar 226,5 meter atau 14,2% dari total jarak tempuh transportasi produksi 75 buah produk model A. Rancangan ulang tata letak pabrik tersebut terhitung mengurangi waktu transportasi bahan pada pembuatan 75 buah produk model A sebesar 113 detik atau 8,3% dari waktu transportasi kondisi saat ini.

(29)

19

Sanding Machine (4) Sanding

Koch-bor & H22B2 (4) Boring+Moulding

Sanding Machine (4) Sanding

5in1 Machine (3) 5in1

Sanding Machine (4) Sanding

5in1 Machine (3) 5in1

Halving Machine (2)

(30)

dilakukan dengan menggambar timeline lead time kumulatif. Berdasarkan gambar timeline perhitungan estimasi lead time kumulatif dari hasil perbaikan (Lampiran 11), didapatkan lead time kumulatif sebesar 15 jam 32 menit dan 31 detik, atau berkurang 13,16% dari lead time sebelum perbaikan, dengan 12,99% diantaranya didapat dari perbaikan tata cara kerja, dan persentase aktivitas pemberian nilai tambahnya meningkat menjadi 60,26%.

Jika dilihat pada gambar timeline hasil perbaikan, dapat dilihat bahwa lead time kumulatif berkurang, akan tetapi waktu aktivitas bahan menunggu menjadi lebih banyak pada rangkaian prosesnya (bar timeline yang berwarna hitam), terhitung lama waktu bahan menunggu bertambah sebanyak 1082 detik dari kondisi saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan point kaizen yang dilakukan tidak hanya mengurangi waste tetapi menimbulkan waste baru. Meskipun begitu kumulatif hasil perbaikan dengan waste yang timbul masih positif jika dilihat dari pengurangan lead time yang didapat. Rancangan perbaikan proses produksi sebaiknya dilakukan berdasarkan penjadwalan produksi sistem tarik, dan mengarah pada rasio permintaan customer atau takt time (Liker dan Meier 2006), agar efek samping improvement yang terjadi dalam penelitian ini dapat dihindari, akan tetapi bahasan tersebut tidak berada didalam cakupan penelitian ini.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Aliran proses produksi pada PT.X teridentifikasi adanya waste pada setiap tahap prosesnya. Pada pembuatan 75 buah produk meranti doors model A terhitung lead time produksi sebesar 17 jam 53 menit dan 52 detik, dengan persentase waktu terjadinya aktivitas pemberian nilai tambahnya sebesar 56,87% dari lead time kumulatif-nya. Besarnya persentase value added time disebabkan oleh aktivitas non-value added yang dilakukan secara paralel ketika mesin terus berjalan melakukan aktivitas value added, dan juga tidak terlepas dari pendefinisian aktivitas value added itu sendiri. Aktivitas non-value added yang terdapat pada aliran proses teridentifikasi masuk kedalam kelompok waste transportasi, overprocessing, unnecessary movement dan waiting, akan tetapi tidak semua aktivitas tersebut dapat dieliminasi karena masih tergolong aktivitas yang diperlukan (necessary non-value added activity).

(31)

21

Saran

Perlu dilakukan kajian lebih dalam terhadap aspek-aspek lain pada aliran proses produksi yang mempengaruhi value stream-nya. Aspek-aspek yang dimaksud seperti, downtime (waktu off mesin karena adanya gangguan dari dalam maupun luar mesin), kinerja operator, ketersedian bahan yang diperlukan untuk proses, dan kejadian-kejadian tidak terduga seperti tidak adanya operator pada jadwal yang telah ditentukan, dan lain-lain.

Kajian value stream mapping dari penelitian ini perlu dikembangkan cakupannya. Proses yang terjadi mulai dari penerimaan pesanan dari customer, pengolahannya menjadi work order (jadwal produksi), purchasing bahan, penjawalan operator, penggudangan bahan dan produk akhir, hingga proses pengiriman produk akhir kepada customer.

Lean manufacturing system adalah filosofi manufaktur yang berpedoman pada eliminasi waste dan perbaikan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, sebaiknya perlu dibuat dokumen prosedur terstandar (standardized work chart, standardized work combination table, dan production capacity sheet) sebelum melakukan kaizen, sehingga hasilnya dapat terukur dan menjadi acuan untuk pengembangan selanjutnya. Pada penerapan lean, penting untuk diketahui bahwa improvement haruslah tepat sasaran dan sesuai kebutuhan rasio permintaan customer (takt time).

Perlu dilakukan kajian terhadap sistem penjadwalan produksi yang dilakukan oleh PT. X. Penggunaan pendekatan sistem tarik perlu dikembangkan untuk penjadwalan produksi.

Perbaikan lain yang dapat dilakukan dari penerapan value stream mapping, adalah perbaikan waktu setup. Terutama pada industri seperti PT. X yang memiliki sangat banyak varian jenis produk, sehingga relatif sering melalukan setup mesin. Salah satu lean tool yang dapat dikaji adalah SMED (single minute exchange of dies).

DAFTAR PUSTAKA

Abdulmalek FA, Jayant Rajgopal. 2006. Analyzing The Benefits of Lean Manufacturing and Value Stream Mapping via Simulation: A Process Sector Case Study. Production Economics. Vol 107, pp.223-236

Apel W, Jia YL, Vanessa W. 2007. Value Stream Mapping for Lean Manufacturing Implementation. Worcester: Worcester Polytechnic Institue Atmaja GD. 2013. [Laporan Praktik Lapang] Kajian Tata Letak Pabrik di PT. X.

Bogor: Institut Pertanian Bogor

Chen L, Bo Meng. 2010. The Application of Value Stream Mapping Based Lean Production System. International Journal of Business and Management. Vol.5 No.6. Changchun: Changchun University of Science and Technology

(32)

Goriwondo WM, Samson M, Alphonce M. 2011. Use of The Value Stream Mapping Tool for Waste Reduction in Manufacturing, Case Study for Bread Manufacturing in Zimbabwe. Bulawayo: National University of Science and Technology Zimbabwe

Gustavsson J, Cindy Marzec. 2007. Value Stream Mapping - A Case Study of Construction Supply Chain of Prefabricated Massive Timber Floow Element. Master Thesis.Vaxjo University School of Management and Economics.

Hines P, Rich N. 1997. The Seven value stream mapping tools. International Journal of Operations & Production Management, 17, (1), 46-64.

Kumar, Suraj. 2014. Lean Manufacturing and Its Implementation. International Journal of Advanced Mechanical Engineering. Ajmer: Bhagwant University

Liker JK. 2004. The Toyota Way-14 Management Principles from the World’s Greatest Manufacturer. New York: McGraw-Hill

Liker JK, David Meier. 2006. The Toyota Way Field Book: A Practical Guide for

Implementing Toyota’s 4Ps. New York: McGraw-Hill

Michigan University Information and Technology Services (MITS). 2010. [Internet] Value Stream Mapping Key. [diunduh 20 Desember 2013]. Tersedia pada: http://www.mais.umich.edu/methodology/process-improvement/value-stream-mapping-key.docx

Nielsen A. 2008. Getting Started with Value Stream Mapping. British Columbia: Gardiner Nielsen Associates Inc.

Rother M, John Shook. 1999. Learning to See - Value Stream Mapping to Create Value and Eliminate Muda. Brookline: The Lean Enterprise Institute Rosienkiewicz M. 2012. Idea Adaptation Value Stream Mapping Method to The

Conditions of The Mining Industry. AGH Journal of Mining and Geoengineering. Vol.36 No.3. Wroclaw: Wroclaw University of Technology

Sayer NJ, Bruce Williams. 2007. Lean for Dummies. Indiana: Wiley Publishing, Inc.

(33)

23

LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan estimasi penggunaan bahan

75 pintu = 150 stile + 75 top rail + 75 bottom rail + 75 set glassbar = (150 core + 300 outer) + (75 core + 150 outer) + (75 core + 150 outer) + (75 vertikal + 300 horizontal)

Core:

Ukuran bahan (panjang x lebar) mm2 = 1980 x 1220 Stile : 1 lembar = 15 core stile

Estimasi = = 10 lembar Top rail : 1 lembar = 45 core top

Estimasi = = 1,667 ≈ 2 lembar Bottom rail : 1 lembar = 21 core bottom

Estimasi = = 3,571 ≈ 4 lembar Outer:

Ukuran bahan (panjang x lebar) mm2 = 3900 x 150 Ukuran komponen:

Stile = (2047 x 114) Bottom rail = (612 x 189) Top rail = (612 x 114) Estimasi:

Panjang = 3900 – (2060 + 630 + 630) = 580 mm (sisa*) Lebar = = 8 potong (+sisa*)

→ = 37,5 ≈ 38 batang

38 batang = 304 stile + 152 top rail + 152 bottom rail Glassbar:

Ukuran bahan (panjang x lebar) mm2 = 3900 x 150 Ukuran komponen:

Vertikal = (1764 x 42) Horizontal = (612 x 42) Estimasi:

Panjang = 3900 – (1800 + (630x3)) = 210 (sisa*) Lebar = = 3,334 ≈ 3 potong (+sisa*)

Vertikal → = 25 batang

Horizontal → 25 x 3 x 3 = 225 (kurang 75 potong)

=6,19 ≈ 6 potong (+sisa*) → 6 x 3 = 18 = 4,167 ≈ 5 batang

(34)
(35)

24

Lampiran 2 Data hasil pengukuran cycle time dan setup time (stile)

Proses Mesin T

i p e

p (detik)

p q

(detik)

q m

(detik)

m n

(detik)

n

Setup (detik)

x (lang

kah)

c/t batch (detik)

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

Cutting Schelling a - - - 190 192 189 190 105 90 96 97 32 5 1081

Blanking Hidromad1 b 57 74 91 74 6 12 23 14 - - - 132 38 712

Cutting X-cut a - - - 38 36 39 38 14 12 10 12 55 38 1498

Ripping Ripsaw b 39 42 34 38 23 22 22 22 - - - 431 38 1296

Laminating Airframe c 2142 2130 2132 2135 - - - 473 5 10479

Sanding SandingM b 156 152 149 152 36 37 33 45 - - - 52 50 1936

Veneering Hot press b 308 301 317 309 120 120 120 120 - - - 45 15 2034

Cut-to-finish DET b 38 44 35 39 12 7 6 8 - - - 241 150 1522

Bor+mould Koch b 77 98 71 82 6 5 6 6 - - - 283 150 1209

(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)

27 Lampiran 2 Data hasil pengukuran cycle time dan setup time (glassbar)

(42)
(43)

28

Lampiran 2 Data hasil pengukuran cycle time dan setup time (assembling)

Proses Mesin T

i p e

p (detik)

p q

(detik)

q m

(detik)

m n

(detik)

n

Setup (detik)

x (lang

kah)

c/t batch (detik)

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

Cramping Cramp-X C 34 35 35 35 - - - 198 75 2798

Cut-to-finish DET B 193 303 175 224 63 54 55 57 - - - 482 75 4948

Mal glassbar Manual C 195 155 142 164 - - - 0 75 12300

Glassing Manual C 349 296 284 310 - - - 186 75 23411

Finishing Manual C 411 542 436 463 - - - 0 75 34725

PDI Manual C 382 356 361 366 - - - 0 75 27475

(44)
(45)

29 Lampiran 3 Data hasil pengukuran waktu transportasi dan estimasi setelah per-

baikan

Titik awal Titik tujuan Jarak (meter)

Waktu (detik)

Jarak perbaikan

(meter)

Waktu perbaikan

(detik)

Schelling Airframe 37,7 32 21,4 18

Hidromad1 X-cut 20,2 17 20,2 17

X-cut Ripsaw 78,2 66 15,6 13

Ripsaw Airframe 45,2 38 70,9 60

Airframe Sanding M 22,1 19 14,7 12

Sanding M Hot press 5,2 4 12,4 11

Hot press DET 120,7 102 40,6 34

DET Koch 44,9 38 24,9 21

Koch Spindle (FD) 56,2 48 71,7 61

Hot press Powermat2 95,1 81 80 68

Powermat2 Panel saw 22,7 19 24,8 21

Panel saw 5 in 1 M 19,5 17 14,8 13

5 in 1 M Spindle (FD) 87,4 74 95,3 81

Spindle (FD) Cramp-X (FD) 19,8 17 19,8 17

Ripsaw DET 27,3 23 93,3 79

DET Spindle 51,7 44 2,6 2

Spindle Powermat1 56,6 48 10,1 9

Powermat1 Spindle (FD) 92,2 78 97,1 82

Spindle (FD) Halving M (FD) 19,8 17 19,8 17

Halving M (FD) Assembling (FD) 22,1 19 22,1 19

Assembling (FD) Cramp-X (FD) 26,5 22 26,5 22

Cramp-X (FD) DET (FD) 28,2 24 28,2 24

(46)
(47)

30

(48)
(49)

31 Lampiran 5 Data pengamatan tata cara kerja

Mesin Value added activity Non-value added activity Schelling Mesin memotong bahan Mendorong bahan masuk mesin

Melakukan perintah komputer pada mesin

Mesin mengambil bahan

Menunggu bahan selesai dipotong Mengambil hasil potongan

Menyusun hasil potongan pada palet hasil

Hidromad1 Mesin menyerut kayu Mengangkat kayu dari tumpukan Meletakkan kayu pada antrian mesin Mesin menarik bahan dari antrian Menunggu kayu keluar dari mesin Mengambil kayu hasil potongan Menyusun hasil potongan pada palet hasil

X-cut Mesin memotong kayu Mengangkat kayu dari tumpukan Memposisikan kayu pada mesin Meletakkan kayu hasil potongan pada konveyor

Menunggu kayu berjalan di konveyor Mengambil kayu hasil potongan Menyusun kayu hasil potongan pada palet hasil

Ripsaw Mesin membelah kayu Mengangkat kayu dari tumpukan Meletakkan kayu pada antrian mesin Menunggu kayu sebelumnya selesai dibelah mesin

Mendorong bahan masuk ke mesin Menunggu kayu selesai dibelah mesin Mengambil hasil belahan kayu

(50)

Mesin Value added activity Non-value added activity Airframe Membubuhkan lem pada end cap

Melewatkan outer pada roll lem Menyusun core-outer-endcap didalam mesin

Mesin menekan sambungan core-outer-endcap

Mengambil end cap pada rak Mengangkat core dari tumpukan Mengambil outer dari tumpukan Menuang lem pada roll lem Mengatur pegas mesin Menunggu komponen selesai dipress

Membuka mesin

Mengambil komponen hasil dari mesin

Menyususn komponen hasil pada palet hasil

Sanding Machine

Mesin mengamplas komponen Mengangkat komponen dari tumpukan

Meletakkan komponen pada mesin

Mesin menarik komponen masuk Mesin membalik komponen Menunggu komponen keluar dari mesin

Mengambil hasil dari mesin Menyusun komponen pada palet hasil

Hot press Melewatkan komponen pada roll lem

Memasang veneer pada komponen

Menyemprot air ke komponen yang sudah ditempel veneer Mesin menekan komponen

Mengangkat komponen dari tumpukan

Mengambil veneer dari tumpukan

Membalik komponen

Meletakkan kayu pada antrian mesin

(51)

33 Lampiran 5 Data pengamatan tata cara kerja (lanjutan)

Mesin Value added activity Non-value added activity DET Mesin memotong komponen Mengangkat komponen dari tumpukan

Memasukkan komponen pada mesin Mesin menarik komponen masuk Menunggu komponen keluar dari mesin Mengambil hasil potongan

Menyusun hasil potongan pada palet Koch Mesin membuat lubang pada

komponen

Mesin mencetak komponen

Mengangkat komponen dari tumpukan Memasukkan komponen pada antrian mesin

Mesin menarik komponen masuk Menunggu komponen selesai diproses Mengambil komponen hasil

Menyusun komponen pada palet hasil Powermat Mesin mencetak komponen Mengangkat komponen dari tumpukan

Meletakkan kayu pada antrian mesin Mesin menarik komponen masuk Menunggu komponen keluar

Mengambil komponen hasil cetakan Menyusun komponen hasil pada palet Panel saw Mesin dipotong komponen Mengangkat komponen dari tumpukan

Memposisikan komponen pada mesin Menunggu komponen selesai dipotong Mengambil hasil potongan

Menyusun komponen hasil pada palet 5 in 1 Mesin memproses komponen Mengangkat komponen dari tumpukan

Menyusun komponen pada antrian mesin

Mesin mengambil komponen dari antrian

Menunggu komponen selesai diproses Mengambil komponen hasil

(52)

Mesin Value added activity Non-value added activity Spindle Mesin memotong komponen Mengambil beberapa komponen dari

tumpukan

Menyusun komponen pada meja Mengambil komponen dari meja Meletakkan hasil potongan pada meja hasil

Mengambil hasil potongan dari meja hasil

Menyusun hasil potongan pada palet Halving

Machine

Mesin memotong komponen Mengambil beberapa komponen dari tumpukan

Menyusun komponen pada meja Mengambil komponen dari meja Memposisikan komponen pada mesin Meletakkan hasil potongan pada meja hasil

Mengambil hasil potongan dari meja hasil

Menyusun hasil potongan pada palet Assembling Membubuhkan lem pada

glassbar vertikal

Memasang glassbar horizontal pada glassbar vertikal

Mengetuk sambungan glassbar dengan palu kayu

Mengambil glassbar vertikal dan horizontal dari palet

Meletakkan glassbar vertikal dan horizontal pada meja

Memilih pasangan glassbar vertikal dan horizontal

Menyusun glassbar hasil pada palet Cramp-X Membubuhkan lem pada

lubang sambungan komponen Memasang sambungan

komponen didalam mesin Mesin menekan sambungan

Mengambil komponen dari tumpukan Mengambil komponen yang telah dilem

Meletakkan komponen kedalam mesin

Membersihkan sambungan setelah ditekan

(53)

35 Lampiran 5 Data pengamatan tata cara kerja (lanjutan)

Mesin Value added activity Non-value added activity DET (FD) Mesin memotong pinggiran

pintu

Mesin menyerut pintu (kalibrasi)

Mendorong pintu masuk antrian mesin Mesin menarik pintu masuk

Pintu hasil potongan dijalankan konveyor masuk mesin sanding Mesin membalik pintu

Menunggu pintu keluar dari mesin Mengeluarkan pintu hasil proses dari mesin

Mal Glassbar

Mengangkat pintu dari tumpukan Meletakkan pintu pada meja Mengunci pintu pada meja

Mengambil alat mal dari bawah meja Mencetak glassbar dengan mal Menembakkan pin 20ml pada ujung-ujung glassbar

Membuka kunci meja Mengangkat pintu dari meja Menyusun pintu pada palet hasil Glassing Membubuhkan sambungan

kaca dengan silikon

Memasang kaca pada pintu Memasang glass bead pada sambungan kaca

Mengangkat pintu dari tumpukan Meletakkan pintu pada meja Mengambil silikon

Mengambil kaca Mengambil glass bead

Menembakkan pin pada glass bead Mengangkat pintu dari meja Menyusun pintu pada palet hasil Finishing Mengeruk sisa silikon pada

sambungan kaca

Membubuhkan dempul pada bagian yang perlu didempul Mengamplas halus pintu

Mengangkat pintu dari tumpukan Menletakkan pintu pada meja Memeriksa pintu

Mengambil alat pengeruk Mengambil alat dempul Mengambil alat amplas Membalik pintu

(54)
(55)

36

Lampiran 5 Data pengamatan tata cara kerja (lanjutan)

Mesin Value added activity Non-value added activity PDI Membubuhkan dempul pada

bagian yang perlu didempul Mengamplas halus pintu

Mengangkat pintu dari tumpukan Menletakkan pintu pada meja Memeriksa pintu

Mengambil alat dempul Mengambil alat amplas Membalik pintu

Packing Mengambil plastik packing

Gambar

Gambar 1  Diagram alir metode penelitian
Gambar susunan komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 4  Gambaran umum current state VSM produk model A
Gambar 5  Current state VSM proses produksi meranti doors model A
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan pembahasan tata letak pabrik ini ialah memperoleh tata letak baru dengan jarak tempuh material yang minimum, area material WIP dan operator yang cukup,

Tata letak pabrik berhubungan erat dengan segala proses perencanaan dan pengaturan letak dari pada mesin-mesin, peralatan, aliran bahan, dan orang-orang

Perbaikan Layout pada lantai produksi dapat diminimalkan waktu transportasi dengan pengaturan tata letak yang lebih efesien, yaitu dengan mengurangi jarak antar proses yang

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tata letak yang diterapkan pada pabrik gula takalar yaitu tata letak secara berkelompok oleh pihak manajemen yang

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan nilai PCE awal dari industri “Mi Lethek” sebesar 12,05 %Perbaikan yang dilakukan ialah dengan mengubah tata letak pabrik

Tata letak fasilitas produksi pabrik tahu Srikandi juga memiliki kekurangan seperti pada penempatan ruang perendaman setelah ruang penggilingan yang tidak sesuai

Untuk merancang tata letak pabrik dapat digunakan metode Systematic Layout Planning (SLP) dengan membuat operation process chart untuk mengetahui proses

Karenanya akan dilakukan pengkajian ulang pada tata letak fasilitas pada pabrik dengan memperhitungkan jarak antar departemen, total jarak perpindahan material dalam satu aliran